MEMBANGUN SISTEM DISTRIBUSI DALAM PERSPE (2)

Penulis Muda

MEMBANGUN SISTEM DISTRIBUSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
(Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Konvensional)
Denny Iswanto
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat 15412 Tangerang Selatan
085648801244
[email protected]

Abstrak
Distribusi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi manusia dan menjadi penting untuk
dikaji dalam studi ilmu ekonomi. Karena permasalahan ekonomi terletak pada masalah
Distribusi barang dan jasa dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Krisis
ekonomi yang terjadi di berbagai negara-negara dunia menunjukkan bahwa sistem ekonomi
konvensional (sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis) tidak mampu
memberikan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Realitas di masyarakat
saat ini menunjukkan bahwa banyak ketidakadilan dan ketimpangan dalam distribusi barang
dan jasa yang menghasilkan kelangkaan, pendapatan tidak merata, kepemilikan faktor modal
yang berlebihan dan berdampak pada harga barang dan jasa di pasar. Sistem ekonomi yang

tujuannya untuk mensejahterakan rakyat, justru membuat ketimpangan diantara rakyat
semakin besar. Makalah ini meneliti, dan menganalisis berbagai masalah sistem distribusi
yang banyak terjadi dalam perekonomian di Indonesia, dan menawarkan sistem distribusi
dalam perspektif sistem Ekonomi Islam sebagai solusi untuk menciptakan keadilan dan
kemakmuran masyarakat Indonesia.
Kata Kunci: Keadilan Distributif, Sistem Ekonomi Islam, Sistim Ekonomi Konvensional

Abstract

The distribution is part of the economic activity and becomes important in the study area of
the economy. Due to economic problems lies in the issue of distribution of goods and services
in order to meet human needs. The economic crisis in various countries of the world shows
that the conventional economic system (capitalist economic system and socialist economic
system) is not able to provide solutions to resolve problems that occur. Reality in today's
society shows that a lot of injustice and inequality in the distribution of goods and services
that generate scarcity, unequal income, ownership and excessive capital factors affect the
price of goods and services in the market. Economic systems which aim for the welfare of the
people, it makes greater inequality among people. This paper examines and analyzes various
issues of ownership and distribution systems which are prevalent in the Indonesian economy,
and offers a distribution system in the perspective of the Islamic Economic system as a

solution to create justice and prosperity of the Indonesian people.
Keywords : Distributive Equity, Islamic Economic System, Conventional Economic System

1

Penulis Muda

1. PENDAHULUAN
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen maka
salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah memilih secara tepat saluran
distribusi. Fungsi dan peranan saluran distribusi adalah sebagai salah satu aspek kegiatan
pemasaran perusahaan yang berkaitan dengan produk, penetapan harga dan promosi (Aziz,
2008:88). Distribusi juga merupakan salah satu aktivitas perekonomian manusia, disamping
produksi dan konsumsi, sebagai upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial-ekonomi
masyarakat luas untuk menciptakan pemerataan pendapatan antar masyarakat.
Sebagai salah satu aktivitas perekonomian, distribusi menjadi bidang kajian terpenting
dalam perekonomian. Distribusi menjadi posisi penting dari teori mikro sebab pembahasan
dalam bidang distribusi ini tidak berkaitan dengan aspek ekonomi belaka tetapi juga aspek
sosial dan politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir Ekonomi Islam dan
konvensional sampai saat ini (Sudarsono, 2002:216).

Sistem Ekonomi yang seimbang seharusnya menuntun kepada manusia untuk
menyebarkan hartanya agar kekayaan tidak menumpuk pada segolongan kecil masyarakat
saja. Hal ini disebabkan karena masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara
berkembang dalam membangun ekonominya termasuk Indonesia adalah kesenjangan
ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Pendistribusian harta
yang tidak adil dan merata akan membuat orang yang kaya bertambah kaya dan yang miskin
semakin miskin.
Masalah distribusi pendapatan mengandung dua aspek. Aspek pertama adalah bagaimana
menaikkan tingkat kesejahteraan mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan,
sedang aspek kedua adalah pemerataan pendapatan secara menyeluruh dalam arti
mempersempit perbedaan tingkat pendapatan antar penduduk atau rumah tangga.
Keberhasilan mengatasi aspek yang pertama dapat dilihat dari penurunan persentase
penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sementara keberhasilan
memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh, adalah jika laju pertambahan
pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya.
Untuk mengukur suatu keadilan dan kemakmuran ekonomi maka alat analisis distribusi
pendapatan dan kekayaan mampu melihat masalah-masalah yang mendasar dalam kehidupan
masyarakat. Pendapatan adalah total penerimaan (uang dan bukan uang) seseorang atau suatu
rumah tangga selama periode tertentu, pendapatan merupakan konsep aliran (flow concept).

Dan kekayaan adalah nilai aset seseorang diukur pada satu waktu tertentu, kekayaan
merupakan konsep stok (stock concept). Pengertian aset disini adalah aset produktif dan tidak
produktif (Rahardja dan Manurung, 2010:294).
Pendapatan dianggap didistribusikan sempurna bila setiap individu mendapat bagian
yang sama dari output perekonomian. Distribusi pendapatan dianggap kurang adil jika
sebagian besar output nasional dikuasai oleh sebagian kecil penduduk. Tetapi distribusi
pendaptan menjadi sangat tidak adil bila bagian sangat besar output nasional dinikmati hanya
oleh segelintir kelompok masyarakat.
Untuk menganalisis distribusi pendapatan adalah membuat kurva yang disebut kurva
Lorenz. Dinamakan kurva Lorenz adalah karena yang memperkenalkan kurva tersebut adalah
Conrad Lorenz seorang ahli statistik dari Amerika Serikat. Pada tahun 1905 ia
menggambarkan hubungan antara kelompok-kelompok penduduk dan pangsa (share)
pendapatan mereka. Gambar 1.2 menunjukkan bagaimana cara membuat kurva Lorenz
tersebut. Jumlah pendapatan digambarkan pada sumbu horizontal, tidak dalam angka mutlak
tetapi dalam persentase kumulatif. Misalnya, titik 20 menunjukkan 20 persen penduduk
termiskin (paling rendah pendapatannya), dan pada titik 60 menunjukkan 60 persen penduduk
terbawah pendapatnnya, dan pada ujung sumbu horizontal merupakan jumlah 100 persen
2

Penulis Muda


penduduk yang dihitung pendapatannya. Sumbu vertikal menunjukkan pangsa pandapatan
yang diterima oleh masing-masing persentase jumlah penduduk. Jumlah ini juga kumulatif
sampai 100 persen, dengan demikian kedua sumbu itu sama panjangnya dan akhirnya
membentuk bujur sangkar. Sebuah garis diagonal kemudian digambarkan melalui titik origin
menuju sudut kanan atas dari bujur sangkar tersebut. Setiap titik pada garis diagonal tersebut
menunjukkan bahwa persentasae pendapatan yang diterima sama persis dengan persentase
penerima pendapatan tersebut. Sebagai contoh, titik tengah dari diagonal tersebut betul-betul
menunjukkan bahwa 50 persen pendapatan diterima oleh 50 persen jumlah penduduk.
Demikian juga titik 75 atau 25. Dengan kata lain, garis diagonal tersebut menunjukkan
distribusi pendapatan dalam keadaan kemerataan sempurna (perfect equality). Oleh karena itu
garis tersebut juga disebut sebagai garis kemerataan sempurna. Semakin jauh kurva Lorenz
tersebut dari garis diagonal (kemerataan sempurna), semakin tinggi derajat ketidakmerataan
yang ditunjukkan dan sebaliknya.

