KOMERSIALISASI TEKNOLOGI DALAM UPAYA PEN

KOMERSIALISASI TEKNOLOGI DALAM UPAYA PENINGKATAN
DAYA SAING INDUSTRI INDONESIA
Adawiah
Asdep Iptek IKM, Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia
adawiah@ristek.go.id
Purno Tri Aji
Asdep Iptek IKM, Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia
purno.tri@ristek.go.id
Ragil Yoga Edi
Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ragil.yoga.edi@lipi.go.id

ABSTRACT

This study aims to determine of the commercialization of R&D in Indonesia starting from
the research planning to the commercialization process including the domination obstacles of
R&D commercialization as well as searching for policy to overcome these problems.
Mixed methods research was used in this study, which is a combination of quantitative
research and qualitative research. The qualitative data obtained through three ways : study of
literature, interviews and focus group discussions. Meanwhile, the qualitative data obtained
from the questionnaires by respondents.

The results of the study indicate that the commercialization of R & D in Indonesia is yet
to be ideal, which various understanding of the terminology of commercialization (types, stages
and impact). The problems of R&D commercialization are the lack of funding in the downstream
sector for post harvesting, and the weakness of the role of R&D commercialization management
unit in R&D institutions and universities. Policies are needed to support the commercialization
of R&D in Indonesia: (1) established or reinforced unit that handles the commercialization of
the technology. (2) Restructuring of R & D financing mainly focuses on R&D funding schemes
for downstream sector. (3) Reconstruction the relation between government – industry-R&D
with R&D funding schemes which not only provide facilities for R&D institutions and
universities but also provide incentives to industry. (4) coaching and reinforcement capacity of
technology transfer and capacity building which focused on the commercialization of R&D
management. (5) Coordination among authorities where each commercialization policies issued
require the involvement of various authorities.
Keywords : commercialization, funding schemes, R&D Institution

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.


LATAR BELAKANG STUDI
Daya saing suatu bangsa ditentukan
oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Hasil
dari
The Global
Competitiveness
Report dari
World
Economic Forum (WEF) Tahun 2012-2013
menunjukkan bahwa posisi daya saing
Indonesia Tahun 2012 berada diperingkat 50
dari 144 negara. Dan menurut laporan
terakhir dari WEF mengalami peningkatan
pada tahun 2013-2104 ini menjadi peringkat
38 dari 148 negara.
Peringkat dayasaing bangsa yang
ditetapkan oleh WEF tersebut ditentukan

oleh 12 pilar. Dan ada dua pilar yang terkait
langsung dengan iptek. Kedua Pilar tersebut
adalah Kesiapan Teknologi, dimana
Indonesia berada di posisi 85 pada tahun
2012-2013 menjadi posisi 75 pada tahun
2013-2014, dan Pilar Inovasi, yang berada di
posisi 39 pada tahun 2012-2013 menjadi
posisi 33 di tahun 2013-2014.
Dampak kesiapan teknologi dan
inovasi ini pada persaingan global semakin
nyata dengan kebijakan ASEAN-China Free
Trade Agreement (ACFTA) sejak Januari
2010. ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) merupakan salah satu persetujuan
multilateral yang disepakati dalam era
global di mana bea masuk barang dari luar
negeri menjadi nol. Ini menunjukkan
kemudian bahwa daya saing bukan hanya
aspek perdagangannya saja tetapi juga aspek
produksinya. Perjanjian ini memunculkan

berbagai tanggapan mulai dari para pembuat
kebijakan, pelaku usaha maupun kaum
cendekiawan. Dilihat dari sisi positifnya,
pelaksanaan kesepakatan perdagangan itu

akan bermakna besar bagi kepentingan
geostrategis dan geoekonomis Indonesia
maupun Asia Tenggara secara keseluruhan.
Sebaliknya, kebijakan tersebut diprediksikan
akan memberikan dampak yang signifikan
terhadap industri domestik Indonesia karena
akan mengalami kesulitan menghadapi
tantangan dari membanjirnya impor produk
murah dari China.
Menyikapi hal tersebut di atas, untuk
dapat meningkatkan dayasaing industri
dalam negeri, Indonesia harus terus bekerja
keras dengan meeningkatkan kesiapan
teknologi dan inovasi. Dua pilar tersebut
merupakan

syarat
mutlak
untuk
meningkatkan nilai tambah suatu produk
sehingga hasil industri dalam negeri mampu
bersaing di pasar domestik maupun
mancanegara.
Pengalaman negara-negara maju
membuktikan
bahwa
integrasi
ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ke
dalam kegiatan ekonomi telah membawa
kesejahteraan yang luar biasa bagi negara
baik secara ekonomi maupun sosial.
Semangat ini diadopsi dalam Undangundang No. 18 Tahun 2002 menegaskan
bahwa lembaga litbang dan perguruan tinggi
wajib mengusahakan pemanfaatan hasilhasil litbang untuk kepentingan masyarakat
melalui kegiatan alih teknologi baik yang

bersifat komersial maupun non komersial.
Sejak diberlakukannya undang-undang
tersebut intensitas perhatian lembaga litbang
dan perguruan tinggi meningkat terutama
dalam melakukan upaya mendorong
pemanfaatan hasil litbang ke dalam
kehidupan masyarakat. Lembaga penelitian
dan pengembangan (litbang) dan perguruan
tinggi diarahkan menjadi produsen invensi
2

dan sumber IPTEK untuk mendukung
pembangunan ekonomi termasuk di
dalamnya peningkatan kapasitas inovasi dan
kemandirian teknologi di Indonesia.
Namun demikian, hingga satu
dekade berlalu belum banyak ditemukan
informasi ataupun data yang valid mengenai
dampak dari implementasi undang-undang
tersebut terutama yang berkaitan dengan

sejauh mana tujuan dari alih teknologi
sebagaimana dikehendaki oleh kebijakan
tersebut telah dicapai. Salah satunya
informasi/dokumentasi tentang hasil litbang
yang prospektif untuk dikomersialisasikan di
Indonesia adalah yang terdapat dalam Buku
Inovasi Indonesia. Buku Inovasi Indonesia
merupakan upaya untuk mengkodifikasi
hasil-hasil libang di Indonesia yang
diinisiasi oleh Kementerian riset dan
teknologi melalui Business Innovation
Center (BIC). Sejak dimulaipada tahun 2007
buku kumpulan Inovasi Indonesia yang telah
menghasilkan 5 seri, yaitu kumpulan inovasi
Indonesia mulai dari 100 hingga 104. Buku
Inovasi Indonesia pada dasarnya adalah
kumpulan hasil litbang terpilih yang
ditetapkan berdasarkan bidang dan kriteria
tertentu. Buku tersebut juga memberikan
secarik visualisasi tentang hasil litbang yang

telah dihasilkan di Indonesia dengan tujuan
utama memberikan informasi kepada
masyarakat pengguna untuk memperoleh
akses
terhadap
hasil
litbang
dan
memanfaatkannya.
Diantara data yang menarik dalam
buku tersebut adalah dicantumkannya status
inovasi hasil litbang. Lebih dari 10% dari
hasil-hasil litbang tersebut dinyatakan telah
dikomersialisasikan.
Data
ini
selain
merupakan kabar yang menggembirakan

atas prestasi hasil litbang juga memunculkan

pertanyaan
dalam
sejauh
mana
komersialisasi tersebut telah berdampak
pada masyarakat. Dengan kata lain, dengan
prosentasi yang sedemikian harus dikatakan
bahwa proses komersialisasi litbang telah
berjalan dengan baik dan seyogyanya telah
menampakkan efek pemanfaatan yang dapat
terukur. Namun demikian kenyataan
dilapangan
mengindikasikan
adanya
kesenjangan antara data tersebut dengan
kondisi
komersialisasi
litbang
yang
sesungguhnya terjadi.

