Penerapan Kebijakan Kepala Kantor BPN Aceh Besar Dalam Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan Penetapan Mahkamah Syar’iyah

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia pada saat ini masih terdapat beraneka ragam sistem hukum
kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Sistem hukum kewarisan
perdata yang didasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sistem hukum
kewarisan adat yang dipengaruhi oleh bentuk etnis di berbagai daerah dilingkungan
hukum adat, dan sistem hukum kewarisan Islam yang berlaku bagi orang-orang yang
beragama Islam. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam
dimana saja berada di dunia ini. Akan tetapi corak suatu negara dan kehidupan
masyarakat di Negara tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di Negara
itu.1.
Indonesia sampai sekarang belum terdapat suatu kesatuan hukum tentang
hukum warisan yang dapat diterapkan untuk seluruh warga Negara Indonesia. Karena
itu hukum warisan yang diterapkan kepada seluruh warga Negara Indonesia masih
berbeda-beda mengingat adanya penggolongan-penggolongan dari warga Negara.2
Hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana pembagian
menurut undang-undang tentang harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia dan

yang mengatur dengan baik adanya peristiwa hukum maupun perbuatan hukum dari

1
2

Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 1995), hal. 1
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Cet. II, (Bandung : Al Ma’arif, 1981), hal. 27

1

Universitas Sumatera Utara

2

harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal kepada ahli
warisnya serta akibat akibatnya bagi para ahli waris.3
Selanjutnya hukum waris menurut para sarjana pada umumnya adalah
peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia
kepada satu atau beberapa orang lain. Yang intinya adalah peraturan yang mengatur
akibat-akibat hukum dari kematian seorang terhadap harta kekayaan yang berwujud,

maupun tidak berwujud, perpindahan kekayaan si pewaris dan akibat hukum
perpindahan tersebut bagi ahli waris, baik yang berhubungan antara sesama ahli waris
maupun dengan pihak ketiga.4
Ilmu Faraid sebagai ilmu yang mengatur tentang pemindahan dan pembagian
harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada orang-orang yang
masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkan, orang-orang yang berhak
menerimanya (ahli waris), bagian masing-masing ahli waris maupun cara
penyelesaian pembagiannya.
Hukum waris adat bertitik tolak dari bentuk masyarakat dan sifat
kekeluargaan yang terdapat di Indonesia menurut sistem keturunan. Setiap sistem
keturunan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia memiliki kekhususan dalam
hukum warisnya yang satu sama lain berbeda-beda, yaitu :5 sistem Patrilineal, sistem
Matrilineal, dan sistem Parental atau Bilateral.

3

Efendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 3
J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung : Alumni Bandung, 1992), hal. 8
5
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat Dan BW, (Bandung,

reflika Aditama, 2005), hal. 41
4

Universitas Sumatera Utara

3

Dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) disingkat
KUH Perdata, hukum kewarisan diatur dalam buku II tentang kebendaan, karena
unsur waris ada unsur kebendaannya. Khususnya di dalam titel XII tentang pewarisan
karena kematian, titel XIII tentang surat wasiat, titel XIV tentang pelaksanaan wasiat
dan pengurus harta peninggalan,titel XV tentang hak memikir dan hak istimewa
untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan, titel XVI tentang menerima atau
menolak suatu warisan, titel XVII tentang pemisahan dan harta peninggalan, titel
XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus. Sebenarnya diluar unsur harta
benda tersebut masih ada unsur-unsur lain yang amat berpengaruh terhadap hukum
waris.
Dengan demikian Hukum di Indonesia terasa masih sangat kental. Dengan
adanya diskriminasi di era reformasi saat ini pemerintah telah mencabut berbagai
macam peraturan, meskipun telah diupayakan untuk menghilangkan berbagai

peraturan yang diskriminasi, namun kenyataan nya dalam hal pembuatan dokumen
atau surat-surat bukti sebagai ahli waris ternyata diskriminasi masih berlanjut. Karena
sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) lembaga/ institusi yaitu : 6
1. Bagi Warga Negara Indonesia, Penduduk Asli : Surat Keterangan Ahli Waris
yang dibuat oleh ahli waris dan disaksikan oleh dua orang saksi serta dikuatkan
oleh Lurah dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.

