BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Motivasi terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja Pegawai di Kantor Camat Medan Helvetia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi tentu ingin mencapai tujuan yang telah direncanakan

  sebelumnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, peranan manusia yang terlibat di dalamnya sangatlah penting untuk diperhatikan. Untuk menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki oleh organisasi, maka haruslah dipahami motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut, karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja, atau dengan kata lain perilaku merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.

  Motivasi merupakan suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu hal yang mendorong. Dengan kata lain, faktor pendorong dari perilaku seseorang tersebut adalah suatu kebutuhan yang terkait dengan orang tersebut. Kebutuhan yang dimiliki oleh setiap orang pastilah berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh proses mental yang dilalui oleh setiap orang juga berbeda. Proses mental itu merupakan pembentukan persepsi pada diri orang yang bersangkutan dan proses pembentukan persepsi diri ini pada hakikatnya merupakan proses belajar seseorang terhadap segala sesuatu yang dilihat dan dialami dari lingkungan yang ada di sekitarnya.

  Dalam meningkatkan produktivitas pegawainya, lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta pastilah mempunyai cara dan strategi yang berbeda-beda.

  Organisasi harus memahami karakter dan juga kebutuhan dari para pegawai. Ketepatan dalam memberikan produk motivasi merupakan hal yang sangat menentukan semangat kerja para pegawai dalam hal meningkatkan produktivitas.

  Apabila organisasi telah mampu memberikan ketepatan motivasi terhadap para pegawainya, maka secara tidak langsungmemungkinkan untuk membentuk iklim dan suasana kerja yang nyaman bagi para pegawai. Di saat yang bersamaan, keterikatan emosional dan rasa memliki terhadap organisasi akan muncul dan biasanya para pegawai akan selalu memberikan yang terbaik kepada organisasinya. Secara tidak langsung sikap mental untuk selalu berkarya dengan lebih baik akan muncul dari para pegawai dan akan membawa kemajuan bagi organisasi. Sikap mental yang demikian akan memacu para pegawai untuk tidak cepat puas dalam setiap perolehan hasil sebuah pekerjaan dan akan selalu berusaha mendapatkan hasil yang sebaik mungkin. Ada tiga aspek utama yang perlu ditinjau dalam menjamin produktivitas yang tinggi, yaitu : (1) aspek kemampuan manajemen tenaga kerja, (2) aspek efisensi tenaga kerja, (3) aspek lingkungan kondisi lingkungan pekerjaan. Ketiga saling terkait dan terpadu dalam suatu system dan dapat diukur dengan berbagai ukuran yang relative sederhana (Sutrisno, 2009 : 172).

  Terkait dengan produktivitas kerja para pegawai, maka bisa kita temukan relita di lapangan bahwa tingkat produktivitas dari instansi pemerintahan belum berada pada keadaan yang maksimal. Masih banyak terlihat para pegawai pemerintahan yang kurang termotivasi untuk melakukan kewajibannya. Ini juga bisa disebabkan oleh situasi kerja yang stagnan dan hanya bersifat rutinitas sehari- hari. Para pegawai merasa jenuh dengan situasi kerja yang terkesan datar dan cenderung berpikir tidak akan memberikan sesuatu yang memuaskan apabila dikerjakan dengan sebaik mungkin dan dalam waktu singkat. Misalnya, pekerjaan yang seharusnya dikerjakan hari ini cenderung akan ditunda-tunda sampai hari esok tanpa alasan yang rasional.

  Dalam menunjang peningkatan produktivitas kerja pegawai, ada hal-hal yang sangat memperngaruhi yaitu perilaku/tindakan atasan dan aturan/kebijakan yang diterapkan oleh instansi pemerintahan itu sendiri. Atasan menjadi sebuah peran penting dalam peningkatan produktivitas kerja pegawai. Melalui atasan produktivitas kerja para pegawai dapat meningkat ata malah menurun. Atasan harus bijak dalam melihat kondisi dan situasi kerja para pegawai. Apabila intensitas semangat kerja para pegawai mulai menurun, maka atasan berperan sebagai motivator untuk memompa kembali semangat kerja tersebut demi meningkatnnya produktivitas kerja.

  Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi produktivitas kerja pegawai adalah penerapan aturan/kebijakan dalam insitansi itu sendiri. Maksudnya adalah semua aturan/kebijakan yang menjadi pedoman dalam melakukan pekerjaan harus dilaksanakan dengan baik. Tidak ada pembedaan perlakuan dalam menjalankan aturan. Sebagai contoh, apabila pegawai lalai dalam menjalankan tugas sehingga menyebabkan terhambatnya kinerja, maka harus diberikan sanksi sesuai dengan aturan. Ini diberikan kepada semua pegawai tanpa terkecuali. Secara tidak langsung sebuah aturan dapat menjadi sebuah motivasi eksternal pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerja.

  Kecamatan Medan Helvetia merupakan salah satu instansi pemerintahan yang sudah selayaknya memiliki para pegawai yang produktif dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Dalam menjalankan tugasnya, para pegawai dituntut untuk mempunyai semangat kerja yang tinggi dan juga motivasi yang kuat agar tujuan dapat tercapai. Motivasi yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh para pegawai adalah motivasi internal atau dari dalam diri masing-masing pegawai agar semangat kerja dapat tetap konsisten.

  Untuk itu penulis tertarik untuk melihat realita dari iklim kerja di Kecamatan Medan Helvetia. Realita yang ingin diketahui oleh penulis lebih mengarah kepada sebuah keadaan di mana para pegawai sudah memiliki sebuah motivasi tersendiri ataukah memang belum. Selain itu peneliti juga ingin melihat karakteristik dari para pegawai guna memberikan rekomendasi motivasi bagi para pegawai agar pelayanan prima senantiasa dapat diberikan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Helvetia.

  Dalam kesempatan ini, peneliti tertarik untuk mengangkat judul

  

“Pengaruh Motivasi terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja Pegawai di

Kantor Camat Medan Helvetia”.

B. Perumusan Masalah

  Dari latar belakang diatas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah “Seberapa Besar Pengaruh

  Motivasi terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja Pegawai.”

  C. Tujuan Penelitian

  Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini penulis merumuskan tujuan penelitian adalah

  Untuk Mengetahui Seberapa Besar Pengaruh Motivasi terhadap Peningkatan Produktivitas Kerja Pegawai.

  D. Manfaat Penelitian 1.

  Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan menuangkannnya dalam bentuk tulisan ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

  2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi Kecamatan Medan Helvetia demi berkembangnya instansi tersebut.

  3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat meberikan kontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Adminisrasi Negara.

  E. Kerangka Teori

  E.1 Motivasi E.1.1 Pengertian

  Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “movere”, yang artinya dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala dan upayanya. Motivasi merupakan proses pemberian motif (penggerak bekerja) kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja sama demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien.

  Menurut Hasibuan (1996 : 95), mengatakan bahwa motivasi adalah salah satu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang.

  Setiap motivasi mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dengan demikian motivasi mangandung unsur tujuan, kekuatan dalam diri individu, dan keuntungan.

  Selanjutnya Veithzal (2004 : 235) mengemukakan motivasi adalah sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara berusaha menimbulkan kebutuhan tertentu pada dirinya, agar tingkah laku mereka tertuju kepada tujuan yang dikehendaki.

  Stephen P. Robins dalam (dalam Hasibuan, 1996 : 96) mengemukakan motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

  Dari pendapat beberapa para ahli yang mengemukakan pengertian moitvasi, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan dari diri seseorang untuk bekerja atau melakukan sesuatu demi mencapai tujuan tertentu dari organisasi atau dengan kata lain bahwa organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan dan berbagai sasarannya apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal termasuk peningkatan produktivitas kerja.

