Dinamika Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi

(1)

i

DINAMIKA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN

MAHASISWA FISIP USU DALAM MENJAGA HARMONISASI

SKRIPSI

FIPIT NOFITA SARI

100904099

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2014


(2)

DINAMIKA KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN

MAHASISWA FISIP USU DALAM MENJAGA HARMONISASI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

FIPIT NOFITA SARI

100904099

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

iii

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui dan dipertahankan oleh: Nama : Fipit Nofita Sari

NIM : 100904099

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Dinamika Komunikasi Antarbudaya di Kalangan

Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi

Medan, Juni 2014 Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Lusiana A. Lubis, M.A, P.hD Dra. Fatmawardy Lubis, M.A NIP: 196704051990032002 NIP: 196208281987012001

Dekan

Prof.Dr.Badaruddin,M.Si. NIP: 19680525 199203 1 002


(4)

HALAMAN

PERNYATAAN

ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku

.

Nama : Fipit Nofita Sari NIM : 100904099 Tanda Tangan :


(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Fipit Nofita Sari NIM : 100904099 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Dinamika Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Tanggal


(6)

KATA PENGANTAR & UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr.Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M.A selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Lusiana A. Lubis, M.A., Ph.D sebagai dosen pembimbing sekaligus dosen wali penulis yang telah menyediakan waktu, pikiran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini serta tidak lupa memberikan nasehat-nasehat kepada penulis.

4. Seluruh dosen, staf pengajar, dan staf administrasi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah mengajarkan, membimbing dan membantu penulis hingga menyelesaikan perkuliahan ini.

5. Kedua orangtua penulis, yaitu bapak Justianus Sembiring dan ibu Aminah Br Purba yang tidak pernah lelah ikut berjuang, memberikan doa dan dukungan serta bimbingan kepada penulis. Terima kasih dan rasa sayangku dari hati yang paling dalam untuk kalian berdua.

6. Abang dan Adik penulis, Roy Arijhona dan Afandi yang selalu mendukung dan memberikan semangat bagi penulis.


(7)

vii

7. Untuk bibi sekaligus kakak penulis, Novita Juniati yang tidak pernah lelah memberikan semangat dan bimbingan serta pelajaran penting mengenai banyak hal kepada penulis.

8. Keempat sahabat- sahabat saya sejak duduk dibangku SD, SMP, dan SMA Rishe, Nia, Henny, dan Debora, yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada saya. Terkhusus Nia yang selama ini sama-sama berjuang dan saling memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi. Aku sayang kalian, dan jangan sampai persahabatan kita terhenti, ok??

9. Susan, Nathalia, dan Olga sahabat saya di Departemen Ilmu Komunikasi, yang berjuang secara luar biasa bersama saya sepanjang menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara, menyelesaikan mata kuliah demi mata kuliah bersama saya. Terima kasih teman-teman.

10. Keluarga besar saya yang tidak pernah lupa memberikan semangat dan doanya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada seluruh Ilmu Komunikasi Angkatan 2010 yang telah berjuang bersama serta saling memberikan dukungan dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih teman-teman.

12. Adik-adik kos Abdul Hakim 21 yang tidak pernah lupa memeberikan semangat kepada penulis

13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Juni 2014

Peneliti


(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara , saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fipit Nofita Sari NIM : 100904099 Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-eksklusive

Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Dinamika Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas

Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.


(9)

ix

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Juni 2014

Yang Menyatakan

(Fipit Nofita Sari)


(10)

Skripsi ini berisi penelitian mengenai bagaimana dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa dalam menjaga harmonisasi. Mahasiswa disini adalah mahasiswa FISIP USU. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian deskriptif yang kuantitatif. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa FISIP USU, apa saja yang menjadi hambatan-hambatannya serta upaya apa yang dapat dilakukan dalam menjaga harmonisasi di kalangan mahasiswa FISIP USU tersebut. Setelah melakukan penelitian terhadap 96 orang mahasiswa yang menjadi responden, peneliti mendapati bahwa mahasiswa FISIP USU sudah cukup baik menjalani kehidupan antarbudaya dan menjaga hubungan harmonis dengan teman yang berbeda budaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya sangat penting dipahami di tengah lingkungan yang memiliki berbagai suku bangsa yang berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda seperti di Indonesia, terkhusus di lingkungan kampus FISIP USU.

Kata kunci:

Dinamika, komunikasi antarbudaya, mahasiswa FISIP USU

ABSTRACT

This thesis contains research on how the dynamics of intercultural communication among students in maintaining harmony. Students here are FISIP USU students. This study focuses on the quantitative descriptive study. In this study, researchers sought to determine how the dynamics of intercultural communication among students FISIP USU, what are the constraints and any attempt to do in maintaining harmony among the students of the Faculty of Social USU. After conducting a study of 96 students who became respondents, the researchers found that students FISIP USU is good enough in intercultural living life and maintain harmonious relationships with friends of different cultures. So it can be concluded that intercultural communication is very important to understand in the middle of a neighborhood that has a variety of different ethnic groups with different habits such as in Indonesia, especially those in the Faculty of Social in USU.

Keyword:


(11)

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1-7 1.2 Perumusan Masalah... 8

1.3 Pembatasan Masalah... 8

1.4 Tujuan Penelitian... 8

1.5 Manfaat Penelitian... 9

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 10

2.1.1 Komunikasi Antarbudaya…... 10

2.1.2 Dinamika Komunikasi Antarbudaya... 13

2.1.3 Harmonisasi dalam Komunikasi Antarbudaya... 15

2.1.4 Komunikasi Antarpribadi... 17

2.2 Kerangka Konsep... 21

2.3 Operasional Variabel... 21

2.4 Defenisi Operasional... 22

2.4.1 Variabel Komunikator... 22


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian... 25

3.2 Lokasi Penelitian... 26

3.3 Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian ... 26

3.4 Populasi dan Sampel... 29

3.3.1 Populasi... 29

3.3.2 Sampel... 31

3.4 Teknik Penarikan Sampel... 33

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 34

3.6 Teknik Analisis Data... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian dan Pengumpulan Data ... 36

4.1.1 Tahap Awal... 36

4.1.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian... 36

4.1.3 Tahap Pengumpulan Data... 37

4.2 Analisis Tabel Tunggal... 38

4.2.1 Karakteristik Responden... 38

4.2.2 Komunikasi Antarbudaya... 42

4.2.3 Hubungan Harmonis... 52

4.3 Analisis Tabel Silang... 62

4.4 Hasil dan Pembahasan... 64

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 70

5.2 Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

- Kuesioner

- Tabel Fortran Cobol

- Surat Keterangan Izin Penelitian dari FISIP USU - Catatan Bimbingan Skripsi

- Biodata


(14)

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Daftar Mahasiswa FISIP USU Angkatan 2010-2012... 30

Tabel 2 Jumlah Responden per Jurusan... 32

Tabel 3 Usia Responden... 38

Tabel 4 Jenis Kelamin... 39

Tabel 5 Agama... 40

Tabel 6 Suku... 41

Tabel 7 Berbaur dengan Mahasiswa yang Berbeda Budaya... 42

Tabel 8 Pemikiran Pertama kali ketika Bertemu Teman yang Berbeda Budaya... 43

Tabel 9 Frekuensi Berkomunikasi dengan Teman yang Berbeda Budaya... 44

Tabel 10 Banyak Orang yang Terlibat ketika Berkomunikasi... 45

Tabel 11 Informasi mengenai Perkuliahan... 46

Tabel 12 Informasi mengenai Teman Dekat... 47

Tabel 13 Informasi mengenai Keluarga... 47

Tabel 14 Informasi mengenai lain-lain... 48

Tabel 15 Kesalahpahaman dalam Berkomunikasi... 49

Tabel 16 Tempat Berkomunikasi... 50


(15)

vi

Tabel 18 Penggunaan Bahasa Daerah... 51

Tabel 19 Keterbukaan... 52

Tabel 20 Kejujuran ketika Berkomunikasi... 53

Tabel 21 Tingkat Kepahaman Informasi... 54

Tabel 22 Tingkat Empati... 54

Tabel 23 Tingkat Toleransi... 55

Tabel 24 Prasangka ketika Berkomunikasi... 56

Tabel 25 Suasana ketika Berkomunikasi... 57

Tabel 26 Kedudukan ketika Berkomunikasi... 58

Tabel 27 Kesepahaman dalam Berkomunikasi... 59

Tabel 28 Kesempatan dalam Berkomunikasi... 60

Tabel 29 Hubungan Antarbudaya di FISIP USU... 61

Tabel 30 Analisis tabel silang tingkat keterbukaan terhadap tingkat kepahaman dalam komunikasi antarbudaya... 62

Tabel 31 Analisis tabel silang tingkat penggunaan bahasa daerah terhadap tingkat kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya... 63


(16)

Nomor Judul Halaman 2.1 Model Teoritis... 20


(17)

i

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai bagaimana dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa dalam menjaga harmonisasi. Mahasiswa disini adalah mahasiswa FISIP USU. Penelitian ini memfokuskan pada penelitian deskriptif yang kuantitatif. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengetahui bagaimana dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa FISIP USU, apa saja yang menjadi hambatan-hambatannya serta upaya apa yang dapat dilakukan dalam menjaga harmonisasi di kalangan mahasiswa FISIP USU tersebut. Setelah melakukan penelitian terhadap 96 orang mahasiswa yang menjadi responden, peneliti mendapati bahwa mahasiswa FISIP USU sudah cukup baik menjalani kehidupan antarbudaya dan menjaga hubungan harmonis dengan teman yang berbeda budaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya sangat penting dipahami di tengah lingkungan yang memiliki berbagai suku bangsa yang berbeda dengan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda seperti di Indonesia, terkhusus di lingkungan kampus FISIP USU.

