RIVIEW BUKU HAM DALAM DINAMIKA DIMENSI H
RIVIEW BUKU
HAM DALAM DINAMIKA/DIMENSI HUKUM, POLITIK, EKONOMI,
DAN SOSIAL : SERTA PEDOMAN BERACARA DALAM KASUS
PELANGGARAN/KEJAHATAN HAM YANG BERAT
Ayu Maulidina Larasati
[email protected]
DATA BUKU
Nama/Judul buku : HAM dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan
Sosial: Serta Pedoman Beracara dalam Kasus
Pelanggaran/Kejahatan
HAM yang Berat.
Penulis/Pengarang
: 1. Prof. Masyhur Effendi, S.H., M.S
2. Taufani S. Evandri, S.H., M.H.
Penerbit
: Ghalia Indonesia
Tahun Terbit
: 2014
Kota Penerbit
: Bogor
Bahasa Buku
: Bahasa Indonesia
Jumlah halaman : 356 hlm
ISBN Buku
: 978-979-450-535-9
DISKUSI/PEMBAHASAN RIVIEW
Hakikatnya, hak asasi manusia
secara teoretis memiliki satu tujuan,
tetapi di dalam praktik beragam
penafsirannya.
Untuk
mengurangi
perbedaan dan menyatukan persamaan
pandangan
tersebut,
pendekatan
diplomatik, politik, hukum, agama,
sosiologi, keamanan, kebudayaan, dan
seterusnya diupayakan. Dalam dunia
yang semakin transparan ini, PBB masih
diharapkan
menjadi
salah
satu
organisasi yang mampu menjembatani
langkah-langkah tersebut.
Bagaimanapun juga, setiap negara
cenderung mengambil sikap untuk
menjaga hubungannya dengan negara
tetangga, baik karena faktor kedekatan
geografis,
politik,
maupun
keamanan.terbukti,
dalam
setiap
kawasan ada langkah-langkah positif
menyusun perjanjian terkait dengan hak
asasi manusia, berdasarkan pendekatan
kawasan/benua yang dapat membantu
proses aplikasi hak asasi manusia secara
lebih baik
Hak
asasi
manusia
merupakan
persoalan umat manusia sehingga wajar
jika masalah hak asasi manusia banyak dibahas dan diperdebatkan secara
internasional. dari perdebatan sampai ditemukan kesepakatan internasional
tersebut menjadi modal membangun hukum hak asasi manusia (ha-kam).
Dengan demikian, hukum hak asasi manusia mendapat porsi besar didalam
hukum internasional.
Disamping itu, bangkitnya agama-agama besar di dunia salah satu
tujuannya adalah menegakkan hak asasi manusia.Hakikatnya, semakin
seseorang beragama, maka semakin kuat pula penghormatannya terhadap hak
asasi manusia. Adanya tindakan keras bersifat teror kepada paham,
kepercayaan, keyakinan maupun agama lain merupakan akibat berfikir naif,
sempit, fanatik dari sebagian penganut kepercayaan, aama, atau mungkin ada
faktor lain.Kondisi tersebut merupakan sebagiandari antangan manusia.
Dengan demikian, perkembangan ide, pengertian, kesadaran, dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia semakin baik ketika manusia
mengetahui
dan
memahaminya
secara
benar.
Untuk
itu,
perlu
disebarluaskan/didesiminasikan sehingga diharapkan pemahaman HAM
semakin luas dan Pelanggaran HAM semakin berkurang, termasuk pelanggaran
berat dapat diminimalisasikan atau ditiadakan.
Prof. Masyhur Effendi, S.H., M.S dan Taufani S.Evandri, S.H., M.H. turut
meramaikan wacana HAM yang semakin penting ini melalui sebuah buku .
Buku yang berjudul HAM dalam Dinamika/Dimensi Hukum, politik, Ekonomi dan
Sosial: Serta Pedoman Beracara dalam Kasus Pelanggaran/Kejahatan HAM yang
Berat ini merupakan buku edisi keempat lanjutan atau pengembangan lebih
luas dari buku yang relatif sama yang diterbitkan pada tahun 1993 . Pada edisi
ke III berjudul “HAM dalam Dimensi/Dibamika Yuridis, Sosial, Politik dan Proses
Penyusunan/ Aplikasi HA-KAM (Hukum Hak Asasi Manusia) dalam Masyarakat”.
Dengan perubahan tersebut penulis buku berharap bahwa buku dapat
digunakan oleh pihak yang bergerak dalam teori, para politisi, aktifis HAM,
mahasiswa maupun pihak-pihak yang aktif dalam praktis (hakim, polisi, jaksa,
pengacara, dan lain-lain.)
Buku ini memiliki sampul yang menarik dengan gambar tangan
bertuliskan ‘I am human with rights’ membuat para pembaca menjadi tertarik
dan merasa ingin membacanya, selain itu tulisan yang ada pada tangan di
sampul tersebut dapat menumbuhkan rasa bahwa kita semua merupakan
manusia yang hidup dengan aturan bukan semaunya sendiri.
