KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh: Muh. Naim Madjid

Pendidikan Madrasah
Pendidikan merupakan aspek yang fundamental (asas) dalam membangun sebuah bangsa dan
negara. Maju mundurnya peradaban sebuah bangsa dapat dilihat dari tinggi rendahnya nilai
dan kualitas pendidikannya. Dengan kata lain, pendidikan adalah ruh dan spirit kemajuan
sebuah bangsa dan negara.
Pendidikan dalam konteks ke-bangsa-an dan ke-negara-an kita telah pun dan terus
mendapat perhatian yang besar dari pemerintah, mulai dari para penentu kebijakan – dalam
hal ini adalah para pejabat pemerintahan dari tingkat teratas hingga terendah, baik yang terkait
langsung maupun yang tidak terkait-hingga dari para tokoh intelektual dan organisasiorganisasi kemasyarakatan. Salah satu bentuk perhatian dan dukungan yang besar itu terlihat
dan tercermin dari lahirnya sebuah lembaga pendidikan dari beberapa lembaga pendidikan
yangُsudahُada,ُyaituُdikenalُdenganُistlahُ“Madrasah”.
Kehadiranُ “Madrasah”ُ iniُ denganُ visiُ misiُ danُ sederetُ konsepnyaُ diُ tengah-tengah
masyarakat bangsa yang ingin bangkit dari kebodohan dan ketertinggaalan telah menaruh
simpati yang dalam dan berarti bagi mereka. Hal ini dapat kita lihat sendiri perkembangannya
dari zaman ke zaman, yaitu sejak didirikannya hingga saat ini. Namun, yang menjadi analisa
danُ perhatianُ yangُ dalamُ bagiُ penulisُ adalahُ apakahُ “Madrasah”ُ iniُ sudahُ menjadi
“Madrasah”ُ yangُ sebenarnya,ُ yaituُ sebagaimanaُ yangُ diinginkanُ atauُ dikonsepkan sejak
awal?ُ Apakahُ fungsiُ “Madrasah”ُ ituُ sendiriُ sudahُ memberikanُ efekُ danُ pengaruhُ yangُ

signifikan dalam kemajuan pendidikan bangsa dan Negara? Dan bagaimana pula nilai-nilai
yangُdimilikiُdariُsebuahُ“Madrasah”ُituُsendiri?
Insan Dan Pendidikan Rabbani
Perkataan rabbani diambil dari kata ar- Rabbu (ُ ‫)ا ر‬, yaitu salah satu nama dari nama-nama
AllahُTa’alaُ (AsmaulُHusna)ُ yangُberartiُYangُMahaُMemelihara.ُDanُ tidaklah dikatakan
kata ar- Rabbu (ُ ‫ )ا ر‬ini pada selain Allah kecuali ia disandarkan (sebagai mudhof), seperti
robb al- malik, robb al- Sayyid, robb al- Murobbi, dan lain-lain. Adapun perkataan rabbani
atau ar- Rabbaniyyu (ُ‫ )ا رب ي‬memiliki arti yang menyembah kepada Tuhan (Allah Ta’ala),
dan rabbani yang mulia itu adalah ilmu dan amalan. (Ibrahim Anis, dkk, al- Mu’jam alWashith, Jilid 1, 1791: 111).

Prof.ُ Dr.ُ Sidekُ Babaُ (ُ )ُ dalamُ bukunyaُ “Pendidikanُ Rabbani,ُ Mengenalُ Allahُ
Melalui Ilmu Dunia”ُmengemukakanُbahwaُkonsepُhamba atau ‘abid (‫ )ع بد‬mengandung asas
rabbani yaitu jiwa yang patuh, akur. tunduk dan taat kepada Pencipta. FirmanُAllahُTa’alaُ
dalam surah Ali Imran ayat 97 yang berbunyi:
ُ ‫اُرب يي ُب‬