Kata kunci:

Dinamika, komunikasi antarbudaya, mahasiswa FISIP USU

ABSTRACT

This thesis contains research on how the dynamics of intercultural communication among students in maintaining harmony. Students here are FISIP USU students. This study focuses on the quantitative descriptive study. In this study, researchers sought to determine how the dynamics of intercultural communication among students FISIP USU, what are the constraints and any attempt to do in maintaining harmony among the students of the Faculty of Social USU. After conducting a study of 96 students who became respondents, the researchers found that students FISIP USU is good enough in intercultural living life and maintain harmonious relationships with friends of different cultures. So it can be concluded that intercultural communication is very important to understand in the middle of a neighborhood that has a variety of different ethnic groups with different habits such as in Indonesia, especially those in the Faculty of Social in USU.

Keyword:

Dynamics, intercultural communication, student of FISIP USU


(18)

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan sebuah negara yang multikultural. Multikulturalisme adalah gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan (KBBI online). Indonesia sebagai negara yang multikultural terlihat dari perbedaan ras, suku bangsa dan agama yang beragam yang hidup berdampingan. Hal ini menyebabkan karakteristik masyarakat di Indonesia menjadi heterogen di mana pola hubungan sosial antar individu di dalam masyarakat bersifat toleran dan hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada diri setiap individu.

Multikulturalisme yang dimiliki bangsa Indonesia ini merupakan satu faktor yang tidak dapat dihindari. Keberagaman tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam kegiatan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Inilah yang sering menyebabkan timbulnya konflik di dalam masyarakat yang dapat menyebabkan perpecahan. Untuk menghindarinya, multikulturalisme harus senantiasa dikelola dan dipelihara agar tetap berada pada situasi dan kondisi yang kondusif dan menguntungkan, serta bukan hal yang sebaliknya. Komunikasi sangat dibutuhkan pada situasi seperti ini, karena hubungan antarbudaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami antarbudaya. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya timbul dari komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya yang tercipta pun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya yang bersangkutan. Dengan kata lain, melalui pengaruh budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Budaya tidak akan eksis tanpa komunikasi dan komunikasi pun tidak akan eksis tanpa budaya (Mulyana, 2004:14).

Ketika individu berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain yang berbeda budaya, maka mereka dikatakan telah melakukan komunikasi


(19)

2

antarbudaya. Budaya mencakup keseluruhan sistem komunikasi yang terdiri dari perilaku manusia baik secara verbal maupun nonverbal. Lustig dan Koester (1993) menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretative, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang – yang memiliki perbedaan kepentingan – memberikan interpretasi dan yang berbeda harapan terhadap apa yang disampaikan, dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan (Liliweri, 2004:11).

Menurut Samovar dan Poerter (2003:8-11), ada 5 karakteristik penting dari kebudayaan, yaitu: 1) budaya itu dipelajari, 2) budaya adalah simbol (verbal ataupun nonverbal), 3) budaya tumbuh serta berubah dari generasi ke generasi, 4) budaya dapat dipertukarkan, dan 5) budaya itu etnosentris (Lubis, 2012:13). Apabila multikulturalisme dapat dikelola dengan baik, maka akan menjadikan bangsa ini selalu damai dan stabil dalam segala aspek kehidupannya. Hal ini tentu dapat menjadi kelebihan Indonesia dan dapat menjadi contoh atau panutan bagi bangsa-bangsa lain yang memiliki karakteristik yang serupa dengan Indonesia.

Budaya itu kuat dan stabil, meskipun demikian budaya tidak pernah statis. Kelompok budaya menghadapi tantangan berkesinambungan dari pengaruh kuat, seperti pergolakan lingkungan, tulah, peperangan, migrasi, banjir, imigrasi, dan pertumbuhan teknologi baru. Sebagai akibatnya, budaya berubah dan berkembang dari waktu ke waktu (Samovar dkk, 2010:47). Seiring berkembangnya zaman, hubungan antarbudaya di antara manusia juga mengalami perkembangan dan pergeseran. Saat ini, kehidupan manusia yang semakin dinamis menyebabkan individu lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan lebih mudah dalam berpindah tempat sehingga kemungkinan untuk bertemu dengan orang lain yang berbeda ras, suku bangsa dan agama lebih besar. Semakin sering individu dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan yang ada mengakibatkan akan semakin besar kemungkinan individu untuk menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghormati perbedaan yang ada. Pergeseran dan perubahan inilah yang disebut dinamika dalam komunikasi antarbudaya.

Saat kebudayaan mengalami perubahan dan pergeseran, perlu ditumbuhkan rasa toleransi dan saling menghargai yang kuat agar kehidupan


(20)

antarbudaya dapat harmonis. Hubungan harmonis dapat digambarkan sebagai suatu keadaan di mana tidak ada pertengkaran atau ketidaksepahaman, yang ada hanyalah hubungan yang damai dan kesetaraan antar individu. Sedangkan harmonisasi yaitu suatu keadaan yang harmonis dan tidak ada pertentangan dalam kehidupan masyarakat yang berbeda budaya. Sikap saling mengapresiasi antara sistem budaya subkultur yang satu dengan yang lainnya adalah modal utama untuk terjadinya situasi yang harmonis dan kondusif dalam tata pergaulan masyarakat di Indonesia. Dengan adanya sikap tenggang rasa antar sistem budaya subkultur maka akan terjadi toleransi antar budaya yang ujungnya adalah terciptanya sikap dan perilaku budaya antar suku/etnik yang menjunjung asas persatuan dalam keberagaman dan kerjasama dalam perbedaan, sehingga masyarakat yang berbeda budaya dapat hidup saling berdampingan dengan damai.

Masyarakat adalah sebuah sistem di mana terdapat interaksi antar komponen, baik individu, kelompok atau lembaga-lembaga. Mereka hidup saling bergantung, saling pengaruh-mempengaruhi, saling menjaga dan saling menghargai harmonitas sosial yang tersusun berdasarkan suatu ikatan norma-norma dan nilai-nilai yang diakui, ditaati dan dianut untuk mengatur jalannya interaksi sosial dan kehidupan sehari-hari (social interaction and everyday life), demi menjaga keseimbangan keberlangsungan hidup masyarakat itu sendiri (Purwasito, 2003:81). Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang tinggi di dalam masyarakat, di mana mereka terdiri dari latar belakang yang berbeda. Secara sederhana, mahasiswa dapat diartikan sebagai status yang diberikan kepada pelajar pada tingkat yang paling tinggi dan dianggap sebagai kaum intelektual yang menjadi calon pemimpin nantinya dan mempunyai kedudukan istimewa dalam masyarakat (Effendy, 2004:194).

Di Indonesia, para mahasiswa di suatu universitas berasal dari berbagai daerah sehingga mahasiswa akan lebih banyak bertemu dengan mahasiswa lain yang berbeda kebudayaan. Sebagai individu yang terdidik, mahasiswa akan menjadi orang yang lebih mengerti dan bijaksana dalam menghadapi orang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Terkhusus pada mahasiswa jurusan


(21)

4

ilmu-ilmu sosial, mahasiswa dituntut sebagai orang yang lebih mudah berbaur dan saling menerima serta menghormati perbedaan yang ada. Oleh karena itu, lingkungan kampus juga tidak terlepas dari kegiatan komunikasi antarbudaya.

Beberapa penelitian komunikasi antarbudaya yang berkenaan dengan penelitian ini adalah, antara lain penelitian Iswari dan Pawito (2012), yang berjudul “Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa : Studi tentang Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa Etnis Batak dengan Mahasiswa Etnis Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta” menyatakan bahwa “Pertama, hambatan-hambatan yang ditemukan dalam proses komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa etnis Batak dengan etnis Jawa yang ada di Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah stereotipe, keterasingan (strangershood), dan ketidakpastian (uncertainty) yang dialami oleh mahasiswa etnis Batak. Kedua, efektivitas komunikasi di antara mahasiswa etnis Batak dan etnis Jawa dapat dicapai dengan mengatasi hambatan dan perbedaan latar belakang budaya yang ada dengan sikap terbuka, empati dan kemampuan untuk menyesuaikan diri.”

Penelitian Henny, Rochayanti, dan Isbandi (2011) yang berjudul “Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Korea Selatan di Yogyakarta” menyatakan bahwa “Mahasiswa Korea cenderung tertutup terlebih dengan orang asing. Mereka cenderung melindungi diri dari orang asing, pendiam, dan berbicara yang penting-penting saja. Mereka bersedia berkomunikasi dengan orang yang baru jika dikenalkan oleh orang yang sudah dikenal (melalui perantara). Walaupun demikian, komunikasi antarbudaya tidak dapat terhindarkan antara mahasiswa Korea dengan tuan rumah. Keterbatasan bahasa dan segala perbedaan yang mereka rasakan selama tinggal di Yogyakarta menimbulkan rasa ketidakpastian dan kekhawatiran dengan tahap penyesuaian diri dengan keadaan mereka saat ini. Mahasiswa Korea mengalami perbedaan permasalahan dan memiliki cara sendiri dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi karena setiap individu memiliki karakteristik tersendiri untuk dapat menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di Yogyakarta”.


