Penerapan Kebijakan Kepala Kantor BPN Aceh Besar Dalam Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan Penetapan Mahkamah Syar’iyah

30

BAB II
DASAR HUKUM PEMBUATAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS DI
MAHKAMAH SYAR’IYAH

A. Tinjauan Umum tentang Hukum Kewarisan
1. Pengertian Hukum Waris
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana pembagian
menurut undang-undang tentang harta kekayaan seseorang yang telah meninggal
dunia dan yang mengatur dengan baik adanya peristiwa hukum maupun perbuatan
hukum dari harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal
kepada ahli warisnya serta akibat-akibatnya bagi para ahli waris. 43
Selanjutnya hukum waris menurut para sarjana pada umumnya adalah
peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia
kepada satu atau beberapa orang lain,44 yang intinya adalah peraturan yang mengatur
akibat-akibat hukum dari kematian seorang terhadap harta kekayaan yang berwujud,
maupun tidak berwujud; perpindahan kekayaan si pewaris dan akibat hukum
perpindahan tersebut bagi ahli waris, baik yang berhubungan antara sesama ahli waris
maupun dengan pihak ketiga.
Definisi hukum waris menurut Mr. A. Pitlo adalah rangkaian ketentuanketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seorang, akibat-akibatnya

didalam bidang kebendaan, selain itu diatur juga mengenai; akibat dan beralihnya
43
44

Efendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal.3
J.Satrio, Hukum Waris, (Bandung : Penerbit Alumni, 1992), hal.8

30

Universitas Sumatera Utara

31

harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya sendiri
atau pihak ketiga.
Dari kedua pengertian tersebut diatas menurut penulis, hukum waris merupakan
segenap peraturan-peraturan yang berisikan segala sesuatu mengenai hal-hal tentang
cara-cara beralihnya hak/kewajiban seseorang yang meninggal dunia, terutama
dibidang hukum kekayaan kepada orang lain yang menjadi ahli warisnya. Dan unsurunsurnya dapat disebut sebagai berikut :
Hukum waris berlaku apabila ada seseorang yang meninggal dunia.

1. Hukum waris mengatur tentang segala sesuatu dan akibatnya dari segala
harta baik berwujud dan tidak berwujud.
2. Hukum waris tersebut masuk dalam ruang lingkup hukum harta kekayaan.
Menurut Imam Sudiyat dalam bukunya “Peta Hukum Kewarisan di Indonesia,
disebutkan hukum waris adat meliputi keseluruhan asas, norma dan keputusan/
ketetapan hukum yang bertalian dengan proses penerusan serta pengendalian harta
benda (Materil) dan harta citra (Non Materil) dari generasi yang satu ke generasi
yang berikutnya cq ahli waris”.45 Selanjutnya disebutkan bahwa mengingat Hukum
waris Indonesia bersifat Pluralistik, maka saat ini di Indonesia berlaku tiga sistem
Waris Adat, Hukum Waris Islam, Hukum Waris Barat, kesemuanya dipergunakan.
Menurut Mohd. Idris Ramulyo diuraikan pengertian Hukum Kewarisan sebagai
Himpunan aturan-aturan Hukum yang mengatur siapa ahli waris yang berhak
45

Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat (Pewarisan
Menurut Undang-Undang),( Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Edisi I,
2005), hal.1

Universitas Sumatera Utara


32

mewarisi.46 Bagaimana kedudukan masing-masing ahli waris serta bagaimana /
berapa perolehan masing-masing ahli waris secara adil dan sempurna.
Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa hal-hal yang diatur dalam
hukum waris adalah suatu hukum dalam lingkup harta kekayaan, yang didalamnya
mengatur peralihan harta dari seseorang yang meninggal, ke generasi berikutnya,
semua norma dan prinsip-prinsip besarannya pembagiannya secara adil kepada
masing-masing ahli warisnya.
2. Hukum Kewarisan Islam
Hukum yang mengatur tentang peralihan harta warisan dari pewaris kepada
ahli waris dinamakan hukum kewarisan, yang dalam hukum Islam dikenal beberapa
istilah seperti : faraidh, fikih Mawaris, dan lain-lain, yang kesemua pengertiannya
oleh para fukaha (ahli hukum fikih) di kemukakan sebagai berikut :
a. Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah :
Suatu ilmu yang dengan dialah dapat diketahui orang yang menerima
pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima tiaptiap waris dan cara membaginya.47
b. Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Ilmu Fara’id ialah :
Ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah fikih dan ilmu hitung yang berkaitan
dengan harta warisan dan orang-orang yang berhak yang mendapatkannya


46

Mohd Idris Ramulyo, Studi Khasus Pelaksaan Hukum Kewarisan Islam dan Praktek
Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, Indo Hill – Co, Cet.4 (Jakarta : Edisi Revisi, 2000), hal. 47.
47
Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hal. 18

Universitas Sumatera Utara

33

agar masing-masing orang berhak mendapatkan bagian harta warisan yang
menjadi haknya.48
c. Ahmad Zahari, Hukum Kewarisan Isalm yaitu :
Hukum yang mengatur tentang peralihan hak milik atas harta warisan dari
pewaris kepada orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), berapa
besar bagiannya masing-masing, kapan dan bagaimana cara peralihannya
sesuai ketentuan dan petunjuk Al-Qur’an, hadist dan ijtihad para ahli. 49
Definisi-definisi diatas dapatlah dipahami bahwa ilmu faraid sebagai ilmu yang

mengatur tentang pemindahan dan pembagian harta peninggalan dari seseorang yang
meninggal dunia kepada orang-orang yang masih hidup, baik mengenai harta yang
ditinggalkan, orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), bagian masingmasing ahli waris maupun cara penyelesaian pembagiannya.
Kompilasi hukum Islam yang tertuang dalam format perundang-undangan yang
mengatur ketentuan kewarisan dipakai sebagai pedoman dalam hukum kewarisan
Islam.
1. Unsur-unsur Hukum Kewarisan
Menurut hukum kewarisan Islam ada 3 unsur yaitu :
a. Pewaris (Muwaris)
Yaitu : seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu yang dapat
beralih kepada keluarganya yang masih hidup.50
48
Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Sahih Fikih Sunnah ( Penterjemah Khairul
Amru Harahap dan Faisal Saleh), (Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), hal. 682
49
Ahmad Zahari, Hukum Kewarisan Islam , (Pontianak : FH.Untan Pres, 2008), hal. 148
50
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Kencana Predana Media Group,
2008), hal. 12


