PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MELALUI PELESTARIAN WAYANG KULIT DI DESA KEPUHSARI, KECAMATAN MANYARAN, KABUPATEN WONOGIRI | Widyamaharani | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 8494 17909 1 SM

PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
MELALUI PELESTARIAN WAYANG KULIT DI DESA KEPUHSARI,
KECAMATAN MANYARAN, KABUPATEN WONOGIRI
Intan Yunia Widyamaharani, Nurhadi dan Zaini Rohmad
Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
intanyuniawm@gmail.com

ABSTRACT
LOCAL
WISDOM-BASED
EDUCATION
THROUGH
PRESERVATION WAYANG KULIT IN KEPUHSARI VILLAGE,
MANYARAN, WONOGIRI. This research aims to know: (1) the educational
process in the workshop's of Kepuhsari Village; (2) the workshops' role in
preserving and developing wayang kulit in Kepuhsari Village; and (3) the attitude
of society towards preservation of wayang kulit in Kepuhsari Village. This
research used the case study as a type of qualitative research. The main study
data was collected using in-depth interview including participant observation,
while secondary data derrived from the analysis of documentation. Technique

research adoption of the subjects in the form of purposive with snowball
sampling. Technique data collection use participant observation, in-depth
interviews and documentation or archive. Technique the validity of data using
triangulation data and triangulation method. Analysis techniques data using
sorting data, of interpretation of data and the withdrawal of conclusion. The
result of this research indicate that: (1) the educational process in the workshops
of Kepuhsari Village are nonformal and flexible; (2) the society has made
workshop's as a center of innovation, thus the workshop's play an important role
in preserving wayang kulit that are heritage of local wisdom of Kepuhsari
Village; The workshops have done a cultural inheritance from old to young
generation that influence preservation of wayang kulit; and (3) some people may
support workshops' activities in preserving wayang kulit, because workshop's is
one means to the preservation of wayang kulit, but there are also some community
members doesn't support, this is caused by differences in the community
perspective.
Keywords: Education, Local wisdom, Preservation, Wayang Kulit

ABSTRAK
PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MELALUI
PELESTARIAN

WAYANG
KULIT
DI
DESA
KEPUHSARI,
KECAMATAN MANYARAN, KABUPATEN WONOGIRI. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui: (1) proses pendidikan yang belangsung di sanggarsanggar Desa Kepuhsari; (2) peran sanggar-sanggar dalam melestarikan dan
mengembangkan wayang kulit di Desa Kepuhsari; dan 3) sikap masyarakat
terhadap upaya pelestarian wayang kulit yang dilakukan oleh sanggar-sanggar di
Desa Kepuhsari. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Sumber data primer berasal dari data wawancara
mendalam kepada informan serta observasi langsung di lapangan, sedangkan
sumber data sekunder berasal dari analisis dokumentasi. Teknik pengambilan
subyek penelitian berupa purposive dengan snowball sampling. Teknik
pengumpulan data menggunakan observasi langsung, wawancara mendalam dan
dokumentasi atau arsip. Teknik uji validitas data menggunakan triangulasi data
dan triangulasi metode. Teknik analisis data menggunakan pemilahan data,
interpretasi data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: (1) proses pendidikan yang berlangsung di sanggar-sanggar Desa
Kepuhsari berlangsung secara nonformal dan fleksibel; (2) sanggar dijadikan

pusat inovasi dalam masyarakat, sehingga sanggar mempunyai peran yang cukup
penting dalam pelestarian wayang kulit yang merupakan warisan kearifan lokal di
Desa Kepuhsari; Sanggar telah melakukan proses pewarisan budaya dari generasi
tua kepada generasi muda yang sangat berpengaruh terhadap upaya untuk
pelestarian wayang kulit,; dan 3) sebagian masyarakat mendukung dengan
diadakannya berbagai upaya yang dilakukan oleh sanggar, karena sanggar
merupakan satu sarana untuk pelestarian wayang kulit, tetapi ada juga sebagian
masyarakat yang tidak mendukung, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
sudut pandang masyarakat.
Kata kunci: Pendidikan, Kearifan lokal, Pelestarian, Wayang Kulit

wayang

PENDAHULUAN
Indonesia

salah

satu


dari

negara

bagiannya. Pada tanggal 7 November 2003

kepulauan dengan jumlah pulau 17.504

wayang juga telah diakui oleh UNESCO

dan

mencapai

sebagai World Master Piece of Oral and

1.910.931,32 km2 (BPS, 2014) serta

Intangible Heritage of Humanity, hal ini


memiliki

beragam

menunjukkan bahwa posisi wayang sudah

tersebar dari Sabang sampai Merauke.

tinggi dan diakui pada level kebudayaan

Berdasarkan dari sensus BPS pada tahun

Internasional. Sementara di level Nasional,

2010, terdapat sekitar 300 etnik dan 1.340

wayang merupakan suatu warisan luhur

suku


di

dari nenek moyang bangsa Indonesia yang

Jenderal

mempunyai kedudukan tersendiri di hati

Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan

masyarakat, terutama pada masyarakat

Kebudayaan mencanangkan Renstra /

Jawa.

luas

wilayahnya


kebudayaan

bangsa

Indonesia.

merupakan

merupakan

yang

yang

berkembang

Direktorat

Rencana Strategis 2010-2014 untuk tetap


Namun,

dewasa

ini

akibat

menjaga dan melestarikan kebudayaan-

pengaruh dari globalisasi yang terus

kebudayaan yang ada di Indonesia agar

berkembang setiap harinya serta ditambah

kebudayaan tersebut tidak hilang atau

dengan pesat dan canggihnya kemajuan


punah dan tetap dapat berkembang di

teknologi

masyarakat. Perwujudan dari kebudayaan

masuknya kebudayaan dari luar atau asing

tersebut dapat berupa benda-benda yang

yang

diciptakan oleh manusia ataupun berupa

kebudayaan lokal. Kebudayaan lokal yang

perilaku hidup dari manusia itu sendiri

dimiliki oleh Bangsa Indonesia terus


seperti religi, bahasa dan seni.

tergeser oleh masuknya kebudayaan asing

komunikasi,

berpengaruh

memudahkan

besar

terhadap

Kebudayaan manusia mempunyai

yang masuk akibat globalisasi tersebut.