Gambar 1.3. Kurva Lorenz
Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan
dalam suatu negara biasa diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal
(kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh
bujur sangkar dimana terdapat kurva Lorenz tersebut adalah koefisien Gini. Koefisien Gini

ini merupakan ukuran ketidakmerataan agregat dan nilainya terletak antara 0 (kemerataan
sempurna) sampai 1 (ketidakmerataan sempurna). Koefisien Gini dari negara-negara yang
mengalami ketidakmerataan tinggi berkisar antara 0,50–0,70; ketidakmerataan sedang
berkisar antara 0,36 – 0,49; dan yang mengalami ketidakmerataan rendah berkisar antara
0,20-0,35.
Pada saat ini, realitas yang nampak dalam masyarakat adalah banyak terjadi
ketidakadilan, ketimpangan dan penyimpangan distribusi barang dan jasa yang
mengakibatkan kelangkaan, dan akhirnya berdampak pada kenaikan harga barang di pasaran.
Data yang ada menunjukkan, ketika pertumbuhan ekonomi meningkat di Indonesia, ternyata
ketimpangan pendapatan yang diukur dengan indeks Gini juga meningkat (lihat Gambar 1).
Ketimpangan antara si kaya dan si miskin cenderung kian lebar sebagaimana tercermin dari
rasio Gini yang meningkat dari 0,33 (2002) ke 0,41 (2011) saat pertumbuhan semakin
meningkat di Indonesia selama periode 2002-2011.

3

Penulis Muda

Sumber : BPS 2012
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan dan Indeks Gini 2002-2011

Menurut pengukuran gravitasi aktivitas ekonomi Indonesia masih cenderung
terkonsentrasi secara geografis ke kawasan barat Indonesia (KBI) atau dengan kata lain
terdapat disparitas antar provinsi. data BPS hingga triwulan IV 2012 menunjukkan, struktur
perekonomian Indonesia secara spasial masih didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa
yang memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 57,5 persen,
diikuti Pulau Sumatera sekitar 23,9 persen. Kawasan timur Indonesia (KTI) hanya kebagian
sisanya, sekitar 18,6 persen. Dengan kata lain, ketimpangan antarwilayah dan pulau terus
terjadi (Mudrajad Kuncoro, 2013).
Beberapa kasus seperti kelangkaan BBM (Bahan Bakar Minyak) di beberapa provinsi,
ternyata disinyalir sebagai akibat terjadinya penyimpangan distribusi. Akibat dari kenaikan
harga BBM bersubsidi jenis premium menjadi sebesar Rp6.500 per liter dan solar sebesar
Rp5.500 per liter yang berlaku efektif sejak bulan Juni 2013 oleh pemerintah banyak terjadi
penimbunan dan penyelewengan distribusi BBM untuk mempengaruhi harga pasar
(http://www.kabar24.com). Kelangkaan pupuk bersubsidi di Provinsi Lampung yang
merupakan salah satu titik rawan penyelewengan pupuk subsidi sehingga mengakibatkan
harga pupuk di pasaran naik juga akibat dari distributor pupuk bersubsidi yang berupaya
mempermainkan harga di pasaran untuk mendapatkan keuntungan berlipat
(http://ekonomi.kompasiana.com).
Realitas-realitas di atas menunjukkan bahwa masalah dan penyimpangan distribusi
pendapatan, bahan bakar minyak, dan pupuk berdampak pada langkanya barang-barang

produksi sehingga harga barang di pasaran melambung tinggi, jarak antara si kaya dan si
miskin juga semakin besar dan timpang sehingga membuat dampak sosial baru dan
menghambat pembangunan ekonomi serta fokus pembangunan yang masih tidak merata di
tiap-tiap daerah di Indonesia.
Dari uraian tersebut muncul sebuah kebutuhan untuk mengkaji lebih jauh mengenai
sistem distribusi yang adil dan membawa kemakmuran pada seluruh masyarakat di Indonesia
dengan membandingkan dan mengkritisi secara mendalam sistem distribusi yang telah
diterapkan oleh masyarakat saat ini. Sehingga akan didapatkan sistem distribusi baru yang
dapat menyelesaikan permasalahan ini dan membawa pada keadilan dan kemakmuran
masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Anita Rahmawaty (2010) berdasarkan atas fenomena
penyimpangan distribusi barang, baik minyak tanah, pupuk dan beras yang terjadi di
beberapa daerah di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi dan kebijakan
4

Penulis Muda

ekonomi yang diterapkan di Indonesia, yang masih didominasi oleh sistem ekonomi pasar
(kapitalis). pendistribusian dalam sistem ekonomi kapitalis ini ternyata menimbulkan
ketidakadilan dan ketimpangan pendapatan dalam masyarakat serta menciptakan kemiskinan

’permanen’ bagi masyarakat sebab sistem ini berimplikasi pada penumpukan harta kekayaan
pada sebagian kecil pihak saja. Sistem Ekonomi Islam menawarkan sistem penditribusian
ekonomi yang mengedepankan nilai kebebasan dalam bertindak dan berbuat dengan dilandasi
oleh ajaran agama serta nilai keadilan dalam kepemilikan yang disandarkan pada dua sendi,
yaitu kebebasan dan keadilan. Sistem distribusi ini menawarkan mekanisme dalam sistem
distribusi Ekonomi Islam, yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme non-ekonomi, dengan
melibatkan adanya peran pemerintah dalam aktivitas ekonomi produktif dan non-produktif,
sehingga dapat mewujudkan keadilan distribusi.
Zuhairan (2013) juga meneliti mengenai kegagalan sistim ekonomi kapitalis dalam
pembangunan ekonomi yang tidak dapat menyelesaikan ketimpangan distribusi dalam
masyarakat. Harta hanya berputar diantara orang-orang kaya dan kondisi tersebut
mengakibatkan segala sumber daya yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat luas,
hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Oleh karena itu distribusi harus dilakukan secara
berkeadilan, sehingga setiap masyarakat dapat mengakses berbagai sumber daya yang tanpa
ada halangan atau keterbatasan sama sekali. Untuk mewujudkan hal tersebut sitem Ekonomi
Islam membagi secara jelas mengenai kepemilikan sumber daya, yaitu Kepemilikan Individu,
Kepemilikan Publik, dan Kepemilikan Negara. Dengan konsep kepemilikan tersebut sumber
daya yang tersedia akan mudah didistribusikan oleh negara kepada masyarakat, karena negara
yang mengelola barang yang menjadi kebutuhan umum. Pembangunan ekonomi yang
dilakukan dengan distribusi yang berkeadilan (Distributive Equity) akan membawa

