Implikatur Dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota Dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015

(1)

IMPLIKATUR DALAM WACANA KAMPANYE POLITIK

PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

MEDAN PERIODE 2010 – 2015

SKRIPSI

OLEH

LIDI WATY SIANTURI NIM 060701020

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

IMPLIKATUR DALAM WACANA KAMPANYE POLITIK

PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA

MEDAN PERIODE 2010 – 2015

OLEH

LIDI WATY SIANTURI NIM 060701020

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Parlaungan Ritonga, M. Hum Drs. Asrul Siregar, M.Hum NIP. 19610721 198803 1 001 NIP. 19590502 198601 1 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya orang yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Mei 2011


(4)

IMPLIKATUR DALAM WACANA KAMPANYE POLITIK

PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MEDAN PERIODE 2010-2015

LIDI WATY SIANTURI ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010-2015.” Metode yang digunakan adalah metode padan dengan menggunakan data wacana kampanye politik yang dimuat dalam media luar ruangan seperti baliho. Data kemudian dianalisis berdasarkan teori H. Paul Grace, J.L. Austin dan Searle yang digunakan sebagai kerangka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetukan implikatur dan tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015. Teori yang digunakan adalah bagian dari Pragmatik, yaitu teori implikatur oleh H. Paul Grice dan tindak tutur oleh J.L. Austin dan Searle. Temuan ini menunjukkan bahwa implikatur yang terkandung dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 – 2015 adalah cenderung mengarah kepada bentuk ajakan/himbauan. Hal ini didukung oleh konteks pada saat tuturan itu terjadi, yaitu pada saat suasana pemilihan partai politik. Dalam wacana tersebut juga ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, (3) tindak perlokusi. Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle (Leech, 1993:164), dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan mencakup semua tindak ilokusi.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Bapa Maha Pengasih dan Penyayang, atas kasih dan karunia-Nya yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan, akan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik berupa dorongan nasihat, dukungan moral, dan petunjuk praktis maka penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penulisan ini, yaitu:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai dosen pembimbing akademik (PA) penulis dari awal perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini dan telah banyak membantu penulis.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis, baik dalam perkuliahan maupun saat proses penulisan skripsi ini.


(6)

5. Bapak Drs. Asrul Siregar, M. Hum., selaku pembimbing II yang telah banyak memberi dukungan dan membantu penulis dalam penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra maupun bidang-bidang umum lainnya, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

7. Kedua orang tua, ayahanda M. Sianturi, ibunda R. Simanullang, dengan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih setulus-tulusnya dan juga buat saudara-saudaraku yang terkasih, kakak Mesia, bang Jetlan, Handono, Erikson, Melri, Carlos, Damayanti, bang Roky, Roky, dan Margareth, atas segala doa dan dorongan serta bantuan materi kepada penulis yang tidak ternilai harganya.

8. Rekan-rekan angkatan’06 yang telah banyak memberi bantuan dan saran khususnya Dewi, Monica, Meri, Lina, Vera, Vero, Fitri, Triana, Nelly, Frenki, Marune, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Teman-teman satu kost Berdikari 106: kakak Nini, Dewi, Lina, Lensi, Adi, Debora, Rohana, Yanna, Nelli, Lintong, kakak Berta, kakak Enong, Fera. 10.Teman seperjuanganku Dedew, Hennie, dan Monica. Tiada teman sebaik

kalian. Terima kasih buat semuanya.


(7)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menerima segala saran dan kritik yang dapat menyempurnakan isi skripsi ini. Terima kasih.

Medan, Mei 2011 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ……… ii

PRAKATA ………. iii

DAFTAR ISI ………. iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Masalah ………. 6

1.2.1 Batasan Masalah ……… 6

1.3 Tujuan ………... 7

1.4 Manfaat ………. 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ……….. 8

2.1.1 Konsep Implikatur ………. 8

2.1.2 Konsep Wacana Kampanye Politik ……….. 8

2.2 Landasan Teori ………. 9

2.2.1 Pragmatik ……….. 9

2.2.2 Implikatur ………. 10

2.2.3 Tindak Tutur ………. 13

2.2.4 Konteks ……… 16

2.3 Tinjauan Pustaka ………. 19


(9)

3.1.1 Lokasi Penelitian ………. 21

3.1.2 Waktu Penelitian ………. 21

3.2 Populasi dan Sampel ……….. 21

3.2.1 Populasi ………... 21

3.2.2 Sampel ………. 22

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……… 22

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………. 23

BAB IV IMPLIKATUR DALAM WACANA KAMPANYE POLITIK PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MEDAN PERIODE 2010 – 2015 4.1 Bahan Analisis ……… 29

4.2 Analisis Implikatur dan Tindak Tutur ……… 32

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ………. 72

5.2 Saran ………... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

IMPLIKATUR DALAM WACANA KAMPANYE POLITIK

PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MEDAN PERIODE 2010-2015

LIDI WATY SIANTURI ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010-2015.” Metode yang digunakan adalah metode padan dengan menggunakan data wacana kampanye politik yang dimuat dalam media luar ruangan seperti baliho. Data kemudian dianalisis berdasarkan teori H. Paul Grace, J.L. Austin dan Searle yang digunakan sebagai kerangka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetukan implikatur dan tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015. Teori yang digunakan adalah bagian dari Pragmatik, yaitu teori implikatur oleh H. Paul Grice dan tindak tutur oleh J.L. Austin dan Searle. Temuan ini menunjukkan bahwa implikatur yang terkandung dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 – 2015 adalah cenderung mengarah kepada bentuk ajakan/himbauan. Hal ini didukung oleh konteks pada saat tuturan itu terjadi, yaitu pada saat suasana pemilihan partai politik. Dalam wacana tersebut juga ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu (1) tindak lokusi, (2) tindak ilokusi, (3) tindak perlokusi. Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle (Leech, 1993:164), dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan mencakup semua tindak ilokusi.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer digunakan oleh masyarakat untuk berhubungan dan bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana, 1994:24). Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam komunikasi maupun interaksi antara individu maupun kelompok. Dengan demikian, manusia tidak dapat terlepas dari bahasa karena pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupannya.

Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu, setiap manusia harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut harus dipahami. Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik. Pragmatik merupakan subdisiplin linguistik interdisipliner yang tidak hanya terbatas pada kerangka teori saja namun merupakan ilmu yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Pragmatik cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke arah formalisme. Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari


(12)

dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan.