tujuh unsur yang kemudian disebut dengan


Pengaruh dari kebudayaan asing dengan

unsur-unsur kebudayaan universal atau

cepat

cultural universals. Ketujuh unsur yang

menjadikan suatu trend bahwa apabila

dapat disebut sebagai isi pokok dari tiap

mereka tidak mengikuti perkembangan

kebudayaan di dunia itu adalah bahasa,

kebudayaan asing maka mereka akan

sistem pengetahuan, organisasi sosial,

ketinggalan zaman atau kuno, mereka

sistem peralatan hidup dan teknologi,

menganggap kebudayaan asing sebagai

sitem mata pencaharian hidup, sistem

suatu

religi, dan kesenian (Koentjaraningrat,

modern. Semakin hilangnya nilai-nilai

1990: 203-204). Dalam unsur kesenian,

kearifan lokal pada masyarakat khususnya

melanda

ukuran

para

tingkat

generasi

kemajuan

muda,

atau

pada generasi muda juga dikarenakan

Berpijak pada latar belakang yang

kurangnya lembaga pendidikan formal

telah dideskripsikan di atas, maka peneliti

(sekolah) dalam mengenalkan kebudayaan

memfokuskan permasalahan pada: (1)

lokal pada peserta didiknya.

bagaimana

proses

belangsung

di

Sebagai

wujud

dalam

pendidikan

yang

sanggar-sanggar

Desa

pengembangan dan pelestarian wayang

Kepuhsari? (2) bagaimana peran sanggar-

kulit,

sanggar

ada

satu

Desa

di

Kabupaten

dalam

melestarikan

dan

Wonogiri yang dikenal sebagai Kampung

mengembangkan wayang kulit di Desa

Wayang

Kepuhsari?

yaitu

Desa

Kepuhsari,

dan

3)

bagaimana

sikap

masyarakatnya mempunyai cara tersendiri

masyarakat terhadap upaya pelestarian

untuk tetap melestarikan wayang kulit agar

wayang kulit yang dilakukan oleh sanggar-

tidak hilang oleh pengaruh modernisasi

sanggar di Desa Kepuhsari?

dan globalisasi yang berkembang setiap

Sehingga tujuan dari penelitian ini

harinya. Terdapat kurang lebih 135 Kepala

adalah

Keluarga

pendidikan yang belangsung di sanggar-

yang

berprofesi

sebagai

untuk

mengetahui

proses

pengrajin wayang kulit dan hampir setiap

sanggar

rumah

tempat

peran sanggar-sanggar dalam melestarikan

pembuatan wayang mulai dari proses

dan mengembangkan wayang kulit di Desa

penyamaan

Kepuhsari,

dijadikan

kulit,

sebagai

pembuatan

gagang,

Desa

Kepuhsari,

dan

mengetahui

mengetahui

sikap

sampai dengan penatahan (tatah sungging).

masyarakat terhadap upaya pelestarian

Menariknya, tidak hanya orang tua

wayang kulit yang dilakukan oleh sanggar-

saja yang mempelajari tentang wayang

sanggar di Desa Kepuhsari.

kulit ini, hampir semua lapisan umur di
Desa ini ikut serta dalam mempelajari dan

Kajian Pustaka

membuat

Pendidikan

proses

wayang
kreatif

kulit.

Serangkaian

masyarakat

dalam

Istilah pendidikan berasal dari

melestarikan wayang kulit tersebut tidak

bahasa Latin “e-ducere atau educare” yang

terlepas dari adanya peran sanggar-sanggar

berarti untuk memimpin atau memandu

wayang yang berada di Desa Kepuhsari.

keluar, terkemuka, membawa manusia

Sanggar-sanggar

menjadi

tersebut

berfungsi

mengemuka,

proses

menjadi

sebagai salah satu sarana pendidikan untuk

terkemuka,

mempelajari cara pembuatan wayang,

terkemuka (Danim, 2010: 3). Selain itu,

terutama untuk anak-anak.

definisi pendidikan juga dikemukakan oleh

atau

sebagai

kegiatan

Ki Hajar Dewantara dalam Kongres

Taman Siswa yang pertama pada 1930 ia

karakter, kepribadian dan kemampuan

menyebutkan,

anak-anak dalam menuju kedewasaan

umumnya

bahwa

berarti

daya

pendidikan
upaya

untuk

yang dikehendaki oleh masyarakat.

memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan

batin,

karakter),

pikiran

Terdapat tiga jenis pendidikan di
dalam

masyarakat,

yaitu

pendidikan

(intelek), dan tubuh anak. Dalam Taman

formal,

Siswa

pendidikan nonformal (Coombs, 1973

tidak

boleh

dipisah-pisahkan

bagian-bagian

itu

agar

kita

memajukan

kesempurnaan

dapat
hidup,

pendidikan

informal

dan

dalam D. Sudjana, 2007: 17). Cara yang
paling

umum

dilakukan

untuk

kehidupan dan penghidupan anak-anak

membedakan

yang kita didik selaras dengan dunianya

tersebut adalah dengan membandingkan

(Mahfud, 2011: 33).

rincian karateristik pendidikannya (Ryan,

Pendidikan yang hadir ditengah

ketiga

jenis

pendidikan

1972 dalam D. Sudjana, 2007: 20).

masyarakat tidak hanya berfungsi untuk

Pendidikan

mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi

program yang berurutan untuk setiap

memiliki banyak fungsi seperti sebagai

jenjang pendidikan dan dapat diterapkan

pencerdasan diri, sosial, negara bangsa,

dalam

bahkan

fungsi

pendidikan dan dapat diterapkan di semua

pendidikan dijelaskan oleh Tirtarahardja

tempat yang memiliki kondisi yang sama.

dan Sulo (2005: 33), yaitu pendidikan

Sedangkan

sebagai

budaya.

berlangsung dengan sendirinya yang tidak

Pendidikan diartikan sebagai kegiatan

mempunyai program tetap, berlangsung

pewarisan budaya dari satu generasi ke

terutama pada keluarga dan lingkungan.

generasi lain. Pewarisan budaya yang ada

Sementara pendidikan nonformal memiliki

tidak semata-mata mengekalkan budaya

program yang berkaitan dengan kebutuhan

secara estafet, tetapi mengalami proses

masyarakat

transformasi dari generasi tua ke generasi

bersifat fleksibel (D. Sudjana (2007: 26).

dunia.

proses

Salah

satu

tranformasi

muda.

setiap

beberapa

pendidikan

di

satuan

dan

lima

atau

jenjang

informal

karateristik

untuk

mengetahui bahwa satu satuan pendidikan
merupakan

bagian

disimpulkan bahwa pendidikan adalah

nonformal,

yaitu

suatu proses pengarahan dan bimbingan

program,

yang diberikan kepada anak-anak dalam

pengendalian

pertumbuhannya

Sudjana, 2007: 20-22).

pembentukan

memiliki

program-programnya

dapat

untuk

atas,

definisi

selalu

pendidikan

Ada
Berdasarkan

tentang

formal

proses

dari
tujuan,

pendidikan
waktu,

pembelajaran,

isi
dan

(Paulston, 1972 dalam D.