6

Budi Harsono, Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan Hukum Tanah), Penerbit Djambatan,
Edisi Revisi, (Jakarta : 2002), hal. 111

Universitas Sumatera Utara

4

2. Bagi warga negara Indonesia Keturunan Tionghoa, Surat keterangan Ahli Waris
dibuat secara Notariil.
3. Bagi Warga Negara Indonesia keturunan timur asing lainnya , Surat Keterangan

Ahli Waris dibuat oleh Balai Harta Peninggalan.
Selanjutnya dalam Edaran Departemen Dalam Negeri Direktoral Jenderal
Agraria di bawah nomor Dpt/12/63/12/69, tanggal 20 Desember 1969, untuk warga
Negara Indonesia (WNI) ditentukan golongan yang hendak membuat Surat
Keterangan Ahli Waris ada 4 kemungkinan yaitu : 7
1. Golongan Keturunan Barat dibuat oleh Notaris,
2. Golongan Penduduk Asli, Surat Keterangan Ahli Waris dibuat oleh ahli waris
yang suratnya disaksikan oleh Lurah dan diketahui oleh Camat,
3. Golongan Penduduk keturunan Tionghoa dibuat oleh Notaris,
4. Golongan Keturunan Timur Asing lainnya dibuat oleh Balai Harta Peninggalan.
Keterangan ahli waris disebut juga surat keterangan hak mewaris atau surat
keterangan waris. “surat keterangan hak waris merupakan surat bukti waris, yaitu
surat yang membuktikan bahwa yang disebutkan diatas adalah ahli waris dan pewaris
tertentu.”8
Sedangkan menurut I Gede Purwaka Keterangan hak waris untuk melakukan
balik nama atas barang harta peninggalan yang diterima, dan atas nama pewaris
menjadi atas nama seluruh ahli waris.9

7


Surat Edaran Tanggal 20 Desember 1969, diambil dari Himpunan Peraturan Perundangan
Pendaftaran Tanah, Hal. 156
8
J. Satrio, Op Cit, hal. 227
9
I .Gede Purwaka, Op Cit, hal. 5-6

Universitas Sumatera Utara

5

Untuk memperoleh surat keterangan ahli waris dari kelurahan harus dilengkapi
dengan persyaratan administrasi yaitu surat keterangan kematian dari kelurahan, surat
nikah orang tua ahli waris, kartu keluarga, foto copy KTP semua ahli waris, untuk
selanjutnya pihak kelurahan memeriksa berkas-berkas tesebut. Apabila persyaratan
administrasi belum terpenuhi maka berkas dikembalikan untuk dilengkapi. Apabila
persyaratan administrasi sudah lengkap maka dilakukan pemprosesan pada seksi
Pemerintahan dan di proses serta ditandatangani oleh Lurah dan Camat.
Secara khusus tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang keterangan hak waris dan siapa saja pejabat yang berwenang dalam

menerbitkan surat keterangan hak waris.10
Menurut Syaril Sofyan satu satunya ketentuan tertulis yang mengatur
wewenang pembuatan surat keterangan hak waris yang dikenal dalam praktek seharihari diatur dalam Instruksi bagi para Pejabat Pendaftaran Tanah di Indonesia dan
mereka yang bertindak sedemikian yang diatur dalam Pasal 14 Staats blad 1916 No.
517, yang mulai berlaku pada tanggal 1 November 1916, yang memberikan
kewenangan untuk membuat surat keterangan hak waris itu kepada Balai Harta
Peninggalan setempat. Oleh karena itu tidak adanya peraturan yang mengatur
mengenai keterangan hak waris dan pejabat yang berwenang menerbitkannya, maka
untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum Mahkamah Agung Republik
Indonesia dengan suratnya tanggal 8 Mei 1991 Nomor MA/Kumdil/171/V/K/1991
yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Tinggi Agama,
10

Tan Thong Kie, hal. 290

Universitas Sumatera Utara

6

Ketua Pengadilan Negeri, dan Ketua Pengadilan Agama di seluruh Indonesia

berhubungan dengan surat Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 25 Maret
1991 Nomor KMA/041/III/1991, telah menunjuk Surat Edaran tanggal Pendaftaran
Tanah (Kadester) di Jakarta, yang menyatakan bahwa guna keseragaman dan
berpokok pangkal dari penggolongan penduduk yang pernah dikenal sejak sebelum
kemerdekaan, hendaknya keterangan hak waris untuk warga negara Indonesia juga
diterbitkan berdasarkan penggolongan penduduk tersebut.
Dalam praktek pembuatan surat keterangan waris ada beberapa produk-produk
hukum tentang penetapan ahli waris dan lembaga yang mengeluarkannya antara lain :
1. Surat Keterangan Waris yang disaksikan dan disahkan oleh Lurah dan
diketahui oleh Camat Surat keterangan waris yang demikian untuk golongan
Indonesia asli (pribumi).
2. Surat keterangan Hak mewaris yang dibuat oleh notaris, bagi golongan Eropa
dan Tionghoa.
3. Surat ketetapan/ fatwa ahli waris, apabila terjadi sengketa antara para ahli
waris dan akta permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama bagi pemeluk agama Islam.
4. Surat keterangan waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan, yang dibuat
oleh Balai Harta Peninggalan bagi golongan Timur Asing.