Dalam kajian ilmu pragmatik juga dibahas tentang implikatur. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah implikatur dalam wacana kampanye politik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Dilihat dari sudut pandang pragmatik, dalam kampanye politik banyak implikatur di balik janji-janji yang disampaikan kepada rakyat. Pada dasarnya wacana kampanye politik ini lekat dengan situasi politik partai yang terkait dengan dukung- mendukung. Hal ini dijumpai ketika adanya pemilihan umum baik pemilihan presiden dan wakilnya, calon legislatif, dan pemilihan umum kepala daerah. Tahun 2010 memiliki arti penting bagi seluruh masyarakat Medan karena tahun tersebut diadakan pemilihan umum calon walikota dan wakil walikota yang diadakan tanggal 9 Juli 2010 yang diawali dengan kampanye yang sangat menarik. Nama-nama pasangan calon Walikota dan wakil Walikota Medan yang terpilih adalah: No. urut 1 pasangan Dr. H. Sjahrial R. Anas - Drs. H. Yahya Sumardi. No. urut 2 pasangan Sigit Pramono Asri, S.E. - Ir. Hj. Nurlisa Ginting, M.Sc. No. urut 3 pasangan Indra Sakti Harahap, S.T., M.Sc. - Dr. Delyuzar, S.P., PA(K). No. urut 4 pasangan H. Bahdin Nur Tanjung, S.E., M.M. - Drs. H. Kasim Siyo. No. urut 5 pasangan Drs. H. Joko Susilo - Amir Mirza Hutagalung, S.E. No. urut 6 pasangan H. Rahudman Harahap - H. Djulmi Eldin. No. urut 7 pasangan Prof. Dr. H.M. Arif Nasution, M.A. - H. Supratikno W.S., S.E. No. urut 8 pasangan Ir. H. Maulana Pohan, M.M. - H. Ahmad Arif, S.E., M.M. No. urut 9 pasangan H. Ajib


(13)

Shah - Dr. Ir. Binsar Situmorang, M.Si. No. urut 10 pasangan dr. Sofyan Tan - Nelly Armayanti, S.P., M.Sp.

Perubahan sistem pemilihan yang ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang berbasis pada perolehan suara telah membuat para caleg mengubah strategi. Sistem perolehan suara terbanyak mau tidak mau membawa atmosfer kompetisi yang semakin ketat. Tidak hanya dengan partai lawan, tetapi juga dengan rekan separtai kekuatan figur menjadi sangat penting. Salah satu cara memperkenalkan figur tersebut melalui berbagai atribut kampanye yang dianggap simbol reprentasi calon legislatif. Meskipun tidak memberikan pengaruh signifikan, nyatanya baliho digunakan para caleg untuk mencitrakan dirinya dengan menggunakan kata-kata atau gambar yang unik. Strategi berkomunikasi untuk menyampaikan pesan dan menarik perhatian rakyat menjadi prioritas utama bagi para juru kampanye.

Kajian implikatur dianggap penting karena terikat konteks untuk menjelaskan maksud implisit dari tindak tutur penuturnya. Dengan demikian praanggapan lawan tutur bermacam-macam bergantung pada referensi dan pemahaman konteks yang dimilikinya untuk membuat inferensi terhadap implikatur dari seseorang penutur. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa yang implikatif perlu adanya pengkajian dan analisis yang mendalam. Selain itu, dalam mengkaji dan menganalisis diperlukan kepekaan dengan konteks yang melingkupi peristiwa kebahasaan itu, supaya maksud terselubung di balik wacana kampanye politik benar-benar dimengerti oleh masyarakat.

Dengan melihat secara khusus teks-teks yang digunakan dalam wacana kampanye politik saat ini, kita dapat membangun kesimpulan tentang kedudukan


(14)

bahasa dalam kampanye tersebut. Bahasa-bahasa dalam wacana kampanye politik tersebut berdiri sebagai sesuatu yang harus dibaca dan dilihat. Kata-kata tersebut memberi kita ide dan visi baru yang mempengaruhi cara berpikir kita. Untuk dapat mempengaruhi pembaca, wacana kampanye politik biasanya ditampilkan dengan suatu gaya pengungkapan yang khas. Kekhasan dari wacana kampanye itu sangat menarik.

Dalam memahami implikatur dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015 ini, pembaca sangat terbantu dengan adanya ilustrasi gambar dengan berbagai karakter, ukuran dan penguatan kata-kata. Kedudukan gambar cukup penting dalam menarik perhatian khalayak karena lebih mudah diingat daripada kata-kata yang mempunyai banyak maksud yang bisa digali di dalamnya. Dan salah satu kekhasan gambar adalah sebagai alat ungkap pesan secara visual menawarkan kesempatan luas untuk didayagunakan sebagai alat memperjelas pesan, mudah dimengerti, menarik perhatian dalam rangka mengajak sesuatu maksud atau gagasan kepada khalayak.

Dengan demikian, aspek desain komunikasi visual dalam rangkaian wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 merupakan upaya persuasif bersifat mengajak, menginformasikan, menegaskan, dan menyuruh atau memerintah sedangkan tujuannya adalah untuk mempengaruhi pembaca, merangsang perhatian, menimbulkan tindakan, merangsang tindakan, supaya memilih sesuai dengan kehendak pembaca.


(15)

Grice (1967 dalam Soemarmo, 1988:170) mengemukakan bahwa untuk menggunakan bahasa secara efektif dan efisien diperlukan kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: (1) prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” (2) empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Beliau juga menyatakan apabila salah satu dari empat maksim tersebut tidak dipatuhi berarti si pembaca bermaksud menyatakan sesuatu di balik yang diucapkannya. Dengan demikian, ucapan tersebut mempunyai implikatur karena mempunyai maksud di balik ucapan itu (Lubis, 1993: 74)

Wacana kampanye politik ini jelas mengandung implikatur dan hal ini sangat menarik. Untuk menemukan implikatur yang terdapat pada suatu ujaran dibutuhkan kaidah pertuturan. Kaidah tersebut terdiri dari: (1) penentuan makna dasar dari ucapan itu, (2) penentuan implikaturnya yang terdiri dari penganutan prinsip kooperatifnya, nilai evaluatifnya dan kemungkinan kesimpulannya (Siregar, 1997:39)

Bentuk wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015 pada media luar ruang seperti baliho juga tidak terlepas dari tindak tutur. Dalam menelaah implikatur harus benar-benar disadari pentingnya konteks ucapan tuturan. Tuturan wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015 memiliki keunikan tersendiri dan sangat menarik untuk diteliti karena banyak pesan-pesan yang dapat diungkapkan di dalamnya. Dengan alasan inilah peneliti tertarik untuk


(16)

mengangkat “Implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 - 2015” sebagai judul penelitian.

1.2Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Implikatur apakah yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015? 2. Tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam Wacana Kampanye Politik

Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015?

1.2.1 Batasan Masalah

Suatu penelitian harus dibatasi supaya terarah dan tujuannya tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis pragmatik yang meliputi implikatur dan tindak tutur yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah wacana kampanye politik yang penulis batasi hanya pada media cetak khususnya baliho sedangkan data yang digunakan untuk analisis, penulis batasi mulai rangkaian periode tahun 2010.


