Studi deskriptif tentang androgenitas pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma - USD Repository

  

STUDI DESKRIPTIF

TENTANG

ANDROGENITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

  Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

Oleh :

NATALIA REGINA DEVI SETYANINGSIH

  NIM : 019114101

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  Akhirnya Sang waktu membawaku tiba disini Sungguh sebuah perjalanan yang amat panjang dan berliku Naik turun bak sebuah roalercoaster Tawa dan air mata silih berganti Mengiringi setiap langkahku

Tak lupa kubersyukur atas karunia indah ini

Sehingga ku sanggup tuk berderap maju sampai akhir

   Menggapai kemilaunya mimpi (Written by Devi)

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk:

  Orang tua dan adikku tercinta, yang selalu senantiasa memberikan dukungan dan doa tanpa henti untukku.

  Teman - teman mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kalian semua.

  

ABSTRAK

Studi Deskriptif Tentang Androgenitas Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

  Oleh: Natalia Regina Devi Setyaningsih

  Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  2009 Penelitian ini berangkat dari sterotipe masyarakat tentang sifat dan peran gender yang seharusnya dimiliki oleh laki - laki dan perempuan. Banyak laki - laki dan perempuan dengan hanya satu tipe seks seperti feminin atau maskulin saja, amat terbatas dalam bertingkah laku terutama dalam interaksinya dengan orang lain serta kurang dapat mengembangkan kepribadiannya secara maksimal. Kemudian muncul pemikiran bahwa aspek maskulin dan feminin sesungguhnya saling melengkapi dan bukan saling bertentangan. Dari situlah muncul konsep tentang androgenitas. Androgenitas merupakan perpaduan hadirnya karakteristik maskulin dan feminin dalam diri individu sama tinggi. Individu androgini adalah individu laki - laki maupun perempuan yang memiliki sifat atau ciri feminin (ekspresif) maupun sifat atau ciri maskulin (instrumental) sama tinggi dalam dirinya. Misalnya laki - laki yang memiliki sifat tegas sekaligus mau mengalah atau perempuan yang memiliki sifat dominan sekaligus sensitif terhadap perasaan orang lain tergantung pada kesesuaian situasi untuk bermacam perilaku tersebut.

  Tujuan penelitian ini adalah mengukur taraf androgenitas mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Subjek penelitian ini adalah 100 orang mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, laki - laki dan perempuan dengan kriteria usia 18 sampai 22 tahun (remaja akhir). Penelitian ini menggunakan teknik SPSS for Windows versi 15.0 untuk menganalisis data - data penelitian. Pengujian reliabilitas alpha (α) terhadap 60 aitem ciri kepribadian dilakukan terpisah untuk masing-masing skala. Koefisien reliabilitas α yang didapatkan untuk skala maskulin adalah sebesar 0, 885. Koefisien reliabilitas α yang didapatkan untuk skala feminin adalah 0,840 dan koefisien reliabilitas α yang didapatkan untuk skala netral adalah 0, 734. Berarti dapat disimpulkan bahwa sebagai alat ukur Bem Sex Role Inventory (walau telah melewati proses adaptasi) tetap memiliki kekonsistenan dan keterpercayaan hasil ukur yang tinggi.

  Pengujian yang digunakan untuk mengukur androgenitas pada mahasiswa adalah dengan analisis deskriptif dan pengelompokkan peran gender berdasarkan median skor kelompok pada skala maskulin dan skala feminin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 % mahasiswa memiliki peran gender androgini. Sedangkan 30 % mahasiswa memiliki peran gender yang lain seperti maskulin, feminin atau undifferentiated. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang berusia 18 sampai 22 tahun (remaja akhir) sebagian besar memiliki peran gender androgini.

  

ABSTRACT

Descriptive Study About Androgyny To Psychology Faculty Students Of

Sanata Dharma University

  By: Natalia Regina Devi Setyaningsih

  Psychology Faculty Sanata Dharma University

  2009 This research was based on the stereotype of society about characteristics and gender role which should have by man and woman. Many man and woman who have only one type of sex likes feminine or masculine are very limited on their behaviors especially in their interaction with others. They hardly develop their personality optimally. Then it leads to an opinion that masculine aspect and feminine aspect truly complete each other and they aren’t against each other. From that appears point an androgyny concept. Androgyny is a combination of masculine and feminine characteristics in the same level within a single individual. An androgyny individual is a man and a woman who has the feminine characteristics (expressive) and has the masculine characteristics (instrumental) in the same level within himself or herself. For example, a man who is both assertive and yielding or a woman who is both dominant and sensitive to others depends on appropriate situations of these various behaviors.

