Respon Mahasiswa FISIP USU Terhadap Konflik KPK-Polri pada Tahun 2015
ABSTRAKSI
Fenomena konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik
Indonesia menarik perhatian tidak hanya masyarakat tetapi juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan. Konflik serupa telah beberapa kali terjadi
dan memberikan pengaruh yang kurang baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan serta
membuat malu bangsa Indonesia di dunia internasional. Kenyataan ini menarik untuk diangkat
dalam suatu penelitian dalam rangka penulisan skripsi. Adapun masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana mahasiswa merespon konflik yang terjadi antara Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia. Penelitian yang bersifat kualitatif dan
dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ini menghimpun
data melalui wawancara mendalam dengan 10 orang mahasiswa. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa konflik kedua instansi tersebut terjadi dikarenakan masing-masing pihak
bersikukuh dan memegang dasar argumentasinya sendiri dalam menangani kasus-kasus korupsi
terlebih keduanya mempunyai tugas pokok dan fungsi yang hampir sama atau tumpang tindih
dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Mahasiswa dalam
merespon konflik ini menjadi pro dan kontra. Hal ini sekaligus pertanda bahwa mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik masih memiliki kepekaan terhadap dinamika yang terjadi
dilingkungannya, baik dalam skala lokal maupun dalam skala nasional. Sikap pro dari
mahasiswa dikarenakan secara umum mahasiswa masih berpendapat bahwa korupsi adalah
persoalan terbesar bangsa Indonesia saat ini dan oleh karenanya harus ada institusi yang bisa
bertindak dengan tegas tanpa pandang bulu, dimana hal ini hanya bisa diharapkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan
Kepolisian RI berawal dari ditetapkannya Komjen Pol. Budi Gunawan (Calon Kapolri) sebagai
tersangka dalam kasus kepemilikan rekening gendut dan gratifikasi. Sehubungan dengan itu
disarankan kepada pemerintah agar mewujudkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang
memperjelas sekaligus mempertegas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Kewenangan ini sekaligus membatasi agar tidak terjadi tumpang tindih sekaligus untuk
menghindari terjadinya benturan antar kedua instansi yang menangani korupsi tersebut
Selanjutnya pemerintah harus membuat mekanisme resolusi konflik sehingga apabila suatu
ketika nanti kedua instansi tersebut terjadi benturan ataupun konflik maka akan nada cara yang
dapat ditempuh untuk mengelolanya.
Kata Kunci : Konflik, Korupsi, Kepolisian
i
Universitas Sumatera Utara
Fenomena konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik
Indonesia menarik perhatian tidak hanya masyarakat tetapi juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan. Konflik serupa telah beberapa kali terjadi
dan memberikan pengaruh yang kurang baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan serta
membuat malu bangsa Indonesia di dunia internasional. Kenyataan ini menarik untuk diangkat
dalam suatu penelitian dalam rangka penulisan skripsi. Adapun masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana mahasiswa merespon konflik yang terjadi antara Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia. Penelitian yang bersifat kualitatif dan
dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ini menghimpun
data melalui wawancara mendalam dengan 10 orang mahasiswa. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa konflik kedua instansi tersebut terjadi dikarenakan masing-masing pihak
bersikukuh dan memegang dasar argumentasinya sendiri dalam menangani kasus-kasus korupsi
terlebih keduanya mempunyai tugas pokok dan fungsi yang hampir sama atau tumpang tindih
dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Mahasiswa dalam
merespon konflik ini menjadi pro dan kontra. Hal ini sekaligus pertanda bahwa mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik masih memiliki kepekaan terhadap dinamika yang terjadi
dilingkungannya, baik dalam skala lokal maupun dalam skala nasional. Sikap pro dari
mahasiswa dikarenakan secara umum mahasiswa masih berpendapat bahwa korupsi adalah
persoalan terbesar bangsa Indonesia saat ini dan oleh karenanya harus ada institusi yang bisa
bertindak dengan tegas tanpa pandang bulu, dimana hal ini hanya bisa diharapkan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan
Kepolisian RI berawal dari ditetapkannya Komjen Pol. Budi Gunawan (Calon Kapolri) sebagai
tersangka dalam kasus kepemilikan rekening gendut dan gratifikasi. Sehubungan dengan itu
disarankan kepada pemerintah agar mewujudkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang
memperjelas sekaligus mempertegas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Kepolisian Republik Indonesia dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Kewenangan ini sekaligus membatasi agar tidak terjadi tumpang tindih sekaligus untuk
menghindari terjadinya benturan antar kedua instansi yang menangani korupsi tersebut
Selanjutnya pemerintah harus membuat mekanisme resolusi konflik sehingga apabila suatu
ketika nanti kedua instansi tersebut terjadi benturan ataupun konflik maka akan nada cara yang
dapat ditempuh untuk mengelolanya.
Kata Kunci : Konflik, Korupsi, Kepolisian
i
Universitas Sumatera Utara