Wayang

Konsep Kearifan Lokal
Kearifan lokal berasal dari dua kata

Salah satu bentuk karya seni yang

yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local).

dapat dipakai sebagai sumber pencarian

Secara umum maka local wisdom (kearifan

nilai-nilai adalah seni wayang kulit Jawa.

setempat)

sebagai

Wayang kulit memiliki berbagai ajaran

bersifat

dan nilai etis yang bersumber dari agama,

bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,

sistem filsafat dan etika. Ajaran-ajaran dan

yang tertanam dan diikuti oleh anggota

nilai-nilai etis itu memenuhi persyaratan

masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk

untuk dipakai oleh bangsa Indonesia untuk

sebagai keunggulan budaya masyarakat

kelangsungan

setempat maupun kondisi geografis dalam

keluhurannya karena telah bertahan dan

arti luas (Simanjuntak, 2014: 115).

tetap dipakainya ajaran-ajaran dan nilai-

dapat

gagasan-gagasan

dipahami
lokal

yang

hidupnya,

dan

terbukti

setiap

nilai tersebut oleh bangsa Indonesia dari

kebudayaan adalah hasil belajar, bukan

zaman ke zaman. Dari sistem kepercayaan

warisan biologis. Kearifan lokal adalah

“asli” Indonesia, yakni sistem kepercayaan

warisan sosial dengan melalui enkulturasi,

purba yang coba dihidupkan kembali oleh

yaitu proses pewarisan sesuatu masyarakat

aliran

dari generasi yang satu ke generasi

wayang menyerap ajaran-ajaran dan nilai-

berikutnya

nilai tentang penghormatan kepada alam

Kearifan

lokal

dalam

(Haviland,

2005

dalam

Rochgiyanti dkk, 2014: 6).

kepercayaan/kebatinan/mistisisme,

(Amir, 1991: 16).

Berdasarkan penjelasan di atas,

Dalam bukunya yang berjudul

dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal

Nilai-nilai Etis dalam Wayang, Hazim

adalah gagasan atau ajaran-ajaran lokal

Amir (1991: 19) menyebutkan bahwa

yang mempunyai sifat baik, bijaksana dan

“Wayang tidak saja merupakan salah satu

penuh nilai moral, sehingga diterapkan

sumber pencarian nilai-nilai yang amat

oleh masyarakat dalam kehidupannya

diperlukan

sehari-hari

mengembangkan

bangsa, tetapi wayang juga merupakan

kebudayaan, sumber daya manusia atau

salah satu wahana atau alat pendidikan

sumber daya alam yang dimiliki. Oleh

watak

karena itu, kearifan lokal merupakan

dikarenakan dalam pertunjukan wayang

perwujudan budaya yang seharusnya terus

mengajarkan metoda yang menarik dalam

dijadikan pedoman dan pegangan hidup

setiap

oleh masyarakat.

wayang mengajarkan ajaran-ajaran dan

untuk

bagi

yang

baik

kelangsungan

sekali”.

pertunjukannya.

hidup

Hal

ini

Pertunjukan

nilai-nilai tidak secara dogmatis sebagai

adaptation

goal

suatu indoktrinasi, tetapi menawarkan

sistem,

ajaran dan nilai-nilai tersebut kepada

attainment (G), integration (I), dan latency

penonton untuk menafsirkan, menilai dan

(L)

memilih sendiri ajaran dan nilai-nilai mana

bersama-sama,

yang sesuai dengan kehidupan mereka.

fungsional ini dikenal dengan skema

Selanjutnya wayang mengajarkan ajaran

AGIL. Agar tetap bertahan, suatu sistem

dan nilai-nilai tersebut tidak secara teoritis

harus memiliki keempat fungsi ini (Ritzer

melainkan secara kongkret atau nyata

dan Goodman, 2012: 121).

dengan menghadirkan kehidupan tokoh-

Adaptation

tokohnya

sebagai

atau

pemeliharaan

(A),

pola.

keempat

Secara
imperatif

(adaptasi),

bahwa

Materi

sebuah sistem harus menanggulangi situasi

pendidikan watak yang disajikan dalam

eksternal yang gawat, sistem harus dapat

pertunjukan wayang yang berupa lakon,

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

tokoh,

dapat

menyesuaikan

digunakan untuk pendidikan watak dengan

kebutuhannya.

metoda lain seperti pendidikan agama,

(pencapaian tujuan), bahwa sebuah sistem

pendidikan budi pekerti, dan lain-lain.

harus mendefinisikan dan mencapai tujuan

ajaran

serta

teladan.

yaitu

nilai-nilai

utamanya,
masalah

Konsep AGIL Talcott Parsons
Konsep AGIL (Adaptation, Goal

lingkungan

itu

Goal

tujuan
prioritas

ini

dengan

attainment

mengacu

tujuan

sistem

pada
dan

menggerakkan sumber-sumber daya sistem

attainment, Integration, Latency) dari

untuk

Talcott Parsons adalah konsep yang dipilih

(integrasi), bahwa sebuah sistem harus

untuk menjelaskan dan menganalisis data

mengatur antarhubungan bagian-bagian

temuan penelitian di lapangan pada bagian

yang menjadi komponennya, sistem juga

selanjutnya (pembahasan). Talcott Parsons

harus mengelola antarhubungan ketiga

adalah tokoh fungsionalisme yang lebih

fungsi

menekankan

daripada

Sedangkan latency (pemeliharaan pola),

proporsinya (Jazuli, 2011: 59). Suatu

bahwa sebuah sistem harus melengkapi,

fungsi adalah kumpulan kegiatan yang

memelihara

ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan

motivasi individual maupun pola-pola

tertentu atau kebutuhan sistem (Rocher,

kultural yang menciptakan dan menopang

1975: 40 dalam Ritzer, 2012: 121).

motivasi (Jazuli, 2011: 60-61).

konsep

(ide)

Dengan menggunakan definisi tersebut,
Parsons meyakini bahwa terdapat empat
fungsi penting yang diperlukan semua

Integration

mencapainya.

penting

dan

lainnya

(A,

G,

memperbaiki,

L).

baik

membandingkan jawaban informan satu

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis

dengan

informan

lainnya

mengenai

penelitian deskriptif kualitatif, karena pada

pendidikan berbasis kearifan lokal melalui

penelitian ini peneliti mendeskripsikan

pelestarian

wayang

data yang ditemui di lapangan berbentuk

Kepuhsari,

(2)

kata atau gambar daripada angka-angka

observasi dengan hasil wawancara secara

dengan menggambarkan apa, mengapa dan

mendalam, yaitu dengan cross check

bagaimana suatu kejadian atau peristiwa

antara

yang diteliti dapat terjadi. Pendekatan

wawancara. Sedangkan teknik analisis data

yang dipakai dalam penelitian ini adalah

yang

pendekatan studi kasus.

pemilahan data, interpretasi data dan

Sumber data primer berasal dari
data

wawancara

mendalam

hasil

kulit

membandingkan

observasi

dipakai

di

adalah

dan

Desa
data

hasil

menggunakan

penarikan kesimpulan.