Bab awal menjelaskan mengenai dinamika HAM dalam teori Hukum alam
di dalam bab ini terdapat beberapa pokok bahasan diantaranya mengenai
hukum alam, hubungan hukum alam dan hak asasi manusia, kemudian
memberikan uraian tentang HAM dalam berbagai pandangan, yaitu dalam
pandangan liberalisme, sosialis/komunis, Negara Dunia Ketiga dan HAM dalam
bidang politik dan ekonomi di Indonesia.
Pada bab ini digambarkan kendala utama dalam menegakkan ha-kam
yaitu diantaranya terkait dengan platform/sistem yang dianut oleh masingmasing negara yang bersangkutan.Pertama, sistem politik apakah yang dianut,
sistem demokrasi atau sistem politik otoriter? Kedua, sejauh mana kemauan
politik (political will) serta keberanian politik (political courage) dan political
action untuk melaksanakannya? Faktor-faktor inilah yang erat hubungannya
dengan langkah politik dan hukum dalam menegakkan ha-kam yang ada.
Mengapa langkah politik menjadi hal penting? Tidak lain karena tugas negara
(maksudnya: pemerintah, birokrat, dan aparat hukum selain harus
menghormati, yang utama menegakkan HAM). Kewajiban asasi menjadi
semacam beban yang harus dilaksanakan bersama. Lebih-lebih bila dikaitkan
dengan asas hukum, dimana antara hak dan kewajiban merupakan wujud
hukum.
Hubungan/garis singgung HAM dan ilmu hukum dijelaskan pada bab dua,
pada bab dua dijelaskan pula aktualisasi HAM dalam Negara Hukum. Terdapat
pula contoh kasus pada halaman 54 yaitu kasus tentang Bibit-Candra (awal
2011). Dalam suatu sengketa penyelesaiannya tidak hanya dilakukan di
pengadilan,tetapi dapat juga diselesaikan diluar pengadilan, misalnya
musyawarah (adat), islah (agama Islam), arbitrase, mediasi (Inggris, Amerika),
juga lewat ombudsman (kalau terjadi mal administrasi). Karena itu kasus BibitCandra yang diselesaikan diluar pengadilan tidak menyalahi sistem hukum
nasional. Akibat keengganan kejaksaan dalam memilih deponering dengan
asas opurtunity, hal ini berarti mengenyampingkan perkara demi kepentingan
umum, sehingga lebih memilih mengeluarkan
SKPP (Surat Keputusan
Penghapusan Penuntutan) atas kasus Bibit – Candra agar tidak berlarut-larut.
Dalam pandangan penulis dibuku ini keputusan tersebut tidak saja
bertentangan dengan jiwa pembentukan Tim Delapan oleh presiden, serta hasil
temuannya yang juga bertentangan dengan upaya pelaksanaan keadilan
substansif.
Secara yuridis, Bibit-Candra dinyatakan tidak bersalah, sekalipun pernah
ada perkara. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 35 huruf C UU No.16 tahun
2000 tentang Kejaksaan RI. Kemudian pada tahun 2012 terjadi konflik ke 2
antara Polri vs KPK dengan istilah Cicak vs Buaya Jilid II. Berlarut larutnya kasus
tersebut membuat presiden mengeluarkan 5 keputusan strategis pada tanggal
8 oktober 2012 untuk menyikapi masalah tersebut. Kasus – kasus semacam ini
kedepan diharapkan tidak terulang lagi. Pada pihak lain, timbulnya kasus
semacam ini menunjukkan bahwa sistem hukum nasional masih lemah, perlu
perbaikan terus, sehingga terwujud suatu sistem hukum yang harmonis dan
saling mendukung antar para penegak hukum.
Penulis didalam buku ini juga menyajikan gambaran untuk sebuah teori
dengan menggunakan rumus seperti tercantum pada halaman 57 disana
diibaratkan bahwa SH (subjek hukum) adalah pemilik H (hak) dan K (kewajiban)
serta TJ (tanggung jawab) maka rumusnya yaitu SH=H+K+TJ. Selain itu
perbuatan hukum sempurna (PHS) dirumuskan dengan PHS=N+P+A. Dengan
keterangan N (niat) , P (perbuatan A (akibat).
Hak asasi manusia dalam kehidupan bernegara atau berbangsa disajikan
pada bab tiga. Menurut Indeks Demokrasi Global 2011, yang dikeluarkan
economics Intelegence Unit, peringkat demokrasi Indonesia berada di urutan
60 dari 167 negara yang diteliti, jauh dari Timor Leste (42), Papua Nugini (59),
Afrika Selatan (30), dan Thailand (57). Berdasarkan Failed State Index, yang
dikeluarkan oleh The Fund of Peace dan foreign policy Magazine, selam periode
2005-2010, Indonesia selalu berada pada negara ‘dalam peringatan (warning)’.