‫ُك‬

ُ‫اُع دًاُ يُم ُد ُه‬


‫ُُثمُيق ُ سُك‬

‫م ُك ُ شرُأ ُي تي ُهُا ت ُ ا ح مُ ا‬
. ‫ُا ت ُ ب ُك تمُتدرس‬

‫ك تمُتع‬

“TidakُmungkinُbagiُseseorangُyangُtelahُdiberiُkitabُolehُAllah,ُsertaُhikmahُdanُ
kenabian, kemudian diaُberkataُkepadaُmanusia,ُ“Jadilahُkalianُpenyembahku,ُbukanُ
penyembahُAllah,”ُtetapiُ(diaُberkata),ُ“Jadilahُkalianُpengabdi-pengabdi Allah karna
kalianُmengajarkanُkitabُdanُkarnaُkalianُmempelajarinya.”
Nabi Muhammad s.a.w. meyadari sepenuh hati dan meyakini bahwa dirinya adalah
seorang hamba dan Allah sebagai Tuhannya, yang pada-Nya seluruh hamba-hamba
mengabdikan dirinya. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin beliau mengatakan kepada
ummatnya:ُ ”jadilah kalian hamba-hambaku, akan tetapi beliau akan mengatakan: ”Jadilahُ
kalian hamba-hamba Rabbani (yang selalu menempatkan dirinya sebagai hamba dan
penyembah Allah semata), mengarahkan seluruh ibadah kepada-Nya, mengambil guide of life
(pegangan hidup) dari-Nya dari hasil membaca dan menelaah al- Qur’anُal- Karim. (Sayyid
Qutub, Fi Dzilal al-Qur’an: 11417).
Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa insan rabbani adalah insan (seorang manusia)

yang menjadikan al- Qur’anُ danُ Sunnahُ sebagaiُ panduanُ hidupnya dalam segala aspek
kehidupannya, baik dalam berucap, berpikir maupun bertindak. Sedangkan pendidikan
rabbani adalah sistem pendidikan yang bersumberkan ilmu wahyu (al- Qur’an)ُ danُ sunnah
kenabian (Hadist), baik dari segi konseptual atau teoritisnya, metodologi atau pendekatannya
maupun pengamalan atau penerapannya.

Definisi Madrasah
Istilah Madrasah apabila ditinjau dari segi bahasa berasalُdariُperkataanُbahasaُArab,ُ“darasa
(baca: darosa ), yadrusu, darsan”,ُ yangُ berartiُ “belajar”,ُ yaituُ merupakanُ bentukُ “namaُ
tempat”ُatauُisim makan dalamُistilahُbahasaُArabُyangُmemilikiُartiُ“tempatُbelajar”,ُyangُ
kemudian istilah ini muncul dan digunakan di Indonesia yang maknanya juga setara dengan
sekolah agama. Perkataan Madrasah ini tidak disebutkan langsung dalam al- Qur’an,ُ akanُ
tetapi terdapat penyebutannya dalam bentuk fi’il-nya (kata kerja), seperti tadrusu-na ( ‫)تدرس‬
dalam surah Ali Imaran ayat 97.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa madrasah adalah
sekolah atau perguruan (biasanya yang berdasarkan agama Islam). Di sini dapat dipahami
bahwa madrasah Di Indonesia memiliki makna yang lebih spesifik daripada sekolah, yaitu
tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran dan seluk beluk agama Islam.


Sekilas Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia
Dalam konteks ke-negara-an kita (bangsa Indonesia), pada mulanya proses
transformasi ilmu keagamaan (Islam) itu dilakukan dengan cara tradisional (klasik) yang biasa
dikenal dengan istilah mengaji pondok, yaitu menggunakan sebuah tempat yang sangat
sederhana, seperti padepokan untuk proses pemindahan ilmu-ilmu agama (Islam) dari seorang
Ulama, Wali dan Kiyai kepada para murid yang di-istilah-kan dengan sebutan santri.
Perkembangan politik di negara kita dari era penjajahan, kemerdekaan dan pasca
kemerdekaan (era pembangunan) telah memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem
pendidikan kita. Lahirnya Madarasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang formal tidak
lepas dari control (controlling) dan pengawasan (monitoring) pemerintah yang terus
mengutamakan pada peningkatan mutu dan kualitasnya. Namun yang harus kita kembali
cermati adalah apakah mutu dan kualitas Madrasah kita telah menempati tempatnya yang
tinggi, atau masih berada di tingkat bawah atau mengalami stagnasi (jalan di tempat), atau
bahkan jauh dari yang dicita-citakan?
Seiring dengan perkembangannya, Madrasah di Indonesia atau lebih dikenal juga
dengan istilah Madrasah Diniyyah (sekolah yang sisitemnya berorientasi pada agama Islam)
pada dasarnya terbagi ke dalam Tiga bagian utama, yaitu Madrasah Ibtidaiyyah (setingkat
Sekolah Dasar), Madrasah Tsanawiyah (setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) dan
Madrasah Aliyah (setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Tiap-tiap tingkatan memainkan
fungsi dan perannya masing-masing dalam membentuk generasi bangsa yang cerdas, berilmu,