Universitas Sumatera Utara

34

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huru b mendefinisikan sebagai
berikut :
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan
meninggal berdasarkan putusan pengadilan, beragama Islam, meninggalkan
ahli waris dan harta peninggalan.
b. Ahli Waris (Warits)
Yaitu : orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai hubungan
dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan, perkawinan atau hubungan
lainnya.
Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf c, menyatakan ahli waris
adalah : orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
c. Warisan (Mauruts)
Yaitu : sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik
berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak.

2. Syarat-syarat mewaris
Sebelum seseorang mewaris haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu :
a. Meninggal dunianya pewaris
Meninggalnya pewaris mutlak harus dipenuhi karena seseorang baru disebut
pewaris setelah dia meninggal dunia yang berarti jika seseorang memberikan
hartanya kepada ahli waris ketika dia masih hidup itu bukan waris.

Universitas Sumatera Utara

35

Meninggal dunia atau mati dapat dibedakan :
1) Mati haqiqy (sejati), adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca
indra.
2) Mati hukmy (menurut putusan hakim), yaitu kematian yang disebabkan
adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun sudah mati.
3) Mati taqdiry (menurut dugaan), yaitu kematian yang didasarkan ada
dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati.51
b. Hidupnya ahli waris
Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat pewaris meninggal dunia karena

seseorang akan mewaris jika dia masih hidup ketika pewaris meninggal dunia.
Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang ditinggalkan
oleh pewaris, perpindahan hak tersebut diperoleh melalui jalan kewarisan.
c. Tidak ada penghalang-penghalang untuk mewaris.
Tidak terdapat salah satu dari sebab terhalangnya seseorang untuk menerima
warisan.
3. Sebab-sebab orang mewaris
Harta orang yang telah meninggal dunia dengan sendirinya berpindah kepada
orang yang masih hidup yang menpunyai hubungan dengan orang yang meninggal
tersebut. Hubungan yang dimaksud adalah yang menyebabkan orang menerima
warisan, yaitu :

51

H.R.Otje Salman S, Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung : PT.Refika Aditama,
2006), hal. 5

Universitas Sumatera Utara

36


a. Hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan adalah hubungan yang ditentukan oleh adanya
hubungan darah yang ditentukan pada saat adanya kelahiran.52
Hubungan kekerabatan dalam garis lurus ke bawah (anak, cucu dan
seterusnya), garis lurus ke atas (ayah, kakek dan seterusnya), maupun
garis kesamping (saudara-saudara) dan mereka saling mewaris satu sama
lainnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT dalam Al-Qur’an, baik dari
garis laki-laki/ ayah maupun dari garis perempuan/ ibu.
b. Hubungan perkawinan
Hak saling mewaris antara suami istri yang disebabkan adanya hubungan
hukum yaitu perkawinan.
Berlakunya hubungan kewarisan antara suami dan istri didasarkan pada :
1). Adanya akad nikah yang sah
Keduanya masih terikat perkawinan ketika salah satu meninggal dunia,
temasuk juga istri yang dalam masa iddah setelah ditalak raji’i.
c. Hubungan Wala
Adalah

hubungan


antara

seorang

hamba

dengan

orang

yang

memerdekakannya, orang yang memerdekakan hamba dapat mewarisi
harta hamba yang dimerdekakannya, berdasarkan ketentuan Rasulullah
SAW (Hadist).
d. Hubungan seagama
52

Amir Syarifuddin, Op.Cit, hal. 175


Universitas Sumatera Utara

37

Hak saling mewaris sesama umat Islam yang pelaksanaannya melalui
Baitulmaal. Hubungan ini terjadi apabila seorang muslim meninggal dunia
tidak mempunyai ahli waris, sehingga hartanya di serahkan ke baitulmaal
untuk digunakan oleh umat Islam.
4. Penghalang orang mewaris
Dalam hukumkewarisan Islam ada empat yang menjadi penghalang mewaris,
yaitu :
a. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap pewaris menjadi penghalang
baginya untuk menerima warisan dari pewaris. Hal ini sesuai dengan Hadist
Rasulullah SAW yakni hadist riwayat Ahmad yang artinya :
“barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisnya,
walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri, (begitu
juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri, maka
bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan53
Pada dasarnya pembunuhan adalah kejahatan, namun demikian ada juga
pembunuhan yang dilakukan dalam keadaan tertentu sehingga pembunuhan
bukan menjadi suatu kejahatan, untuk itu pembunuhan dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, yaitu :

53

Ahmad Rafiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 24

Universitas Sumatera Utara

38

Pembunuhan yang pelakunya tidak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan
dan dosa, dapat dikategorikan dalam hal ini :
a) Pembunuhan musuh dalam perang
b) Pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati
c) Pembunuhan dalam membela jiwa, harta dan kehormatan
2) Pembunuhan secara tidak hak melawan hukum, yaitu : pembunuhan yang
dilarang oleh agama dan terhadap pelakunya dikenakan sanksi dunia dan/
atau akhirat, yang termasuk dalam kategori ini adalah :
a) Pembunuhan sengaja dan terencana, yaitu suatu pembunuhan yang
pelaksanaannya terdapat unsur kesengajaan Sanksi dunia hukuman
mati dalam bentuk qishas (Q.S.Al-Baqarah (2) : 178) Sanksi Akhiran
Neraka Jahanam (Q.S.An-Nisa (4) : 92).
b) Pembunuhan tersalah, yaitu pembunuhan yang tidak terdapat unsur
kesengajaan tetapi membuat orang terbunuh Sanksi dunia berupa
denda/diyat ringan yang harus diserahkan kepada keluarga korban
Sanksi akhirat bebas.
c) Pembunuhan seperti sengaja;
d) Pembunuhan seperti tersalah;
Keduanya mendapatkan sanksi dunia berupa denda/diyat yang harus
diserahkan kepada keluarga korban.54

