PENGARUH AUDIT TENURE DAN UKURAN KANTOR

PENGARUH AUDITTENURE DAN UKURAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK
TERHADAP KUALITAS AUDIT
Retno Murti
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

ABSTRACT
This study examines the influence of audit tenure and audit firm size on audit quality.
Enron case that involves Arthur Andersen Firm causes changes to the audit practice such as
limitations on the audit engagement (tenure) to the company that is being audited.
Audit quality is measured by discretionary accruals, audit tenure is measured by
counting the year in which the same KAP has made an engagement (tenure) with the auditee,
audit firm size is measured by number of audit staff. This study is focused non-financial
companies that has been listed on LQ45, on the Indonesia Stock Exchange during 2008 until
2012. The hypothesis testing in this study is using multiple regression analysis. The results of
the test showed that audit tenure positively affects the audit quality that is equal to 4.6%, and
audit firm size doesn’t affects the quality audit.
Keywords: audit quality, audit tenure, audit firm size.

I. PENDAHULUAN
Fenomena kasus Enron yang terjadi pada tahun 2001 yang melibatkan Kantor Akuntan

Publik (KAP) Arthur Andersen, serta munculnya kasus Satyam Computer Service LTD di
India

pada

tahun

2008

yang

melibatkan

Kantor

Akuntan

Publik

(KAP)


PricewaterhouseCoopers (PWC), menimbulkan pertanyaan apakah sebenarnya yang
menyebabkan kegagalan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa hal ini disebabkan akibat
adanya hubungan kerja yang panjang antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan klien yang
memungkinkan menciptakan suatu resiko excessive familiarity (berlebihnya keakraban) yang
dapat

mempengaruhi

obyektivitas

dan

independensi

Kantor

Akuntan

Publik


(KAP).Sebaliknya, dari sudut pandang perusahaan yang diaudit, hubungan yang
berkesinambungan dengan suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat membantu
meringankan pekerjaan auditor dalam perencanaan dan praktik akuntansi dan keuangan.
Independensi auditor yang semakin memburuk menjadi salah satu penyebab terjadinya
kegagalan pelaporan keuangan di berbagai perusahaan di dunia.Skandal Enron dan Arthur
Andersen adalah salah satu contoh dari kasus kegagalan pelaporan keuangan yang
mendorong banyak negara memperketat peraturan mengenai perikatan Kantor Akuntan
Publik (KAP) dengan klien.Salah satu usulan yang muncul adalah penerapan kebijakan rotasi

 

wajib Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk mengurangi hubungan auditor-klien yang
menimbulkan ancaman terhadap independensi auditor.
Skandal-skandal akuntansi dan laporan keuangan seperti yang terjadi pada kasus Enron
dan WorldCom di Amerika Serikat tahun 2001, menyebabkan kepercayaan publik terhadap
kualitas audit menurun. Hal ini menjadi faktor pemicu munculnya regulasi Sarbanes Oxley
Act (SOX) di Amerika Serikat tahun 2002.Dalam SOX seksi 203, mengatur mengenai
kewajiban melakukan rotasi akuntan publik selama 5 tahun.Peraturan terkait rotasi auditor
yang terdapat di dalam SOX tersebut selanjutnya digunakan dan diadopsi oleh beberapa

negara lain, salah satunya Negara Indonesia.Peraturan ini pertama kali diterbitkan dalam
Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor

423/KMK.06/2002

tentang

Jasa

Akuntan

Publik.Peraturan ini mewajibkan rotasi auditor partner setiap 3 tahun dan rotasi Kantor
Akuntan Publik (KAP) setiap 5 tahun.Peraturan ini direvisi dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 di mana pembatasan pemberian jasa Kantor Akuntan

Publik (KAP) diperpanjang menjadi 6 tahun.
Kualitas audit mencakup dua dimensi, yaitu independensi dan kompetensi. Peraturan
mengenai tenure audit dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas audit berdasarkan pada
asumsi bahwa semakin lama hubungan antara auditor (baik partner audit maupun Kantor
Akuntan Publik) dengan kliennya akan mengurangi independensi auditor. Namun, dari segi
kompetensi, adanya rotasi dapat menyebabkan penurunan kualitas audit.
Dengan adanya penerapan regulasi terkait pembatasan tenure audit, memunculkan pro dan
kontra diberbagai pihak. Hubungan jangka waktu pemberian jasa audit (tenure) dengan
kualitas audit memunculkan pendapat yang berbeda yaitu adanya hubungan positif dan
negatif. Berdasarkan dari beberapa penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk
meneliti “Pengaruh AuditTenure dan Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap
Kualitas Audit”.
Berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya yang mengukur proksi kualitas audit dengan
menggunakan akrual diskresioner menggunakan Model Jones. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan Model Kaznik untuk mengukur akrual diskresioner yang merupakan proksi
kualitas audit. Peneliti menggunakan Model Kaznik untuk mengukur tingkat akrual
diskresioner, karena Model Kaznik memasukkan operating cash flow (OCF), sedangkan
pengukuran akrual diskresioner dengan menggunakan Model Jones dan Dechow tidak
memperhitungkan operating cash flow (OCF).