(22)

Di kota Medan juga terdapat penelitian komunikasi antarbudaya, antara lain: Lubis (2012) yang berjudul “Komunikasi Antarbudaya Etnis Tionghoa dan Pribumi di Kota Medan” menyatakan bahwa “masyarakat etnis Tionghoa di kota Medan banyak di antaranya masih menganut kepercayaan Sinkretisme yang telah diwariskan turun temurun. Berbeda halnya dengan etnis pribumi yang pada umumnya beragama Islam atau Kristen. Namun disebabkan perkawinan antara etnis maka terjadinya perpindahan agama, khususnya kepada agama islam bukanlah suatu hal yang mudah bagi etnis Tionghoa. Penemuan data wawancara mendapati bahwa etnis Tionghoa mualaf telah dipinggirkan dari keluarga inti maupun keluarga besar karena dianggap sial dan bahkan ada yang tidak dianggap anak lagi setelah bertukar ke agama Islam dan menikah dengan salah satu etnis pribumi. Bahkan kesan yang lebih lagi adalah pengamatan penulis pada etnis Tionghoa yang mualaf di mana hubungan perdagangan terhenti karena perdagangan tersebut umumnya tumbuh dan berkembang dari hubungan perdagangan keluarga. Perpindahan agama atau kepercayaan etnis Tionghoa kepada Islam atau Kristen yang umumnya disebabkan karena perkawinan dengan etnis pribumi memberi sumbangan besar sebagai salah satu aspek budaya yang telah turut berperan dalam mengubah cara pandang antara etnis. Selain itu, dengan meningkatkan frekuensi komunikasi antarbudaya akan meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai budaya di antara etnis Tionghoa dan Pribumi di kota Medan sehingga pandangan dunia terhadap masing-masing etnis bertambah luas dan ini dapat dilihat dari tampilan sikap atau perilaku.”

Lubis dan Pinem (2012) meneliti mengenai “Culture Shock pada Mahasiswa Asal Malaysia di Medan.” Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa “sebagai individu yang berasal dari negara yang berbeda dengan membawa segala bentuk budaya yang sudah tertanam dan melekat dalam diri individu tersebut, maka ketika memasuki kota Medan dan kuliah di USU merupakan suatu pengalaman yang baru dan mereka pun turut mengalami gegar budaya (culture shock). Hal seperti penggunaan bahasa yang keras dan kasar, susah makan, lihat jalan yang macet dan kurang teratur menimbulkan kecemasan pada informan.”


(23)

6

Penelitian Riska Indria (2012) yang berjudul “Efektifitas Komunikasi Antarbudaya di Pasar Tradisional (Studi Kasus Efektifitas Komunikasi Antarbudaya Antar Penjual Dan Pembeli Di Pasar Tradisional Petisah Medan)” menyatakan bahwa “para penjual di sana kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia dengan penjual yang lain terlebih lagi kepada pembeli. Hal ini disebabkan karena banyaknya ragam suku yang terdapat di pasar Petisah, sehingga lebih didominasi pemakaian dengan bahasa Indonesia sebagai salah satu cara/ alat interaksi di antara para penjual dan pembeli. Pada umumnya, suku yang paling sering berkomunikasi dengan bahasa daerah mereka sendiri adalah etnis Tionghoa. Faktanya di lapangan menunjukkan bahwa etnis Tionghoa sangat sering memakai bahasa daerah mereka sendiri karena pada umumnya masyarakat pribumi tidak mengerti bahasa dari etnis Tionghoa itu sendiri, jadi secara tidak langsung bahasa yang mereka pakai dapat menjadi bahasa rahasia mereka dengan masyarakat pribumi. Di sisi lain jika suku Batak, Karo, Jawa, dan Padang menggunakan bahasa daerahnya sendiri, etnis Tionghoa dapat mengerti dengan apa yang dikatakan oleh suku tersebut. Hal ini disebabkan karena, bahasa daerah di antara suku tersebut memiliki kesamaan makna/arti maupun dalam hal segi pengucapannya sehingga mudah dipelajari oleh suku yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa bahasa daerah dari suku Batak, Karo, Jawa dan Padang lebih mudah untuk dimengerti dan dipelajari dibandingkan dengan bahasa dari etnis Tionghoa itu sendiri.”

Penelitian-penelitian di atas menggambarkan dinamika komunikasi antarbudaya dalam beberapa konteks yang berbeda-beda. Seperti halnya bahasa, budaya yang berbeda, gaya hidup yang berbeda, makanan hingga pada hambatan-hambatan yang mereka alami ketika berbeda budaya dengan orang lain di sekitarnya. Hal tersebut pastinya pernah dihadapi oleh hampir semua orang tanpa terkecuali, dan cara menghadapi situasi seperti ini pastinya berbeda pada diri satu individu dengan individu lainnya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti Komunikasi antarbudaya dari aspek dinamika dalam kaitannya dengan menjaga harmonisasi. Penelitian ini akan diadakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


(24)

Universitas Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan pada pra survey yang peneliti lakukan menunjukkan banyak mahasiswa yang datang dari latar belakang budaya seperti: suku batak (termasuk toba, karo, mandailing, tapanuli, simalungun, dan pak-pak), suku jawa, suku padang, suku aceh, sunda, melayu, nias dan tionghoa (pra survey dilakukan Desember 2013). Setiap suku bangsa ini memiliki ciri-ciri tersendiri dan tata budaya yang berbeda-beda, sehingga peneliti ingin melihat mahasiswa yang berbeda budaya tersebut dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi serta saling menyelaraskan perbedaan yang ada sebagai mahasiswa yang berkuliah di FISIP USU sehingga tamat.


(25)

8

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan tersebut, peneliti merumuskan permasalahan adalah “Bagaimanakah Dinamika Komunikasi Antarbudaya di Kalangan Mahasiswa FISIP USU dalam Menjaga Harmonisasi?”

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas yang dapat membuat penelitian menjadi tidak jelas, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut.

1. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu menggambarkan keadaan atau peristiwa komunikasi antar mahasiswa yang berbeda latar belakang budaya di kampus FISIP USU.

2. Objek pada penelitian ini adalah mahasiswa FISIP USU yang masih aktif menjalani perkuliahan, diambil dari angkatan 2010-2012. Hal ini dikarenakan peneliti beranggapan bahwa angkatan 2010-2012 sudah cukup lama menempuh pendidikan di FISIP USU, sehingga kemungkinan untuk lebih memahami komunikasi antarbudaya dengan teman yang berbeda latarbelakang budaya lebih besar.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dinamika komunikasi antarbudaya di kalangan mahasiswa FISIP USU

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yang terjadi di kalangan mahasiswa FISIP USU

3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga harmonisasi di kalangan mahasiswa FISIP USU


(26)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis

Penelitian ini disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan 2. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terhadap penelitian

3. Secara praktis

Hasil penelitian ini dapat memberi masukan-masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan


(27)

10

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Wilbur Schramm mengatakan teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan dari padanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi perilaku (Effendy, 2004 : 41). Setiap penelitian membutuhkan landasan berpikir dalam memecahkan masalahnya dan menyelesaikannya. Dengan demikian, perlu disusun kerangka teori yang akan menuntun peneliti untuk mengetahui dari sudut mana peneliti akan menyoroti masalah penelitian. Dalam penelitian ini teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi Antarbudaya, Dinamika Komunikasi Antarbudaya, Harmonisasi dalam Komunikasi Antarbudaya, dan Komunikasi Antarpribadi.

2.1.1 Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi Antarbudaya merupakan bentuk kegiatan yang berkaitan erat dengan bagaimana aktivitas kebudayaan dan komunikasi saling berkaitan. Komunikasi mempengaruhi aktivitas kebudayaan dan aktivitas kebudayaan dapat berjalan dengan baik melalui komunikasi. Pada dasarnya kata “budaya” berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti “budi” dan “akal”. Secara singkat dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Secara formal, budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan Rakhmat, 2005:18).

Berdasarkan pengertian tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah semua kebiasaan, adat istiadat, nilai dan norma,


(28)

kepercayaan dan pengetahuan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat yang mungkin berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

Budaya dan komunikasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang dimilikinya untuk pesan, dan kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sehingga, bila budaya beraneka ragam, maka praktik-praktik komunikasi juga akan beraneka ragam (Mulyana dan Rakhmat, 2005:19)

Kebudayaan erat kaitannya dengan komunikasi sehingga komunikasi antarbudaya penting dipelajari sebagai acuan ketika berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita. Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries. Misalnya, dalam keterlibatan suatu konferensi internasional di mana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan, Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya. Banyak pengertian komunikasi antarbudaya yang dijelaskan oleh para ahli, Liliweri (2003) menjelaskan beberapa pengertian lain komunikasi antarbudaya menurut para ahli (Lubis, 2012:12-13), yaitu:

a. Sitaram (1970) : Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan.

b. Stephen Daal dari Luton University : Komunikasi antarbudaya yaitu komunikasi dalam masyarakat yang tidak saja berlangsung dalam dua atau lebih aktor dari kebangsaan yang berbeda (Purwasito, 2003:124).

c. Samovar dan Porter (2003) : Komunikasi antarbudaya terjadi ketika bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh kelompoknya.

d. Carley H.Dood (1982) : Komunikasi antarbudaya adalah pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda.


(29)

12

e. Lustig dan Koester (1993), “Intercultural Communication Competence”, mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan (Liliweri, 2003:11).

f. Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss (1983:362), komunikasi antarbudaya terjadi di antara orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda (ras, etnik, sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan itu).

Pengertian-pengertian komunikasi antarbudaya yang telah disebutkan sebelumnya menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara orang yang berbeda budaya satu dengan lainnya. Pendapat para ahli tersebut juga menekankan perbedaan budaya sebagai faktor penentu dalam kegiatan komunikasi antarbudaya. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan dari komunikator kepada komunikan dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda.

