SEGELAS KOPI DI WARKOP GANG DOLLY Diary

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
SEGELAS KOPI DI WARKOP GANG DOLLY
(Diary Sosiologis Tentang Perempuan, Cinta dan Seks)
Surabaya, Oktober 2010
Oleh : Puji Laksono
(Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Jenuh dengan aktivitas keseharian, aku besama teman-temanku berkeliling di jalanan
kota surabaya tanpa tujuan. Seperti malam- malam biasanya, kota Surabaya tak pernah kering
dengan tempat-tempat hiburan di malam hari. Namun kami tak tahu harus kemana untuk
menikmati malam ini. Iseng-iseng muncul di benak kami untuk pergi ke Gang Dolly yang berada
di jalan Jarak Surabaya. “Eitzz… jangan negative thinking dulu ya!!”, Bukan bermaksud untuk
“jajan” (membeli jasa seks), namun hanya sekedar cangkrukkan dan menikmati kopi di salah
satu warkop yang ada disana. Ya, minuman yang mengandung kafein, yang menyebabkan rasa
pahit kopi karena hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid, minuman ini menjadi
kegemaranku dan teman-temanku ketika cangkrukan. Sebuah aktivitas yang menjadi tradisi
untuk menjalin kebersamaan yang biasa disebut “ ngopi ”. Jangan heran juga jika tempat kami
ngopi adalah tempat yang dianggap haram masyarakat. Sebagai orang sosiologi berbagai jenis
karakteristik masyarakat adalah teman kami, dari penjual asongan, pengamen, pejabat, pendeta,
kyai sampai pelacur sekalipun. Karena masyarakat adalah laboratorium kami, masyarakat adalah
guru kami.

Sesampainya di Dolly, kami segera memarkir motor, kemudian berjalan-jalan dan
bercanda di sepanjang jalan Jarak dan gang Dolly mengamati aktivitas social disana. Gang Dolly,
salah satu surga seks yang terbesar

di Asia tenggara. Diperkirakan terdapat 800 lebih wisma

esek-esek, cafe Dangdut dan panti pijat pelacuran plus-plus, yang berjejer rapi dikawasan Jarak
tersebut, dan diperkirakan ada sekitar 9000 lebih Penjaja cinta, Pelacur Remaja dibawah umur,
Germo, ahli pijat aurat yang selalu siap menawarkan jasa seks. Selain itu terdapat ribuan
pedagang kaki lima, tukang parkir, calo Prostitusi yang berdiri disepanjang jalan sambil sibuk

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
menawarkan para jasa PSK. Mereka semua menggantungkan hidup di Lokalisasi Pelacuran
Jarak Dolly tersebut. Kenyaataan ini menunjukan selain dianggap hina, lokalisai juga merupakan
tumpuan ekonomi bagi masyarakat. Berlaku standart ganda disini, disisi lain pemerintah
melarang prostitusi namun di lain sisi pemerintah memperoleh pajak dari tempat ini. Mungkin
saja kalau collective conscience masyarakat mengizinkan, tempat ini bisa saja menjadi sebuah
kota prostitusi yang megah, yang di pusat kotanya berdiri sebuah patung Marilyn Monroe
sebagai monument kebesaran kota, (Seperti sejarah mencatat bahwa Marilyn Monroe merupakan

symbol seks pada zamanya, ia menjadi trendsetter di era 60-an). Layaknya monument ikan sura
dan buaya yang menjadi symbol kebanggaan kota Surabaya. (hahaha abaikan saja, cerita
monument Monroe ini Cuma khayalan saja).
Sebuah warung kopi yang berada di salah satu sudut gang Dolly menjadi pilihan kami.
Entah kopi dari jenis varietas arabika atau robusta yang disuguhkan di hadapkanku, yang pasti
rasanya nikmat sekali. Ku nikmati kopi yang ada di depanku sembari mengamati aktivitas sosial
yang ada di tempat ini.

