PERKEMBANGAN DAKWAH DI MESIR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai seorang muslim hendaknya kita mesti sejarah nabi Muhammad SAW baik ketika beliau
dalam berdakwah sampai hijrah ke madinah dan diangkat sebagai Rasul oleh karena itu kami mencoba
untuk mengingatkan kembali akan sejarah dan perjalanan nabi untuk selalu kita contoh dan kita teladani
dalam kehidupan sehari-hari. Telah kita ketahui bersama bahwa umat islam pada saar sekarang ini lebih
banyak mengenal figure-figur yang sebenarnya tidak pantas untuk di contoh dan ironisnya mereka sama
sekali buta akan sejarah dan pri kehidupan rosulullah SAW di kala umat manusia dalam kegelapan dn
kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Ketika menginjak
usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW lebih banyak bertahannuts, yang pada malam 17 Ramadhan / 06
Agustus 610 M di Gua Hiro, datanglah malaikat Jibril dengan membawa wahyu pertama, yaitu surat
Al-‘Alaq ayat 1-5. dengan wahyu tersebut beliau telah menjadi rasul pilihan Allah yang bertugas
menyampaikan perintah Allah kepada segenap umat manusia.
Semasa kerasulannya, beliau banyak membawa pengikut kepada ajaran Allah. Hingga peradaban
Islam pun tertanam pada hati segenap umatnya dan dalam lingkungannya. Setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW, kekhalifahan dipegang oleh Khulafaur- Rasyidin. Banyak upaya yang dilakukan pada
masa-masa tersebut hingga pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dengan meninggalnya Khalifah
Ali bin Abi Thalib, maka bentuk pemerintahan kekhalifahan telah berakhir. Berubahnya bentuk
pemerintahan dari khalifah ke dinasti (kerajaan) tidak membuat ajaran Islam berubah pula, melainkan

peradabannya mengalami perkembangan yang pesat. Kemudian dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan
dinasti (kerajaan), yaitu dinasti Bani Umayyah dan dinasti Bani Abbasiyah, sampai dinasti Usmaniyah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskanlah permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini, guna mempermudah pembahasan makalah ini.
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Dakwah
2. Perkembangan Dakwah Periode Rasulallah Saw :
 Periode Makkah
 Periode Madinah
3. Dakwah dan kondisi masyarakat pada masa Khulafaurrasyidin :
 Abu Bakar As-Shidiq
 Umar bin Khattab
 Utsman bin Affan
 Ali bin Abi Thalib
4. Dakwah dan kondisi masyarakat pada masa Bani Umayyah
5. Dakwah dan kondisi masyarakat pada masa Bani Abbasiyah
6. Dakwah dan kondisi masyarakat pada masa Dinasti Usmaniyah

C. Tujuan

Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini supaya pembaca lebih mengetahui tentang sejarah
dakwah Islam serta perkembangannya dari masa ke masa dari periode dakwah Rasulallah sampai Dinasti
Utsmaniah.

BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP SEJARAH DAKWAH
A. Pengertian Sejarah Dakwah
“Sejarah Dakwah” berasal dari dua kata, yaitu “sejarah” dan “dakwah”. Sejarah berasal dari
bahasa Arab “syajarah” yang berarti pohon. Salah satu alasan kenapa sejarah disebut pohon itu karena
sejarah mengandung konotasi geneologi, yaitu pohon keluarga, yang menunjuk kepada asal usul suatu
marga. Dalam bahasa Arab sendiri,”sejarah” disebut “Tarikh” yang berarti penanggalan atau kejadian
berdasarkan urutan tanggal atau waktu. Orang inggris menyebutnya history yang berasal dari bahasa
yunani “istoria”. Istoris berarti ilmu untuk semua macam ilmu pengetahuan, kata istoria hanya husus
digunakan untuk ilmu pengetahuan yang disusun secara kronologis, terutama yang menyangkut hal ihwah
manusia.
Sedangkan untuk pengetahuan yang disusun secara tidak kronologis menggunakan kata scientia
yang berasal dari bahasa latin. Kini kata sejarah dan tarikh telah mengandung arti khusus yaitu masa
lampau umat manusia.1sedangkan “dakwah” secara etimologis (lughatan) berasal dari kata da'a, yad'u'.
da'watan. Kata da'a mengandung arti : menyeru, meanggil,dan mengajak. “dakwah”, artinya seruan,

panggilan, ajakan. Dakwah islam dapat diartikan, seruan panggilan dan ajakan kepada Islam. 2 Dengan
demikian, “sejarah dakwah” dapat diartikan sebagai peristiwa masa lampau umat manusia dalam upaya
mereka menyeru, meanggil dan mengajak umat manusia kepada Islam serta bagaimana reksi umat yang
diseru dan perubahan-perubahan apa yang terjadi setelah dakwah digulirkan, baik langsung maupun tidak
langsung.