Di dalam komunikasi antarbudaya terdapat beberapa prinsip yang penting untuk dipahami ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Tiga prinsip penting dalam komunikasi antarbudaya yang dikemukakan oleh Sarbaugh (dalam Tubbs dan Moss, 2005:240) , yaitu:

1. Sistem sandi bersama, yang terdiri dari 2 aspek, verbal dan non verbal. Semakin sedikit persamaan sandi yang terbentuk, semakin sedikit komunikasi yang terjalin.

2. Kepercayaan dan perilaku yang berlainan di antara pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi berbeda untuk memberikan respons.

3. Tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Cara kita menilai budaya lain berdasarkan nilai-nilai budaya yang kita miliki akan mempengaruhi efektivitas komunikasi yang akan terjadi.


(30)

Prinsip komunikasi antarbudaya tersebut menjelaskan apa-apa saja yang menjadi dasar ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya. Dengan memahami prinsip-prinsip tersebut, akan menjelaskan hal apa saja yang dapat menjadi hambatan ketika berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya dan apa sebabnya. Ketika kita memahami prinsip tersebut, maka kita akan lebih memahami bagaimanakah komunikasi antarbudaya itu dan apa yang dapat dilakukan supaya komunikasi antarbudaya berjalan dengan baik (efektif). Berkaitan dengan hal tersebut, banyak ahli yang memberikan pendapatnya tentang bagaimana suatu komunikasi antarbudaya disebut efektif. Namun untuk mendapatkan satu pengertian agar dapat dipahami bersama, maka dapat dikatakan efektivitas komunikasi antarbudaya (dalam Liliweri, 2004 : 257) , meliputi:

1. Kemampuan seseorang untuk menyampaikan semua maksud atau isi hati secara profesional sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dia tampilkan secara prima.

2. Kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara baik, misalnya mampu mengalihbahasakan semua maksud dan isi hatinya secara tepat, jelas dalam suasana yang bersahabat.

3. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan kebudayaan pribadinya dengan kebudayaan yang sedang diahadapinya meskipun dia harus menghadapi berbagai tekanan dalam proses adaptasi tersebut.

4. Kemampuan seseorang untuk memberikan fasilitas atau jaminan bahwa dia bisa menyesuaikan diri atau bisa mengelola tekanan kebudayaan lain terhadap dirinya.

2.1.2 Dinamika Komunikasi Antarbudaya

Di dalam perjalanan waktu dan transformasi multikultur, diibaratkan jika P berinteraksi dengan X dan Q akan lahir kultur dan sub kultur baru yaitu R. Demikian seterusnya komunikan dalam masyarakat multikultur terus berproses tanpa henti untuk menciptakan kultur yang lebih maju dan progresif. Hal inilah yang disebut dinamika multikultur. Itulah sebabnya, kebudayaan berisi tentang cerita perubahan-perubahan, kisah manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (Purwasito, 2003:138-139)


(31)

14

Komunikasi yang berlangsung di antara individu yang berbeda latar belakang budaya mengalami banyak hambatan yang disadari atau tidak disadari. Dengan demikian terlihat adanya dinamika antara peserta yang berkomunikasi tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan (Lubis, 2012:45-52), yaitu:

1. Komunikasi Bersifat Dinamis

Komunikasi bersifat dinamis maksudnya ialah komunikasi merupakan aktivitas orang-orang yang berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi dan mengalami perubahan pola-pola, pesan dan saluran. Hal ini disebabkan oleh saling mempengaruhi di antara komunikator dengan komunikan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ekonomi, situasi harmonis dan disharmonis yang berpengaruh terhadap norma dan nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat.

Dinamika komunikasi yang berlangsung ini menyebabkan munculnya persoalan dalam keberagaman budaya, seperti muncul berbagai konflik antar suku, bangsa, agama maupun status sosial ekonomi. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya sebuah pemikiran bagaimana mengakomodasi komunikasi antarbudaya tersebut agar berlangsung dengan efektif.

2. Komunikasi Bersifat Interaktif

Komunikasi tidak hanya melibatkan 2 atau 3 orang, melainkan melibatkan beberapa kelompok, organisasi, publik maupun massa. Ketika berkomunikasi, individu maupun kelompok baik ketika menjadi komunikator ataupun komunikan dipengaruhi oleh pengalaman yang berbeda, latar belakang yang berbeda, dan kepribadian yang unik.

3. Komunikasi Bersifat Irreversibel

Komunikasi bersifat irreversibel maksudnya pesan tidak dapat ditarik kembali setelah disampaikan. Sekali penerima telah dipengaruhi oleh pesan pertama, pengaruh dari pesan tersebut tidak dapat ditarik kembali meskipun dilakukan koreksi melalui penyampaian pesan yang baru. Oleh karena itu,


(32)

perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain.

Gudykunst dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang kita kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. Usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap:

1. Pro kontra atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non verbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi)

2. Initial contact and impression yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang

muncul dari kontak awal tersebut.

3. Closure, yaitu mulai membuka diri dari yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku atau tindakan kita.

4. Komunikasi Selalu Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial

Faktor lingkungan fisik dianggap mempengaruhi proses komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh konteks sosial menjadi sangat dominan dalam kehidupan paternalistik dan tradisional seperti Jawa dan Asia pada umumnya. Konteks sosial ini agak melemah ketika berada dalam masyarakat egaliter dan demokrasi yang tinggi seperti Amerika Serikat.

2.1.3 Harmonisasi dalam Komunikasi Antarbudaya

Secara sederhana, kata Harmonisasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tercapai keselarasan dan kedamaian tanpa ada perselisihan dan ketidaksepahaman. Dalam sebuah tatanan masyarakat sangat diperlukan sebuah harmonisasi struktur, baik struktur norma maupun struktur lembaga. Dua hal yang menjadi kata kunci adalah faktor suprastruktur dan infrastruktur. Dalam perspektif budaya, kedua faktor ini memiliki relevansi dengan pemaknaan manusia atas karyanya, bahwa manusia mengkonstruksi kebudayaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Benjamin Akzin, (1964) (Attamimi, 1991) dalam struktur norma yang termasuk suprastruktur adalah norma hukum publik, sedangkan yang infrastruktur meliputi norma hukum keperdataan dan hukum perikatan.


(33)

16

Untuk mencapai suatu keadaan yang harmonis, maka dibutuhkan komunikasi antarbudaya yang efektif. Proser dalam Syahra (1983) menyatakan komunikasi antarbudaya juga merupakan komunikasi antarpribadi pada tingkat individu dari anggota kelompok-kelompok budaya yang berbeda, oleh karena itu efektivitas komunikasi antarbudaya pun sama dengan efektivitas komunikasi antarpribadi (Liliweri, 2001:170). DeVito (1978) mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penentu efektivitas komunikasi antarpribadi ( dalam Liliweri, 2001:173-174), yakni:

1. Keterbukaan.

Secara ringkas, keterbukaan ialah: 1). Sikap seorang komunikator yang membuka semua informasi pribadinya kepada komunikan dan menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi, 2). Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan, dan 3). Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suatu situasi tertentu.

2. Sikap Empati.

Sikap empati ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri, jadi ia berpikir, berasa, berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, berasa, dan berbuat terhadap dirinya sendiri.

3. Perasaan Positif.

Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan tertantang).

4. Memberikan Dukungan.

Memberikan dukungn ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang.


(34)

5. Memelihara Keseimbangan.

Memelihara keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa, dan bertindak

2.1.4 Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan proses komunikasi antarpribadi dengan ciri komunikator dan komunikan berada dalam suasana yang dekat. Dalam komunikasi antarpribadi juga terdapat adanya diskusi atau pembicaraan (discourse) dan terdapat tingkat keterhubungan (relationship). Banyak pengertian komunikasi antarpribadi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya, yaitu menurut R. Wayne Pace (1979), “interpersonal communication is communication involving two or more in a face setting”, yaitu suatu proses tatap muka yang dilakukan antara dua orang atau lebih (Lubis, 2011:32;138). Everett M Rogers menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dari mulut ke mulut yang terjadi di dalam interaksi tatap muka antara beberapa individu (Wiryanto, 2004:35). Menurut Joseph.A. Devito, komunikasi antarpribadi adalah “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang sedang berdua seperti suami istri yang sedang bercakap-cakap, atau antara dua orang dalam satu pertemuan, misalnya komunikasi di antara penyaji makalah dengan salah satu peserta di dalam seminar (Efendy. 2003:60). Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung secara tatap muka atau menggunakan media komunikasi antarpribadi (non media massa), seperti telepon. Dalam tataran antarpribadi, komunikasi berlangsung secara sirkuler, peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan komunikator dan komunikan relatif setara. Efek komunikasi antarpribadi merupakan yang paling kuat di antara tataran komunikasi lainnya. Dalam komunikasi antarpribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah


(35)

18

laku (efek konatif) dari komunikannya, memanfaatkan pesan verbal dan nonverbal, serta segera merubah atau menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif (Vardiansyah, 2004:30-31).

Komunikasi antarpribadi dianggap lebih ampuh dalam merubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan dibandingkan dengan bentuk –bentuk komunikasi lainnya. Hal ini dikarenakan oleh komunikasi antarpribadi yang berlangsung secara tatap muka. Ketika anda berkomunikasi dengan komunikan secara bertatap muka, maka akan terjadi kontak pribadi di mana anda akan langsung mengetahui tanggapan komunikan terhadap ekspresi wajah, gaya berbicara dan pesan yang anda sampaikan.