Posisi itu lebih dekat jaraknya dengan posisi ‘waspada’ negara gagal ketimbang
posisi ‘bertahan’. Indonesia masuk dalam kategori flawed demokrasi (cacat
demokrasi), antara lain dengan pemilu yang tidak bersih, pemerintahan yang
korup dan ingkar janji-janji pemilu, serta keterancaman pluralisme. Cacat
demokrasi itu mengarahkan Indonesia mendekati ambang negara gagal. Dalam
hal ini penulis buku memberikan tabel perbandingan posisi Indonesia dengan
berbagai negara membuat kita semakin jelas melihat posisi Indonesia jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Untuk “keluar” dari negara gagal, Prof. Daoed Yusuf, perlu adanya
paradigma baru/ arah baru dalam mengatasi ketimpangan ekonomi yang
semakin melebar yaitu: pertama, permbangunan adalah pembangunan
nasional yang holistik, bukan pembangunan ekonomi yang sektoral. Kedua,
hargai suku sebagai kelompok etnis dari orang-orang yang punya self-esteem,
martabat, turut disertakan dalam usaha kolektif terorgansir yang
mengIndonesiakan Indonesia, mengisyaratkan memanusiakan semua setiap
warga Indonesia dimanapun berada. Ketiga, dalam memanfaatkan kekayaan
sumber daya alam (natural endowmen), hendaknya kita punya “etika masa
depan”. Keempat, pendidikan formal perlu diberi prioritas pertama dan utama.
Kelima, setiap langkah dan proyek pembangunan dimanapun, merupakan
penerapan Pancasila, artinya, ia jelas menerapkan pesan Pancasila,tanpa ribut
mengucapkan sebagai lip-service politik semata. Politik bukan demi berpolitik,
melainkan demi pembangunan nasional agar tidak menjadi negara gagal.
Kemudian terdapat pula posisi individu dan kelompok dari sudutt
pandang HAM yaitu terdapat pada bab keempat. Pada bab ini dijelaskan secara
gamblang mengenai Posisi Individu dari sudut pandang HAM. Selain itu, seperti
pada bab-bab sebelumnya penulis selalu menyajikan isu-isu HAM yang
berkembang dimasyarkat. Hal ini menjadikan salah satu keunikan buku. Dalam
buku ini tidak hanya dijelaskan mengenai isu saja, tetapi dicantumkan pula
pendapat para tokoh dalam menyelesaikan isu tersebut.
Pada bab empat ini terdapat isu mengenai diskriminasi, mulai dari latar
belakang penyebab diskriminasi hingga cara penyelesaiannya terjabarkan
dengan jelas. Diskriminasi dalam sosiologis, dilatar belakangi dengan
kecenderungan manusia untuk berkumpul bersama dengan manusia lain yang
berciri-ciri dari segi fisik, budaya, agama, nilai-nilai, norma, dan kebiasaan (we
and they), kecenderungan kelompok tertentu untuk bersifat eksklusif dan tidak
membaur: (social distance), social jealosuly.Dan untk penyelesaiannya penulis
memberikan langkah-langkah yang dikutip dari tokoh bernama Van Dyke. ada
lima langkah strategis dalam menghadapi kelompok yang tertekan/tertindas
yang dijelaskan pada halaman 78.
Di bab lima dijelaskan mengenai posisi individu dan kelompok dari sudut
pandag HAM. Terdapat kompleksitas mengenai masalah tentang HAM maka
dalam tataran teori terdapat dua pandangan besar tentang sifat berlakunya
HAM. Disatu sisi muncul pandangan yang menyatakan HAM otomatis berlaku
universal, sebaliknya ada pandangan yang menyatakan HAM bersifat
partikular. Jika terdapat dua pandangan teori seperti ini, penulis selalu
mencoba memberikan pandangannya pribadi yang menjadikan buku ini
semakin menarik. Dalam hal ini, penulis setuju dengan pendapat Muladi yang
menganut Pandangan partikularis relatif. Dimana HAM dilihat disamping
sebagai masalah universal juga merupakan masalah nasional masing-masing
bangsa .
Langkah-langkah PBB dalam menyususn HA-KAM dijelaskan pada bab
enam. Terdapat keunggulan lain dari buku ini yaitu apabila terdapat kutipankutipan berbahasa Asing, dibawahnya selalu diikuti dengan terjemahan bahas
Indonesia. Hal itu tentu saja memudahkan pembaca dalam memahami maksud
dari penjelasan tersebut. Contohnya yaitu pada halaman 99, buku ini mengutip
konsep dasar HAM PBB yang bertumpu kepada “...don,t speak merely of
biological needs when we talk about human rights. We men we talk about
condition of life which allows us fully to develop and use our human qualities of
intellegences and consciences and satisfy our spiritual needs” setelah disajikan
kutipan berbahasa Inggris tersebut selanjutnya diberikan terjemahan
berbahasa Indonesia . kutipan tersebut berarti (...bicara HAM tidak saja bicara
tentang kebutuhan biologis (dalam arti sandang,pangan,papan,danlain-lainya).
Tetapi HAM bicara tentang kebebasan penghormatan kondiai kehidupan kita
untuk berkembang sepenuhnya demi kualitas hidup manusia, demi pemenuhan
kemerdekaan intelektual dan kebebasan-kebebasan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual kita) (UN,OPI 1491-0533-June 1973).
