Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketahanan Pangan
Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun
mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut,
mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami.Pangan dan gizi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Ketahanan Pangan
Rumah Tangga sebagaimana hasil rumusan International Congres of Nutrition
(ICN) yang diselenggarakan di Roma tahun 1992 mendefinisikan bahwa:
“Ketahanan pangan rumah tangga (household food security) adalah kemampuan
rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke
waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari”.
Keterbatasan sumberdaya alam menyebabkan kemampuan rumah tangga
di daerah perkotaan untuk memenuhi kebutuhan pangannya sangat bergantung
kepada kemampuan ekonomi rumah tangganya. Setiap orang berhak memperolah
makanan yang layak dan sesuai dengan kebutuhannya. Besar rumahtangga
mempengaruhi


ketahanan

pangan

rumahtangga,

karena

semakin

besar

rumahtangga tersebut maka resiko terjadinya kerawanan pangan dalam suatu
rumahtangga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak kebutuhan

8
Universitas Sumatera Utara

yang harus dipenuhi oleh rumahtangga tersebut, baik kebutuhan pangan maupun
kebutuhan non-pangan.

Kemiskinan yang dialami masyarakat akan memberikan dampak buruk
salah satunya pada masalah pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan yang masih
kurang. Diperkirakan rumah tangga yang mangalami kelaparan akan meningkat
dengan berbagai sebab yang diakibatkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat,
seperti krisis global yang berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan
akibat kurangnya modal atau bangkrutnya usaha kecil dan menengah sehingga
menurunnya pendapatan dan meningkatnya angka pengangguran. Lebih lanjut
keadaan ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dan
akhirnya dapat menyebabkan kerawanan pangan keluarga.
Dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang pangan yang
menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 18 tahun
2012, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 faktor yang mempengaruhi
ketahanan pangan yaitu: kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan
pangan, aksesibilitas terhadap pangan serta kualitas/keamanan pangan.
Upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dapat dipahami sebagai

berikut:

9
Universitas Sumatera Utara

a.

Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup. Hal ini
mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk
memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral
yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.

b.

Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman. Dalam artian bebas dari
pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang membahayakan kesehatan
manusia.

c.


Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, yaitu pangan harus
tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d.

Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau yakni pangan yang mudah
diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

Terdapat dua tipe ketidaktahanan pangan dalam rumahtangga yaitu kronis dan
transitory.

Ketidaktahanan

pangan

kronis

sifatnya

menetap,


merupakan

ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga
dalam

memperoleh

pangan

biasanya

kondisi

ini

diakibatkan

oleh


kemiskinan.Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan akses terhadap
pangan yang sifatnya sementara, biasanya disebabkan oleh bencana alam yang
berakibat pada ketidakstabilan harga pangan, produksi dan pendapatan (Setiawan
dalam Kartika 2005).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan
merupakan suatu kondisi tersedianya akses pangan bagi setiap masyarakat agar
dapat melangsungkan kehidupannya. Ketika ketahanan pangan ini dapat terwujud

10
Universitas Sumatera Utara

maka dapat terhindar dari kerawanan pangan. Di dalam UUD 1945 pasal 28H ayat
1 terkandung makna bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan
batin.
Sejahtera secara lahir dapat diartikan sebagai kecukupan makanan dan minuman
yang sudah terpenuhi. Dalam hal ini, pemerintah sudah berusaha mewujudkannya
dengan memberikan beras untuk keluarga miskin (raskin). Pemberian beras
tersebut diberikan langsung kepada masyarakat setiap bulannya. Pemerintah
melakukan program ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga
miskin agar terciptanya kesejahteraan di keluarga. Pemberian raskin dilakukan

sebagai salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperkuat
ketahanan pangan rumah tangga miskin.
2.1.1 Ketahanan pangan rumahtangga
Menurut Internasional Congres of Nutrition (ICN) di Roma tahun 1992,
ketahanan pangan rumahtangga adalah kemampuan rumahtangga untuk
memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup
sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Definisi tersebut diperluas
dengan menambahkan persyaratan “harus diterima oleh budaya setempat”, hal ini
disampaikan dalam sidang Committee on World Food Security tahun 1995 (Adi
1998). Terdapat empat cara yang dapat dilakukan untuk mengukur ketahanan
pangan rumahtangga yaitu berdasarkan asupan individual (melalui 8 recall 24
jam), household caloric acquisition, keragaman asupan harian, dan melalui food
coping strategy (Hoddinott 1999).

11
Universitas Sumatera Utara

Terdapat dua tipe ketidaktahanan pangan dalam rumahtangga yaitu kronis
dan transitory. Ketidaktahanan pangan kronis sifatnya menetap, merupakan
ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumahtangga

dalam memperoleh pangan biasanya kondisi ini diakibatkan oleh kemiskinan.
Ketidaktahanan pangan transitory adalah penurunan akses terhadap pangan yang
sifatnya sementara, biasanya disebabkan oleh bencana alam yang berakibat pada
ketidakstabilan harga pangan, produksi, dan pendapatan (Setiawan 2004 dalam
Kartika 2005).
Selain konsumsi pangan, informasi mengenai status ekonomi, sosial dan
demografi seperti pendapatan, pendidikan, struktur anggota keluarga, pengeluaran
pangan dan sebagainya dapat digunakan sebagai indikator risiko terhadap
ketidaktahanan pangan rumahtangga (Khomsan 2002b). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Suandi (2007), ketahanan pangan rumahtangga sangat dipengaruhi
oleh modal sosial yang ada di masyarakat yakni terkait dengan interaksi sosial
yang dilakukan oleh anggota keluarga. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa
semakin tinggi tingkat intensitas anggota rumahtangga dalam berinteraksi sosial
maka ketahanann rumahtangga semakin kuat. Hal ini karena modal sosial terkait
dengan akses sosial pangan.
2.1.2 Pengukuran Ketahanan Pangan
Pengukuran ketahanan pangan secara kuantitatif menurut FAO (2003)
dalam Tanziha (2005) dapat diukur melalui tingkat ketidakcukupan energi yang
menunjukkan keparahan defisit energi yang ditunjukkan oleh defisit jumlah kalori
pada seseorang individu dibawah energi yang dianjurkan (