54

Amir Syarifuddin, Op.Cit. hal. 194

Universitas Sumatera Utara

39

Dari uraian tentang pembunuhan diatas maka yang merupakan sebab
terhalangnya seseorang mewaris dari orang yang dibunuhnya adalah :
1) Pembunuhan yang memutus tali silaturrahmi.
2) Pembunuhan dengan tujuan mempercepat proses berlakunya
kewarisan.
3) Pembunuhan yang merupakan kejahatan atau maksiat.55
b. Berbeda Agama
Berbeda agama berarti agama pewaris berbeda dengan ahli waris,
sehingga tidak saling mewarisi, misalnya pewaris muslim, ahli waris non
muslim. Hal ini didasari oleh Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim, yang artinya : “ orang Islam tidak dapat mewaris
harta orang kafir, dan orang kapir pun tidak dapat mewaris harta orang
Islam”.56
c. Perbudakan
Perbudakan menjadi penghalang untuk mewaris, hal ini didasari pada
kenyataan bahwa budak tidak memiliki kecakapan untuk bertindak, dengan
kata lain budak tidak dapat menjadi subjek hukum. Al-Qur’an dalam Surah
An-Nahl ayat 75 menegaskan yang artinya :
“ Allah SWT membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya/ budak
yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang
yang kami beri rizki yang baik dari kami, lalu dia menafkahkan sebahagian

55
56

Ibid, hal. 196
Fatcthur Rahman, Op.Cit, hal. 95

Universitas Sumatera Utara

40

rezeki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka sama?
Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.57
Ayat diatas menegaskan bahwa seorang hamba sahaya/ budak tidak
cakap mengurusi hak miliknya dengan jalan apapun, karena tidak cakap
berbuat maka budak tidak dapat mewaris.
Sesungguhnya, pada masa sekarang berbicara tentang budak yang dikaitkan
dengan persoalan kewarisan sudah tidak ada lagi, kalaupun ada jumlahnya
sedikit.
Kompilasi Hukum Islam (inpres No. 1/1991) pada Buku II, Pasal 173
menyatakan seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan
Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dihukum karena :
a. Dipersalahkan

telah

membunuh

atau

mencoba

membunuh

atau

menganiaya berat sipewaris.
b. Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa
pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5
tahun penjara atau hukuman yang lebih besar.
5. Asas-asas Hukum Kewarisan Islam
Asas-asas hukum keawarisan Isalm dapat digali dari keseluruhan ayat-ayat
hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasan tambahan dari Hadist Nabi
Muhammad SAW. Dalam hal ini dapat dikemukakan lima asas :
a. Asas Ijbari

57

www.al-qur’andigital.com

Universitas Sumatera Utara

41

Yaitu peralihan harta orang yang telah meninggal dunia kepada orang yang
masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa tergantung kepada kehendak
pewaris atau ahli waris. Asas Ijbari dalam hukum kewarisan Islam tidak
dalam arti yang memberatkan ahli waris. Seandainya pewaris mempunyai
hutang yang lebih besar dari warisan yang ditinggalkannya, ahli waris tidak
dibebani untuk membayar hutang tersebut, hutang yang dibayar sebesar
warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.
b. Asas Bilateral
Bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis
kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dari pihak kerabat garis
keturunan perempuan.
c. Asas individual
Bahwa harta dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perorangan. Ini berarti
setiap ahli waris berhak atas bagian yang didapatnya tanpa tergantung dan
terikat dengan ahli waris lainnya. Keseluruhan harta warisan dinyatakan
dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut
dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar masingmasing. Bisa saja harta warisan tidak dibagi-bagikan asal ini dikehendaki oleh
ahli waris yang bersangkutan, tidak dibagi-baginya harta warisan itu tidak
menghapus hak mewaris para ahli waris yang bersangkutan.
d. Asas Keadilan Berimbang

Universitas Sumatera Utara

42

Asas ini dapat diartikan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Secara dasar dapat
dikatakan bahwa faktor perbedaan jenis kelamin tidak menentukan dalam hak
kewarisan artinya laki-laki mendapat hak kewarisan begitu pula perempuan
mendapat hak kewarisan sebanding dengan yang di dapat oleh laki-laki.
e. Asas Kewarisan Semata Kematian
Bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain berlaku setelah yang
mempunyai harta tersebut meninggal dunia dan selama harta itu tidak dapat
beralih kepada orang lain.58
3. Hukum Kewarisan Adat
Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari sistem kekeluargaan yang
terdapat di Indonesia. Oleh karena itu, pokok pangkal uraian tentang hukum waris
adat bertitik tolak dari bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang terdapat di
Indonesia menurut sistem keturunan. Setiap sistem keturunan yang terdapat dalam
masyarakat Indonesia memiliki kekhususan dalam hukum warisnya yang satu sama
lain berbeda-beda, yaitu :59
1. Sistem Patrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
pihak nenek moyang laki-laki. Didalam sistem ini kedudukan dan pengaruh
pihak laki-laki dalam hukum waris sangat menonjol, contohnya pada
masyarakat Batak. Yang menajdi ahli waris hanya anak laki-laki sebab anak
58

Amir syarifuddin, Op. Cit, hal. 16-28
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat Dan BW,
(Bandung, reflika Aditama, 2005), hal. 41
59