(17)

1.3Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menentukan implikatur yang terdapat dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015. 2. Menentukan dan menganalisis jenis-jenis tindak tutur dalam Wacana

Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 - 2015.

1.4Manfaat

Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah :

1. Memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti dengan mengetahui implikatur dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 – 2015.

2. Menambah sumber bacaan, memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan kepada peneliti-peneliti lainnya yang ingin menganalisis tentang implikatur dalam sebuah wacana kampanye politik.

3. Memberikan sumbangan pikiran untuk pengajaran Pragmatik Indonesia, khususnya bidang implikatur dalam sebuah wacana kampanye politik.


(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret: satu istilah dapat mengandung dua – yang berbeda; 3) gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 1988:546). Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini diperlukan beberapa konsep, yaitu konsep implikatur dan konsep wacana kampanye politik.

2.1.1 Konsep Implikatur

Implikatur merupakan satu kajian bidang ilmu pragmatik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan atau dengan kata lain tuturan yang disampaikan itu dicakup dalam dua bagian yaitu apa yang disampaikan (makna dasar) dan apa yang diimplikasikan (makna lain/implikaturnya).

2.1.2 Konsep Wacana Kampanye Politik

Wacana adalah kesatuan tutur yang merupakan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti novel, buku, artikel, pidato atau kotbah (Alwi, dkk. 2003:1265). Wacana merupakan penggunaan bahasa dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan (Yule,


(19)

kesatuan gramatikal. Kesatuannya dilihat dari kesatuan maknanya bukan dari bentuknya (morfem, klausa, kata atau kalimat).

Kampanye politik merupakan proses menyampaikan pesan-pesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Setiap partai politik selalu berusaha menemukan cara-cara paling efektif untuk merekrut massa sebanyak-banyaknya. Salah satu cara merekrut massa tersebut adalah melalui pesan-pesan politik dari para kandidat. Pesan-pesan tersebut semakin bervariasi baik bentuknya maupun media yang digunakan. Media iklanlah yang paling banyak dipilih oleh para kandidat. Media iklan tersebut diantaranya media cetak, media elektronik, dan media luar ruang seperti baliho, spanduk, poster, dll. Cara memperkenalkan figur tersebut melalui berbagai atribut kampanye yang dianggap sebagai simbol reprentasi caleg dengan menggunakan kata-kata atau gambar yang unik untuk menarik perhatian masyarakat.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki si penutur (dalam Cahyono, 1955:213). Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Levinson, 1983 dalam Soemarmo, 1988:169).

Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan.


(20)

2.2.2 Implikatur

Menurut Gunpers (dalam Lubis, 1991:68), inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh si pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.

Hal yang memungkinkan berlangsungnya situasi percakapan seperti di atas dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik umum yang menurut H. Paul Grice (1967 dalam Soemarmo, 1988:171) disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: (1) prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” (2) empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.

Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal

yang sebenarnya. Konstribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya seseorang harus mengatakan bahwa Indonesia adalah ibukota Jakarta, bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi.


(21)

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan

konstribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.

Contoh:

(4) Tetangga saya hamil.

(5) Tetangga saya yang perempuan hamil.

Ujaran (4) di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpang nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan (5) sifatnya berlebihan. Kata hamil dalam (4) sudah menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang

perempuan dalam (5) justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini

bertentangan dengan maksim kuantitas.

Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan

konstribusi yang relevansi dengan masalah pembicaraan. Contoh:

(6) + Ani, ada telepon untuk kamu. - Saya lagi di belakang, Bu!

Jawaban (-) pada (6) di atas sipintas tidak berhubungan, tetapi bila diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban (-) pada (6) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu. Fenomena (6) mengisyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ucap peserta konstribusinya tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu.


(22)

Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara

secara langsung, tidak takabur, tidak taksa, dan tidak belebihan serta runtut. Contoh:

(7) + let’s stop and get something to eat! - Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S!

Dalam (7) tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara langsung, yakni dengan mengeja satu per satu kata Mc Donalds penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya.

Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaraanya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti maka ucapan itu mempunyai implikatur (Siregar 1997:30)

Contoh:

A. Nasinya sudah masak. Implikaturnya adalah silakan dimakan.

B. Saya punya sepeda. Implikaturnya adalah sepeda saya boleh Anda pakai.

Kalimat-kalimat di atas mempunyai implikatur karena keduanya tidak sesuai dengan maksim kuantitas (sesuatu yang jelas masih dinyatakan). Jadi, pendengarnya harus memutuskan bahwa ada makna lain di balik ucapan itu dan karena disetiap percakapan kita harus menganggap bahwa prinsip kooperatifnya selalu diikuti maka tugas pendengarnya adalah menetapkan atau mengolah ucapan itu untuk menentukan makna di baliknya dengan mempergunakan kaidah-kaidah yang ada.


(23)

2.2.3 Tindak Tutur

Menurut Searle, (dalam Rani, 2004:158) komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekadar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku atau tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah.

Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983) dalam bukunya

Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Ia membagi praktik

penggunaan bahasa menjadi tiga macam tindak tutur, yaitu:

1. Tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. Dalam tindak ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan si penutur, tetapi bermaksud untuk memberi tahu petutur (dalam Lubis, 1991:9) Contoh: Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan lapar mengacu ke ‘perut yang kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.

2. Tindak ‘ilokusi’ yaitu tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengucapkan kalimat tidak dimaksudkan untuk memberi tahu penutur saja, tetapi ada keinginan petutur melakukan tindakan di balik tuturan tersebut.


(24)

Contoh: Saya lapar yang maksudnya adalah meminta makanan merupakan suatu tindak ilokusi. Begitu juga kalimat “ Saya mohon bantuan Anda” tidak hanya suatu pernyataan saja, tetapi maksudnya adalah si penutur benar-benar meminta bantuan.

3. Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1989:18, dalam Lubis, 1993:9)

Contoh: dari kalimat Saya lapar yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur.

Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan “predikasi”, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’ atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu. Ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain. Perlokusi adalah hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengarnya

Kalimat: Nilai raportmu bagus sekali!

Dari segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai raport itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, dapat berupa pujian atau ejekan. Pujian kalau nilai raportnya memang bagus, dan ejekan kalau nilainya tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih.


(25)

Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan, tetapi mengharuskan si pedengar mengolahnya sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya.

Jadi, kalimat: nilai raportmu bagus sekali bermakna dasar sebuah raport bernilai bagus. Prinsip kooperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuai dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna di balik ujaran tersebut.