 

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

Kualitas Audit (Y)
DeAngelo (1981) dalam Fitriany (2011) mendefinisikan kualitas audit sebagai peluang
auditor

eksternal

mendeteksi

kesalahan dalam laporan

keuangan

dan

kemudian


melaporkannya kepada pengguna laporan keuangan tersebut. Peluang untuk mendeteksi
kesalahan tersebut tergantung pada kompetensi, sedangkan peluang untuk melaporkan
kesalahan tersebut tergantung pada independensi dari auditor, misalnya kemauan dia untuk
menghadapai tekanan dari pembuat laporan keuangan tersebut. Adapun prinsip yang harus
diterapkan auditor untuk menjaga kualitas audit (Arens, 2012: 71), antara lain:
1. Integritas
Para auditor harus terus terang dan jujur serta melakukan praktik secara adil dan sebenarbenarnya dalam hubungan professional.
2. Objektivitas
Para auditor harus tidak berkompromi dalam memberikan pertimbangan profesionalnya
karena adanya bias, konflik kepentingan atau karena adanya pengaruh dari orang lain
yang tidak semestinya
3. Kompetensi Profesional dan Kecermatan
Auditor harus menjaga pengetahuan dan keterampilan professional mereka dalam tingkat
yang cukup tinggi, dan tekun dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka
ketika memberikan jasa professional.
4. Kerahasiaan
Para auditor harus menjaga kerahasian informasi yang diperoleh selama tugas
professional maupun hubungan dengan klien. Para auditor tidak boleh menggunakan
informasi yang sifatnya rahasia dari hubungan professional mereka, baik untuk

kepentingan pribadi maupun demi kepentingan pihak lain.
5. Perilaku Profesional
Para auditor harus menahan diri dari setiap perilaku yang akan mendiskreditkan profesi
mereka, termasuk melakukan kelalaian. Mereka tidak boleh membesar-besarkan
kualifikasi ataupun kemampuan mereka, dan tidak boleh membuat perbandingan yang
melecehkan atau tidak berdasar terhadap pesaing.
Kualitas audit tidak lepas dari pengendalian mutu Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut
Arens (2012: 50), pengendalian mutu (quality control) adalah metode-metode yang


 

digunakan oleh sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memastikan bahwa kantor
tersebut telah memenuhi tanggung jawab profesionalnya kepada klien maupun pihak lainnya.
Terdapat beberapa penelitian di Indonesia mengenai kualitas audit, antara lain dilakukan oleh
Fanny dan Siregar (2007) yang melihat pengaruh pergantian dan jangka waktu penugasan
auditor terhadap kualitas laba perusahaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pergantian Kantor Akuntan Publik (KAP) berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan,
namun


pergantian

partner

audit

tidak

berpengaruh

terhadap

manajemen

laba

perusahaan.Jangka waktu penugasan auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba,
baik pada tingkat Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun tingkat partner audit. Manajemen
laba akan semakin rendah seiring dengan semakin panjangnya jangka waktu penugasan.
Beberapa studi menemukan jangka waktu penugasan auditor berpengaruh positif terhadap

kualitas audit, namun ada penelitian yang menemukan bahwa jangka waktu penugasan
auditor justru berpegaruh negatif terhadap kualitas audit.

Audit Tenure (X1)
Myers et al. (2003) dalam Giri (2010) menyatakan bahwa audit tenure adalah jumlah
tahun auditor tinggal bekerja dalam sebuah perusahaan (klien). Tenure (masa penugasan)
suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) ditentukan oleh manajemen dari klien.Klien dapat
melakukan rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) baik secara sukarela (voluntary) ataupun
disebabkan karena ada sesuatu yang mewajibkan (mandatory).
Ketentuan tentang pembatasan masa perikatan audit KAP dan akuntan publik serta
komposisi KAP diatur dalam PMK No.17/PMK.01/2008 Pasal 3. Berdasarkan peraturan
tersebut dapat disimpulkan hal sebagai berikut:
1. Batas waktu maksimal pemberian jasa audit (tenure KAP) oleh suatu Kantor Akuntan
Publik (KAP) kepada perusahaan adalah 6 tahun berturut-turut. Setelah perusahaan
menggunakan jasa suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) selama 6 tahun berturut-turut,
maka perusahaan tersebut wajib mengganti Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk audit
tahun berikutnya (rotasi KAP).
2. Batas waktu maksimal pemberian jasa audit oleh auditor (tenure AP) kepada perusahaan
adalah 3 tahun berturut-turut. Setelah perusahaan menggunakan jasa seorang auditor
selama 3 tahun berturut-turut, maka perusahaan tersebut wajib mengganti auditor untuk

audit tahun berikutnya (rotasi AP).