Universitas Sumatera Utara

43

perempuan yang telah kawin dengan cara”kawin jujur” yang kemudian masuk
menjadi anggota keluarga pihak suami, selanjutnya ia tidak merupakan ahli
waris orang tuanya yang meninggal dunia.
2. Sistem Matrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
pihak nenek moyang perempuan. Di dalam sistem kekeluargaan ini pihak
laki-laki tidak menjadi pewaris untuk anak-anaknya. Anak-anak menjadi ahli
waris dari garis perempuan/ garis ibu karena anak-anak mereka merupakan
bagian dari keluarga ibunya, sedangkan ayahnya masih merupakan
keluarganya

sendiri,

contoh

sistem

ini

terdapat

pada

masyarakat

Minangkabau. Namun demikian, bagi masyarakat Minangkabau yang sudah
merantau ke luar tanah aslinya, kondisi tersebut sudah banyak berubah.
3. Sistem Parental atau bilateral, yaitu sistem yang menarik garis keturunan dari
dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Dari sistem ini
kedudukan anak laki-laki dan perempuan dalam hukum waris sama dan
sejajar. Artinya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan merupakan ahli
waris dari harta peninggalan orang tua mereka.
Dari ketiga sistem keturunan diatas, mungkin masih ada variasi lain yang
merupakan perpaduan dari ketiga sistem tersebut, misalnya sistem patrilineal
beralih-alih (alternered) dan sistem unilateral berganda (dubbel unilateral).60
4. Hukum Kewarisan Menurut KUH Perdata
Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) disingkat
KUH Perdata, hukum kewarisan diatur dalam buku II tentang kebendaan, karena

60

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta, Rajawali, 1981), hal. 284

Universitas Sumatera Utara

44

unsur waris ada unsur kebendaannya. Khususnya di dalam titel XII tentang pewarisan
karena kematian, titel XIII tentang surat wasiat, titel XIV tentang pelaksanaan wasiat
dan pengurus harta peninggalan,titel XV tentang hak memikir dan hak istimewa
untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan, titel XVI tentang menerima atau
menolak suatu warisan, titel XVII tentang pemisahan dan harta peninggalan, titel
XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus. Sebenarnya diluar unsur harta
benda tersebut masih ada unsur-unsur lain yang amat berpengaruh terhadap hukum
waris.
Unsur-unsur hukum waris yang dimaksud itu adalah pewaris, ahli waris,
perbuatan hukum tertentu dari pewaris dikala hidupnya yang menyebabkan seseorang
yang bukan ahli waris menjadi ahli waris. Perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang
mengakibatkan seseorang yang bukan ahli waris menjadi ahli waris meliputi
pengakuan anak, pengangkatan anak atau adopsi dan testament.61
Ada dua cara untuk mendapatkan suatu warisan, yaitu :
a) Secara ab intestato
Bedasarkan ketentuan pasal 832 KUH Perdata”Menurut undang-undang yang
berhak untuk menjadi ahli waris adalah para keluarga sedarah, baik sah
maupun luar kawin dari si suami atau isteri yang hidup terlama,” Dengan
demikian , untuk dapat menjadi ahli waris haruslah mempunyai hubungan
darah dengan pewaris, atau karena adanya perkawinan.Hubungan darah

61

Analistus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal hukum Perdata B.W, Cet.
Ketiga, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2003), hal. 4-5

Universitas Sumatera Utara

45

tersebut dapat sah atau luar kawin, baik melalui ibu maupun melalui bapak.
Hubungan darah yang sah dan hubungan darah luar kawin maksudnya adalah
hubungan darah yang ditimbulkan oleh perkawinan yang sah.sedangkan
hubungan darah luar kawin maksudnya adalah hubungan yang timbul akibat
hubungan biologis antara si ayah biologis dengan ibu yang melahirkan anak
luar kawin tersebut di sertai dengan pengakuan yang sah terhadap anak luar
kawin yang bersangkutan.
Menurut J,Satrio,SH dalam bukunya hukum waris,”dianggap muncul sebagai
akibat hubungan biologis antara ayah biologisnya dan ibunya, karena siapa
sebenarnya ayah biologis anak tersebut tidak ada yang tahu, kecuali (mungkin) si ibu
sendiri,”62 Mengenai pewarisan menurut undang-undang ini di atur dalam pasal 852861 BW,ada empat golongan ahli waris menurut undang-undang ,yaitu :
1. Golongan pertama adalah anak sah pewaris atau turunan mereka dan suami
atau isteri yang di tinggal ( Pasal 852 KUH Perdata).
2. Golongan kedua adalah kedua atau salah satu orang tua pewaris yang masih
hidup bersama-sama dengan saudara pewaris atau keturunan saudara tersebut
(pasal 854), golongan ini baru dapat mewaris apabila tidak ada seorangpun
ahli waris golongan satu.
3. Golongan ketiga adalah keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas, dengan
ketentuan siapa derajatnya yang terdekat dengan pewaris menerima seluruh

62

Analistus Amanat,Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum
PerdataB.W,Cet.Ketiga, (Jakarta : PT Raja Grafido,2003), hal .4-5

Universitas Sumatera Utara

46

warisan ( Pasal 853 ayat (2) KUH Perdata), mereka ini dapat mewais apabila
tidak ada golongan kedua.
4. Golongan keempat adalah mereka yang mempunyai hubungan darah ke
samping dengan pewaris, mereka ini mewaris apabila tidak ada ahli waris
golongna ketiga.
Berdasarkan ketentuan pasal 874 KUH Perdata, harta peninggalan seorang
adalah kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak
menetapkan lain dengan surat wasiat63adalah suatu akta yang memuat pernyataan
sesorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia
dan olehnya dapat dicabut kembali ( pasal 875 KUH Perdata).Sedangkan pengertian
wasiat (washiyyah) menurut fiqih islam64 yaitu : menurut hanafi, wasiat adalah
memberikan hak memiliki sesuatu secara tabaru atau sukarela yang pelaksanaannya
ditangguhkan setelah adanya peristiwa kematian dari yang memberikan, baik sesuatu
itu berupa barang maupun manfaaat. Sedangkan menurut Malikiyah ; wasiat adalah
suatu perikatan yang mengharuskan penerima wasiat menghaki sepertiga harta
peninggalan si pewaris sipeninggalnya atau mengharuskan penggantian hak sepertiga
harta peninggalan si pewasiat kepada si penerima wasiat sepeninggalnya wasiat.
Dalam surat wasiat dimungkinkan pewaris mengangkat seorang atau beberapa
orang ahli waris (erfstelling). Dalam erfstelling tidak ditentukan bendanya secara
tertentu, misalnya, A mewasiatkan sepertiga dari harta peninggalannya kepada B.
63