Dalam hal ini, konteks dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Jika yang menyatakan itu adalah orang tua kepada anaknya yang menunjukkan raportnya dan air muka orang tua itu tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai raport tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau juga mungkin hanya merasa sedih atau mungkin juga dapat menangis atau ia menyatakan akan berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni:

1. Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.

2. Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat


(26)

3. Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

4. Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya.

5. Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

2.2.4 Konteks

Konteks berasal dari bahasa latin ‘contexere’ yang berarti ‘menjalin bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan dirinya, yang terjalin bersama.

Hymes (1972, dalam Chaer, 1995:62), sorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:

1. S (Setting and Scane). 2. P (Participants).


(27)

5. K (Keys), mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau.

6. I (Instrumentalities).

7. N (Norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur.

8. G (Genres), mengacu pada jenis penyampaian.

Setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung

sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa

pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda apabila berbicara dengan orang tua atau gurunya bila dibandingkan kalau ia berbicara dengan teman sebayanya.


(28)

Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang

terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur di ruang kajian linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya namun mungkin ada diantara para mahasiswa datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu.

Act Sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran

ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan apa hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Keys mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan

disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur

lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentatalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek atau register.

Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan


(29)

bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, doa, dan sebagainya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut adalah seperti berikut.

Wijana (2001) meneliti implikatur dalam wacana pojok. Dia menyimpulkan tentang fakta bahwa sebuah tuturan khususnya tuturan yang diutarakan untuk maksud mengritik, mengecam, memberikan cara-cara dengan sopan, seperti halnya wacana pojok dikreasikan sedemikian rupa dengan tuturan-tuturan yang berimplikatur. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan implikatur yang dapat ditimbulkan oleh sebuah tuturan.

Dewana (2001), dalam skripsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana

Persidangan (Analisis Implikatur Percakapan). Dia menyimpulkan tentang

penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangaan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan dalam wacana persidangan adalah pola panggilan-jawaban, pola permintaan pemersilahan-penerimaan, pola permintaan informasi-pemberian, pola penawaran-pemersilahan-penerimaan, pola penawaran-penolakan.


(30)

Anina (2006) meneliti tentang implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana humor berbahasa Indonesia memilki karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif. Selain itu, implikasi pragmatis implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, memerintah, dan mengejek.

Dari uraian di atas, penelitian terhadap implikatur dalam wacana khususnya wacana kampanye politik masih sedikit. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan diteliti bagaimana bentuk implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Medan Periode 2010 - 2015 dan pesan-pesan apa yang tersirat di balik konteks yang dituturkan.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat. Lokasi penelitian ini adalah sepanjang pinggir jalan di kota Medan seperti Padang Bulan, Iskandar Muda, Gatot Sobroto, Jln. Hayam Wuruk.

3.1.2 Waktu Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 dilakukan mulai April 2010 - Juni 2010.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Alwi, dkk. 2003:889). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah wacana kampanye politik yang dimuat dalam media massa cetak yaitu baliho yang terdapat di sepanjang pinggir jalan di kota Medan mulai April 2010 sampai dengan Juni 2010.


(32)

3.2.2 Sampel

Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok yang lebih besar, bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar; per contoh. Karena jumlah populasi di atas terlalu besar maka pemilihan sampel dilakukan secara acak karena tidak mungkin meneliti secara keseluruhan data yang ada, sehingga diambillah sebagian dari data yang memiliki karakter yang sama untuk diteliti. Karakter yang dimaksud adalah berupa wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010 - 2015, mempunyai program kerja, adanya ilustrasi gambar disertai teks (tulisan), dimuat dalam media luar ruang seperti baliho serta adanya konteks. Sesuai dengan kriteria yang ada terpilihlah sepuluh sampel dari keseluruhan jumlah populasi.

3.3Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data sangat diperlukan dalam penelitian untuk dianalisis. Oleh karena itu, untuk memperoleh data penelitian ini penulis menggunakan metode simak. Disebut metode simak atau penyimakan karena memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode ini digunakan karena penulis hanya menyimak pemakaian bahasa wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015 yang terdapat pada media massa cetak seperti baliho. Pada dasarnya, penyimakan itu diwujudkan dengan penyadapan. Kegiatan menyadap itu dapat dipandang sebagai teknik dasarnya dan dapat disebut “teknik


(33)

libat cakap. Hal ini disebabkan penulis tidak terlibat dalam dialog, melainkan penulis berkedudukan sebagai pemerhati bahasa. Kemudian penulis melanjutkan dengan mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan data tersebut sebagai penunjang keabsahan data tersebut. Pencatatan seperti ini dipandang sebagai teknik lanjutan yang disebut ”teknik catat” (Sudaryanto 1993:136). Mengingat objek penelitian ini adalah wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015, maka penulis mengambil contoh-contoh yang akan dijadikan data dalam penelitian ini dari media cetak seperti baliho yang terpampang di sepanjang jalan kota Medan yang kemudian dilakukan pemotretan untuk memperoleh gambarnya. Oleh sebab itu, data dalam penelitian ini adalah data tulis.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam upaya menemukan kaidah dalam tahap analisis data adalah metode padan. Metode padan alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Teknik merupakan jabaran metode yang ditentukan oleh alat yang dipakai. Fakta itu menunjukkan bahwa dalam berbicara tentang teknik , ihwal alat yang dipakai sangat penting untuk dibahas. Penulis sendiri menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik (PUP) sebagai teknik dasar di dalam penelitian ini. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya (Sudaryanto, 1993:21). Sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu, maka


(34)

daya pilah itu dapat disebut daya pilah referensial. Teknik lanjutannya, penulis menggunakan teknik hubung banding menyamakan (HBS).

Contoh:

Salah satu versi dari calon no. urut 2 pasangan Sigit Pramono Asri, S.E. – Ir. Hj. Nurlisa Ginting, M.Sc.

Contoh data (2) dianalisis dengan menggunakan teori implikatur dan tindak tutur yang dijadikan landasan teori pada penelitian ini. Tuturan data (2) akan dianalisis sebagai berikut.

“BERSINAR”

BERSAMA SIGIT – NURLISA MEDAN SEJAHTERA INSYA ALLAH

KITA PASTI MAMPU!