  E.1.2 Faktor-faktor motivasi

  Herujito (2001 : 215) mengemukakan ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi :

  1. Kebutuhan dan keinginan manusia 2.

  Tujuan dan persepsi orang atau sekelompok orang 3. Sikap untuk merealisasikan kebutuhan dan tujuan seseorang atai sekelompok orang.

  Selain itu, secara garis besar ada 6 faktor yang mempengaruhi motivasi (Ishak, 2003 :51) :

  1. Faktor kebutuhan manusia, mencakup kebutuhan dasar (ekonomis), kebutuhan rasa aman (psikologis) dan kebutuhan social.

  2. Faktor kompensasi, mencakup upah, gaji, dan balsa jasa.

  3. Faktor komunikasi, mencakup hubungan antar manusia, baik hubungan atasan bawahan, hubungan sesame atasan, dan hubungan sesame awahan.

  4. Faktor pelatihan mencakup pelatihan dan pengembangan serta kebijakan manajemen dalam mengembangkan pegawai.

  5. Faktor kepemimpinan mencakup gaya kepemimpinan.

  6. Faktor potensi kerja mencakup prestasi dan kondisi serta lingkungan kerja yang mendorong prestasi kerja tersebut.

  Secara garis besar, faktor-faktor dari motivasi ini merupaka perwujudan dari perilaku yang dominan yang dari seorang pegawai untuk melakuakan pekerjaan. Perilaku tersebut dibagi atas dua, yaitu perilaku motivasi intrinsik (intrinsically motivated behavior). Pola perilaku motivasi intrinsik ini merupakan perilaku yang sumbernya kepuasan melakukan suatu pekerjaan.

  Sedangkan perilaku motivasi ekstrinsik (extrinsically motivated behavior) merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang dengan tujuan memperoleh imbalan material atau untuk menghindari hukuman. (Solihin, 2009:153).

  Ada beberapa bentuk umum dari motivasi intrinsik yang bisa kita lihat dalam kehidupan berorganisasi yang diberikan dari lingkungan organisasi atau lingkungan kerja. Hal ini sejalan dengan teori Hierarki yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dan teori motivasi yang dikemukakan oleh McClelland.

  Bentuknya seperti : adanya kepuasan dalam menyelesaikan pekerjaan(prestasi), adanya rasa ingin dihormati dalam lingkungan kerja (sense of importance), adanya rasa memiliki terhadap organisasi/instansi tempat bekerja (sense of

  

belonging) , adanya rasa ingin mendapat pujian dari atasan, rasa aman dan nyaman

  di tempat bekerja (safety and security needs). Sedangkan kebutuhan ektrinsik (eksternal) adalah kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manajer juga meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan seperti gaji/upah, insentif (bonus), jabatan, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab, aturan-aturan yang diterapkan di lingkungan kerja.

  

  

  E.1.3 Teori-teori Motivasi

1. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow

  Teori ini dipelopori oleh Abraham Maslow yang dituangkan dalam bukunya Motivation and Personality. Dalam teori ini dikemukakan bahwa ada kebutuhan internal yang sangat mempengaruhi motivasi manusia dalam bekerja. Maslow (dalam Siagian, 1989:146) berpendapat bahwa kebutuhan itu tersusun sebagai hierarki yang terdiri atas lima tingkatan kebutuhan dimana kebutuhan manusia tersebut sifatnya berjenjang, artinya bahwa jika kebutuhan pertama telah terpenuhi, orang akan berusaha mencapai pemenuhan kebutuhan kedua, dan dan demikian dengan seterusnya. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hierarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi untuk bekerja lebih giat dalam diri pegawai.

  Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang menjadi alat motivasi.

  Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud oleh Maslow adalah sebagai berikut : a.

   Physiological Needs

Physiological Needs (kebutuhan fisik = biologis) yaitu kebutuhan yang diperlukan

  untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, perumahan, dll. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang untuk berperilaku dan bekerja giat. Kebutuhan fisik ini termsuk kebutuhan utama, tetapi merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah.

  b.