 

3. Perusahaan dapat menggunakan jasa Kantor Akuntan Publik (KAP) dan/atau auditor yang
telah mencapai batas maksimal tersebut kembali setelah perusahaan diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik (KAP) dan/atau auditor lain selama satu tahun buku.
4. Peraturan perubahan komposisi akuntan publik pada suatu Kantor Akuntan Publik (KAP)
berimplikasi pada kewajiban rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP). Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang berganti rekan (sehingga berganti nama) dan/atau melakukan
perubahan komposisi akuntan publiknya, namun 50% atau lebih akuntan publiknya masih
sama, dianggap sebagai Kantor Akuntan Publik (KAP) yang sama.
Dengan diterapkannya peraturan yang mewajibkan rotasi wajib, banyak Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang melakukan perubahan komposisi partner audit untuk menyiasati
kewajiban melakukan rotasi.Siregar et al. (2009) menemukan bahwa sebagian besar rotasi
yang terjadi setelah tahun 2003 adalah rotasi semu. Rotasi semu terjadi jika perusahaan
melakukan rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) tetapi masih merupakan Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang berafiliasi sama. Sedangkan rotasi KAP secara nyata dimana perusahaan
melakukan rotasi dari suatu Kantor Akuntan Publik (KAP) ke Kantor Akuntan Publik (KAP)
lainnya yang berbeda afiliasi.

Ukuran Kantor Akuntan Publik (X2)
Kantor Akuntan Publik (KAP), merupakan suatu bentuk organisasi akuntan publik yang
memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang bergerak di bidang
pemberian jasa professional dalam praktik akuntan publik (Agoes, Sukrisno: 2012). Peraturan
Menteri Keuangan no.17 tahun 2008 yang mengatur jasa akuntan publik, menyatakan bahwa
Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat berbentuk badan usaha perseorangan (proprietorship)
atau persekutuan perdata (general partnership).
Di dalam profesi akuntan publik dikenal Kantor Akuntan Publik (KAP) kelompok besar atau
sering disebut dengan Big 4 dan non Big 4, dan yang lain disebut kelompok Kantor Akuntan
Publik (KAP) sedang dan kelompok Kantor Akuntan Publik (KAP) kecil, sebenarnya
pengelompokan ini bersifat informal dan lebih banyak diukur bukan dari jumlah
penghasilannya tetapi dari jumlah auditornya. Firth dan Liau Tan (1998) dalam Rossieta
(2009) menyatakan bahwa kualitas audit juga sering dikaitkan dengan skala auditor, yang
mencakup empat faktor, yaitu:
1. Jumlah dan ragam klien yang ditangani oleh suatu klien.
2. Ragam jasa yang ditawarkan.
3. Luas cakupan geografis pelayanan jasa yang disediakan, termasuk afiliasi internasional.

 

4. Jumlah staf audit.
Di Indonesia, penggolongan KAP menjadi Big 4 dan Non Big 4 diukur dengan jumlah
auditornya. Soedibyo (2010) dan Adityasih (2010) dalam Fitriany (2012), KAP dapat dibagi
menjadi 3 kelompok berdasarkan jumlah auditor yang bernaung di dalamnya:
1. KAP Besar
KAP yang tergolong ke dalam kelompok KAP besar adalah KAP yang memiliki staf
lebih dari 400 orang staf.
2. KAP Menengah
KAP yang tergolong ke dalam kelompok KAP menengah adalah KAP yang memiliki staf
berkisar antara 100-400 orang staf.
3. KAP Kecil
KAP yang tergolong ke dalam kelompok KAP kecil adalah KAP yang memiliki staf
kurang dari 100 orang staf.