kepada

informan serta observasi langsung di

HASIL PENELITIAN

lapangan, sedangkan sumber data sekunder

Desa Kepuhsari terletak di bagian

berasal dari analisis dokumentasi. Teknik

selatan Kabupaten Wonogiri tepatnya di

pengambilan subyek penelitian berupa

Kecamatan

purposive dengan snowball sampling.

daerah mencapai 15.563,445 Ha. Berjarak

Dalam penetian ini, peneliti memilih dan

±8km dari pusat pemerintahan Kecamatan

menentukan

Manyaran

informan

yang

dianggap

Manyaran,

dan

±41

memiliki

km

dari

luas

pusat

mengetahui permasalahan penelitian dan

pemerintahan Kota Wonogiri. Desa ini

dapat dipercaya untuk dijadikan sumber

lebih dikenal dengan sebutan Kampung

data, yaitu pengurus sanggar, anggota

Wayang atau Wayang Village karena

sanggar, aparat pemerintah desa, dan

merupakan Desa dengan banyak sentra

masyarakat.

pengrajin wayang kulit. Tidak hanya itu,

Teknik
menggunakan

pengumpulan
observasi

data

langsung,

nama jalan di Desa Kepuhsari juga
menggunakan

nama

wawancara mendalam dan dokumentasi

pewayangan,

seperti

atau arsip. Teknik uji validitas data

Puntadewa, Jl. Arjuna, Jl. Srikandi, dll.

menggunakan

dan

Untuk mempermudah dalam pelaksanaan

triangulasi metodologi dalam menguji

pemerintahan, Desa ini dibagi menjadi

keabsahan data. Cara-cara yang ditempuh

lima belas dusun dengan mayoritas sentra

dalam melaksanakan triangulasi dalam

pengrajin wayang dan sanggar-sanggar

triangulasi

data

penelitian ini yaitu sebagai berikut; (1)

dari
Jl.

tokoh-tokoh
Bima,

Jl.

seni

budaya

berada

di

Dusun

Kepuhtengah.

buat. Selain itu sanggar-sanggar di Desa
ini juga berfungsi sebagai salah satu sarana

Adanya Kampung Wayang di Desa

pendidikan untuk mempelajari hal-hal

Kepuhsari tidak terlepas dari adanya sentra

yang berhubungan dengan wayang kulit,

industri wayang kulit yang ada di Desa ini.

seperti cara pembuatan wayang (tatah

Wayang kulit sudah masuk ke Desa ini

wayang).

sejak abad ke 17. Jumlah pengrajinnya
mencapai ±200 orang yang berpusat di

Proses Pendidikan yang Berlangsung di

Dusun Kepuhtengah, hampir 80% warga

Sanggar

yang

Metode Pembelajaran

bertempat

tinggal

di

Dusun

Kepuhtengah adalah pengrajin wayang

Sanggar-sanggar yang ada di Desa

kulit. Hampir disetiap rumah dijadikan

Kepuhsari

sebagai tempat pembuatan wayang mulai

belajar untuk siapapun, sifatnya tidak

dari proses penyamaaan kulit, pembuatan

formal (nonformal). Proses ini merupakan

gagang, sampai dengan penatahan atau

salah

tatah. Sampai akhirnya pada tanggal 29

transformasi pengetahuan yang terbingkai

November

dalam kesederhanaan dan tradisional, yaitu

2014

Desa

Kepuhsari

merupakan

satu

bentuk

sebuah

tempat

pewarisan

dan

diresmikan oleh Bupati Wonogiri sebagai

dilihat

Kampung

program

pengetahuan dan proses belajarnya. Proses

Kampung Wayang ini tidak sebatas hanya

untuk belajar menatah wayang kulit di

untuk mengenalkan potensi wisata yang

sanggar-sanggar

dimiliki

juga

praktek atau pembelajaran mandiri, yaitu

proses

anak-anak yang ingin belajar langsung

dari

mempraktekan apa yang ingin ia pelajari

penyamakan kulit, pembuatan gagang,

setelah mendapat sedikit arahan dari

sampai dengan penatahan (tatah), tidak

pengajar. Pengajar yang melatih anak-anak

hanya itu saja mereka juga mengenalkan

dalam menatah biasanya adalah para

kreasi lain seperti lukis kaca dan kesenian

pengrajin yang sudah terampil atau para

gamelan.

pemilik sanggar.

Wayang.

oleh

Kepuhsari,

mengenalkan
pembuatan

Adanya

tetapi

bagaimana
wayang

kulit

mulai

dari

cara-cara

memperoleh

menggunakan

metode

Banyaknya pengrajin wayang kulit
di Desa Kepuhsari membuat sebagian
besar dari mereka mendirikan sanggarsanggar

untuk

menampilkan

Penerimaan Anggota Sanggar
Dalam hal penerimaan anggota,

atau

sanggar-sanggar di Desa Kepuhsari tidak

menunjukan hasil karya yang telah mereka

membuka pendaftaran selayaknya sekolah-

sekolah formal. Siapapun yang ingin
belajar mengenai

wayang atau

Materi yang Dipelajari dalam Sanggar

tatah

Dalam penyampaian materi di

wayang bisa datang kapan saja ke sanggar,

sanggar-sanggar,

jadi

nonformal, sanggar juga tidak mempunyai

sifatnya

paksaan.

adalah

Khusus

sukarela

untuk

tanpa

lingkungan

acuan

berlangsung

khusus

dalam

secara

proses

Kepuhsari, karena memang misinya untuk

pembelajarannya karena sanggar-sanggar

menularkan budaya yang sudah diwariskan

yang ada tidak terikat dengan kurikulum

nenek moyang ke anak cucu, maka tidak

seperti yang ada di sekolah-sekolah formal

dipungut biaya dalam proses penerimaan

pada umumnya. Adapun materi-materi

anggota. Siapa saja yang ingin belajar,

yang

khususnya anak-anak cukup langsung

pengajar sanggar kepada anak-anak yang

datang ke sanggar. Sedangkan untuk

ingin belajar menatah wayang adalah

masyarakat diluar Desa Kepuhsari telah

materi

disediakan paket belajar secara lengkap,

wayang kulit (tatah), ukiran-ukiran yang

bentuk paket ini tidak hanya pengenalan

harus dipahami, serta sisipan nilai-nilai

mengenai tatah wayang saja, tetapi juga

karakter wayang yang mereka buat.

bisa memilih lukis kaca dan lainnya.
Masyarakat

dari

luar

bisa

mendatangi

Kesekretariatan

diajarkan

para

mengenai

pengurus

proses

atau

pembuatan

Dalam proses pembuatan wayang

langsung

kulit dibutuhkan bahan yang baik, yaitu

Kampung

kulit binatang, para pengrajin di Desa

Wayang.