   Safety and security Needs

Safety and security needs (keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan akan

  keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.

  c.

   Affiliation or Acceptance Needs

Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, dan diterima

  dalam pergaulan kelompok kerja. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil. Karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia menginginkan kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok, yaitu :

  1) Kebutuhan akan perasaan oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekerja (sense of belonging).

  2) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance). Serendah-rendahnya pendidikan dan kedudukan seseorang ia tetap merasa dirinya penting. Karena itu dalam memotivasi bawahan, pimpinan harus dapat melakukan tindakan yang menimbulkan kesan bahwa tenaga mereka diperlukan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan.

  3) Kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan di segala bidang merupakan keinginan dan kebutuhan yang menjadi idaman setiap orang.

  4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). Setiap karyawan akan merasa senang, jika ia diikutsertakan dalam berbagai kegiatan peusahaan dalam arti diberi kesempatan dalam untuk mengemukakan saran-saran dan pendapat-pendapatnya kepada pimpinan mereka.

  2. Teori McClelland

  Dalam teori ini dikemukakan bahwa kebutuhan manusia digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu keberhasilan, kekuasaan, dan afiliasi. Menurut Hasibuan (1996 : 231) ada tiga macam kebutuhan yang perlu diperhatikan apabila pemimpin akan memotivasi para pegawainya. Adapun tiga macam kebutuhan itu adalah :

  1. Kebutuhan akan Prestasi (Need for Achievement)

  Kebutuhan prestasi adalah kebutuhan untuk selalu meningkatkan hasil kerja dan mutu kerjanya serta selalu ingin menonjol di kalangan sesamanya.

  2. Kebutuhan Afiliasi (Need for Afiliation) Kebutuhan yang menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Kebutuhan berafiliasi ini adalah kebutuhan yang bersifat sosial, senang bergaul dengan sesama dan bersifat penolong terhadap sesama.

  3. Kebutuhan akan Kekuasaan (Need for Power) Kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta menggerakkan semua kemauan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.

  3. Teori Keadilan

  Pengertian adil dalam teori ini adalah sesuatu yang diberikan pada seseorang sesuai dengan haknya atau reward yang diterima oleh seseorang sesuai dengan kontribusi yang ditinjau dari segi masa kerja, pendidikan, golongan, dll. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila ia diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan, misalnya : mengubah masukan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan yaitu dengan tidak berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan kinerja terbaiknya atau dengan kata lain menurunkan prestasi kerja, mogok, dan malas. Di sini pegawai membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang mereka berikan, jika mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja maka mereka akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

4. Teori Harapan (Ekspektansi)

  Teori Harapan ini menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu. Pegawai akan termotivasi bekerja, jika mereka akan mendapatkan imbalan, seperti misalnya kenaikan gaji atau kenaikan pangkat dari prestasi atau pekerjaan yang mereka kerjakan. Melalui kenaikan gaji atau kenaikan pangkat inilah yang merangsang pegawai untuk bekerja lebih giat dan meningkatkan produktivitas kerjanya.

  Dalam teori ini terdapat tiga faktor yang menentukan motivasi seseorang yaitu eksppektansi, instrumentalitas, dan valensi. Ekspektansi merupakan persepsi yang dimiliki seseorang bahwa upaya yang dilakukannya tersebut akan menghasilkan kinerja yang tinggi. Tetapi apabila menurut persepsi mereka, apapun yang dilakukan mereka tidak menghasilkan kinerja yang tinggi, kemungkinan orang tersebut tidak akan mengeluarkan upaya terbaiknya.

  Instrumentalitas, menjelaskan persepsi yang dimiliki seseorang mengenai sejauh mana tingkat kinerja tertentu akan menghasilkan pencapaian hasil tertentu.

