Penentuan Bobot Jenis Dan Kelarutan Dalam Etanol Serta Sisa Penguapan Dari Minyak Buah Pala (Myristica Fragrans H.)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Pala 2.1.1 Sistematika tanaman Pala

Sistematika tanaman pala yaitu : (Hapsoh, 2011).

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Magnoliales

Famili : Myristicaceae

Genus : Myristica

Spesies : Myristica fragrans Houtt

2.1.2 Deskripsi tanama pala

Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) ini berasal dari pulau Banda dan sekarang sudah menyebar ke daerah-daerah lain Indonesia. Jenis ini sampai sekarang masih merupakan jenis yang unggul utama di Indonesia, tumbuh baik di daerah pegunungan dengan ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan laut. Jenis ini membentuk pohon yang tingginya lebih dari 18 meter dan berdiameter 30-45 cm. Biji pala tunggal, berkeping dua, dilidungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal tapi cukup keras. Bentuk biji bulat telur hingga lonjong, mempunyai


(2)

tempurung berwarna coklat tua dan licin permukaannya bila sudah cukup tua dan kering (Nurdjannah, 2007).

Pohon pala batang tegak, berkayu, berwarna putih kotor, daun tunggal, bentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, warna hijau mengkilat. Bunga berbentuk malai, keluar dari ketiak daun, bunga jantan berbentuk bola, warna kuning. Sedangkan biji kecil, bulat telur, selubung biji merah, biji berwarna hitam kecoklatan (Hapsoh, 2011)

Nama ilmiah dari buah pala adalah Myristica fragrans Houtt. Jika dilihat dari sudut morfologinya, tanaman pala merupakan pohon sedang. Tinggi pohonnya rata-rata 10-15 m, kadang-kadang sampai 20 m. adapun cirri khasnya, daun tanaman pala tidak pernah mengalami gugur sepanjang tahun. Salah satu kelebihan tanaman pala, yakni dapat berubah sepanjang tahun sehingga kapan pun orang akan bisa menikmati buahnya. Pengolahan buah pala hanya menjadi manisan kering atau pun basah. Buah pala mempunyai kelebihan Karena hampir seluruh bagian tanaman pala dapat dimanfaatkan untuk beraneka macam keperluan, termasuk sebagai bahan obat (Syukur, 2001).

2.1.3 Karakteristik umum

Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000-3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara nyata. Tanaman pala umumnya dibudidayakan di Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda., Manado, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Papua. Perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut


(3)

myristicae arillus atau macis. Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex (Lutony, ddk, 2002).

Tanaman pala diperbanyak dengan cara sistem penyemaian biji yang kemudian dipindahkan ke tanah yang mempenuhi syarat. Tanah yang paling baik adalah tanah yang berasal dari gunung berapi, pohon pala akan tumbuh subur pada daerah pantai. Pertumbuhan tanaman tersebut sangat baik pada pulau kecil. Pohon pala mulai berbuah pada umur 8-10 tahun, dan hasil maksimum diperoleh pada umur 25 tahun, dan dapat menghasilkan buah hingga umur 60 sampai 70 tahun. Pemanenan dapat dilakukan 3 kali setahun hasil 1000 buah dari pohon pala yang telah tua (Assagaf, dkk, 2012).

Iklim tropis yang panas dan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata sangat bagus untuk pertumbuhan tanaman pala. Rata-rata curah hujan yang terjadi di daerah asalnya (Banda) sekitar 2,656 mm\th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut. Suhu bekisar anatar 18Cº-34ºC, suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25ºC-30ºC (Hapsoh, 2011).

Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga dikenal pohon jantan dan pohon betina, daunnya berbentuk elips. Bunga pala berwarna kuning pucat, lunak dan berbau harum. Buah pala berwarna kuning hijau, tekstur keras, diameter bervariasi antara 3-9 sentimeter. Buah masak daging buahnya akan terbuka, sehingga terlihat biji yang berwarna coklat dan tertutup oleh arilis berwarna merah cerah dan berbentuk seperti jala atau berlubang-lubang. Selaput merah ini jika telah kering akan disebut fuli (mace) (Syukur, 2001).