B. Ruang Lingkup Sejarah Dakwah
Pembatasan ruang lingkup kajian dakwah berangkat dari pertanyaan kapan dakwah dimulai.
Setidaknya ada pendapat besar kapan tentang permulaan dakwah, yaitu :
1. Penelitian yang menjadikan permulaan dakwah adalah pada masa Rasulallah SAW. pendapat ini
merujuk pada kronologi khusus dari dakwah Islamiah. Bahwa islam adalah agama yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Penelitian lain berpendapat bahwa permulaan dakwah adalah sejak diutusnya para nabi dan rasul.
Pendapat ini merujuk pada terminologi umum dari dakwah islamiah, bahwa dakwah nabi pada
hakikatnya adalah satu. Seluruh rasul telah menyampaikan islam dalam arti yang luas.
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan batasan atau ruang lingkup “sejarah dakwah”
seharusnya dapat dimulai sejahk dimulainya dakwah, yaitu sejak Nabi Nuh as, sampai sejarah dakwah
dunia islam modern. Jadi batasan dakwah dapat dilihat pada masa kenabian dan kerasulan Nabi
Muhammad SAW dan bisa juga dilihat dari sejarah dakwah pada masa Nabi Nuh as, yang memulai
dakwah pertama kali untuk menyampaikan islam dalam arti yang luas dan menyerukan

ketauhidan.Sedangkan aspek kesejarahan yang dipotret adalah aktivitas umat dalam memenuhi perintah
Allah SWT. untuk menyebarkan agama, membina masyarakat, melakukan transpormasi sosial budaya,
memelihara agama, dan mempertahankannya dari serangan musuh-musuh islam. Sejarah islam juga
memotret bagaimana perjuangan menegakan agama dalam rentang masa yang begitu panjang ini
mengalami pasang surut.

2. PERKEMBANGAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW.
Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal atau 20 April 571M. Sebelum
beliau dilahirkan ayahnya telah wafat oleh karena itu kakeknyalah yang mengasuh beliau kemudian di
susui oleh Halimatus Sa'diyah. Setelah kakeknya wafat beliau diasuh oleh pamannya yaitu Abu
Thalib.salah satu dari usaha Muhammad yang terpenting sebelum di utus menjadi rosul ialah berniaga ke
syam membawa barang-barang Khadijah. Perniagaan ini menghasilkan laba yang banyak dan
menyebabkan adanya pertalian antara Muhammad dengan Khadijah dan mereka kemudian mereka
menikah. Waktu itu beliau berumur 25 tahun dan khadijah sudah janda yang berumur 40 tahun.
Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan
nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang masing-masing memiliki keistimewaan
tersendiri secara total, yaitu:
Periode Makkah : berlangsung selama lebih kurang 13 tahun
Periode Madinah : berlangsung selama 10 tahun penuh
Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki

karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya.

A. Dakwah Rasulullah Periode Periode Makkah
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan3:
Tahapan dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.Tahapan dakwah secara
terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah. Tahapan dakwah di luar Mekkah dan penyebarannya
di kalangan penduduknya; dari penghujung tahun ke-sepuluh kenabian-dimana juga mencakup Periode
Madinah- dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.Tahapan Dakwah
Rasulullah SAW setelah turun ayat untuk berdakwah, kemudian Rasulullah berdakwah dengan cara
menyeru keluarga dan sahabat-sahabat beliau yang paling karib. Percaya adanya Tuhan dan meninggalkan
pemujaan berhala.
A. Pada fase ini ada beberapa orang yang dapat menerima seruan Muhammad, yaitu : isteri beliau, Ali
Putera paman beliau, dan Zaid sahaya beliau. Amat erat, Abu Bakar pun segera iman kepada Nabi.
Banyak orang yang masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar. Mereka terkenal dengan nama
“Assabiqunal Awwalun” (orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam). Mereka ialah Usman bin ‘Affan
Zuber Ibnul Awwam, Sa’ad Ibnu Abi Waqqash, Abdur Rahman Ibnu ‘Auf, Thalhah Ibnu ‘Ubaidillah,
Abu’Ubaidah Ibnu Jarrah, dan Al Arqam Ibnu Abil Arqam. Rumah Al Arqam Ibnu Abil Arqam dijadikan
markas seruan kepada agama baru itu.
B. Menyeru Bani Abdul

