Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemilihan kepala daerah (Pemilukada) secara langsung merupakan sistem baru dalam
praktek ketatanegaraan di Indonesia. Penerapan pemilihan kepala daerah langsung merupakan salah
satu akibat dari perubahan politik yang terjadi di Indonesia. Tujuan utamanya adalah pengambilan
kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin dalam Negara, baik presiden dan kepala daerah provinsi
serta kabupaten/kota.
Dengan lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan peraturan
pemerintah (PP) No.6 Tahun 2005 tentang tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan
pemberhentian kepala daerah, merupakan landasan hukum bagi pelaksanaan pemilihan kepala
daerah secara langsung. 1 Melalui pemilihan kepala daerah langsung berarti mengembalikan hak-hak
dasar masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen politik
lokal secara demokrasi. 2 Rakyat memiliki kedaulatan penuh atas hak politiknya dalam memilih
pemimpin mereka. Semangat pemilihan kepala daerah secara langsung adalah memberikan ruang
yang luas bagi partisipasi politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan aspirasi
dan kebutuhan di daerah masing-masing sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah
nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya. 3
Tahun 2005, merupakan awal perubahan besar terjadi, dimana untuk pertamakalinya Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai
babakan baru dalam sejarah politik daerah di Indonesia. Adapun pemilihan umum Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah secara langsung diatur dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah
1

Daniel.S.Slossa. 2005. Mekanisme Persyaratan dan Tata Cara Pemilukada Secara Langsung, Yogjakarta:
Media Presindo. hal. 9
2
Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Widia Sarana. hal. 131
3
Donni Edwin. 2005. Pemilukada Langsung :Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance. Jakarta :
Patner Ship. hal. 2

14
Universitas Sumatera Utara

Pasal 56. Dalam Pasal 56 ayai (1) dikatakan : “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam
satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil.”
Demokrasi di tingkat lokal mulai mekar, dimana pada tahun 2005 untuk pertama kalinya
dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia digelar perhelatan akbar “Pemilihan Umum Kepala
Daerah Langsung”, baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati maupun walikota dan

wakil walikota. Pemilukada langsung merupakan hasil kerja keras dalam perwujudan demokrasi,
walaupun banyak hal yang menjadi konsekuensinya seperti biaya yang besar, energi, waktu, pikiran
dan lain sebagainya. Namun, keberhasilan pemilukada untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang
murni secara demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada sikap
kritisme dan rasionalitas rakyat sendiri. 4
Berdasarkan UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, pemilihan umum Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah (pemilukada) juga dimasukkan sebagai bagian dari kategori pemilu.
Pemilihan umum Kepala Daerah langsung merupakan suatu capaian yang baik dalam proses
demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan umum Kepala Daerah langsung berarti mengembalikan
hak – hak masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses politik dalam rangka rekrutmen
politik lokal secara demokrasi. 5 Sehingga hal ini semakin memajukan demokrasi ditingkat lokal
karena masyarakat lokal akan memilih sendiri siapakah calon pemimpinnya atau yang mewakilinya
di daerah.
Salah satu sisi lain yang perlu dicermati dari Pemilukada adalah rekrutmen calon kepala
daerah yang dilakukan partai politik menjelang Pemilukada. Partai politik merupakan salah satu jalur
pencalonan kepala daerah. Hal ini ditegaskan dalam revisi ke-2 UU No. 32 tahun 2004 pasal 56 ayat
(2) bahwa “Pasangan calon diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan
yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan.”
4
5


Joko J. Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal. 3
Ibid., Hal.21

15
Universitas Sumatera Utara

Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara
pemilihan kepala daerah langsung (pemilukadasung) dengan pemilihan umum
(pemilu) legislatif. Dalam Pemilu Legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara
dalam Pemilukada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pemilukadasung,
kandidat yang mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal
dari partai mana. Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen
yang dilakukan oleh partai politik . 6

Partai politik sebagai ikon utama demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung
dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan atau mengambil
bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itu kemenangan dalam Pemilukada penting untuk
diperoleh sebagai pencapaian tujuan partai politik. Ahmad Nyarwi mengemukakan bahwa makna
penting kemenangan Pemilukada bagi partai politik, yaitu :

Pertama, sebagai kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan eksekutif di
masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah nantinya bisa menjadi
mesin yang ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing
partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembelajaran
para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama proses
Pemilukada cenderung mendorong para kadernya untuk maju sebagai kandidat.
Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer. 7

Dalam pencalonan kepala daerah tidak semua partai politik dapat mengajukan calonnya. Hal
ini dapat kita lihat dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 59 ayat (2) yang menggariskan bahwa : “Partai
politik atau gabungan partai politik yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi
persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan“.
Selanjutnya partai politik dan gabungan partai politik memproses bakal calon melalui
mekanisme yang demokratis dan transparan. Maka tentunya setiap partai politik memiliki suatu
6

Eriyanto, Pemilukada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,
www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tgl 27 Agustus 2016.
7


Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,
www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tgl. 28 Agustus 2016.

16
Universitas Sumatera Utara

sistem atau mekanisme pencalonan kepala daerah. Pelaksanaan pemilukada bermuara pada
pemilihan kepala daerah yang dapat menjalankan tugas sebagai kepala daerah dengan baik hingga
harapan terbentuknya good governance benar-benar terwujud. Partai politik sebagai salah satu
pintu bagi pencalonan tersebut tentunya memiliki peranan dan kepentingan partai dalam setiap
proses pelaksanaan pemilukada. Oleh karenanya proses perekrutan yang dilakukan partai politik
tersebut sangat menentukan bagi partai itu sendiri.
Seleksi partai politik sangatlah menentukan sosok calon kepala daerah yang tampil dan akan
dipilih oleh rakyat. Hal ini menjadikan kehendak partai politik lebih dominan dan belum tentu sama
dengan kehendak konstituen pada umumnya. Selama ini proses internal partai politik cenderung
tertutup dari keterlibatan konstituen secara langsung. Persaingan elit partai lebih dominan sehingga
kerap kali mengabaikan proses rekrutmen yang terbuka dan memberi kesempatan potensial di luar
partai untuk berpartisipasi 8.
Pada dasarnya peran partai politik dalam pemilukada adalah sebagai kendaraan. Sesuai