(4)

2.1.4 Kandungan kimia

Biji buah pala mengandung minyak atsiri sampai 10%, berisi miristin (yang bersifat membius) sekitar 4%, pinen, 80% kamfer, 8% dipente, safrol 0,6%, egenol, dan alkohol 6%, minyak lemak sekitar 40%, berupa gliserida dari asam miristinat, asam oleat dan asam linoleat, abu 4%, zat putih telur 25% sampai 40%, pati dan gula (Kartasapoetra, 1992 dan Nurdjannah, 2007).

Kandungan kimia ekstrak biji pala dalam bentuk minyak atsiri dan oleoresin telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang pangan sebagai flavor agent seperti pada pembuatan minuman berbahan dasar susu, makanan berbahan dasar daging hewan, maupun dalam bidang kesehatan dan kecantikan seperti aroma terapi, parfum, pasta gigi maupun dalam pengobatan tradisonal (Assagaf, dkk, 2012).

2.1.5 Kegunaan dan manfaat

Minyak biji atau fuli pala mengandung unsur-unsur psikotropik yang dapat menimbulkan rasa berkhayal atau rasa halusinasi alias merasa memiliki kekuatan yang istimewa kalau di makan. Unsur yang dapat mengakibatkan timbulnya halusinasi tersebut, berdasarkan dugaan para ahli, disebabkan oleh senyawa yang bernama miristin. Minyak pala juga memiliki daya bunuh yang hebat dan jitu terhadap larva dan serangga yang dapat menyebabkan penyakit seperti nyamuk atau pun serangga hama tanaman (Lutony, dkk, 2002).

Minyak pala cocok untuk problem sirkulasi darah, otot, persendian, asam urat, (guot), sakit dan nyeri otot, rematik, kembung, salah pencernaan, lemah pencernaan, mual, dan anti bakteri. Aktivitasnya seperti adrenal cortex sehingga


(5)

dapat mendukung kelenjar adrenal untuk meningkatkan energi. Minyak pala juga dapat mendukung sistem saraf yang terganggu yang menyebabkan, impontensi, dan gangguan saraf (Asyik, 2010).

2.2 Minyak atsiri

Minyak atsiri adalah zat berbau atau biasa disebut dengan minyak esential, karena minyak eteris pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka tanpa mengalami penguraian. Istilah esential atau minyak yang berbau wangi dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman penghasilnya. Keadaan murni dan segar biasanya minyak atsiri umumnya memiliki tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan dengan rasa dan bau yang khas berubah menjadi lebih gelap (Hapsoh, 2001).

Perkembangan dari hasil sintesis senyawa turunanan minyak atsiri dapat digunakan sebagai, antioksidan, aromaterapi, penjerap logam, sun screen block dan banyak lagi kegunaan lainnya. Pendidikan merupakan salah satu media strategis yang dapat digunakan untuk mempercepat transfer ilmu banyak

disarankan dalam proses pembelajaran kimia (Agusta, 20002).

Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Minyak atsiri sebagian besar diperoleh dengan cara penyulingan atau distilasi. Metode destilasi telah secara luas digunakan untuk mengambil minyak atsiri dari tanaman baik secara utuh atau merupakan bagian dari tanaman seperti batang (kayu manis) dan akar (akar wangi) (Assagaf, dkk, 2012).


(6)

Sumber minyak atsiri dapat diperoleh dari setiap bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, batang, akar ataupun rimpang. Selain itu dapat larut baik dalam etanol dan pelarut organik, namun sukar larut dalam air dan kurang larut dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70%. Umumnya zat organik pada minyak atsiri tersusun dari unsur C, H dan O berupa senyawa alifatis atau aromatis meliputi kelompok hidrokarbon, ester, eter, aldehid, keton, alkohol dan asam

(Agusta, 20002).

Salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam tanaman adalah minyak atsiri, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak terpentin dari pohon pinus (Guenther, 1990).