Universitas Sumatera Utara


7

5. Surat ketetapan ahli waris apabila ada sengketa antara para ahli waris dan
surat ahli waris apabila ada sengketa antara para ahli waris serta surat
pernyataan ahli waris yang dilegalisasi oleh Pengadilan Negeri.
Berdasarkan kondisi sistem hukum waris, serta dengan perbedaan institusi
yang berwenang dalam pembuatan surat keterangan ahli waris sering menimbulkan
berbagai persoalan dalam praktek hukum, khususnya dalam hal pembuatan akta-akta
dan surat perjanjian, dalam lalu lintas hukum dimasyarakat.
Dengan adanya surat keterangan ahli waris tersebut maka “apabila ada
persoalan yang timbul mengenai siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dari
seorang yang meninggal dunia, maka ahli waris dapat menjadikan surat keterangan
ahli waris tersebut sebagai alat bukti”.
Menurut Pasal 107 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 198911
menegaskan bahwa adanya kewenangan dari Mahkamah Syar’iyah untuk melakukan
pembagian harta warisan dengan syarat :
a. Harta warisan yang hendak dibagi diluar sengketa Pengadilan,
b. Adanya permohonan untuk melakukan pembagian dari seluruh ahli waris.
Namun dalam pembuatan surat keterangan ahli waris khususnya kepala kantor

Badan Pertanahan Nasional Aceh Besar menerapkan kebijakan dalam pembuatan
surat keterangan ahli waris harus dengan putusan Mahkamah Syar’iyah di Aceh.
Kebijakan kepala Badan Pertanahan Nasional Aceh Besar tentunya berbeda dengan
surat edaran dari Direktorat Pendaftaran Tanah tanggal 20 Desember 1969 No.
11

Lihat Pasal 107 ayat 2 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Universitas Sumatera Utara

8

BPT/12/63/69. Hal demikian tentu menjadi keresahan bagi masyarakat Aceh Besar
yang ingin mendaftarkan tanah dan hasil pembagian warisan. Pembagian warisan
tidak selamanya harus dengan putusan pengadilan atau mahkamah syar’iyah tetapi
dapat juga melalui luar pengadilan misalnya dengan cara perdamaian atau arbitrase.
Berdasarkan uraian diatas, Penerapan Kebijakan Kepala Kantor BPN Aceh
Besar dalam pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan Putusan
Mahkamah Syar’iyah. sangatlah menarik untuk dicermati dan diteliti. Pertanyaannya
apakah proses pembuatan keterangan ahli waris bagi umat Islam di Indonesia

memerlukan dasar hukum secara yuridis, mengapa Kepala BPN Aceh menerapkan
kebijakan pembuatan keterangan ahli waris berdasarkan Mahkamah Sya’iyah serta
kendala hukum apa yang muncul dalam pembuatan surat keterangan ahli waris di
Aceh Besar. Penelitian diharapkan dapat menemukan hukum yang berkaitan dengan
pembuatan surat keterangan ahli waris baik dari segi normatif, filosofis keadilan
maupun sosiologisnya, untuk khazanah pengetahuan hukum pada umumnya
khususnya di Aceh Besar.
Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti terhadap permasalahan
seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya ingin membuat surat keterangan balik
nama berdasarkan ahli waris, tetapi Kepala Kantor Pertanahan Aceh Besar menolak
karena penetapan ahli waris harus dari pengadilan karena suami telah meninggal
dunia dan hanya meninggalkan seorang istri saja dan tidak memiliki anak, sedangkan
almarhum suami meninggalkan hutang piutang, dan adanya hak saudara laki-laki

Universitas Sumatera Utara

9

tersebut dikarenakan tidak mempunyai anak laki-laki. sehingga kepala kantor
pertanahan Aceh Besar mengharuskan membuat Surat Keterangan Ahli Waris kepada
Mahkamah Syar’iyah Aceh Besar.
Kegiatan pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris ini dapat dilihat dari
pengajuan berkas yakni : berkas surat keterangan ahli waris dari kelurahan dengan
melengkapi surat kematian dari kelurahan, surat nikah orang tua, kartu keluarga dan
foto kopi KTP semua ahli waris. Setelah semua persyaratan lengkap maka akan
ditanda tangani oleh Camat setempat.
B. Perumusan Masalah.
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana yang menjadi dasar hukum Pembuatan Surat Keterangan Ahli
Waris di Mahkamah Syariah?
2. Apa Hambatan yang dihadapi ahli waris dalam pembuatan surat keterangan
ahli waris ?
3. Bagaimana pembuatan surat keterangan ahli waris berdasarkan Penetapan
Mahkamah Syar’iyah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan diatas,
yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

10

1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar hukum dalam pembuatan surat
keterangan ahli waris di Mahkamah Syar’iyah.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan apa yang dihadapi dalam
pembuatan surat keterangan ahli waris.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis mengapa pembuatan surat keterangan
ahli waris berdasarkan Penetapan Mahkamah Syar’iyah
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis dan secara praktis, yaitu :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, yaitu memberikan gambaran yang jelas tentang implementasi
kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional dalam menyelesaikan
sengket pertanahan dan tentang status pembuatan surat keterangan ahli waris,
sehingga dapat menjadi acuan dalam penanganan permasalahan pertanahan.
2. Secara Praktis
Memberikan informasi dan pendapat yuridis kepada berbagai pihak, baik
kepada pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah
Daerah untuk mencari format dan solusi yang dapat dilakukan dalam
menyelesaikan sengketa pertanahan, khususnya di Aceh Besar.