  The purpose of this research were measure androgyny standard to psychology faculty students of Sanata Dharma University. The subjects of this research were 100 psychology faculty students of Sanata Dharma University, male and female with criteria range of age from 18 until 22 years old (the end of adolescence period). This research used SPSS for windows version 15 as a method to analyze it. Reliability alpha (α) testing to sixty personality traits was done separately in each scale.

  The result of the reliability coefficient alpha from the masculine scale was 0,885. The result of the reliability coefficient alpha from the feminine scale was 0,840. Meanwhile the result of the reliability coefficient alpha from the neutral scale was 0,734. The conclusion was that as the measurement, Bem Sex Role Inventory (although it has been adapted) still has high consistency and reliability inventory.

  The testing used to measure androgyny of the University students were the descriptive analysis and the gender role categorization based on median score of group in the masculine and feminine scale. The result of this research showed that 70 % students of the University have the androgyny gender roles. Meanwhile 30 % students of the University have other gender roles like masculine, feminine and undifferentiated. From the result the writer make a conclusion that most of the psychology faculty students of Sanata Dharma University who have range age from 18 until 22 years old (the end of the adolescence period) have androgyny

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga skripsi yang berjudul, “Studi Deskriptif Tentang Androgenitas Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma” dapat diselesaikan dengan baik.

  Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih atas “waktu” yang bapak berikan sehingga saya bisa menyelesaikan karya ini.

  2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya yang merupakan dosen pembimbing skripsi. Terima kasih untuk waktu, bimbingan, pemikiran dan pembelajaran yang telah Bapak berikan kepada Saya sehingga karya ini dapat terbentuk.

  3. Bapak V Didik Suryo H., S.Psi., M.Si. Terima kasih untuk kesabaran, waktu dan masukan - masukan yang telah Bapak berikan, semua itu amat berarti bagi kemajuan karya ini.

  4. Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si dan Ibu Sylvia CMYM., S.Psi., M.Si.

  Selaku dosen penguji pada saat ujian pendadaran skripsi. Terima kasih untuk saran – saran yang bermanfaat yang ibu berdua berikan, semua itu

  5. Keluargaku tercinta: Papa, Mama, adikku David yang telah mendukung dan mendoakanku sehingga akhirnya aku dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk Eyang putri dan semua saudara terima kasih untuk doanya.

  6. Teman, sahabat, kenalan yang amat baik: Mas Doni, Mbak Uni, Prima, Yovie, Tien, Mbak Sari, Bu Silvia, Bu Diana, Anton, Ony, Reni. Terima kasih untuk semua bantuan material, dukungan, doa, saran, serta sharingnya sehingga karya ini dapat terwujud. Teman – teman angkatan 2001. Always Fight….!!

  7. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah bersedia menjadi subyek penelitian ini. Terima kasih untuk kerja samanya.

  8. Seluruh karyawan secretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah ikut membantu memperlancar proses ini. Terima kasih banyak.

  9. Semua pihak - pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga telah memberikan dorongan serta bantuan baik material maupun spiritual selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih.

  10. Mas Gerhard dan Mbak Agnes dari rental WTC. Terima kasih banyak atas bantuannya di saat – saat paling darurat skripsi ini.

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………. v ABSTRAK……………………………………………………….. vi ABSTRACT……………………………………………………… vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH viii KATA PENGANTAR………………………………………….... ix – x DAFTAR ISI…………………………………………………….. xi - xiv DAFTAR TABEL……………………………………………….. xv DAFTAR LAMPIRAN………………………………………….. xvi DAFTAR GAMBAR……………………………………………. xvii BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….

  1 A. Latar Belakang………………………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah…………………………………………….

  8 C. Tujuan Penelitian……………………………………………..

  8 D. Manfaat Penelitian……………………………………………

  8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………

  9 A. Gender………………………………………………………..

  9

  2. Peran Gender, Identitas Gender, Stereotipe Gender……...

  10 3. Pembentukan Peran Gender……………………………..

  11 a. Teori Biologis………………………………………..

  12 b. Teori Kultural………………………………………..