  Dengan demikian sejalan dengan teori ekspektansi, seseorang hanya akan menunjukkan kinerja yang tinggi hanya apabila mereka memiliki persepsi bahwa kinerja tinggi tersebut akan menghasilkan hasil yang baik. Valensi, menunjukkan nilai dari hasil yang tersedia menurut preferensi seseorang. Sebagai contoh, untuk sebagian pegawai, peningkatan gaji merupakan hasil yang berharga (memiliki valensi yang tinggi). Sedangkan bagi paa pimpinan, kepuasan yang diperoleh karena menyelesaikan pekerjaan yang menantang dinilai sebagai hasil yang berharga. (Solihin, 2009 : 155) 5.

   Teori Pembelajaran (Learning Theory)

  Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa pimpinan dapat meningkatkan motivasi pegawai dan kinerjanya dengan cara menghubungkan hasil yang akan diterima karyawan dengan kinerja yang dihasilkan melalui perilaku yang diinginkan oleh organisasi dan menunjang pencapaian tujuan perusahaan. Di sini pimpinan mencoba mengarahkan perilaku para pegawai kepada kinerja yang tinggi dalam mencapai tujuan organisasi melalui stigma pemikiran yang telah ditanamkan kepada pegawai bahwa kinerja yang tinggi akan memperoleh hasil yang baik dan berharga.

  Salah satu teori yang termasuk dalam teori pembelajaran adalah operant

  

conditioning theory yang dikembangkan oleh B.F Skinner. Menurut teor ini

  seseorang akan belajar untuk melakukan perilaku tertentu yang akan membawa dirinya memperoleh konsekuensi yang diinginkan dan seseorang akan menghindari melakukan perilaku yang akan mendatangkan konsekuensi yang tidak diinginkan. (Solihin, 2009 : 159)

  E.1.4 Metode Motivasi

  Ada dua metode yang dapat digunakan untuk memotivasi pegawai : 1.

  Metode langsung, yaitu motivasi materil dan motivasi nonmaterial yang diberikan secara langsung kepada setiap individu pegawai untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan sebagainya.

  2. Metode tidak langsung, yaitu motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja, sehingga para pegawai betah dan bersemangat melakukan pekerjaaannya. Misalnya seperti fasilitas yang mendukung teknis dalam bekerja, ruangan kerja yang nyaman, dll.

  E.1.5 Proses motivasi

  Dalam memotivasi ada beberapa proses yang perlu diperhatikan oleh pemimpin sebagai subjek yang memberikan motivasi kepada para pegawai yaitu : (Hasibuan, 1996 : 101-102) 1.

  Tujuan, dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi ke arah tujuan tersebut.

  2. Mengetahui kepentingan, dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan/keinginan pegawai dan tidak hanya melihatnya dari sudut kepentingan pimpinan dan organisasi saja.

  3. Komunikasi Efektif, dalam proses memotivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif itu diperolehnya.

  4. Integrasi tujuan, dalam perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan pegawai. Tujuan organisasi dan tujuan pegawai harus disatukan dan untuk ini penting adanya persesuaian motivasi.

  5. Fasilitas, pemimpin dalam memotivasi harus memberikan fasilitas kepada individu yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan, misalnya memberikan bantuan kendaraan kepada pegawai.

  6. Team Work, manager harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan organisasi. Team Work (kerja sama) ini penting karena dalam suatu organisasi biasanya terdapat banyak bagian.

  E.1.6 Model-model Motivasi 1.

  Model tradisional, mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah bekerjanya meningkat dilakukan dengan system insentif yaitu memberikan intensif materiil kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin berprestasi maka semakin banyak balas jasa yang diterimanya. Jadi motivasi bawahan untuk mendapatkan insentif saja.

  2. Model Hubungan Manusia, mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan supaya gairah bekerjanya meningkat, dilakukan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna serta penting. Sebagai akibatnya pegawai mendapatkan beberapa kebebasan membuat keputusan dan kreativitas dalam melakukan pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materiil dan nonmateriil pegawai, maka motivasi bekerjanya akan meningkat pula.

  3. Model Sumber Daya Manusia, mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan atau kepuasan saja, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini pegawai cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi kerja yang baik.