Untuk
mengetahui
kondisi
komersialisasi hasil litbang yang ada di
Indonesia perlu digali informasi yang lebih
mendalam tentang komersialisasi litbang
mulai dari proses perencanaan hingga proses
komersialisasinya dilaksanakan. Informasi
tersebut diperlukan untuk mengetahui
gambaran yang lebih rinci tentang proses
komersialisasi litbang di Indonesia termasuk
kendala apa yang mendominasi proses
komersialisasi litbang. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran
tersebut serta mencari solusi kebijakan yang
dibutuhkan guna mengatasi kendala
tersebut.
2.

PERUMUSAN MASALAH DAN

TUJUAN STUDI
Penelitian ini membahas persoalanpersoalan yang terkait komersialisasi atas
inovasi hasil litbang di Indonesia yang yang
dirumuskan dalam pertanyaan di bawah ini:
1. Sejauh mana proses komersialisasi atas
hasil litbang di Indonesia telah
dilaksanakan?
2. Permasalahan apa yang dihadapi dalam
pelaksanaan komersialisasi litbang di
Indonesia?
3

3. Kebijakan
apa
yang
dapat
direkomendasikan untuk mendorong
peningkatan komersialisasi hasil litbang?
Penelitian ini bertujuan untuk
melihat sejauh mana komersialisasi hasil
litbang telah dilakukan khususnya pada hasil
litbang yang telah didokumentasikan pada
buku 100+ Inovasi.
Tujuan teoritis dari penelitian adalah:
1. Melihat sejauh mana keterkaitan antara
teori dengan objek yang akan diteliti.
2. Menemukan
konsep
yang
dapat
menjelaskan fenomena yang terjadi
berkaitan dengan proses alih teknologi di
Indonesia, khususnya dalam bentuk
komersialisasi litbang.
3. Menelaah dan mengkomparasikan antara
teori terkait dengan objek penelitian
dengan kenyataan yang ditemukan pada
saat penelitian.

BAB II
METODE PENELITIAN
Dalam menemukan jawaban atas
pertanyaan penelitian, metodologi penelitian
campuran digunakan dalam penelitian ini.
Metodologi penelitian campuran digunakan
untuk memperjelas atau melengkapi datadata yang tidak diperoleh hanya dengan
menggunakan satu metodologi, yaitu
kuantitatif saja atau kualitatif saja (Creswell,
2010). Selain itu, metoda penelitian
campuran dapat menjembatani kesenjangan
makro dan mikro. Sifat penelitian kuantitatif
yang dapat menggambarkan karakeristik
sosial dalam skala yang besar menjadikan
penelitian ini sebagai alat untuk memotret
persoalan yang bersifat makro. Sebaliknya,
penelitian kualitatif cenderung menyoroti
aspek perilaku yang bersifat detil sehingga

penelitian ini ditujukan untuk memperoleh
potret dalam skala mikro. Ketika sebuah
penelitian bertujuan untuk mengungkapkan
potret baik yang bersifat makro maupun
mikro maka perpaduan antara penelitian
kuantitatif dan kualitatif mutlak diperlukan
(Brannen, 2005).

1.1.

PENDEKATAN DAN
PENGUMPULAN DATA
Untuk mengetahui sejauh mana
komersialisasi litbang telah dilaksanakan
penelitian ini menggunakan pendekatan
survey, yaitu menyebarkan kuesioner yang
berisi pertanyaan kepada responden yang
invensinya masuk dalam Buku 100-103
Inovasi Indonesia dengan kategori lembaga
litbang atau perguruan tinggi milik
Pemerintah serta inovasinya berstatus telah
dikomersialisasikan.
Pertanyaan
yang
diajukan
dalam
kuesioner
diambil
berdasarkan praktik-praktik komersialisasi
litbang yang ada dalam berbagai literatur.
Data yang diperoleh dari kuesioner
merupakan data kuantitatif yang akan
dianalisis lebih lanjut.
Data kualitatif diperoleh dengan tiga
cara, yaitu melalui studi literatur,
wawancara dan diskusi kelompok terfokus.
Pengumpulan data melalui studi literatur
dilakukan dengan menggali informasi yang
berkaitan dengan objek penelitian pada
sumber-sumber tertulis seperti tulisantulisan ilmiah, buku-buku, peraturan
perundang-undangan serta literatur lainnya
yang terkait dengan komersialisasi hasil
litbang. Selain studi literatur, pengumpulan
data kualitatif juga dilakukan bersamaan
dengan pengisian kuesioner oleh responden.
Dalam melakukan pengumpulan data,
4

surveyor juga melakukan penggalian
informasi yang lebih mendetail terkait
dengan pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner. Pengumpulan data kualitatif
lainnya dilakukan dengan diskusi kelompok
terfokus (FGD) yang dilakukan dengan
menggali pendapat dari pihak-pihak yang
terkait dengan objek penelitian mengenai
suatu topik yang ditentukan.
1.2.

PROSEDUR
DAN
ALUR
PENELITIAN
Tahap awal penelitian dimulai
dengan mengidentifikasi permasalahan yang
terkait dengan objek penelitian kemudian
merumuskannya
menjadi
pertanyaan
penelitian. Setelah identifikasi permasalahan
dilakukan maka tahap selanjutnya adalah
penentuan metoda dan pendekatan yang
akan digunakan untuk memperoleh jawaban
atas pertanyaan penelitian tersebut. Metoda
penelitian campuran dipilih dengan beberapa
pertimbangan, yaitu:
1. Populasi sudah sangat spesifik, yaitu
inovator yang tercantum dalam Buku
100-103
Inovasi
Inonesia
yang
menyatakan bahwa inovasinya telah
dikomersialisasikan, namun penelitian
ini perlu melihat dari dekat tekstur
komersialisasi litbang tersebut secara
lebih
dekat.
Metoda
yang
memungkinkan adalah kualitatif dengan
pendekatan wawancara.
2. Selain melihat tekstur komersialisasi
litbang yang telah dilakukan, penelitian
ini juga bermaksud mengklarifikasi
sejauh mana status komersialisasi litbang
tersebut telah dilaksanakan serta
memperoleh gambaran tentang kendala
apa yang dihadapi dalam proses
komersialisasi tersebut. Metoda yang
dapat digunakan adalah kuantitatif
dengan pendekatan survey.

