BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Peduli Lingkungan - UPAYA MENINGKATKAN PEDULI LINGKUNGAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHINGAND LEARNING MATERI SUMBER DAYA ALAM DI KELAS IV SD NEGERI PASI

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Peduli Lingkungan Lingkungan berdampingan dengan kehidupan manusia sejak dari

  manusia itu lahir. Manusia dituntut untuk selalu menjaga dan melestarikan lingkungan, karena hidup manusia bergantung oleh lingkungan. Lingkungan menurut Uno (2011: 137) merupakan salah satu potensi yang diciptakan oleh Allah SWT untuk digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan manusia dalam menjalani hidup di dunia yang perlu dijaga kelestariannya. Manusia hidup berdampingan dengan alam, oleh karena itu manusia dituntut untuk mempunyai sikap peduli lingkungan. Peduli lingkungan menurut Daryanto (2013: 150) yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

  Indikator peduli lingkungan di sekolah menurut Daryanto (2013: 150) dalam Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah disajikan pada table 2.1 berikut:

  7

Tabel 2.1 Indikator Peduli Lingkungan Nilai

  Indikator Karakter Peduli Membersihkan WC.

  Lingkungan Membersihkan tempat sampah.

  Membersihkan lingkungan sekolah. Memperindah kelas dan sekolah dengan tanaman. Ikut memelihara taman di halaman sekolah. Ikut dalam kegiatan menjaga kebersihan lingkungan.

  Indikator di atas adalah indikator jenjang Sekolah Dasar (SD) kelas 4-6 pada karakter peduli lingkungan. Indikator karakter sebagai pacuan atau pedoman guru dalam menerapkan dan menilai karakter siswa di sekolah. Indikator nilai karakter juga disesuaikan dengan mata pelajaran yang ada di sekolah.

  Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peduli lingkungan memiliki beberapa indikator yaitu membersihkan WC, membersihkan tempat sampah, membersihkan lingkungan sekolah, memperindah kelas dan sekolah dengan tanaman, ikut memelihara taman di halaman sekolah, dan ikut dalam kegiatan menjaga kebersihan sekolah. Indikator tersebut harus dikembangkan agar guru mengetahui seberapa besar siswa yang telah peduli terhadap lingkungan di sekolah. Guru juga perlu bekerja sama dengan orang tua mengenai penerapan peduli lingkungan di kehidupan siswa sehari-hari.

2. Prestasi Belajar

  Prestasi belajar merupakan hasil dari kemampuan siswa terhadap materi belajar. Prestasi menjadi tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran. Pengertian prestasi belajar yang dijelaskan oleh Arifin (2013: 12-13) mengatakan bahwa, kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha. istilah prestasi belajar (achievement) berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi Belajar menurut Mulyasa (2014: 189) prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antara lain dalam kesenian, olahraga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.

  Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Fungsi dari prestasi belajar antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasi siswa.

  2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.

  3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

  Asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

  4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan siswa. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan siswa di masyarakat. Asumsinya adalah kurikulum yang digunakan relevan pula dengan kebutuhan masyarakat. 5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) siswa. Siswa menjadi fokus utama yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran, karena diharapkan siswa dapat menyerap seluruh materi pelajaran.

  Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Ahmadi (2013: 138) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain: Faktor internal: 1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. 2) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas : a) Faktor intelektif yang meliputi: (1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.

  (2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.

  b) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

  c) Faktor kematangan fisik maupun psikis.

  Faktor eksternal: 1) Faktor sosial yang terdiri dari:

  a) Lingkungan keluarga

  b) Lingkungan sekolah

  c) Lingkungan masyarakat

  d) Lingkungan kelompok 2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

  3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.

  4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

  Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu dari dalam diri siswa itu sendiri yang di dorong oleh faktor luar yaitu berupa faktor keluarga, dan faktor lingkungan masyarakat. Jika faktor dari dalam sudah baik, maka faktor yang berpengaruh besar yaitu dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Peran orangtua untuk mendidik akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa di sekolah.

3. Contextual Teaching and Learning (CTL)

  Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan salah satu

  model pembelajaran yang inovatif. CTL merupakan model pembelajaran yang mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat memahami dan menerapkannya langsung dikehidupan nyata. Johnson (2006: 19) menyebutkan bahwa:

  “…an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the system encompasses the following eights components: making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment.”