Di bab selanjutnya yaitu bab tujuh, membahas mengenai dinamika
perjuangan HAM di berbagai belahan dunia, diantaranya perkembangan HAM di
Benua Eropa,perkembangan HAM di kawasan Afrika, dan perkembangan HAM
di kawasan Asia. Tidak hanya terfokus pada HAM yang ada di Indonesia, namun
buku ini juga memberikan perkembangan-perkembangan HAM diberbagai
belahan dunia agar kita menjadi lebih tahuu dan dapat memberi bandingan
mengenai HAM dengan kawasan-kawasan lain. Di bab ini penulis buku
mencoba melengkapi penjelasannya dengan menggunakan diagram-diagram
dan tabel. Terdapat diagram showing the implementation of the Machinery of
the Convention , diagram American Convention , serta terdapat tabel
perbandingan mengenai perbandingan HAM dalam DUHAM dan Agama Islam.
Di bab delapan dijelaskan mengenai hubungan hukum internasional
dengan hukum hak asasi manusia. Dan di bab sembilan cukup menarik karena
membahas tentang aplikasi hukum hak asasi manusia dalam negara Republik
Indonesia . Pada bab ini dicantumkan tentang berbagai pepatah daerah
mengenai HAM , hal tersebut tentu saja menunjukkan betapa kaya nya negeri
ini, dengan berbagai suku dan HAM yang dikenal dalam kultur budaya di
wilayah masing-masing. Selain membahas HAM dalam berbagai kultur budaya
Indonesia, juga dijelaskan tentang HAM dalam Hukum positif (hukum kekinian
dan kedisinian), disana memuat tentang bagaimana pengaturan HAM di
Indonesia dan diberikan pula contoh kasus dalam bentuk tabel .
Bab ke sepuluh dari buku ini membahas tentang Pedoman beracara di
pengadilan kriminal internasional dan pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia.
Dalam bab ini dijelaskan cukup lengkap mengenai bagaimana pengadilan
kriminal internasional dan Pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia. Hal tersebut
memberikan gambaran serta pengetahuan kepada masyarkat yang tidak
berlatar belakang dari lingkungan pengadilan menjadi tahu tentang bagaimana
seluk beluk pengadilan serta pedoman beracara di pengadilan dalam hal ini
pengadilan kriminal internasional dan pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia. Jelas
bahwa buku ini dapat digunakan untuk semua kalangan masyarakat.
Selanjutnya di bab ke sebelas terdapat diseminasi/ Penyebarluasan Hak
Asasi Manusia. Dalam penyebarluasan mengenai HAM dapat dilakukan dengan
menggelar dua gerakan sekaligus yaitu yang pertama, dari pemerintah ada
kemauan politik dan tindakan politik, sedangkan dari bawah terus menerus
membangun kesadaran pentingnya pengetahuan HAM bagi anggota
masyarakat. Untuk itu, perlu ditingkatkan terus kesadaran HAM , baik bagi
pejabatnya dan juga warganya. Bagi kelompok pejabat menjadi utama, sebab
sejak dilantik/disumpah menyatakan siap mengamankan UUD negara, inklusif
menghormati HAM. Kedua, adanya pengawasan/monitoring yang efektif,
terutama kepada pejabat yang dikhawatirkan tidak menegakkan hak asasi
manusia yang tertulis indah di dalam berbagai peraturan dengan efektif.
Di bab terakhir membahas tentang hubungan hak asasi manusia dan
hukum humaniter. Penjelasan pada bab ini tergolong rinci, karena untuk
menjelaskan hubungannya, penulis awalnya memberikan pengertian mengenai
hukum, kemanusiaan dan hak asasi manusia terlebih dahulu, kemudian titik
singgungnya antara HAM dan hukum humaniter, prinsip-prinsip huku humaniter
hingga bagaimana aplikasi hukum humaniter itu sendiri.
Secara keseluruhan buku HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik,
Ekonomi, dan Sosial cukup bagus , dan tidak hanya cocok untuk
direkomendasikan untuk orang-orang yang notabenenya berkecimpung di
dunia hukum tetapi cocok juga untuk direkomendasikan kepada masyarakat
luas. Karena buku ini juga mengangkat kehidupan bermasyarakat dengan
beragam pengelompokan yang ada, baik akibat perbedaan suku, etnik, paham
politik, dan golongan , disamping pengelompokan yang diciptakan karena
tuntutan politik yang mewarnai praktik pelaksanaan HAM.
Dibagian akhir dari buku ini terdapat beberapa lampiran mengenai HAM
yang penting dan patut untuk diketahui diantaranya yaitu : Piagam Madinah
tahun 622, The Magna Charta 1215 , The Petition of Right 1628, The Act of
Settlement 1701, The Declaration of Independence 1776, The Emancipation
Proclamation 1863, Civil Rights Act 1866, Declaration of The Rights of Man
1789, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1948, konvenan Internasional
tentang hak-hak sipil dan politik (SIPOL) 1996,Konvenan Internasional tentang
Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya 1966, Deklarasi Kairo 1990, UU RI No. 29
tahun 1999, UU RI No.39 tahun 1999, UU RI No. 26 tahun 2000, UU No. 11
tahun 2005, UU No. 12 Tahun 2005, UU. No.6 Tahun 2006, UU No. 7 tahun
2006, UU No. 1 tahun 2002.