3. Dalam membangun instrumen-instrumen
penelitian, perlu dibangun pemahaman
mengenai komersialisasi litbang melalui
contoh-contoh praktik komersialisasi
litbang yang telah dilakukan oleh pihak
lain. Informasi tersebut hanya dapat
dijangkau oleh pendekatan studi
dokumen (penelitian kualitatif).
4. Untuk menghasilkan kesimpulan yang
komprehensif diperlukan analisis dari
berbagai perspektif sehingga diperoleh
gambaran tentang kondisi komersialisasi
litbang di Indonesia secara seimbang.
Dengan demikian metode penelitian
campuran diperlukan.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan
instrumen penelitian. Pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan merupakan pertanyaan yang
bersifat mengklarifikasi atau pertanyaan
yang lebih mendetail tentang praktik
komersialisasi litbang. Sebagian pertanyaan
diadopsi dari berbagai literatur, terutama
yang menyangkut proses-proses kegiatan
komersialisasi.
Dalam
menyusun
pertanyaan,
terdapat
pengelompokan
pertanyaan berdasarkan beberapa kategori
dan beberapa pertanyaan diberi bobot
(score) sehingga pada akhir pengumpulan
data diperoleh suatu pembobotan terhadap
kategori-kategori tersebut.
Setelah instrumen penelitian yang
berupa kuesioner selesai, maka survey
dilakukan. Peneliti mendatangi para
responden untuk memandu peneliti dalam
memberikan jawaban. Hasil dari kegiatan ini
adalah data kuantitatif yang akan diproses
lebih lanjut dalam tahap analisis.
Sementara itu, pada saat yang sama
dilakukan penelaahan kualitatif yang terdiri
dari dua pendekatan yaitu studi literatur dan
FGD. Studi literatur akan menghasilkan data
kualitatif yang dibutuhkan untuk membahas
5

yang ditemukan ke dalam topik-topik
pembahasan. Rangkaian penjelasan atas
fakta dan temuan-temuan tersebut disusun
menjadi taksonomi komersialisasi litbang
yang menjadi jawaban atas pertanyaan
penelitian. Tahapan selanjutnya, gambaran
(taksonomi) dan pemahaman tentang
komersialisasi litbang di Indonesia tersebut
dijadikan
sebagai sumber
informasi
lapangan yang diarahkan untuk membangun
landasan kebijakan yang tepat dalam rangka
mendorong akselerasi alih teknologi di
Indonesia. Seluruh proses alur penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.

dan mencari jawaban penelitian. Pendekatan
FGD dapat dilakukan pada awal penelitian
maupun setelah seluruh data, baik kuantitatif
maupun kualitatif, diperoleh. Data-data
kualitatif yang diperoleh kemudian akan
diproses lebih lanjut dalam tahap analisis.
Tahap selanjutnya adalah tahap
analisis. Dalam tahap analisis, seluruh data
yang diperoleh, baik yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif, diintegrasikan atau
dikomparasikan satu sama lain. Teknik
analisis yang dilakukan adalah analisis
deskriptif
yaitu memaparkan
secara
ekplanatoris hubungan sebab akibat antar
data yang diperoleh serta isu-isu signifikan

KOMERSIALISASI
LITBANG

IDENTIFIKASI MASALAH
(PERTANYAAN PENELITIAN)
KUALITATIF

KUANTITATIF

103 Inovasi
LITERATUR
Wawancara,
Quesioner&
FGD

Data
Kuantitatif

Data
Kulaitatif

ANALISIS

REKOMENDASI KEBIJAKAN
KOMERSIALISASI LITBANG

Gambar 1. Alur Penelitian

6

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Misi komersialisasi litbang
Komersialisasi di Indonesia yang
berlandaskan semangat alih teknologi secara
konstitutif tertuang dalam Pasal 4 PP No. 20
Tahun 2005 yang menyatakan bahwa alih
teknologi bertujuan untuk menyebarluaskan
IPTEK dan meningkatkan kapasitas
masyarakat
dalam
mengadopsi
dan
menguasai IPTEK untuk kepentingan
bangsa dan negara. Sayangnya, kebijakan
tersebut tidak mengatur mekanisme alih
teknologi secara komersial yang lebih rinci
dan implementatif. Sebagai akibatnya,
dalam praktiknya masing-masing lembaga
litbang dan perguruan tinggi memiliki
pemahaman yang berbeda mengenai
mekanisme alih teknologi yang bersifat
komersial. Dampak implementatif lainnya
adalah praktik alih teknologi dengan
mekanisme
non-komersial
lebih
mendominasi
karena
implementasinya
mudah
difahami.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa dalam praktiknya
aktivitas
komersialisasi
seringkali
dirancukan dengan aktivitas diseminasi.
Tabel 1. Perbedaan Komersialisasi vs Diseminasi

Dalam
praktiknya
pola-pola
diseminasi
banyak
dijumpai
dalam
komersialisasi litbang, terutama di kalangan
peneliti pada perguruan tinggi. Meskipun
dalam Buku Inovasi Indonesia dinyatakan
bahwa produk litbang yang dihasilkan telah
berstatus
komersial
namun
para

penelitimenyatakan bahwa hasil penelitian
utamanya lebih ditujukan pada diseminasi
teknologi kepada masyarakat, khususnya
usaha kecil. Hal ini ada kaitannya dengan
misi utama perguruan tinggi yang tercantum
dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi
dipahami sebagai kewajiban mutlak
sehingga logika komersialisasi tidak berlaku
ketika berhadapan dengan kepentingan
masyarakat. Pandangan ini tidak memberi
preseden
buruk
dalam
wacana
komersialisasi litbang. Sebaliknya kondisi
ini sangat menguntungkan masyarakat,
terutama dalam hal diperolehnya akses
secara mudah terhadap IPTEK. Namun, pola
semacam ini termasuk mekanisme nonkomersial sehingga semestinya tidak dapat
dikatakan sebagai inovasi yang memiliki
status komersial. Meskipun demikian, tidak
semua peneliti dari kalangan perguruan
tinggi memiliki pandangan demikian.
Dukungan Pemerintah
Anggaran
untuk
melaksanakan
kegiatan litbang masih mengandalkan
anggaran negara (DIPA). Akan tetapi, dalam
pendistribusiannya terdapat ketimpangan
alokasi pendanaan untuk kegiatan penelitian
untuk menghasilkan teknologi (pembiayaan
hulu) dengan kegiatan komersialisasi litbang
(pembiayaan hilir).
Berdasarkan keterangan responden
dana yang digunakan untuk membiayai
penelitian yang bersumber dari anggaran
DIPA jumlahnya sangat minim. Besaran
yang sangat minim tersebut, selain alokasi
anggaran litbang yang sangat kecil, juga
disebabkan karena jumlah yang diterima
merupakan nilai brutto yang harus
mengalami berbagai reduksi berupa
kewajiban
membayarkan
pajak-pajak,
belanja pegawai dan perjalanan sebagai
konsekuensi penggunaan anggaran negara.
7

Dengan demikian besaran
an netto yang
diterima oleh unit litbang menjadi
m
sangat
kecil.
Gambar
2
di
bawah
ini
mengilustrasikan sumber-sumb
mber pendanaan
untuk menghasilkan teknologi
gi.

16%

sisanya 3 responden
den (9%) menyatakan
menerima dana dari instansi
in
pemerintah lain
untuk melakukan ppromosi. Komposisi
sumber pendanaan pr
promosi litbang dapat
dilihat dari Gambar 3 di
d bawah ini.