  Pendapat di atas menjelaskan bahwa, sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang siswa pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian siswa, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya siswa. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui sistem yang meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan- keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.

  Penjabaran lain mengenai pengertian model pembelajaran

  

Contextual Teaching and Learning yaitu dari Sanjaya (2006: 255) yang

  mengatakan bahwa, Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Hudson dan Vesta (2007: 58) menyebutkan bahwa:

  “Contextual Teaching and Learning (CTL) has been defined here as a way to introduce content using a variety of active- learning techniques designed to help students connect what they already know to what they are expected to learn, and to construct new knowledge from the analysis and synthesis of this learning process.”

  Pendapat di atas merupakan definisi dari Contextual Teaching

  

and Learning (CTL).Hudson dan Vesta (2007: 58) menyebutkan bahwa

Contextual Teaching and Learning (CTL) didefinisikan di sini sebagai

  cara untuk memperkenalkan konten menggunakan berbagai teknik pembelajaran aktif. Hal tersebut dirancang untuk membantu siswa menghubungkan apa yang mereka tahu dengan apa yang mereka harapkan untuk belajar, dan untuk membangun pengetahuan baru dari analisis dan sintesis proses belajar ini. Hal tersebut akan memudahkan siswa untuk memahami proses pembelajaran. Proses pembelajaran

  

Contextual Teaching and Learning akan tercapai jika konsep dari

pembelajaran CTL dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.

  Pendekatan model pembelajaran Contextual Teaching and

  

Learning (CTL) memiliki tujuh asas yang melandasi pelaksanaan

  proses pembelajarannya, antara lain: 1) Konstruktivisme

  Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Konstruktivisme digagas oleh Mark Baldawin dan dikembangan dan diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Jean Piaget dalam Sanjaya (2006: 265) lebih lanjut menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut: a) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

  b) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

  c) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.

  Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

  Asumsi itu melandasi CTL yaitu mendorong siswa agar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman nyata. Pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. 2) Inkuiri

  Asas kedua yaitu inkuiri. Pembelajaran inkuiri didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

  Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.

  Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas dan ingin dipecahkan. Siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa utuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul, selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas ini diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.

  3) Bertanya (Questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Guru dalam proses pembelajaran CTL tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.

  Guru memancing siswa dengan pertanyaa-pertanyaan yang diberikan pada saat proses pembelajaran. Hal tersebut diharapkan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

  Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok.

  Pada kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.

  5) Pemodelan (Modeling) Asas pemodelan atau modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. contoh dari asas pemodelan yaitu guru memperagakan bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, dan lain sebagainya.

  Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

  6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.

  Pada proses pembelajaran menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah diepalajarinya. Siswa dibiarkan secara bebas menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

  7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment) Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.Penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penjelasan dari ketujuh asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat disimpulkan yaitu pengetahuan yang disusun atau dibangun oleh diri sendiri berdasarkan penglaman siswa yang disebut konstruktivisme. Siswa pada tahap konstruktivisme berlangsung diiringi dengan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis yang disebut pembelajaran inkuiri. Pada saat berlangsungnya proses pembelajaran inkuiri, siswa diarahkan untuk bertanya (questioning) dan menjawab pertanyaan. Hal tersebut merupakan hakikat dari belajar dan merupakn konsep dari masyarakat belajar yang saling membagi pengetahuan satu sama lain. Proses belajar yang bermakna yaitu dengan menggunakan pemodelan (modeling), dan merefleksi materi yang kemudian semua proses tersebut dinilai oleh guru dengan menggunakan penilaian nyata (Authentic Assessment).

  Berdasarkan tujuh asas yang melandasi pembelajaran Contextual

  

Teaching and Learning (CTL) dibentuk sebuah pola pembelajaran CTL

  yang merupakan merupakan gambaran bagaimana cara menerapkan model pembelajaran CTL ke dalam proses pembelajaran di kelas. Sanjaya (2006: 270) menyebutkan bahwa untuk mencapai kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini:

  1) Pendahuluan

  a) Guru menjelaskan kmpotensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pembelajaran yang akan dipelajari.

  b) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL: (1) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumalah siswa.

  (2) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi.

  (3) Melaui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan di tempat yang akan diobservasi oleh siswa nantinya.

  c) Guru melakukan tanya jawab mengenai tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

  2) Inti

  a) Di lapangan (1) Siswa melakukan observasi ke tempat yang sudah ditentukan sebelumnya oleh guru.