  E.1.7 Manfaat Motivasi

  Motivasi dalam diri seorang pegawai akan sangat bermanfaat karena hal tersebut menyebabkan pegawai dapat menyalurkan dan mendukung perilaku pegawai tersebut supaya giat bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi ini semakin penting kepada pimpinan yang membagikan pekerjaannya kepada pegawai untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan. (Hasibuan, 1987 : 160).

  Manfaat motivasi bagi seorang pegawai selain memberikan keuntungan kepada pegawai itu sendiri juga menguntungkan organisasi itu sendiri, seperti :

1. Dapat mendorong gairah dan semangat kerja pegawai 2.

  Dapat meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai 3. Dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai 4. Dapat mempertahankan loyalitas dan kestabilan kerja pegawai

  5. Dapat meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai

  6. Dapat mengefektifkan pengadaan pegawai 7.

  Dapat menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8. Dapat menciptakan kreatifitas dan partisipasi pegawai 9. Dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai 10.

  Dapat mempertinggi rasa tanggung jawab pegawai terhadap tugas- tugasnya

  11. Dapat meningkatkan efisiensi penggunaan alat dan bahan baku Hal-hal yang telah diuraikan di atas merupakan manfaat dari motivasi bagi pegawai yang tentu saja, selain untuk memuaskan kebutuhannya, tentu saja untuk pencapaian tujuan organisasi.

  E.1.8 Pemanfaatan Motivasi

  Pada dasarnya pemanfaatan motivasi adalah cara untuk membuat kinerja para pegawai meningkat atau berkembang. Agar pemanfaatan motivasi dapat berjalan dengan baik maka erlu diperlukan hal-hal dasar yang berhubungan dengan motivasi itu sendiri. Pertama, input merupakan hal terpenting dalam memanfaatkan motivasi karena input terdiri dari hal-hal yang dimiliki pegawai seperti keahlian, pengetahuan, waktu, tenaga, dan pengalaman. Hal ini dimanfaatkan oleh organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  

Kedua, hasil (outcome) mencakup segala sesuatu yang diperoleh para pegawai

  dari pekerjaan yang telah dilakukan. Perwujudannya seperti rasa puas atas hasil pekerjaan, rasa puas terhadap wewenang yang diperoleh, atau berupa imbalan yang diperoleh.

  Dalam mengkonversikan input menjadi outcome terdapat sebuah proses yang menjadi jembatan. Jembatan ini berupa kinerja yang dilakukan oleh para pegawai. Kinerja yang dilakukan oleh para pegawai biasanya bersifat efisien, efektif, dan mengedepankan totatiltas demi mencapai tujuan organisasi. Untuk memudahkan penjelasan mengenai pemanfaatan motivasi, berikut dapat dilihat gambar E.1.8.1

  Berbagai Input Dari Berbagai Hasil yang Kinerja Anggota Organisasi

  Diterima dari Anggota Organisasi Memberikan Gaji

  • Waktu -
  • kontribusi kepada Tunjangan Usaha -
  • efisiensi organisasi, Keamanan Pendidikan -

  Kerja efktivitas organisasi, Pengalaman

  • dan pencapaian Liburan Pengetahuan -

  Kepuasan

  • tujuan-tujuan

    Keahlian -

  Kerja organisasi Perilaku Kerja

  • Wewenang -

  Sumber : Dikutip dari Gareth R. Jones dan Jennifer M. George, 2007. Essentials Of Contemporary Management, Secon Edition, McGraw-Hill. Halaman 324 (dalam Abdoelkadir, 2009:155).

  E.2 Produktivitas Kerja E.2.1 Pengertian

  Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang).

  Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Masukan sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik, bentuk, dan nilai.

  Tohardi (dalam Sutrisno, 2009:100), menjelaskan bahwa produktivitas kerja merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan pekerjaan lebih baik dari hari ini daripada hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

  Ravianto (dalam Sutrisno, 2009:100), menjelaskan bahwa produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sikap yang demikian akan mendorong seseorang untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan.

  Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan sikap mental yang senantiasa selalu mencari yang terbaik atas sebuah pekerjaan. Proses penyempurnaan akan selalu dilakukan setiap kali mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan. Sikap tidak pernah puas dari sebuah hasil yang telah dicapai sangat berperan besar dalam peningkatan produktivitas dari para pegawai.

  E.2.2 Indikator Produktivitas

  Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para pegawai yang ada di sebuah organisasi. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Untuk mengukur produktivitas kerja diperlukan suatu indikator, sebagai berikut : 1.

  Kemampuan Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang pegawai sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan pada mereka.

2. Meningkatkan hasil yang dicapai

  Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.

  3. Semangat kerja Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.

  4. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.

  Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik, pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan.

  5. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu.

  Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik dan selanjutnya akan sangat berguna bagi organisasi dan dirinya sendiri.

  6. Efisiensi Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi pegawai.

  E.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

  Faktor-faktor yang secara umum mempengaruhi produktivitas adalah (Sedarmayanti, 1995:75) : 1.

  Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja.

  2. Pendidikan, pada umumnya orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja.

  3. Keterampilan, apabila pegawai semakin terampil maka akan lebih mampu bekerja serta manggunakan fasilitas kerja dengan baik.

  4. Manajemen, berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk memimpin serta mengendalikan staf karena manajemen yang tepat dapat menimbulkan semangat kerja yang tinggi pada pegawai.

  5. Tingkat penghasilan, dapat menimbulkan konsentrasi kerja, menimbulkan semangat bekerja, dan pegawai juga dapat memanfaatkan kemampuan yang ia miliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

  6. Gizi dan Kesehatan, apabila hal ini dapat dipenuhi maka pegawai akan dapat bekerja lebih kuat dan lebih bersemangat.

  7. Jaminan Sosial, untuk meningkatkan pengabdian pegawai pada organisasi.

  8. Lingkungan dan iklim kerja, akan menolong pegawai senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan baik menuju ke arah peningkatan produktivitas.

  9. Sarana produktivitas, sarana yang digunakan harus yang baik agar dapat menunjang produktivitas kerja.

  10. Teknologi, apabila teknologi yang digunakan tepat dan lebih maju, maka hasil yang dicapai akan tepat waktu dan lebih bermutu.

  11. Kesempatan berprestasi, akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki.

  E.2.4 Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja

  Sondang P. Siagian (2002:10) mengemukakan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja :

  1. Perbaikan terus menerus Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus menerus.

  2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan Berkaitan dengan upaya perbaikan secara terus-menerus adalah peningkatan mutu hasil kerja oleh semua orang dan segala komponen organisasi, dan dalam hal ini peningkatan mutu sumber daya manusia adalah hal yang sangat penting.

  3. Pemberdayaan sumber daya manusia Memberdayakan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi dapat dilakukan dengan memberikan hak-haknya sebagai manusia, seperti kebebasan untuk memperoleh pekerjaan yang layak, memperoleh imbalan yang wajar, memperoleh rasa aman, melibatkan dalam pengambilan keputusan, dll.

4. Filsafat Organisasi

  Cakupan dalam hal ini seperti memberikan perhatian kepada budaya organisasi, karena budaya organisasi merupakan persepsi yang sama tentang hakiki kehidupan dalam organisasi. Selain itu, perlunya ketentuan formal dan prosedur, seperti standar pekerjaaan yang harus dipenuhi, disiplin organisasi, system imbalan, serta prosedur penyelesaian pekerjaan.

  E.3 Pengaruh Motivasi dalam Peningkatkan Produktivitas Kerja Pegawai

  Motivasi merupakan dorongan dari diri seseorang untuk bekerja atau melakukan sesuatu demi mencapai tujuan tertentu dari organisasi atau dengan kata lain bahwa organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan dan berbagai sasarannya apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kinerja yang optimal termasuk peningkatan produktivitas kerja.