Pribadi

Tidak ada

22%

28%

DIPA

44%

DIPA instansi induk

44%
Pihak swasta

9%

Bantuan instansi
Pemerintah lain

12%
Gabungan DIPA
dan swasta

Gambar 2. Sumber-sumber Pendanaann untuk
u
Menghasilkan
Teknologi

Dalam beberapa kasus,
ka
lembaga
litbang dan perguruan tingg
ggi memperoleh
dana dari pihak swasta untuk
uk melaksanakan
kegiatan litbang dalam hal
al pihak swasta
tersebut
melakukan
kerj
erjasama
atau
memberikan dana hibah kepada
kep
lembaga
litbang atau perguruan tinggi
tin
tersebut.
Model-model komersialisasi
si yang bersifat
kolaboratif biasanya cenderu
erung memiliki
skema pendanaan dari swasta.
ta.
Selain
pembiayaa
yaan
untuk
menghasilkan teknologi, pene
enelitian ini juga
menyoroti
sumber
pend
ndanaan
yang
digunakan untuk membia
biayai promosi
litbang. Amat kontras dengan
an sumber biaya
untuk menghasilkan tekn
eknologi yang
mengandalkan anggaran negara,
n
hasil
penelitian menunjukkan bahwa
wa mayoritas 14
responden (44%) mengaku tidak
t
memiliki
pembiayaan untuk melakuk
kukan promosi,
sementara 8 responden (25%
5%) menyatakan
menggunakan dana DIPA,
A, terdapat 7
responden
(22%)
yangg
menyatakan
memproleh dana promosi dari
dar sponsor dan

25%

Sponsor

Gambar 3. Sumbe
ber Pendanaan untuk Promosi
Litb
itbang

Minimnya dukungan
du
pendanaan
terhadap sektor hilirr juga
j
dapat dilihat dari
hasil penelitian yang
yan
mempertanyakan
kegiatan litbang mana
m
yang paling
membutuhkan pembi
biayaan. Berdasarkan
hasil penelitian terung
ngkap bahwa sebanyak
18
responden
(56%)
(
menyatakan
pengembangan proto
ototipe paling benyak
memerlukan biaya, sebanyak
se
11 responden
(35%) menyatakann penelitian sebagai
kegiatan
yang
paling
p
memerlukan
pembiayaan, promosi
si sebagai kegiatan yang
paling memerlukan biaya
b
dijawab oleh 3
responden (9%) dan
d
tidak satupun
responden
yang menyatakan
bahwa
perencanaan penelitian
ian adalah kegiatan yang
paling memerlukan bbiaya. Pengembangan
prototipe merupakan
n bagian
b
yang signifikan
dalam proses komersi
ersialisasi serta menjadi
simpul yang menghubu
ubungkan litbang dengan
pasar. Data ini m
menunjukkan bahwa
keberhasilan
kom
omersialisasi
sangat
ditentukan oleh dukun
ungan alokasi anggaran
kegiatan litbang yang
ang mempertimbangkan
8

Perencanaan
canaan
Riset
20
15
10
5
Promosi
Riset
0

Pengembang
mbang
an prototipe
totipe
Gambar 4. Kegiatan Litbang yang pali
aling Membutuhkan
Biaya

Data
tersebut
mengindikasikan
me
bahwa sektor hilir menjadi
di amat penting
dalam
proses
kegiata
atan
litbang.
Pengembangan prototipe me
menjadi bagian
yang signifikan dalam proses
es komersialisasi
serta menjadi simpul yang menghubungkan
m
litbang dengan pasar. Prop
roporsi di atas
setidaknya menggambarkan kebutuhan
ke
dana
kegiatan litbang yang ideal dimana
dim
anggaran
sektor hilir lebih besar darii anggaran
an
sektor
hulu, dengan kata lain untuk
un
mencapai
postur komersialisasi litbang
ang yang ideal
memerlukan anggaran yang lebih
le
besar dari
dana untuk melakukan litban
bang itu sendiri.
Data ini merupakan penegasan
san bahwa dalam
keberhasilan komersialisasii maka alokasi
anggaran dalam kegiatan litbang harus
mempertimbangkan kebutuha
han sektor hulu
dan hilir.
Pendanaan sektor hilir sangat
diperlukanmengingat
bah
ahwa
dalam
praktiknya mendorong suatuu teknologi
t
hasil
kegiatan litbang dari tem
tempat dimana
teknologi tersebut dihasilka
ilkan ke ranah
komersialisasi seringkali membutuhkan
tahapan dan investasi yangg tidak sedikit.

Peluncuran teknologi
gi yang
y
dilakukan secara
prematur hanya akan
an mengakibatkan biaya
investasi dan inefisen
sensi yang tinggi (Stig,
dkk, 2011). Dalam kondisi
ko
yang demikian
investasi di bidang teknologi
tek
menjadi sangat
tidak menarik bagi kalangan
ka
industri tidak
hanya karena besarnya
nya investasi yang akan
dikeluarkan melainka
kan juga faktor risiko
yang ada pada bisnis
nis teknologi (Forsyth,
2005). Untuk meng
ngatasi hal ini maka
beberapa lembaga litbang
lit
dan perguruan
tinggi di Indonesia (BPPT,
(B
IPB, ITB dan
LIPI) membangun inku
nkubator teknologi. Pada
prinsipnya inkubator
tor teknologi adalah
melakukan
transfor
formasi
dari
skala
laboratorium ke dal
alam skala komersial
melalui kegiatan inkubasi
ink
teknologi dan
bisnis.Dengan demik
ikian pihak industri
memperoleh paket tekn
eknologi yang telah siap
tanpa harus menge
geluarkan biaya-biaya
investasi yang mengan
andung resiko.
Dekorporatisasi
dan
d
Kapitalisme
Komersialisasi Litban
bang
Dalam praktik
ik pengelolaan litbang di
dunia, pelaksanaan komersialisasi
k
litbang
cenderung diserahkan
an pada unit tersendiri
sehingga komersialis
lisasi litbang menjadi
tersentralisasi. Di Indonesia,
In
pelaksanaan
komersialisasi
justru
j
memiliki
kecenderungan adany
nya pengelolaan yang
terdesentralisasi ke tin
tingkat satuan kerja dan
bahkan langsung kepad
pada peneliti.
Responden

proporsi ideal antara kebutuha
uhan sektor hulu
dan hilir.

15
10
5
0

Series1

Peneliti

Tim di
d
satua
satuan
kerja

Tim di
satuan
kerja
lain

Pihak
ketiga

12

8

5

7

Gambar 5. Pelaksanaa Komersialisasi
K
Litbang

9

Beberapa bentuk kome
mersialisasi hasil
litbang adalah yang pertam
rtama pelaksana
komersialisasi dilakukan oleh
ole unit kerja
yang ditunjuk oleh instansi
si induk seperti
yang dilakukan dalam prakte
ktek manajeman
litbang internasional, atau
tau setidaknya
dilakukan oleh tim lain di satu
atuan kerja yang
khusus menangani komersia
sialisasi. Kedua
adalah peneliti bekerjasama dengan
de
pihak di
luar instansinya (misalnyaa koperasi atau
pihak lainnya) untuk mem
emasarkan hasil
penelitiannya. Dalam hal ini
in pihak luar
berfungsi sebagai pencari order
or
sementara
peneliti yang akan membuatka
tkan produk hasil
litbang sesuai dengan perminta
intaan.
Responden