Universitas Sumatera Utara

11

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah
dilakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum maupun di
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan
beberapa penelitian mengenai surat keterangan waris, tetapi dibahas secara terpisah.
1. Tesis saudara Juliana Rosali Harahap, NIM : 107011018/MK.n, dengan judul
Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama
Medan Nomor 1229/PDT.G/2010/PA/MDN), dengan permasalahan sebagai
berikut :
a. Bagaimana proses untuk mendapatkan penetapan ahli waris.
b. Lembaga-lembaga mana sajakah yang berwenang dalam mengeluarkan atau
membuat penetapan/surat keterangan ahli waris.
c. Apa yang menyebabkan Hakim menolak pembatalan penetapan ahli waris.
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa, penetapan ahli waris
merupakan penetapan yang memuat mengenai ahli waris yang berhak terhadap
warisan. Penetapan ini dibuat apabila ada permohonan dari para ahli waris yang
berisikan tentang nama pewaris, nama para ahli waris yang berhak terhadap harta
warisan. Adapun prosedur terkait dengan penetapan ahli waris yang harus ditempuh
ialah mengajukan surat permohonan Penetapan Ahli Waris dengan menyertakan
bukti-bukti yang dapat memperkuat dasar permohonannya.

Universitas Sumatera Utara

12

Hasil yang didapat dalam tesis tersebut adalah bahwa penetapan ahli waris
dapat dibatalkan oleh karena beberapa sebab seperti ahli waris yang tersebut dalam
penetapan bukanlah satu-satunya ahli waris atau ahli waris tersebut memalsukan data
maupun dokumen-dokumen yang diberikannya sehingga ada pihak-pihak lain yang
merasa keberatan dan dirugikan, yang kemudian menuntut pembatalan ahli waris
tersebut. Dalam hal ini Hakim menolak pembatalan penetapan ahli waris karena
penggugat bukanlah merupakan orang yang tepat untuk menuntut pembatalan, sebab
ia adalah anak tiri yang tidak mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Dan tidak
termasuk kedalam golongan ahli waris.
2. Tesis saudara Ryna Leli Naibaho, NIM 127011120/MK.n, dengan judul
Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-laki dan
Anak Perempuan pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi di
Kecamatan Medan Baru), dengan permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku batak
toba perkotaan di kecamatan medan baru.
b. Bagaimana penerapan yurisprudensi mahkamah agung Republik Indonesia
nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku batak toba perkotaan di
kecamatan medan baru.

Universitas Sumatera Utara

13

c. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan yurisprudensi
mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 179/K/SIP/1961 pada
masyarakat suku batak toba perkotaan di kecamatan medan baru.
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa proses penyelesaian
sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan
Medan Baru didahului dengan musyawarah keluarga dalam keluarga inti saja dan jika
tidak menemukan solusi maka di bawa kelembaga adat suku Batak Toba, yang mana
ketua adat sebagai pihak yang menengahi masalah warisan tersebut untuk mencapai
keputusan yang damai antara para pihak, tetapi jika para pihak masih kurang puas
dengan putusan ketua adat tersebut maka pihak yang merasa dirugikan membawanya
kepengadilan dengan menggunakan hukum nasional.
Hasil yang didapat dalam tesis tersebut

adalah dalam penerapan

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada
masyarakat Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru belum dapat
dilaksanakan secara efektif hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan
masyarakat hukum adat terhadap yurisprudensi tersebut. Yurisprudensi ini hanya di
kenal dalam putusan sengketa warisan yang diselesaikan oleh lembaga pengadilan,
sebab hakim sering kali menggunakan Yurisprudensi 179/K/SIP/1961 sebagai dasar
pertimbangan putusannya. Namun didalam perkembangannya pembagian warisan
pada masyarakat batak toba di Kecamatan Medan Baru telah terjadi pergeseran

Universitas Sumatera Utara

14

dimana mereka telah membagikan harta warisannya baik kepada anak laki-laki
maupun anak perempuan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan
melalui proses penelitian yang dimaksud untuk memberikan gambaran dan
menjelaskan suatu masalah.12 Menurut Neuman “ Teori adalah suatu sistem yang
tersusun oleh berbagai abstaksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai
ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara
yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.”13
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian teori
adalah :
1. Pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data
dan argumentasi.
2. Penyelidikan eksperiment yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu
pasti, logika, metodologi dan argumentasi.14
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman dan
petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15 Sedangkan kerangkat teori adalah