ketentuan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 56, setiap kontestan pemilukada diwajibkan
memakai kendaraan berupa partai politik dan gabungan parpol. Kendaraan ini tidak hanya berfungsi
sebagai alat untuk masuk arena, melainkan juga sebagai mesin yang bekerja untuk mengumpulkan
dukungan rakyat. Calon yang belum dikenal publik, mereka harus berusaha keras mendekati publik,
memperkenalkan diri, visi misi, program aksi ke publik. Usaha keras ini membutuhkan dukungan
kekuatan mesin politik. dalam mengambil hati rakyat juga diperlukan dalam meraih kekuasaan.
Partai politik adalah juga salah satu prasyarat dari terwujudnya demokrasi. Adanya partai
politik yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai wadah aspirasi politik masyarakat dan sebagai
media untuk melakukan bargaining kebijakan dengan negara (pemerintah) karena itu sebagian
pihak menilai yang paling penting barangkali bukan mempersoalkan mengenai keberadaan parpol

8

Syamsuddin Haris(ed), Pemilu Langsung di Tengah Oligarki Partai Proses Nominasi dan Seleksi Calon
Legislatif Pemilu 2004, Jakarta : Gramedia, 2005, hal. 143-144.

17
Universitas Sumatera Utara

secara fisik di suatu negara. Demi terwujudnya demokrasi dan tersalurkannya aspirasi publik, justru

yang jauh lebih penting adalah menguak kinerja dan efektifitas fungsi parpol jelas tidak bisa
dilepaskan dari berdirinya parpol itu sebagai suatu kebutuhan politik masyarakat. Asal usul secara
historis dan berbagai aspek kesejarahan yang lain, terutama perkembangan politik di Indonesia di
masa Orde Lama, Orde Baru dan reformasi perlu mendapat sorotan agar analisis atas kinerja dan
prilaku partai politik bisa didahulukan secara menyeluruh.
Partai Politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian memimpin proses
pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai politik untuk mempersiapkan caloncalon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur jalannya pemerintahan. Dalam proses internal
partai itulah, salah satu fungsi partai politik urgen untuk dibahas, yakni fungsi perkaderan. Proses
pematangan kader untuk mampu memimpin, baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun
nasional, itulah yang perlu mendapat sorotan tajam, khususnya mengenai partai-partai di Indonesia.
Dalam kenyataan Indonesia pasca kemerdekaan, dapat diakatakan adanya kegagalan partai politik
dalam melahirkan kepemimpinan yang berkualitas. 9 Pola kaderisasi yang masih setengah hati,
serampangan, dan miskin konsep seolah menjadi identitas yang tepat bagi keseriusan pembangunan
sumber daya manusia dalam sebuah partai.
Salah satu partai politik yang harus menjalankan proses tersebut di atas adalah Partai
Gerindra. Partai Gerakan Indonesia Raya adalah salah satu partai politik di Indonesia yang telah
malang melintang di kancah perpolitikan nasional. Sebagai salah satu contohnya adalah pada
perhelatan Pemilukada Walikota dan wakil Walikota Medan tahun 2015 Partai Gerindra yang
berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Hanura, dengan mengusung pasangan calon Ramadhan
Pohan – Eddi Kusuma bersanding dengan kontestan lainnya yakni pasangan Dzulmi Eldin dan Akhyar

Nasution yang didukung usung oleh PDI-P, Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, PBB, PKPI, dan Nasdem.

9

Ibid., hal, 105

18
Universitas Sumatera Utara

Dari hasil perolehan suara Pemilukada yang telah dilakukan tersebut, pasangan yang diusung
oleh Partai Gerindra dan Demokrat yakni Ramadhan Pohan – Eddi Kusuma mengalami kekalahan,
dan banyak kalangan yang menyatakan bahwa kekalahan itu adalah kekalahan telak Partai Gerindra
dalam Pemilukada. Pasangan tersebut hanya memperoleh 136.817 Suara (28,32%) sementara itu
pasangan Dzulmi Eldin – Akhyar Nasution memperoleh 346.308 Suara (71,68%). Hasil ini memang
sangat mengejutkan banyak pihak terutama dari kalangan Gerindra, namun ada hal yang signifikan
yang membuat begitu telaknya kekalahan Partai Gerindra. Hal tersebut adalah tidak tepatnya
penetapan calon yang diusung oleh Partai Gerindra dalam Pemilukada Kota Medan tersebut.
Dalam proses mekanisme penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan DPC Partai
Gerindra Kota Medan, terdapat tiga nama calon yang masuk, yakni Ikhwan Ritonga, sofyan Tan dan
Eddi Kesuma. Ikhwan Ritonga dan Sofyan Tan adalah kader Partai Gerindra yang yang merupakan

putra daerah asli Kota Medan yang telah lama berkecimpung di perpolitikan Kota Medan. Sedangkan
Eddi Kesuma adalah kader Partai Gerindra yang bukan merupakan putra daerah Kota Medan dan
lebih banyak berkecimpung pada organisasi kemasyarakatan di Jakarta.
Dalam penetapan akhir calon yang akan diusung, DPP Partai Gerindra membuat keputusan
yang mengejutkan yaitu mendukung pasangan Ramadhan Pohan dan Eddi Kesuma sebagai calon
walikota dan calon wakil walikota yang akan diusung Partai Gerindra pada Pemilukada Kota Medan
Tahun 2015. Keputusan ini memang agak menimbulkan sedikit resistensi. Pencalonan calon kepala
daerah yang merupakan keputusan dari pusat merupakan sebuah fenomena yang menarik sebab
sebenarnya masyarakat Kota Medan lebih mengenal serta menginginkan sosok Ikhwan Ritonga atau
Sofyan Tan dibandingkan dengan Eddi Kesuma untuk maju sebagai calon walikota dari Partai
Gerindra. Tentunya sebagai Partai Politik yang baik mampu mendengarkan aspirasi dari masyarakat
dan konstituennya dalam menentukan pasangan calon yang maju dalam Pemilukada, dan hal itu
memang dipertegas oleh kader dan pengurus Partai Gerindra lainnya bahwa hal tersebutlah yang
menjadi akar utama kekalahan telak Partai Gerindra di Pemilukada Kota Medan 2015. Hal ini

19
Universitas Sumatera Utara

menimbulkan pertanyaan terhadap proses penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan oleh
Partai Gerakan Indonesia Raya.