2.2.1 Keberadaan minyak atsiri dalam tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar , di dalam sel-sel parenkim, terkadang dalam semua jaringan. Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks) yang diolah dalam industri parfum (Guenther, 1987).

2.2.2 Sifat-sifat minyak atsiri

Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut:

(Sastrohamidjojo, 2004).


(7)

2. Memiliki bau khas, umumnya bau minyak atsiri akan ini mewakili bau dari tanaman asalnya.

3. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari

macam dan intensitas bau masing-masing berdasarkan komponen penyusun yang terdapat pada minyak atsiri.

4. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi

kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit, tergantung dari jenis komponen penyusun yang terdapat pada minyak.

5. Keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah

menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan minyak atsiri akan menguap pada kertas.

6. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi

tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.

7. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen

udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun yang ada pada minyak atsiri.

8. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut

sehingga dapat memberikan baunya yang khas kepada air walaupun kelarutannya kecil.

9. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.


(8)

Tabel 2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-2006

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

Warna Bau

- -

Tidak berwarna-kuning pucat Khas minyak pala

2 Bobot Jenis 200C/200C - 0,880 - 0,910

3 Indeks bias (�20

) - 1,470 – 1,497

4 Kelarutan dalam etanol 90%

pada suhu 200C

- 1:3 jernih, seterusnya jernih

5 Putaran optic - (+)80 – (+)250

6 Sisa penguapan % Maksimum 2,0

7 Miristin % Minimum 10

2.2.3 Parameter minyak atsiri

Beberapa parameter untuk menguji kualitas minyak atsiri yaitu : (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3.1 Bobot jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Penentuan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Bobot jenis minyak atsiri umumnya berkisar antara 0,800-1,180. Nilai bobot jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara bobot minyak dengan bobot air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya b


(9)

bobot jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3.2 Indeks bias

Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri berhubungan erat dengan komponen - komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri dapat dipengaruhi oleh nilai dari indeks bias minyak atsiri yang di uji. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya (Depkes RI, 1984).

Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar. Minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.3.3 Putaran optik

Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri (Depkes RI, 1984).


(10)

2.2.3.4 Kelarutan dalam alkohol

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan (Sastrohamidjojo, 2004).

Kondisi penyimpanan kurang baik dapat mempercepat polimerisasi diantaranya cahaya, udara, dan adanya air bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik. Minyak atsiri mempunyai sifat yang larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Alkohol diketahui merupakan gugus OH. Alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi yang larut dalam alkohol dengan perbandingan yang sesuai (Guenther, 1987).

2.2.4 Metode penyulingan minyak atsiri

Metode penyulingan minyak atsiri dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam, yaitu metode penyulingan dengan air, metode penyulingan air dan uap dan metode penyulingan uap, keuntungan dari metode distilasi air dan uap dibandingkan dengan metode destilasi uap ataupun distilasi air yaitu bahan yang disuling tidak akan mengalami gosong yaitu bahan yang mengering karena suhu


(11)

tidak melebihi suhu uap jenuh sehingga kerusakan minyak lebih kecil dibandingkan dengan metode distilasi yang lain (Nurjdannah, 2007).

2.2.4.1 Penyulingan dengan air

Metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Guenther, 1987).

2.2.4.2 Penyulingan dengan air dan uap

Metode penyulingan dengan air dan uap, bahan yang akan olah diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini adalah:

1. Uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas.

2. Bahan- bahan yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Syukur, 2001).

2.2.4.3 Penyulingan dengan uap

Penyulingan uap merupakan suatu metode untuk isolasi dan pemurnian

senyawa. Metode ini digunakan untuk cairan yang tidak bercampur atau hanya sedikit bercampur. Uap jenuh yang berasal dari cairan yang sama sekali tidak


(12)

bercampur akan mengikuti tekanan parsial, yakni tekanan total dari suatu campuran adalah jumlah tekanan parsial. Tekanan parsial bersifat proposional terhadap fraksi mol dari konstituen dalam fase uap (Nurjadnnah, 2007).

Metode penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987).