Adapun ciri-ciri komunikasi antar pribadi menurut Rogers (Depari dan Mc Andrews, 1995:17-18) adalah: 1). Arus pesan cenderung dua arah, 2). Konteks komunikasinya dua arah, 3). Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi, 4). Kemampuan menghadapi tingkat selektivitas, terutama selektivitas keterpaan tinggi, 5). Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relative lambat, dan 6). Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap (Wiryanto, 2004: 34-35).

Menurut Widjaja (2000) sebagai komunikasi tatap muka, tujuan komunikasi antar pribadi (dalam Lubis, 2011:138) adalah sebagai berikut.

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu cara untuk mengenal diri sendiri. Melalui komunikasi antarpribadi, kita memiliki kesempatan untuk membicarakan diri kita sendiri yaitu dengan cara membicarakan diri kita kepada orang lain. Dengan membicarakan tentang diri kita kepada orang lain, maka kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sehingga kita akan lebih memahami diri kita sendiri. Selain untuk mengenal diri kita sendiri, melalui komunikasi antarpribadi kita juga akan mengetahui nilai, sikap, dan perilaku orang lain.

2. Mengetahui dunia luar

Melalui interaksi antarpribadi, kita akan lebih mengetahui informasi seputar objek, kejadian-kejadian, dan orang lain sehingga kita dapat memahami


(36)

ligkungan kita dengan lebih baik. Namun pada asumsinya, nilai, keyakinan, sikap dan perilaku kita banyak dipengaruhi oleh komunikasi antarpribadi dibandingkan dengan media massa dan pendidikan formal.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna

Manusia merupakan mahluk sosial, dimana mereka ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain setiap harinya. Oleh karena itu, banyak waktu dalam komunikasi antarpribadi digunakan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antarpribadi kita sering menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Singkatnya, banyak yang kita gunakan untuk mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi, seperti memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya.

5. Bermain dan mencari hiburan

Pembicaraan-pembicaraan mengenai kesenangan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Meskipun sering dianggap tidak penting, komunikasi yang demikian perlu dilakukan karena akan memberikan suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain

Ketika teman kita menghadapi suatu masalah atau persoalan, kita sering memberikan nasehat-nasehat dan saran untuk menyelesaikannya. Dengan adanya hal tersebut, dapat dikatakan bahwa komunikasi antarpribadi memiliki tujuan untuk membantu orang lain.

Komunikasi antarpribadi harus berjalan dengan baik agar tujuannya tercapai. Ketika tujuan-tujun komunikasi antarpribadi dapat tercapai, maka komunikasi antarpribadi tersebut dapat dikatakan efektif. DeVito (1978) mengemukakan beberapa faktor yang menjadi penentu efektivitas komunikasi antarpribadi (dalam Liliweri, 2001:173-174), yakni:


(37)

20

1. Keterbukaan 2. Sikap Empati 3. Perasaan Positif

4. Memberikan Dukungan 5. Memelihara Keseimbangan.

Berdasarkan sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibagi menjadi komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi triadik (triadic communication). Komunikasi diadik adalah komunikasi antarpribadi yang berlangsung antara dua orang yakni, seorang komunikator yang menyampaikan pesan dan komunikan yang menerima pesan. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan tersebut, sehingga dialog yang terjadi lebih intens. Sedangkan komunikasi triadik, adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dengan dua orang komunikan, dimana kedua komunikan memusatkan perhatiannya kepada komunikator dan komunikasi yang terjadi di antara mereka secara timbal balik dari masing-masing komunikan kepada komunikator.

2.2 Kerangka Konsep

Burhan Bungin menyatakan konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001:73). Maka model teoritis dari kerangka konsep yang akan diteliti yaitu

Gambar 2.1 Model Teoritis

Variabel Hubungan Harmonis Variabel Komunikasi

Antarbudaya


(38)

2.3 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka operasional variabel dalam penelitian ini, yaitu:

Variabel Teoritis Operasional Variabel

Variabel Komunikasi Antarbudaya 1. Dinamis 2. Interaktif 3. Irreversibel

4. Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial

Variabel Hubungan Harmonisasi 1. Keterbukaan 2. Sikap Empati 3. Perasaan Positif

4. Memberikan dukungan 5. Memelihara keseimbangan Karakteristik Responden 1. Usia

2. Suku

3. Jenis kelamin 4. Agama 5. Jurusan

2.4Defenisi Operasional 1. Variabel Komunikator

1. Dinamis : Berlangsung secara terus menerus dan berubah-ubah. Komunikasi tidak pernah statis dan selalu bergerak. Setiap kita bertemu dengan orang yang berbeda, maka kita akan menyesuaikan gaya komunikasi kita dengan komunikan, bahkan ketika kita berkomunikasi dengan orang yang berbeda latarbelakang budaya dengan kita, dapat memunculkan kebudayaan baru.


(39)

22

2. Interaktif : melibatkan tidak hanya 2 atau 3 orang tetapi juga melibatkan kelompok dan massa. Komunikasi tidak hanya berlangsung pada beberapa orang dan kelompok kecil saja, tetapi juga dapat berlangsung dalam konteks kelompok dan melibatkan massa yang banyak.

3. Irreversibel : pesan tidak dapat ditarik kembali setelah disampaikan. Ketika kita sudah menyampaikan pesan kepada seseorang, pesan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Meskipun kita meralat pesan tersebut, yang ditangkap oleh komunikan tetaplah pesan yang pertama kali kita sampaikan.

4. Berlangsung dalam Konteks Fisik dan Sosial : berkaitan erat dengan lingkungan fisik dan sosial kita. Komunikasi tidak dapat terlepas dari kehidupan kita sebagai individu maupun kehidupan sosial kita. Kita selalu berkomunikasi di mana pun kita berada dan hal apa pun yang kita lakukan mengacu kepada sebuah pesan.

2. Variabel Komunikan

1. Keterbukaan. Secara ringkas, keterbukaan ialah: 1). Sikap seorang komunikator yang membuka semua informasi pribadinya kepada komunikan dan menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi, 2). Kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan, dan 3). Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suatu situasi tertentu.

Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, sangat dibutuhkan sifat keterbukaan. Karena hal tersebut penting untuk memahami komunikan dan kelancaran pesan yang kita sampaikan. Jika kita tidak saling terbuka, tujuan dari pesan yang kita sampaikan akan sulit dipahami oleh komunikan, begitu juga sebaliknya.

2. Sikap Empati, ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain seperti ia menerima dirinya sendiri, jadi ia berpikir, berasa, berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berpikir, berasa, dan berbuat terhadap dirinya sendiri. Jika dalam berkomunikasi kita mampu bersifat empati, maka


(40)

komunikasi yang kita jalin dapat berjalan dengan lancar karena di antara kounikator dan komunikan terdapat sikap saling memahami.

3. Perasaan Positif, ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan tertantang). Ketika kita berkomunikasi dengan perasaan yang positif, maka pesan dapat tersampaikan dari komunikator kepada komunikan karena tidak ada perasaan curiga atupun tidak percaya dari kedua belah pihak.

4. Memberikan Dukungan, ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik dan ditantang. Ketika keadaan saling mendukung tercipta ketika kita berkomunikasi, maka kita dapat menyampaikan pesan yang ingin kita sampaikan dengan baik, karena kita merasa diterima dan dihargai oleh komunikan.

5. Memelihara Keseimbangan, ialah suatu suasana yang adil antara komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berpikir, berasa, dan bertindak. Ketika kita berkomunikasi, hendaknya antara komunikator dengan komunikan memiliki kesempatan yang sama untuk mendengar dan didengar agar komunikai dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan konflik.

3. Karakteristik responden

1. Usia : satuan waktu yang mengukur waktu keberadan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Pada penelitian ini dibatasi pada usia 18-22 tahun.

2. Suku : unit sosial adat tertinggi, yang terdiri dari satu atau lebi penelitian ini suku yang akan diteliti yaitu: suku batak (termasuk toba, karo, mandailing, tapanuli, dan pak-pak), suku jawa, suku padang, suku aceh, sunda, melayu, nias dan tionghoa.

3. Jenis Kelamin : kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suat sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya pros mempertahankan keberlangsungan spesies itu.


(41)

24

4. Agama : sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

5. Jurusan : Departemen tertentu yang dipilih oleh mahasiswa di kampus


(42)

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian dimana, teori atau paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti mulai dari menemukan masalah penelitian sampai pada menemukan alat-alat analisis data. Penelitian ini dimulai dengan kegiatan menjajaki suatu permasalahan yang akan menjadi pusat perhatian peneliti. Setelah itu, peneliti akan mendefenisikan serta memformulasikan hal-hal yang menjadi masalah penelitian tersebut dengan jelas agar mudah dimengerti. Kemudian, peneliti mendesain model penelitian yang nantinya akan menuntun peneliti dalam melaksanakan penelitian mulai dari awal hingga akhir (Bungin, 2011 : 25)

Secara umum riset kuantitatif mempunyai ciri-ciri (dalam Kriyantono, 2006:56) :

1. Hubungan riset dengan subjek : jauh. Periset menganggap bahwa realitas terpisah dan ada di luar dirinya, karena itu harus ada jarak supaya objektif. 2. Riset bertujuan untuk menguji teori atau hipotesis, mendukung atau

menolak teori. Data hanya sebagai sarana konfirmasi teori atau teori dibuktikan dengan data. Bila dalam analisis ditemukan penolakan terhadap hipotesis atau teori, biasanya periset tidak langsung menolak hipotesis dan teori tersebut melainkan diuji terlebih dahulu.