  Produktivitas merupakan sikap mental yang senantiasa selalu mencari yang terbaik atas sebuah pekerjaan. Proses penyempurnaan akan selalu dilakukan setiap kali mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan. Sikap tidak pernah puas dari sebuah hasil yang telah dicapai sangat berperan besar dalam peningkatan produktivitas dari para pegawai.

  Dapat dikatakan bahwa motivasi sangat berperan dalam menentukan pegawai termasuk dalam kategori yang produktif atau tidak. Apabila para pegawai telah memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya untuk selalu bekerja dengan sebaik-baiknya, maka sikap untuk selalu tidak pernah puas akan sebuah hasil senantiasa selalu muncul dalam diri pegawai. Jika produktivitas dalam sebuah organisasi sudah dikatakan baik atau tinggi maka organisasi itu akan cenderung berkembang pesat.

  F. Hipotesa

  Hioptesa merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2004:7). Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut “Ada Hubungan Motivasi

  dengan Peningkatan Produktivitas Kerja Pegawai.”

  G. Defenisi Konsep

  Menurut Singarimbun (1995:55), konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuan adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti.

  Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah motivasi dan produktivitas kerja.

  1. Motivasi Daya pendorong yang menciptakan kemauan seseorang, baik berasal dari dalam maupun dari luar diri agar mereka mau bekerja dengan segala daya upayanya untuk mencapai tujuan tertentu.

  2. Produktivitas Kerja Pegawai

  Kemampuan pegawai untuk menghasilkan barang dan jasa yang dilandasi kualitas dan sikap mental pegawai serta upaya peningkatan dan perbaikan kinerja agar tercapai tujuan organisasi.

H. Defenisi Operasional

  Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1995:46).

  Defenisi operasional dapat dikatakan sebagai petunjuk pelaksanaan bagaimana mengetahui dan mengidentifikasi suatu variabel, sehingga dalam pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel. Adapun defenisi operasional penelitian ini adalah :

  1. Motivasi sebagai variabel bebas (X), diukur dengan menggunakan indicator-indikator sebagai berikut : 1)

  Kebutuhan-kebutuhan intrinsik :

  • Adanya rasa ingin dihormati dalam lingkungan kerja (sense of

  importance)

  • Adanya rasa memiliki terhadap organisasi/instansi tempat bekerja

  (sense of belonging)

  • Adanya rasa diikutsertakan dalam setiap pekerjaan (sense of

  participation)

  • security needs)

  Adanya rasa aman dan nyaman di tempat bekerja (safety and

  • achievement)

  Adanya kepuasan dalam menyelesaikan pekerjaan (needs for

  2) Kebutuhan-kebutuhan ekstrinsik :

  Gaji/upah (physiological needs)

  • Insentif (bonus)
  • Kebijakan atas suatu pengahargaan hasil kerja (reward)
  • Tanggung jawab
  • Aturan-atruran yang diterapkan di lingkungan organisasi/instansi
  • Jabatan (need for power)
  • 2.

  Produktivitas Kerja Pegawai sebagai Variabel Terikat (Y), dengan indikator sebagai berikut :

1) Kemampuan untuk bekerja lebih giat dan lebih baik.

  • 2)

  Kemauan untuk melakukan perbaikan terus-menerus

  Adanya pengembangan diri pegawai Adanya kemauan untuk meningkatkan keterampilan (skill) yang

  • dimiliki pegawai.

  3) Peningkatan mutu dari hasil kinerja

  Usaha dan kemauan untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik dan selanjutnya akan sangat berguna bagi organisasi dan dirinya sendiri.

  4) Semangat Kerja

  Disiplin atas waktu kerja yang konsisten

  • Intensitas kehadiran dalam bekerja yang baik dan stabil
  • Mengikuti segala program kerja
  • 5)

  Efisiensi Kerja Tingkat keberhasilan pegawai dalam mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya dan dana sehemat mungkin/tidak melakukan pemborosan, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya kesalahan yang dilakukan dan penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia sesuai dengan kebutuhan pegawai.