(35)

Menentukan implikatur dalam data 2 digunakan kaidah pertuturan seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” Dalam wacana tersebut dituturkan bahwa “Bersama Sigit – Nurlisa Medan sejahtera. Insya Allah kita pasti mampu. Mohon

doa dan dukungan menjadi Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010 - 2015”

dengan memegang tujuan dari tuturan tersebut yaitu mengajak masyarakat/pembaca. Kemudian dilanjutkan dengan penganutan empat maksim percakapan. Apabila salah satu dari empat maksim tersebut dilanggar, tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace dapat diputuskan bahwa tuturan data 2 mengandung implikatur karena terbukti melanggar dua dari empat maksim tersebut yaitu maksim kualitas dan maksim pelaksanaan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan hal yang sebenarnya berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data 2 tidak bersifat kooperatif karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya dan tidak dapat dipastikan kebenaran dari tuturan tersebut. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 2 tidak diungkapkan secara langsung dan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari tuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan konteks pada saat tuturan itu berlangsung. Teks data di atas diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan


(36)

sesuatu, tetapi tindak tutur data di atas adalah untuk memengaruhi lawan tuturnya. Penafsiran yang pertama (merujuk pada makna dasarnya) yaitu bersama Sigit - Nurlisa Medan sejahtera. Penafsiran yang kedua (implikasinya) adalah informasi yang dituturkan itu merupakan suatu bentuk ajakan untuk memilih. Dengan kata lain, penutur secara tidak langsung mengajak dengan cara mengarahkan penawaran yang baik dalam ingatan masyarakat yakni Medan dibawah naungan pasangan Sigit - Nurlisa mampu menciptakan Medan yang sejahtera dan mereka menyakinkan hal tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian, tuturan data di atas tidak menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data 2 dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data 2 lekat dengan suasana pemilihan partai politik yang terkait dengan dukung-mendukung yang memperebutkan satu kursi calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang


(37)

ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 2, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah “Bersama Sigit – Nurlisa Medan sejahtera, Insya Allah kita

pasti mampu. Mohon doa dan dukungan menjadi Walikota dan Wakil Walikota.”

Secara kultural, tuturan data 2 mempunyai daya ilokusi yaitu memberi janji dan mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan memberikan janji dan mengajak, daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran dari masyarakat untuk memilih calon yang dapat mewujudkan Medan sejahtera. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data 2 pembaca akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon yang mampu mewujudkan Medan sejahtera.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif


(38)

yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 2 mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu bersama Sigit

- Nurlisa Medan sejahtera. Memerintah/menasihati (direktif), yaitu mohon doa dan restu untuk menjadi Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 – 2015. Menjanjikan, menawarkan atau suatu tindakan yang terikat di masa depan

(komisatif), yaitu bersama Sigit - Nurlisa Medan sejahtera. Insya Allah kita

mampu. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap

keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu mewujudkan kehidupan

yang sejahtera bagi masyarakat Medan. Menggambarkan perubahan dalam suatu

keadaan hubungan (deklaratif), yaitu member perubahan terhadap kota Medan menjadi lebih sejahtera.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 2 memiliki implikatur dan tindak tutur.


(39)

BAB IV

IMPLIKATUR DALAM WACANA KAMPANYE POLITIK PEMILIHAN CALON WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MEDAN

PERIODE 2010 -2015

4.1 Bahan Analisis

Seperti telah diuraikan di atas bahwa baliho yang dijadikan sebagai sampel penelitian ada sepuluh buah wacana. Adapun kesepuluh wacana tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wujudkan….Medan Sehat Dalam Semua Bidang

Dengan kerukunan dan kebersamaan Pilihanku: 1

Dr. H.Sjahrial R. Anas – Drs. H. Yahya Sumardi

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015 2. BERSINAR

Bersama Sigit-Nurlisa Medan Sejahtera Insya Allah

Kita Mampu!

Sigit Pramono Asri, S.E. – Ir. Hj. Nurlisa Ginting M.Sc.

Mohon Do’a dan dukungan menjadi Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015

Percayalah……..BESINAR calon terbaik - Tidak pernah terlibat kasus hokum


(40)

- Politisi dan birokrasi yang bersih, tegas dan professional - Untuk KTP berasuransi dan pendidikan gratis

- Untuk Medan yang lebih terarah dan rapi 3. Kita Peduli

Indra Sakti Harahap, S.T., M.Si. – Delyuzar, S.P. P.A. (k)

Membangun Kota Medan Berjaya dan Berkeadilan Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015

4. Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010 - 2015 Bergandeng Tangan Membangun Medan

Bahdin – Kasim Siyo Program Prioritas:

- Pendidikan bermutu dan bebas biaya sampai tingkat SMU - KTP tanpa biaya

- Berobat gratis tanpa surat miskin cukup dengan KTP atau kartu keluarga

- Perbaikan ekonomi pedagang kecil dan menengah 5. Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010 - 2015

Mohon doa agar diberi kekuatan dan kemudahan Ayo coblos No. 5 Pasti satu putaran

Drs. H. Joko Susilo – Amir Mirza Hutagalung, S.E. Independen dipilih oleh masyarakat kota Medan Profesional Amanah Sosial Tanggap Intelektual 6. Teruskan…………


(41)

Bersatu Membangun kota Medan Metropolitan yang aman, tertib dan sejahtera

Siap bekerja melayani masyarakyat kota Medan H. Rahudman Harahap – H. Djulkmi Eldin

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010 - 2015 7. Sudah Saatnya……

Beriktiar bersama untuk Medan lebih sejahtera dan bermartabat Coblos No. 7

Prof. DR. H. M. Arif Nasution, M.A. – H. Supratikno W.S., S.E. Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010 - 2015

8. Ir. H. Maulana Pohan, M.M. – H. Ahmad Arif, S.E., M.M. Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 - 2015 Mari…………

Benahi Medan Perbaiki Citra Lanjutkan yang tertunda 9. Ajib – Binsar

Bersatu untuk Medan

H. Arif Shah – Dr. Ir. Binsar Situmorang, M. Si.

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 - 2015 10.Maju 10…

Menuju ke arah perbaikan

Dr. Sofyan Tan - Nelly Armayanti, S.P., M.Sp

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 - 2015 Membangun kota Medan tertata, manusiawi, sejahtera dan modern


(42)

4.2 Analisis Implikatur dan Tindak Tutur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015.

Setelah data terkumpul, tuturan dalam wacana akan dianalisis melalui kaidah pertuturan yang dikemukakan Grace, yaitu menentukan implikatur yang terdiri dari penganutan prinsip koperatifnya dan empat maksim percakapan serta menentukan tindak tutur apa yang terdapat dalam tuturan tersebut.