15
10
5
0
Dikelola secara Dikelola oleh Dikelola secara Dikelola secara
pribadi oleh
Satker
korpora oleh terpisah atau
korporat
instans induk bersama mitra
instansi
peneliti

Gambar 6. Pengelola Dana Hasil
il Komersialisasi
K

Hasil penelitian yang
ang menyatakan
bahwa mayoritas respondenn 40 responden
(44%) mengelola dana hasil
il komersialisasi
litbang dikelola oleh satuan kerja,
ke
sementara
itu 8 responden (25%)) menyatakan
pengelolaan dana komersialis
alisasi dilakukan
secara pribadi, jumlah yang
ng hampir sama
yaitu 7 responden (22%) men
enyatakan dana
komersialisasi dikelola secara
ara terpisah atau
bersama mitra, dan sisanya
ya 3 responden
(9%)
menyatakan
bahwa
ba
dana
komersialisasi dikelola oleh instansi
in
induk.
Di Indonesia dimanaa ssebagian besar
hasil-hasil litbang merupakan
an milik negara
memerlukan pola pengelolaan
an komersialisas
secara korporat. Pengelolaann secara
s
korporat
memungkinkan proses akunta
ntabilitas publik
dimana capaian-capaian komersialisasi
litbang akan menjadi capa
apaian korporat
instansi induk. Selain itu uunit pelaksana

komersialisasi biasany
anya memiliki sumber
daya manusia yan
ang ditunjuk secara
profesional
untu
tuk
melaksanakan
komersialisasi. Denga
gan demikian, peneliti
tidak perlu dibebanka
kan oleh aktivitas lain
yang menghambatt produktivitas dan
kompetensinya
untuk
un
menghasilkan
teknologi. Adanya tumpang
tu
tindih antara
tugas kelitbangan dengan
de
komersialisasi
litbang
dikhawatirk
tirkan
justru
akan
menghambat
kinerj
erja
litbang
secara
keseluruhan. Lebih jauh
ja
lagi, karakteristik
lembaga litbang yang
g sangat akademis akan
tergerus oleh logika
ika-logika bisnis yang
sangat mengedepankan
kan profit.
Namun demi
mikian, kekhawatiran
tersebut tampaknyaa sudah terjadi di
Indonesia. Hasil obser
servasi pada saat survey
dilakukan menunjukka
kan bahwa para peneliti
memegang kendali yang
ya
sangat kuat atas
teknologi yang dihasi
asilkannya. Kendali ini
juga terjadi pada saat
saa teknologi tersebut
dikomersialisasikan
dimana
sebagian
peneliti mengakui bahwa
b
komersialisasi
dilakukan secara indiv
ividu. Dengan kata lain,
peneliti membuat produk-produk
p
hasil
penelitiannya menjad
jadai skala komersial
kemudian menjualny
lnya dan mengambil
keuntungan secara prib
ribadi.
Karenanya
tidak
terlalu
mengherankan apabi
abila hasil penelitian
menunjukkan bahwaa beberapa responden
menyatakan bahwa pengelolaan
pe
dana hasil
komersialisasi litban
ang dikelola secara
individual oleh penelit
eliti. Pengelolaan secara
bersama dengan pihak
pih
mitra sepanjang
dilakukan secara tidak
tida resmi dan diluar
kerangka PNBP meru
erupakan bentuk-bentuk
pengelolaan yang sem
emangatnya merupakan
kapitalisme hasil-ha
hasil litbang secara
individual.
Akan tetapi kap
kapitalisme hasil litbang
semacam ini buka
kan dilakukan tanpa
alasan.Beberapa resp
esponden menyatakan
bahwa pengelolaan secara
sec
pribadi dilakukan
untuk menghindari atu
aturan yang begitu ketat
10

bahwa kontribusi inte
ntelektual peneliti harus
tercermin dalam nilai
lai suatu teknologi hasil
litbang. Selebihnya,, sebanyak
s
8 responden
(25%) menyatakan bah
ahwa valuasi ditentukan
dengan membandingka
gkan teknologi sejenis, 2
responden (13%) meny
enyatakan menggunakan
pihak ketiga dalam melakukan
m
valuasi, dan
4 responden (4%)) menyatakan tidak
melakukan valuasii yang berarti harga
ditentukan oleh pasar.
ar. Metoda valuasi dapat
dilihat pada Gambar 7 di bawah ini.
20
Responden

yang dianggap tidak mengun
guntungkan bagi
peneliti. Aturan yang dihindar
dari oleh peneliti
antara
lain
keharusann
melakukan
komersialisasi di bawah payung
p
PNBP
dimana dana hasil komers
ersialisasi harus
disetorkan terlebih dahulu ke
k kas negara.
Keberatan para peneliti dal
dalam kerangka
PNBP adalah pada pengakuan
pen
dan
pembagian hasil yang dianggap
dia
tidak
memihak kepada penelit
liti. Hal ini
sebenarnya merupakan ketidakfahaman
k
peneliti dalam membaca kete
etentuan undangundang meskipun sebenarnya
ya dalam batasbatas tertentu peneliti masih
ih dimungkinkan
untuk memperoleh insentiff dari
d
dana hasil
komersialisasi litbang. Kebe
eberatan lainnya
adalah pada saat pemeriksa
ksaan keuangan
(terutama yang dilakukan oleh
o
BPK-RI)
selalu
mengungkapkan
n
persoalan
komersialisasi litbang sebagai
se
suatu
temuan.Sementara itu, kebi
ebijakan hukum
yang belum jelas menyebabka
bkan solusi yang
harus dilakukan untuk meng
engatasi temuan
tersebut
belum
ada
hingga
h
saat
ini.Hambatan-hambatan terseb
sebut mendorong
inisiatif peneliti untuk melaksanakan
komersialisasi hasil litbang di bawah tangan.
Tampaknya ada harap
rapan besar para
peneliti atas teknologii yang telah
dihasilkannya. Dalam penelit
elitian terungkap
setidaknya dua hal yang diharapkan
dih
oleh
peneliti dari komersialisasii teknologi
te
yang
dihasilkannya. Pertama, kein
einginan secara
moral dari pihak peneliti untu
ntuk memperoleh
pengakuan atas teknologi
gi yang telah
dihasilkannya. Kedua, keing
inginan peneliti
untuk menikmati hasil yangg diperoleh dari
komersialisasi litbang. Hall ini
i terindikasi
dari hasil penelitian mengen
genai penentuan
harga teknologi yang ddikomersialkan
(valuasi). Jawaban respon
ponden dengan
frekuensi tertinggi adalahh sebanyak 18
responden (56%) menyat
yatakan bahwa
penentuan valuasi dilakukan
kan berdasarkan
perhitungan biaya modal dan
da intelektual.
Jawaban ini secara implisit
isit menyiratkan

15
10
5
0
Tidak ada

Memban
embandingkan Perhitungan pihak Biaya modal dan
teknolog
eknologi sejenis
profesional
intelektual

Gambar 7. Metoda
Me
Valuasi

Dampak Komersialisa
lisasi
Dari sisi pema
manfaatannya komersial
belum
memberikan
an
kontribusi
yang
signifikan terhadap
ap kegiatan litbang.
Setidaknya, dari sud
udut pandang peneliti,
kegiatan komersialis
lisasi litbang belum
memberikan insentif
if yang memadai untuk
mendorong penelitii untuk
u
lebih produktif
menghasilkan teknolog
logi yang bermanfaat.