Kepuhsari memakai kulit binatang kerbau.
Setelah bahan yang dipergunakan untuk

Waktu Belajar dalam Sanggar
Waktu untuk belajar di sanggar

membuat wayang dipersiapkan, maka
proses

selanjutnya

adalah

pengukiran

biasanya adalah setelah anak-anak pulang

(tatah). Teknik dalam pengukiran wayang

sekolah, sekitar pukul 13.00 sampai

kulit ini terdiri dari beberapa rangkaian

dengan pukul 17.00 atau pada saat sekolah

untuk mewujudkan satu tokoh wayang.

libur, yaitu pada hari minggu. Tidak setiap

Kegiatan itu adalah nyorek (membuat pola/

hari mereka belajar untuk menatah wayang

pembuatan gambar dasar atau sketsa yang

kulit, semua bersifat kondisional atau

dilakukan diatas lembar kulit), anggebing

tergantung pada kegiatan anak masing-

(menatah bagian garis tepi dari sketsa yang

masing. Waktu yang dibutuhkan anak

sudah dibuat, sehingga akan memperoleh

untuk dapat mahir membuat satu karakter

bentuk wayang secara keseluruhan atau

wayang secara benar membutuhkan waktu

biasa disebut sebagai gatra wayang),

± 2 tahun.

anggempur (menatah pada bagian-bagian

pokok sampai dengan bagian kecil dari

kedisiplinan, serta bangga dengan budaya

wayang), dan ambedhah (menatah bagian

sendiri.

muka tokoh wayang). Anak-anak yang
belajar menatah di sanggar akan diajarkan

Peran

mengenai bentuk ukiran-ukiran yang ada

Wayang Kulit

di wayang yang jumlahnya ada 12 macam

Pelaksanaan Pelestarian Wayang Kulit

jenis ukiran, tetapi penyampaiannya secara
nonformal.

dalam

Pelestarian

Pelestarian disini bersifat dinamis
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan

Dalam pengajarannya, di sanggar
juga

Sanggar

menyampaikan

atau

wayang kulit agar kesenian ini bisa terus

mensisipkan materi mengenai nilai-nilai

dilestarikan sampai anak cucu nanti.

karakter

Dalam

yang

materi

tanpa mengubah nilai utama dari kesenian

dimiliki

pewayangan.

oleh

Namun

tokoh

upaya

untuk

tetap

menjaga

cara

eksistensi wayang kulit ini harus ada pihak

penyampaiannya juga dengan nonformal,

yang bertanggungjawab untuk tercapainya

yaitu

tujuan

dengan

cara

Ketidaksengajangan

ketidaksengajaan.
disini

maksudnya

tersebut.

dijelaskan

Seperti

dalam

yang

bagaimana

telah
proses

adalah nilai-nilai karakter dalam wayang

pendidikan yang berlangsung di sanggar,

tidak disampaikan dalam satu waktu

menunjukan bahwa sanggar memegang

khusus tertentu yang membahas mengenai

peran

karakter wayang, tetapi biasanya pada saat

pelestarian

jeda istirahat menatah, pengajar akan

Kepuhsari, dengan mengajarkan berbagai

menceritakan tokoh yang sedang dibuat

pengetahuan mengenai wayang mulai dari

oleh anak, karena apabila penyampaian

bagaimana cara menatah sampai dengan

dilakukan pada saat menatah, itu akan

sisipan nilai-nilai karakter tokoh wayang.

mengganggu

Sanggar telah melakukan proses pewarisan

konsentrasi

dari

anak

tersebut.

yang

cukup
wayang

penting
kulit

dalam

di

Desa

budaya dari generasi tua kepada generasi

Selain penyampaian karakter dari
tokoh wayang, ada nilai-nilai karakter lain
yang jelas didapat saat anak belajar untuk

muda yang sangat berpengaruh terhadap
upaya untuk pelestarian wayang kulit.
Pelaksanaan

dalam

pelestarian

menatah wayang kulit. Dalam proses

wayang kulit ini juga tidak terlepas karena

pembuatannya, secara tidak langsung anak

hubungan antar sanggar-sanggar yang ada

akan belajar mengenai berbagai nilai

di Kepuhsari juga terjaga baik. Sanggar-

kehidupan, antara lain nilai ketekunan,

sanggar

ketelitian,

kolaborasi dan kerjasama, baik dalam

kerja

keras,

percaya

diri,

yang

ada

sering melakukan

proses

penjualan

wayang

dan

juga

pagelaran wayang.

mengenai
wayang

cerita
yang

narasi

dari

ditampilkan

gambar

dan

juga

Upaya lain yang dilakukan adalah

dijelaskan pula mengenai karakter dari

dari Pemerintah Desa Kepuhsari terhadap

salah satu tokoh wayang. Sedangkan untuk

keberadaan

Karena

inovasi lainnya adalah dengan membuat

sampai saat ini sanggar yang ada hanya

gantungan kunci dengan tema tokoh

berpusat di Dusun Kepuhtengah dan dirasa

pewayangan. Gantungan dibuat dari kulit

keberadaan sanggar sangatlah penting

seperti ingin membuat wayang, tetapi

dalam

kulit,

ukurannya lebih kecil. Selain membuat

Pemerintah Desa merencanakan untuk

gantungan kunci, ada satu inovasi baru

membuat sanggar pertemuan di Dusun

yang

Ngluwur Kepuhsari dekat dengan objek

Pokdarwis Tetuka sebagai salah satu cara

wisata alam Air Terjun Banyu Nibo. Hal

untuk tetap melestarikan wayang kulit

ini dilakukan agar masyarakat lainnya juga

adalah

bisa turut serta dalam upaya pelestarian ini

menatah wayang. Lomba itu dilaksanakan

dan juga agar sanggar yang ada tidak

pada peringatan Hari Kemerdekaan RI

hanya berpusat di Kepuhtengah saja

bulan Agustus 2015 yang lalu. Lomba

melainkan bisa tersebar diberbagai Dusun

tersebut menyedot perhatian dari berbagai

di Kepuhsari.

kalangan,

sanggar-sanggar.

pelestarian

wayang

dicetuskan

dengan

oleh

Paguyuban

mengadakan

sehingga

peserta

lomba

lomba

berjumlah sampai enam puluhan anak.
Karena antusias dari masyarakat yang

Inovasi-inovasi Baru Wayang Kulit
Perkembangan

zaman

yang

sangat senang dan menerima kegiatan

semakin pesat membuat para pengrajin

tersebut, maka lomba menatah wayang

atau pecinta wayang kulit harus pintar-

akan dijadikan sebagai agenda rutin setiap

pintar dalam upaya melestarikan wayang

tahunnya.

agar tidak tergerus oleh kesenian modern.
Sehingga dirasa perlu adanya sebuah

Sikap Masyarakat Terhadap Upaya

inovasi baru agar para pecinta wayang bisa

Pelestarian

bertambah setiap harinya.