2.2.5 Kandungan kimia minyak atsiri

Minyak atsiri tidak satupun tersusun dari senyawa- senyawa tunggal, tetapi merupakan campuran beberapa komponen yang memiliki tipe-tipe yang berbeda-beda. Berdasarkan cara isolasinya, komponen-komponen penyusun dari minyak atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut : (Guenther, 1990).

1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena.

2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi bertingkat. 3. Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat. 4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi. 5. Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia

2.2.6 Penggolongan minyak atsiri


(13)

yang namun komponen tersebut dapat digolongkan kedalam 4 kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu: (Guenther, 1990).

1. Terpen, yang ada hubungan dengan isopren atau isopentena

2. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang

3. Turunan benzen

4. Bermacam-macam persenyawaan lainnya

2.3 Minyak Pala

Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan biji pala

jenis Myristica fragrans atau dikenal dengan sebutan Pala Banda. Jenis pala tersebut banyak dibudidayakan dan diolah di daerah Maluku, Sulawesi Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Pulau Jawa. Minyak pala merupakan salah satu minyak atsiri yang banyak diekspor Indonesia. Minyak pala banyak digunakan dalam formula obat-obatan, parfum, minuman, detergen, aromaterapi, dan lain-lain. Biji pala merupakan hasil utama yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari tanaman pala di bandingkan dengan bagian yang lain dari tanaman pala (Lutony, dkk, 2002).

Buah pala didalamnya terdapat biji pala (nutmeg) dan pembungkus biji (fuli atau mace). Umumnya setelah dikeringkan, kedua hasil diekspor langsung. Negara perantara atau pemakai, biji serta fuli yang utuh dan berukuran besar biasanya langsung digunakan sebagai bahan rempah-rempah. Biji dan fuli yang berukuran kecil dan cacat akan di olah atau jadikan serbuk untuk di suling, kempa, atau dijadikan sebagai oleoresin (Assagaf, dkk, 2012).


(14)

2.3.1 Parameter mutu minyak pala

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu minyak pala meliputi, bobot jenis, indeks bias, penentuan kelarutan dalam etanol (BSN, 2006).

2.3.1.1 Bobot jenis minyak pala

Prinsip bobot jenis minyak pala didasarkan pada perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis minyak pala yaitu dengan cara menggunakan alat piknometer. Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dan tutupnya dikeringkan dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20°C. sambil menghindari adanya gelembung gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit sisipkan penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya. Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, dan dicuci dengan etanol dan dietil eter. Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dan penutupnya dimasukkan kembali dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan dikeringkan piknometer tersebut. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian ditimbang dengan isinya (m2) (BSN, 2006).


(15)

2.3.1.2 Indeks bias minyak pala

Prinsip indeks bias minyak pala didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap pada minyak pala yang akan di uji (BSN, 2006).

Penentuan indeks bias minyak pala yaitu dengan cara menggunakan alat refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, suhu kerja harus diperhatikan dengan toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Depkes RI, 1984 ).

2.3.1.3 Penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol

Prinsip penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol didasarkan pada prinsip kelarutan minyak pala dalam etanol absolut atau etanol yang diencerkan yang menimbulkan kekeruhan dan dinyatakan sebagai larut sebagian atau larut seluruhnya, berarti bahwa minyak tersebut membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan (BSN, 2006).

Penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol sangat sederhana dengan cara. Tempatkan 1 ml contoh dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml, tambahkan etanol 90%, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20°C, bila larutan tersebut tidak bening, bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembandingan, melalui cairan yang sama tebalnya. Setelah minyak tersebut larut tambahkan


(16)

etanol berlebih karena beberapa minyak tertentu mengendap pada penambahan etanol lebih lanjut (BSN, 2006).

2.3.2 Manfaat dan kegunaan minyak pala

Kegunaan senyawa penyusun minyak atsiri pala antara lain senyawa camphene dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida yang kuat, banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Camphene dapat dikonversi menjadi senyawa lain, digunakan dalam pembuatan kapur barus, obat dalam farmasi, dan camphene sendiri telah terbukti dapat mencegah atheromatosis pada aorta beberapa hewan (Lutony, dkk, 2002).