HAM DALAM DINAMIKA/DIMENSI HUKUM, POLITIK, EKONOMI,
DAN SOSIAL : SERTA PEDOMAN BERACARA DALAM KASUS
PELANGGARAN/KEJAHATAN HAM YANG BERAT
Ayu Maulidina Larasati
[email protected]
DATA BUKU
Nama/Judul buku : HAM dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, dan
Sosial: Serta Pedoman Beracara dalam Kasus
Pelanggaran/Kejahatan
HAM yang Berat.
Penulis/Pengarang
: 1. Prof. Masyhur Effendi, S.H., M.S
2. Taufani S. Evandri, S.H., M.H.
Penerbit
: Ghalia Indonesia
Tahun Terbit
: 2014
Kota Penerbit
: Bogor
Bahasa Buku
: Bahasa Indonesia
Jumlah halaman : 356 hlm
ISBN Buku
: 978-979-450-535-9
DISKUSI/PEMBAHASAN RIVIEW
Hakikatnya, hak asasi manusia
secara teoretis memiliki satu tujuan,
tetapi di dalam praktik beragam
penafsirannya.
Untuk
mengurangi
perbedaan dan menyatukan persamaan
pandangan
tersebut,
pendekatan
diplomatik, politik, hukum, agama,
sosiologi, keamanan, kebudayaan, dan
seterusnya diupayakan. Dalam dunia
yang semakin transparan ini, PBB masih
diharapkan
menjadi
salah
satu
organisasi yang mampu menjembatani
langkah-langkah tersebut.
Bagaimanapun juga, setiap negara
cenderung mengambil sikap untuk
menjaga hubungannya dengan negara
tetangga, baik karena faktor kedekatan
geografis,
politik,
maupun
keamanan.terbukti,
dalam
setiap
kawasan ada langkah-langkah positif
menyusun perjanjian terkait dengan hak
asasi manusia, berdasarkan pendekatan
kawasan/benua yang dapat membantu
proses aplikasi hak asasi manusia secara
lebih baik
Hak
asasi
manusia
merupakan
persoalan umat manusia sehingga wajar
jika masalah hak asasi manusia banyak dibahas dan diperdebatkan secara
internasional. dari perdebatan sampai ditemukan kesepakatan internasional
tersebut menjadi modal membangun hukum hak asasi manusia (ha-kam).
Dengan demikian, hukum hak asasi manusia mendapat porsi besar didalam
hukum internasional.
Disamping itu, bangkitnya agama-agama besar di dunia salah satu
tujuannya adalah menegakkan hak asasi manusia.Hakikatnya, semakin
seseorang beragama, maka semakin kuat pula penghormatannya terhadap hak
asasi manusia. Adanya tindakan keras bersifat teror kepada paham,
kepercayaan, keyakinan maupun agama lain merupakan akibat berfikir naif,
sempit, fanatik dari sebagian penganut kepercayaan, aama, atau mungkin ada
faktor lain.Kondisi tersebut merupakan sebagiandari antangan manusia.
Dengan demikian, perkembangan ide, pengertian, kesadaran, dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia semakin baik ketika manusia
mengetahui
dan
memahaminya
secara
benar.
Untuk
itu,
perlu
disebarluaskan/didesiminasikan sehingga diharapkan pemahaman HAM
semakin luas dan Pelanggaran HAM semakin berkurang, termasuk pelanggaran
berat dapat diminimalisasikan atau ditiadakan.
Prof. Masyhur Effendi, S.H., M.S dan Taufani S.Evandri, S.H., M.H. turut
meramaikan wacana HAM yang semakin penting ini melalui sebuah buku .
Buku yang berjudul HAM dalam Dinamika/Dimensi Hukum, politik, Ekonomi dan
Sosial: Serta Pedoman Beracara dalam Kasus Pelanggaran/Kejahatan HAM yang
Berat ini merupakan buku edisi keempat lanjutan atau pengembangan lebih
luas dari buku yang relatif sama yang diterbitkan pada tahun 1993 . Pada edisi
ke III berjudul “HAM dalam Dimensi/Dibamika Yuridis, Sosial, Politik dan Proses
Penyusunan/ Aplikasi HA-KAM (Hukum Hak Asasi Manusia) dalam Masyarakat”.
Dengan perubahan tersebut penulis buku berharap bahwa buku dapat
digunakan oleh pihak yang bergerak dalam teori, para politisi, aktifis HAM,
mahasiswa maupun pihak-pihak yang aktif dalam praktis (hakim, polisi, jaksa,
pengacara, dan lain-lain.)
Buku ini memiliki sampul yang menarik dengan gambar tangan
bertuliskan ‘I am human with rights’ membuat para pembaca menjadi tertarik
dan merasa ingin membacanya, selain itu tulisan yang ada pada tangan di
sampul tersebut dapat menumbuhkan rasa bahwa kita semua merupakan
manusia yang hidup dengan aturan bukan semaunya sendiri.