Menyeru Bani Abdul Muthalib, ini adalah fase yang kedua. Fase ini dimulai oleh Rasulullah sesudah
Allah menurunkan firman-Nya yang artinya.
Artinya : “Beri ingatlah familimu yang dekat-dekat”. (QS. Asy-Syu’ara : 214)
Nabi menyeru Bani Abdul Mutthalib. Sesudah mereka berkumpul berkatalah Nabi : “Menurut yang saya
ketahui belum pernah seorang pemuda membawa sesuatu untuk kaumnya yang lebih utama dari apa yang
saya bawa untuk kamu. Saya bawa untuk kamu segala kebaikan dunia dan akhirat.
Perkataan Nabi ini disambut dengan baik dan dibenarkan oleh sebagian mereka, tetapi sebagian lagi
mendustakannya. Abu Lahab paman Nabi sendiri sangat mendustakan : demikian juga istri Abu Lahab

itu. Abu lahab berkata : “Celakalah engkau! Apa untuk inikah kami engkau panggil?”. Berkaitan dengan
perilaku Abu Lahab ini Allah berfirman :
Artinya : Binasalah hendaknya kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah Abu Lahab itu. Hartanya dan
apa yang telah diusahakannya tidaklah membei faedah kepadanya. Dia akan dimasukkan ke dalam
neraka yang bergejolak, begitu juga isterinya, pemikul kayu bakar itu. pada leher isterinya tali dari
serat-serat.” (QS. Al-Lahab : 1-5)
Kaum Quraisy Mulai Menentang Rasulullah
Seruan Rasulullah saw telah diketahui oleh kaum Quraisy, akan tetapi dengan cara rahasia ini mereka
tidak mempedulikan dampak yang akan terjadi, mereka tidak mengira bahwa dakwah Rasul terhadap
Islam akan sangat pesat dan dapat diterima oleh masyarakat. Kemudian setelah Rasul mulai berdakwah
secara terang-terangan, kaum Quraisy mulai menyatakan tantangannya dan berkonfrontasi terhadap

agama Islam yang baru didakwahkan oleh Rasulullah saw. Kaum Quraisy berusaha menghentikan
tindakan Rasulullah dengan cara apapun.
Faktor – Faktor yang Mendorong Kaum Quraisy Menentang Seruan Islam
Sebab-sebab yang mendorong kaum Quraisy menentang agama Islam dan kaum Muslimin, yaitu sebagai
berikut 4:

a. Persaingan berebut kekuasaan
Kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan, atau antara kenabian dan
kerajaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada agama Muhammad adalah berarti tunduk kepada
kekuasaan Bani Abdul Mutthalib.

b. Persamaan antara hak bangsawan dan hamba sahaya
Bangsa Arab hidup berkasta-kasta. Tiap-tiap manusia digolongkan kepada kasta yang tidak boleh
dilampauinya. Tetapi, seruan memberikan hak sama kepada manusia. Hak sama ini adalah suatu dasar
yang penting dalam agama Islam. Hamba sahaya itu dipandang lebih mulia dari tuannya apabila lebih
bertakwa dari tuannya itu.

c. Takut dibangkitkan kembali
Agama islam mengajarkan bahwa pada hari kiamat manusia akan bangkit dari kuburnya, dan semua
perbuatan manusia akan dihisab. Oleh yang berbuat baik, kebaikannya itu akan dibalas sebagaimana

orang yang berdosa akan disiksa, karena kejahatan-kejahatan dan dosa-dosanya.

d. Taklid kepada nenek moyang
Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta, dan mengikuti langkah-langkah mereka dalam soalsoal peribadatan dan pergaulan adalah suatu kebiasaan yang berurat berkat pada bangsa Arab.

e. Patung sebagai komoditi perdagangan
Orang Arab zaman dahulu, ialah memahat patung yang menggambarkan al Lata, al ‘Uzza, Manat, dan
Hubal. Patung-patung itu mereka jual kepada jamaah-jamaah haji. Agama Islam melarang menyembah,
memahat, dan menjual patung.

f. Konfrontasi kaum Quraisy terhadap Islam
Pada permulaan Islam, kaum Quraisy berjumlah mencurahkan perhatiannya untuk menentang agama
Islam. Pertama kali, mereka menghalangi hamba-hamba dan orang-orang yang lemah. Kalau Muhammad
bebas mengatakan apa yang diinginkannya, tetapi hamba-hamba sahaya menurut pandangan mereka
tidaklah bebas atas jasmani dan rohani mereka sendiri.

B. Dakwah Rasulullah Periode Madinah
Penduduk Madinah terb\diri dari 2 golongan yang berbeda jauh, yaitu:
 Golongan Arab yang berasal dari selatan yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj
 Golongan yahudi, yaitu orang-orang yang berasal dari utara (Palestina)

Dengan hijrahnya kaum muslimin, terbukalah kesmpatan bagi Nabi saw untuk
Mengatur strategi membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman musuh baik dari luar maupun
dari dalam5.

A. Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah saw Periode Mainah
Adapun substansi dan strategi dakah Rasulullah saw antara lain:
1. Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin dengan kaum
Anshar
2. Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam
3. Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan social untk masyarakat Islam
Dengan diletakannya dasar-dasar yang berkala ini masyarakat dan pemerintahan Islam dapat mewujudkan
nagari “ Baldtun Thiyibatun Warabbun Ghafur “ dan Madinah disebut “ Madinatul Munawwarah ” 6.
B. Hikmah sejarah dakwah Rasulullah saw antara lain:
1. Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshar dapat
memberikan rasa aman dan tentram.
2. Persatuan dan saling menghormati antar agama
3. Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin
4. Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt
5. memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan antara
manusia dengan manusia

6. Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di
akhirat.
7. Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam
8. Terciptanya hubungan yang kondusif

3. PERKEMBANGAN DAKWAH MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Khalifah Ar-Rasyidin atau Khulafa'ur Rasyidin adalah empat Khalifah pertama dalam tradisi
Islam Sunni, sebagai pengganti Muhammad, yang dipandang sebagai pemimpin yang mendapat petunjuk
dan patut dicontoh. Mereka semuanya adalah sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, dan penerusan
kepemimpinan mereka bukan berdasarkan keturunan, suatu hal yang kemudian menjadi ciri-ciri
kekhalifahan selanjutnya. Sistem pemilihan terhadap masing-masing Khalifah tersebut berbeda-beda, hal
tersebut terjadi karena para sahabat menganggap bahwa Nabi Muhammad, tidak memberikan petunjuk
yang jelas mengenai pengganti beliau, yang ditolak oleh kalangan Syi'ah. Menurut Syi'ah, Muhammad
sudah jelas menunjuk pengganti beliau adalah Ali bin Abi Thalib sesuai dengan Hadis Ghadir Khum 7.
Masa Kemajuan Islam (650-1000 M) - Khilafah Rasyidah Khilafah Rasyidah merupakan para
pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar,

Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana
sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan

wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin
politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi wasallam
nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya.
Karena itulah, tidak lama setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya
dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah.
Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup
alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi
pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu mendapat
penghargaan yang tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.

A. Perkembangan Dakwah Pada Khalifah Abu Bakar ra.
Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh
Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang
yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang
percaya). Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah
Rasulillah (Pengganti Rasul Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah
adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat untuk menggantikan
beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala
pemerintahan.
Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal
dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah
sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat
dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu
‘Alaihi wasallam wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras
kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar
Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan
kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang
Riddah ini8.
Kondisi Masyarakat Pada Masa ke Khalifahan Abu Bakar ra
Sebagai kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan masyarakat sepeninggal
Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang tindakan yang akan dilakukan dalam
menghadapi kesulitan yang memuncak tersebut, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya
bersumpah dengan tegas ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari
kebenaran (orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai nabi).
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana
pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan
hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat
besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu
mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan dapat
menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat
panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil
Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid Radhiallahu
‘anhu yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu
diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria. Pada
saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang
mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab
al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu sakit dan merasa ajalnya sudah dekat,
ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu
‘anhu sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut ternyata
diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar Radhiallahu ‘anhu . Umar
Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman) 9.

B. Perkembangan Dakwah Pada Masa Khalifah Umar ra
Adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari
empat Khalifah Arasyidin10. Nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, dilahir di
Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisyi. Ayahnya bernama Khaththab bin Nufail Al
Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh
Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara yang haq dan bathil.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa
itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal, karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara
gulat di Mekkah. Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan)
pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara
Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn
'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu.
Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke
bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari
sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641
M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia,
dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur
administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah
Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya
mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.

Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan
pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun
hijiah.Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya
berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah.
Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu
Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair,
Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in. Setelah Umar
Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu
sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu 11.

C. Perkembangan Dakwah Pada Masa Utsman bin Affan ra
Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam
pertama berhenti sampai di sini. Pemerintahan Usman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12 tahun,
pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat
Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu memang sangat berbeda dengan
kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani
salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu
tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa
keislamannya.
Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak
yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu 12. Salah satu faktor yang
menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu adalah
kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah
Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang gelar Khalifah.
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman Radhiallahu
‘anhu laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah
terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh
kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua akibat
fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’. Padahal Utsman Radhiallahu ‘anhu yang paling berjasa
membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota.
Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di
Madinah.Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali Radhiallahu Ta’ala anhum ajma’in dinamakan
periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang
mendapat petunjuk).
Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Setelah periode ini,
pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang
khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi
kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa
sesudahnya sering bertindak otoriter.