Hal inilah yang menarik penulis untuk melakukan kajian terhadap “Mekanisme Penjaringan
Calon Kepala Daerah Dalam Pemilukada Kota Medan Tahun 2015” (Studi Kasus DPC Partai
Gerindra Kota Medan).
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan
studi ini adalah :
1. Bagaimana proses penjaringan calon walikota dan wakil walikota yang di lakukan oleh Partai
Gerindra ?
2. Mengapa Partai Gerindra lebih memilih mengusung calon walikota yang bukan berasal dari
Kota Medan ?
3. Batasan Masalah
Dalam melakukan penilitian ini penulis perlu membuat pembatasan masalah terhadap masalah
yang akan di bahas, agar hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin
dicapai, yang akan membuat sebuah karya tulis yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan
masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Mekanisme penjaringan calon kepala daerah dari Partai Gerindra.
2. Alasan Partai Gerindra tidak mencalonkan kadernya yang putra daerah.

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui proses penjaringan calon kepala daerah dari Partai Gerindra.

20
Universitas Sumatera Utara

b. Untuk mengetahui penyebab Partai Gerindra tidak mencalonkan kadernya yang putra
daerah dan lebih populer sebagai walikota.

2. Manfaat Penelitian
Dalam Penelitian ada tiga jenis manfaat penelitian, yaitu :
a. Manfaat bagi penulis
Manfaat penelitian ini bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengalaman
berharga dalam kapasitas kemampuan, dan kontribusi penulis untuk melihat bagaimana
sebenarnya partai politik melakukan proses rekrutmen calon kepala daerah. Penelitian
ini juga bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah
khususnya tentang studi partai politik.
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini menjadi masukan yang
berguna bagi partai politik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
c. Manfaat akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya penelitian di bidang
partai politik dan pemilukada.

5. Kerangka Teori
Penggunaan teori dalam sebuah penelitian sangatlah perlu sebagai landasan untuk
menyelesaikan masalah. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolah atau landasan berfikir
dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya, untuk itu perlu menyusun kerangka teori

21
Universitas Sumatera Utara

yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan
di soroti. 10
Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.1

Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasanya
gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu deperhitungkan sebagai pelaku dalam proses
politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penggabungan
antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada umumnya dianggap
sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang berjalan dalam
proses memodrenisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah
menjadi lembaga politik yang biasa di jumpai.
Menurut Khoiruddin dengan mengutip Lapalombara dan Weiner serta Maurice Duverger.
Ada tiga jenis krisis yang mendorong kemunculan partai, yaitu 11:

1. Krisis legitimasi, seiring dengan modernisasi di Eropa dimana terjadi
perubahan-perubahan yang besar, termasuk di dalamnya adalah tuntutan
perubahan otoritas yang dimiliki oleh kerajaan yang feodal. Masyarakat,
terutama kalangan menengah, borjuis, tidak lagi memandang penguasa
memiliki legitimasi. Parpol didirikan sebagai upaya untuk mencari pemimpin
yang memiliki otoritas dan legitimasi. Adapun keterkaitan antara berdirinya
partai dengan upaya memperbaiki krisis legitimasi ini adalah karena terdapat
kecenderungan perubahan dasar legitimasi yang sebelumnya legitimasi berasal
dari pihak paling atas yaitu kerjaan, maka pada perkembangannya legitimasi

10

Bagong Suyanto dan Sakinah. 2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana. hal 39-40
Khoiruddin. 2004. Partai Politik dam Agenda Transisi Demokrasi Menakar Kinerja Partai Politik Era
Transisi di Indonesia. Yogyakarta. hal.65
11

22
Universitas Sumatera Utara

datang dari bawah (masyarakat). Dengan demikian partai politik merupakan
instrumen kelas menengah untuk memperoleh dukungan dari bawah;
2. Krisis integritas. Hal ini dimulai ketika modernisasi di Eropa juga
menimbulkan ancaman berupa disintegrasi wilayah. Kemunculan partai politik
dimaksudkan untuk mengatasi krisis integrasi, terutama apa bila partai politik
memiliki basis dukungan yang lintas wilayah; dan
3. Krisis partisipasi. Hal ini telah membawa perubahan-perubahan besar di
bidang sosial, ekonomi dan sistem stratifikasi. Akibatnya penguasa yang
sudah kehilangan legitimasi juga kehilangan partisipasi masyarakat. Melalui
partai politik, rakyat bisa lebih berperan didalam penentuan kabijakan negara.
Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat
mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut untuk menentukan siapa-siapa yang akan
menjadi menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijakan umum. Di negara-negara totaliter
gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pada pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu
dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai
politik merupakan alat yang baik.
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok
ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik 12.
Pengertian partai politik juga mengarah kepada perkumpulan orang-orang yang seasas,
sehaluan, setujuan di dalam bidang politik. Baik yang berdasarkan partai massa, yaitu partai politik
yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya 13.

12
13

Miriam Budiardjo, Op.Cit., hal. 161.
Poerwanta, Partai Politik di Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1996, hal. 6.