Gambar 8. Bentuk Reward
rd yang Diterima Responden

11

Hasil penelitian menun
unjukkan bahwa
meskipun komersialisasi telah
lah dilaksanakan,
13 responden (41%) meny
enyatakan tidak
menerima reward apapun dari
ari komersialisasi
litbang.
Responden
lai
lainnya
yang
menyatakan menerima reward
rew
berupa
royalty hanya berjumlah 6 resp
esponden (19%),
responden yang menyataka
akan menerima
reward dalam bentuk kesempa
patan mengikuti
diklat luar negeri dan keter
terlibatan dalam
mengelola bisnis masing-ma
masing hanya 1
responden (3%) dan selebihny
nya sebanyak 11
responden (34%) menyatak
takan menerima
reward dalam bentuk lain.

Arah Komersialisasi Litbang
ng
Meskipun dampak komersialisasi
litbang dinilai belum membe
berikan dampak
sebagaimana
diharapkan
an,
praktik
komersialisasi
litbang
di
d
Indonesia
membuka peluang menguatn
atnya dukungan
terhadap daya saing indust
ustri. Meskipun
hingga saat ini tingkat kepe
percayaan pihak
industri terhadap hasil litbang
ng dalam negeri
masih relatih rendah, namun
n hhasil penelitian
menunjukkan kecenderungan
an terbangunnya
kemitraan dengan pihak indust
ustri.

Perusahaan
yang dibangun
bersama mitra

yang didirikan
peneliti
20
15
10
5
0

Bisnis/IKM

Perusahaan
yang dibangun
olehPenerima
Satker Te
Gambar 9. Mitra
Teknologi

Data yang diperoleh
eh menunjukkan
bahwa pihak bisnis/IKM mer
erupakan pihak

yang paling banyak dipilih
d
oleh responden
sebagai
mitra
penerima
pe
teknologi.
Kecenderungan
lainnya
adalah
komersialisasi
litbang
litb
mendorong
tumbuhnya unit usaha
aha yang didirikan oleh
peneliti.
Kendala Komersialisa
lisasi Litbang
Kendala yan
ang dirasakan oleh
responden, kebijakan
an komersialisasi yang
lemah dirasakan oleh
leh mayoritas responden
28 responden (87,5%)
%), namun intensitasnya
sedikit diatas inte
ntensitas pembiayaan.
Berdasarkan
keter
terangan
responden,
kebijakan komersialis
alisasi yang dimaksud
tidak hanya kebijakaan pemerintah secara
umum melainkan juga
uga kebijakan pimpinan
di tingkat instansi induk
in
maupun satuan
kerja.

Gambar 10.Spektrum Kend
endala Komersialisasi litbang

Beberapa
responden
yang
menyatakan bahwa kegiatan
ke
komersialisasi
dihentikan karena ad
adanya instruksi dari
pimpinan baru di satuan
sa
kerja. Instruksi
tersebut dikeluarkann sebagai konsekuensi
dari kebijakan pimpinan
pim
baru yang
menghendaki fokus kkegiatan pada bidang
lain. Hal ini menunjuk
jukkan bahwa kebijakan
yang bersifat mikro
ro sangat menentukan
keberlangsungan kom
omersialisasi. Hambatan
kebijakan mikro terseb
rsebut terjadi pada level
satuan kerja atau pada
da level instansi induk.

12

BAB IV
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Simpulan
Kegiatan kajian ini telah menjawab
permasalahan yang ada, yaitu menjawab
kondisi
real
proses
komersialisasi,
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pelaksanaan komersialisasi dan kebijakan
yang
diperlukan
untuk
mendorong
komersialisasi hasil litbang nasional.
Komersialisasi litbang di Indonesia diwarnai
dengan berbagai proses-proses yang belum
berjalan secara ideal dimana terminologi
komersialisasi dipahami secara berbeda oleh
para peneliti. Pemahaman berbeda tersebut
terutama menyangkut pengertian tentang
status, tahapan-tahapan serta dampak
komersialisasi yang dikehendaki. Pada
umumnya
menganggap
bahwa
komersialisasi telah terjadi sepanjang telah
ada pihak yang memanfaatkan hasil kegiatan
litbang yang dihasilkannya meskipun secara
kuantitas jumlahnya belum signifikan.
Dengan
demikian,
perlu
diciptakan
pemahaman baru mengenai komersialisasi
yang meliputi proses perencanaan hingga
dampak
yang
dikehendaki
dari
komersialisasi tersebut.
Kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan komersialisasi di Indonesia
adalah minimnya pendanaan kegiatan
litbang, terutama pendanaan di sektor hilir
untuk keperluan post harvesting. Selain itu,
penelitian
ini
juga
mengungkapkan
lemahnya
peran
unit
pelaksana
komersialisasi di lembaga litbang dan
perguruan tinggi di Indonesia. Dengan
demikian agenda penguatan peran unit
pelaksana komersialisasi menjadi sangat
mendesak. Lemahnya pembiayaan serta
kebijakan komersialisasi yang lemah telah
menyebabkan penguasaan hasil kegiatan
litbang oleh peneliti sehingga kontra
produktif
dengan
korporasi
dan

profesionalisme yang menjadi semangat
komersialisasi litbang di Indonesia.
Dengan demikian, meskipun telah
dinyatakan berstatus komersial, namun
dalam prosesnya terdapat berbagai faktor
dan kendala yang berpengaruh terhadap
keberhasilan komersialisasi. Komersialisasi
yang terjadi belum mencerminkan proses
yang
memadai
sehingga
postur
komersialisasi litbang di Indonesia belum
dapat dikatakan berada dalam kondisi yang
ideal. Adalah tugas Pemerintah untuk
mendorong trasnformasi komersialisasi
litbang terutama memfokuskan diri pada
pengelolaan peluang-peluang yang dapat
meningkatkan akselerasi pencapaian.
Usulan Rekomendasi Kebijakan
Fakta-fakta yang ditemukan dalam
penelitian mengindikasikan bahwa stagnasi
komersialisasi
litbang
di
Indonesia
dilatarbelakangi oleh adanya kelemahan
dalam hal manajemen dan dukungan
terhadap kegiatan komersialisasi litbang.
Kelemahan manajemen dalam hal ini adalah
rendahnya kapasitas manajemen dalam
mengendalikan
dan
mengarahkan
komersialisasi litbang ke arah pencapaian
tujuan. Beberapa fakta yang teridentifikasi
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
pelemahan manajemen disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain adanya
pengalihan fokus kegiatan komersialisasi
menjadi kegiatan lainnya. Tidak hanya
dialihkan, pelemahan manajemen juga
terjadi akibat penarikan dukungan sumber
daya dan fasilitas yang memadai untuk
melaksanakan
komersialisasi.
Hasil
penelitian
mengindikasikan
bahwa
keseluruhan kondisi ini terjadi akibat
rendahnya
pemahaman
tentang
komersialisasi
sehingga
seringkali
komersialisasi litbang tidak ditempatkan
13