Bab awal menjelaskan mengenai dinamika HAM dalam teori Hukum alam
di dalam bab ini terdapat beberapa pokok bahasan diantaranya mengenai
hukum alam, hubungan hukum alam dan hak asasi manusia, kemudian
memberikan uraian tentang HAM dalam berbagai pandangan, yaitu dalam
pandangan liberalisme, sosialis/komunis, Negara Dunia Ketiga dan HAM dalam
bidang politik dan ekonomi di Indonesia.
Pada bab ini digambarkan kendala utama dalam menegakkan ha-kam
yaitu diantaranya terkait dengan platform/sistem yang dianut oleh masingmasing negara yang bersangkutan.Pertama, sistem politik apakah yang dianut,
sistem demokrasi atau sistem politik otoriter? Kedua, sejauh mana kemauan
politik (political will) serta keberanian politik (political courage) dan political
action untuk melaksanakannya? Faktor-faktor inilah yang erat hubungannya
dengan langkah politik dan hukum dalam menegakkan ha-kam yang ada.
Mengapa langkah politik menjadi hal penting? Tidak lain karena tugas negara
(maksudnya: pemerintah, birokrat, dan aparat hukum selain harus
menghormati, yang utama menegakkan HAM). Kewajiban asasi menjadi
semacam beban yang harus dilaksanakan bersama. Lebih-lebih bila dikaitkan
dengan asas hukum, dimana antara hak dan kewajiban merupakan wujud
hukum.
Hubungan/garis singgung HAM dan ilmu hukum dijelaskan pada bab dua,
pada bab dua dijelaskan pula aktualisasi HAM dalam Negara Hukum. Terdapat
pula contoh kasus pada halaman 54 yaitu kasus tentang Bibit-Candra (awal
2011). Dalam suatu sengketa penyelesaiannya tidak hanya dilakukan di
pengadilan,tetapi dapat juga diselesaikan diluar pengadilan, misalnya
musyawarah (adat), islah (agama Islam), arbitrase, mediasi (Inggris, Amerika),
juga lewat ombudsman (kalau terjadi mal administrasi). Karena itu kasus BibitCandra yang diselesaikan diluar pengadilan tidak menyalahi sistem hukum
nasional. Akibat keengganan kejaksaan dalam memilih deponering dengan
asas opurtunity, hal ini berarti mengenyampingkan perkara demi kepentingan
umum, sehingga lebih memilih mengeluarkan
SKPP (Surat Keputusan
Penghapusan Penuntutan) atas kasus Bibit – Candra agar tidak berlarut-larut.
Dalam pandangan penulis dibuku ini keputusan tersebut tidak saja
bertentangan dengan jiwa pembentukan Tim Delapan oleh presiden, serta hasil
temuannya yang juga bertentangan dengan upaya pelaksanaan keadilan
substansif.
Secara yuridis, Bibit-Candra dinyatakan tidak bersalah, sekalipun pernah
ada perkara. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 35 huruf C UU No.16 tahun
2000 tentang Kejaksaan RI. Kemudian pada tahun 2012 terjadi konflik ke 2
antara Polri vs KPK dengan istilah Cicak vs Buaya Jilid II. Berlarut larutnya kasus
tersebut membuat presiden mengeluarkan 5 keputusan strategis pada tanggal
8 oktober 2012 untuk menyikapi masalah tersebut. Kasus – kasus semacam ini
kedepan diharapkan tidak terulang lagi. Pada pihak lain, timbulnya kasus
semacam ini menunjukkan bahwa sistem hukum nasional masih lemah, perlu
perbaikan terus, sehingga terwujud suatu sistem hukum yang harmonis dan
saling mendukung antar para penegak hukum.
Penulis didalam buku ini juga menyajikan gambaran untuk sebuah teori
dengan menggunakan rumus seperti tercantum pada halaman 57 disana
diibaratkan bahwa SH (subjek hukum) adalah pemilik H (hak) dan K (kewajiban)
serta TJ (tanggung jawab) maka rumusnya yaitu SH=H+K+TJ. Selain itu
perbuatan hukum sempurna (PHS) dirumuskan dengan PHS=N+P+A. Dengan
keterangan N (niat) , P (perbuatan A (akibat).
Hak asasi manusia dalam kehidupan bernegara atau berbangsa disajikan
pada bab tiga. Menurut Indeks Demokrasi Global 2011, yang dikeluarkan
economics Intelegence Unit, peringkat demokrasi Indonesia berada di urutan
60 dari 167 negara yang diteliti, jauh dari Timor Leste (42), Papua Nugini (59),
Afrika Selatan (30), dan Thailand (57). Berdasarkan Failed State Index, yang
dikeluarkan oleh The Fund of Peace dan foreign policy Magazine, selam periode
2005-2010, Indonesia selalu berada pada negara ‘dalam peringatan (warning)’.