Subekti, Pokok pokok Hukum Perdata, Cetakan XXVIII, (Jakarta : PT. Intermasa, 1996),

hal. 12
64

Mohd.Idris Ramulyo,Op.cit, hal .311

Universitas Sumatera Utara

47

Dapat pula pewaris memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa ahli waris
(legaat) dikenal pula dengan hibah wasiat. Dalam legaat, pewaris menyebutkan
barang tertentu kepada seseorag atau lebih penerima legaat (legaataris), misalnya A
mewasiatkan rumah di jalan Anggrek Nomor 10 kepada B. Menurut Effendi Perangin
dalam bukunya Hukum Waris,” Legaataris bukan ahli waris testamenter, karena ia
tidak mempunyai hak untuk menggantikan pewais,tetapi ia mempunyai hak menagih
kepada para ahli waris agar legaat dilaksanakan.”65
Ada beberapa macam wasiat, yaitu :
1. Wasiat Olografis,diatur dalam pasal 932 KUH Perdata,yaitu : yang dibuat dan
ditulis sendiri oleh pemberi wasiat ( testateur). Kemudian surat wasiat tersebut
dibawa ke Notaris untuk disimpan dalam protokol Notaris, Notaris
membuatkan akta penyimpanan surat wasiat Olografis dengan dihadiri oleh
dua orang saksi yang disebut dengan aktaVan Depot.” Notaris yang
bersangkutan dengan dihadiri dua saksi harus membuat akta penyimpanan :
(a) di bagian bawah surat wasiat apabila surat itu di serahkan terbuka; dan (b)
di buat tersendiri apabila di serahkan tertutup,”66 tanggal akta penyimpanan
dianggap sebagai tanggal berapa surat itu dibuat ( pasal 933 KUH
Perdata).Berdasarkan etentuan pasal 934 KUH Perdata, pembuat wasiat dapat
mengambil kembali surat wasiat tersebut dari Notaris dengan menandatangani

65

Effendi Perangin,Op.cit. hal .76
Tan Tong Kie, Studi Notariat Serba Serbi Praktek Notaris,Buku I, Cet.Kedua,(Jakarta : PT
Ichtiar Baru Van Hoeve,2000), hal.274.
66

Universitas Sumatera Utara

48

bukti pengambilan,dengan mengambilnya kembali surat wasiat tersebut
dianggap telah dicabut oleh pembuatnya.
2. Wasiat Umum, diatur dalam pasal 939 KUH Perdata, yaitu : surat wasiat yang
dibuat oleh pembuat wasiat dihadapan Notaris.Umum disini bukan berarti
bahwa umum (masyarakat) dapat melihatnya,”Akta Umum (openbare akte)
diperoleh karena akta itu dibuat oleh pejabat umum ( openbaar ambtenaar).”67
Dalam wasiat umum ini, pemberi wasiat memberitahukan kehendak terakhir
kepada Notaris,dan Notaris tersebut menulisnya dengan kata-kata yang jelas
dan dibuat di hadapan saksi-saksi. Notaris berkewajiban memberikan
bimbingan dan petunjuk kepada pemberi wasiat,agar wasiat tersebut dapat
terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak pemberi wasiat.
3. Wasiat Rahasia atau wasiat tertutup,68 yaitu wasiat yang di buat sendiri oleh
pemberi wasiat, ataupun tidak ditulis sendiri oleh pemberi wasiat, tetapi harus
ditandatangani oleh pemberi wasiat, diserahkan kepada Notaris dalam
keadaan tertutup.Selanjutnya Notaris membuatkan akta superscriptie yang
menerangkan apakah wasiat itu di tulis sendiri atau oleh orang lain, tetapi di
tandatangani oleh pemberi wasiat, dan dihadiri oleh empat orang saksi.Surat
wasiat tertutup tidak dapat diminta kembali ( pasal 940 KUH Perdata).
4. Wasiat Darurat,69diatur dalam pasal 946 sampai pasal 952 KUH Perdata.Surat
wasiat darurat hanya dapat dibuat dalam keadaan tertentu saja,yaitu :

67

Ibid, hal. 276
Ibid, hal .279
69
Ibid, hal. 282
68

Universitas Sumatera Utara

49

a. Dalam peperangan, berada di medan perang atau di tempat yang di kepung
musuh (pasal 946 KUH Perdata), dibuat di hadapan Perwira dengan
pangkat serendah-rendahnya Letnan, atau oleh pemegang kekuasaan
tertinggi dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
b. Dalam perjalanan melalui laut, diatur dalam pasal 947 KUH Perdata, surat
wasiat dibuat di hadapan Nahkoda atau mualim kapal tersebut atau
penggantinya dan dihadiri oleh dua orang saksi.
c. Karena berada dalam suatu daerah yan tidak boleh dihubungi karena suatu
penyakit menular, diatur dalam pasal 948 KUH Perdata, surat wasiat
boleh dibuat oleh seorang pejabat umum dan dihadiri oleh dua orang
saksi. Surat wasiat yang dalam poin a,b,c ini hanya berlaku enam bulan
sejak alasan untuk membuat surat wasiat itu tidak ada lagi ( pasal 950
KUH Perdata).
Orang yang karena sakit atau musibah secara mendadak seperti adanya
pemberontakan,gempa bumi dan bencan alam lainnya, diatur dalam pasal 948 ayat
(2) KUH Perdata, surat wasiat dibuat dihadapan pejabat umum dan dihadiri oleh dua
orang saksi dengan menyebutkan alasan pembuatan surat wasiat tersebut. Surat
wasiat ini hanya berlaku enam bulan setelah tanggal akta ( pasal 950 KUH Perdata).
B. Hukum Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris di Mahkamah Syar’iyah.
Berbicara mengenai keterangan hak waris, maka terlebih dahulu dipahami
tentang pewarisan. “didalam pewarisan terdapat beberapa unsur yang penting, yaitu