beriman dan bertaqwa. Dari ketiga-tiga tingkatan tersebut, dalam analisa dan pandangan
penulis maka tingkat Madrasah Ibtidaiyyah (setingkat SD) memiliki kedudukan yang sangat
penting (urgent) dalam pembentukan generasi atau insan rabbani. Bagaimana tidak, karna di
usia-usia inilah pembentukan jiwa, karakter dan perilaku anak-anak terjadi langsung melalui
mendengar, melihat dan bertindak atau menirukan apa yang dilihatnya. Semua terekam dalam
akal pikirannya, menerima dan mencerna apa yang diberikan kepadanya, yang kemudian
melahirkan sikap kritisnya, mempersoalkan yang bersifat rasional maupun yang tidak
rasional. Ini adalah fitrah yang diberikan Allah Ta’ala kepada mereka. Sebagaimana sabda
Rasul-Nya:

ُ ‫ُفأب ا ُي دا ُ ي صرا ُ ي جس ُك‬، ‫دُ اُي دُع ىُا فطر‬

‫ُم ُم ُم‬:‫ق ُُرس ُهُص ىُهُع ي ُ س م‬

‫ت تجُا ي ُب ي ُج ع ءُ ُتحس ُفي ُم ُجدع ء؟‬
Rasulullah bersabda: “Tidaklah seseorang itu dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah,
maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi,
sebagaimana hewan dilahirkan dalam keadaan selamat, apakah kalian merasakan adanya
cacat?”
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah yang berorientasi kepada pendidikan anak-anak dari

usia Enam atau Tujuh tahun hingga Dua Belas tahun sudah seharusnya terus mendapat
perhatian penuh dari pemerintah. Hal ini disebabkan kedudukannya yang penting, yaitu
sebagai fondasi awal dalam pembentukan dan pembangunan jiwa dan karakter manusia yang
berilmu dan bertaqwa, dan tentunya akan berguna bagi bangsa dan negara. Berbagai konsep
pendidikan yang ideal yang telah ditawarkan oleh pemerintah dari berbagai pakar pendidikan
kita,

namun

pada

tahap

amalannya

(prakteknya)

mengalami

kebuntuan,


bahkan

penyimpangan dari tujuan asalnya. Apakah ada yang salah atau tidak sesuai dengan konsep
tersebut? Ataukah para pengguna (yang mengamalkan) konsep itu yang tidak memahami
dengan betul kandungan konsep pendidikan yang sudah dikonsepkan? sehingga ironisnya
tidak sedikit anak didik yang menjadi korban dalam proses pembentukan jiwa dan
karakternya.
Oleh karna itu, Syed Sajjad Husain berpendapat bahwa pendidikan Islam seharusnya
mendidik sesnsibilitas para murid atau anak didik sedemikian rupa, di mana cara berpikirnya,
tindakannya, keputusan-keputusannya dan pendekatan terhadap semua jenis pengetahuan
diatur oleh nilai-nilai etika ke-Islam-an yang mendalam.
Maka dalam pembentukan jiwa dan karakter murid yang berilmu dan bertaqwa atau
berjiwa rabbani, di mana tingkat Madrasah Ibtidaiyyah sebagai tahap awal atau fondasi
dasarnya, maka kunci utamanya terletak pada kemampuan guru atau ilmunya, sifat atau
karakternya dan sikap atau perilakunya dalam mendidik, mengajar dan membimbing anak
didiknya. Maka sudah tentu para guru ini dituntut untuk tahu dan paham melaksanakan tugas
utama dan kewajibannya serta dapat menggunakan kewenangannya dengan baik, yang
kemudian akan membawa mereka kepada pembentukan karakter dan sikapnya. Untuk itu,
terlebih dahulu kita harus mengetahui siapa guru itu sebenarnya dan apa yang harus

dimilikinya.