masyarakat menjadi lebih sejahtera.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dan batasan
penelitian yang akan diangkat dalam makalah ini adalah untuk menganalisis bagaimana
sistem distribusi ekonomi yang telah diterapkan di Indonesia dan bagaimana sistem distribusi
dalam Ekonomi Islam sebagai solusi menuju keadilan dan kesejahteraan masyarakat untuk
seluruh masyarakat di Indonesia.
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1.Jenis dan Pendekatan Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan kegiatan studi literatur yang mendalam,
yakni dengan menggunakan penulisan deskriptif dan data yang digunakan merupakan data
pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data-data deskriptif, yang
meliputi kata-kata tertulis atas objek penulisan yang sedang dilakukan yang didukung oleh
studi literatur berdasaran pengalaman kajian pustaka, baik berupa data penulisan maupun
angka yang dapat dipahami dengan baik.
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu
objek, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari
penulisan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki.

2.2.Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu sumber data
penulisan yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder
umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan.
Metode pengumpulan data yang digunakan didalam penulisan ini adalah dengan metode:
5

Penulis Muda

1. Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan jalan membaca literatur-literatur yang berkaitan dan
menunjang penulisan ini, berupa pustaka cetak maupun elektronik (data-data internet).
2. Dokumenter
Studi dokumentasi dilakukan dengan jalan membaca laporan-laporan penulisan
sebelumnya serta artikel yang diakses dari internet, buku maupun jurnal yang sesuai
dengan permasalahan.Pada metode ini penulis hanya memindahkan data yang relevan
dari suatu sumber atau dokumen yang diperlukan.
3. Intuitif Subjektif
Intuitif subjektif merupakan perlibatan pendapat penulis atas masalah yang sedang
dibahas.
2.3.Metode Analisis Data
Metode analisis data yang penulis gunakan adalah metode analisa deskriptif, yaitu data
yang diperoleh kemudian disusun, sehingga mempermudah pembahasan masalah-masalah
yang ada. Karena titik fokus penulisan ini adalah penulisan berbasis literatur (pustaka) dan
data sekunder serta data primer, maka data yang diumpulkan merupakan data kualitatif.
Proses analisis data yang dilakukan dalam penulisan ini terdiri dari:
1. Pengumpulan data (data collection)
2. Reduksi data (data reduction)
3. Penyajian data (data display)
4. Pemaparan dan penegasan kesimpulan (conclution drawing and verification)
3. Hasil dan Pembahasan
4. Kesimpulan dan Saran
2.4. Sifat dan Bentuk Makalah
Sifat dan bentuk makalah ini akan bersifat deskriptif dan analitis. Deskriptif karena
makalah ini akan menjelaskan sistem distribusi dalam perekonomian. Analitis karena
makalah ini menilai bagaimana dampak sistem distribusi tersebut dan kaitannya dengan
kesejahteraan ekonomi melalui perbandingan sistem ekonomi yang ada saat ini.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Pengaruh Ideologi, Isme dan Agama Terhadap Sistem Ekonomi
Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai sistem ekonomi yang ada maka akan lebih dulu
disinggung mengenai ideologi, isme dan agama. Hal sangat penting karena ketiga hal ini
memiliki pengaruh yang besar bagi pembentukan sebuah sistem ekonomi.
Selain deiartikan dengan faham, teori dan cara berfikir seseorang atau suatu golongan,
idelologi juga diartikan dengan kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapatan
yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup ekonomi. Sedangkan isme
diartikan dengan sistem kepercayaan berdasarkan politik, sosial ataupun ekonomi, dipakai
sebagai akhiran dan dapat dilambangkan pada setiap kata atau nama seperti kapitalisme,
sosialisme dan lain-lain.
Suatu ideologi, menurut Gregory Grossman dalam Suma (2008:137) adalah sekumpulan
ide, dianut oleh suatu kelompok sosial (misalnya bangsa atau kelas) yang (1) merupakan
suatu gambaran kenyataan sosial tertentu dan (2) membentuk nilai-nilai dan sasaran yang
ingin dicapai atau dipelihara. Ideologi timbul dalam suatu sejarah tertentu sebagai reaksi
terhadap keadaan dan kebutuhan tertentu dalam hubungan dengan sekumpulan ide yang lain.
Grossman juga menyatakan bahwa semua isme mendukung gerakan politik, ideologi, doktrin,
kebijaksanaan, sistem ekonomi dan sosial. Ideologi dan isme memiliki pengaruh besar bagi
pembentukan sebuah aliran atau sistem ekonomi.
Agama (Addin, Religion) yang dalam sistem kepercayaan dan keyakinan dalam
masyarakat memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan ideologi juga turut
6

Penulis Muda

mempengaruhi sistem ekonomi. Pengaruh agama terhadap ekonomi tidak terbatas pada halhal yang bersifat filosofis-normatif akan tetapi lebih dari itu hingga bersifak teknis
operasional.
Charles Mitchell dalam Suma (2008:139) menyatakan pengaruh Tuhan terhadap strategi
bisnis bisa jauh lebih besar dibanding dugaan. Dominasi filosofi religius dalam budaya
berdampak besar pada pendekatan seseorang dalam bisnis sekalipun orang tersebut bukan
pengikut suatu agama yang taat.
Pengaruh agama terhadap ekonomi itu sendiri ada yang bersifat positif dan terkadang ada
yang bersifat negatif. Pembagian masyarakat ke dalam sistem kasta yang ketat seperti
terdapat di dalam agama Hindu telah menjadi sebab terhambatnya laju pertumbuhan
perekonomian, begitu juga penguasaan atas hak tanah kepada golongan gereja Nasrani
sebelum revolusi kaum Protestan di bawah pimpinan Martin Luther telah menyebabkan juga
terhambatnya perkembangan ekonomi. Antony Reid dalam Suma (2008:141) mengatakan
diantara semua agama besar di dunia, agama Islam yang paling serasi dengan dunia
perdagangan, dunia kerja dan pekerjaan hal ini dinyatakan dengan adanya bukti-bukti dari
AlQuran maupun Hadis dalam proses perekonomian.
Berikut adalah gambar yang menunjukkan bagaimana pengaruh ideologi, isme dan
agama terhadap suatu sistem ekonomi dan menghasilkan ilmu ekonomi sampai tataran teknis.
Sistem Ekonomi