Universitas Sumatera Utara

50

pewaris, ahli waris, warisan dan hukum waris, yang kesemuanya mempunyai kata
dasar “waris” yang berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) dari
orang yang meninggal.70
Peristiwa wafatnya seorang manusia secara umum mengakibatkan beralihnya
segala hak-hak (termasuk kewajiban) atau aktiva dan passiva dari seseorang manusia
yang wafat tadi untuk selanjutnya dimiliki oleh generasi berikut yang menyusulnya.
Secara sederhana dengan meninggalnya seseorang mengakibatkan segala harta
kekayaannya beralih kepada ahli warisnya, yang pada umumnya terrdiri dari
pasangan

kawinnya

yang hidup terlama beserta anak-anak dan

sekalian

keturunannya.71
Dari uraian itu tersirat pula bahwa yang menyebabkan terjadinya proses
pewarisan menurut Islam adalah adanya seorang peninggal harta yang wafat, adanya
kekayaan yang ditinggalkan dan adanya ahli waris yang benar-benar masih hidup
yang akan mewarisi kekayaan yang ditinggalkan seorang peninggal harta saat
wafatnya.72
Mewaris berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal mengenai
hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya. Dan warisan adalah harta yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik itu berupa “aktiva“73 harta warisan
70

Putusan Mahkamah Agung tertanggal 17 Desember 1999, Nomor 51.K/Pdt/1994
sebagaimana yang dimuat dalam Varia Peradilan, Nomor 191, Tahun VXI, Edisi Agustus 2001, Hal.
94-116
71
H.M. Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Warisan
Menurut Hukum Waris Islam di Indonesia, (Medan : citapustaka media, 2014), hal. 2
72
H.M. Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan, Ibid
73
Maksudnya terhadap yang meninggal beraga islam yang tunduk pada terhadap agama
Islam, pelunasan hutang dari orang yang meninggal (pewaris) merupakan hal yang paling pertama dan
utama yang harus diselesaikan oleh ahli waris yang mana pelunasan hutang tersebut menggunakan
harta aktiva dari pewaris.

Universitas Sumatera Utara

51

adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tentang kekayaan seseorang pada waktu meninggal dunia, akan beralih pada orang
lain yang masih hidup.74
Menurut Gede Purwaka dalam prakteknya, seorang ahli waris tidak dapat
langsung secara otomatis dapat menguasai dan melakukan balik nama harta warisan
yang menjadi haknya dengan terbukanya pewarisan (meninggalnya pewaris),
melainkan untuk melakukan tindakan hukum terhadap apa yang menjadi haknya
tersebut harus dilengkapi dengan adanya surat keterangan hak waris.75
Dasar hukum terhadap surat keterangan ahli waris ataupun penetapan ahli
waris di keluarkan oleh pengadilan. Penetapan ahli waris untuk yang beragama Islam
dibuat oleh Pengadilan Agama atas permohonan ahli waris. Dasar hukumnya adalah
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.76 Sedangkan penetapan ahli waris
yang beragama selain Islam dibuat oleh Pengadilan Negeri.77
Adapun syarat pemohon dalam membuat surat keterangan ahli waris di
Mahkamah Syar’iyah adalah :
1. Surat pemohon yang ditujukan kepada ketua mahkamah syar’iyah Aceh
Besar;
74

Tarnakiran S, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Setakan Pertama,
(Bandung, Pionir Jaya, 1992), hal. 1
75
I Gede Purwaka, Keterangan Hak Waris yang dibuat oleh Notaris berdasarkan Ketentuan
KUH Perdata, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan Fakultas Hukum UI, (Jakarta, UI Press,
1999), hal. 3
76
Lihat Pasal 49.
77
Lihat Pasal 833 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

52

2. Membayar panjar biaya perkara di Bank BRI cabang Aceh Besar sebesar yang
telah ditaksir oleh petugas meja I.
3. Fotocopy para pihak
4. Fotocopy akta / surat kematian pemilik barang yang diwarisi;
5. Fotocopy akta / surat kelahiran para pewaris;
6. Silsilah keluarga yang disyahkan oleh Lurah/ Kepala Desa;
7. Surat keterangan pengantar dari Lurah/ Kepala Desa.78
Pemberian nama Surat Keterangan Hak Waris ini semata-mata merupakan
terjemahan harfiah dari Verklaring van erfrecht. Bila hendak diterbitkan dalam
bentuk akte tersendiri (yang berdiri sendiri, lazimnya dibuat dan diterbitkan dalam
bentuk akta dibawah tangan), maka penerbitan Surat Keterangan Hak Waris
(verklaring van erfrecht) ini disesuaikan dengan kewenangan pejabat yang
berwenang membuatnya dan kewenangan pejabat yang menerbitkannya disesuaikan
pula menurut penggolongan hukum dan penggolongan penduduk yang berlaku bagi
WNI yang bersangkutan.79
Dengan demikian keterangan hak waris adalah dapat diartikan sebagai suatu
surat yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang atau
dibuat sendiri oleh segenap ahli waris yang kemudian dibenarkan dan dikuatkan oleh
Kepala Desa atau Camat, yang dijadikan alat bukti yang kuat tentang adanya suatu
peralihan hak atas harta peninggalan dan pewaris kepada ahli waris”. 80

78
Berdasarkan Wawancara dengan Ketua Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Bapak Drs.
Misran. SH. MH pada pukul 13.39 WIB, Tanggal 15 Desember 2015.
79
Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta khusus warisan, ( Medan, Pustaka
Bangsa Press, 2011), hal. 101
80
I Gede Purwaka, Op Cit, Hal. 227

Universitas Sumatera Utara

53

Keterangan hak waris dibuat dengan tujuan untuk membuktikan siapa-siapa
yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan yang telah terbuka menurut hukum
dari beberapa porsi atau bagian masing-masing ahli waris terhadap harta peninggalan
yang telah terbuka tersebut.
Keterangan ahli waris disebut juga surat keterangan hak mewaris atau surat
keterangan waris. “surat keterangan hak waris merupakan surat bukti waris, yaitu
surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan diatas adalah ahli waris dan pewaris
tertentu.”81
Sedangkan menurut I Gede Purwaka Keterangan hak waris untuk melakukan
balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima, dan atas nama pewaris
menjadi atas nama seluruh ahli waris.82
Tindakan kepemilikan yang dimaksud misalnya adalah :
1) Khusus untuk barang-barang harta peninggalan berupa tanah, maka dapat
mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat, yaitu :
a. Melakukan pendaftaran peralihan hak ( balik nama) untuk tanah yang
sudah bersertifikat ; dan
b. Melakukan permohonan hak baru (sertifikat) atas tanah yang belum
terdaftar seperti misalnya tanah girik, tanah bekas hak barat, tanah
negara.