3. Riset harus dapat digeneralisasikan, karena menuntut sampel yang representatif dari seluruh populasi, operasionalisasi konsep serta alat ukur yang valid dan reliable.

4. Prosedur riset nasional – empiris, artinya riset berangkat dari konsep-konsep atau teori-teori yang melandasinya. Konsep atau teori inilah yang akan dibuktikan dengan data yang dikumpulkan di lapangan.


(43)

26

Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik alamiah maupun buatan manusia. Fenomena ini bisa berupa bentuk aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan fenomena yang satu dengan fenomena yang lainnya (Sukmadinata, 2006 : 72). Penelitian deskriptif akan memberikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta yang peneliti dapatkan di lapangan. Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif, bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan fakta yang didapat di lapangan. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, maupun variabel tersebut (Bungin, 2011 : 25, 44).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Prof. A. Sofyan No.1, Padang Bulan, Medan.

3.3 Deskripsi Singkat Lokasi Penelitian

3.3.1 Sejarah Singkat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) resmi menjadi Fakultas pada tahun 1982 berdasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahhun 1982. SK Presiden R.I tersebut menetapkan FISIP merupakan fakultas ke 9 (Sembilan) pada Universitas Sumatera Utara. Walaupun FISIP USU baru resmi terbantuk pada tahun 1982, tetapi cikal bakal FISIP USU itu sudah muncul pada tahun 1980 berdasarkan Surat Keputusan Rektor USU Nomor. 1181/PT.05/C.80, pada tanggal 1 Juli 1980. Perkuliahan pertamakali dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1980 dengan jumlah mahasiswa hasil ujian SIPENMARU bulan Juli 1980 sebanyak 75 orang.

Lebih kurang dalam waktu satu tahun, keluar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor 0535/0/83 tentang jenis dan jumlah


(44)

jurusan pada fakultas-fakultas di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan SK Mendikbut R.I itu, disebutkan FISIP USU mempunyai 6 (enam) jurusan dengan urutan berikut :

1. Jurusan Sosiologi

2. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial 3. Jurusan Antropologi

4. Jurusan MKDU

5. Jurusan Ilmu Administrasi 6. Jurusan Ilmu Komunikasi

Pembentukan jurusan di FISIP USU tidak berjalan sesuai dengan urutan berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud R.I. Nomor : 0535 / 0 / 83 itu, karena pembukaan Jurusan pada tahap awal di lakukan pada Semester tujuh yang didasarkan pada pilihan mahasiswa. Selain itu, hal tersebut juga bergantung pada ketersediaan staf pengajar.

Dewasa ini FISIP USU mempunyai 8 (delapan) Departemen, yaitu sebagai berikut : Departemen Administrasi Negara, Departemen Ilmu Komunikasi, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosiologi, Departemen Antropologi, Departemen Ilmu politik, Administrasi Niaga/Bisnis, dan Administrasi Perpajakan. Adapun Struktur Organisasi di dalam FISIP USU, yaitu sebagai berikut.

Dekanat

Dekan : Prof.Dr.Badaruddin, M.Si Pembantu Dekan I : Drs.Zakaria, MSP Pembantu Dekan II : Dra. Rosmiani, MA Pembantu Dekan III : Drs. Edward, MSP

Departemen / Program Studi Administrasi Negara

Ketua : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si Sekretaris : Dra.Elita Dewi, MSP


(45)

28

Ilmu Komunikasi

Ketua : Dra.Fatma Wardy Lubis, MA Sekretaris : Dra. Dayana, M.Si

Ilmu Kesejahteraan Sosial

Ketua : Hairani Siregar, S.Sos, MSP Sekretaris : Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si

Sosiologi

Ketua : Dra.Lina Sudarwaty, M.Si Sekretaris : Drs. T. Ilham Saladin, MSP

Antropologi

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska Sekretaris : Drs.Agustrisno, M.SP

Ilmu Politik

Ketua : Dra. T. Irmayani, M.Si Sekretaris : Drs.P.Antonius Sitepu, M.Si

Administrasi Perpajakan

Ketua : Drs. AlwiHashim Batubara, M.Si Sekretaris : Arlina, SH, M.Hum

Administrasi Niaga / Bisnis

Ketua : Prof.Dr. Marlon Sihombing, MA Sekretaris : M.Arifin Nasution, S.Sos, MSP


(46)

3.3.2 Visi Misi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara

Adapun Visi, Misi dan Tujuan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unversitas Sumatera Utara, yaitu:

VISI

Visi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah:

“Menjadi Pusat Pendidikan dan Rujukan Bidang-Bidang Ilmu Sosial dan Politik di Wilayah Barat”

MISI

1. Menghasilkan Alumni dengan skala kualitas global dan menjadi pusat riset , kajian dalam studi ilmu sosial dan politik.

2. Menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan seluruh stakeholders dan mitra pendidikan. Misi ini berhubungan dengan fungsi relasi yang harus dibangun oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sebagi suatu organisasi profesional pendidikan. Bentuk kolaborasi dengan organisasi lain perlu dijajaki dengan sikap open minded dan profesional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara harus mampu melihat peluang kerjasama yang ditawarkan atau malah mampu menawarkan kerjasama tersebut pada pihak lain.

3. Membentuk lingkungan kerja sehat, harmonis dan profesional bagi staf dan mitra kerja. Misi ini berhubungan dengan azas profesionalitas dalam menjalankan pekerjaan. Lingkungan dan suasana kerja yang dibangun harus memperhatikan situasi fisik dan psikologis seluruh sivitas akademika. Harus ada mekanisme yang mampu membangun suasana tersebut. Prinsip Profesionalitas juga harus didukung dengan prinsip persaudaraan dan pertemanan (makna positif) dengan kemampuan bisa menempatkan dan menjalankan fungsi masing-masing.


(47)

30

4. Menjadi Institusi bagi kepentingan publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sangat potensial sebagai institusi pendidikan yang membawa misi di atas dengan melihat pengalaman-pengalaman yang telah dilalui oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sendiri(fisip.usu.ac.id)

3.4 Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan/ingin diteliti. Menurut Sudjana, populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukurannya, kualitatif maupun kuantitatif, dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas (Nanawi, 1998:144)

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara yang masih aktif menjalani masa perkuliahan (angkatan 2010-2012) berjumlah 2333 orang. Berikut daftar mahasiswa FISIP USU angkatan 2010-2012.


(48)

Tabel 1

Daftar Mahasiswa FISIP USU Angkatan 2010-2012

Jurusan Angkatan

2010

Angkatan 2011

Angkatan

2012 Jumlah

Ilmu

komunikasi 134 117 141 392 orang Administrasi

Bisnis 107 130 138 375 orang Administrasi

Negara 102 121 141 364 orang Ilmu

Kesejahteraan Sosial

88 92 80 260 orang

Sosiologi 87 80 79 246 orang Ilmu Politik 93 74 78 245 orang Antropologi 64 48 71 183 orang Perpajakan 21 91 156 268 orang

Total 2333

orang Sumber: dirmahasiswa.usu.ac.id. (januari 2014)

b. Sampel

Sampel adalah bagian yang diamati dari kumpulan objek penelitian atau populasi (Rakhmat, 2000:78). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90% (Bungin, 2005:105), hal ini dikarenakan populasi penelitian ini berjumlah besar.


(49)

32

Keterangan:

N = jumlah populasi n = sampel

= presisi (digunakan 10% atau 0,1)

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel adalah sebagai berikut.

Jadi, sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah 96 orang, untuk menentukannya digunakan teknik Proportional Stratified Random Sampling. Teknik ini digunakan karena populasi dalam penelitian ini menunjukkan sifat berstrata, dalam penelitian ini yaitu adanya 8 jurusan yang ada di FISIP USU yang menjadi objek penelitian. Setiap unit strata dalam keseluruhan populasi penelitin yang ada harus ada wakilnya dalam struktur sampel (Bungin, 2011 : 122). Penggunaan teknik ini memungkinkan untuk memberikan peluang kepada populasi yang lebih kecil tetap dipilih menjadi sampel dengan rumus (Rakhmat, 2007 : 79):

Keterangan :

n1 = jumlah responden tiap angkatan n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

Berdasarkan rumus tersebut, maka:


(50)

Tabel 2

Jumlah Responden per Jurusan di FISIP USU

Jurusan/Departemen

Populasi (angkatan 2010-2012)

Penarikan

Sampel Sampel

Ilmu komunikasi 392 orang 16 orang Administrasi Bisnis 375 orang 15 orang Administrasi Negara 364 orang 15 orang Ilmu Kesejahteraan

Sosial 260 orang 11 orang Sosiologi 246 orang 10 orang Ilmu Politik 245 orang 10 orang Antropologi 183 orang 8 orang Perpajakan 268 orang 11 orang

Total 96 orang

3.5 Teknik Penarikan Sampel Purposive Sampling

Teknik penarikan sampel ini digunakan pada penelitian-penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam menentukan sampel penelitian (Bungin, 2011:125). Teknik ini membatasi responden dengan kriteria-kriteria tertentu yang dianggap penting dalam penelitian. Adapun kriteria para responden adalah sebagai berikut:


(51)

34

1. Responden merupakan mahasiswa FISIP USU yang aktif berkuliah 2. Responden merupakan mahasiswa angkatan tahun 2010-2012

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian lapangan

Peneliti menggunakan angket (kuesioner), yaitu suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yang diajukan pada responden untuk mendapat jawaban (Sumber: Depdikbud).