  12

  c. Teori Psikoanalisa……………………………………

  13

  d. Teori Pembelajaran Sosial……………………………

  14 1). Orang Tua………………………………………..

  15 2). Teman Sebaya…………………………………...

  16 3). Sekolah dan Guru………………………………..

  17 4). Media Massa…………………………………….

  18 e. Teori Perkembangan Kognitif……………………….

  20

  f. Teori Skema Gender…………………………………

  22

  4. Pengukuran Peran Gender………………………………

  24 5. Androgini……………………………………………….

  25 Bem Sex Role Inventory …………………………………

  27 6. Klasifikasi Peran Gender………………………………..

  30 a. Karakteristik Peran Gender Maskulin……………….

  30 b. Karakteristik Peran Gender Feminin………………...

  31

  c. Karakteristik Peran Gender Androgini………………

  32 d. Karakteristik Peran Gender Tak Terbedakan………..

  33 7. Bukti - bukti Ilmiah Androgenitas Manusia……………..

  33 a. Androgenitas Dalam Mite, Tradisi Dan Perdukunan.....

  33

  c. Androgenitas Menurut Analisis Psikologi Jung……….

  40 B. Mahasiswa……………………………………………………...

  41

  1. Pengertian Mahasiswa………………………………………

  41 2. Pengertian Remaja………………………………..................

  41 3. Perkembangan Pada Masa Remaja………………………….

  43

  a. Secara Biologis…………………………………………

  43

  b. Secara Kognitif…………………………………………

  44 c. Secara Sosial - Emosional……………………………...

  45

  4. Tugas Perkembangan Masa Remaja…………………………

  46 5. Remaja Akhir Dan Peran Gender Androgini………………..

  50 BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………

  57 A. Tujuan Penelitian…………........................................................

  57 B. Jenis Penelitian…........................................................................

  57 C. Variabel Penelitian……………………………………………..

  58 D. Subyek Penelitian………………………………………………

  59 E. Metode Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian…………

  60 1. Bem Sex Role Inventory …………………………………….

  60 2. Pemberian Skor……………………………………………..

  62 3. Model Pengukuran………………………………………….

  63 F. Pertanggungjawaban Mutu Instrumen Penelitian………………

  65 1. Validitas…………………………………………………….

  65

  a. Sebelum Adaptasi………………………………………

  66

  2. Seleksi Aitem……………………………………………….

  71

  3. Reliabilitas………………………………………………

  75 a. Sebelum Adaptasi…………………………………….

  76 b. Setelah Adaptasi……………………………………...

  76 G. Analisis Data………………………………………………….

  78 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………….

  83 A. Analisis Data Dan Hasil Penelitian…………………………..

  83

  1. Uji Normalitas………………………………………………

  83

  2. Uji Homogenitas……………………………………………

  84

  3. Analisis Data Deskriptif……………………………………

  86 B. Pembahasan……………………………………….................

  91 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….

  95 A. Kesimpulan……………………………………………………

  95 B. Saran…………………………………………………………..

  95 1. Bagi Mahasiswa Remaja Akhir…………………………...

  95

  2. Bagi Orang Tua……………………………………………

  97 3. Bagi Peneliti Selanjutnya…………………………….

  98 Daftar Pustaka………………………………………………… 99 – 104 Lampiran A ,B,C……………………………………………… 105 - 162

  DAFTAR TABEL

  TABEL 1. Butir - butir Kepribadian Dari Skala Maskulin, Feminin Dan Netral Dalam BSRI (sebelum penerjemahan)…………………

  29 TABEL 2. Butir – butir Kepribadian Skala Maskulin, Feminin Dan Netral Dalam BSRI (setelah penerjemahan)………………………….

  61 TABEL 3. Skala 7 Angka………………………………………………….

  62 TABEL 4. Penilaian Mean Social Desirability Dari Butir - butir Maskulin,

  68 Feminin Dan Netral…………………………………………….

  TABEL 5. Penilaian Mean Social Desirability Dari Butir - butir Maskulin

  69 Dan Feminin Terhadap Jenis Kelamin Subjek………………… TABEL 6. Distribusi Koefisien Korelasi Aitem Total Try Out Penelitian..