Minyak pala juga digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit perut, diare dan bronchitis. Minyak pala berguna untuk meningkatkan daya cerna, mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag, menghentikan muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik. Senyawa aromatik yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang halusinasi. Memakan maksimum 5 gram bubuk atau minyak pala mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering biji pala digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan sup (Nurdjannah, 2007).

Senyawa d-pinene digunakan dalam pembuatan kapur barus (kamper) dan pelarut, plastik, dasar parfum dan minyak pinus sintetis. Kemudian dipentene digunakan sebagai bahan pelarut, juga digunakan dalam pembuatan resin. Senyawa d-linalool juga disebut coriandrol dan geraniol paling utama digunakan dalam wangian sedangkan senyawa d-borneol digunakan dalam pembuatan wewangian dan dupa (Agusta, 2000).


(17)

2.3.3 Penyulingan minyak pala

Penyulingan minyak atsiri pala bisa dilakukan dengan cara penyulingan uap (destilasi) pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi bisa menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri. Pada biji pala, terdapat dua bagian utama yaitu 30–45% minyak dan 45–60% bahan padat termasuk selulosa (Syukur, 2001).


(1)

bercampur akan mengikuti tekanan parsial, yakni tekanan total dari suatu campuran adalah jumlah tekanan parsial. Tekanan parsial bersifat proposional terhadap fraksi mol dari konstituen dalam fase uap (Nurjadnnah, 2007).

Metode penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 1987).

2.2.5 Kandungan kimia minyak atsiri

Minyak atsiri tidak satupun tersusun dari senyawa- senyawa tunggal, tetapi merupakan campuran beberapa komponen yang memiliki tipe-tipe yang berbeda-beda. Berdasarkan cara isolasinya, komponen-komponen penyusun dari minyak atsiri dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut : (Guenther, 1990).

1. Kelompok yang mengkristal pada suhu rendah, misalnya stearoptena.

2. Kelompok senyawa yang dapat dipisahkan melalui proses destilasi bertingkat. 3. Kelompok senyawa yang dipisahkan melalui proses kristalisasi bertingkat. 4. Kelompok senyawa yang pemisahannya dilakukan melalui kromatografi. 5. Kelompok senyawa yang diisolasi melalui proses-proses kimia

2.2.6 Penggolongan minyak atsiri


(2)

yang namun komponen tersebut dapat digolongkan kedalam 4 kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu: (Guenther, 1990).

1. Terpen, yang ada hubungan dengan isopren atau isopentena 2. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang 3. Turunan benzen

4. Bermacam-macam persenyawaan lainnya

2.3 Minyak Pala

Minyak pala adalah minyak yang dihasilkan dari penyulingan biji pala jenis Myristica fragrans atau dikenal dengan sebutan Pala Banda. Jenis pala tersebut banyak dibudidayakan dan diolah di daerah Maluku, Sulawesi Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Pulau Jawa. Minyak pala merupakan salah satu minyak atsiri yang banyak diekspor Indonesia. Minyak pala banyak digunakan dalam formula obat-obatan, parfum, minuman, detergen, aromaterapi, dan lain-lain. Biji pala merupakan hasil utama yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari tanaman pala di bandingkan dengan bagian yang lain dari tanaman pala (Lutony, dkk, 2002).

Buah pala didalamnya terdapat biji pala (nutmeg) dan pembungkus biji (fuli atau mace). Umumnya setelah dikeringkan, kedua hasil diekspor langsung. Negara perantara atau pemakai, biji serta fuli yang utuh dan berukuran besar biasanya langsung digunakan sebagai bahan rempah-rempah. Biji dan fuli yang berukuran kecil dan cacat akan di olah atau jadikan serbuk untuk di suling, kempa, atau dijadikan sebagai oleoresin (Assagaf, dkk, 2012).


(3)

2.3.1 Parameter mutu minyak pala

Beberapa parameter yang digunakan untuk mengetahui standar mutu minyak pala meliputi, bobot jenis, indeks bias, penentuan kelarutan dalam etanol (BSN, 2006).