Pengembangan Hipotesis
Kualitas audit didefinisikan sebagai peluang auditor eksternal mendeteksi kesalahan
dalam laporan keuangan dan kemudian melaporkannya kepada pengguna laporan keuangan
tersebut. Kualitas auditor sangat erat kaitannya dengan kompetensi dan independensi auditor.
Oleh karena itu, diterapkan rotasi wajib bagi auditor dan KAP dengan harapan kebijakan
tersebut akan meningkatkan independensi auditor.
Audit tenure adalah lamanya waktu auditor tersebut secara berturut-turut telah melakukan
pekerjaan audit terhadap suatu perusahaan.Pembatasan tenure auditor merupakan usaha untuk
mencegah auditor terlalu dekat berinteraksi dengan klien sehingga mengganggu
independensinya. Ukuran KAP menunjukkan kemampuan auditor untuk bersikap independen
dan melaksanakan audit secara professional, sebab KAP kurang bergantung secara ekonomi
kepada klien. Klien juga kurang dapat mempengaruhi opini auditor. KAP berskala besar
cenderung lebih independen, karena apabila publik menemukan kecurangan perusahaan yang
tidak diungkapkan oleh auditor, maka hal itu dapat mengancam reputasi mereka
Penelitian ini menguji pengaruh tenure dan ukuran KAP terhadap kualitas audit dengan
mengukur kualitas audit menggunakan akrual diskresioner. Variabel dependennya adalah
kualitas audit, dan variabel independennya adalah tenure dan ukuran KAP.


 

Berdasarkan kerangka pemikiran dan asumsi di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai
berikut:
H1 :

Masa perikatan audit (tenure) KAP berpengaruh terhadap kualitas audit.

H2 :

Ukuran KAP berpengaruh terhadap kualitas audit.

III. OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
Peneliti memilih data dan populasi dalam penelitian adalah laporan keuangan perusahaan
yang tergolong perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia yang telah diaudit oleh akuntan
publik periode 2008-2012, kecuali perusahaan yang bergerak di bidang keuangan (perbankan,
asuransi, leasing, investasi, jasa keuangan). Perusahaan yang terdaftar di LQ45 merupakan 45
perusahaan yang memiliki saham dengan transaksi terbanyak. Pergantian daftar perusahaan
LQ45 dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan awal bulan
Agustus.Sedangkan untuk ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), peneliti menggunakan data
sekunder dari Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan
RI.

Definisi Operasionalisasi Variabel
1. Kualitas Audit (Y)
Dalam penelitian, ini kualitas audit diukur dengan akrual diskresioner dengan
menggunakan Model Kaznik. Peneliti menggunakan akrual diskresioner Model Kaznik,
karena pengukuran akrual diskresioner dengan Model Kaznik memasukkan operating
cash flow (OCF), sedangkan pengukuran akrual diskresioner dengan menggunakan Model
Jones dan Dechow tidak memperhitungkan operating cash flow (OCF). Seperti yang
dijelaskan di dalam buku Creative Accounting (Sulistiawan, Dedhy. 2011) secara detail,
penentuan akrual diskresioner dengan Model Kaznik sebagai indikator manajemen laba
dapat dijabarkan dalam tahap-tahap sebagai berikut:

 

1. Menentukan nilai total akrual (TA) dengan formulasi:
TAjp = NIjp – CFOjp
2. Menentukan nilai parameter αp, β1p, β2p, dan β3p dengan formulasi:
TAjp = αp + β1p (∆REVjp - ∆RECjp) + β2p PPEjp + β3p∆CFjp + εjp
Lalu, agar skalanya menjadi sama, variabel tersebut dibagi dengan aset tahun
sebelumnya (Ajp-1), sehingga formulasinya berubah menjadi:
TAjp / (Ajp-1) = αp + β1p (∆REVjp - ∆RECjp) / (Ajp-1)+ β2p PPEjp / (Ajp-1) +
β3p∆CFjp / (Ajp-1) + εjp
3. Menghitung nilai akrual nondiskresioner (NDA) dengan formulasi:
NDAjp = αp + β1p (∆REVjp - ∆RECjp) + β2p PPEjp + β3p∆CFjp + εjp
4. Menentukan nilai akrual diskresioner yang merupakan indikator manajemen laba
akrual dengan cara mengurangi total nilai akrual dengan akrual nondiskresioner,
dengan formulasi:
DAjp = TAjp – NDAjp
Keterangan:
TAjp

= Total akrual perusahaan j dalam periode p.

NIjp

= Laba bersih perusahaan j pada periode p.

CFOjp

= Arus kas operasi perusahaan j pada periode p.

NDAjp

= Akrual nondiskresioner perusahaan j pada periode p.

DAjp

= Akrual diskresioner perusahaan j pada periode p.

Ajp-1

= Total aset perusahaan j pada periode p-1.

∆REVjp

= Perubahan penjualan bersih perusahaan j pada periode p.