23
Universitas Sumatera Utara

Selain kedua defenisi diatas banyak ragam pengertian partai politik, berikut disampaikan
beberapa definisi mengenai partai politik dari beberapa pakar politik :
a. Menurut Carl J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabildengan tujuan
merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya
kemamnfaatan baik idealisme maupun kekayaan material.
b. Menurut Roger.H. Soltau
Partai politik adalah sekumpulan warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang
bertindak sebagai satu kesatuan politik dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk
memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melakukan kebijakan mereka sendiri.
c. Menurut Sigmund Neuman
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif
dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai
kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan
beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. 14
Selain menurut pakar diatas, dengan cara yang berbeda Austin Renney tidak membuat suatu
batasan konseptual tentang partai politik dalam satu definisi, tetapi melihatnya lebih luas melalui
karakteristik-karakteristik fundamental, yang setidaknya dimiliki oleh organisasi bernama partai
politik, yaitu :
1. They are groups of people-whom labels, are generally applied by both themselves and
others. (berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas)

14

Miriam Budiardjo, Op.Cit., hal. 161-162.

24
Universitas Sumatera Utara

2. Some of people are organized,-that is, tey deliberately act together to achieve party goals.
(terdiri dari beberapa orang yang terorganisasi, yang dengan sengaja bertindak bersamasama untuk mencapai tujuan-tujuan partai)
3. The larger society recognizes as legitimate the right of parties to organize and promote their
causes. (masyarakat mengakui partai politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk
mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka)
4. In some of their goal-promoting activities, parties work through the mechanism of
representative government. (beberapa tujuannya diantaranya mengembangkan aktivitasaktivitas, partai bekerja melalui mekanisme-mekanisme “pemerintahan yang mencerminkan
pilihan rakyat”)
5. A key activity of parties is thus selecting candidates for elective public office. (aktivitas partai
politik ini adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan publik). 15
setelah mengacu karakteristik pada partai politik selanjutnya dapat dilihat bahwa ada
beberapa fungsi dari partai politik. Fungsi sering diartikan sebagai perbuatan, kegiatan atau
pengaruh. Robert K. Merton (1968) mendefinisikan fungsi sebagai akibat yang dapat diamati yang
menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem sosial. Fungsi bersifat netral sehingga fungsi
dapat mengalami disfungsi, oleh karena itu Merton membagi dua jenis fungsi, yaitu fungsi manifes
dan fungsi laten. 16 Fungsi manifes merupakan fungsi yang dirumuskan secara eksplisit dan tegas,
sedangkan fungsi laten tidak secara tegas dirumuskan, tetapi perasaan atau tingkah lakunya dapat
diketahui yang kemudian dijalankan dalam sistem sosial.
Partai politik sebagai salah satu infrastruktur dalam sistem politik mempunyai beberapa
fungsi, yaitu :
“Sebagai sarana komunikasi, partai sebagai wadah dalam menyampaikan segala
aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga aspirasi itu dapat
menjadi suatu kebijakan umum yang dapat menjadi solusi atas berbagai
15
16

Deden Faturohman dan Wawan Sobari. 2004. Pengantar Ilmu Politik. Malang : UMM. hal. 113-114.
M. Arif Nasution, dkk. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Medan : FISIP USU. hal. 42.

25
Universitas Sumatera Utara

permasalahan yang terjadi di masyarakat; sebagai sarana sosialisasi politik,
sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui sesorang dalam memperoleh sikap
dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat tempat orang
itu berada. Sosialisasi juga mencakup proses penyampaian norma-norma dan nilainilai dari satu generasi ke generasi lainnya. Sosialisasi politik berperan
mengembangkan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat
unutk menjalankan peran-peran politik tertentu; sebagai sarana rekrutmen politik,
fungsi rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat unutk kegiatan
politik dan jabatan pemerintah melalui penampilan dalam media komunikasi,
menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu atau
sebagainya. Fungsi rekrutmen politik ini juga disebut sebagai fungsi seleksi
kepemimpinan. Seleksi kepemimpinan dalam suatu struktur politik dilakukan secara
terencana dan teratur sesuai dengan kaidah/norma-norma yang ada serta harapan
dalam masyarakat; sebagai pengatur konflik, dalam suasana demokrasi, persaingan
atau perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar, jika terjadi
konflik, partai politik berusaha untuk mengatasinya.” 17

Dapat disimpulkan bahwa fungsi partai politik adalah menjadi penghubung antara
pemerintah dan rakyatnya serta memberikan pendidikan politik terhadap masyarakat. Dari fungsi
partai politik ini kita dapat memberikan penilaian terhadap kinerja partai politik apakah ada
hubungan antara janji politiknya dengan kebijakan publik yang dihasilkannya. Meskipun demikian
fungsi utama partai politik menurut Ramlan Surbakti ialah “mencari dan mempertahankan
kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu.” 18 Hal
yang sama dikemukakan oleh Monte Palmer dimana partai politik di negara berkembang berfungsi
untuk menyediakan dukungan basis massa yang stabil, sarana, dan memelihara integrasi dan
mobilisasi, dan memelihara kelangsungan kehidupan politik. 19
Dalam partai politik ada sebuah sistem kepartaiaan dimana digunakan untuk mengetahui
bagai mana cara partai itu berjalan. Sistem kepartaian adalah pola perilaku dan interaksi di antara
sejumlah partai politik dalam sebuah sistem politik. Maurice Duverger 20 dalam bukunya yang
berjudul Political Parties, menggolongkan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu sistem partai
17

Miriam Budiardjo, Op.Cit.,hal. 163-164.
Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo. hal. 116.
19
Koiruddin, op. cit., hal. 86.
20
Miriam Budiardjo, Op.Cit.,hal. 167.