81
82

J. Satrio, Op Cit, hal. 227
I .Gede Purwaka, Op Cit, hal. 5-6

Universitas Sumatera Utara

54

2) Menggadaikan atau dengan cara menjaminkan barang-barang harta
peninggalan tersebut kepada pihak lain atau kreditur, apabila ahli waris
hendak meminjam uang atau meminta kredit.
3) Mengalihakan barang-barang harta peninggalan tersebut kepada pihak
selain dan semua yang telah disebutkan diatas, lain misalnya menjual,
menghibahkan, melepaskan hak dan lain-lainnya yang bersifat berupa
suatu peralihan hak.
4) Merubah status kepemilikan bersama atas barang harta peninggalan
menjadi milik dari masing-masing ahli waris dengan cara melakukan
membuat akta pembagian dan pemisahan harta peninggalan di hadapan
Notaris.
Didalam surat keterangan waris memuat tentang nama-nama dan para ahli
waris dan nama pewaris (almarhum), bagi orang Islam dibuat oleh para ahli waris
sendiri disaksikan oleh Kepala Desa / Lurah dan dikuatkan oleh Camat. Penentuan
porsi dan masing-masing ahli waris tergantung pada hukum mana yang berlaku bagi
para ahli waris artinya adalah apabila ahli waris golongan bumi putera membagi
warisannya dengan hukum faraidh maka akan dibagi sesuai dengan porsi masingmasing, sedangkan untuk golongan yang tunduk pada hukum adat maka akan dibagi
sesuai dengan hukum adatnya. Bagi golongan yang tunduk pada hukum matrilinial
maka porsi anak perempuan akan lebih banyak atau lebih diutamakan sedangkan
untuk golongan patrilineal maka porsi anak laki-laki akan lebih diutamakan.

Universitas Sumatera Utara

55

Pewarisan menurut faraidh atau menurut hukum Islam membolehkan pewaris
mewasiatkan maksimal 1/3 (sepertiga) dan warisannya.
C. Surat Keterangan Ahli Waris sebagai Alat Bukti
Menurut Prof. Subekti83 alat bukti, adalah alat-alat yang dipergunakan untuk
membuktikan dalil-dalil suatu pihak di muka pengadilan, misalnya bukti-bukti yang
bersifat tulisan, dan bukti-bukti yang bukan tulisan seperti, kesaksian, persangkaan,
sumpah dan lain-lain. Alat bukti yang bersifat tertulis dapat berupa surat dan dapat
berupa akta. Surat ialah segala sesuatu yang membuat tanda bacaan yang
dimaksudkan untuk menuangkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang
dan dapat dipergunakan dalam pembuktian.84
Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, merupakan salah satu alat bukti
yang sah menurut hukum. Alat bukti surat ini, memegang peranan penting dalam
semua kegiatan yang menyangkut bidang keperdataan, misalnya jual beli, utang
piutang, tukar menukar, sewa menyewa dan sebagainya.
Alat pembuktian tertulis yang berupa surat, menurut A. Pitlo adalah pembawa
tanda tangan bacaan yang

berarti menerjemahkan suatu isi pikiran.85Sudikno

Mertokusumo, juga menjelaskan bahwa alat bukti tertulis yang berupa surat adalah
segala sesuatu yang memuat tanda-tanda baca yang dimaksud untuk mencurahkan isi
hati atau untuk menyampaikan buah pemikiran seseorang dan dapat dipergunakan

83

Subekti dan Tjitrosoedibjo, Kamus Hukum, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980), hal. 21
Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam perkara pidana, (Bandung, Mandar Maju,
2003), hal. 62
85
Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, cetakan ke-I, (Jakarta, Itermasa, 1978) hal. 12
84

Universitas Sumatera Utara

56

sebagai pembuktian86. Dengan demikian maka segala sesuatu yang tidak memuat
tanda-tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pemikiran, tidaklah termasuk
dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat, misalnya gambar, foto atau peta.
Tujuan dari pembuktian adalah untuk memperoleh kepastian hukum bahwa
suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapat putusan
hakim yang benar dan adil87. Hukum pembuktian dalam berperkara merupakan
bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi. Pembuktian berkaitan dengan
kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu sebagai suatu
kebenaran88.
Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibedakan dalam bentuk akta dan surat
bukan akta. Menurut A. Pitlo, akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat
untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan
siapa surat itu dibuat89.
Surat keterangan waris merupakan alat bukti yang dipergunakan oleh pejabat
untuk menentukan siapa yang menjadi ahli waris dan pewaris, dan surat keterangan
waris tersebut dapat diketahui siapa yang berhak atas harta yang ditinggalkan. Jadi
tidaklah mengherankan kalau instansi pemerintah maupun swasta menghendaki
adanya pegangan yang menjamin bahwa mereka menyerahkan dan membayar kepada
86

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 2002),

hal.142
87

Jan Michiel Otto, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, terjemahan Tristam Moeliono,
(Jakarta, Komisi Hukum Nasional, 2003), hal. 5
88
M.Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU no. 7 tahun
1989, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1990) hal. 496
89
Teguh Samudra, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, (Bandung, Alumni, 1992),
hal.37