Ideologi, Isme dan
Agama yang dianut/
dijadikan landasan

Membentuk
Masyarakat
Ekonomi

Didukung Ilmu
Matematika dan Statistika
Dikaji Secara
Ilmiah

Menghasilkan Teori
Ekonomi

Keteraturan Perilaku
Ekonomi
Disusun Secara
Sistematis

Ilmu Ekonomi
Menerangkan Mengapa dan
Bagaimana Peristiwa
Perekonomian Terjadi
Meramalkan dan
Memecahkan Problem
Ekonomi

Sumber: Triono (2011:32), dimodifikasi
Gambar 3.1.Pengaruh Ideologi, Isme dan Agama terhadap Suatu Sistem Ekonomi
dan Menghasilkan Ilmu Ekonomi
7

Penulis Muda

3.2.Sistem Ekonomi : Kapitalisme, Sosialisme dan Islam
Sistem ekonomi adalah suatu hasil dari pemikiran ekonomi yang memeiliki teori tertentu
tentang ekonomi dan oleh akademisi dan pelaksana berusaha untuk menjalankan atau
mempraktekkan teori ekonomi yang telah difahaminya tersebut.
Dunia selalu berubah dan sistem ekonomipun mengalami pergeseran dan bahkan
pergantian. Secara garis besar para ahli ilmu ekonomi membedakan sistem ekonomi ke dalam
tiga aliran yaitu, sistem Ekonomi Kapitalis, sistem Ekonomi Sosialis, dan sistem Ekonomi
Islam. Masing-masing sistem ini mempunyai ciri tersendiri dan saling membedakan antara
satu dengan yang lain.
3.2.1. Sistem Ekonomi Kapitalis
Dasar filosofis pemikiran ekonomi kapitalis bersumber dari karya monumental Adam
Smith pada tahun 1776 dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes
of the Wealth of Nations yang merumuskan bahwa alam semesta berjalan serba teratur, sistem
ekonomi-pun akan mampu memulihkan dirinya sendiri (self adjustment) karena ada kekuatan
pengatur yang disebut sebagai invisible hands (tangan gaib) (Jusmaliani, dkk, 2005: 38).
Dalam bahasa sederhana, invisible hands tersebut adalah mekanisme pasar, yaitu mekanisme
alokasi sumber daya ekonomi berlandaskan interaksi kekuatan permintaan dan penawaran.
Pendukung doktrin ekonomi pasar bebas atau dikenal dengan istilah ”Laissez-faire”.
”Laissez-faire” adalah sebuah frase bahasa Perancis yang berarti "biarkan terjadi". Istilah ini
berasal dari diksi Perancis yang digunakan pertama kali oleh para psiokrat di abad ke-18
sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan (Chapra,
2001: 22). Pandangan ini berpendapat bahwa pemanfaatan terhadap sumber-sumber ekonomi
yang terbatas akan mencapai tingkat efisiensi yang tinggi, dan pada gilirannya akan
mendorong tercapainya pemerataan dan kesejahteraan bersama apabila pemerintah tidak
campur tangan secara langsung dalam perekonomian (Jusmaliani, dkk, 2005: 34). Dalam
pandangan ”laissezfaire”, kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk
menstabilkan distribusi kekayaan atau untuk menjadikan sebuah negara makmur untuk
melindungi rakyatnya dari kemiskinan, melainkan masalah ekonomi hendaknya sepenuhnya
diserahkan pada mekanisme pasar.
Landasan atau sistem nilai (value based) yang membentuk kapitalisme adalah paham
materialisme-hedonisme dan sekulerisme. Paham materialisme-hedonisme cenderung
berpandangan parsial tentang kehidupan dengan anggapan bahwa materi adalah segalanya.
Paham materialisme ini telah membawa orientasi hidup kebanyakan manusia lebih kepada
kekayaan, kesenangan, dan kenikmatan fisik semata sehingga mengabaikan dimensi spiritual.
Sedangkan paham sekulerisme berusaha memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan,
bahkan cenderung mengabaikan dimensi normatif atau moral. Implikasi selanjutnya, paham
ini menempatkan manusia sebagai pusat dari segala hal kehidupan (antrophosentris) yaitu
manusialah yang berhak menentukan kehidupannya sendiri (Anto, 2003: 358-359).
Pandangan ini menganggap bahwa segala aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang
ekonomi, tidaklah diambil dari agama, tetapi sepenuhnya diserahkan kepada manusia dan
seluruh alat untuk memenuhi kebutuhan manusia baik melalui kegiatan produksi, konsumsi,
dan distribusi adalah merupakan alat pemuas yang bersifat materi.
3.2.2. Sistem Ekonomi Sosialis
Sistem ekonomi sosialis merupakan bentuk resistensi dari sistem ekonomi kapitalis yang
dituding sebagai penyebab tidak tercapainya kesejahteraan yang merata. Ia adalah kebalikan
dari sistem ekonomi kapitalis yang sepenuhnya menyerahkan siklus ekonomi pada
mekanisme pasar yang berkembang. Sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis, Pemerintah
mempunyai andil besar dalam mengatur roda perekonomian di sebuah negara. Mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, sampai pengawasan terhadap rantai perekonomian masyarakat.