D. Perkembangan Dakwah Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Setelah Utsman Radhiallahu ‘anhu wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib
Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah. Ali Radhiallahu ‘anhu memerintah hanya enam tahun. Selama masa
pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali Radhiallahu ‘anhu
menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman Radhiallahu ‘anhu. Dia yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan Utsman Radhiallahu ‘anhu kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya
kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam
sebagaimana pernah diterapkan Umar Radhiallahu ‘anhu 13. Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib
Radhiallahu ‘anhu menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali
Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu , dan mereka
menuntut bela terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim.
Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada
Thalhah dan Zubair Radhiallahu ‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan
perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam
pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh,
sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah. Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para
gubernur di Damaskus, Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi
yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu
‘anhu bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama
perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari
barisan Ali Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin
Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij (orangorang yang keluar dari barisan Ali).
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali Radhiallahu ‘anhu. Munculnya kelompok al-khawarij
menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin kuat.
Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam. Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya alHasan bin Ali Radhiallahu ‘anhuma selama beberapa bulan. Namun, karena al-Hasan Radhiallahu
‘anhuma menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka al-Hasan Radhiallahu
‘anhuma menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhu . Dan akhirnya
penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di
bawah Mu'awiyah ibn Abi Sufyan Radhiallahu ‘anhu .
Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu menjadi penguasa
absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun
jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur
Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam. Ketika itu wilayah
kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam

waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang
sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai.

Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah 14:
1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang
mementingkan soal pembentukan masyarakat.
2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam
(dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu kesatuan yang padu
dalam diri umat Islam.
3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki
masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena
persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama
bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga
tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa
rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat
kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk
membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.

4. DAKWAH PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah.
Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, dan tipu muslihat yang licik,
bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pilihan umat Islam.1 Dengan demikian,
berdirinya dinasti ini bukan berdasarkan hukum musyawarah. Dinasti Bani Umayyah berdiri selama ± 90
tahun (40 – 132 H / 661 – 750 M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Dinasti Umayyah
sangat bersifat Arab Orientalis, artinya dalam segala hal dan segala bidang para pejabatnya berasal dari
keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini. Pada
masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah yang dicapai,
terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705 – 715 M). Pada masa
awal pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan ada usaha memperluas wilayah kekuasaan ke berbagai
daerah, seperti ke India dengan mengutus Muhallab bin Abu Sufrah, dan usaha perluasan ke Barat ke
daerah Byzantium di bawah pimpinan Yazid bin Muawiyah. Selain itu juga diadakan perluasan wilayah
ke Afrika Utara. Juga mengerahkan kekuatannya untuk merebut pusat-pusat kekuasaan di luar jazirah
Arab, antara lain kota Konstantinopel. Adapun alasan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk terus berusaha
Byzantium15.
Pertama, Byzantium merupakan basis kekuatan agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat
membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan
ke daerah Islam. Ketiga, termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah. 16 Walaupun
keadaan dalam negeri bisa diatasi pada beberapa periode, akan tetapi pada masa-masa tertentu seringkali
dapat membahayakan keadaan pemerintah itu sendiri. Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin
Marwan (65 – 86 H / 685 – 705 M) keadaan dalam negeri boleh dibilang teratasi. Begitu juga pada masa

Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705 – 715 M), keadaan dapat teratasi. Dengan keadaan yang
demikian itu, kemajuan peradaban dapat dicapai, terutama dalam bidang politik kekuasaan. Khalifah
Walid bin Abdul Malik berusaha memperluas daerahnya menuju Afrika Utara, yaitu ke Maghrib Al-Aqsha
dan Andalusia. Dengan kegigihan dan keberanian panglima perang Musa bin Nushair, wilayah tersebut
dapat dikuasai sehingga ia diangkat sebagai gubernur Afrika Utara. Musa bin Nushair juga mengutus
Tharif bin Malik untuk mengintai keadaan Andalusia yang dibantu oleh Julian. Keberhasilan dalam hal ini
membuka peluang bagi Musa bin Nushair untuk melakukan langkah berikutnya dengan mengirim Thariq
bin Ziyad menyeberangi lautan guna merebut daerah Andalusia. Tepat pada 711 M, Thariq bin Ziyad
mendarat di sebuah selat, yang kini selat tersebut diberi nama dengan namanya, yakni Selat Jabal Thariq
atau Selat Giblaltar. Keberhasilan Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia membuat peta perjalanan sejarah
baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayh yang dilewatinya dapat dengan mudah jatuh ke
tangannya, seperti kota Cordova, Granada, dan Toledo. Sehingga Islam dapat tersebar dan menjadi agama
panutan bagi penduduknya, walaupun tidak semua penduduk Andalusia masuk Islam. Tidak hanya itu,
Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan
diri dalam berbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Andalusia pun
mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.

Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai
Pertama, Bani Umayyah berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti
Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia,
Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan dan Kirgis. 17
Kedua, Islam memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat luas. Sikap fanatik Arab sangat efektif
dalam membangun bangsa Arab yang besar sekaligus menjadi kaum muslimin atau bangsa Islam. Setelah
pada saat itu bangsa Arab merupakan prototipikal dari bangsa Islam sendiri.4
Ketiga, telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri dengan masing- masing tokoh spesialisnya.
Antara lain, dalam Ilmu Qiro’at (7 qiro’at) yang terkenal yaitu Ibnu Katsir (120H), Ashim (127H), dan
Ibnu Amr (118H).5 Ilmu Tafsir tokohnya ialah Ibnu Abbas (68H) dan muridnya Mujahid yangpertama
kali menghimpun tafsir dalam sebuah suhuf, Ilmu Hadits dikumpulkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri atas
perintah Umar bin Abdul Aziz, tokohnya ialah Hasan Al-Basri (110H), Sa’id bin Musayyad, Rabi’ah ArRa’iy guru dari Imam Malik, Ibnu Abi Malikah, Sya’bi Abu Amir bin Syurahbil. Kemudian Ilmu Kimia
dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu, dan sebagainya.
Keempat, perkembangan dalam hal administrasi ketatanegaraan, seperti adanya Lembaga Peradilan
(Qadha), Kitabat, Hajib, Barid dan sebagainya.