12

R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : PT. Reflika Aditama, 2004), hal 21
W.L. Neuman, Social Research Methods, (Allyn dan Bacon, London, 2004), Cet 6, hal.20
14
Pusat bahasa Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai
Pustaka, 2002), hal. 1177.
13

15

Lexy Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remma Rosdakarya, 2002),

hal. 35

Universitas Sumatera Utara

15

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, mengenai suatu permasalahan
yang menjadi dasar pertimbangan atau pegangan teoritis.16
Teori dipergunakan untuk menjelaskan secara teoritis antara variable yang
sudah diputuskan untuk diteliti khususnya hubungan antara variable bebas
(independent) dan variable tak bebas (dependent). Telah teoritis dan temuan
penelitian yang relevan berfungsi menjelaskan permasalahan dan menegakkan
prediksi dan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian.17Dalam penelitian
ini menggunakan teori keadilan yang dipergunakan sebagai pisau analisis (grand
theory) penelitian ini juga didukung dengan Teori Kepastian Hukum. Teori-teori ini
mempunyai nilai sangat penting dalam memecahkan masalah dan mempunyai
keterkaitan satu sama lainnya. Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan
keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik buruk.18 Yang dinamakan sebagai
hukum mengandung didalamnya suatu perintah, sanksi kewajiban dan kedaulatan.
Sedangkan Teori Kepastian Hukum di Indonesia sebagai negara yang
berlandaskan hukum sedang mengalami masa transisi, yaitu sedang terjadi perubahan
nilai-nilai dalam masyarakat dari nilai-nilai tradisional ke nilai-nilai modern.19
Namun, masih terjadi persoalan nilai-nilai manakah yang hendak ditinggalkan dan
nilai-nilai baru yang akan menggantikannya, sudah barang tentu dalam proses

16

M. Soly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, ( Bandung : CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27
Agusri Pasaribu, Metodelogi Nomotetik dan Idiografi serta Triangalasi, (Medan :
Perpustakaan USU, 1998), hal. 7
18
Lili Rasyidi dan Ina Thania Rasyidi, Pengantar Filasafat Hukum, (Bandung : Mandar Maju,
2002), hal. 55
19
Ibid. hal. 20
17

Universitas Sumatera Utara

16

perubahan ini akan banyak dihadapi hambatan-hambatan yang kadang-kadang akan
menimbulkan keresahan-keresahan maupun kegoncangan di dalam masyarakat.
Mochtar Kusumaatmadja, mengemukakan beberapa hambatan utama seperti
jika yang akan diubah itu identik dengan kepribadian nasional, sikap golongan
intelektual dan pimpinan masyarakat yang tidak mempraktekkan nilai-nilai yang
dianjurkan disamping sifat heterogenitas bangsa Indonesia, baik yang tingkat
kemajuannya, agama serta bahasanya yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.20
Kepastian hukum mengandung dua pengertian, pertama adanya aturan yang
bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kewenangan
pemerintah karena adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui
apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.
Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-undang. Melainkan
juga konsistensi dalam putusan hakim untuk kasus serupa yang telah diputus.21
Kepastian hukum adalah merupakan perlindungan terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
yang diharapkan dalam keadaan tertentu.22
Menurut Scheltema, adanya unsur-unsur dalam kepastian hukum, meliputi :
20

Kuntjaraningrat, Pergeseran Nilai-nilai Budaya dalam Masa Transisi termuat dalam
Simposium Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi, (Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Banacipta, 2009), hal. 25
21
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Predana Media Group,
2008), hal. 158
22
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1999),
hal. 145

Universitas Sumatera Utara

17

1. Asas legalitas;
2. Adanya undang-undang yang mengatur tindakan yang berwenang
sedemikian rupa, sehingga warga dapat mengetahui apa yang diharapkan;
3. Undang-undang tidak boleh berlaku surut;
4. Pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan yang lain.23
Dalam bukunya A Theory of Justice John Rawls mengemukakan bahwa teori
keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan.
Ada prosedur-prosedur berfikir untuk menghasilkan keadilan. Teori Rawls
didasarkan atas dua prinsip yaitu ia melihat tentang Equal Right dan juga Economic
Equality. Dalam Equal Rightdikatakannya harus diatur dalam tataran leksikal, yaitu
differentprinciplesbekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip
perbedaan akan bekerja jika basic righttidak ada yang dicabut (tidak ada pelanggaran
HAM) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang beruntung. Dalam prinsip
Rawls ini ditekankan harus ada pemenuhan hak dasar sehingga prinsip ketidak
setaraan dapat dijalankan dengan kata lain ketidak setaraan secara ekomoni akan
valid jika tidak merampas hak dasar manusia”.24
Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa program penegakan keadilan
yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadialan, yaitu
pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling
23
Ida Bagus Putu Kumara Ady Adyana, Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan, (Malang ; Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Brawijaya, 2010), hal. 95
24
Ibnu, Teori Keadilan, http://staff.blog,ui,ac.id/arif51/2008/12/01/teori-keadilan-john-rawls/.
Teori Keadilan, diakses pada tanggal 10 Meret 2015.