  74 TABEL 7. Butir - butir Bem Yang Sahih Setelah Uji Coba………………

  75 TABEL 8. Norma Kategorisasi Peran Gender………………………….....

  81 TABEL 9. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov - Smirnov……

  83 TABEL 10. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas…………………………..

  84 TABEL 11. Anova………………………………….....................................

  85 TABEL 12. Hasil Deskripsi Data Penelitian……………………………….

  86 TABEL 13. Pengkodean Peran Gender…………………………………….

  88 TABEL 14. Hasil Pengelompokkan Peran Gender………………………...

  88

DAFTAR LAMPIRAN

  LAMPIRAN A 1. Angket Penelitian (Skala Bem)……… 106 – 109

  2. Reliabilitas Alpha Cronbach & Data Korelasi Aitem Total………………… 110 – 115

  3. Data Skala Maskulin…………………. 116 – 127

  4. Data Skala Feminin………………….. 128 – 139

  5. Data Skala Netral……………………. 140 - 148 LAMPIRAN B 1. Uji Normalitas………………………. 150

  2. Uji Homogenitas & Anova…………. 150 – 151

  3. Data Deskriptif Penelitian…………... 152 LAMPIRAN C 1. Data Pengelompokkan Peran Gender..... 154 – 158

  2. Data Social Desirability………………. 159 – 163

  3. Surat Keterangan Penelitian…………... 164

  

DAFTAR GAMBAR

  GAMBAR 1. Pendekatan Undimensional Dan Pendekatan Dua

  27 Dimensi…………………………………………...

  GAMBAR 2. Kategorisasi Peran Gender………………………..

  64

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin pesat berbagai isu

  mengenai kesetaraan gender bergema dimana - mana meningkatkan kesadaran kaum perempuan untuk sejajar dengan kaum laki - laki di berbagai sektor kehidupan, terutama di sektor publik (Hamid, 2005) Walaupun demikian menurut Ilham (2001) masyarakat cenderung masih mengharapkan pekerjaan laki - laki dan perempuan dapat sesuai dengan peran seksnya.

  Beauvoir (1989) mencatat pembagian peran laki - laki dan perempuan berdasarkan seks ini telah berlangsung selama ribuan tahun bermula sejak zaman nomaden. Perempuan kaum pengembara pada masa itu dianggap inferior karena mereka mengalami siklus haid dan proses melahirkan sehingga perempuan bergantung secara keamanan dan ekonomi kepada laki - laki. Kegiatan laki- laki dianggap sebagai penentu masa depan karena merekalah pembuat (penemu) benda

  • benda untuk mempertahankan hidup. Selanjutnya ketika masyarakat mulai tinggal menetap dan bekerja sebagai peladang, posisi dan peran perempuan masih inferior. Mereka dianggap sebagai the other yang sama sekali tidak berhak menangani masalah sosial dan politik bahkan hanya dianggap sebagai bagian dari kekayaan yang dimiliki dan diatur oleh laki - laki. Pada masa klasik nasib perempuan Yunani juga amat sulit, sebagai istri mereka dikurung dalam tempat
suaminya. Sedangkan perempuan Romawi pada prakteknya jauh lebih terintegrasi dengan masyarakat, sebagai seorang istri, perempuan Romawi dianggap sebagai “pemilik bayangan” properti suaminya. Perempuan Romawi adalah nyonya rumah dan sahabat bagi laki - laki yang mana pekerjaan pokoknya adalah mengurus rumah, suami dan anak - anaknya. Pada masa pertengahan yaitu masa awal pengaruh idiologi Kristen di Eropa, perempuan diperlakukan dengan hormat jika mereka berpasrah diri pada pengawasan Gereja. Mereka menanggung kesaksian sebagai martir bersama kaum laki - laki namun mereka tetap memperoleh tempat kedua sebagai partisipan dalam berdoa dan hanya diperbolehkan menyandang tugas - tugas merawat orang sakit, membantu orang miskin dan diharuskan memiliki kesetiaan penuh pada suaminya. Banyak martir yang mendasarkan subordinasi perempuan terhadap laki - laki baik melalui kitab perjanjian lama atau perjanjian baru. Salah satunya pada kisah legend of the fall, yaitu kisah dramatis kejatuhan manusia pertama Adam dan Hawa akibat melanggar larangan Tuhan.

  Pelanggaran pertama oleh Hawa ini dipandang sebagai penyebab timbulnya perbedaan laki - laki dan perempuan dengan meletakkan perempuan pada posisi yang inferior. Perbedaan itu selanjutnya terlihat dalam tata peribadatan dan perilaku sehari - hari.