Universitas Sumatera Utara

57

orang atau orang-orang yang benar-benar berhak menerimanya. Untuk itu “tidaklah
heran suatu instansi meminta surat keterangan dari pihak yang berwenang dalam
menerbitkan surat keterangan tersebut (Surat Keterangan ahli waris).90
Namun perlu diketahui bahwa surat keterangan ahli waris yang berlaku di
Indonesia masih bersifat pluralistis artinya bahwa surat keterangan ahli waris yang
diterbitkan bukan hanya diterbitkan oleh seorang Notaris tapi masih ada instansi lain
yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menerbitkannya. Hal ini diakibatkan oleh belum
adanya suatu Undang-Undang yang mengatur tentang surat keterangan ahli waris
tersebut, sehingga mengakibatkan di Indonesia sampai sekarang ini belum terdapat
suatu kesatuan hukum tentang hukum waris yang dapat diterapkan untuk seluruh
warga negara Indonesia. Oleh karena itu hukum waris yang diterapkan kepada
seluruh warga negara Indonesia masih berbeda-beda dan dapat katakan bersifat
“pluralism.
Keanekaragaman sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia dikarenakan
oleh karena bangsa Indonesia terdiri dari beranekaragaman suku dan agama dengan
berbagai macam kebiasaan. Di samping itu juga karena adanya penggolongan
penduduk yang mengakibatkan perbedaan hukum yang berlaku bagi setiap golongan
penduduk dan status keragaman sistim hukum ini masih berlaku hingga sekarang.
D. Pejabat Yang Berwenang Menerbitkan Surat Keterangan Ahli Waris
Secara khusus tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang keterangan hak waris dan siapa saja pejabat yang berwenang dalam
menerbitkan surat keterangan hak waris.91
90

Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris. Buku I, (Jakarta, Ichijar Baru
Van Hoevc, 2002), hal. 289

Universitas Sumatera Utara

58

Satu-satunya ketentuan tertulis yang mengatur wewenang pembuatan surat
keterangan hak waris yang dikenal dalam praktek sehari-hari diatur dalam Instruksi
bagi para Pejabat Pendaftaran Tanah di Indonesia dan mereka yang bertindak
sedemikian yang diatur dalam Pasal 14 Staats blad 1916 No. 517, yang mulai berlaku
pada tanggal 1 November 1916, yang memberikan kewenangan untuk membuat surat
keterangan hak waris itu kepada Balai Harta Peninggalan setempat. Oleh karena itu
tidak adanya peraturan yang mengatur mengenai keterangan hak waris dan pejabat
yang berwenang menerbitkannya, maka untuk menghindari terjadinya kekosongan
hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei 1991
Nomor MA/Kumdil/171/V/K/199192 yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Tinggi,
Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Ketua Pengadilan Negeri, dan Ketua Pengadilan
Agama di seluruh Indonesia berhubungan dengan surat Mahkamah Agung Republik
Indonesia tanggal 25 Maret 1991 Nomor KMA/041/III/1991, telah menunjuk Surat
Edaran tanggal Pendaftaran Tanah (Kadester) di Jakarta, yang menyatakan bahwa
guna keseragaman dan berpokok pangkal dari penggolongan penduduk yang pernah
dikenal sejak sebelum kemerdekaan, hendaknya keterangan hak waris untuk warga
negara Indonesia juga diterbitkan berdasarkan penggolongan penduduk tersebut.
Adapun pejabat yang berwenang mengeluarkan surat keterangan ahli waris
bagi golongan penduduk Indonesia Asli (Bumiputera), surat keterangan ahli waris
dibuat oleh para ahli waris yang kemudian dibenarkan dan kuatkan oleh Lurah dan
91

Tan Thong Kie, hal. 290
Lihat Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei 1991 Nomor
MA/Kumdil/171/V/K/1991
92

Universitas Sumatera Utara

59

Camat penduduk Indonesia Asli, terutama yang tinggal dipedalaman daerah terpencil
jauh dari kota, pada awalnya banyak mengalami masalah dibidang pembuktian yang
berkenaan dengan kewarisan. Terutama bagi para ahli waris yang menerima barang
warisan berupa tanah. Kesulitan pembuktian kewarisan tersebut, akhirnya dapat
diatasi dan dipecahkan dengan terbitnya Surat Edaran yang ditanda tangani oleh
Badan Pembinaan Hukum Direktorat Jendera Agraria, Departemen Dalam Negeri,
tertanggal 20 Desember 1969, Nomor : 44 Dp/ J12/63/12/69, tentang Surat
Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan.
Dalam surat Edaran tersebut diatur mengenai pejabat Lurah/Kepala Desa dan
Camat untuk menyaksikan, membenarkan dan menguatkan surat keterangan ahli
waris yang dibuat oleh ahli waris. Surat keterangan ahli waris tersebut demi hukum
diakui sebagi alat bukti otentik oleh instansi pejabat kantor pertanahan (agraria)
untuk mengurus barang warisan berupa tanah dalam melakukan pendaftaran hak
(balik nama) atau permohonan hak baru (sertifikat).
Adapun syarat untuk mendaftarkan kepada Kantor Badan Pertanahan
Nasional (BPN) adalah :
1. Mengisi formulir permohonan dan ditandatangani diatas materai, formulir
permohonan ini memuat :
a. Identitas diri
b. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
c. Pernyataan tanah tidak sengketa

Universitas Sumatera Utara

60

d. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
2. Fotocopy identitas pemohon/para ahli waris (KTP/KK) dan kuasa apabila
dikuasakan, yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket.
3. Sertifikat asli.
4. Surat Keterangan Ahli Waris sesuai peraturan per Undang-Undangan.
5. Akte wasiat notariel
6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan yang dicocokkan oleh petugas loket.
7. Penyerahan bukti SBB (BPHTB), bukti SSP/PPH.93
Terhadap persyaratan pembuatan surat keterangan waris untuk pengurusan
warisan berupa pendaftaran hak yakni pemohon harus membuat surat keterangan
waris (SKW) yang menerangkan bahwa yang bersangkutan ahli waris dari orang tua.
Surat keterangan ahli waris dibuat oleh ahli waris, dan disaksikan oleh dua orang
saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa tempat tinggal pewaris.

93

Lihat Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010.

Universitas Sumatera Utara