Posisi itu lebih dekat jaraknya dengan posisi ‘waspada’ negara gagal ketimbang
posisi ‘bertahan’. Indonesia masuk dalam kategori flawed demokrasi (cacat
demokrasi), antara lain dengan pemilu yang tidak bersih, pemerintahan yang
korup dan ingkar janji-janji pemilu, serta keterancaman pluralisme. Cacat
demokrasi itu mengarahkan Indonesia mendekati ambang negara gagal. Dalam
hal ini penulis buku memberikan tabel perbandingan posisi Indonesia dengan
berbagai negara membuat kita semakin jelas melihat posisi Indonesia jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Untuk “keluar” dari negara gagal, Prof. Daoed Yusuf, perlu adanya
paradigma baru/ arah baru dalam mengatasi ketimpangan ekonomi yang
semakin melebar yaitu: pertama, permbangunan adalah pembangunan
nasional yang holistik, bukan pembangunan ekonomi yang sektoral. Kedua,
hargai suku sebagai kelompok etnis dari orang-orang yang punya self-esteem,
martabat, turut disertakan dalam usaha kolektif terorgansir yang
mengIndonesiakan Indonesia, mengisyaratkan memanusiakan semua setiap
warga Indonesia dimanapun berada. Ketiga, dalam memanfaatkan kekayaan
sumber daya alam (natural endowmen), hendaknya kita punya “etika masa
depan”. Keempat, pendidikan formal perlu diberi prioritas pertama dan utama.
Kelima, setiap langkah dan proyek pembangunan dimanapun, merupakan
penerapan Pancasila, artinya, ia jelas menerapkan pesan Pancasila,tanpa ribut
mengucapkan sebagai lip-service politik semata. Politik bukan demi berpolitik,
melainkan demi pembangunan nasional agar tidak menjadi negara gagal.
Kemudian terdapat pula posisi individu dan kelompok dari sudutt
pandang HAM yaitu terdapat pada bab keempat. Pada bab ini dijelaskan secara
gamblang mengenai Posisi Individu dari sudut pandang HAM. Selain itu, seperti
pada bab-bab sebelumnya penulis selalu menyajikan isu-isu HAM yang
berkembang dimasyarkat. Hal ini menjadikan salah satu keunikan buku. Dalam
buku ini tidak hanya dijelaskan mengenai isu saja, tetapi dicantumkan pula
pendapat para tokoh dalam menyelesaikan isu tersebut.
Pada bab empat ini terdapat isu mengenai diskriminasi, mulai dari latar
belakang penyebab diskriminasi hingga cara penyelesaiannya terjabarkan
dengan jelas. Diskriminasi dalam sosiologis, dilatar belakangi dengan
kecenderungan manusia untuk berkumpul bersama dengan manusia lain yang
berciri-ciri dari segi fisik, budaya, agama, nilai-nilai, norma, dan kebiasaan (we
and they), kecenderungan kelompok tertentu untuk bersifat eksklusif dan tidak
membaur: (social distance), social jealosuly.Dan untk penyelesaiannya penulis
memberikan langkah-langkah yang dikutip dari tokoh bernama Van Dyke. ada
lima langkah strategis dalam menghadapi kelompok yang tertekan/tertindas
yang dijelaskan pada halaman 78.
Di bab lima dijelaskan mengenai posisi individu dan kelompok dari sudut
pandag HAM. Terdapat kompleksitas mengenai masalah tentang HAM maka
dalam tataran teori terdapat dua pandangan besar tentang sifat berlakunya
HAM. Disatu sisi muncul pandangan yang menyatakan HAM otomatis berlaku
universal, sebaliknya ada pandangan yang menyatakan HAM bersifat
partikular. Jika terdapat dua pandangan teori seperti ini, penulis selalu
mencoba memberikan pandangannya pribadi yang menjadikan buku ini
semakin menarik. Dalam hal ini, penulis setuju dengan pendapat Muladi yang
menganut Pandangan partikularis relatif. Dimana HAM dilihat disamping
sebagai masalah universal juga merupakan masalah nasional masing-masing
bangsa .
Langkah-langkah PBB dalam menyususn HA-KAM dijelaskan pada bab
enam. Terdapat keunggulan lain dari buku ini yaitu apabila terdapat kutipankutipan berbahasa Asing, dibawahnya selalu diikuti dengan terjemahan bahas
Indonesia. Hal itu tentu saja memudahkan pembaca dalam memahami maksud
dari penjelasan tersebut. Contohnya yaitu pada halaman 99, buku ini mengutip
konsep dasar HAM PBB yang bertumpu kepada “...don,t speak merely of
biological needs when we talk about human rights. We men we talk about
condition of life which allows us fully to develop and use our human qualities of
intellegences and consciences and satisfy our spiritual needs” setelah disajikan
kutipan berbahasa Inggris tersebut selanjutnya diberikan terjemahan
berbahasa Indonesia . kutipan tersebut berarti (...bicara HAM tidak saja bicara
tentang kebutuhan biologis (dalam arti sandang,pangan,papan,danlain-lainya).
Tetapi HAM bicara tentang kebebasan penghormatan kondiai kehidupan kita
untuk berkembang sepenuhnya demi kualitas hidup manusia, demi pemenuhan
kemerdekaan intelektual dan kebebasan-kebebasan untuk memenuhi
kebutuhan spiritual kita) (UN,OPI 1491-0533-June 1973).