  (2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di lapangan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.

  b) Di dalam kelas (1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.

  (2) Siswa melaporkan hasil diskusi. (3) Setiap kelompok menjawab sesuai pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.

  3) Penutup

  a) Guru membantu siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai.

  b) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema.

4. Pembelajaran IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok di Sekolah Dasar. Mata pelajaran IPA menekankan pada nilai karakter siswa karena berhubungan langsung dengan alam sekitar manusia. Zubaedi (2011: 291) menyatakan bahwa upaya menanamkan nilai karakter kepada siswa juga bisa dilakukan melalui mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (sains). Banyak nilai penting kehidupan yang dapat dipelajari dari IPA, memberi konsekuensi kepada para pendidik untuk dapat mengembangkan IPA sebagai salah satu media dalam pembentuk pribadi siswa. Siswa dalam hal ini diajak menelaah serta mempelajari nilai-nilai dalam IPA yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat.

  Nilai-nilai dalam IPA yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat merupakan salah satu tujuan IPA di terapkan di sekolah dasar. Depdikbud dalam Zubaedi (2011: 292) menyebutkan bahwa tujuan IPA adalah sebagai tuntunan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat sesuai zamannya. Zubaedi (2011: 292) mengatakan bahwa tujuan pengajaran IPA semakin berkembang, khususnya dalam tiga aspek hakikat, yaitu proses, produk, dan sikap. Hal ini ditekankan kepada aspek teori dan praktik serta dirumuskan dengan mempertimbangkan kepentingan personal dan sosial. Menurut Rustaman, dan Rustmana dalam Zubaedi (2011:293) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA selain untuk memahami konsep-konsep

  IPA dan keterkaitannya, juga ditujukan untuk: a) Meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

  b) Mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah sehari-hari.

  c) Mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep- konsep IPA dan menumbuhkan nilai serta sikap ilmiah.

  d) Menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.

  Pada pembelajaran IPA memuat materi-materi yang berhubungan dengan manusia dana lam sekitar. Salah satu materi yang terdapat pada

  IPA yaitu materi sumber daya alam. Peneliti mengambil materi Sumber Daya Alam yang terdapat di kelas IV SD semester 2 yaitu pada KD 11.3 yaitu menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan. Materi tersebut berisi tentang dampak pengambilan bahan alam tanpa pelestarian dan menghemat energi dan mengurangi pencemaran. Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu siswa memahami tentang dampak pengambilan bahan alam tanpa pelestarian, memahami langkah pelestarian alam, memahami cara menghemat energi dan mengurangi pencemaran udara, tanah, dan air.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

  Ada beberapa penelitian mengenai model pembelajaran Contextual

  Teaching and Learning (CTL) yang telah dilakukan, antara lain:

  1. Krisnandari Ekowati, dkk. (2015) tentang

  “The Application of Contextual Approach in Learning Mathematic to Improv Students Motivation At SMPN 1 Kupang” menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa meningkat dengan diadakannya tiga siklus. Nilai awal yaitu 38,78, pada siklus perta naik 34,9% yaitu menjadi 73,68, siklus kedua naik 40.33% yaitu menjadi 79,11 dari nilai awal, dan pada siklus ke tiga naik 43.84% yaitu menjadi 82,62 dari nilai awal.

  2. Yudha Aprizani. (2016) tentang “Improving Reading Comprehension

  

Using Contextual Teaching and Learning (CTL)” menunjukan bahwa

  pembelajaran dengan menggunakan model CTL lebih baik dari pada pembelajaran dengan instruksi langsung. Diharapkan guru dapat memperbaharui model pembelajaran mereka dengan menggunakan model pembelajaran CTL.

  3. Penilitian yang dilakukan oleh Noor Alfu Laila (2009) tentang “Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap Hasil Belajar Membaca Pemahaman Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD” menunjukkan bahwa pertama, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa hasil belajar membaca pemahaman siswa yang diajar melalui pendekatan CTL lebih tinggi dari siswa yang diajar melalui pendekatan konvensional, ternyata secara empiris teruji oleh data. Kedua, kedua hipotesis penelitian yang menyatakan hasil belajar membaca pemahaman siswa antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yang diberi perlakuan CTL lebih tinggi dari siswa yang diberi perlakuan konvensional, ternyata secara empiris teruji oleh data. Ketiga, hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa hasil belajar membaca pemahaman siswa antara siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang diberi perlakuan CTL lebih tinggi dari siswa yang diberi perlakuan konvensional, ternyata secara empiris teruji oleh data.