8

Penulis Muda

Pandangan sosialis mulai nampak pada abad ke sembilan belas, pada saat masyarakat
berusaha memerangi pandangan-pandangan ekonomi kapitalis. Munculnya sosialisme adalah
akibat kedzaliman yang diderita masyarakat karena sistem ekonomi kapitalis serta beberapa
kekeliruan yang terjadi di dalamnya. Karl Marx adalah tokoh yang menawarkan konsep
sistem ekonomi sosialis. Sistem masyarakat yang ada pada masa Karl Marx, sebenarnya
merupakan akibat dari kondisi ekonomi, dimana perubahan-perubahan yang dialami sistem
tersebut semata-mata bisa dikembalikan kepada satu sebab, yaitu perjuangan kelas ( class
struggle) dalam rangka memperbaiki kondisi kelas tersebut secara materi. Sejarah telah
menceritakan kepada kita, bahwa perjuangan ini ketika itu selalu berakhir dengan satu
bentuk, yaitu menangnya kelas yang lebih dominan jumlahnya dan lebih jelek kondisinya
atas kelas orang-orang kaya dan kelas yang jumlahnya lebih sedikit. Inilah yang kemudian
disebut dengan hukum Dialektika Sosial. Dimana, hukum ini masih bisa berlaku untuk masamasa mendatang, sebagaimana hukum ini sebelumnya pernah terjadi.
Ekonomi sosialis memiliki beberapa prinsip dasar. Diantaranya adalah otoritas suatu
negara untuk menguasai semua aset masyarakat. Di sini regulasi seputar ekonomi serta
kepemilikan harta dilakukan oleh pemerintah. Prinsip lain adalah keseteraan ekonomi.
Maksudnya, masyarakat tidak bekerja untuk pribadi, mereka hanyalah pegawai pemerintah
yang gajinya berasal dari keringat mereka sendiri. Prinsip lainnya adalah tentang disiplin
politik. Di negara yang menganut sistem ekonomi sosialis, parlemen sebagai lembaga yang
berhak membuat konstitusi dan regulasi dikuasai oleh kaum proletarian atau kaum buruh.
Mereka ditempatkan oleh partai-partai guna membuat regulasi yang cenderung berpihak pada
kaum buruh sebagai representasi kaum sosialis.
Istilah sosialisme mengacu pada sistem ekonomi yang menuntut perencanaan sentral
(pusat) dimana pemerintah memiliki kontrol langsung dan seutuhnya atas produksi yang
didasarkan atas keingingan rakyat tanpa memandang harga atau permintaan produk secara
individual. Kepemilikan pribadi juga ditekan bahkan dinyatakan tidak sah. Paham sosialisme
ini juga berpandangan sekulerisme dan materialisme-komunisme. Paham ini lebih
memusatkan pada aturan oleh manusia dan meniadakan aturan agama karena pada dasarnya
paham komunis adalah paham yang tidak mengakui adanya agama. Dimensi moral juga tidak
menjadi titik tekan karena semua dipusatkan pada pemenuhan kebutuhan rakyat kecil.
3.2.3. Sistem Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian
integral dari agama Islam. Berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional, ilmu Ekonomi Islam
adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengelola sumber
daya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai AlQur’an dan AsSunnah (P3EI UII dan BI, 2008: 19).
Tidak sama dengan ekonomi kapitalis yang lebih mementingkan hak-hak individu
dengan mengorbankan hak-hak masyarakat umum dan berlainan dengan ekonomi sosialis
apalagi komunis yang mementingkan kepentingan kolektif dengan mematikan hak-hak
individu, Ekonomi Islam dengan asas keadilan dan asas pemerataan kesejahteraaan ekonomi
yang diajarkannya tampak mempertahankan keseimbangan antara hak-hak ekonomi individu
di satu pihak dan sekaligus melindungi hak-hak sosial ekonomi masyarakat. Dengan kata
lain, Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi konvensional tidak hanya dalam aspek cara
penyelesaian masalah, namun juga dalam aspek cara memandang dan manganalisis terhadap
masalah ekonomi (P3EI UII dan BI, 2008: 19).
Bagi sistem Ekonomi Islam agama merupakan rujukan utama untuk menjalani
kehidupan. Berbagai aktivitas kehidupan manusia tidak akan pernah terlepas dari peran
agama. Oleh karena itu, aktivitas ekonomipun diatur oleh agama sehingga akan benar-benar
membawa kesejahteraan bagi kehidupan ummat manusia di muka bumi ini. menurut
Muhammad Rawas Qal’ah-ji dalam bukunya Mabahits al-iqtishad al-islami min Ushulih al9

Penulis Muda

Fiqhiyyah, ada tiga sasaran yang ingin diwujudkan oleh sistem Ekonomi Islam yakni, (1)
merealisasikan pertumbuhan ekonomi; (2) mewujudkan kesejahteraan manusia; dan (3)
mengurangi perbedaan pendapatan dan pemerataan kekayaan (Suma, 2008:147).
Pencapaian pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan dua cara yakni dengan
memperbesar permodalan untuk kepentingan produksi dengan melakukan pembiayaan pada
sektor riil dan dengan cara mendayagunakan semua faktor produksi yang tersedia.
Pengembangan modal pada sektor riil ini bisa dilakukan dengan tiga macam industri yakni,
industri yang bergerak pada bidang pertambangan dan pertanian, industri pengolahan yang
membawa nilai tambah dan industri pelayanan jasa.

Merealisasikan
Pertumbuhan Ekonomi

Memperbesar Pertumbuhan Modal

Bertumpu pada sektor Riil




Target
Ekonomi
Islam

Industri Pertambangan
dan Perrtanian
Industri Pengolahan
Industri Pelayanan Jasa

Memenuhi Kebutuhan Fisik minimum
Mewujudkan Kesejahteraan
Masyarakat

Memenuhi Kebutuhan Kerohanian

Mengurangi Perbedaan
Pendapatan dan Pemerataan
Kekayaan

Sumber : Qal’ah-ji dalam Suma (2008:149)
Gambar 3.2. Tiga Sasaran Ekonomi Islam dan Upaya Pencapaiannya
3.2.4. Analisis Perbandingan
Dari definisi sistem ekonomi mengenai sistem ekonomi konvensional (sistem ekonomi
kapitalis dan sistem ekonomi sosialis) dan sistem Ekonomi Islam tampak jelas banyak
perbedaan yang cukup signifikan dan mendasar. Perbedaan yang mendasar terdapat pada
makna, filosofi, spirit, sumber dan tata nilai yang terkandung dalam sistem ekonomi itu
sendiri. Bila sistem ekonomi konvensional mengandalkan sumber hukum dan etika
ekonominya dari pengalaman dan rekayasa kebudayaan dan pemikiran manusia maka bagi
sistem Ekonomi Islam sumber utama hukum dan etika ekonominya adalah berdasarkan atas
ajaran Tuhan yang ada pada AlQur’an dan As-Sunnah.
Dalam ilmu Ekonomi Islam individu juga harus memperhitungkan perintah Kitab suci
AlQur’an dan Sunnah dalam melaksanakan aktivitasnya. Dalam Ekonomi Islam
kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan
sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya tidak seorangpun lebih
baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk di dalam kerangka AlQuran dan Sunnah.
10

Penulis Muda

Menurut Mannan dalam Suma (2008:153) seluruh lingkaran aktivitas ekonomi (islam dan
konvensional) dapat dijelaskan dengan bantuan gambar dibawah ini :

Ilmu Ekonomi Islam

Ilmu Ekonomi Konvensional

Manusia (sosial dan Religius)

Manusia (sosial)

Kebutuhan

Kekurangan Sarana

Kebutuhan tidak terbatas

Kekurangan Sarana

Masalah Ekonomi

Masalah Ekonomi

Pilihan Alternatif (berdasarkan
nilai Islam)

Pilihan Alternatif Berdasarkan
kepentingan individu)

Pertukaran terpadu dan
trasnfer yang dituntun oleh
etika Islam dan Berasas
keadilan