dilakukan oleh Sanggar

Wayang

Kulit

yang

Salah satu inovasi baru yang

Sikap masyarakat yang dimaksud

diciptakan adalah permainan ular tangga

dalam hal ini adalah penilaian oleh

dengan tema wayang. Dalam ular tangga

masyarakat sekitar dan pada umumnya

tersebut tidak hanya disajikan gambar-

dalam menyikapi usaha pelestarian yang

gambar wayang saja, tetapi juga dijelaskan

dilakukan oleh sanggar-sanggar di Desa

Kepuhsari, terutama yang tergabung dalam

menganggap

Paguyuban kelompok sadar wisata Tetuka.

yang dijalankan oleh Pokdarwis dalam

Sikap masyarakat tentang upaya yang

melestarikan wayang kulit nantinya yang

dilakukan oleh sanggar-sanggar adalah

paling diuntungkan hanyalah pengrajin

sebagai berikut terbagi menjadi 2 sikap,

saja, dan adanya Pokdarwis untuk sanggar-

pertama, sebagian masyarakat mendukung

sanggar dirasa hanya untuk menguasai

adanya pelestarian wayang kulit oleh

potensi yang ada di Desa Kepuhsari.

sanggar-sanggar yang tergabung dalam

bahwa

program-program

Para anggota yang tergabung di

Pokdarwis Tetuka, karena secara tidak

Pokdarwis

langsung hal ini mendukung kegiatan

jangka panjang untuk mengatasi perbedaan

positif terutama untuk kegiatan anak-anak

sudut pandang dari masyarakat yang

dan remaja di lingkungan Desa, bukan

kurang mendukung terhadap pelestarian

untuk merusak karakter warga, merusak

wayang kulit, yaitu dengan program yang

anak-anak

mengarah pada merangkul masyarakat

yang

masuk

ke

sanggar,

mempunyai

satu

program

melainkan berusaha untuk mengajarkan

secara

anak-anak

Kepuhtengah tapi semua warga Kepuhsari.

tentang

karakter,

tentang

keseluruhan

bukan

saja

kebersamaan, dan tentang saling bisa

Hal

mengerti satu sama yang lain. Dari

melakukan sosialisasi dan pembuktian

pelestarian yang dilakukan, juga akan

tindakan bahwa bagaimana kegiatan di

menunjang

sanggar ini dampaknya bagus untuk

sehingga

peningkatan
mayoritas

ekonomi,
masyarakat

mendukung.
Kedua,

tersebut

lingkungan.

dilakukan

Tetapi

dengan

memang

cara

program

tersebut membutuhkan tenaga ekstra dan
sebagian

masyarakat

waktu yang lama.

kurang mendukung adanya pelestarian
wayang kulit oleh sanggar-sanggar yang

PEMBAHASAN

tergabung dalam Pokdarwis Tetuka. Hal

Sanggar sebagai Tempat Pendidikan

ini disebabkan karena memang adanya

Nonformal

Pokdarwis belum bisa diterima seutuhnya

Sanggar-sanggar

yang

ada

di

oleh masyarakat. Pembentukan Pokdarwis

Kepuhsari dapat dikategorikan sebagai

untuk memberdayakan sanggar-sanggar ini

salah satu dari pendidikan nonformal, hal

diambil dari kesadaran masyarakat, ada

ini dapat dilihat dari program-program

masyarakat yang tidak ingin bergabung

yang dijalankan oleh sanggar belajar.

menyebarkan isu-isu negatif mengenai

Tujuan yang dimiliki sanggar adalah untuk

Pokdarwis

tetap melestarikan wayang agar wayang

tersebut.

Ada

yang

kulit tidak punah dan anak cucu bisa

sanggar telah memenuhi karateristik dari

mengenalnya,

tidak

pendidikan nonformal, sehingga dapat

menuntut hasil belajar yang dicapai oleh

disimpulkan bahwa kedudukan sanggar

anak yang belajar dan tidak mempunyai

dalam pendidikan merupakan bagian dari

ijazah. Hasil yang didapat oleh anak yang

pendidikan nonformal.

belajar tergantung pada kemampuan dan

Seperti

kreatifitas

dalam

yang

sanggar

dimiliki

oleh

yang

telah

dijelaskan,

anak

bahwa sanggar yang ada di Kepuhsari

tersebut. Waktu belajar di sanggar juga

tidak hanya mengenalkan cara untuk

tidak secara baku ditetapkan, anak yang

menatah wayang saja, melainkan juga ada

ingin belajar dapat datang kapan saja ke

penanaman nilai karakter. Proses belajar

sanggar. Pelaksanaan jangka waktu untuk

yang berlangsung di sanggar tidak hanya

belajar di sanggar juga relatif singkat, anak

sebatas

yang belajar hanya membutuhkan waktu ±

wayang dari pengajar ke anak-anak,

2 tahun dari ia mulai belajar menatah

melainkan ada kegiatan lain yang sifatnya

sampai dengan bisa menjadi mahir, tetapi

untuk menumbuhkan kekuatan karakter

ini juga tergantung dari kemampuan yang

pada anak yang bisa menjadi bekal sampai

ia miliki. Berbeda dengan sekolah formal

anak dewasa nanti.

penularan

keahlian

menatah

yang jangka waktu belajarnya relatif lama
atau panjang antara 3 sampai dengan 6

Sanggar

tahun.

Masyarakat
Isi

program

dan

proses

sebagai

Pusat

Sanggar-sanggar

yang

ada

di

Kepuhsari

juga sangat fleksibel, tidak berdasarkan

kearifan lokal yang dimiliki oleh Desa

pada acuan atau kurikulum tertentu,

tersebut, yaitu wayang kulit. Wayang kulit

sanggar

dikenalkan melalui proses kegiatan tatah

mengenai

menekankan

bagaimana

cara

materi
menatah

wayang

dan

mengangkat

di

pembelajaran yang dijalankan di sanggar

lebih

telah

Inovasi

inovasi

baru

kembali

lainnya.

wayang kulit dan penanaman nilai karakter

Walaupun di beberapa sekolah di Desa

yang didapat pada saat menatah wayang

Kepuhsari

kulit.

yang

sungging ke dalam muatan lokal, nyatanya

dilakukan oleh sanggar pengawasannya

dalam pembelajaran di dalamnya hanya

tidak terpusat, koordinasi yang dilakukan

sebatas teori saja, sedangkan prakteknya

hanya sebatas pada sanggar yang terkait

pembuatannya

dan pada Paguyuban pokdarwis Tetuka

Sehingga

saja. Berdasarkan dari penjelasan tersebut,

melanjutkan proses belajarnya di sekolah

Sedangkan

pengendalian

telah

memasukkan

tatah

masih

sangat

minim.

anak-anak

yang

ingin

akan datang ke sanggar. Dalam hal ini,

pengrajin dan sanggar yang ada sampai

sanggar juga telah melakukan proses

dengan saat ini. Dengan berbagai kondisi

pewarisan budaya dari generasi tua kepada

dan situasi yang terus berubah setiap

generasi muda yang sangat berpengaruh

tahunnya, ada bukti dan indikasi yang kuat

terhadap upaya untuk pelestarian wayang

bahwa

kulit. Karena proses pewarisan kesenian

kemampuan untuk beradaptasi.