Universitas Sumatera Utara

18

luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali
kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang
bersifat timbal balik (reciprocal benefits)bagi setiap orang, baik mereka yang berasal
dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus
diperjuangkan untuk dua hal, yaitu pertama, melakukan koreksi dan perbaikan
terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan
institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap
aturan harus memposisikan dari sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakankebijakan untuk mengoreksi ketidak adilan yang dialami kaum lemah.25
Keadilan tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga mnyangkut
pencegahan terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain. Pemerintah dan
rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh
dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak
melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama
pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta
dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Dengan kata lain keadilan berkaitan
dengan prinsip ketidak berpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama
di depan hukum bagi setiap anggota masyarakat.
Menurut Qutb, keadilan sosial dalam Islam mempunyai karakter khusus, yaitu
kesatuan yang harmoni. Islam memandang manusia sebagai kesatuan harmoni dan

25

Heru, Teori Keadilan, http://kumpulan-teori-skripsi.blogspot.com/2011/09/teori-keadilanadam-smith.html. Teori Keadilan, diakses tanggal 11 Maret 2015.

Universitas Sumatera Utara

19

sebagai bagian dari harmoni yang lebih luas dari alam raya dibawah arahan
penciptanya. Keadilan dalam islam menyeimbangkan kapasitas dan keterbatasan
manusia, individu dan kelompok, masalah ekonomi dan spiritual dan variasi-variasi
dalam kemampuan individu. Ia berhak pada kesamaan kesempatan dan mendorong
kompetisi. Apa yang diformulasikan Qutb adalah gagasan tentang keadilan sosial
yang bersifat kewahyuan. Yaitu bahwa umat islam harus mengambil konstruksi moral
keadilan sosial dari Al Quran yang telah diterjemahkan secara konkret dan sukses
oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.26
Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak
meskipun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Oleh karenanya pertanyaan
tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya tidak
mungkin satu. Dengan kata lain persepsi orang mengenai apa itu hukum adalah
berbeda-beda dan beranekaragam, tergantung dari sudut pandang setiap orang
memandang hukum tersebut.
Dalam banyak hal harta kekayaan adalah hal yang paling penting dalam hukum
kewarisan. Secara terminoligi, mirats(kewarisan) berarti warisan harta kekayaan yang
dibagi dari seseorang yang sudah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Mirats
menurut syari’ah adalah undang-undang sebagai pedoman antara orang yang
meninggal dunia dan ahli waris, dan apa saja yang berkaitan dengan kewarisan.
Pewarisan harta meliputi semua harta yang dimiliki berkaitan dengan harta kekayaan
26

Nur Rahmat, Keadilan Sosial Dalam Islam. http://insistnet.com/indek.php?option=com
content&task=view&id=112&itemid=26, Keadilan Sosial Dalam Islam, diakses pada tanggal 12 Maret
2015.

Universitas Sumatera Utara

20

dan hak-hak lain yang tergantung didalamnya, seperti utang piutang, hak ganti rugi
dan sebagainya. Aturan tentang kewarisan dalam syari’ah berdasarkan prinsip bahwa
harta peninggalan yang dimiliki almarhum yang meninggal harus dibagikan kepada
keluarganya berdasarkan hubungan darah dan hubungan perkawinan yang
mempunyai hak yang paling kuat. Syari’ah Islam memberikan hak diantara orang
yang mendapatkan warisan itu secara tertib sesuai dengan proporsinya masingmasing.
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam kewarisan yaitu :27
1. Pewaris benar-benar telah meninggal dunia (meninggal secara hakiki), atau
dengan keputusan hakim dinyatakan telah meninggal dunia (meninggal
secara hukmi), yaitu sebenarnya pewaris yang dinyatakan meninggal itu
tidak dapat disaksikan, tetapi karena dengan dugaan kuat dia telah
meninggal dunia, maka supaya ahli waris tidak menanti-nanti dalam
kesamaran hukum waris, mereka meminta Pengadilan Agama untuk
menetapkan matinya pewaris secara hukmi.
2. Ahli waris benar-benar masih hidup ketika pewaris meninggal, atau dengan
keputusan hakim dinyatakan masih hidup pada saat pewaris meninggal.
Maka, jika dua orang yang saling mempunyai hak waris satu sama lain
meninggal bersama-sama atau berturut, tetapi tidak dapat diketahui siapa
yang mati lebih dulu diantar mereka tidak terjadi waris-mewarisi.