∆RECjp

= Perubahan piutang perusahaan j pada periode p.

PPEjp

= Property, plant, and equiptment perusahaan j pada
periode p.

∆CFjp

= Perubahan arus kas operasional perusahaan j pada
periode p.

αp, β1p, β2p, β3p
εjp

= Parameter yang diperoleh dari persamaan regresi.

= Error term perusahaan j pada periode p.

2. Audit Tenure (X1)
Pengukuran pada variabel tenure ini menggunakan tenure Kantor Akuntan Publik
(KAP).Tenure KAP akan dihitung secara akumulatif (dalam satuan tahun) dimulai dari
periode awal perikatan audit. Jika KAP yang mengaudit perusahaan tersebut tidak

 

berubah pada pada tahun berikutnya, maka variabel tenure KAP akan terus bertambah
secara akumulatif. Jika terjadi perubahan KAP yang mengaudit perusahaan, maka
variabel tenure KAP akan kembali dihitung sebagai awal perikatan atau memiliki nilai 1,
hal tersebut juga berlaku jika perikatan audit tersebut merupakan perikatan audit baru atau
melanjutkan nilai tenure KAP terakhir KAP tersebut.

3. Ukuran Kantor Akuntan Publik (X2)
Peneliti melakukan pengukuran KAP berdasarkan pada jumlah staf profesional (auditor)
yang dimiliki oleh KAP.Peneliti menggunakan jumlah staf sebagai ukuran KAP, agar
pengukuran tersebut lebih akurat, karena angka pengukuran yang digunakan adalah
berdasarkan jumlah staf sesungguhnya yang bekerja di KAP tersebut.

Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis suatu permasalahan dengan cara
mengkuantifikasikan data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi yang dibutuhkan
dalam analisis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan dokumentasi
laporan keuangan perusahaan yang tergolong perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia
periode

2008-2012

yang

memuat

opini

audit,

informasi

keuangan

dan

non-

keuangan.Sedangkan untuk ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), peneliti menggunakan
data sekunder dari Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian
Keuangan RI.

Teknik Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah cara mengolah data yang terkumpul untuk kemudian dapat
memberikan interprestasi. Hasil pengolahan data ini digunakan untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Analisis ini digunakan untuk menunjukan
hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y).
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi
linear berganda.Setidaknya ada empat uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Berikut ini adalah uji
asumsi klasik yang harus dipenuhi oleh model regresi:

 

a. Uji Normalitas
Menurut Gozali (2011: 160), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah masingmasing variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperlukan karena
untuk melakukan pengujian-pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan
bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.Jika asumsi ini dilanggar maka uji
statistik menjadi tidak valid dan statistik parametrik tidak dapat digunakan.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya

korelasi antar variabel bebas (independen).Karena model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.Uji multikolinieritas
dilakukan dengan melihat tolerance value atau dengan menggunakan Variance
Inflation Factors (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Uji
multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolerance value dan variance inflation
factor (VIF). Multikolinearitas terjadi bila nilai VIF diatas nilai 10 atau tolerance
value dibawah 0,10. Multikolinearitas tidak terjadi bila nilai VIF dibawah nilai 10
atau tolerance value diatas 0,10.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
sebelumnya (t-1).
d. Uji Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas.
3. Uji Hipotesis
Menurut Suharyadi (2008:82), pengujian hipotesis adalah prosedur yang didasarkan pada
bukti sampel yang dipakai untuk menentukan apakah hipotesis merupakan suatu
pernyataan yang wajar dan oleh karenanya tidak ditolak, atau hipotesis tersebut tidak
wajar dan oleh karena itu harus ditolak. Pengujian hipotesis digunakan dengan tujuan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variable tersebut.

10 
 

4. Penarikan Kesimpulan
Setelah melalui tahapan-tahapan penelitian dan pengujian di atas maka peneliti akan
melakukan analisis berdasarkan hasil pengolahan dan pengujian tersebut. Analisis
tersebut akan membahas pengaruh variabel independen dengan variabel dependennya
baik secara simultan maupun secara parsial. Dalam hal ini ditunjukkan dengan penolakan
Ho atau penerimaan hipotesis alternatif (Ha). Kemudian dari analisis tersebut akan ditarik
kesimpulan dan saran-saran untuk peneliti selanjutnya.
5. Uji Regresi Parsial (Uji t)
Uji statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2011).Uji t digunakan untuk menemukan pengaruh yang paling dominan antara
masing-masing variabel independen untuk menjelaskan variasi variabel dependen dengan
tingkat signifikansi 5 % dan 10%.
6. Uji Regresi Simultan (Uji F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama- sama terhadap variabel
dependen/ terikat (Ghozali, 2011). Dengan tingkat signifikansi sebesar 5 %, maka kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:
a. Bila nilai signifikansi f < 0.05, maka H0 ditolak.
Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap
variabel dependen.
b. Apabila nilai signifikansi f > 0.05, maka H0 diterima.
Artinya semua variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
7. Uji Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel
independen yang digunakan dalam penelitian tersebut maupun untuk menjelaskan varaisi
total variabel independen. Semakin besar nilai R2, maka semakin baik model regresi
yang diperoleh.