sanggar-sanggar

itu

memiliki

wayang kulit ini bukan merupakan warisan

Fungsi selanjutnya adalah goal

biologis, tetapi merupakan sebuah warisan

attainment (pencapaian tujuan), sanggar

sosial. Proses belajar yang dilakukan oleh

yang ada di Kepuhsari memiliki satu

anak-anak dalam belajar menatah wayang

tujuan

tidak dilakukan secara instan, melainkan

melestarikan wayang agar wayang kulit

dengan kerja keras sampai dengan ia bisa

tidak

menatah wayang secara benar sesuai

mengenalnya. Untuk mencapai tujuan ini,

dengan pakem yang berlaku.

sanggar yang ada mengadakan kelas-kelas

utama,

punah

yaitu

dan

ingin

anak

cucu

tetap

bisa

Hal ini dapat dikaitkan dengan

untuk belajar menatah wayang kulit untuk

konteks skema AGIL (Adaptation, Goal

anak-anak sampai dengan remaja, dari

attainment, Integration, dan Latency) yang

masyarakat luar yang ingin belajarpun bisa

dijelaskan oleh Talcott Parsons, bahwa

datang ke Desa ini dengan menggunakan

dalam

yang

paket wisata Kampung Wayang. Selain itu,

berlangsung, pasti akan menjalani keempat

dari Pemerintah Desa juga mengenalkan

fungsi tersebut agar tetap bisa bertahan

wayang kulit melalui nama jalan yang ada

(survive). Sanggar-sanggar yang ada Desa

di Kepuhsari menjadi nama-nama tokoh

Kepuhsari juga telah menjadi sebuah

pewayangan, seperti seperti Jl. Bima, Jl.

sistem dan memiliki empat fungsi dalam

Puntadewa, Jl. Arjuna, Jl. Srikandi, dll.

proses

pelestarian

menjalankan kegiatannya selama ini.

Sedangkan selain tujuan utamanya

Adaptation atau adaptasi, para

untuk

melestarikan

wayang

kulit,

pengrajin dan sanggar-sanggar yang ada di

pengrajin

Kepuhsari

adaptasi

pemerintah mempunyai tujuan lain yang

dengan segala perubahan situasi baik itu

sifatnya lebih konkrit dan lebih bisa

perubahan situasi ekonomi, politik, bahkan

diamati, yaitu untuk tujuan yang lebih

perubahan

mengarah

pada

kemunculan para pengrajin pada abad 17,

masyarakat

dan

mulai dibentuknya koperasi awal pada

identitas untuk Desa Kepuhsari. Tujuan

tahun 1980-an untuk mewadahi para

ekonomi dalam hal ini berbentuk pada

telah

melakukan

masyarakatnya

sejak

awal

ataupun

sanggar

tujuan
tujuan

dan

juga

ekonomi
memberikan

upaya pelestarian wayang kulit dilakukan

Kepuhsari merupakan Desa sentra wayang

untuk

kulit dan memiliki sanggar-sanggar seni

mendorong

perekonomian

masyarakat di Desa Kepuhsari terutama

budaya

untuk

para pengrajin wayang. Karena saat ini

berbagai

hal

orientasi

lebih

wayang kulit. Sanggar sangat berperan

konsumtif dan materialistik, maka semua

sentral, karena promosi yang dilakukan

hal yang berhubungan dengan kehidupan

nantinya akan membawa dampak baru,

masyarakat

yaitu masyarakat luar akan lebih mengenal

masyarakat

akan

bersifat

dikaitkan

dengan

mengajarkan
yang

tentang

berkaitan

dengan

ekonomi. Begitu pula dengan pelestarian

Desa

wayang kulit di Kepuhsari, walaupun

Wayang, yang tujuan akhirnya nanti akan

tujuan ekonomi bukanlah tujuan utama

tetap berujung pada tujuan ekonomi

yang ingin dicapai oleh masyarakat, tetapi

masyarakat, yaitu menunjang peningkatan

tujuan

ekonomi masyarakat Kepuhsari.

ekonomi

untuk

meningkatkan

perekonomian Desa merupakan satu tujuan

Kepuhsari

Selanjutnya

sebagai

adalah

Kampung

integration

yang harus dicapai dan penting juga.

(integrasi), dalam sanggar belajar seni dan

Karena apabila sanggar-sanggar yang ada

budaya yang ada di Kepuhsari telah

ini

para

mengatur satu bagian dengan bagian

masyarakat akan kehilangan sebagian atau

lainnya agar sanggar bisa terintegrasi

sepenuhnya dari mata pencaharian mereka.

sehingga masih bisa bertahan hingga

Untuk mencapai tujuan ini, maka sanggar

sekarang.

terus mencari anggota atau orang-orang

terintegrasinya

baru untuk masuk ke sanggar miliknya,

pembelajaran, anggota yang bergabung,

dari mulai anak-anak sekitar sanggar

pengajar di sanggar, serta materi-materi

sampai dengan mempromosikan Desa

yang diberikan di sanggar. Semuanya yang

Kepuhsari di berbagai media sosial agar

ada di sanggar bersifat fleksibel dan

masyarakat dari luar Desa tertarik untuk

dinamis

berkunjung ke Desa Kepuhsari. Sehingga

perkembangan yang ada sehingga sanggar

sanggar-sanggar yang ada di Kepuhsari ini

juga

akan terus dijalankan untuk menunjang

lingkungannya.

berhenti

atau

mati,

maka

bisa

Bagian-bagian

itu

antara

menyesuaikan

selalu

beradaptasi

adalah
metode

dengan

dengan

kehidupan mereka sehari-hari.
Selain itu, tujuan lainnya adalah
untuk memberikan identitas tersendiri bagi
Desa

Kepuhsari.

Identitas

Sanggar sebagai Sarana Pelestarian
Wayang Kulit

yang

Untuk melengkapi ketiga fungsi A,

dimaksudkan di sini adalah bahwa Desa

G, I sebelumnya, maka diperlukan satu

fungsi lagi agar sanggar dapat terus

tidak terpusat di Dusun Kepuhtengah saja,

bertahan (survive) dalam masyarakat, yaitu

pemerintah Desa merencanakan untuk

fungsi L, latency atau pemeliharaan pola,

membuat sanggar pertemuan di Dusun

bahwa sebuah sistem harus melengkapi,

Ngluwur Kepuhsari dekat dengan objek

memelihara

wisata alam Air Terjun Banyu Nibo.

dan

memperbaiki,

baik

motivasi individual maupun pola-pola

Dukungan

oleh

masyarakat

kultural yang menciptakan dan menopang

ditunjukkan dengan mayoritas masyarakat

motivasi.

yang

Sanggar

yang

ada

harus

mendukung

adanya

pelestarian

memelihara pola yang telah dibangun

wayang kulit oleh sanggar-sanggar yang

sampai saat ini. Pemeliharaan yang terjadi,

tergabung

bisa dikategorikan ke dalam dua hal, yang

karena secara tidak langsung hal ini

pertama dari internal dan yang kedua dari

mendukung

eksternal. Pemeliharaan pola dari internal

untuk kegiatan anak-anak dan remaja di

dilakukan oleh para pengelola sanggar dan

lingkungan Desa. Dukungan lain juga

angggota-anggotanya.