sebagai prioritas. Perlu dicatat bahwa faktorfaktor yang menyebebkan pelemahan
manajemen komersialisasi litbang tersebut
di atas merupakan kondisi yang terjadi pada
level satuan kerja.
Manajemen komersialisasi litbang
yang lemah telah menyebabkan terjadinya
dominasi kontrol yang sangat kuat atas
kegiatan litbang oleh peneliti. Kontrol
tersebut biasanya mengarah pada tindakantindakan illegal licensing ataupun illegal
spin off. Illegal Licensing adalah pemberian
izin kepada pihak lain untuk menggunakan
teknologi hasil litbang tanpa memperoleh
izin yang sah dari instansi induk sebagai
pemegang hak atas kekayaan intelektual
milik negara. Sementara illegal spin-off
adalah penggunaan teknologi hasil litbang
dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang
dijalankan sendiri oleh peneliti tanpa
memperoleh izin yang sah dari instansi
induk sebagai pemegang hak atas kekayaan
intelektual milik negara. Tindakan-tindakan
tersebut di atas memunculkan adanya isu
dekorporatisasi komersialisasi litbang yang
dicirikan dengan pengalihan pengelolaan
litbang dari domain negara (instansi induk)
menuju domain privat (peneliti). Praktik
semacam ini menyebabkan benefit yang
diperoleh dari hasil komersialisasi litbang
berpotensi
untuk
dikuasai
secara
perseorangann
sehingga
justru
kontraproduktif dengan semangat alih
teknologi.
Penyebab lainnya yaitu lemahnya
dukungan terhadap kegiatan komersialisasi
litbang terjadi pada level Pemerintah.
Beberapa bentuk lemahnya dukungan
Pemerintah tersebut terjadi antara lain
berupa pembiayaan sektor hilir yang kurang

memadai. Harus diakui bahwa selama ini
alokasi
pembiayaan
litbang
masih
dititikberatkan pada pembiayaan penelitian
sementara pembiayaan pasca penelitian
dirasakan belum cukup memadai. Bentukbentuk
lainnya
adalah
kebijakan
komersialisasi litbang yang oleh sebagian
pelaku litbang dianggap belum jelas
sehingga menimbulkan keraguan dan
keengganan
untuk
melaksanakan
komersialisasi litbang. Selain itu, dari
perspektif industri diperoleh informasi
bahwa kebijakan litbang tidak cukup
menarik bagi industri untuk memanfaatkan
teknologi dari lembaga litbang. Di samping
bentuk-bentuk tersebut di atas, kebijakan
antar kewenangan yang belum harmonis
turut berkontribusi terhadap pelemahan
dukungan terhadap komersialisasi litbang.
Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa
beberapa lembaga litbang menghindari
kegiatan komersialisasi litbang karena
khawatir bahwa proses komersialisasi akan
membawa memperolah penilaian negatif
dalam pemeriksaan keuangan.
Seperti yang terjadi pada isu
dominasi kontrol atas kegiatan litbang,
lemahnya dukungan terhadap kegiatan
komersialisasi litbang juga berakibat
terhadap
terjadinya
dekorporatoisasi
komersialisasi litbang. Dukungan yang
kurang memadai mendorong peneliti untuk
memanfaatkan hasil litbang tanpa melalui
tata cara yang resmi. Cara ini dianggap
paling aman dan menguntungkan bagi
peneliti karena dianggap sebagai reward atas
kerja kerasnya menghasilkan teknologi.
Selain itu, lemahanya dukungan juga
mengakibatkan rendahnya tingkat alih
teknologi yang tercatat secara resmi sebagai
14

kinerja lembaga litbang atau perguruan
tinggi. Meskipun sebenarnya praktik alih
teknologi telah terjadi, dalam kondisi
dukungan yang rendah dapat dipastikan
bahwa alih teknologi dilakukan melalui
komersialisasi di bawah tangan dengan

modus illegal licensing atau illegal spin-off.
Roadmap mengenai faktor-faktor yang
berkontribusi
terhadap
pelemahan
komersialisasi litbang tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2 di bawah ini.

!

#

$
'
%

"

'

&

++&

&

%

'

#

' &
.
*

& #'&( '(& # #
)
'
*
+ #'&( # &
*$
& ' ,$

'

#
(#'&

'

'
-(
* '

Gambar 11. Roadmap Faktor-faktor Pelemahan Komersialisasi Litbang dan Solusi Kebijakan

Faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap pelemahan komersialisasi litbang
tersebut di atas memunculkan beberapa isu
kebijakan antara lain kebijakan pada level
praktis berupa upaya penguatan manajemen
dan dalam level Pemerintah dengan
membangun insentif yang mendorong alih
teknologi.
Untuk
menuju
proses
komersialisasi litbang yang dapat mencapai

tujuan alih teknologi perlu adanya arsitektur
kebijakan yang kuat pada level praktis
berupa upaya penguatan manajemen dan
dalam level pemerintah dengan membangun
insentif yang mendorong alih teknologi.
Setidaknya ada empat hal pilar kebijakan
yang
diperlukan
untuk
mendukung
komersialisasi litbang di Indonesia.

15

Pertama, restrukturisasi pembiayaan
litbang terutama yang berfokus pada skemaskema pendanaan litbang di sektor hilir. Hal
ini dilakukan sejalan dengan penguatan
kebijakan exit strategy, yaitu mengupayakan
program-program yang mempercepat proses
transformasi hasil-hasil litbang ke ranah
pemanfaatan yang berdampak secara
langsung bagi kegiatan ekonomi.
Kedua, perlu adanya rekonstruksi
relasi litbang-pemerintah-industri dengan
skema-skema pendanaan litbang yang tidak
hanya memberikan fasilitas kepada lembaga
litbang dan perguruan tinggi melainkan juga
yang memberikan insentif bagi dunia
industri.
Ketiga, pembinaan dan penguatan
kapasitas alih teknologi yang difokuskan
pada peningkatan kapasitas manajemen

komersialisasi litbang. Program-program
pembinaan dalam bentuk pendidikan,
pelatihan dan peningkatan kapasitas menjadi
alternatif yang efektif untuk melakukan
pembinaan
manajemen
komersialisasi
litbang, dan intensifikasi temu bisnis/bisnis
forum.
Keempat,
koordinasi
antar
kewenangan dimana setiap kebijakan
komersialisasi yang akan diterbitkan
memerlukan
keterlibatan
berbagai
kewenangan sehingga kebijakan yang
dihasilkan bersifat kooperatif. Kebijakan
tersebut termasuk kebijakan pada level
mikro yaitu aturan-aturan komersialisasi di
tingkat instansi induk dan satuan kerja
terutama kebiajakan royalti, metode valuasi,
dan mekanisme pembayarannya.