Contoh 1, wacana 1

1. Wujudkan….Medan Sehat Dalam Semua Bidang

Dengan kerukunan dan kebersamaan Pilihanku: 1

Menentukan implikatur dalam data 1 digunakan kaidah pertuturan seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan


(43)

Medan harus diwujudkan dalam semua bidang dengan kerukunan dan kebersamaan. Tujuan dasar dari percakapan itu adalah untuk mengajak masyarakat/pembaca agar memilih pasangan tersebut sebagai Walikota dan Wakil Walikota Medan. Kemudian dilanjutkan dengan penganutan empat maksim percakapan. Apabila salah satu dari empat maksim tersebut dilanggar maka tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace, dapat diputuskan bahwa tuturan data 1 mengandung implikatur karena terbukti melanggar satu dari empat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 1 tidak diungkapkan secara langsung, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan tersebut mengandung makna lain dari makna dasarnya atau mengandung unsur ketaksaan/ambigu. Oleh karena itu, ketika membaca teks wacana tersebut muncul dua pemahaman yang berbeda apabila salah satunya dikaitkan dengan konteks yang ada dan dikaji secara pragmatik. Tuturan data di atas diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, tetapi tindak tutur data di atas untuk memengaruhi lawan tuturnya. Penafsiran yang pertama, jika dikaitkan dengan makna dasarnya adalah sebuah pernyataan, yaitu wujudkan

Medan dalam semua bidang dengan kerukunan dan kebersamaan, pilihanku nomor satu. Penafsiran kedua, jika dikaitkan dengan konteks pada saat si penutur

menuturkan teks tersebut adalah suatu bentuk ajakan atau himbauan kepada masyarakat supaya ikut berpartisipasi memilih pasangan tersebut sebagai pasangan Walikota dan Wakil Walikota nantinya. Penutur berusaha menarik


(44)

simpatik pembaca dengan kalimat yang menarik dan menyelipkan keinginan di balik tuturan itu dengan menggunakan kata-kata wujudkan Medan sehat dalam

semua bidang dengan kerukunan dan kebersamaan, pilihanku nomor satu.

Dengan demikian, tuturan data di atas tidak menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data 1 dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data 1 lekat dengan suasana pemilihan partai politik yang terkait dengan dukung-mendukung yang memperebutkan satu kursi calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Dan (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 1, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah “Wujudkan medan sehat dalam semua bidang dengan


(45)

ilokusi yaitu memberi janji dan mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya memberikan janji dan mengajak, perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran dari masyarakat untuk memilih calon yang dapat bekerja sama dengan mereka untuk mewujudkan Medan sehat dalam semua bidang. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data1 pembaca akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon yang tekun dan mampu mempunyai hubungan atau kerja sama yang baik dengan sesamanya, baik walikota dengan atasannya, dengan wakilnya, dengan bawahannya, khususnya dengan masyarakat..

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.


(46)

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 1 mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif) yaitu dalam

mewujudkan Medan yang sehat dalam semua bidang sangat dibutuhkan sikap kerja sama yang baik dan sikap kepedulian terhadap sesama tanpa memandang suku, agama, dan ras. Memerintah atau menasihati (direktif), yaitu Medan harus diwujudkan menjadi kota yang sehat dalam semua bidang dengan kerukunan dan kebersamaan. Menjanjikan, menawarkan atau suatu tindakan yang terikat di masa

depan (komisatif), yaitu bersama pasangan calon akan mewujudkan Medan sehat

dalam semua bidang dengan kerukunan dan kebersamaan. Mengungkapkan atau

mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), dan menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan (deklaratif), wujudkan Medan yang sehat dengan kerja sama yang baik.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 1 memiliki implikatur dan tindak tutur.


(47)

Contoh 3. Data 3

Kita Peduli

Indra Sakti Harahap, S.T., M.Si. – Delyuzar, S.P. P.A. (k) Membangun Kota Medan Berjaya dan Berkeadilan

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010 – 2015

Menentukan implikatur dalam data 3 digunakan kaidah pertuturan seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu”. Dalam wacana tersebut dituturkan “Kita

peduli membangun kota Medan berjaya dan berkeadilan“ dengan memegang

tujuan dari tuturan tersebut yaitu untuk mengajak masyarakat/pembaca. Kemudian dilanjutkan dengan penganutan empat maksim percakapan. Apabila salah satu dari empat maksim tersebut dilanggar, maka tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace dapat diputuskan bahwa tuturan data 3 mengandung implikatur karena terbukti melanggar dua dari empat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan dan maksim kualitas. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan


(48)

berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 3 tidak diungkapkan secara langsung dan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari tuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan konteks pada saat tuturan itu berlangsung. Kalimat-kalimat data di atas diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, tetapi tindak tutur data di atas bertujuan untuk memengaruhi lawan tuturnya. Penafsiran yang pertama jika dikaitkan dengan makna dasarnya dapat berupa pernyataan bahwa kita peduli membangun kota Medan berjaya dan berkeadilan. Penafsiran yang kedua (implikasinya) adalah pernyataan yang dituturkan itu merupakan suatu bentuk ajakan agar masyarakat memilih pasangan tersebut. Hal ini terlihat pada kalimat “kita peduli”. Kalimat tersebut acuannya bisa kepada kedua pasangan yang peduli terhadap kota Medan dan dapat juga antara pasangan dengan masyarakat/pembaca yang peduli terhadap kota Medan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Konstribusi peserta percakapan di atas tidak didasarkan pada bukti-bukti yang memadai karena pada kenyataannya belum dapat dilihat hasil tuturan tersebut. Dengan demikian, tuturan data di atas tidak menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data 3 dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan


(49)

dukung-mendukung yang memperebutkan satu kursi calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 3, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah kita peduli membangun kota Medan berjaya dan berkeadilan. Secara kultural, tuturan data 3 mempunyai daya ilokusi yaitu memberi janji. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan memberikan janji maka daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran dari masyarakat untuk memilih calon yang dapat bekerja sama dengan mereka. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data 3, pembaca akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon yang tekun dan mampu mempunyai hubungan atau kerja sama yang baik dengan sesamanya, baik walikota dengan atasannya, dengan wakilnya, dengan bawahannya, khususnya dengan masyarakat..


(50)

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 3 mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu sifat

kepedulian sangat dibutuhkan untuk membangun Medan berjaya dan berkeadilan.

Memerintah/menasihati (direktif), yaitu “kita” yang maksudnya bisa mengarah

kepada penutur dan kepada pembaca, harus peduli membangun Medan berjaya dan berkeadilan. Menjanjikan, menawarkan atau suatu tindakan yang terikat di


(51)

terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu kita perduli

membangun kota Medan berjaya dan berkeadilan dan menggambarkan perubahan

dalam suatu keadaan hubungan (deklaratif), yaitu membangun kota Medan

dibutuhkan kepedulian dari sesama.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 3 memiliki implikatur dan tindak tutur.