27

Hasballah Thaib, Ilmu Hukum Waris Islam, (Medan : Magister Kenotariatan, 2011), hal. 26

Universitas Sumatera Utara

21

3. Hubungan kewarisan yang sah. Maksudnya benar-benar dapat diketahui
adanya sebab warisan pada ahli waris, atau dengan kata lain benar-benar
dapat diketahui bahwa ahli waris yang bersangkutan berhak waris.
Adanya berbagai sebab dan syarat warisan belum cukup menjadi alasan adanya
hak waris bagi ahli waris. Baik ahli waris dari pihak laki-laki maupun perempuan
dapat terhalang menjadi ahli waris dengan salah satu sebab sebagai berikut :
1) Berbeda agama antara pewaris dan ahli waris. Alasan penghalang ini
adalah Hadist Nabi yang mengajarkan bahwa orang muslim tidak berhak
mewarisi atas harta orang yang non muslim, begitu juga sebaliknya.
2) Membunuh.
Yang dimaksud dengan membunuh disini adalah membunuh dengan
sengaja yang mengandung unsur pidana,bukan karena membela diri atau
sebagainya.
3) Menjadi budak orang lain.
Hukum waris Islam mempunyai prinsip yang dapat disimpulkan sebagai
berikut:28
1. Hukum waris Islam menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan penuh
kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan
wasiat kepada orang yang dikehendaki.
2. Warisan adalah ketetapan hukum. Yang mewariskan tidak dapat menghalangi
ahli waris dari haknya atas harta warisan,dan ahli waris berhak atas harta
28

Ibid

Universitas Sumatera Utara

22

warisan tanpa perlu surat pernyataan menerima dengan sukarela atau atas
keputusan hakim.
3. Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan
perkawinan atau karena hubungan nasab/keturunan yang sah. Keluarga yang
lebih dekat hubungannya dengan pewaris lebih diutamakan daripada yang
jauh.
4. Hukum waris Islam lebih cenderung untuk membagikan harta warisan kepada
sebanyak mungkin ahli waris, dengan memberikan bagian tertentu kepada ahli
waris.
5. Hukum waris Islam tidak membedakan hak anak atas harta warisan. Anak
yang sudah besar, yang masih kecil, atau yang baru saja lahir, semuanya
berhak atas harta warisan orangtuanya. Namun, perbedaan besar kecilnya
bagian diadakan sejalan dengan besar kecilnya beban kewajiban yang harus
ditunaikan dalam keluarga.
6. Hukum waris Islam membedakan besar kecilnya bagian tertentu ahli waris di
selaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari-hari, disamping
memandang.
2. Konsepsi
Konsep

diartikan

sebagai

kata

yang

menyatakan

abstraksi

yang

digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.29

29

Sumardi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998),

hal. 4

Universitas Sumatera Utara

23

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi
dengan realitas.30
Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul
penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan
pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi jika demi menuntun
peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.31
Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran
terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.oleh karena itu dalam
penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar didalam
pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, yaitu :
a. Surat Keterangan Ahli Waris adalah surat yang secara umum berisikan
keterangan dan pernyataan dari para ahli waris bahwa mereka adalah benarbenar merupakan ahli waris yang sah dari pewaris yang telah meninggal
dunia. Dibuat dibawah tangan yang dikuatkan dan/atau dikeluarkan oleh
Kelurahan dan diketahui/ dikuatkan oleh Camat untuk keperluan-keperluan
tertentu. Surat keterangan tersebut dapat pula di waarmeking oleh Notaris
setelah adanya keterangan dari kelurahan setempat.32

30

Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1998), hal. 34
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999),
hal. 107-108
32
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, :
Balai Pustaka, 2002), hal 1117.
31

Universitas Sumatera Utara

24

b. Mahkamah Syar’iyah adalah lembaga Peradilan yang dibentuk dengan Qanun
serta melaksanakan Syariat Islam dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.33
c. Pewaris adalah menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan
ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan
harta peninggalan yang diteruskan kepada waris.34
d. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam
dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
e. Penetapan

menurut kamus bahasa Indonesia adalah (1) proses, cara,

perbuatan menetapkan, penentuan, pengangkatan (jabatan dan sebagainya),
pelaksanaan (janji, kewajiban).35
f. Pendaftaran menurut kamus bahasa Indonesia adalah (1) proses, cara,
perbuatan mendaftar (mendaftarkan), pencatatan nama, alamat dan sebaginya,
(2), perihal mendaftarkan.36
g. Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah kementrian di
Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pertanahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

33

Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat

Islam
34

Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal 23
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hal. 403
36
Ibid. hal 204