Di bab selanjutnya yaitu bab tujuh, membahas mengenai dinamika
perjuangan HAM di berbagai belahan dunia, diantaranya perkembangan HAM di
Benua Eropa,perkembangan HAM di kawasan Afrika, dan perkembangan HAM
di kawasan Asia. Tidak hanya terfokus pada HAM yang ada di Indonesia, namun
buku ini juga memberikan perkembangan-perkembangan HAM diberbagai
belahan dunia agar kita menjadi lebih tahuu dan dapat memberi bandingan
mengenai HAM dengan kawasan-kawasan lain. Di bab ini penulis buku
mencoba melengkapi penjelasannya dengan menggunakan diagram-diagram
dan tabel. Terdapat diagram showing the implementation of the Machinery of
the Convention , diagram American Convention , serta terdapat tabel
perbandingan mengenai perbandingan HAM dalam DUHAM dan Agama Islam.
Di bab delapan dijelaskan mengenai hubungan hukum internasional
dengan hukum hak asasi manusia. Dan di bab sembilan cukup menarik karena
membahas tentang aplikasi hukum hak asasi manusia dalam negara Republik
Indonesia . Pada bab ini dicantumkan tentang berbagai pepatah daerah
mengenai HAM , hal tersebut tentu saja menunjukkan betapa kaya nya negeri
ini, dengan berbagai suku dan HAM yang dikenal dalam kultur budaya di
wilayah masing-masing. Selain membahas HAM dalam berbagai kultur budaya
Indonesia, juga dijelaskan tentang HAM dalam Hukum positif (hukum kekinian
dan kedisinian), disana memuat tentang bagaimana pengaturan HAM di
Indonesia dan diberikan pula contoh kasus dalam bentuk tabel .
Bab ke sepuluh dari buku ini membahas tentang Pedoman beracara di
pengadilan kriminal internasional dan pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia.
Dalam bab ini dijelaskan cukup lengkap mengenai bagaimana pengadilan
kriminal internasional dan Pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia. Hal tersebut
memberikan gambaran serta pengetahuan kepada masyarkat yang tidak
berlatar belakang dari lingkungan pengadilan menjadi tahu tentang bagaimana
seluk beluk pengadilan serta pedoman beracara di pengadilan dalam hal ini
pengadilan kriminal internasional dan pengadilan Ad Hoc HAM Indonesia. Jelas
bahwa buku ini dapat digunakan untuk semua kalangan masyarakat.
Selanjutnya di bab ke sebelas terdapat diseminasi/ Penyebarluasan Hak
Asasi Manusia. Dalam penyebarluasan mengenai HAM dapat dilakukan dengan
menggelar dua gerakan sekaligus yaitu yang pertama, dari pemerintah ada
kemauan politik dan tindakan politik, sedangkan dari bawah terus menerus
membangun kesadaran pentingnya pengetahuan HAM bagi anggota
masyarakat. Untuk itu, perlu ditingkatkan terus kesadaran HAM , baik bagi
pejabatnya dan juga warganya. Bagi kelompok pejabat menjadi utama, sebab
sejak dilantik/disumpah menyatakan siap mengamankan UUD negara, inklusif
menghormati HAM. Kedua, adanya pengawasan/monitoring yang efektif,
terutama kepada pejabat yang dikhawatirkan tidak menegakkan hak asasi
manusia yang tertulis indah di dalam berbagai peraturan dengan efektif.
Di bab terakhir membahas tentang hubungan hak asasi manusia dan
hukum humaniter. Penjelasan pada bab ini tergolong rinci, karena untuk
menjelaskan hubungannya, penulis awalnya memberikan pengertian mengenai
hukum, kemanusiaan dan hak asasi manusia terlebih dahulu, kemudian titik
singgungnya antara HAM dan hukum humaniter, prinsip-prinsip huku humaniter
hingga bagaimana aplikasi hukum humaniter itu sendiri.
Secara keseluruhan buku HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik,
Ekonomi, dan Sosial cukup bagus , dan tidak hanya cocok untuk
direkomendasikan untuk orang-orang yang notabenenya berkecimpung di
dunia hukum tetapi cocok juga untuk direkomendasikan kepada masyarakat
luas. Karena buku ini juga mengangkat kehidupan bermasyarakat dengan
beragam pengelompokan yang ada, baik akibat perbedaan suku, etnik, paham
politik, dan golongan , disamping pengelompokan yang diciptakan karena
tuntutan politik yang mewarnai praktik pelaksanaan HAM.
Dibagian akhir dari buku ini terdapat beberapa lampiran mengenai HAM
yang penting dan patut untuk diketahui diantaranya yaitu : Piagam Madinah
tahun 622, The Magna Charta 1215 , The Petition of Right 1628, The Act of
Settlement 1701, The Declaration of Independence 1776, The Emancipation
Proclamation 1863, Civil Rights Act 1866, Declaration of The Rights of Man
1789, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1948, konvenan Internasional
tentang hak-hak sipil dan politik (SIPOL) 1996,Konvenan Internasional tentang
Hak-hak ekonomi, Sosial dan Budaya 1966, Deklarasi Kairo 1990, UU RI No. 29
tahun 1999, UU RI No.39 tahun 1999, UU RI No. 26 tahun 2000, UU No. 11
tahun 2005, UU No. 12 Tahun 2005, UU. No.6 Tahun 2006, UU No. 7 tahun
2006, UU No. 1 tahun 2002.