Contoh 4, wacana 4

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010-2015 Bergandeng Tangan Membangun Medan

Bahdin – Kasim Siyo Program Prioritas:

- Pendidikan bermutu dan bebas biaya sampai tingkat SMU

- KTP tanpa biaya

- Berobat gratis tanpa surat miskin cukup dengan KTP atau kartu keluarga


(52)

Menentukan implikatur data 4 digunakan kaidah pertuturan seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” Dalam wacana tersebut dituturkan bahwa “Bergandeng tangan membangun Medan. Dengan program prioritas: pendidikan

bermutu dan bebas biaya sampai tingkat SMU, KTP tanpa biaya, berobat gratis tanpa surat miskin cukup dengan KTP atau kartu keluarga, perbaikan ekonomi pedagang kecil dan menengah “ dengan memegang tujuan dari tuturan tersebut

yaitu untuk mengajak masyarakat/pembaca. Kemudian dilanjutkan dengan penganutan empat maksim percakapan. Apabila salah satu dari empat maksim tersebut dilanggar maka tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace dapat diputuskan bahwa tuturan data 4 mengandung implikatur karena terbukti melanggar dua dari empat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan dan maksim kualitas. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 4 tidak diungkapkan secara langsung dan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari tuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan konteks pada saat tuturan itu berlangsung. Tuturan data di atas diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, tetapi tindak tutur data di atas untuk mempengaruhi lawan tuturnya agar memilih pasangan


(53)

pernyataan yaitu bergandeng tangan membangun Medan. Penafsiran yang kedua (implikasinya) adalah pernyataan yang dituturkan itu merupakan suatu bentuk ajakan untuk memilih. Kata “bergandengan tangan berarti bersama-sama bekerja,” kata tersebut acuannya bisa antara masyarakat dengan pasangan calon untuk membangun Medan, dapat juga antara kedua pasangan calon yang secara sama-sama membangun Medan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Konstribusi peserta percakapan tidak didasarkan pada bukti-bukti yang lengkap dan tuturan berupa prioritas tersebut tidak dapat dibuktikan. Dengan demikian, tuturan data 4 di atas tidak menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data 4 dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data 4 lekat dengan suasana pemilihan partai politik yang terkait dengan dukung-mendukung yang memperebutkan satu kursi Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang


(54)

ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 4, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah bergandeng tangan membangun Medan. Secara kultural, tuturan data 4 mempunyai daya ilokusi yaitu memberi janji dan mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan memberikan janji dan dapat juga berupa ajakan maka daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran dari masyarakat untuk memilih calon yang dapat dapat diajak bekerja sama dengan mereka. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data 4, pembaca akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon yang tekun dan mampu mempunyai hubungan atau kerja sama yang baik dengan sesamanya, baik walikota dengan atasannya, dengan wakilnya, dengan bawahannya, khususnya dengan masyarakat.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud kedalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, dan menawarkan.


(55)

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 3 mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu

bersama-sama membangun Medan. Memerintah atau menasihati (direktif), yaitu contreng No. 4. Hal ini terlihat pada gambar, sebuah paku diarahkan pada angka 4 sebagai simbol untuk memilih. Menjanjikan, menawarkan atau suatu tindakan

yang terikat di masa depan (komisatif), yaitu mewujudkan pendidikan bermutu

dan bebas biaya sampai tingkat SMU, KTP tanpa biaya, berobat gratis tanpa surat miskin cukup dengan KTP atau kartu keluarga, perbaikan ekonomi lemah dan menengah. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur

terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu membangun Medan

dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, dan menggambarkan perubahan dalam

suatu keadaan hubungan (deklaratif), yaitu membangun Medan sesuai dengan

misi yang telah diutarakan.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 4 memiliki implikatur dan tindak tutur.


(56)

Contoh 5, wacana 5

Pilihlah Pemimpin yang Muda dan nasionalis Membangun Kota Medan dengan Pasti Ayo Coblos nomor 5 pasti satu putaran Independen pasti milik rakyat

Menentukan implikatur dalam data 5 digunakan kaidah pertuturan seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” Dalam wacana tersebut dituturkan “Pilihlah pemimpin yang muda dan nasionali membangun kota Medan dengan

pasti. Ayo coblos nomor 5 pasti satu putaran. Independen pasti milik rakyat“


(57)

tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace maka dapat diputuskan bahwa tuturan data 5 mengandung implikatur karena terbukti melanggar tiga dari empat maksim tersebut yaitu maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta pertuturan mengatakan hal yang sebenarnya dan berdasarkan bukti-bukti yang memadai. Tuturan data 5 tidak bersifat kooperatif karena tidak menuturkan hal yang sebenarnya dan tidak dapat dipastikan kebenaran dari tuturan tersebut. Adalah kenyataan dilapangan bahwa tidak hanya yang muda yang mampu membangun Medan dengan pasti. Hal ini dapat dibuktikan bahwa orang yang sudah tua pun masih banyak dijumpai duduk di kursi pemerintahan untuk ikut memperjuangkan daerahnya. Kaum yang lebih tua dianggap lebih berpengalaman, dan biasanya sebagai contoh untuk ditiru oleh kaum yang lebih muda. Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Tuturan data 5 tidak memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah karena tidak hanya kaum muda yang dapat membangun Medan dengan pasti, tetapi harus ada sokongan dari kaum yang tua.

Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 5 tidak diungkapkan secara langsung dan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari tuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan konteks pada saat tuturan itu berlangsung. Tuturan data 5 diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan


(58)

sesuatu, tetapi tindak tutur data di atas untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Penafsiran yang pertama jika dikaitkan dengan makna dasarnya tuturan itu hanyalah sebuah pernyataan saja yaitu pilihlah pemimpin yang muda dan

nasionalis membangun Medan dengan pasti. Ayo coblos nomor 5. Independen pasti milik rakyat. Penafsiran yang kedua (implikasinya) adalah pernyataan yang

dituturkan itu merupakan suatu bentuk ajakan untuk memilih. Di mana penutur menghimbau agar masyarakat tidak salah memilih, yakni harus memilih pasangan yang muda dan nasionalis (hal ini ditekankan kepada pasangan calon dengan memunculkan kalimat “Ayo coblos No. 5). Dengan demikian, tuturan data 5 tidak menganut prinsip kooperatif.

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai evaluatifnya. Menentukan nilai evaluatif data 5 dibutuhkan pengetahuan mengenai konteks. Konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang atau, lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data 5 lekat dengan suasana pemilihan partai politik yang terkait dengan dukung-mendukung yang memperebutkan satu kursi calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang


(59)

yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 5, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah pilihlah pemimpin yang muda dan nasionalis membangun

Medan dengan pasti. Secara kultural, tuturan data 5 mempunyai daya ilokusi yaitu

menghimbau dan mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan menghimbau dan mengajak maka daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran dari masyarakat untuk memilih calon yang muda dan nasionalis. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data 5, pembaca akan menyadari dan akan lebih bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon yang muda dan nasionalis.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya


(60)

mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut, dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data (5) mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu pemimpin

yang lebih muda dan nasionalis yang dapat membangun kota Medan dengan pasti. Memerintah atau menasihati (direktif), yaitu untuk membangun kota Medan yang pasti pilihlah pemimpin yang muda dan nasionalis, ayo coblos nomor lima.