18

26
Universitas Sumatera Utara

tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multi partai. Penggolongan sistem kepartaian berdasarkan
jumlah partai dapat dikemukakan seperti berikut. Bentuk partai tunggal (totaliter, otoriter dan
dominan), sistem dua partai dominan dan bersaing dan sistem multi partai. Dalam negara yang
menerapkan bentuk partai tunggal totaliter terdapat satu partai yang tak hanya memegang kendali
atas militer dan pemerintahan, tetapi juga menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat. Partai
tunggal totaliter biasanya merupakan partai doktriner dan diterapkan di negara-negara komunis dan
fasis.
Bentuk partai tunggal otoriter ialah suatu sistem partai yang di dalamnya terdapat lebih dari
satu partai besar yang digunakan oleh penguasa sebagai alat untuk memobilisasi masyarakat dan
mengesahkan kekuasaannya sedangkan partai-partai lain kurang dapat menampilkan diri karena
ruang gerak dibatasi penguasa. Bentuk partai tunggal yang otoriter biasanya diterapkan di negaranegara berkembang yang menghadapi masalah-masalah integrasi nasional dan keterbelakangan
ekonomi. Partai tunggal yang otoriter digunakan sebagai wadah persatuan segala lapisan dan
golongan masyarakat, dan sebagai alat untuk memobilisasi masyarakat untuk mendukung kebijakan
yang dibuat oleh penguasa. Apabila dalam bentuk partai tunggal totaliter, partailah yang menguasai
pemerintahan dan militer maka dalam bentuk tunggal otoriter pemerintahan dan militer yang
menguasai partai. Partai Uni Nasional Afrika Tanzania (UNAT), dan Partai Aksi Singapura merupakan
contoh partai otoriter.
Bentuk partai tunggal dominan tetapi demokratis ialah suatu sistem kepartaian yang di
dalamnya terdapat lebih dari satu partai, namun satu partai saja yang dominan (secara terusmenerus mendapat dukungan untuk berkuasa), sedangkan partai-partai lain tidak mampu menyaingi
partai yang dominan, walaupun terdapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan dukungan
melalui pemilihan umum. Partai yang dominan itu biasanya lebih dahulu muncul untuk membina
bangsa dan mengorganisasikan pembangunan ekonomi, dibandingkan dengan partai-partai lain yang
muncul beberapa dekade kemudian untuk mengoreksi dan menyaingi partai dominan. Ketika partai-

27
Universitas Sumatera Utara

partai oposisi muncul, partai dominan sudah berakar dalam masyarakat dan organisasinya sudah
melembaga. Partai liberal di Jeapang merupakan contoh partai dominan tetapi demokratik.
Sistem dua partai bersaing merupakan suatu sistem kepartaian yang di dalamnya terdapat
dua partai yang saling bersaing unutk mendapatkan dan mempertahankan kewenangan pemerintah
melalui pemilihan umum. Dalam sistem ini terdapat pembagian tugas diantara kedua partai yaitu
partai yang memenangkan pemilihan umum menjadi partai yang memerintah, sedangkan partai
yang kalah dalam pemilihan umum berperan sebagai kekuatan oposisi yang loyal sebagai kontrol
atas partai yang menang. Negara yang menerapkan sistem dua partai bersaing adalah Amerika
Serikat (Partai Republik dan Partai Demokrat) dan Australia (Partai Liberal dan Parati Buruh).
Sistem multi partai merupakan suatu sistem yang terdiri atas dua partai yang dominan.
Sistem ini merupakan produk dari struktur masyarakat yang majemuk, baik secara kultural maupun
secara sosial ekonomi. Setiap golongan masyarakat cenderung memelihara keterkaitan dengan asalusul budaya dan memperjuangkan kepentingan melalui wadah politik sendiri. Karena banyak partai
bersaing untuk mendapatkan dan memperahankan kekuasaan melalui pemilihan umum maka yang
sering terjadi adalah pemerintahan koalisi dengan dua atau lebih partai yang sama-sama dapat
mencapai mayoritas di parlemen. Untuk mencapai konsesnsus diantara partai yang berkoalisi itu
memerlukan tawar-menawar dalam hal program dan kedudukan menteri.
Partai politik pada umumnya juga dapat diklasifikasikan menurut komposisi dan fungsi
keanggotaannya ke dalam dua bagian, yaitu 21 :
a. Partai Massa
Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota dengan elite
kepemimpinan yang diseleksi secara ketat, oleh karena itu partai ini biasanya terdiri dari
pendukung-pendukung dari aliran-aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk
bernaung dibawahnya dalam memperjuangkan program yang biasanya luas dan agak kabur.
21

Miriam Budiardjo, Op.Cit., hal. 166.

28
Universitas Sumatera Utara

Kelemahan dari partai massa ialah bahwa masing-masing aliran atau kelompok yang
bernaung di bawah partai ini cenderung unutk memaksakan kepentingan masing-masing,
terutama pada saat krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat melemah atau hilang sama
sekali sehingga salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru.
b. Partai Kader
Partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja anggotanya. Proses
seleksi terhadap anggota-anggota partai dilakukan secara ketat dengan memperhatikan
berbagai aspek seperti keterampilan, prestise, pengalaman politik, serta pengaruhpengaruhnya yang diharapkan bisa menarik pendukung/pemilih sebanyak-banyaknya dalam
pemilu. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan
jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggotanya yang
menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan. Selain berdasarkan komposisi dan
fungsi anggotanya, Gabriel Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis sosial
dan tujuannya. Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi empat tipe, yaitu 22 :
a. partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas
atas, menengah dan bawah ;
b. partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti
petani, buruh, dan pengusaha ;
c. partai poltik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam,
Katholik, Protestan, dan Hindu ; dan
d. partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku
bangsa, bahasa, dan daerah tertentu.
Berdasarkan tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga, yaitu 23 :

22

Gabriel Almond, 1978, “Kelompok Kepentingan dan Partai Politik”, dalam Mochtar Mas’oed dan Collin Mac
Andrews (ed). 2000. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. hal. 58.
23
Ibid., hal. 60.