Mereka

tetap

ditunjukkan

menjaga

sanggar

dalam

upayanya

keberadaan
untuk

Pokdarwis

kegiatan

saat

wayang

positif

Tetuka,

terutama

diadakannya
kulit

lomba

pada

acara

melestarikan

Peringatan Hari Kemerdekaan RI bulan

kesenian tradisional wayang kulit, yaitu

Agutus tahun 2015 lalu, masyarakat sangat

dengan melakukan rekrut anggota secara

antusias dengan acara tersebut. Hal ini

sukarela, penyampaian materi mengenai

menunjukkan

wayang kulit, maupun dengan melakukan

masyarakat masih terus menginginkan

inovasi-inovasi baru yang terkait dengan

wayang kulit terus dilestarikan dan tidak

kesenian wayang kulit.

hilang oleh perubahan zaman. Tetapi, ada

Sementara

tetap

menatah

dalam

eksternalnya

adalah

sebagian

bahwa

sebagian

masyarakat

yang

besar

kurang

hubungan antar sanggar satu dengan

mendukung terhadap pelestarian wayang

lainnya,

kulit oleh sanggar-sanggar yang tergabung

masyarakat

Sanggar-sanggar

dan

yang

pemerintah.
ada

sering

dalam

Pokdarwis

Tetuka,

hal

ini

melakukan kolaborasi dan kerjasama, baik

disebabkan karena adanya perbedaan sudut

dalam proses penjualan wayang dan juga

pandang dari masyarakat. Masyarakat

pagelaran wayang, membuat pola yang

menganggap bahwa hal tersebut hanya

telah dibangun akan semakin terpelihara

untuk menguasai potensi yang dimiliki

dengan baik. Sedangkan dukungan dari

oleh Desa Kepuhsari. Oleh sebab itu,

pemerintah Desa dibuktikan dengan ingin

diperlukan lagi adanya pelatihan atau

memperluas keberadaan sanggar sehingga

penyuluhan pelestarian nilai-nilai wayang

kulit terhadap masyarakat yang kurang

proses pendidikan yang berlangsung di

mendukung kegiatan yang dilakukan oleh

sanggar-sanggar

sanggar. Karena adanya hubungan yang

berlangsung

baik antara sanggar satu dengan lainnya

fleksibel. Kedua, peran sanggar dalam

serta dukungan dari pemerintah Desa dan

pelestarian dan pengembangan wayang

masyarakat akan terus melanggengkan

kulit, sanggar dijadikan pusat inovasi

keberadaan sanggar. Sanggar juga terus

dalam

dapat dijadikan wadah dalam pelestarian

memegang peran yang cukup penting

wayang kulit yang ada dan terus menjaga

dalam pelestarian wayang kulit yang

atau memelihara pola (latency) yang telah

merupakan warisan kearifan lokal di Desa

ada sampai saat ini.

Kepuhsari.

Keempat

skema

Desa

secara

masyarakat,

Ketiga,

Kepuhsari

nonformal

sehingga

sikap

dan

sanggar

masyarakat

AGIL

terhadap upaya pelestarian wayang kulit

(Adaptation, Goal attainment, Integration,

yang dilakukan oleh sanggar terbagi

dan Latency) yang telah dijelaskan dalam

menjadi

penjelasan

pendidikan

masyarakat mendukung dengan adanya

nonformal di sanggar, sanggar sebagai

berbagai upaya yang dilakukan oleh

pusat inovasi di masyarakat, dan sanggar

sanggar terhadap pelestarian wayang kulit,

sebagai sarana pelestarian wayang kulit

karena

pada dasarnya saling berkaitan. Jika salah

menumbuhkan

satu dari skema ini tidak dijalankan, maka

berlangsung di Desa Kepuhsari, seperti

skema-skema yang lainnya akan sia-sia

mengajarkan anak-anak mengenai nilai-

untuk

sebuah

nilai karakter, memajukan perekonomian

sistem (tindakan) akan berlaku jika skema

Desa serta membuat nama Desa Kepuhsari

AGIL ini dijalankan karena skema AGIL

menjadi lebih dikenal oleh masyarakat

ini menjadi ciri dari seluruh sistem.

luas. Dalam hal ini sanggar telah menjadi

mengenai

dilakukan.

Maksudnya,

dua

dengan

sikap,

yaitu:

hal

itu

kegiatan

sebagian

akan

akan

positif

yang

satu sarana untuk pelestarian wayang kulit.
Sebagian

SIMPULAN
Berdasarkan

yang

tidak

penelitian

mendukung, karena beranggapan bahwa

tentang pendidikan berbasis kearifan lokal

apa yang dilakukan oleh sanggar-sanggar

melalui pelestarian wayang kulit di Desa

dan menjadikannya Desa Wisata Kampung

Kepuhsari,

Wayang

hanyalah

potensi

yang

Kabupaten

hasil

masyarakat

Kecamatan
Wonogiri,

kesimpulan sebagai

Manyaran,
dapat

berikut:

ditarik
pertama,

Kepuhsari.

untuk

dimiliki

menguasai
oleh

Desa

DAFTAR PUSTAKA
Amir, H. (1991). Nilai-nilai Etis dalam Wayang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Danim, S. (2010). Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Jazuli, M. (2011). Sosiologi Seni (Pengantar dan Model Studi Seni). Surakarta: Sebelas
Maret University.
Mahfud, C. (2011). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Ritzer, G. & Goodman, D.J. (2012). Teori Sosiologi Modern. Terj. Alimandan. Jakarta:
Kencana.
Rochgiyanti, dkk. (2014). Kearifan Lokal Orang Dayak Barakumpai di Lahan Basah.
Yogyakarta: Aynat Publishing Yogyakarta.
Simanjuntak, B.A (Ed). (2014). Korelasi Kebudayaan & Pendidikan. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Sudjana, D. (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI). _____. Ilmu & Aplikasi
Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung: PT. IMTIMA.
Tirtarahardja, U. & S.L La Sulo. (2015). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Luas

Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi Tahun 2002-2014
(http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1366) diakses pada hari Senin, 30
November 2015 pukul 18:05

Rencana
Strategis
2010-2014
Direktorat
Jenderal
Kebudayaan
(http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/) diakses pada hari Kamis, 22 Oktober 2015
pukul 13:37