Menjanjikan, menawarkan atau suatu tindakan yang terikat di masa depan (komisatif), yaitu pemimpin yang muda dan nasionalis yang mampu membangun

kota Medan dengan pasti. Mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi (ekspresif), yaitu kota

Medan perlu dipimpin oleh pemimpin yang muda dan memiliki jiwa nasionalis,

dan menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan (deklaratif), yaitu

Medan di bawah kepemimpinan pasangan tersebut akan diwujudkan dengan pasti.

Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa data 5 memiliki implikatur dan tindak tutur.


(61)

Contoh 6, wacana 6

Teruskan…………

Bersatu Membangun kota Medan Metropolitan yang aman, tertib dan sejahtera

Siap bekerja melayani masyarakyat kota Medan H. Rahudman Harahap – H. Djulkmi Eldin

Calon Walikota dan Wakil Walikota Medan 2010-2015

Menentukan implikatur dalam data 6 digunakan kaidah pertuturan seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori yaitu penentuan prinsip kooperatifnya dan empat maksim percakapan. Prinsip kooperatif yang dikemukakan Grace adalah “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” Dalam wacana tersebut dituturkan

“Teruskan bersatu membangun kota Medan metropolitan yang aman, tertib dan sejahtera“ dengan memegang tujuan dari tuturan tersebut yaitu untuk mengajak

masyarakat/pembaca agar memilih pasangan tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan penganutan empat maksim percakapan. Apabila salah satu dari maksim


(62)

maksim tersebut dilanggar maka tuturan tersebut memiliki implikatur. Berdasarkan empat maksim percakapan yang dikemukakan Grace maka dapat diputuskan bahwa tuturan data 6 mengandung implikatur karena terbukti melanggar satu dari empat maksim tersebut yaitu maksim pelaksanaan. Maksim pelaksanaan mewajibkan setiap peserta pertuturan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa atau ambigu, dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Tuturan data 6 tidak diungkapkan secara langsung dan mengandung ketaksaan/ambigu karena dari tuturan tersebut dapat memunculkan dua pemahaman yang berbeda apabila dikaji secara pragmatik sesuai dengan konteks pada saat tuturan itu berlangsung. Tuturan data di atas diutarakan penuturnya tidak semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, tetapi tindak tutur tersebut untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Penafsiran yang pertama yang mengacu kepada makna dasarnya, hanyalah sebuah pernyataan saja yaitu teruskan bersatu membangun kota Medan

metropolitan yang aman, tertib dan sejahtera. Siap bekerja melayani masyarakat kota Medan. Penafsiran yang kedua (implikasinya) adalah tuturan yang dituturkan

dengan pengungkapan kata-kata yang menarik tidak semata-mata untuk menginformasikan saja, tetapi bertujuan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang dituturkan itu adalah ajakan untuk memilih pasangan H. Rahudman Harahap dan H. Djulkmi Eldin agar dipilih masyarakat/pembaca sebagai Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015. Dengan demikian, tuturan data 6 di atas tidak menganut prinsip kooperatif.


(63)

merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri yang terjalin bersamanya. Situasi yang digambarkan dalam data 6 lekat dengan suasana pemilihan partai politik yang terkait dengan dukung-mendukung yang memperebutkan satu kursi calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 - 2015.

Austin mengatakan bahwa ada tiga macam tindak tutur yang terjadi secara bersamaan dalam sebuah tuturan, yaitu: (1) tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. (2) tindak ‘ilokusi’ yaitu suatu pengucapan atau suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan, dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. (3) tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Demikian pula halnya dengan data 6, dalam tuturan ini telah terjadi secara serentak tiga macam tindak tutur seperti yang dikemukakan oleh Austin. Lokusinya adalah teruskan bersatu membangun kota Medan yang aman, tertib

dan sejahtra. Siap bekerja melayani masyarakat kota Medan . Secara kultural,

tuturan data 6 mempunyai daya ilokusi yaitu mengajak. Oleh sebab itu, apabila daya ilokusinya merupakan mengajak maka daya perlokusinya adalah (seharusnya) kesadaran dari masyarakat untuk memilih calon yang siap melayani dan dapat bekerja sama dengan masyarakat kota Medan. Dengan demikian, setelah membaca tuturan data 6 pembaca akan menyadari dan akan lebih


(64)

bertindak hati-hati dalam menentukan hak suaranya dalam pemilihan nantinya, yaitu memilih pasangan calon yang siap bekerja untuk masyarakat.

Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: (1) Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. (2) Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. (3) Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.

(4) Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. (5) Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.

Berdasarkan lima kategori yang dikemukakan Searle tersebut dapat dikatakan bahwa implikatur yang terkandung dalam tuturan data 6 mencakup kelima tindak ilokusi di atas karena tuturan tersebut merujuk kepada sebuah tindakan untuk mengusulkan atau menyatakan (representatif), yaitu tetap bersatu

dalam meneruskan membangun kota Medan metropolitan yang aman, tertib, dan sejahtera. Siap melayani masyarakat kota Medan. Memerintah atau menasihati


(1)

Data 4

Data 5


(2)

Data 7


(3)

Data 9


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation” Syntax and Semantics, Speech Act,

3. New York: Academic Press.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Leech, Geoffrey N. 1983. Principles of Pragmatic. Gramedia: London and New York.

Lubis, A. Hamid Hasan.1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik, Teori dan Penerapannya. Depdikbud:

Jakarta.

Nasution, Dewana Indrianti. 2001. “Pasangan Bersesuaian dalam Wacana

Persidangan : Analisis Implikatur Percakapan.” (Skripsi). Medan:

Fakultas Sastra USU.

Pusat Bahasa, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Rani, Abdul. 2004. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia.

Siregar, Asrul.1997. “Pragmatik dalam Linguistik” (Diktat). Medan: Fakultas Sastra USU.


(5)

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis bahasa: Pengantar Wahana

kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University

Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Wijana, I Dewa Putu. 1985. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

______, I Dewa Putu. 1995. Wacana Kartun dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Prisma.

______, I Dewa Putu. 2001. Implikatur dalam Wacana Pojok. Jakarta: Prisma. Yule, George. 1996. Pragmatics. New York: Oxford university press.


(6)

JADWAL PENELITIAN

NO KEGIATAN I II III IV

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1 Seminar Proposal 2 Perbaikan

Proposal 3 Pangumpulan

Data

4 Pengolahan Data

5 Pengonsepan Skripsi 6 Pengetikan

Skripsi 7 Pemeriksaan

Skripsi I 8 Pemeriksaan

Skripsi II 9 Sidang