2. Wawancara

Penelitian ini akan dilakukan dengan mewawancarai sejumlah responden penelitian yang dianggap peneliti mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu yang peneliti anggap penting. Wawancara dilakukan dalam penelitian ini untuk memperkuat jawaban peneliti nantinya terhadap masalah penelitian.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan mencari sumber referensi dari literatur maupun bacaan yang diperoleh melalui buku-buku maupun bacaan secara online.

3.7 Teknik Analisis Data

Untuk memudahkan penelitian, seluruh data yang diperoleh akan dianalisis dalam analisis tabel tunggal dan analisis tabel silang. Analisis tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari 2 kolom yaitu sejumlah frekuensi dan kolom persentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 2008:273). Dengan menggunakan analisis tabel tunggal, maka penelitian ini akan


(52)

menggambarkan data yang diperoleh diuraikan apa adanya secara deskriptif. Sedangkan analisis tabel silang merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antar variabel. Pada penelitian ini, analisis tabel silang digunakan untuk memperkuat hasil penelitian nantinya. Dengan menggunakan analisis tabel silang, diharapkan nantinya dapat menjelaskan bagaimana hubungan dinamika komunikasi antarbudaya dengan harmonisasi di kalangan mahasiswa FISIP USU.


(53)

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Penelitian dan Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menempuh beberapa tahap kegiatan untuk menemukan hasil penelitian, yaitu:

4.1.1 Tahap Awal

Tahap awal dalam penelitian ini, peneliti melakukan pra survey berupa pengamatan di lingkungan kampus FISIP USU yang bertujun untuk melihat bagaimana keberagaman budaya di lingkungan kampus FISIP USU. Peneliti ingin melihat suku bangsa apa saja yang ada di lingkungan kampus FISIP USU, mahasiswa pada angkatan tahun berapa saja yang sesuai untuk menjadi responden peneliti dan sedikit banyak melihat bagaimana para mahasiswa bergaul dengan teman-temannya. Selanjutnya penulis telah membuat proposal penelitian dan melaksanakan seminar proposal.

4.1.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tanggal 28 April 2014 sampai dengan tanggal 2 Mei 2014 merupakan waktu yang telah peneliti tetapkan untuk langsung ke lapangan menyebarkan kuesioner yang telah disiapkan. Di lokasi penelitian yaitu di lingkungan kampus FISIP USU, peneliti menyebarkan 96 kuesioner sekaligus melakukan wawancara kepada responden yang memenuhi kriteria sebagai responden. Sebelum memberikan kuesioner, peneliti lebih dulu bertanya siapa nama responden, jurusan apa yang diambil di FISIP USU, dan angkatan tahun berapakah responden. Hal ini peneliti lakukan karena dalam penelitian ini responden yang dipilih dibatasi dengan karakteristik-karakteristik tertentu. Dalam pelaksanaannya, tidak lupa juga peneliti menayakan kesediaan responden untuk mengisi kuesioner yang diajukan, begitu seterusnya dari kuesioner 01 sampai dengan kuesioner 96. Peneliti juga membimbing responden dalam mengisi kuesioner dan menjawab


(54)

pertanyaan yang ditanyakan responden mengenai hal-hal yang kurang dipahaminya di dalam kuesioner peneliti.Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada responden yang memilki jawaban yang agak berbeda dibandingkan dengan responden lainnya, hal ini peneliti lakukan untuk memperkuat jawaban untuk pertanyaan yang diajukan tersebut.

Sejak hari pertama menyebarkan kuesioner, peneliti banyak menemui penolakan dari responden dengan alasan yang berbeda-beda, seperti tidak memiliki waktu karena akan mengikuti kelas mata kuliah berikutnya, ingin segera pulang ke rumah, bersedia mengisi kuesioner dengan syarat tidak perlu menyertakan namanya pada kuesioner tersebut, sampai penolakan langsung yang tidak ingin mengisi kuesioner tersebut. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat peneliti sehingga peneliti menambah pendekatan terhadap calon responden. Dan sepanjang waktu yang telah peneliti tetapkan, peneliti berkeliling di lingkungan FISIP USU untuk menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa sampai pada kuesioner terakhir.

4.1.3 Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini dilakukan setelah peneliti selesai mengumpulkan data dari semua responden. Selanjutnya, ada beberapa tahapan lagi yang peneliti lakukan, yaitu: 1. Penomoran Kuesioner

Peneliti memberikan nomor urut pada setiap kuesioner sejumlah dengan banyak responden, di mana pada penelitian ini respondennya sebanyak 96 orang diurutkan dari no. 01-96.

2. Coding

Peneliti mengedit jawaban dari setiap kuesioner dan memindahkannya dalam bentuk angka ke dalam kotak kode yang telah disediakan, sesuai dengan jawaban yang dipilih responden.


(55)

38

3. Inventorisasi Variabel

Data mentah yang telah peneliti peroleh, diolah ke dalam lembaran tabel formula translation cobol (FC) sehingga memuat seluruh data dalam satu kesatuan

4. Tabulasi Data

Peneliti memindahkan variabel responden dari lembaran fortran cobol ke dalam kerangka tabel tunggal. Penyebaran data dalam tabel secara rinci digambarkan melalui kategori, frekuensi dan persentase untuk kemudian dianalisis.

5. Membuat tabel silang

Peneliti memindahkan variabel responden dari lembaran fortran cobol ke dalam kerangka tabel silang. Hal ini dilakukan untuk memperkuat jawaban dari penelitian dan melihat keterhubunbgan dari beberapa variabel.

4.2 Analisis Tabel Tunggal

4.2.1 Karakteristik Responden

Tabel 3 Usia Responden

No. Usia Responden Frekuensi (F) Persentase

(%)

1. 18 – 20 tahun 52 54, 16 % 2. 21 – 22 tahun 43 44, 79 % 3. > 22 tahun 1 1, 04 %

Total 96 100 %

Sumber: P.1/FC.3

Dari tabel di atas terlihat bahwa frekuensi terbesar yang menjadi responden penelitian berada pada kisaran usia 18 – 20 tahun yang memiliki persentase sebesar 54,1%. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang paling


(56)

aktif berada di kampus yaitu mahasiswa yang berusia di antara 18 – 20 tahun yang biasanya berada pada semester 1 sampai semester 4 yang memiliki jadwal kuliah penuh sehingga banyak terlihat berlalu lalang di kampus. Selanjutnya, mahasiswa yang berusia 21 – 22 tahun yang biasanya berada di semester 5 sampai semester 8 juga cukup banyak ditemui di lingkungan kampus meskipun tidak sebanyak yang berada di usia 18 – 20 tahun. Hal ini disebabkan karena mahasiswa yang berada pada semester 7 dan 8 sudah mulai mengambil mata kuliah skripsi sehingga sudah jarang berada di lingkungan kampus. Jumlah mahasiswa yang paling sedikit ditemui yaitu mahasiswa yang berusia diatas 22 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia di atas 22 tahun sudah sedikit yang memiliki mata kuliah di kampus dan biasanya sudah mengambil mata kuliah skripsi bahkan sudah banyak yang lulus kuliah.

Tabel 4 Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase

(%)

1. Laki – laki 21 orang 21, 87 % 2. Perempuan 75 orang 78, 12 %

Total 96 100 %

Sumber: P.2/FC.4

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang terpilih untuk mengisi kuesioner penelitian lebih banyak dari jenis kelamin perempuan. Jumlah responden perempuan yaitu 75 orang dengan besar persentase 78, 12 % diikuti dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 21 orang dengan persentase sebesar 21, 87 %. Hal tersebut bukan ditentukan atau dibatasi oleh peneliti, namun data yang peneliti dapatkan menunjukkan lebih banyak perempuan yang menjadi responden penelitian berdasarkan kenyataan dilapangan.


(57)

40

Tabel 5 Agama

No. Agama Frekuensi (F) Persentase

(%)

1. Protestan 54 56, 25 %

2. Katolik 6 6, 25 %

3. Islam 34 35, 41 %

4. Hindu 0 0

5. Budha 2 2, 08 %

Total 96 100 %

Sumber: P.3/FC.5

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan keadaan sesungguhnya di lapangan, peneliti menemukan bahwa yang paling banyak menjadi responden adalah mahasiswa yang beragama Protestan dengan frekuensi sebanyak 54 orang dengan persentase 56, 25 %, dan yang paling sedikit yaitu responden beragama Hindu yang tidak ada peneliti temui sehingga persentasenya 0 %. Hal ini bukan merupakan hal yang peneliti tetapkan, namun berdasarkan kegiatan yang peneliti lakukan terlihat bahwa hasilnya menunjukkan responden yang beragama Protestan paling banyak menjadi responden dalam penelitian ini.


(58)

Tabel 6 Suku

No. Suku Frekuensi (F) Persentase (%)

1. Batak Toba 41 42, 70 % 2. Batak Karo 13 13, 54 % 3. Batak Mandailing 7 7, 29 % 4. Batak Tapanuli 1 1, 04 % 5. Batak Pak –pak 2 2, 08 % 6. Batak Simalungun 4 4, 16 %

7. Jawa 16 16, 66 %

8. Padang 4 4, 16 %

9. Aceh 0 0

10. Melayu 1 1, 04 %

11. Sunda 1 1, 04 %

12. Nias 4 4, 16 %

13. Tionghoa 2 2, 08 %

Total 96 100 %

Sumber: P.4/FC.6

Data tabel di atas menunjukkan bahwa melalui penyebaran kuesioner di lapangan didapatkan bahwa suku bangsa yang paling banyak ditemui di lapangan yaitu suku Batak Toba dengan frekuensi 41 orang dengan persentase 42, 70 %. Hal ini tidak mengherankan mengingat Provinsi Sumatera Utara, meskipun banyak didiami oleh individu yang berbeda suku bangsa terlihat bahwa suku Batak Toba khususnya memiliki jumlah yang cukup banyak tersebar karena berasal dan banyak berkembang di Sumatera Utara. Sedangkan suku Aceh yang berasal dari provinsi Nanggroe Aceh Darusalam yang individunya banyak terdapat di Sumatera Utara tidak ada peneliti temui sepanjang waktu penelitian peneliti.