16

DAFTAR PUSTAKA
Aimana, Syahrul., Erman Aminullah and Manaek Simamora. 2007. Commercialization of Public
R&D in Indonesia. National Workshop on ‘Sub-national Innovation Systems and
Technology Capacity Building Policies to Enhance Competitiveness of SMEs’ April 3-4.
Jakarta
Agnani, Betty., dkk. 2007. R&D Policy in Economies with Endogenous Growth and NonRenewable Resources. Journal of Economic Literature. Bilbao
Aoyama, Mikio. Co-Evolutionary Service-Oriented Modelof Technology Transfer in Software
Engineering.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2012. Panduan Pengukuran Tingkat Kesiapan
Teknologi : TEKNO-METER. Gerbang Indah Nusantara. Jakarta
Barton, John H., 2007. New Trends in Technology Transfer : Implications for National and
International Policy. International Centre for Trade and Sustainable Development
(ICTSD). Switzerland
Carayannis, Elias G., 1998. Achieving Success and Managing Failure in Technology Transfer
and Commersialization : Lesson Learned from US Government R&D Laboratories.
International Journal of Technology Management. Vol.17, Number ¾.
Dhewanto, Wawan dan KK Umam. 2009. Technology Commercialisation in Indonesia: Current
Condition and Its Challenges. The Asian Journal of Technology Management : Volume
2, Number 1
Economic Policy Unit. A Practical Guide to Policy Making in Northern Ireland. Policy First
Minister and Deputy First Minister. Belfast
Edi, Ragil Yoga dan Bambang Subiyanto. Analisi Kasus Terhambatnya Pemberian Royalti
Kepada Inventor Atas Hasil Alih Teknologi Kegiatan Litbang.
Etro, Federico., Global innovation and R&D Policy Coordination. Journal of Economic
Literature
Geisler, Eliezer. THE METRICS OF TECHNOLOGY EVALUATION: WHERE WE STAND AND
WHERE WE SHOULD GO FROM HERE. Annual Technology Transfer Society Meeting,
July 15-17, 1999 STUART WORKING PAPER 99-03
Glass, Amy Jocelyn and Kamal Sagi. International technology transfer and the technology gap.
Journal of Development Economic, Vol. 55 1998. 369–398
Gurbiel, roman. 2002. IMPACT OF INNOVATION AND TECHNOLOGY TRANSFER ON
ECONOMIC GROWTH: THE CENTRAL AND EASTERN EUROPE EXPERIENCE.
Warsaw School of Economics. Poland
Harmon, Brian and Members. 1997. Mapping The University Technology Transfer Process.
Journal of Business Venturing 12. 423-434
Hu, lbert G.Z., Gary H. Jefferson and Qian Jinchang. R&D and Technology Transfer: FirmLevel Evidence from Chinese Industry. JEL classifications: 03, F23

17

Khalozadeh,
Farhad
and
members.
2011.
Reengineering
University–Industry
Interactions:Knowledge-Based Technology Transfer Model. European Journal of
Economics, Finance and Administrative Sciences ISSN 1450-2275 Issue 40
Klette, Tor Jakob., Jarle Moen., Zvi Griliches. 2000. Do subsidies to commercial R&D reduce
market failures? Microeconometric evaluation studies. JEL classification: O30; O40; L10
Lach, Saul and Mark Schankerman. 2003. Royalty Sharing and Technology Licensing in
Universities. JEL No. 031, 034, L3, LOl
Lee, Kleinman Daniel. 2000. Scince, Technology and Democracy. State University of New York.
United State of America
Lee, Thealzel and member. 2004. Commercialization Success in Early Stage Technology
Companies. ROCKET BUILDERS. Canada
Magnusson, Mats., Maureen McKelvey, Matteo Versiglioni. The Forgotten Individuals : Attitude
and Skills in Academic Commercialization in Sweden. Institute for Management of
Innovation and Technology. Sweden
Martey, Edward., Ramatu M. Al Hassan., and John K. M. Kuwornu. Commercialization of
smallholder agriculture in Ghana: A Tobit regression analysis. African Journal of
Agricultural Research Vol. 7(14), pp. 2131-2141
Meridian Institute. 2011. Post-Harvest Technology Commercialization Initiative Concept Note :
Innovations for Agricultural Value Chains in Africa. Meridian Institute. Washington DC
MIT TLO. 2005. An Inventor’s Guide to Technology Transfer at the Massachusetts Institute of
Technology. MIT. Cambridge
Mojaveri HS, Nosratabadi HE, Farzad Hossein, 2011, A New Model for Overcoming
Technology Transfer Barriers in Iranian Health System. International Journal of Trade,
Economics and Finance : Vol. 2, No. 4
Paun, Florin., Demand Readiness Level" (DRL), a new tool to hybridize Market Pull and
Technology Push approaches : Introspective analysis of the new trends in Technology
Transfer practices. JEL Code : O14, O3, O44
OECD., 2004. Science and Innovation Policy : Key Challenges and Opportunities. OECD
observer
OECD. 1996. INTELLECTUAL PROPERTY,TECHNOLOGY TRANSFER AND GENETIC
RESOURCES. Head of Publication Service OECD. France
Office of Inspector General. 2012. AUDIT OF NASA’S PROCESS FOR TRANSFERRING
TECHNOLOGY TO THE GOVERNMENT AND PRIVATE SECTOR. NASA
Perry , Thomas D., 2010. Ampulse Corporation: A Case Study on Technology Transfer in U.S.
Department of Energy Laboratories. National Renewable Energy Laboratory. Colorado,
US.
Samimi , Ahmad Jafari and Seyede Monireh Alerasoul. 2009. R&D and Economic Growth: New
Evidence from Some Developing Countries. Australian Journal of Basic and Applied
Sciences, 3(4): 3464-3469

18

Schacht , Wendy H., 2011. The Bayh-Dole Act: Selected Issues in Patent Policy and the
Commercialization of Technology. Congressional Research Service. US
Seres, Sthephen. 2008. Analysis of Technology Transfer in CDM Projects. Canada
Shibata, Naoki., Yuya Kajikawa and Ichiro Sakata. 2010. Technological Forecasting & Social
Change. Technological Forecasting & Social Change 77 (2010) 1147–1155.
Stig, Daniel Corin., Ulf Hogman, Dag Bergsjo. 2011. Assesment of Readiness for Internal
Technology Transfer-A case Study. INCOSE
Stone, Vathsala I., members 2010. Beyon Technology Transfer : Quality of Life Impacts from
R&D Outcomes. Volume 6, No. 1
Tim Forsyth Chatam House. 2005. Partnerships for Technology Transfer : How can investors
and communities build renewable energy in Asia? The Royal Institute of International
Affairs
Tomlinson, Shane., Pelin Zorl and Claire Langley. 2008. Innovation and Technology Transfer :
Framework for a Global Climate Deal. E3G & Chatam House. London
UNCTAD, 2011, Transfer of Technology. United Nation Publication, Switzerland.
UNESCO. 2005. Towards Knowledge Societies. UNESCO Publishing. France
UNIDO and the World Summit on Sustainable Development. 2002. Innovative Technology
Transfer Framework Linked to Trade for UNIDO Action. UNIDO. Vienna
United Nations Framework Convention on Climate Change. 2010. THE CONTRIBUTION of the
Clean Development Mechanism under the Kyoto Protocol TO TECHNOLOGY
TRANSFER. UNFCCC. Bonn, Germany
US. Departement of Energy. 2007. Stage-Gate Innovation Management Guidelines. Version 1.3.
United State
Wahab, SA., Rose, RC., Uli, Jegak., Abdullah, Haslinda., 2009, A Review on the Technology
Transfer
Models, Knowledge-Based and Organizational Learning Models on
Technology Transfer, European Journal of Social Sciences : Volume 10, Number 4
Zerfass, Ansgar., 2005. Innovation Readiness A Framework for Enhancing Corporations and
Regions by Innovation Communication. Innovation Journalism. Vol.2 No.8

19