this PDF file KESALAHAN SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PECAHAN | Pratama | Karya Ilmiah Dosen 1 PB

KESALAHAN SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR DALAM MENYELESAIKAN
MASALAH PECAHAN
Nur Aida Endah Pratama
STKIP PGRI TRENGGALEK
E-mail : aydapratama12@gmail.com.
Jalan Supriyadi 22 Trenggalek.
Abstrak: Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kesalahan siswa kelas V
dalam menyelesaikan masalah pecahan. Pengumpulan data dilakukan dengan tes tulis dan
wawancara. Subjek penelitian berjumlah 6 dari 51 siswa kelas V-B dan V-D SDNP 2
Malang. Hasil penelitian menunjukkan jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan
masalah pecahan diantaranya : (1) kesalahan tidak dapat menunjukkan pembilang dan
penyebut pecahan; (2) kesalahan hanya berfokus pada salah satu komponen soal yang
dipaparkan. Kesalahan kedua terbagi atas : (a) tipe I, kesalahan merepresentasikan gambar
karena tidak sesuai dengan soal; (b) tipe II, kesalahan menentukan bentuk utuh pecahan; (c)
tipe III, kesalahan tidak dapat menghubungkan konsep pecahan sebagai bagian
keseluruhan.
Kata Kunci : pecahan, menyelesaikan masalah pecahan, kesalahan dalam menyelesaikan
masalah pecahan
Abstract: The purpose of this study was to describe the error of V grade students in
solving the problem of fractions. The data collection was done by using the written test and
interview. Subjects of the research were 6 out of 51 students of class V-B and V-D SDNP 2

Malang. The results showed the type of errors made by students in solving fraction‟s
problems such as: (1) error in term of not able to show the numerator and denominator
fractions; (2) error in term of only focusing on one component of question presented. The
second error was divided into: (a) tipe I, errors in representing pictures which were not
suitable with the question; (b) tipeII, errors in term of determining the shape intact of
fractions; (c) tipe III, the error in term of not able to connect the concept of fractions as part
of a whole.
Keywords: fraction, resolve the problem fraction, the fractional errors in solving problems

PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu

Kompetensi Inti Kurikulum 2013

bidang studi yang mengajak siswa untuk

pada tingkat sekolah dasar disebutkan

berpikir


dan

bahwa „... memahami pengetahuan faktual

sekolah

dengan cara mengamati dan menanya

(Subanji,

pembelajaran

2015:

matematika

14),
di

rasa


ingin

tahu...‟

bertujuan agar siswa dapat merumuskan

berdasarkan

dan mengembangkan konsep matematika

(Kemendikbud,

dalam pemahamannya (Wilson & Stein,

pengetahuan faktual dimaknai bahwa siswa

2007).

pembelajaran


dapat mengonstruk pemahaman dengan

matematika di sekolah dasar tidak terlepas

cara mengamati terhadap hal yang biasa

dari peran penting guru. Karena salah satu

ditemukan dan dilakukan dalam kegiatan

peran guru adalah menentukan pendekatan

sehari-hari. Hal ini diterapkan dalam

yang tepat dalam membelajarkan siswa

pembelajaran

Pelaksanaan


131

2013).

matematika

Memahami

melalui

pendekatan

kontekstual,

Montgomery,

matematika

Mechell,


Arterbury,

&

realistik demi mewujudkan pembelajaran

Moore, 2012). Karena guru terlibat dalam

yang konstruktivis, aktif, bersifat unik, dan

membantu

bebas karena dikembangkan berdasarkan

pengetahuan

pengalaman

menghubungkan dengan konsep yang akan


masing-masing

individu

(Sa‟dijah, 2016).

siswa

menggunakan

terdahulu

untuk

dipelajari.