29
Universitas Sumatera Utara

a. partai perwakilan kelompok, artinya partai yang menghimpun berbagai kelompok
masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen seperti Barisan
Nasional di Malaysia ;
b. partai pembinaan bangsa, artinya partai yang bertujuan menciptakan kesatuan nasional dan
biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura ;
dan
c. partai mobilisasi, artinya partai yang berupaya memobilisasi masyarakat ke arah pencapaian
tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan
kelompok cenderung diabaikan.
Dalam melihat partai politik di Indonesia, Koiruddin mengkategorikan sebagian besar partai
politik di Indonesia termasuk jenis partai catch-all. Koiruddin mengatakan bahwa :
“partai catch all merupakan jenis partai gabungan antara partai kader dan
massa. Mereka berusaha menampung kelompok sosial sebanyak-banyaknya
untuk menjadi anggotanya. Tujuannya memenangkan pemilu berkait
dengan berkembangnya kelompok kepentingan dan penekan, dan
ideologinya tidak terlalu kaku. Meskipun demikian mereka juga melakukan
kaderisasi di internal elit pengurusnya sehingga konsekuensinya adalah
terabaikannya proses pendidikan politik.” 24
Menurut Ramlan Surbakti “rekrutmen politik ialah seleksi pemilihan atau seleksi dan pengangkatan
seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada
umumnya dan pemerintahan pada khususya”. 25 Fungsi rekrutmen sangat penting karena merupakan
kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, fungsi rekrutmen politik
sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan
peranannya, kelangsungan sistem politik akan terancam.
Rekrutmen politik merupakan proses dimana partai mencari anggota baru dan mengajak
orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik melalui organisasi-organisasi massa

24
25

Koiruddin, op. cit., hal. 80.
Ramlan Surbakti, op. cit.,hal. 118.

30
Universitas Sumatera Utara

yang melibatkan golongan-golongan tertentu, seperti golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa,
perempuan dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa rekrutmen politik menjamin
kontinuitas dan kelestarian partai. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Mochtar Mas`oed bahwa
rekrutmen politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan
pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi,
mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan dan ujian. 26
Pelaksanaan fungsi rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik biasanya
berdasarkan atas prestasi dalam ujian kecakapan dan kemampuan, tetapi tak jarang juga
berdasarkan status orang yang direkrut tersebut.
Putnam juga mengemukakan bahwa ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam
proses seleksi elit politik, yaitu 27 :
1. keahlian teknis, dimana keahlian ini sangat dibutuhkan untuk melaksanakan perananperanan politik yang rumit dalam kaitannyadengan peranan dan proses sosial.
2. keahlian berorganisasi dan persuasi, dimana keahlian inisangat penting untuk pembuatan
keputusan politik atau kebijaksanaan pemerintah yang umumnya dilakukan oleh kaum elit,
karenanya dibutuhkan ketrampilan negoisasi atau mobilisasi orang atau pejabat yang
terlibat dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya.
3. loyalitas dan reliabilitas politik yang menyangkut derajat kepercayaan politik dari berbagai
kekuatan atau golongan masyarakat, karena hal ini akan sangat membantu dalam
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Dengan memiliki kriteria tersebut diatas, maka orang-orang yang direkrut itu akan banyak
mendapatkan kemudahan dalam menjalankan tugas-tugasnya apabila nanti dapat ikut terpilih dan
berhak untuk menduduki jabatannya yang baru.

26

Hesel Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik yang Membum. , Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI. hal.
188
27
Ibid., hal. 158.

31
Universitas Sumatera Utara

Sistem rekrutmen politik menurut Nazaruddin Syamsudin dapat dibagi dua, yaitu : pertama,
rekrutmen terbuka, yaitu dengan menyediakan dan memberikan kesempatan yang sama bagi
seluruh warga negara untuk ikut bersaing dalam proses penyeleksian. Dasar penilaian dilaksanakan
melalui proses dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, melalui pertimbangan-pertimbangan
yang obyektif rasional, dimana setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi jabatan politik
yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi
jabatan baik jabatan politik maupun administrasi atau pemerintahan. Kedua, rekrutmen tertutup,
yaitu adanya kesempatan untuk masuk dan dapat menduduki posisi politik tidaklah sama bagi setiap
warga negara, artinya hanya individu-individu tertentu yang dapat direkrut untuk menempati posisi
dalam politik maupun pemerintahan. Dalam cara yang tertutup ini orang mendapatkan posisi elit
melalui cara-cara yang tidak rasional seprti pertemanan, pertalian keluarga, dan lain-lain. 28
Sedangkan menurut Miftah Thoha bahwa ada tiga sistem yang sering digunakan dalam
proses rekrutmen, yaitu 29:
1. Sistem Patronit (patronage system)
Sistem patronit dikenal sebagai sistem kawan, karena dasar pemikirannya dalam
proses rekrutmen berdasarkan kawan, dimana dalam mengangkat seseorang unutk
menduduki jabatan, baik dalam bidang pemerintahan maupun politik dengan pertimbangan
yang bersangkutan masih kawan dekat, sanak famili dan ada juga karena asal daerah yang
sama. Sistem kawan ini juga didasarkan atas dasar perjuangan politik karena memiliki satu
aliran politik, ideologi dan keyakinan yang sama tanpa memperhatikan keahlian dan
ketrampilan.
2. Sistem Merita (merit system)
Sistem ini berdasarkan atas jasa kecakapan seseorang dalam usaha mengangkat
atau menduduki pada jabatan tertentu sehingga sistem ini lebih bersifat obyektif karena atas
28
29

Ibid., hal. 189.
Miftah Thoha. 1983. Administrasi Kepegawaian Daerah, Jakarta : Ghalia Indonesia. hal. 24.

32
Universitas Sumatera Utara

dasar pertimbangan kecakapan. Dengan dasar pertimbangan seperti ini, maka acapkali
sistem ini di Indonesia dinamakan sistem jasa. Penilaian obyektif tersebut pada umumnya
ukuran yang dipergunakan ialah ijazah pendidikan, sistem seperti ini sering disebut dengan
“spoil system”.
3. Sistem Karir (career system)
Sistem ini sudah lama dikenal dan dipergunakan secara luas unutk menunjukkan
pengertian suatu kemajuan sesorang yang dicapai lewat usaha yang dilakukan secara dini
dalam kehidupannya baik dunia kerja maupun politik.
Sistem rekrutmen politik memiliki keseragaman yang tiada terbatas, namun pada dasarnya
ada dua cara khusus seleksi pemilihan yakni, melalui kriteria universal dan kriteria partikularistik.
Pemilihan dengan kriteria universal merupakan seleksi untuk memainkan peranan dalam sistem
politik berdasarkan kemampuan dan penampilan yang ditunjukkan lewat tes atau ujian dan prestasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan kriteria partikularistik adalah pemilihan yang bersifat primordial
yang didasarkan pada suku, agama, ras, keluarga, almameter atau faktor status. 30
Berkaitan dengan itu maka untuk menciptakan rekrutmen yang sehat berdasarkan sistem
politik yang ada sehingga membawa pengaruh pada elit politik terpilih membutuhkan adanya
mekanisme yang dapat menyentuh semua lapisan, golongan serta kelas sosial masyarakat.
Oleh karena itu, Seligman memandang rekrutmen sebagai suatu proses yang terdiri dari 31 :
1.