35

Universitas Sumatera Utara

25

h. Mahmakah Syar’iyah adalah salah satu pengadilan khusus yang berdasarkan
syariat Islam di Provinsi Aceh sebagai pengembangan dari pengadilan
Agama.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan
pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu
kebenaran. Metodelogi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan
digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi
dalam 2 (dua) jenis penelitian yaitu penelitian normatif dan penelitian empiris.
Penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder
sehingga disebut pula penelitian kepustakaan, sedangkan yang dimaksud dengan
penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat ada yang melalui
wawancara langsung.
1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian
Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis37, berarti
menggambarkan serta menjelaskan Penerapan Kebijakan Kepala Kantor BPN Aceh
Besar dalam Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan Penetapan
Mahkamah Syariah pada masyarakat khususnya di Kebupaten Aceh Besar.
Jenis dalam penelitian ini adalah yuridis empiris,
sejauhmana hukum itu dapat mengakibatkan perubahan

38

untuk mengetahui

maka diperlukan suatu

37

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001), hal. 36
38
Ronny Hanitidjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1990), hal 14

Universitas Sumatera Utara

26

pengkajian guna mendapatkan jawaban tentang Penerapan Kebijakan Kepala Kantor
BPN Aceh Besar dalam Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris Berdasarkan
Penetapan Mahkamah Syar’iyah pada masyarakat khususnya di Kebupaten Aceh
Besar.
2. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah metode
yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dan digunakan untuk menjadi
acuan dalam menganalisis permasalahan aspek-aspek hukum yang berlaku. Penelitian
hukum empiris terutama meneliti data primer.39
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kabupaten Aceh Besar
dimana Pengambilan lokasi ini dengan mempertimbangkan bahwa terdapat kebijakan
kepala kantor BPN terhadap Kasus Ahli Waris yang harus menggunakan surat
keterangan ahli waris melalui penetapan mahkamah syariah dalam peralihan hak
karena pewarisan.
4. Populasi dan Teknik Sampling
Populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau unit yang akan diteliti,
oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin
untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti
sebagai sample untuk memberikan gambaran yang tepat benar.

39

Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, (Jakarta : Rajawali Press,
1985), hal. 7

Universitas Sumatera Utara

27

Pembuatan populasi atau unit atau dapat beberapa kasus berupa permasalahan
yang muncul dikemudian hari akibat adanya surat keterangan ahli waris. Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonrandom sampling dengan
teknik purposive sampling (sampling bertujuan) disebut purposive karena tidak
semua populasi akan diteliti tetapi ditunjuk atau dipilih mewakili populasi secara
keseluruhan. Kebaikan menggunakan sample ini kita dapat menggunakan sampai
batas mana serta dalam polpulasi dapat terwakili untuk sample yang digunakan. 40
Sample ditentukan pada permasalahan tentang akibat-akibat hukum yang
muncul dikemudian hari, setelah akta otentik yang dibuat tersebut didasarkan oleh
surat keterangan ahli waris hal-hal tersebut sebagai objek penelitian yang dapat
memberikan jawaban atas permasalahan tersebut adalah :
1. Hakim Mahkamah Syariah 3 orang
2. Badan Pertanahan Nasional 3 orang
3. Ahli Waris 3 orang.
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu
baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber
data tersebut terdiri dari :

40

Mardalis, Metode Penelitian suatu pendekatan proposal, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2002),

hal. 57

Universitas Sumatera Utara

28

a. Bahan Hukum Primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat
berupa peraturan perundang-undangan yang antara lain dari :
1. Undang-undang Nomor

5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria,
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997,
3. Peraturan jabatan pejabat pembuat akta tanah Nomor 37 Tahun 1998,
4. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 Tahun 2002
tentang Peradilan Syariat Islam,
5. Daftar wawancara dengan Kantah BPN Aceh
b. Bahan Hukum sekunder yang merupakan bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa ;
1. Buku-buku.
2. Jurnal-jurnal.
3. Majalah-majalah.
4. Artikel-artikel media.
5. Dan berbagai tulisan lainnya.
c. Bahan hukum tersier yang merupakan bahan-bahan hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, seperti :
1. Kamus Inggris-Indonesia;
2. Kamus Hukum Arab- Indonesia;
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia;

Universitas Sumatera Utara

29

4. Ensiklopedia Hukum Islam
5. Kamus Bahasa Aceh – Indonesia
6. Analisa Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara
kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang dibahas. Analisis data
kualitatif, adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis,
yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, yang nyata, diteliti
dipelajari secara utuh. Pengertian analisis disini adalah sebagai suatu penjelasan yang
menginterprestasikan secara logis, sistematis, logis sistematis menunjukkan cara
berpikir deduktif-induktif41 dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan
penelitian ilmiah.Setelah data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif,
yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti.42 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan
yang merupakan jawaban atas permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini.

41

Cara berpikir secara deduktif adalah cara berfikir yang diambil dari pernyataan yang bersifat
umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sedangkan berfikir secara induktif yakni yang
ditarik dari kesimpulan yang bersifat umum menjadi bersifat individual.
42
Sartono Kartodirdjo, Metodelogi Penelitian Masyarakat, (Jakarta : Gramedia, 1983), hal. 27

Universitas Sumatera Utara