Salah satu konsep matematika yang

Pecahan juga merupakan konsep


dapat dihubungkan dengan kehidupan

yang terhubung dengan banyak konsep lain

sehari-hari adalah konsep pecahan. Konsep

dalam matematika. Sieglar, Fazio, Bailey,

pecahan

sehari-hari

& Zhou, (2013) menekankan bahwa

(everyday concepts) mempunyai hubungan

konsep pecahan berhubungan erat dan

yang kuat dengan pemahaman pecahan


berkelanjutan

yang dibelajarkan di sekolah (Yoshida,

sebelumnya dan selanjutnya. Mack (1988)

2005). Hal ini didukung oleh Hunting &

membuktikan

Sharpley (1988)

mengumpulkan

merupakan pengetahuan prasyarat untuk

bukti-bukti dari beberapa hasil penelitian

membangun pemahaman siswa tentang


bahwa sebenarnya konsep pecahan sudah

konsep

didapatkan siswa sebelum secara formal

pecahan. Purnomo, Kowiyah, Alyani, &

mempelajari pecahan di sekolah. Misalnya

Assiti

siswa dapat menunjukkan dengan benar

pemahaman tentang konsep bilangan asli

ketika diminta untuk memberikan bagian

mempunyai


yang berbeda dari sebuah kue berbentuk

pemahaman siswa tentang pecahan biasa

lingkaran untuk beberapa boneka (Piaget,

dan desimal.

dalam

kehidupan

yang

Inhelder & Szeminska dalam Hunting &

dengan

bahwa

penjumahan

(2014)

pengetahuan

bilangan

dan

pengurangan

menemukan

dampak

cacah

besar

bahwa

terhadap

Konsep pecahan juga terhubung

Sharpley, 1988).

langsung

dengan

konsep

aljabar,

antara

pengukuran, rasio dan proporsi (Wong &

pendekatan pembelajaran yang dipilih

Evans, 2007; Behr, Lesh, Post, & Silver

guru, dan pengetahuan pecahan siswa

dalam Razak, Noordin, Alias, & Dollah,

dalam kehidupan sehari-hari, berakibat

2012). Kenyataannya, banyak kesulitan

bahwa peran guru dalam menentukan

dihadapi siswa yang tidak benar-benar

pendekatan

memahami

Adanya

keterkaitan

pembelajaran

juga

tentang
&

Dollah,

(Razak,

mempengaruhi ketercapaian pemahaman

Noordin,

siswa pada topik pecahan (Ni & Zhou,

Akibatnya, akan mempengaruhi prestasi

2005; Kullberg, 2007; Cooper, Wilkerson,

matematika pada jenjang yang lebih tinggi
132

Alias,

pecahan

2012).

dan

menghalangi

pengetahuan

bertambahnya

matematika

Menurut Murray & Newstead, &

untuk

Hanson (dalam Gokalp dan Sharma, 2010),

kedepannya (Sieglar & Pyke, 2014).

disebutkan bahwa salah satu penyebab

Menurut Sieglar, Kazio, Bailey, & Zhou

yang menjadikan konsep pecahan itu sulit

(2013) pengetahuan pecahan yang kurang

dikarenakan siswa tidak mencoba untuk

dalam

dapat

memahami alasan dibalik operasi pecahan

dan

melainkan hanya menghafalkan prosedur.

tahap

memprediksi

sekolah
prestasi

dasar

matematika

berpengaruh terhadap pengetahuan tentang

Penelitian

aljabar dalam tingkat sekolah yang lebih

(2002), mengevaluasi pemahaman konsep

tinggi.

pecahan siswa. Hasil evaluasi ditemukan
Banyaknya keterhubungan konsep

dalam

matematika

siswa

Stephens

&

banyak

Lewis

mengalami

pecahan

miskonsepsi dalam memahami pecahan.

menjadikan pecahan sebagai salah satu

Menurut Hunting (dalam Hunting &

materi yang sulit dalam tingkat sekolah

Sharpley, 1988), pembelajaran tentang

dasar

pecahan,

dan

merupakan

dengan

bahwa

Pearn,

pembelajaran
daerah

utama

pecahan

rentang

antar

pembelajaran

kegagalan

pecahan yang lama, mensyaratkan bilangan

(Rahardi, Irawan, & Yunus, 2013). Lawan

cacah sebagai prasyarat belajar pecahan

(2011) juga mengungkap bahwa semua

dan juga belajar tentang simbol dalam

perwujudan bilangan rasional termasuk

pecahan,

pecahan kerap memberikan masalah bagi

merasa sulit dalam belajar pecahan.