Ya, sebuah perkampungan prostitusi Dolly, terdapat Perempuan-

perempuan dengan pakaian minim nan seksi, make up tebal 5 cm, gincu merah merona, harum
parfum yang menyengat hidung, yang menjajakan kemolekan tubuh dalam etalase-etalase rumah
bordil di sepanjang gang Dolly. Para perempuan malam yang berharap Tuhan menyisakan sedikit
waktu untuk mereka bertobat. Karena aku yakin, semua perempuan malam disini juga ingin
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak karena menjadi pelacur di Dolly bukanlah cita-cita
maupun pilihan hidup mereka dari kecil.
Disini lelaki tak perlu repot-repot menulis puisi cinta untuk menarik hati, tak perlu
menyita waktu berhari-hari untuk bergelut dalam kacaunya psikologi dengan campur aduknya
perasaan untuk mendapatkan perempuan-perempuan itu. Hanya perlu beberapa lembar rupiah
saja sudah mendapatkan belaian kasih sayang, cumbu rayu, ciuman manja, pelukan hangat dan

kenikmatan birahi lainya. Pernahkah muncul pertanyaan dalam benak anda, kenapa tempat
prostitusi hanya menyediakan jasa seks dari pelacur-pelacur perempuan? Kenapa tidak tersedia
suatu tempat prostitusi jasa seks dari pelacur-pelacur pria alias gigolo?, kenapa harus perempuan
yang menjadi objek seks? Bukankah tante-tante girang juga banyak yang membutuhkan jasa seks

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
pelacur laki-laki/gigolo?. Hemmm… Keindahan perempuan dan kekaguman laki-laki terhadap
perempuan memang sudah menjadi cerita klasik. Hal itu karena Pandangan gender yang
mengakibatkan Gender related violence, atau kekerasan gender dengan stereotip perempuan
sebagai objek seks. Ada dua aliran pemikiran yang menyoroti masalah perempuan sebagai objek
seks, yaitu Feminis radikal dan feminis marxis. Feminis radikal, menganggap bahwa jenis
kelamin sebagai sumber persoalan ketimpangan gender dan ideology patriarki. Pemikiran ini
menuduh laki-laki secara biologis maupun politis menguasai tubuh perempuan, laki-laki
memiliki fisik yang lebih kuat untuk memperlakukan perempuan sebagai objek seks. Laki-laki
juga secara politis telah menciptakan ideology patriarki sebagai dasar penindasan yang
merupakan system hirarki seksual, dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege
terhadap perempuan. Sedangkan aliran pemikiran Feminis marxis melihat bahwa ideology
kapitalis adalah sumber kekuasaan atas perempuan. Karena laki-laki mengontrol produksi dalam
perdagangan, maka mereka menguasai hubungan sosial dan politik. Sedangkan perempuan

direduksi hanya sebagai bagian dari property, dengan demikian laki-laki memiliki kontrol seks
atas perempuan sebagai bagian dari kekuasaan social laki-laki. Sehingga tak ada ceritanya
perempuan memperkosa laki-laki, tak ada ceritanya laki-laki menuntut perempuan karena
pelecehan seksual.
Dalam tradisi patriarki, perempuan dikontruksikan pada posisi subordinasi. Hal ini
didukung pula dalam rekontruksi media massa melalui iklan-iklan komersil. Iklan pada
umumnya mengkontruksi perempuan harus cantik secara fisik, seksi dan sebagai objek seks.
Seperti contoh iklan kopi “Torabika” dengan motto “ Pass susunya”. Kata-kata itu mengarah
pada salah satu organ genital perempuan. Iklan kopi “Ya” yang menampilkan artis Julia Peres
bergoyang dengan kemolekan tubuhnya yang seksi. Padahal kalo dipikir, tidak ada hubungannya
minum kopi dengan Jupe yang bergoyang, yang ada hanyalah, eksploitasi tubuh perempuan
untuk menarik konsumen. karena konsumen produk kopi mayoritas adalah laki-laki. Hal ini
meruntut pada Foucault,ia mengatakan, dalam masyarakt modern, seks menjadi suatu yg
terlembagakan, bahkan apa yang di luar seksualitas-pun dijadikan seksualitaskan dan
dikomodifikasikan. Dan masih banyak lagi eksploitasi tubuh wanita dalam media massa untuk
tujuan komersil. Hal itu adalah bentuk eksploitasi tubuh perempuan oleh media massa untuk