  Di atas telah dijabarkan sekilas tentang sejarah pembagian peran laki - laki dan perempuan di luar negeri, pada budaya Indonesia pun kurang lebih sama.

  1 1 Masyarakat masih menganut sistem patriarki yang cirinya adalah menempatkan Patriarki dijelaskan sebagai kekuasaan laki - laki yang meliputi keluarga, ideologi dan sistem politik. Kekuasaan kaum laki - laki menindas perempuan melalui ritual, tradisi, hukum, bahasa, perempuan pada posisi yang inferior, misalnya dalam kebudayaan Jawa perempuan selama berabad - abad telah disosialisasikan dan diinternalisasikan berperan di sekitar rumah tangga serta dipandang sebagai makhluk yang anggun, rapi, halus, dan tidak mempunyai daya pikir tinggi (Kusujiarti, 1997). Sebagai seorang istri, perempuan diharapkan pandai bersikap dan bertingkah laku agar selalu dikasihi suami dan diharapkan mendampingi keberhasilan suaminya.

  Sebagai seorang ibu, perempuan harus mampu mempunyai keturunan dan menghasilkan anak - anak yang berguna dan pengasuhan anak yang dilahirkan pun menjadi tanggung jawab perempuan (Abdullah, 1997). Menurut Hardanti (2002) dalam budaya Jawa perempuan biasa disebut konco wingking atau teman di garis belakang, hal tersebut berkaitan dengan peran tradisional perempuan yang selalu dikaitkan dengan rumah, dapur dan anak.

  Salah satu norma yang mengukuhkan posisi inferior perempuan dalam

  2

  budaya Jawa terdapat pada Serat Panitisastra (Pupuh X: Dhandhanggula) lebih jelasnya terlihat pada kutipan berikut:

  X.13 wuwuse kang wus (putus) ing ngelmi kata mereka yang telah khatam dalam ilmu, kaprawolu wanudya lan priya wanita hanyalah seperdelapan dibandingkan pria ing kabisan myang kuwate dalam hal kepandaian dan kekuatan; tuwin wiwekanipun dalam hal kebijaksanaan pan kapara astha ta malih. masih dibanding delapan lagi.

  (Sudewa, 1991) Istilah gender mengacu pada dimensi sosial budaya seseorang sebagai laki- laki dan perempuan. Salah satu aspek dari gender adalah peran gender (gender role) yang merupakan suatu set harapan yang menetapkan bagaimana seharusnya perempuan dan laki – laki berpikir, bertingkah laku dan berperasaan. Berbicara tentang peran gender tidak lepas pula dari stereotipe peran gender. Stereotipe peran gender adalah kategori – kategori luas yang mencerminkan kesan – kesan dan kepercayaan kita tentang perempuan dan laki – laki. Stereotipe peran gender itu sudah sedemikian mengakar dalam masyarakat, sebagai contoh laki-laki diyakini secara luas sebagai dominan, mandiri, agresif, berorientasi prestasi, dan tegar. Sementara itu perempuan diyakini secara luas sebagai bersifat mengasuh, senang berkumpul, kurang memiliki harga diri, dan lebih memberi pertolongan saat – saat mengalami tekanan (Santrock, 2002).

  Dalam masyarakat tradisional yang menganut sistem patriarkhi masih terjadi pemisahan tajam pada sifat, aktivitas dan peran gender antara laki - laki dan perempuan, yang dianggap hanya khas dimiliki oleh masing - masing jenis kelamin. Misalnya sifat maskulin (berani, kasar, tegas), aktivitas maskulin (gemar olahraga), dan peran maskulin (mencari nafkah bagi keluarga) dianggap khas milik laki - laki, sedangkan sifat feminin (takut, lembut, penurut), aktivitas feminin (menari, memasak), dan peran feminin (melakukan kerja rumah tangga, mengasuh anak) dianggap khas sebagai milik perempuan. Oleh karena itu apabila perempuan mengembangkan maskulinitasnya dengan mencari nafkah atau gemar berolahraga maka dianggap mengingkari kodratnya. Lelaki yang mengembangkan mengingkari kodratnya (Suwarno, 2004). Sesungguhnya apabila sifat, aktivitas maupun peran tersebut dapat dipertukarkan, maka sifat, aktivitas maupun peran tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat, dan sama sekali bukanlah kodrat (Fakih, 1996). Pada kenyataannya banyak orang akhirnya mengalami penderitaan psikis karena terikat untuk berperan hanya sebagai laki - laki atau perempuan saja seperti telah digariskan oleh masyarakat, karena apabila laki - laki atau perempuan bertindak tidak sesuai dengan harapan masyarakat, mereka akan dianggap sakit (Constantinopel dan O’Neil dalam Sebatu, 1994). Bem (1974) menyatakan bahwa individu yang berperan dengan hanya satu tipe seks saja (hanya maskulin atau feminin) akan amat terbatas tingkah lakunya dalam berinteraksi dengan orang lain.