siswa pada jenjang sekolah dasar dan

merupakan

Berdasarkan

penyebab

hasil

siswa

wawancara

menengah. Hal ini di dukung oleh Cooper,

dengan guru kelas V sekolah dasar,

Wilkerston,

diketahui

bahwa

Artebury, & Moore (2012), Yoshida

merupakan

konsep

(2005), dan hasil penelitian Purnomo,

pencapaian terendah dalam muatan materi

Kowiyah, Alyani, & Assiti (2014) yang

matematika, yaitu hanya sekitar 60-65%.

mengungkap

Padahal,

Montogomery,

bahwa

Mechell,

banyak

siswa

guru

konsep
dengan

berusaha

pecahan
prosentase

mengajarkan

mengalami kesulitan dalam memahami

konsep

konsep

bilangan,

bilangan

mengaitkan sebuah benda yang sering

pecahan

dan

Sehingga,

dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-

konsep

hari. Misalnya, representasi utuh pecahan

dengan tingkat pemahaman yang rendah

diumpamakan dengan satu utuh kue yang

dalam

berbentuk

menjadikan

khususnya
desimal.

pecahan

kurikulum

sebagai

matematika

sekolah

dasar (Gokalp & Sharma, 2010).

pecahan

di

lingkaran

kelas

ataupun

dengan

persegi

panjang satuan. Sedangkan konsep bagian
133

keseluruhan

diajarkan

dengan

cara

mengangkat topik tentang proses siswa

menerapkan pembagain setiap bagian kue

dalam mengonstruk pemahaman. Sehingga

menjadi beberapa bagian sama besar.

tes tertulis yang diberikan, dinamai dengan

Materi pecahan pada jenjang kelas

tes konstruksi pemahaman.

V sekolah dasar dianggap sudah memuat

Lokasi

penelitian

bertempat

di

banyak konsep pecahan yang terhubung

SDNP 2 Malang dengan subjek penelitian

dan banyak keterkaitan konsep pecahan

berjumlah 51 siswa yang berasal dari kelas

dengan konsep yang lain. Mengingat,

V-B dan V-D. Tes konstruksi pemahaman

bahwa pecahan sudah diajarkan mulai

diberikan kepada 6 subjek terpilih diwakili

kelas III sekolah dasar pada Kurikulum

oleh 2 subjek kategori tinggi diberi inisial

2013. Selain itu, menurut Hunting (dalam

T1 dan T2, 2 subjek kategori sedang diberi

Hunting & Sharpley, 1988), diketahui

inisial S1 dan S2, dan 2 subjek kategori

bahwa struktur kognitif anak berusia 9

rendah diberi inisial R1 dan R2. 6 subjek

sampai 10 tahun mampu mendefiniskan

terpilih

menghubungkan,

dan

pengelompokan hasil tes pendahuluan

mengubah unit pecahan dengan baik.

seluruh subjek, didukung dengan saran

Sehingga, tujuan penelitian ini yaitu untuk

guru

mengungkapkan letak kesalahan-kesalahan

berkomunikasi siswa dan verifikasi data

yang umum dilakukan siswa pada jenjang

berkenaan

sekolah

pengelompokan dalam kategori tinggi,

dasar

menyajikan,

kelas

V

dalam

ini

untuk

ditentukan

mengetahui

dengan

berdasarkan

kemampuan

kesesuaian

menyelesaikan masalah pecahan. Karena

sedang

kesalahan merupakan indikasi dari adanya

wawancara berbasis tugas dilakukan pada

kesulitan dalam belajar (Subanji, 2015:

6 subjek terpilih dengan mengacu pada

21).

rambu-rambu pertanyaan dalam pedoman

dan

rendah.

Selanjutnya,

wawancara untuk menggali cara siswa
berfikir selama mengerjakan tes konstruksi

METODE PENELITIAN

pemahaman. Sehingga, alur penyelesaian

Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif

deskriptif.

Peneliti

berperan

sebagai

instrumen

utama

dalam

tes konstruksi pemahaman 6 subjek terpilih
dapat

dan pedoman wawancara. Penelitian ini
dari

tesis

yang

selama menyelesaikan tes.

instrumen pendukung berupa tes tertulis

bagian

dengan jelas

kesalahan-kesalahan

mengumpulkan data dengan menggunakan

merupakan

diketahui

yang
134

beserta

dilakukan

jawabannya pada saat wawancara. R1

HASIL
Hasil analisis menunjukkan bahwa

menuliskan penyebut berada pada bagian

terdapat beberapa jenis kesalahan yang

atas dan pembilang pada bagian bawah.

dilakukan oleh siswa kelas V kategori
tinggi,

sedang,

dan

jenis

kedua

yang

dalam

dilakukan siswa yaitu hanya berfokus pada

pecahan.

salah satu komponen soal yang disajikan.