5. DAKWAH PADA MASA DINASTI ABBASIYYAH
Daulah Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H / 750 M, Abbasiyah merupakan kelanjutan dari
pemerintahan daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Dinamakan Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti
Abbasiyah di samping bercorak Arab murni, juga terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban
Persia, Romawi Timur, Msir, dan sebagainya. Juga dinasti Abbasiyah ini system politiknya lebih bersifat
demokratis dari pada dinasti Umayyah yang Orientalis.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi (158 – 169 H / 775 – 785 M), dinasti Abbasiyah
memperluas kekuasaan dan pengaruh Islam ke wilayah Timur Asia Tengah, dari perbatasan India hingga
ke China. Saat itu umat Islam berhasil memasuki selat Bosporus, sehingga membuat Ratu Irene menyerah

dan berjanji membayar upeti. Pada masa dinasti ini pula wilayah kekuasaan Islam sangat luas yang
meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijjaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman,
Kuwait, Iran (Persia), Irak, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol,
Afghanistan, dan Pakistan. Juga mengalami perluasan ke daerah Turki, wilayah-wilayah Armenia dan
daerah sekitar Laut Kaspia, yang sekarang termasuk wilayah Rusia. Wilayah bagian Barat India dan Asia
Tengah, serta wilayah perbatasan China sebelah Barat.

Kemajuan-Kemajuan dan Perkembangan yang Dicapai
Secara garis besar ada 2 faktor penyebab tumbuh dan berkembangnya peradaban Islam, yakni
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam ajaran Islam bahwa ajaran Islam
yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, memiliki kekuatan yang luar biasa yang mampu memberikan
motifasi bagi para pemeluknya untuk mengembangkan peradabannya. Sedangkan faktor eksternalnya,
yaitu ajaran yang merupakan proses sejarah umat Islam di dalam kehidupannya yang dijiwai oleh nilainilai ajaran Islam. Faktor penyebab tersebut adalah semangat Islam, perkembangan organisasi
ketatanegaraan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan Islam.

Bentuk-Bentuk Peradaban Islam dan Tokoh-Tokohnya
A. Kota-Kota Pusat Peradaban
1) Kota Baghdad, merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah Abu Ja’far
Al-Mansur (754 – 775 M) pada tahun 762 M. kota ini terletak di tepian sungai Tigris. Masa keemasan
kota Baghdad terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid (786 – 809M) 18,dananaknyaAlMakmun(813–833M).
2) Kota Samarra, letaknya di sebelah timur sungai Tigris yang berjarak lebih kurang 60 km dari kota
Baghdad. Di kota ini terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota
lain.7

B. Bangunan Tempat Pendidikan dan Tempat Peribadatan
1) Madrasah. Ada banyak madrasah, madrasah yang terkenal pada zaman itu adalah Nizamiyyah, yang
didirikan oleh Nizam Al-Mulk, seorang perdana menteri pada tahun 456 – 486 H. Madrasah ini terdapat
di banyak kota, antara lain di Baghdad, Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara, dan Musol. 19
2) Kuttab, yaitu sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah.
3) Majlis Muhadharah sebagai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan.
4) Darul-Hikmah sebagai perpustakaan.
5) Masjid-masjid sebagai tempat beribadah dan sebagai tempat pendidikan tingkat tinggi dan takahsush.
Di antara masjid yang terkenal adalah masjid Cordova, masjid Ibnu Touloun, masjid Al-Azhar, dan
sebagainya.

C. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Tokoh-Tokohnya
1) Filsafat, para tokoh filosuf pada masa itu adalah : Abu Ishak Al- Kindi, Abu Nashr Al-Faraby, Ibnu
Sina, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusydi.
2) Ilmu Kedokteran : Abu Zakaria Yuhana bin Masiwaih, Sabur bin
Sahal, Abu Zakaria Ar-Razy, dan Ibnu Sina.
3) Matematika, ahli matematika Islam yang terkenal ialah Al- Khawarizmi, seorang yang menemukan
angka nol (0), sedangkan angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0, disebut juga “Angka Arab”.8

Farmasi dan Kimia, di antara para ahli farmasi dan kimia pada
masa pemerintahan dinasti Abbasiyah adalah Ibnu Baithar.
5) Ilmu Perbintangan : Abu Mansur Al-Falaky, Jabir Al-Batany, dan
Rayhan Al-Bairuny.
6) Ilmu Tafsir (Tafsir Al-Ma’tsur : Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu ‘Athiyah Al-Andalusy, As-Sudai, Muqatil
bin Sulaiman; dan Tafsir bir-Ra’yi : Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahany, dan
Abu Yunus Abdussalam)20.
7) Ilmu Hadits : Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abi Al-Hasan Al-Bukhari (Imam Bukhari), Imam
Abu Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qushairy An-Naishbury (Imam Muslim), Ibnu Majah, Abu Dawud, AnNasa’i.
8) Ilmu Kalam, di antara aliran ilmu kalam yang berkembang adalah Jabariyah, Qadariyah Mu’tazilah,
dan Asy’ariyah. Para pelopornya adalah Jahm bin Sofwan, Ghilan Al-Dimisyqi, Wasil bin ‘Atha’, AlAsy’ari, dan Imam Ghazali.
9) Ilmu Bahasa : Sibawaih, Al-Kisai, dan Abu Zakaria Al-Farra.

B. Kemunduran Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyah
1. Kemunduran Pada Masa Bani Umayyah
Ada 7 faktor penyebab kemunduran kekuasaan Bani Umayyah, yaitu 21:
a. Persoalan suksesi kekhalifahan
b. Sikap glamor penguasa
c. Perlawanan kaum Khawarij
d. Perlawanan dari kelompok Syi’ah
e. Meruncingnya pertentangan etnis
f. Timbulnya stratifikasi sosial
g. Munculnya kekuatan baru
Sedangkan kemunduran atau bahkan kehancuran peradaban Islam pada masa Bani Umayyah ini oleh
karena 2 sebab, yaitu :
A. Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia dan rendahnya semangat para ahli dalam menggali budaya
Islam Kehancuran kekuasaan Islam di Andalusia pada 1492 M berdampak buruk terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para ahli tidak banyak memiliki motivasi untuk mengkaji ilmu
pengetahuan lagi. Karena mereka sudah merasa putus asa skibat serangan yang dilakukan oleh para
penguasa Kristen, dan tindakan para penguasa tersebut terhadap peninggalan peradaban Islam di
Andalusia, seperti penghancuran pusat-pusat peradaban Islam dan sebagainya. Terlebih lagi banyak para
ahli ilmu pengetahuan Islam banyak yang tewas dibantai oleh tentara Kristen di Spanyol, sehingga
peristiwa itu sangat membekas dalam benak mereka. Akibatnya, banyak di antara para ilmuwan Islam
yang punya andil besar dalam pembentukan peradaban Islam di Andalusia, melarikan diri ke wilayah
Afrika Utara. Dalam situasi ini, Barat Kristen terus berusaha membangun kepercayaan diri untuk
mengembangkan peradaban Eropa, sehingga bangsa Barat mencapai kejayaannya. Ketertarikan karena
metode ilmiah Islam, seorang pendeta Kristen Roma anggota Ordo Fransiskan dari Inggris bernama
Roger Bacon (1214 – 1292 M) datang belajar bahasa Arab di Paris antara tahun 1240 – 1268 M. Melalui
kemampuan bahasa Arab dan bahasa Latinnya itu, ia dapat membaca naskah asli dan terjemahan berbagai

ilmu pengetahuan, terutama ilmu pasti. Buku-buku asli dan terjemahan dibawanya ke Inggris pada
Universitas Oxford, lalu diterjemahkannya dengan menghilangkan nama pengarang aslinya, yang
kemudian dikatakannya sebagai hasil karyanya sendiri. Sejak saat itulah mulai banyak bermunculan orang
Eropa yang menterjemahkan buku-buku yang dikarang oleh tokoh-tokoh Islam sebagai hasil karyanya
sendiri22.

2. Kemunduran Pada Masa Bani Abbasiyah
Di antara sebab-sebab kehancuran dinasti Abbasiyah adalah :
a. Melebihkan bangsa asing daripada bangsa Arab.
b. Kebijakan ganda Harun Ar-Rasyid yang telah mewasiatkan tahta khalifah kepada dua anaknya (AlAmin dan Al-Makmun) yang ketika itu menjabat gubernur Khurasan.
c. Pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh para oposan seperti pemberontakan orang-orang
Arab, Syi’ah, Khawarij, intern keluarga Abbasiyah dan sebagainya.
d. Ketergantungan kepada tentara bayaran.
e. Timbulnya kerajaan-kerajaan kecil yang bebas dari kekuasaan Bani Abbasiyah, seperti dinasti Idrisiyah
di Maroko, dinasti Aghlabiyah, dinasti Thuluniyah, dinasti Ikhsyidi, dinasti Hamdaniyah, dan dinasti
Thahiriyah.
f. Penyerangan bangsa Mongol (Tartar) yanng dipimpin oleh Hulaku Khan pada 1258 M, khalifah dan
keluarganya dibunuh serta ia mengumumkan secara sepihak berakhirnya pemerintahan Bani Abbasiyah di
Baghdad. Sedangkan kemunduran / kehancuran peradaban Islam pada masa dinasti Abbasiyah disebabkan
oleh :