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
kepentingan komersil. Bukanya munafik, sebagai laki-laki normal aku sendiri juga klepek-klepek

ketika melihat perempuan cantik nan seksi (dalam artian kagum). Namun aku tidak setuju ketika
anugrah yang dimiliki perempuan itu diekploitasi untuk kepentingan komersil, bagiku hal itu
malah menjerumuskan perempuan kedalam penghinaan. Kontruksi dalam masyarakat patriarki
yang menempatkan wanita sebagai subordinasi sebenarnya memiliki tujuan baik, yaitu
menempatkan perempuan pada posisi yang mulia. Perempuan dilindungi, dan laki-laki sebagai
pelindung. Walaupun sebenarnya perempuan bisa melakukan seperti apa yang dilakukan lakilaki. Perempuan dan laki-laki sebenarnya diciptakan untuk saling melengkapi. Namun ketika
tujuan itu ditafsirkan dalam hal kekuasaan laki-laki atas perempuan, maka yang terjadi adalah
ketimpangan gender.
Aktivitas transaksi jasa seks yang terjadi di gang Dolly. Yaitu hubungan seks
heteroseksual, yang selalu berarti hasrat dan aktivitas yang selalu berkembang dari kebutuhan
biologis untuk melepaskan ketegangan khusus dalam organisme. Hubungan badani yang sering
disebut bercinta. Jelas sekali disini yang ada hanyalah hubungan badani yang terjadi di kamarkamar rumah bordil yang sebenarnya kering akan cinta, yang sering diidentikan dengan cinta,
hingga muncul kata-kata seks yang erat dengan cinta seperti Making Love (ML), bercinta, buah
cinta dll. Walaupun terdapat perbedaan yang sangat besar antara pemahaman cinta dan seks,
tetapi tidak dapat dibayangkan hubungan cinta yang erat dan sangat spesial tanpa seks (seperti
pernikahan, bahkan pacaran). Hubungan erat dan spesial antara pria dan wanita pasti menginjak
ke beberapa makna seksual (baik ML maupun sekedar semi seks seperti berciuman, meraba,
berpelukan), sebab hubungan seperti ini membuat seseorang manusia dengan segenap
kemanusiaannya condong pada seseorang tertentu. Ini adalah perkara yang dapat dipastikan seks
ada di dalamnya. Bahkan seorang pujangga romawi Ovidius, menerbitkan buku “seni bercinta”,

yang isinya adalah memuji-muji seks. Sehingga Cinta sering diidentikan dengan seks.
Pada umumnya, Kisah cinta anak manusia selalu melewati fase cultural yaitu menikah.
diawali dengan proses jatuh cinta, pacaran, menikah dan happy ending-nya hubungan seksual.
Malam pertama adalah special moment yang selalu dinanti-nantikan oleh pasangan kekasih yang
baru menikah yang acara intinya adalah hubungan seksual antara kedua lawan jenis yang dalam

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
bahasa kerennya disebut making love (ML). Jika sepasang kekasih setelah menikah dan
menghasilkan keturunan, maka keturunannya itu disebut buah cinta. Entah sejak kapan cinta
sering dikaitan dengan seks, mengkaitan ketertarikan hati ke hati dengan ketertarikan fisik,
tubuh seksi, dada membuncang mengundang birahi, dan rintihan lirih mengharu biru dalam
hubungan badani?. Ada yang mengatakan bahwa hubungan cinta adalah untuk mencari
kebahagian hidup, lalu bisakah pasangan pernikahan bisa hidup bahagia tanpa sebuah hubungan
seksual? Ada yang mengatakan hubungan cinta selalu disertai dengan seks lantaran untuk
menghasilkan keturunan. Jika hubungan cinta dimaksudkan untuk menghasilkan keturunan, lalu
apa bedanya dengan sepasang kera? toh kera tak mempedulikan apa itu jatuh cinta, puisi
romantis yang meluluhkan jiwa, atau chemistry yang menyentuh hati kalo kata Coky Sitohang
dalam tayangan take me out Indonesia!. (hohoho). Nothing,.. semua itu tidak ada, Yang ada
hanya nafsu birahi, musim kawin tiba, sikera jantan mendatangi kera betina, memeluk, kera