Kesalahan jenis pertama yaitu melupakan

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat

letak antara pembilang dan penyebut

3 jenis tipe pada kesalahan kedua ini,

pecahan

yaitu:

menyelesaikan

rendah

Kesalahan

masalah

ketika

diminta

untuk

menunujukkan keduanya. Berikut kutipan

Tipe I, yaitu mengetahui maksud

salah satu subjek, „penyebut,,, yang atas.

dan hubungan serta dapat menentukan

ini

bagian pecahan yang ditanyakan dalam

disampaikan oleh oleh T1 dengan alasan

soal dengan benar, tetapi representasi

bahwa hal yang ditanyakan merupakan

gambar yang disajikan tidak sesuai dengan

materi yang telah dipelajari pada kelas 3

yang diminta soal. Kesalahan kedua tipe

dan 4. Berikut ungkapan T1, „pelajaran

pertama ini

kelas 3 atau 4 itu.. Lha sekarang ndak

menyampaikan bahwa memahami maksud

diajarkan‟. Ketika dalam wawancara T1

soal dan bagian yang ditanyakan dalam

diminta untuk senantiasa mengingat apa

soal. Namun, untuk menunjukkan bagian

yang pernah dipelajari, T1 menyatakan

potongan

,‟hehe,,, aku tahunya cuman rumusnya ‟,

memperhatikan pola potongan yang dibuat

begitu ungkapan yang disampaikan T1.

dalam soal yang disajikan.

Lupa

aku...‟.

Selain

Ungkapan

T1,

subjek

lupa

R1

dilakukan

brownis,

oleh T2. T2

T2

juga

melakukan kesalahan yang sama. Ketika
R1 diminta menuliskan pembilang dan
penyebut pecahan pada lembar jawaban

Gambar 1. Kesalahan T2 tidak memperhatikan pola potongan dalam Gambar 1 pada
soal

135

tidak

Kesalahan kedua tipe I ini terjadi

menyadari adanya keterhubungan antara

karena T2 hanya berfokus pada narasi soal

Gambar dengan narasi soal (wawancara 1).

daripada gambar, walaupun sebenarnya T2
P

:

T2
P

:
:

T2
P
T2

:
:
:

P
T2

:
:

Manakah yang lebih kamu perhatikan dalam menyelesaikan soal? Gambarnya ,
ceritanya atau keduanya?
Ceritanya mbak..
Menurutmu, apakah gambar ini (menunjuk Gambar 1 pada soal) ada hubungannya
dengan narasi soal?
Ada
Apa hubungannya?
Kan menggambarkan brownisnya. Berarti brownisnya bentuknya seper ti ini (menunjuk
Gambar 1 pada soal)
Berbentuk apakah kue brownisnya?
Persegi panjang
Wawancara 1. T2 Menyadari Keterhubungan Gambar dengan Narasi Soal

Selain T2, kesalahan jenis kedua

gambarnya ya ndak tahu soalnya‟. Namun,

tipe I ini juga dilakukan oleh S2. S2

pada kenyataannya S2 tetap memberikan

berargumen bahwa dalam menyelesaikan

representasi pecahan sesuai dengan yang

soal yang diberikan harus memperhatikan

dipahami

antara gambar dan narasi. Berikut cuplikan

memperhatikan Gambar 1 pada soal.

wawancara dengan S2, „Ya kan disuruh

Berikut gambaran bentuk brownis dalam

ngerjakan

narasi soal menurut S2.

soalnya,

kalau

cuman

liat

dalam

narasi

soal,

tanpa

Gambar 2. Kesalahan S2 dalam menggambarkan pola potongan brownis pada soal

Tipe II, yaitu mengetahui bahwa 8

dalam

merupakan bagian utuh dalam pecahan,

bentuk

.