  Menurut Bem (1974, 1977) aspek maskulin dan feminin itu sesungguhnya bersifat komplementer, saling mengandaikan dan melengkapi dan bukan saling bertentangan. Pemikiran ini kemudian menghasilkan konsep tentang androgini. Androgini adalah tingginya kehadiran karakteristik maskulin dan feminin yang diinginkan pada satu individu secara bersamaan. Individu yang androgini dapat menjadi seorang laki - laki yang tegas (maskulin) dan bersifat mengasuh (feminin), atau seorang perempuan yang dominan (maskulin) dan sensitif kepada perasaan - perasaan orang lain (feminin). Individu yang androgini digambarkan lebih fleksibel dan lebih sehat mentalnya daripada individu yang hanya maskulin atau feminin saja.

  Berangkat dari konsep tentang androgini tersebut, telah ada beberapa Maulina (1994) yang membuktikan hubungan peran jenis androgini dan locus of

  

control internal dengan aspirasi pengembangan karir pada ibu bekerja, dan Sari

  (1995) membuktikan tentang hubungan peran jenis androgini dan kecenderungan perilaku pengambilan resiko pada polisi berpangkat bintara. Keduanya menemukan korelasi yang positif dalam penelitiannya. Hal ini membuktikan bahwa karakter kepribadian androgini memang diperlukan agar individu secara fleksibel dapat menghadapi segala situasi, baik itu berhubungan dengan pekerjaan, lawan jenis maupun berbagai permasalahan hidup lainnya.

  Dalam suatu diskusi dengan beberapa teman dari kalangan akademik, peneliti menemukan ternyata sebagian besar masih belum mengetahui konsep tentang androgenitas dan pengaruhnya dalam perkembangan kepribadian manusia. Oleh karena itu peneliti mempertimbangkan untuk membuat survei tentang androgini di kalangan mahasiswa. Mahasiswa adalah orang yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988) dan menurut psikologi perkembangan masuk pada masa remaja akhir. Menurut Santrock (2003) masa remaja adalah masa transisi antara masa anak - anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio - emosional.

  Rentang usia remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir antara usia 18 sampai 22 tahun.

  Pada masa remaja, individu baik laki - laki maupun perempuan akan berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja yang ada dalam diri mereka, dan arah mereka dalam menjalani hidup. Munculnya membuat remaja mulai menyusun konsep tentang dirinya sendiri. Remaja akan melakukan evaluasi terhadap berbagai domain dalam hidupnya, misalnya akademik, penampilan fisik, atletik, urusan percintaan, dunia kerja, dan lain – lain. Pemahaman diri itu akan membantu remaja dalam pembentukan identitas dirinya. Perkembangan identitas pada masa remaja akhir adalah untuk pertama kalinya perkembangan fisik, kognisi dan sosial – emosional meningkat pada suatu titik di mana seorang individu dapat memilih dan melakukan sintesa identitas – identitas dan identifikasi di masa kecilnya untuk mencapai suatu jalan menuju kedewasaan (Adams, Gulotta dan Montemayor dalam Santrock, 2003). Peningkatan minat dan perhatian remaja terhadap masalah identitas diri yang disertai dengan kemampuan kognitif operasional formal akan mengarahkan remaja untuk cenderung mempelajari dan menjelaskan ulang sikap dan perilaku gender mereka. Sehingga remaja akhir sampai pada tahap dimana mereka memiliki kemampuan kognitif untuk menganalisa diri dan memutuskan identitas seperti apa yang mereka inginkan (Santrock, 2003).

  Seorang individu yang mengembangkan suatu identitas yang sehat merupakan individu yang fleksibel dan dapat menyesuaikan diri, terbuka terhadap perubahan – perubahan yang terjadi dalam masyarakat, dalam hubungan, dan dalam karir. Fleksibilitas itu merupakan ciri utama dari peran gender androgini.

  Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana taraf androgini pada remaja akhir usia 18 sampai 22 tahun, khususnya pada mahasiswa laki – laki dan perempuan di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

B. Rumusan Masalah

  Bagaimanakah taraf androgenitas yang dimiliki oleh mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana taraf androgenitas mahasiswa di fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoretis

  Memberi sumbangan pada bidang psikologi kepribadian dan psikologi perkembangan tentang androgini.

  2. Manfaat praktis

  Memberi pemahaman seputar topik androgini pada kalangan umum maupun mahasiswa agar lebih dapat memahami diri dan dapat menerapkan peran jenis androgini dalam menghadapi berbagai situasi maupun masalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gender

1. Pengertian Gender

  Dalam The Oxford Encyclopedia Of The Modern World disebutkan bahwa gender adalah pengelompokan individu dalam tata bahasa yang digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya kepemilikan terhadap satu ciri jenis kelamin tertentu (Esposito, 1995). Gender merupakan satu diantara tiga jenis kata sandang dalam tata bahasa yang membeda - bedakan kata benda menurut sifat penyesuaian dan diperlukan ketika kata benda itu dipakai dalam sebuah kalimat. Kata - kata benda dalam bahasa Inggris biasanya digolong-golongkan menurut gender maskulin, feminin dan netral (Illich, 1998). Secara terminologis, gender digunakan untuk menandai segala sesuatu yang ada dalam masyarakat “vernacular” termasuk di dalamnya adalah bahasa, tingkah laku, pikiran, makanan, ruang, waktu, harta milik, tabu, alat - alat produksi dan sebagainya. Secara konseptual gender berguna untuk mengadakan kajian terhadap pola hubungan sosial laki - laki dan perempuan dalam berbagai masyarakat yang berbeda (Fakih, 1996).

  Menurut Bem (1974), tokoh sentral psikologi gender, gender merupakan karakteristik kepribadian dimana sikap dan perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya. Sedangkan Santrock (2003) mengatakan bahwa gender merupakan seperangkat peran gender tentang seperti apa seharusnya dan bagaimana seharusnya dilakukan, dirasakan dan dipikirkan oleh individu sebagai maskulin dan feminin.

2. Peran Gender, Identitas Gender, Stereotipe Peran Gender Pengertian peran jenis dan peran gender merupakan dua hal yang berbeda.

  Peran jenis adalah perilaku yang ditentukan oleh jenis kelamin secara biologis, seperti menstruasi, ereksi dan ejakulasi. Contohnya adalah seorang perempuan bertanggung jawab untuk melahirkan dan merawat anaknya. Sedangkan peran gender adalah seluruh harapan yang dibuat lingkungan sosial tentang perilaku maskulin dan feminin. Harapan - harapan ini dikemukakan oleh institusi nilai - nilai yang dianut oleh masyarakat sosial setempat. Contohnya seorang perempuan bertanggung jawab untuk membesarkan anak. Peran gender juga merupakan kumpulan sikap, atribut dan perilaku tertentu yang dianggap sesuai untuk jenis kelamin tertentu (Richmond - Abbott, 1992, Kimmel, 1974). Dapat disimpulkan bahwa peran gender adalah seluruh harapan yang dibuat lingkungan sosial tentang perilaku maskulin dan feminin yang dimiliki oleh laki - laki dan perempuan. Harapan - harapan ini dikemukakan oleh instusi dan nilai - nilai yang dianut oleh masyarakat sosial setempat, yang merupakan sikap, atribut dan perilaku yang dianggap sesuai untuk jenis kelamin laki - laki maupun perempuan.

  Identitas gender (gender identity) adalah rasa sebagai laki - laki atau perempuan, yang diperoleh oleh sebagian besar anak - anak pada waktu mereka berusia 3 tahun (Santrock, 2002).

  Stereotipe peran gender adalah kategori – kategori luas yang mencerminkan kesan – kesan dan kepercayaan kita tentang perempuan dan laki – laki. Streotipe peran gender biasanya sudah sedemikian mengakar dalam masyarakat, sebagai contoh laki - laki diyakini secara luas memiliki sifat dominan, mandiri, agresif, berorientasi prestasi, dan tegar. Sementara itu perempuan diyakini secara luas memiliki sifat mengasuh, senang berkumpul, kurang memiliki harga diri, dan lebih memberi pertolongan saat – saat mengalami tekanan (Santrock, 2002).