Penyaringan dan penyaluran politik yang mengarah pada eligibilitas (pemenuhan syarat
pencalonan).

2.

Pencalonan atau proses dua tahap yang mensyaratkan inisiatif dan penguatan.

3.

Seleksi, yakni pemilihan calon elit politik yang sebenarnya.

30

Michael Rush dan Phillip Althoff. 2003. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Raja Grafindo Persada. hal.
185.
31
Tangkilisan, op. cit., hal. 190.

33
Universitas Sumatera Utara

Untuk menciptakan sistem politik yang kokoh maka mekanisme dan prosedur rekrutmen
harus benar-benar dilakukan berdasarkan aturan yang benar pula, dengan memperhatikan elemenelemen tertentu. Pemenuhan persyaratan tersebut membawa dampak terhadap figur yang
dikehendaki dengan harapan dapat menyiasati kehendak atau aspirasi dari masyarakat atau
kelompoknya. Hal penting yang mempengaruhi dan diprioritaskan adalah latar belakang pendidikan,
kemampuan, keahlian, bakat serta memiliki dedikasi yang tingggi serta profesionalisme.

`

5.2

Teori Elite

SP. Varma menegaskan bahwa teori elite ialah berdasarkan pada kenyataan bahwa setiap
masyarakat terbagi dalam 2 kategori yang mencakup: 32
1. Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk
memerintah; dan
2. Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.
Lebih jauh ia menjelaskan konsep dasar teori yang lahir di eropa ini mengemukakan bahwa
didalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elite yang berkuasa (the ruling elite) juga
ada elit tandingan, yang mampu meraih acuh dengkekuasaan melalui massa jika elite yang berkuasa
kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Dalam hal ini massa memegang sejenis kontrol jarak
jauh atas elite yang berkuasa, tetapi karena mereka tak begitu unakan pengaruh acuh dengan
permainan kekuasaan, maka tak bisa diharapkan mereka akan menggunaka pengaruhnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan Gaetano Mosca dimana dalam setiap masyarakat
terdapat kelas penduduk yaitu kelas yang menguasi dan kelas yang dikuasai. 33

32

SP. Varma. 1999. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal.197
Robert. D. Putnam. 2001. Studi Perbandingan Elite Politik dalam Mochtar Mas’oed, Colin Macandrew,
Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press. hal 77
33

34
Universitas Sumatera Utara

1. Kelas pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik,
memonopoli kekuasaan dan manikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu,
sedangkan
2. Kelas kedua, yang jumlahnya jauh lebih besar, diatur dan dikendalikan oleh kelas pertama
itu.
Suatu kelompok elit harus muncul untuk melanjutkan urusan-urusan dalam sebuah
negara mau pun partai. Hal ini diakibatkan karena kelompok elit itu lebih permanen pada susunan
kelembagaan tertentu. Kelompok elit ini merupakan sekumpulan orang yang memiliki keterampilan
sekaligus juga orang baik uang bertanggung jawab atas kesejahteraan moral dan material
masyarakat dan anggotanya. Azaz-azaz umum yang dianut oleh para elite adalah:
1. Kekuasaan politik seperti halnya barang-barang sosial lainnya yang dapat terdistribusi
secara tidak merata;
2. Pada hakekatnya orang hanya di bagi atas dua jenis yaitu mereka yang memiliki kekuasaan
politik dan mereka yang tidak memilikinya;
3. Secara internal elite itu bersifat homogen, bersatu, dam memiliki kesadaran berkelompok;
4. Elite itu mengatur sendiri kelangsungan kehidupannya dan anggotanya terdiri dari lapisan
masyarakat yang terbatas;
5. Kelompok ini biasanya bersifat otonom.
Hal-hal diatas merupakan potret yang dilukiskan oleh para teoritis klasik. Satu kasta yang
terisolir dari masyarakat, yang dengan lihai memodernisasikan massa. Kelompok ini akan selalu ada
dalam perhelatan dunia karena hanya mereka yang akan mengerti tentang bagaimana
sesungguhnya keadaan didalam sebuah kelompoknya.

35
Universitas Sumatera Utara

6.3

Teori Oligarki (Hukum Besi)

Hukum besi oligarki merupakan salah satu hukum besi daribanyak huukum besi dalam
sejarah, dimana sebagian besar masyarakat demokratis modern, dan dalam masyarakat itu sendiri,
serta partai-partai yang sudah demikian berkembang tak lagi dapat melepaskan dirinya dari hukum
ini. 34 Faktor utama yang mendukung sistem ini adalah unsur organisasi. Tak ada gerakan atau pun
partai yang bisa berharap akan bisa memperoleh hasil dalam zaman modern ini tanpa organisasi.
Dalam pendek kata bahwa organisasi merupakan sebuah kayta untuk mengeja oligarki. Dengan kata
lain Oligargi merupakan sebuah tendensi manusia yang berjuang untuk mengusahakan tujuan yang
jelas. Oligarki merupakan bentuk yang telah di tentukan sebelumnya dari kehidupan masyarakat
yang besar. Mayoritas manusia yang berda dalam kondisi penjagaan yang abadi ditakdirka untuk
mematuhi turunan dominasi.
Kelompok minoritas merupakan gejala penting dalam setiap bentuk kehidupan sosial. Semua
tatanan dan peradaban harus tunduk pada sendi-sendi aristokrasi. Sebagai salah satu bentuk
gerakan atau partai yang tumbuh semangkin besar, makin banyak fungsi yang harus diserahkan
kepada pimpinan pusat., dan dengan berjalannya waktu, anggota-anggota organisasi tersebut
berkurangnya wewenang untuk mengatur dan mengawasinya, sehingga akibatnya para penguasa
mempunyai kebebasan yang besar untuk bertindak dan menyuarakan kepentingan pribadinya dalam
posisi mereka.
Mereka mati-matian bergayuh pada kekuasaan dan segala hak istimewa yang melekat
padanya, dan menjadi hampir tak tergeserkan. Tumbuhnya oligarki seperti ini didukung oleh michels
dengan konsepnya tentang pikiran masyarakat. Mayoritas manusia adalah apatis, malas dan berjiwa
budak, dan senantiasa tak mampu memerintah sendiri. Mereka biasa dalam ketidaktetapan dan
menjadi seperti budak dengan adanya paksaan. Pemimpin-pemimpin dengan mudah mengambil
keuntungan dari kualitas-kualitas tersebut untuk melestarikan posisi kekuasaan mereka. Mereka
34