Berikut

kutipan

wawancara dengan R2, „8 bagian brownis

tetapi tidak dapat menuliskan dalam bentuk

dikurangi 2 potong, jadi hasilnya

kan

pecahan yang benar. Kesalahan kedua tipe
bisa

menyadari bahwa 1 brownis dipotong

brownis Rina yan tersisa jika dinyatakan

menjadi 8 bagian. Selain itu, R2 juga

dalam pecahan ada

mengetahui bahwa bagian yang dimakan

dengan jawaban yang dituliskan R2 dalam

dalam narasi diwakili oleh bagian yang

lembar jawaban (Gambar 3).

diarsir dalam pecahan yang dinyatakan

136

dikecilkan jadi

. Jadi, bagian

II ini dilakukan oleh subjek R2. R2

‟. Hal ini didukung

Gambar 3 Jawaban R2 dalam menjawab soal

Tipe III yaitu memahami apa yang

S1 mengasumsikan bahwa bagian yang

dimaksud dalam soal, tetapi tidak dapat

dimakan pada gambar ditandai dengan

menghubungkan dengan konsep pecahan

„dihapus‟ bukan diarsir. Sehingga, bentuk

sebagai bagian keseluruhan. Kesalahan

utuh pecahan yang awalnya

jenis ini dilakukan oleh S1. S1 memahami
bahwa

bentuk

utuh

brownis

, berganti

menjadi .

jika

dinyatakan dalam pecahan menjadi

.

Karena terdapat 2 bagian yang dimakan,
P
: Kalau dimakan, itu berarti diapakan?
S1 : Dikurangi
P
: Kalau dalam gambar, bagian yang dimakan ditandai dengan apa?
S1 : di... di...
P
: Diapakan?
S1 : Hehe.. di...hapus..
P
: Dihapus?
S1 : Iya..
Wawancara 4. Pernyataan S1 tentang bagian pecahan yang dihapus dalam gambar

Hasilnya,

siswa

brownis

digambarkan seperti pada Gambar 4

yang

tersisa jika dinyatakan dalam pecahan
dinyatakan

dengan

oleh

S1,

berikut.

dan

Gambar 5. Jawaban S1 pada soal

Arsiran yang tampak pada gambar

direpresentasikan

nya

dalam

gambar

merupakan arsiran yang diberikan secara

mempunyai pembilang. Berikut kutipan

asal

wawancara dengan S1.

oleh

S1

agar

pecahan

yang

P
: Trus 2 diarsir ini menunjukkan apa dek?
S1
: Hening...
P
: Maksud saya, kenapa diarsir? kenapa harus diarsir?
S1
: Hmmm... biar ada pembilangnya.
Wawancara 5. Asumsi S1 tentang bagian yang diarsir pada gambar

137

keduanya dapat menyelesaikan soal yang

PEMBAHASAN
Kesalahan

yang

diberikan dengan baik. Jika ditelaah

dilakukan oleh subjek penelitian T1 dan

menurut pengelompokan kesalahan dari

R1

menunjukkan

Subanji dan Mulyoto (dalam Handayani,

pembilang dan penyebut pecahan dengan

Zulkardi, & Mulyono, 2014), kesalahan

benar. Alasan yang diungkapkan kedua

kedua tipe 1 ini tergolong dalam kesalahan

subjek T1 dan R1 yaitu bahwa keduanya

menggunakan data. Karena kedua antara

lupa. Alasan lupa ini diperkuat dengan

T2 dan S2 kurang memperhatikan Gambar

alasan bahwa pelajaran pecahan tentang

1 yang digunakan sebagai representasi

pembilang dan penyebut pecahan telah

narasi soal, melainkan menggambarkan

dipelajari

representasi

brownis

Sehingga, kedua alasan yang dikemukakan

persegipanjang

sesuai

ini menunjukkan bahwa benar adanya

dibayangkan keduanya.

yaitu

pengaruh

jenis

tidak

dapat

pada

kelas

lamanya

membelajarkan

pertama

sebelumnya.

rentang

pecahan

waktu

Kesalahan jenis

berbentuk
dengan

yang

kedua tipe

II

terhadap

merupakan kesalahan yang dibuat oleh R2

kemampuan siswa dalam menyelesaikan

dalam menentukan bentuk utuh pecahan.

masalah pecahan seperti yang disampaikan

R2 menentukan bentuk utuh pecahan tidak

oleh Hunting (dalam Hunting & Sharpley,

dalam bentuk pecahan , melainkan hanya

1988).