IV. PEMBAHASAN
1. Masa perikatan audit (tenure) KAP berpengaruh terhadap kualitas audit
Variabel tenure auditor memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Temuan ini mendukung
argumen bahwa semakin lama bertugas, KAP akan memiliki pengetahuan dan pengalaman
untuk merancang prosedur audit yang lebih baik.Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas
11 
 

audit, yaitu kompetensi dan independensi. Dari segi kompetensi, adanya rotasi karena masa
perikatan (tenure) yang dibatasi, yaitu maksimal 6 tahun berturut-turut, dapat menyebabkan
penurunan kualitas audit. Chen et al. (2004) manyatakan bahwa ketika auditor harus
menghadapi perusahaan baru sebagai kliennya maka akan diperlukan lebih banyak waktu
baginya untuk mempelajari terlebih dahulu klien barunya dari pada ketika auditor
melanjutkan penugasan dari klien terdahulunya. Hal inilah yang membuat kualitas audit
semakin meningkat karena adanya peningkatan kompetensi auditor yang diperoleh seiring
dengan semakin lamanya jangka waktu penugasan auditor. Namun, disisi lain peraturan
mengenai tenure audit dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas audit berdasarkan pada
asumsi bahwa semakin lama hubungan antara auditor (baik partner audit maupun kantor
akuntan publik) dengan kliennya akan mengurangi independensi auditor.

2. Pengaruh Ukuran KAP terhadap Kualitas Audit
Variabel ukuran KAP tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Hal tersebut
membuktikan bahwa ukuran KAP tidak mempengaruhi kualitas audit, baik auditor dari KAP
yang berskala besar maupun yang berskala kecil tidak terdapat perbedaan dalam melakukan
evaluasi maupun penilaian terhadap laporan keuangan kliennya. Hal ini bisa disebabkan
karena reputasi KAP yang tergolong KAP besar atau KAP yang berafilisasi dengan KAP
internasional lebih bertujuan untuk menarik klien dengan brand image yang dimiliki oleh
KAP tersebut.Pramudji dan Trihartati (2009) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa
kualitas laporan keuangan auditan secara tidak langsung dipengaruhi oleh integritas auditor
secara individual.Kemungkinan terjadinya manajemen laba semakin besar jika auditor secara
individual memiliki integritas rendah sekalipun auditor tersebut berasal dari KAP big four.
Alasan ini didukung oleh terlibatnya KAP Arthur Andersen dalam kasus Enron, serta kasus
Satyam Computer Service LTD di India pada tahun 2008 yang melibatkan KAP
PricewaterhouseCoopers (PWC).

3. Pengaruh Audit Tenure dan Ukuran KAP terhadap Kualitas Audit
Terdapat pengaruh antara audit tenure dan ukuran KAP terhadap kualitas audit. Temuan ini
mendukung argumen bahwa semakin lama bertugas, KAP akan memiliki pengetahuan dan
pengalaman untuk merancang prosedur audit yang lebih baik. Tenure KAP tersebut juga
berpengaruh pada auditor dari KAP yang berskala besar maupun yang berskala kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam melakukan evaluasi maupun penilaian
terhadap laporan keuangan kliennya.
12 
 

DeAngelo (1981) dalam Fitriany (2011) mendefinisikan kualitas audit sebagai peluang
auditor

eksternal

mendeteksi

kesalahan dalam laporan

keuangan

dan

kemudian

melaporkannya kepada pengguna laporan keuangan tersebut. Peluang untuk mendeteksi
kesalahan tersebut tergantung pada kompetensi, sedangkan peluang untuk melaporkan
kesalahan tersebut tergantung pada independensi dari auditor, misalnya kemauan dia untuk
menghadapai tekanan dari pembuat laporan keuangan tersebut.
Dikutip dari jurnal Fitryani (2011) adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas
audit, salah satunya adalah audit capacity stress. Audit capacity stress adalah tekanan
terhadap auditor sehubungan dengan banyaknya klien audit umum yang harus ditanganinya.
Namun, konsekuensi yang mungkin timbul dari audit capacity stress adalah turunnya kualitas
audit dan juga berdampak pada menurunnya kualitas laba.