betina yang terlentang pasrah kemudian kera jantan horny, lalu menindih kera betina dan
berpindahlah sperma kera jantan ke rahim betina, kera betina bunting kemudian beranak. Yang
ada hanyalah seks, yang selalu berarti hasrat dan aktivitas yang selalu berkembang dari
kebutuhan biologis untuk melepaskan ketegangan khusus dalam organisme. Ini merupakan
insting yang secara umum terdapat pada diri manusia dan hewan. Namun hubungan badani antar
kera tersebut terjadi tanpa akal pikiran, yaitu kera hanya mengikuti gairah seks hewani karena
alam bukan karena budaya. Lalu kenapa cinta sering diidentikan dengan seks? Panjang upayaku
untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Dalam pandangan Sigmund Freud menjelaskan perihal cinta dalam bukunya Group
Psychology and the Analysis Of the Ego. Dia mengatakan bahwa libido adalah ekspresi
kuantitatif dari semua kecenderungan energy yang kita rangkum sebagai cinta. Jadi yang disebut
cinta oleh Freud adalah cinta diantara dua jenis kelamin. Perasaan-perasaan halus yang kita sebut
cinta telah dialihkan dari tujuan-tujuan seks semula, tapi sebagian tujuan itu masih terjaga.
Bahkan seorang penyayang, seorang teman, seorang pengagum, menginginkan kedekatan secara
fisik dan pemandangan atas objek yang dicintai. Objek cinta yang dimaksud adalah objek
seksual, atau cinta dalam artian pilihan pasangan seks. Singkatnya teori freud mengatakan bahwa
seks dan cinta adalah subtansi yang sama. Freud berasumsi bahwa seks meliputi cinta, kehalusan

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta

budi, kemurahan hati dan simpati. Dalam psikoanalisisnya, mangatakan bahwa cinta adalah seks
yang terhambat tujuan seksualnya. Ketika seseorang mencintai lawan jenisnya maka itu
merupakan bentuk seks yang terhambat, cinta hanya bentuk lain dari seks. Kemudian ketika
hubungan cinta tersebut telah mencapai tingkat keintiman dalam artian menikah, maka ekspresi
cinta yang paling mungkin adalah hubungan seksual yang merupakan tujuan yang terhambat
tadi. Disini cinta sekedar bermakna seks.
Sedangkan Theodore Reik, berpendapat lain. Dia berpandapat bahwa cinta bukan sekedar
seks, kunci perbedaan antara cinta dan seks ditemukan dalam fakta bahawa gairah seks
sebenarnya tidak memiliki objek, sementara cinta adalah hubungan emosional “aku dan kamu”.
Kalau aku analogikan, Cinta dan Seks, bagaikan kopi susu (sorry, masih sekitar kopi ya? hehe),
minuman yang terdiri dari dua zat yang berbeda kopi dan susu yang akan menjadi kabur
warnanya jika kedua zat tersebut dicampur jadi satu begitu pula dengan Cinta dan seks akan
menjadi kabur ketika keduanya bersinergi. Namun kedua zat itu akan tetap berbeda walaupun
dicampur menjadi satu. Kopi tetaplah kopi dan susu tetaplah susu. Begitu pula dengan cinta dan
seks, keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Seks adalah kebutuhan insting, kebutuhan
biologis, bermula di dalam organisme dan berukat pada tubuh. Seks adalah salah satu dorongan
hebat, seperti rasa lapar dan haus, dikondisikan oleh perubahan-perubahan kimiawi dalam
organisme. Seks bisa di tempatkan pada alat-alat dan zona-zona erogen lainya. Tujuan gairah
seks adalah penghilangan ketegangan fisik, pembebasan dan pelepasan. Lalu apa tujuan gairah
cinta adalah penghilangan ketegangan fisik, kelegaan. Keduanya memiliki perbedaan. Seks

menginginkan kepuasan, sedangkan cinta menghendaki kegembiraan. Seks muncul sebagai
fenomena alam, umumnya terjadi pada manusia dan hewan. Seperti yang cerita kera di atas yang
melakukan hubungan seksual pada musim kawin. sedangkan Cinta adalah hasil dari
perkembangan kebudayaan yang tidak semua mahluk mengalaminya. Cinta hanya dialami oleh
manusia yang memiliki akal dan pikiran untuk suatu perasaan.
Dapatkah anda bersumpah bahwa hubungan seks itu bersifat abadi? Saya jamin anda
tidak akan berani. Karena Objek seks bisa jadi membosankan setelah kepuasan diraih dan
ketegangan berkurang atau objek seks tidak lagi bisa memenuhi hasrat seksualnya. Seperti kasus

Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
perselingkuhan karena pasangannya sudah tidak produktif untuk melakukan aktivitas seksual.
Seorang suami akan mencari pelampiasan birahi kepada wanita lain ketika dirasa istrinya sudah
tidak bisa memenuhi kebutuhan seksualnya atau sebaliknya. Tapi tidak demikian dengan objek
cinta, objek cinta selalu dilihat sebagai suatu kepribadian. Cinta tidak mempedulikan ketika
pasanganya sudah tidak produktif lagi dalam aktifitas seksual. Seorang istri yang mendasari
hubungan atas dasar cinta tidak akan peduli sama sekali ketika suaminya mengalami impotensi
sekalipun. Seks bersifat sederhana dan tidak diskriminatif, seks bisa memilih siapa saja untuk
menjadi pasangan seksualnya. Pasangan seks bisa berganti-ganti yang penting nafsu birahinya
tersalurkan. Sedangkan cinta selalu membuat pilihan dan sangat diskriminatif. Cinta tidak

sembarangan memilih pasangan cintanya. Seseorang tidak bisa sembarangan jatuh cinta kepada
siapa saja, namun hanya dengan orang pilihan yang sulit tergantikan. Seks adalah kepentingan
yang bernafsu kepada orang lain. Seks tidak akan sakit ketika objeknya teluka, tidak pula merasa
bahagia ketika objeknya merasa senang. Dimungkinkan bagi seorang untuk memiliki orang lain
dalam seks, tapi tidak dalam cinta. orang bisa memaksa orang lain untuk terlibat dalam hubungan
seks tapi tidak demikian dengan cinta.
Begitu pula ketika aku pernah bertanya kepada beberapa temanku untuk sekedar riset
kecil-kecilan tentang seks dan cinta. Dari temanku yang taat beragama sampai yang berandalan,
dari yang penjual pulsa sampai yang jaga warnet, dari yang tidak lulus sekolah sampai yang
sarjana, dari temanku yang belum pernah pacaran sampai yang puluhan kali gonta-ganti pacar,
dari yang masih pacaran sampai yang sudah menikah, semua memberikan jawaban yang juga
sama seperti yang dikemukakan oleh kedua pemikiran tersebut. yaitu dapat disimpulkan bahwa
salah satu ekspresi cinta adalah seks, Seks dalam bentuk hubungan badani seperti berpelukan,
ciuman, cumbuan, ML dll, bisa dikatakan merupakan dorongan seks yang hanya merupakan
sebagian dari perasaan seorang pecinta, bentuk dari ekspresi cinta yang tak bisa diungkapkan
dengan kata-kata. Tetapi cinta dan seks itu berbeda. Hubungan yang didasari dengan cinta akan
bersifat abadi karena cinta lebih bersifat hubungan batin antara “aku dan kamu” walaupun tanpa
seks. Sedangkan hubungan yang didasari lantaran seks tidak akan bersifat abadi. Karena seks
hanya barsifat sementara, kepuasan yang diinginkan didapat kemudiaan berlalu begitu saja,
berpindah ke lain pasangan. Cinta berbeda dengan seks dan bukan berarti sekedar seks.


Pascasarjana Sosiologi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
“Mas aplous!!” suara peringatan dari ibu yang jaga warung, membuyarkan imajinasiku.
sebuah kata yang menunjukan bahwa ibu itu ganti sip jaga dengan rekanya dan berarti kami
harus segera membayar kopi. Cairan hitam dalam gelas yang sedari tadi ku nikmati bersama
kepulan asap rokok sudah berada pada titik dasar gelas, alias kopi sudah habis. Ya, lumayanlah
cangkrukan di warkop gang Dolly sambil memperhatikan aktivitas sosial, bisa menghilangkan
kesuntukan dan kejenuhan. Aku dan temankupun memutuskan untuk balik pulang.