dalam bentuk bilangan bulat, yaitu 8.
Kesalahan jenis kedua, yaitu hanya

Kesalahan R2 dalam hal ini termasuk

berfokus pada salah satu komponen soal

dalam

yang disajikan. Kesalahan jenis kedua ini

beberapa

tipe

kesalahan

ke

disesuaikan

bahasa

Zulkardi, & Mulyono, 2014). Karena

dalam

bahasa

dengan

yang

digunakan

R2

untuk

menyatakan 8 bagian sebagai 1 kesatuan

kesalahan yang ditemukan pada keenam

belum benar. Jika ditelaah menggunakan

subjek penelitian.
Kesalahan

interpretasi

menurut Subanji dan Mulyono (Handayani,

terbagi atas tipe I, tipe II, dan tipe III.
Penggolongan

kesalahan

menurut pendapat Sieglar & Pyke (2014)
jenis

kedua

tipe

I

kesalahan menginterpretasikan

menjadi 8

merupakan kesalahan yang dibuat oleh T2
dan S2 dalam merepresentasikan gambar
pada soal. Kesalahan ini termasuk dalam

representasi

gambar

salah

kesalahan

konsep.

satu

contoh

Karena

dari

bekenaan

dengan penentuan pembilang dan penyebut

kesalahan prosedural karena meskipun
bentuk

merupakan

pecahan

yang

digambarkan oleh T2 dan S2 berbeda,
138

yang

digunakan

untuk

menyatakan utuh nya suatu bagian dalam

SIMPULAN

bentuk pecahan.

Berdasarkan

hasil

penelitian

Kesalahan jenis kedua tipe III, yaitu

diperoleh kesimpulan bahwa jenis-jenis

kesalahan yang dilakukan S1 karena tidak

kesalahan yang dilakukan siswa dalam

dapat menghubungkan konsep pecahan

menyelesaikan masalah pecahan

sebagai bagian keseluruhan. Kesalahan

diberikan diantaranya : kesalahan karena

yang dilakukan S1 ini digolongkan dalam

tidak dapat menunjukkan antara pembilang

kesalahan konsep menurut Subanji dan

dan penyebut pecahan dari pecahan yang

Mulyono

&

disajikan dan kesalahan hanya berfokus

Mulyono, 2014). Karena konsep arsir pada

pada salah satu komponen soal yang

gambar yang biasanya digunakan untuk

disajikan. Kesalahan kedua terbagi atas

menandai bagian yang telah dimakan,

tiga tipe, yaitu (1) tipe I, kesalahan dalam

dinyatakan dihapus oleh S1 jika dinyatakan

merepresentasikan Gambar yang tidak

dalam gambar.

sesuai dengan narasi soal; (2) tipe II,

(Handayani,

Zulkardi,

Perbedaan jenis kesalahan yang
dilakukan

oleh

menandakan

subjek

bahwa

yang

kesalahan dalam menentukan bentuk utuh

penelitian

pecahan; (3) tipe III, kesalahan karena

pembelajaran

tidak

matematika yang dikembangkan secara

dapat

menghubungnkan

konsep

pecahan sebagai bagian keseluruhan.

konstruktivis

akan

mengutamakan

Bagi

pengamalan

pribadi

masing-masing

diharapkan

penelitian
perlu

selanjutnya

mempertimbangkan

individu sehingga memberikan kebebasan

faktor

kepada siswa untuk menyampaikan apa

kesalahan siswa dalam menyelesaikan

yang dipikirkan secara bebas. Secara

masalah

umum

pecahan),

siswa

memahami

apa

yang

lain

dalam

matematika
yaitu

mengidentifikasi

(tidak

faktor

hanya

kecemasan.

diinginkan dalam soal, namun faktor

Kecemasan dapat bersumber dari dalam

ketelitian

rentang

diri siswa yang berkenaan dengan kesiapan

mempelajari konsep terdahulu menjadi

dalam belajar maupun dari luar diri siswa,

salah satu penyebab siswa melakukan

yaitu banyaknya soal yang diberikan.

kesalahan (Hunting dalam Hunting &

Walaupun

Sharpley, 1988).

penelitian

dan

lamanya

sebenarnya,
yang

banyak

hasil

memperdebatkan

hubungan antara keduanya. Karena adanya
hubungan

kausal

antara

kecemasan

matematika dan hasil belajar siswa, yaitu

139

berkebalikan dan saling mempengaruhi

the American Educational Research
Association (New Orleans, LA, April
5-9, 1988).