3. Pembentukan Peran Gender

  Sebagaimana diketahui oleh setiap orangtua, guru, dan psikolog perkembangan bahwa anak laki - laki dan perempuan menjadi “maskulin” dan “feminin” di usia yang sangat dini yaitu ketika mereka berusia 4 atau 5 tahun. Pada usia itu anak laki – laki dan perempuan lebih menyukai aktivitas - aktivitas yang telah didefinisikan berdasarkan budaya sesuai dengan jenis kelamin mereka dan juga lebih menyukai teman - teman sebaya dengan jenis kelamin yang sama. Penerimaan atas berbagai preferensi, keterampilan, sifat kepribadian, perilaku dan konsep diri yang sesuai jenis kelamin itu disebut dalam psikologi sebagai proses

  

sex typing . Proses ini sangat penting direfleksikan dan diterima dalam teori - teori

  psikologi perkembangan, dimana berusaha menjelaskan bagaimana anak yang sedang berkembang menyesuaikan diri dengan model yang didefinisikan berdasarkan jenis kelamin dan budayanya (Bem, 1985). Berikut ini ada beberapa

  a. Teori Biologis

  Teori biologis percaya bahwa perbedaan peran gender tidak lepas dari pengaruh perbedaan biologis (sex) pada laki - laki dan perempuan. Perbedaan biologis laki - laki dan perempuan adalah alami (nature), begitu pula sifat peran gender (maskulin dan feminin) yang dibentuknya. Perbedaan biologis menyebabkan terjadinya perbedaan peran antara laki - laki dan perempuan. Oleh karena itu, sifat stereotipe peran gender antara laki - laki dan perempuan sulit diubah. Pengalaman perempuan dalam menjalankan proses reproduksi (hamil, melahirkan dan menyusui) memunculkan insting keibuan dan pengasuhan yang tidak dialami oleh laki - laki. Sifat keibuan dan pengasuhan adalah merupakan figur feminin dan sangat penting dalam perkembangan bayi. Perbedaan fisik laki - laki dan perempuan memberikan implikasi yang signifikan pada kehidupan publik perempuan, sehingga perempuan lebih sedikit perannya dibandingkan laki - laki (Megawangi, 2001).

  b. Teori Kultural

  Sebaliknya teori kultural justru percaya bahwa pembentukan peran gender bukan disebabkan oleh adanya perbedaan biologis antara laki - laki dan perempuan, melainkan karena adanya sosialisasi atau kulturalisasi. Teori ini tidak mengakui adanya sifat alami peran gender (nature), tetapi yang ada adalah sifat peran gender yang dikonstruksi oleh sosial budaya melalui proses sosialisasi. Teori ini membedakan antara jenis kelamin (sex) yang merupakan konsep nature, diubah, sedangkan peran gender dapat diubah baik melalui budaya maupun teknologi (Megawangi, 2001).

c. Teori Psikoanalisa

  Sigmund Freud maupun Erik Erikson (dalam Santrock, 2003) berpandangan bahwa alat kelamin seseorang mempengaruhi perilaku gendernya dan karena itu anatomi tubuhnya adalah nasib bagi orang tersebut. Freud berasumsi bahwa perilaku manusia dan sejarahnya berhubungan langsung dengan proses reproduksi. Dari asumsi tersebut timbul keyakinan bahwa gender dan perilaku seksual pada dasarnya tidak dipelajari dan muncul secara naluriah.

  Pada masa kanak - kanak, anak akan mengidentifikasi perlakuan orang tuanya. Anak laki - laki mengidentifikasi perlakuan ayahnya sehingga dia mengetahui bagaimana perilaku seorang laki - laki, demikian pula pada anak perempuan yang mengidentifikasi ibunya. Proses pegidentifikasian ini ditemukan anak dari perbedaan genital jenis kelamin (Bem, 1983). Erikson (dalam Santrock, 2003), yang memperluas argumen Freud, menyatakan bahwa perbedaan psikologis antara laki - laki dan perempuan berasal dari perbedaan anatominya.

  Erikson berpendapat bahwa dikarenakan struktur genitalnya, laki - laki menjadi lebih berani tampil dan agresif, sedangkan perempuan lebih tenang dan pasif.

  Menurut Crockett (dalam Santrock, 2003) pada masa remaja pengaruh biologis pada perilaku gender berhubungan dengan perubahan pubertas.