Pertukaran dituntun oleh
kekuatan pasar

Sumber : Manan dalam Suma (2008:153)
Gambar 3.3. Aktivitas Ekonomi Islam dan Konvensional
Dalam ilmu Ekonomi Islam kita tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga
manusia dengan bakat religius. Permasalahan ekonomi muncul karena ada kebutuhan dan
kurangnya prasarana tetapi perbedaan timbul pada pilihan karena Ekonomi Islam
dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam sedangkan Ekonomi Konvensional berdasar atas
kepentingan individu. Hal ini akan membawa kesejahteraan ekonomi yang menyeluruh.
Prof. Mubyarto dalam Suma (2008:155) menuliskan bahwa perbedaan paling mendasar
sistem Ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Konvensional terletak pada hal etika dan
perilaku ekonomi. Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral
khususnya pada perilaku ekonomi yang bersumber dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak
ajaran dalam ekonomi barat merujuk pada kitab injil (Bible) dan etika ekonomi Yahudi
banyak menunjuk pada Taurat. Begitu pula dengan etika Ekonomi Islam yang termuat dalam
lebih dari seperlima ayat-ayat yang dimuat dalam AlQur’an. Sistem Ekonomi Islam meskipun
mengakui motif laba tetapi mengikat motif itu pada syarat-syarat moral, sosial dan
temperance (pembatasan diri). Perbedaan ketiga sistem ini dapat diringkas :

11

Penulis Muda

Ciri-Ciri Utama Sistem
Ekonomi

Kapitalis
1. Nilai Ekonomi Berasal
dari Individu
2. Individualisme
3.Kemajuan Material
4. Kebebasan Politik
5. Duniawi
6. Semata - mata Upah

Sosialis
1. Nilai Ekonomi Berasal
dari Negara
2. Kolektivisme
3.Kemajuan Material
4. Politik serba Negara
5. Duniawi
6. Semata - mata Upah

Islam
1. Nilai Ekonomi Berasal
dari KeTuhanan
2. Kesatuan
3. Keseimbangan
4. Kemerdekaan
5. Tanggung Jawab
6. Keuntungan Dunia dan
Akhirat
7. Mendambakan Pahala

Gambar 3.4. Ciri-ciri Utama Sistem Ekonomi
3.3.Kritik terhadap Distribusi dalam Sistem Ekonomi Konvensional di Indonesia
Sistem distribusi ekonomi di Indonesia masih mengandung beberapa permasalahan. Hal
ini disebabkan dominasi sistem ekonomi konvensional yang lebih cenderung ke sistem
ekonomi kapitalis yang banyak memiliki kelemahan, diantaranya ketidakmerataan dan
ketimpangan sosial, timbul ketidakselarasan, maksimasi profit, materialistis, krisis moral dan
mengesampingkan kesejahteraan (Sudarsono, 2002: 84-86). Kecenderungan ekonomi
kapitalis sebagaimana dikemukakan di atas menyebabkan keadilan sebagai tujuan ekonomi
tidak mungkin dapat dicapai.
Perekonomian hanya difokuskan pada kebutuhan masyarakat secara makro dengan cara
menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income), sebab
dengan banyaknya pendapatan nasional maka seketika itu terjadilah pendistribusian
pendapatan (landasan teori Trickle down effect). Asas distribusi yang diterapkan oleh sistem
ekonomi pasar (kapitalis) ini pada akhirnya berdampak pada realita bahwa yang menjadi
penguasa sebenarnya adalah para kapitalis (pemilik modal dan konglomerat). Kepemilikan
faktor-faktor produksi tidak dibatasi bahkan individu boleh menguasai sebanyak-banyaknya,
dan perilaku ini diakui oleh negara sebagai kepemilikan mutlak individu. Setiap individu
yang mampu melakukan produksi terhadap seluruh sumber daya, maka dia berhak untuk
memiliki. Pemerintah juga tidak terlalu banyak mengintervensi dan membuat aturan yang
mendukung rakyat karena semuanya diserahkan pada pasar dan berfokus pada tingkat
pertumbuhan ekonomi saja walaupun hanya sebagian kecil masyarakat saja yang berperan
pada pertumbuhan ekonomi itu.
Dalam sistem ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara
menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional (national income) adalah
teori yang tidak dapat dibenarkan dan bahkan kemiskinan menjadi salah satu produk dari
sistem ekonomi kapitalistik yang melahirkan pola distribusi kekayaan secara tidak adil. Fakta
menunjukkan bahwa bukan karena tidak ada kue ekonomi yang membuat rakyat menderita
melainkan buruknya distribusi kue ekonomi yang tidak merata. Akhirnya, masyarakat miskin
akan terpinggirkan dan semakin miskin. Kemiskinan dianggap sebagai konsekwensi logis dan
alamiah dari sebuah persaingan.
12

Penulis Muda

Kritik konstruktif di atas menghantarkan kita kepada pemikiran untuk membangun
sistem distribusi perspektif ekonomi Islam yang diharapkan akan mampu mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
3.4.Sistem Distribusi dalam Ekonomi Islam : Solusi Menuju Keadilan Distribusi
Ekonomi Islam mempelajari perilaku individu yang dituntun oleh ajaran Islam, mulai
dari penentuan tujuan hidup, cara memandang dan menganalisis masalah ekonomi, serta
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang harus dipegang untuk mencapai tujuan tersebut. Sistem
Ekonomi Islam berakar pada hukum Islam yang bersumber dari AlQur’an dan As-Sunnnah.
Berikut gambar yang akan menjelaskan dasar Agama Islam yang mempengaruhi sistem
Ekonomi Islam hingga menjadikan ilmu Ekonomi Islam untuk memecahkan masalah
ekonomi.
Al Qur’an
As Sunnah
Istinbathul Ahkam

Pandangan Ekonomi
Islam

Didukung Ilmu
Matematika dan Statistika
Dikaji Secara Ilmiah

Teori Ekonomi Islam

Sistem Ekonomi Islam
Disusun Secara
Sistematis
Tatanan Masyarakat
Ekonomi Islam

Ilmu Ekonomi Islam
Jika Muncul Masalah
Ekonomi

Dikaji Faktanya

Masalah Ekonomi
Diselesaikan

Sumber: Triono (2011:98)
Gambar 3.5. Agama Islam yang Mempengaruhi Sistem Ekonomi Islam sehingga
Menjadikan Ilmu Ekonomi Islam
Pembahasan mengenai distribusi tidak akan lepas dari pembahasan mengenai konsep
moral konomi yang dianut dan juga tidak lepas dari model instrumen yang diterapkan
individu maupun negara dalam menentukan sumber-sumber maupun cara- cara
pendistribusian pendapatannya. Konsep moral tersebut harus dipahami untuk tujuan menjaga
persamaan ataupun mengikis kesenjagangan antara si kaya dan si miskin. Idealisme prinsipprinsip ekonomi harus disepakati dalam koridor pencapaian standar hidup secara umum.
13