A. Hancurnya kerajaan Islam oleh serangan bangsa Mongol.
Selama ± 40 hari kota Baghdad dikepung pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulaku Khan.
Sehingga sejak bulan Februari 1258 M kota Baghdad sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Hulaku.
Sebagian kecil keluarga khalifah berhasil melarikan diri ke Mesir. Jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa
Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khalifah Abbasiyah, tetapi juga merupakan awal dari masa
kemunduran politik peradaban Islam. Hal itu karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan Islam yang
sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan
Mongol. Kemudian pasukan Mongol banyak melakukan penyerangan ke daerah kekuasaan Islam dan
menguasainya, seperti Syria Utara, dengan melakukan hal yang sama sebagaimana pada Baghdad.

B. Hancurnya kehidupan dan ekonomi masyarakat karena perang berkepanjangan.
Kerugian besar yang ditimbulkan akibat peperangan yang berkepanjangan, terjadi pada masa
perang Salib. Peperangan ini memakan waktu selama ± 2 abad (1096 – 1297 M). Perang tersebut banyak
menguras anggaran belanja negara, dan perekonomian nasional secara keseluruhan. Jika uang tersebut
dimanfaatkan secara baik, dalam artian bukan untuk peperangan, maka dapat dipastikan kesejahteraan
rakyat akan terjamin.

C. Kuatnya pengaruh paham sufi dan taqlid23
Ilmu tasawuf merupaka ilmu hakikat yang pada intinya mengajrkan penyerahan diri kepada
Tuhan, meninggalkan kesenangan dunia, dan hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah. Ilmu ini

banyak berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Islam setelah serangan bangsa Mongol dan hancurnya
pusat peradaban Islam di Baghdad. Praktik Tasawuf mereka banyak yang telah terpangaruh dengan
praktik mistik ajaran agama lain, sehingga di sana ditemukan adanya penyimpangan ajaran. Begitu pula
soal Taqlid. Karena masyarakat Islam tidak mau berijtihad lagi, akhirnya terikat dengan ajaran para tokoh
sebelumnya dan bertaqlid buta. Hal itu karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan Islam yang sangat kaya
dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol.
Kemudian pasukan Mongol banyak melakukan penyerangan ke daerah kekuasaan Islam dan
menguasainya, seperti Syria Utara, dengan melakukan hal yang sama sebagaimana pada Baghdad.

6. DAKWAH PADA MASA DAULAT UTSMANIYYAH
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara ongol,kekuatan politik
Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa
kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam
banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu, Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan
baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya
Usmani di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani ini adalah yang pertama berdiri
juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya. Untuk mengetahui labih
jelasnya maka dalam makalah ini akan kami terangkan lebih lanjut mengenai Turki Usmani.

A. Asal-Usul Dinasti Turki Usmani
Nama kerajaan Usmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang
pertama, Sultan Usmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaimansyah Ibn Kia Alp, kepala Kabilah Kab di
Asia Tengah (Hamka,1975:205). Awal mula berdirinya Dinasti ini banyak tertulis dalam legenda dan
sejarah sebelum tahun 1300. Dinasti ini berasal dari suku Qoyigh Oghus. Yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina kurang lebih tiga abad. Kemudian mereka pindah ke Turkistan, Persia dan
Iraq. Mereka masuk Islam pada abad ke-9/10 ketika menetap di Asia Tengah (Bosworth,1990:163). Pada
abad ke-13 M, mereka mendapat serangan dan tekanan dari Mongol, akhirnya mereka melarikan diri ke
Barat dan mencari perlindungan di antara saudara-saudaranya yaitu orang-orang Turki Seljuk, di dataran
tinggi Asia kecil (Hasan, 1989:324-325). Dibawah pimpinan Orthogul, mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Alaudin II yang sedang berperang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka inilah, Bizantium
dapat dikalahkan. Kemudian Sultan Alauddin memberi imbalan tanah di Asia kecil yang berbatasan
dengan Bizantium.
Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibukota
(Yatim, 2003:130). Ertoghrul meninggal Dunia tahun 1289. Kepemimpinan dilanjutkan oleh puteranya,
Usman. Putera Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah
antara tahun 1290-1326 M. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol kembali menyerang Kerajaan Seljuk, dan
dalam pertempuran tersebut Sultan Alaudin terbunuh. Setelah wafatnya Sultan Alaudin tersebut, Usman
memproklamasikan kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Penguasa
pertamanya adalah Usman yang sering