SP. Varma. op.cit., hal. 205-206

36
Universitas Sumatera Utara

mempermainkan berbagai sentimen dengan maksud membodohinya. Sekali seorang pemimpin
mencapai puncak kekuasaan maka tak ada sesuatu pun yang dapat menjatuhkannya. Hal ini
semangkin berjalan dengan dilangkahinya hukum-hukum yang ada sehingga membuat kuat para
pemimpin. Sejatinya, posisi partai politik dalam konteks politik keindonesiaan sangat vital. Vitalisasi
parpol dalam demokrasi keindonesiaan menjadi aura tersendiri karena semua perputaran roda
perpolitikan, estafet kepemimpinan nasional, hampir dilimpahkan ke partai politik. Keberlangsungan
pemimpin di Indonesia juga menjadi tanggung jawab parpol. Apabila parpol sukses menelurkan
pemimpin berkualitas, maka masa depan Indonesia akan senantiasa baik. Begitupun sebaliknya.
Seperti yang diuraikan di muka, hukum besi oligarki yang disampaikan oleh Robert Michels
hanya akan mengantarkan partai kepada kegagalan. Hal ini karena kaderisasi, seleksi kepemimpinan
yang meritokrasi hampir punah. Kader yang menjadi ujung tombak berlangsungnya parpol kalah
oleh kartelisasi parpol. Parpol lebih memelihara perekrutan kader yang mampu memberikan
sumbangsih uang. Akibatnya, kader-kader acap kali terjerat korupsi.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi sidrom kegagalan partai, tidak ada cara lain bagi parpol
untuk memodernisasi. Caranya, perekrutan kader berkualitas yang akan mengisi posisi presiden,
gubernur, bupati, wali kota, dan anggota legislatif, lebih kepada komuditas gagasan, ide, dan
platform partai melalui transformasi komunikasi politik.

6. Metodologi Penelitian
6.1 Jenis Penelitian
Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif untuk melihat bagaimana proses
rekrutmen calon kepala daerah dari Partai Gerindra. Penelitian kualitatif deskriptif yang penulis
gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan

37
Universitas Sumatera Utara

objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta atau data yang ada dikumpulkan,
diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa 35.
Pada penelitian kualitatif deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemuan fakta
sebagaimana keadaan sebenarnya yang ditemukan. Penelitian kualitatif deskriptif tidak hanya
menawarkan tetapi juga melakukan analisis terhadap fakta dan data yang ditemukan.

6.2 Lokasi Penelitian
Lokasi tempat penelitian adalah di Kantor DPC Partai Gerindra Kota Medan.

6.3 Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam
suatu penelitian. Dengan demikian sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh
populasi.
Berdasarkan hal itu maka yang dimaksud dengan populasi dalam penelitian ini adalah
pengurus Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra Kota Medan.

6.4 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain, penelitian
perpustakaan (library research), yang sering disebut metode dokumentasi, dan penelitian lapangan,
seperti wawancara dan observasi. 36 Untuk memperoleh data atau informasi asli, atau fakta-fakta
yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui pemberian pertanyaanpertanyaan pada sampel terpilih, guna mendapatkan jawaban langsung yang mendukung
pemecahan masalah dalam penelitian ini.
35

Hadari Nawawi dan H. Matini, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2000, hal.
73.
36
Tatang M. Amirin, 2000. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, , hal. 130.

38
Universitas Sumatera Utara

2. Studi pustaka, berupa referensi kepustakaan yaitu sumber-sumber yang berasal dari data
buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahan-bahan lain yang berhubungan
dengan penelitian atau dokumentasi yang diperoleh dari lokasi penelitian dengan demikian
diperoleh data sekunder sebagai kerangka kerja teoritis.

6.5 Teknik Analisa Data
Pada penelitian ini teknik analisa data yang digunakan adalah teknik kualitatif yaitu teknik;
tanpa menggunakan alat Bantu atau rumus statistik. Adapun langkah-langkah yang ditempuh
sebagai berikut; Pertama, pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan bahan
baik dari buku, majalah, Koran, jurnal, kliping dan situs-situs internet yang memuat tentang sistem
rekrutmen politik.

Dokumen yang terkait

Pemenuhan Hak-Hak Kaum Disabilitas dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 di Kota Medan

6 62 116

Implikatur Dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota Dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015

2 32 91

Rekrutmen Calon Kepala Daerah: Studi Terhadap Rekrutmen Calon Walikota Dan Wakil Walikota Dari Partai Demokrat Dalam Rangka Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010

3 57 72

Pengaruh Isu Politik yang Berkembang Saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Terhadap Preferensi Politik Pemilih (Studi Kasus: Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan Universitas HKBP Nomennsen)

0 40 170

Sengketa pemilihan walikota dan wakil Walikota Tangerang 2013: masalah dan penyelesaian

1 11 122

Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

0 15 83

Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

0 0 14

Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

0 0 2

Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

0 0 11

Kebijakan Politik Partai Gerindra Kota Medan Pada Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus: Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Tahun 2015)

0 0 2