Penulis Muda

Islam dengan tegas menggariskan kepada pemerintah untuk meminimalkan kesenjangan
dan ketidakseimbangan distribusi. Pajak ditetapkan atas kekayaan seseorang untuk membantu
yang miskin dan membentuk dari sistem perpajakan ini berkaitan dengan zakat, dengan
demikian tidak akan ada ruang bagi muslim untuk melakukan tindakan berlebihan dalam
upaya melancarkan proses distribusi pendapatan. Perintah untuk mendistribusikan
pendapatan ini tercermin dalam Firman Allah SWT

Apa saja harta rampasan (fay’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari
penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan hanya beredar
di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian,
terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS al-Hasyr ayat 7).
Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral spiritual dalam pemeliharaan keadilan
sosial pada setiap aktivitas ekonomi karena ketidakseimbangan distribusi kekayaan adalah hal
yang mendasari hampir semua konflik individu maupun sosial. Upaya pencapaian manusia
akan kebahagiaan, membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang dapat
menyudahi kesengsaraan di dunia, hal ini bisa dicapai dengan disiplin dan yakin pada prinsip
moral serta menjadikan konsep moral sebagai faktor endogen dalam perekonomian untuk
dapat mengalahkan kepentingan pribadi.
Masalah utama di bidang ekonomi dalam Ekonomi Islam terletak pada pendistribusian
sumber daya yang ada. Dalam Islam menyadari bahwa pengakuan akan kepemilikan adalah
hal yang sangat penting, setiap hasil usaha ekonomi seorang muslim dapat menjadi hak
miliknya, karena hal inilah yang menjadi motivasi dasar atas setiap aktivitas produksi dan
pembangunan untuk terus berkompetisi dengan yang lain dalam menggapai kepemilikan.
Namun islam mengarahkan kepemilikan dengan prinsip moral sehingga dapat selalu
menjamin keseimbangan dan tidak berlebihan yang nantinya akan mengarahkan pada
materialisme. Konsep kepemilikan dalam pespektif islam memasukkan muatan nilai moral
etika sebagai faktor endogen dan konsep etika tersebut berkaitan dengan hukum Allah SWT
karena sebagai pemilik hakiki dan absolut sebagaimana dalam firmanNya.

Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha perkasa atas segala sesuatu
(QS Ali Imran ayat 189)
Terdapat tiga jenis kepemilikan sumber daya dalam Islam yakni Kepemilikan Individu,
Kepemilikan Publik, dan Kepemilikan Negara. Pemilikan individu dapat didefinisikan
sebagai hokum syari’at yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan
bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil
kompensasi dari barang tersebut. Sumber daya dapat dikatakan menjadi milik individu harus
disertai alasan-alasan yang kuat yang menyebabkannya. Sebab kepemilikan individu
mensyaratkan manusia yang hendak memiliki sumber daya tidak menggunakan sumber daya
yang dimiliki sebelumnya untuk memperolehnya (Triono, 2011:319). Sebab-sebab
kepemilikan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
14

Penulis Muda

Tabel 3.1. Sebab-Sebab Kepemilikan Dalam Sistem Ekonomi Islam
Sebab-Sebab Kepemilikan
• Bekerja (Menghidupkan Tanah Mati, Menggali Kandungan Bumi, Berburu,
Samsarah (Makelar), Mudharabah, Musaqat, Ijaratul Ajir
• Waris
• Kebutuhan Untuk Menyambung Hidup
• Pemberian Dari Negara
• Diperoleh Tanpa Adanya Kompensasi Tenaga dan Harta
Sumber : Triono (2011:319)
Kepemilikan umum adalah izin dari Asy-Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat
untuk sama-sama memanfaatkan sumber daya. Benda-benda yang termasuk dalam kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang
diperuntukkan bagi suatu komunitas dan melarang dikuasai oleh individu, sehingga
pengelolaannya secara penuh harus dilakukan oleh negara. Berdasarkan tabel dibawah ini
maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan umum menurut An Nabhani (1996:300) dibagi
kedalam tiga jenis, yaitu Barang yang menjadi kebutuhan umum, Barang tambang dalam
jumlah besar, Barang yang tidak mungkin dimiliki individu.
Tabel 3.2. Kepemilikan Publik Dalam Sistem Ekonomi Islam
Barang Kebutuhan
Barang Tambang Jumlah
Barang Tidak Mungkin
Umum
Besar
Dimiliki Individu
• Sumber Daya Air
• Tambang Emas
• Jalan
• Sumber Daya
• Tambang Perak
• Jembatan
Hutan, Padang
• Tambang Tembaga
• Sungai
Rumput
• Tambang Nikel
• Danau
• Sumber Daya
• Tambang Bijih Besi
• Gunung
Energi
• Tambang Timah
• Bukit
Sumber : An Nabhani (1996:300)
Kepemilikan negara merupakan suatu sumber daya yang tidak termasuk kategori milik
umum melainkan milik pribadi, namun barang-barang tersebut terkait dengan hak negara
secara umum. Pengelolaan sepenuhnya menjadi wewenang kepala negara, yaitu menurut
pandangan dan ijtihad (Triono, 2011:339).
Tabel 3.3. Kepemilikan Negara Dalam Sistem Ekonomi Islam
Kepemilikan Negara








Jizyah
Kharaj
Ghanimah
Fa'i
'Usyur
Harta Tanpa Ahli Waris
Berbagai Lahan dan Bangunan Milik Negara