2.3.1.1Bobot jenis minyak pala

Prinsip bobot jenis minyak pala didasarkan pada perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis minyak pala yaitu dengan cara menggunakan alat piknometer. Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibasuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Bagian dalam piknometer dan tutupnya dikeringkan dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya. Didiamkan pinometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling yang telah dididihkan pada suhu 20°C. sambil menghindari adanya gelembung gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit sisipkan penutupnya kemudian dikeringkan piknometernya. Piknometer didiamkan dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang dengan isinya (m1). Piknometer tersebut dikosongkan, dan dicuci dengan etanol dan dietil eter. Kemudian dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dan penutupnya dimasukkan kembali dalam penangas air pada suhu 20°C ± 0,2°C selama 30 menit dan dikeringkan piknometer tersebut. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit kemudian ditimbang dengan isinya (m2) (BSN, 2006).


(4)

2.3.1.2 Indeks bias minyak pala

Prinsip indeks bias minyak pala didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap pada minyak pala yang akan di uji (BSN, 2006).

Penentuan indeks bias minyak pala yaitu dengan cara menggunakan alat refraktometer. Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan, suhu kerja harus diperhatikan dengan toleransi ± 0,2°C. Sebelum minyak tersebut diletakkan di dalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil (Depkes RI, 1984 ).

2.3.1.3 Penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol

Prinsip penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol didasarkan pada prinsip kelarutan minyak pala dalam etanol absolut atau etanol yang diencerkan yang menimbulkan kekeruhan dan dinyatakan sebagai larut sebagian atau larut seluruhnya, berarti bahwa minyak tersebut membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan (BSN, 2006).

Penentuan kelarutan minyak pala dalam etanol sangat sederhana dengan cara. Tempatkan 1 ml contoh dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml, tambahkan etanol 90%, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20°C, bila larutan tersebut tidak bening, bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembandingan, melalui cairan yang sama tebalnya. Setelah minyak tersebut larut tambahkan


(5)

etanol berlebih karena beberapa minyak tertentu mengendap pada penambahan etanol lebih lanjut (BSN, 2006).

2.3.2 Manfaat dan kegunaan minyak pala

Kegunaan senyawa penyusun minyak atsiri pala antara lain senyawa camphene dan turunannya memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan insektisida yang kuat, banyak digunakan dalam industri dan manufaktur. Camphene dapat dikonversi menjadi senyawa lain, digunakan dalam pembuatan kapur barus, obat dalam farmasi, dan camphene sendiri telah terbukti dapat mencegah atheromatosis pada aorta beberapa hewan (Lutony, dkk, 2002).

Minyak pala juga digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit perut, diare dan bronchitis. Minyak pala berguna untuk meningkatkan daya cerna, mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag, menghentikan muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik. Senyawa aromatik yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang halusinasi. Memakan maksimum 5 gram bubuk atau minyak pala mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering biji pala digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan sup (Nurdjannah, 2007).

Senyawa d-pinene digunakan dalam pembuatan kapur barus (kamper) dan pelarut, plastik, dasar parfum dan minyak pinus sintetis. Kemudian dipentene digunakan sebagai bahan pelarut, juga digunakan dalam pembuatan resin. Senyawa d-linalool juga disebut coriandrol dan geraniol paling utama digunakan dalam wangian sedangkan senyawa d-borneol digunakan dalam pembuatan wewangian dan dupa (Agusta, 2000).


(6)

2.3.3 Penyulingan minyak pala

Penyulingan minyak atsiri pala bisa dilakukan dengan cara penyulingan uap (destilasi) pada tekanan rendah, sedangkan penyulingan dengan tekanan tinggi bisa menyebabkan terbawanya minyak lemak sehingga akan menurunkan mutu minyak atsiri. Pada biji pala, terdapat dua bagian utama yaitu 30–45% minyak dan 45–60% bahan padat termasuk selulosa (Syukur, 2001).