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara audit tenure dan ukuran KAP
terhadap kualitas audit. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Masa perikatan audit (tenure) KAP berpengaruh terhadap kualitas audit.
Penelitian ini mendukung argumen bahwa semakin lama bertugas, KAP akan memiliki
pengetahuan dan pengalaman untuk merancang prosedur audit yang lebih baik. Idealnya,
proses audit memang mengharuskan auditor berinteraksi dengan kliennya. Namun,
hubungan yang terlalu dekat ini dapat menciptakan konflik kepentingan untuk auditor
sehingga proses audit menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,
kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah tentang pembatasan masa perikatan audit
(tenure). Diharapkan dapat menjaga kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor.
2. Variabel ukuran KAP tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ukuran KAP tidak mempengaruhi kualitas audit,
baik auditor dari KAP yang berskala besar maupun yang berskala kecil tidak terdapat
perbedaan dalam melakukan evaluasi maupun penilaian terhadap laporan keuangan
kliennya.Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa kualitas laporan keuangan auditan secara tidak langsung dipengaruhi
oleh integritas auditor secara individual.Kemungkinan terjadinya manajemen laba
semakin besar jika auditor secara individual memiliki integritas rendah sekalipun auditor
13 
 

tersebut berasal dari KAP big four. Alasan ini didukung oleh terlibatnya KAP Arthur
Andersen dalam kasus Enron, serta kasus Satyam Computer Service LTD di India pada
tahun 2008 yang melibatkan KAP PricewaterhouseCoopers (PWC).

Implikasi
Dari kesimpulan penelitian ini implikasi dari permaslahan yang dibahas adalah sebagai
berikut:
1. Pengaruh audit tenure dan ukuran KAP terhadap kualitas audit.
Idealnya, proses audit memang mengharuskan auditor berinteraksi dengan kliennya.
Namun, hubungan yang terlalu dekat ini dapat menciptakan konflik kepentingan untuk
auditor sehingga proses audit menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena
itu, kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah tentang pembatasan masa perikatan audit
(tenure). Diharapkan dapat menjaga kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Namun
pada dasarnya baru membutuhkan penyesuaian, baik dalam lingkungan kerja, cara kerja,
maupun pengetahuan spesifik tentang bisnis perusahaan, sehingga sulit bagi auditor untuk
memahami bisnis klien yang kompleks dalam jangka pendek.
2. Pengaruh ukuran KAP terhadap kualitas audit.
Kualitas laporan keuangan auditan secara tidak langsung dipengaruhi oleh integritas
auditor secara individual.Kemungkinan terjadinya manajemen laba semakin besar jika
auditor secara individual memiliki integritas rendah sekalipun auditor tersebut berasal
dari KAP big four. Alasan ini didukung oleh terlibatnya KAP Arthur Andersen dalam
kasus Enron, serta kasus Satyam Computer Service LTD di India pada tahun 2008 yang
melibatkan KAP PricewaterhouseCoopers (PWC). Munculnya kasus-kasus yang
melibatkan beberapa KAP besar tersebut tentu saja dapat menurunkan tingkat
kepercayaan terhadap kualitas audit yang dihasilkan, walaupun hasil audit tersebut
dihasilkan oleh KAP yang berukuran besar.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kali ini, peneliti memiliki beberapa saran,
yaitu:
1. Bagi Peneliti
a) Pada penelitian ini, perusahaan yang dijadikan sampel hanya berasal dari perusahaan
publik non keuangan yang terdaftar dalam LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Sehingga
kurang bisa menggambarkan kondisi perusahaan di Indonesia secara keseluruhan.
14 
 