Sumber : Triono (2011:339)
15

Penulis Muda

Dengan demikian, sistem distribusi dalam pandangan Ekonomi Islam harus didasarkan
pada prinsip-prinsip dasar Ekonomi Islam, diantaranya adalah kebebasan individu, adanya
jaminan sosial, larangan menumpuk harta dan distribusi kekayaan yang adil.
Pemerintah berperan secara aktif dalam sistem distribusi ekonomi di dalam mekanisme
pasar Islami yang bukan hanya bersifat temporer dan minor, tetapi pemerintah mengambil
peran yang besar dan penting. Pemerintah bukan hanya bertindak sebagai 'wasit' atas
permainan pasar tetapi berperan aktif bersama-sama pelaku-pelaku pasar yang lain.
Pemerintah akan bertindak sebagai perencana, pengawas, produsen sekaligus konsumen bagi
aktivitas pasar (P3EI UII dan BI, 2008:83).
Berkaitan dengan hal tersebut maka Islam menawarkan instrumen yang sangat beragam
untuk optimalisasi proses distribusi pendapatan. Dari konsep yang ditawarkan ada yang
menuntut bantuan otoritas dari pemerintah ada pula yang memang sangat bergantung pada
personal (rumah tangga) maupun masyarakat.
Pemerintah berperan dalam mekanisme ekonomi, yang secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu pertama, peran yang berkaitan dengan
implementasi nilai dan moral Islam; kedua, peran yang berkaitan dengan teknis operasional
mekanisme pasar; dan ketiga, peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar (P3EI UII dan
BI, 2008:84).
Dalam pengelolaan sumber daya alam yang tersedia pemerintah harus mampu
mendistribusikan secara baik atas pemanfaatan lahan dan industri artinya kesempatan tidak
hanya diberikan kepada sekelompok orang untuk menjalankan proses produksi. Kebijakan
distribusi menganut kesamaan dalam kesempatan kerja, pemanfaatan lahan-lahan yang
menjadi sektor publik, pembelaan kepentingan ekonomi untuk kelompok miskin, menjaga
keseimbangan sosial dan investasi yang adil dan merata berdsasarkan geografis, area, sektor
dan perkotaan dan pedesaan serta lapangan pekerjaan (Mohzer Kahf, 1991 dalam Nasution
2007:148).
Ajaran Islam memberikan otoritas kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan
penggunaan lahan untuk kepentingan negara dan publik, distribusi tanah kepada sektor
swasta, penarikan pajak dan subsidi yang dikembalikan kepada aturan syariah untuk
memenuhi kepentingan publik dan pembebasan ketimpangan. Penguasaan pengelolahan
publik oleh pihak swasta diarahkan untuk tidak merusak kepentingan banyak pihak karena
barang publik (barang kebutuhan Umum dan barang tambang) harus sepenuhnya di kuasai
oleh Negara untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kalaupun untuk kepentingan maslahat
tertentu seperti adanya peran tekhnologi sehingga lahan tidak dapat sepenuhnya digarap oleh
sektor publik maka kebijakan pemerintah harus menetapkan tarif zakat yang tinggi sebesar 20
persen karena menghindari penguasaan lahan oleh sekelompok atau individu. Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW bersabda:

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api, dan harganya haram”
(HR. Imam Ibnu Majah)
Rasulullah sudah sangat jelas mengatakan bahwa seluruh barang yang termasuk dalam
ketiga jenis tersebut (barang-barang publik) dan juga yang menjadi turunannya jika ada
harganya, maka haram hukumnya.
Pada mekanisme pasar dalam Ekonomi Islam, mekanisme pasar menekan seminimal
mungkin peranan pemerintah dan hanya boleh masuk sebagai pelaku pasar (intervensi) jika
pasar tidak dalam keadaan sempurna, yang berarti ada kondisi yang menghalangi terjadinya
kompetisi secara fair dan terjadi distribusi yang tidak normal dengan kata lain pemerintah
mengupayakan agar tidak terjadi market failure. Kepentingan negara dalam pendistribusian
pendapatan di pasar adalah bagaimana pemerintah dapat menjamin pendapatan (barang dan
16

Penulis Muda

jasa) seluruh bangsanya (muslim secara khusus dan nonmuslim secara umum) diatas
kemampuan materi limit of pittance (Nisab) dengan indikator yang mengacu kepada
kepentingan (maslahat) dari maqashid syariah.
Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga akan sangat terkait dengan
mekanisme non ekonomi yakni mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi produktif
melainkan melalui aktivitas non-produktif, seperti pemberian hibah, shodaqoh, zakat dan
warisan. Dalam konsep distribusi pendapatan ini yang menjadi tekanan adalah adanya hak
Allah dan RasulNya serta hak umat muslim yang lain dari pendapatan seorang muslim. Hal
ini juga diarahkan sebagai bentuk dari jaminan sosial seorang muslim dengan keluarga dan
orang lain sehingga menjamin adanya minimalisasi ketidak setaraan pendapatan dan keadilan
sosial. Berikut model distribusi pendapatan dengan memaksimalkan aktivitas non ekonomi.
Perencanaan Pendistribusian

Hibah, Shodaqoh, zakat
dan warisan oleh
Masyarakat

Bait al Maal
(Masyarakat)

Hibah, Shodaqoh, zakat
dan warisan oleh
Perorangan










Fakir
Miskin
Amil
Muallaf
Budak
Penghutang
Sabilillah
Ibnu Sabil

Gambar 3.6. Model Pendistribusian Pendapatan dari Rumah Tangga
Dengan adanya pendistribusian harta dengan mekanisme non-ekonomi melalui aktivitas
pemberian zakat, infaq, hibah, wakaf dan shadaqoh, maka diharapkan akan dapat
menjembatani kesenjangan distribusi pendapatan. Hal ini juga sangat dianjurkan oleh Allah
SWT dalam firmanNya dan Allah SWT juga sangat menyukai orang-orang yang
menafkahkan hartanya.

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS Ali Imran ayat 134)
4. SIMPULAN
Konsep distribusi dalam sistem Ekonomi Konvensional ini ternyata menimbulkan
ketidakadilan dan ketimpangan pendapatan dalam masyarakat. Permasalahan yang utama
adalah diabaikannya peran moral dan agama dalam sistem ekonomi untuk turut
mensejahterahkan masyarakat. Sistem ekonomi Islam menawarkan sistem pendistribusian
ekonomi yang mengedepankan nilai kebebasan individu, adanya jaminan sosial, larangan
menumpuk harta dan distribusi kekayaan yang adil dengan dilandasi dengan batasan moral
dan etika. Sistem distribusi dalam ekonomi Islam, menawarkan mekanisme ekonomi dan
17

Penulis Muda

mekanisme non-ekonomi, dengan melibatkan adanya peran pemerintah dalam aktivitas
ekonomi produktif dan peran masyarakat dalam aktivitas ekonomi non-produktif, sehingga
dapat mewujudkan keadilan distribusi. Sehingga pemerintah Indonesia harus menerapkan
sistem distribusi dalam perspektif Ekonomi Islam ini mengingat kegagalan sistim distribusi
Ekonomi Konvensional yang berujung pada kenaikan indeks Gini Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Anita Rahmawati. 2010. Membangun Sistem Distribusi Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal
Ekonomi Islam.
An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam.
Risalah Gusti, Surabaya.
Anto, Hendrie, 2003. Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Ekonisia. Yogyakarta.
Aziz, Abdul. 2008. Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Chapra, M. Umer, 2001. Masa Depan Ilmu Ekonomi Islam: Sebuah Tinjauan Islam, Gema
Insani Press. Jakarta.
Jusmaliani, dkk. 2005. Kebijakan Ekonomi dalam Islam, Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Karim, Adiwarman, 2002. Ekonomi Mikro Islami, IIT Indonesia, Jakarta.
Kompasiana. 2013. Lemahnya Pengawasan Distribusi, Timbul Penyelewengan Pupuk
Subsidi. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/09/12/lemahnya-pengawasandistribusi-timbu