(59)

42

4.2.2. Komunikasi Antarbudaya Tabel 7

Berbaur dengan Mahasiswa yang berbeda Budaya

No. Berbaur dengan teman

yang Berbeda Budaya Frekuensi (F) Persentase (%)

1. Sangat sering 43 44, 79 %

2. Sering 48 50 %

3. Jarang 3 3, 12 %

4. Tidak Pernah 2 2, 08 %

Total 96 100 %

Sumber: P.5/FC.7

Tabel di atas menunjukkan bagaimana mahasiswa FISIP USU berbaur dengan mahasiswa lain yang berbeda budaya dengan mereka. Tabel tersebut menunjukkan bahwa paling banyak mahasiswa sering berbaur dengan teman yang berbeda budaya yang ditunjukkan dengan frekuensi sebanyak 48 orang dengan persentase 50 %. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa FISIP USU sudah sering berbaur dengan mahasiswa yang berbeda budaya dengan mereka serta menunjukkan bahwa di FISIP USU keberagaman budaya bukan halangan untuk berteman, karena sangat kecil kemungkinannya mereka tidak berinteraksi dengan teman yang berbeda budaya. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kerukunan antarbudaya sudah tercipta di lingkungan FISIP USU karena menunjukkan hanya 2 orang dengan persentase 2,08 % yang mengaku tidak pernah berbaur dengan teman yang berbeda budaya. Ke-2 orang tersebut menyatakan bahwa mereka tidak suka dan menghindari berbaur dengan teman yang berbeda budaya karena mereka merasa tidak nyaman dan menghindari kesalahpahaman yang mungkin terjadi.


(60)

Tabel 8

Pemikiran Pertama Kali ketika Bertemu dengan Teman yang Berbeda Budaya

No. Pemikiran Pertama Kali Frekuensi (F) Persentase (%)

1. Sangat Baik 8 8, 33 %

2. Baik 84 87, 5 %

3. Kurang Baik 4 4, 16 %

4. Tidak Baik 0 0

Total 96 100 %

Sumber: P.6/FC.8

Tabel 8 menggambarkan apa yang pertama kali mahasiswa pikirkan ketika bertemu dengan mahasiswa lain yang berbeda budaya dengan mereka, apakah mereka berpikiran positif (baik) atau berpikiran negatif (tidak baik). Sebanyak 84 orang dengan persentase 87, 5 % mengatakan bahwa mereka berpikiran positif (baik) ketika mereka bertemu pertama kali dengan teman yang berbeda budaya dengan mereka. Hal ini disebabkan karena pemikiran mereka mengenai teman yang berbeda budaya lebih terbuka dan umumnya memiliki teman dekat yang berbeda budaya dengannya. Selain itu, tidak ada mahasiswa yang berpikiran tidak baik (negatif) ketika mereka pertama kali bertemu dengan teman yang berbeda budaya dengan mereka. Hasil ini membuktikan bahwa tingkat etnosentris yang dapat menghambat hubungan pertemanan di antara mahasiswa FISIP USU sudah cukup rendah dan mereka sudah terbuka dengan kebudayaan lain dan sudah lebih saling menghargai.


(61)

44

Tabel 9

Frekuensi Berkomunikasi dengan Teman yang Berbeda Budaya

No. Frekuensi

Berkomunikasi Frekuensi (F) Persentase (%)

1. Sangat Sering 35 36, 45 % 2. Sering 53 55, 20 %

3. Jarang 8 8, 33 %

4. Tidak Pernah 0 0

Total 96 100 %

Sumber: P.7/FC.9

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak 53 orang mahasiswa dengan persentase 55, 20 % sering berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya dengan mereka. Meskipun mereka yang sangat sering berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya disebabkan karena mereka memiliki teman dekat dari suku bangsa yang berbeda, hasil di atas menunjukkan bahwa meskipun dengan teman yang berbeda budaya yang tidak terlalu dekat responden telah menjalin komunikasi yang baik. Sementara, tidak ada yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya. Hal ini membuktikan bahwa keberagaman suku bangsa di FISIP USU memungkinkan mahasiswa yang berbeda budaya untuk bertemu dan berkomunikasi dalam setiap kesempatan.


(62)

Tabel 10

Banyak Orang yang Terlibat ketika Berkomunikasi

No. Banyak Orang Frekuensi (F) Persentase (%)

1. 2 orang 7 7, 29 %

2. 3 – 5 orang 59 61, 45 % 3. > 6 orang 27 28, 12 %

4. Dll 3 3, 12 %

Total 96 100 %

Sumber: P.8/FC.10

Berdasarkan tabel tersebut, mahasiswa yang berbeda budaya paling banyak berkomunikasi dalam kelompok yang berjumlah 3-5 orang yang terlihat dari frekuensinya sebesar 59 orang dengan persentase 61, 45 %. Hal tersebut sejalan dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa kelompok-kelompok kecil di antara mahasiswa yang biasanya terbentuk lebih banyak yang terdiri dari 3-5 orang saja dan jarang dalam kelompok-kelompok yang berjumlah besar. Sementara, ada 3 orang dengan persentase 3, 12 % yang yang memilih dll di luar pilihan jawaban yang telah disediakan. Ketiga responden tersebut menyatakan mereka biasanya berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya dengan jumlah tidak tentu, terkadang 5 orang, lebih banyak atau lebih sedikit menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang mudah bergaul dengan teman yang berbeda budaya dan tidak terikat dengan satu kelompok pertemanan saja.


(1)

2. Sering

3. Jarang 17

4. Tidak pernah

Jika pernah, kesalahpahaman seperti apa? Jelaskan :

………... ……….. ……….. 12. Dimanakah tempat yang paling sering anda jadikan tempat berbincang dengan teman anda ?

1. Ruang Kuliah

2. Taman Kampus 18

3. Kantin

4. Dll. ……… (sebutkan)

13. Bagaimana perasaan anda ketika berkomunikasi dengan teman anda yang berbeda budaya?

1. Sangat nyaman

2. Nyaman 19

3. Kurang nyaman 4. Tidak nyaman

14. Apakah anda pernah menggunakan bahasa daerah anda ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya dengan anda?


(2)

2. Sering

3. Jarang 20

4. Tidak pernah

III. Hubungan Harmonis

15. Seberapa terbuka sikap anda ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya dengan anda?

1. Sangat terbuka

2. Terbuka 22

3. Kurang terbuka 4. Tidak terbuka

16. Seberapa jujur anda ketika bertukar informasi dengan teman yang berbeda budaya dengan anda?

1. Sangat jujur

2. Jujur 23 3. Kurang jujur

4. Tidak jujur

17. Seberapa paham akan informasi yang teman anda sampaikan? 1. Sangat paham

2. Paham 24

3. Kurang paham 4. Tidak paham


(3)

18. Ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya, mampukah anda merasakan masalah yang teman anda hadapi?

1. Sangat mampu

2. Mampu 25

3. Kurang mampu 4. Tidak mampu

19. Apakah anda pernah menunjukkan rasa toleransi anda ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya?

1. Sangat sering

2. Sering 26

3. Jarang 4. Tidak pernah

Jika pernah, bentuk toleransi seperti apa ? Jelaskan :

……….. ……….. ……….. 20. Apakah anda berprasangka baik ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya?

1. Sangat baik

2. Baik 27

3. Kurang baik 4. Tidak baik


(4)

21. Ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya, bagaimanakah suasana yang tercipta?

1. Sangat baik 4. Tidak baik

2. Baik 28

3. Kurang baik

22. Apakah ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya, kedudukan anda dan teman anda seimbang?

1. Sangat seimbang

2. Seimbang 29

3. Kurang seimbang 4. Tidak seimbang

23. Ketika anda berkomunikasi dengan teman yang berbeda budaya, apakah tercapai satu kesepahaman?

1. Sangat tercapai

2. Tercapai 30

3. Kurang tercapai 4. Tidak tercapai

24. Ketika berkomunikasi, apakah anda memiliki kesempatan yang sama dalam menyampaikan dan menerima informasi?

1. Sangat sama

2. Sama 31

3. Kurang sama 4. Tidak sama


(5)

25. Menurut anda, apakah anda sudah cukup baik dalam menjalin hubungan antarbudaya dengan teman di lingkungan kampus anda?

1. Sangat baik 3. Kurang baik

2. Baik 4. Tidak baik 32


(6)

BIODATA

Nama : Fipit Nofita Sari Tempat lahir : Kabanjahe Tanggal lahir : 25 Mei 1992

Nama Orangtua : Bapak : Justianus Sembiring Ibu : Aminah Br Purba Anak ke : 2 dari 3 bersaudara

Nama Saudara : Abang : Roy Arijhona Adik : Afandi Pendidikan :

TK Cahaya Kabanjahe (Tahun 1996 - 1998) SD Negeri 6 Kabanjahe (Tahun 1998 - 2003) SMP Negeri 2 Kabanjahe (Tahun 2004 - 2006) SMA Negeri 1 Kabanjahe (Tahun 2007 - 2010) Universitas Sumatera Utara (Tahun 2010 - 2014)