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas jenis sampel dengan memasukan
perusahaan keuangan, serta tidak hanya perusahaan terbuka saja, tetapi perusahaan
privat dan/atau entitas ekonomi lainnya selain perusahaan yang juga menggunakan
jasa audit.
b) Hasil dalam penelitian ini memiliki adjusted R-squared yang kecil. Hal ini berarti
masih terdapat banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap kualitas audit namun
tidak terdapat di dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya dapat
menambahkan variabel-variabel lain, seperti Audit Capacity Stress. Audit Capacity
Stress adalah tekanan terhadap auditor sehubungan dengan banyaknya klien audit
umum yang harus ditanganinya. Konsekuensi yang mungkin timbul dari audit
capacity stress adalah turunnya kualitas audit.
2. Bagi Praktisi
Bagi auditor menjaga independensi merupakan suatu keharusan serta terus meningkatkan
kompetensinya, karena penilaian auditor terhadap kualitas informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan oleh pihak
eksternal seperti pemegang sahan atau kreditor maupun pihak internal.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan
Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Arens, Alvin.A.2012. Jasa Audit dan Assurance. Jakarta: Salemba Empat.
Chen, C-Y., Lin, C-J., and Lin, Y-C. (2004). Audit Partner Tenure, Audit Firm Tenure and
Discretionary Accruals: Does Long Auditor Tenure Impair Earnings Quality?
Working Paper, Hong Kong University of Science and Technology.
Fanny, M., dan Siregar, S. 2007. Pengaruh Pergantian dan Jangka Waktu Penugasan
Auditor terhadap Kualitas Laba: Studi pada Emiten Bursa Efek Jakarta. Paper
dipresentasikan pada acara The 1st Accounting Conference. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Fitriany dan Junius. 2012. Pengaruh Audit Capacity Stress, Pendidikan ProfesiLanjutan
(PPL), Ukuran KAP, Spesialisasi, Terhadap Manajemen Laba Akrual dan Manipulasi
Aktivitas Riil. Departemen Akuntansi FEUI.
Francis, J. R., dan M. D. Yu. 2009. Big 4 Office Size and Audit Quality. Accounting Review
84(5): 1521-1552.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gietzmann, M.B., and Sen, P.K. 2002. Improving Auditor Independence through Selective
Mandatory Rotation. International Journal of Auditing, 6, 183-210.
15 
 

Giri, Efraim Ferdinan. 2010. Pengaruh Tenure KAP dan Reputasi KAP Terhadap Kualitas
Audit: Kasus Rotasi Wajib Auditor di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XIII
Purwokerto 2010.
Gultom, Elizabeth Rosalina. 2013. Pengaruh Tenure Audit dan Rotasi Auditor terhadap
Kualitas Audit dengan Ukuran Kantor Akuntan Publik sebagai Variabel Moderasi.
Simposium Nasional Akuntansi XVI Vol.25-26.
Hartadi, Bambang. 2009. Pengaruh Fee Audit, Rotasi KAP, dan Reputasi Auditor Terhadap
Kualitas Audit di Bursa Efek Indonesia.Jurnal Ekonomi dan Keuangan Akreditasi
No.110/DIKTI/Kep/2009.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.
Institut Akuntan Indonesia. 2001. Standar Audit Seksi 508 Laporan Auditor Atas Laporan
Keuangan Auditan.
Institut Akuntan Indonesia. 2001. Standar Audit Seksi 110 Tanggung Jawab dan Fungsi
Auditor Independen.
Kementerian Keuangan RI. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/Pmk.01/2008
tentang Jasa Akuntan Publik.
Leonora, Sylvie. 2012. Analisis Hubungan Masa Perikatan Audit dengan Kualitas Audit.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.1 No.1.
Messier. 2005. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Sistematis. Jakarta: Salemba Empat.
Pamudji, Sugeng. Trihartati, Aprillya. 2009. Pengaruh Independensi dan Efektifitas Komite
Audit Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI). Jurnal Akuntansi dan Auditing. Jurnal UNDIP Vol 6, No 1 (2009).
Rossieta, Hilda. 2010. Analisis Aturan Rotasi KAP di Indonesia Pengaruh Corporate
Governance Dalam Memoderasi Hubungan Antara Jangka waktu Penugasan Audit
dan Kualitas Audit. Simposium Ridet Ekonomi IV Univ. Katolik Widya Mandala –
Surabaya.
Rossieta, Hilda. 2009. Faktor-Faktor Determinasi Kualitas Audit-Suatu Studi dengan
Pendekatan Earnings Surprise Benchmark. Simposium Nasional Akuntansi XII
Palembang 2009.
Siregar, Sylvia Veronica. 2011. Rotasi dan Kualitas Audit: Evaluasi Atas Kebijakan Menteri
Keuangan KMK No.423/KMK.6/2002 Tentang Jasa Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Indonesia Vol.8 No.1.
Suharyadi. 2009. Statistika:untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba Empat.
Sulistiawan, Dedhy. 2011. Creative Accounting Mengungkap Manajemen Laba dan Skandal
Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Sulisyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba Teori dan Model Empiris. Jakarta: PT Grasindo.
Suhayati, Ely. 2014. Reputasi Kantor Akuntan Publik Terhadap Rentang Waktu Penyelesaian
Audit.Majalah Ilmiah Unikom Vol.12 No.1.
Tuanakotta, M.Theodorus. 2013. Audit Berbasis ISA. Jakarta: Salemba Empat.

16