(Newstead, 1998).

Newstead, K. 1998. Aspects Of Children‟s
Mathematics Anxiety. Educational
Studies in Mathematics. 36(1).53-71.

DAFTAR RUJUKAN
Cooper, S. M., Wilkerson, T. L.,
Montgomery, M., Mechell, S.,
Artebury, K., & Moore, Sherrie.
2012. Developing a Theoritical
FT1ework fo examining Student
Understanding
of
Fractional
Concept: An Historical Accounting .
Oxford Round Table. 406. West
Florida Avenue, Urbana, IL6180.

Pearn, C., Stephens, M., & Lewis, G. 2002.
Assessing
Rational
Number
Knowledge in the Midlle Years of
Schooling.
Mathematics-Making
Waves, 170.
Purnomo, Y. W., Kowiyah., Alyani, F., &
Assiti, S. S. 2014. Assesing Number
Sense Performance of Indonesian
Elementray Students. International
Education Studies; Vol.7, No. 8 .
ISSN 1913-9020 E-ISSN 1913-9039.
Published by Canadian Center of
Science and Education.

Gokalp, D. & Sharma, D. 2010. A Study on
Addition and Sub traction of
Fractions : The Use Of Pirie-Kieren
Model and Hands-on Activities.
Procedia Social and Behavioral
Science, 2 : 5168-5171.

Oers, B. E. 2009. Emergent Mathematical
Thinking in the Context of Play.
Springer: Educ Stud Math (2010) 74
: 23-37.

Handayani, Y., Zulkardi, & Mulyono, B.
2014. Analisis Kesalahan Siswa
dalam Menyelesaikan Soal PISA di
SMP Negeri 2 Lahat. Edumat Jurnal
Edukasi Matematika, 5 (10): 682688.

Razak, F. A., Noordin, N., Alias, R., &
Dollah, R. 2012. How Do 13-years
Olds
in
Malaysia
Compare
Fractions?.Procedia
Social
and
Behavioral Science. Volume 42 : 100105.

Hunting, R. P., & Sharpley, C. F. 1988.
Fraction Knowledge in Preschool
Children. Journal for Research in
Mathematics Education, 19 (2) : 175180.

Siegler, R. S., Fazio, L. K., Bailey, D. H.,
& Zhou, X. 2013. Fractions: The
New Frontier for Theories of
Numerical Development. Trends in
Cognitive Science, Vol. 17, No.1.

Kemendikbud. 2013. Kurikulum 2013:
Kompetensi Dasar( SD)/ Madrasah
Ibtidaiyah (MI).
Lawan, Abdullah. 2011. Growth of
Students‟ Understanding of PartWhole Sub-Construct of Rational
Number on the Layers of Pirie-Kieren
Theory.
Proceedings
of
the
Seventeenth National Congress of the
Association
for
Mathematics
Education of South Africa (AMESA),
Vol.1.
University
of
the
Witwatersrand Johannesburg.

Siegler, R. S., & Pyke, A. A. 2014.
Developmental
and
Individual
differences in Undertanding of
Fractions.
Developmental
Psychology, Vol.49, No.1.
Wong, M., & Evans, D. 2007. Student‟s
Conceptual
Understanding
of
Equivalent Fractions. In J. Watson &
K. Beswick (Eds.), Mathematics:
Essesntial
Research,
essential
Practice (Proceedings of the 30th
Annual
Conference
of
the
Mathematics Education Research

Mack, Nancy K. 1988. Learning Fractions
with Understanding : Building Upon
Informal
Knowledge.
Paper
presented at the Annual Meeting of
140

Fraction Lessons. Proceeding of the
29th Conference of the International
Group of the Psychology of
Mathematics Education, Vol.1, p.334 .
Melbourne: PME.

Group of Australasia) (Vol.2,pp. 824833. MERGA Inc.

Yoshida, K. 2005. Children‟s „Everyday
Concepts of Fractions‟ Based on
Vygotsky‟s Theory: Before and After

141