4. Suryanti, dkk. (2006) melakukan penelitian tentang “Pembelajaran

  Kontekstual Sebagai Upaya Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas V SD Labo ratorium Unesa dalam Memahami Materi Panas” menunjukkan bahwa berdasarkan matriks orang-butir skor hasil tes pemahaman konsep materi perpindahan panas, diketahui siswa yang tuntas atau nilainya ≥75 yaitu 85% dari jumlah siswa. Berdasarkan dari uraian di atas mengenai penelitian-penelitian yang relevan, dalam penelitian ini peneliti mengembangkan penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi sumber daya alam di kelas IV SD. Peneliti akan mengembangkan penerapan model CTL dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. Penelitian ini lebih menekankan pada sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran.

C. Kerangka Pikir

  Setelah dilaksanakannya observasi dan wawancara di kelas IVB SD Negeri Pasir Wetan pada tanggal 12 Januari 2017 terdapat masalah mengenai sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA yang belum maksimal. Pembelajaran IPA yang telah diajarkan belum mampu memberikan dorongan bagi siswa untuk mengaplikasikan ilmu yang siswa dapat ke dalam kehidupan sehari-hari. Siswa kurang memiliki sikap peduli terhadap lingkungan sekitar sekitar sekolah. Siswa juga kurang memahami dan menguasai materi pelajaran IPA yang menyebabkan prestasi belajar siswa belum maksimal pada mata pelajaran IPA. Guru perlu melakukan tindakan untuk meningkatkan sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa di kelas IVB SD Negeri Pasir Wetan.

  Guru dapat melakukan beberapa cara untuk meningkatkan sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa, salah satunya menggunakan penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL). Model CTL dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna, sehingga siswa mampu untuk memahami, menguasai, dan menerapkan di kehidupan nyata. Pada model pembelajaran CTL terdapat tiga hal yang harus dipahami, yaitu:

  1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.

  2. CTL mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.

  3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

  Berdasarkan penjelasan di atas, diharapkan model pembelajaran CTL dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi sumber daya alam. Kesimpulan uraian di atas disajikan dalam kerangka pikir penelitian pada gambar 2.1 sebagai berikut:

  • Sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar yang belum maksimal.
  • Belum menggunakan model pembelajaran CTL.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Kondisi

  Awal Tindakan Kondisi Akhir

  Model pembelajaran CTL dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar siswa.

  Menggunakan model Pembelajaran CTL.

  Siklus I

  Guru menerapkan model pembelajaran

  Contextual Teaching and Learning dalam

  materi sumber daya alam dengan mengunjungi pabrik, dan lingkungan sekitar sekolah.

  Siklus II

  Guru menerapkan model pembelajaran

  Contextual Teaching and Learning

  dalam materi sumber daya alam dengan mengobservasi lingkungan sekolah, dan lingkungan sekitar sekolah.

D. Hipotesis Penelitian Tindakan

  Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

  1. Penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan siswa terhadap mata pelajaran IPA di kelas IVB SD Negeri Pasir Wetan.

  2. Penerapan modal Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas IVB SD Negeri Pasir Wetan.

Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 SINAR SEMENDO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 8 48

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SISWA KELAS V SD NEGERI 3 BOJONG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 4 55

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CONTECTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SISWA KELAS IV SD NEGERI 6 METRO UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 6 45

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI MEDIA GAMBAR MATA PELAJARAN IPA MATERI SUMBER DAYA ALAM KELAS IV SD NEGERI 2 KEMILING PERMAI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 11 55

PENGGUNAAN STRATEGI PENCOCOKAN KARTU INDEKS TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SUMBER DAYA ALAM PELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI 2 KAMPUNG BARU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 65

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SCRAMBLE SISWA KELAS IV B SD NEGERI 5 METRO PUSAT

0 10 68

KEEFEKTIFAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP HASIL BELAJAR IPA MATERI SUMBER DAYA ALAM PADA SISWA KELAS IV SD GUGUS LARASATI KOTA SEMARANG

3 28 301

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD 1 KARANGBENER

0 0 22

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI SALATIGA 06 TAHUN PELAJARAN 20162017

0 1 17

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MELALUI PENDEKATAN PROJECT BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SD NEGERI KUTOWINANGUN 11 SALATIGA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015

0 0 17