SEJARAH KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN FILSA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pendidik adalah adanya jurang yang
cukup dalam antara yang diajarkan dengan apa yang sebenarnya terjadi (realita). Materi
yang diberikan oleh para pengajar umumnya adalah hanya mendasarkan kepada body of
knowledge bukan pada frontier areas. Kendati sudah ada upaya untuk menerapkan link
and match yang orientasinya kearah praktis atau aplikatis keilmuan tetapi kerangka dasar
konsep keilmuan tidak dijadikan landasan methodologi pengembangan, tentulah
kreativitas keilmuan tidak dapat dikembangkan secara maksimal. Menyadari kelemahan
yang ada maka sangat urgen kiranya bagi pendidikan untuk mendalami filsafat, terutama
filsafat ilmu, sebagai landasan yang pakem meletakkan landasan yang benar bagi
pengembangan keilmuan itu sendiri.
Diakui atau tidak umat Islam era sekarang ini sering terjebak dengan patron
Islamisasi ilmu, yang menurut Kuntowijoyo; menyatakan agar umat Islam berusaha
untuk tidak begitu saja meniru methode-methode dari luar dengan mengembalikan
pengetahuan pada pusatnya yaitu tauhid. Dari tauhid, akan ada tiga macam
kesatuan,yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan sejarah. Selama
umat Islam tidak mempunyai methodology sendiri maka umat Islam akan selalu dalam
bahaya. Dalam kontek sejarah perlu kiranya seorang pendidik mengetahui sejarah
perkembangan ilmu dan falsafahnya. Sinergi dengan pernyataan tentang kesatuan

sejarah, yang artinya bahwa pengetahuan harus mengabdi pada umat dan manusia.
Disinilah perlunya kita tinjau filsafat ilmu dan sejarah perkembangannya secara integral.
Dalam mempelajari sejarah perkembangan ilmu tentu saja kita tidak bisa berpaling dari
asal filsafat itu sendiri yaitu Yunani, dengan pembagian klasifikasi secara periodik.
Karena setiap periode mempunyai ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Penemuan-penemuan demi penemuan yang diakukan oleh manusia hingga
zaman sekarang ini tidaklah terpusat di satu tempat atau wilayah tertentu. Penemuanpenemuan itu menyebar dari babylonia, Mesir, China, India, Irak, Yunani, hingga ke
daratan Eropha.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (Arab),
philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosophie (Jerman, Belanda, Perancis)
Semua istilah itu bersumber dari pada istilah Yunani philosophia. Istilah Yunani philien
berarti mencintai sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya istilah sophos berarti
bijaksana, sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan.
Sedangkan kata ilmu merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris;
science. Kata science berasal dari kata latin scienntia yang berarti pengetahuan. Kata
scientia ini berasal dari kata kerja scire yang artinya mempelajari, mengetahui.

Namun Jujun Suryasumantri mengemukakan bahwa ilmu adalah merupakan suatu
pengetatahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut
tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini memungkinkan kita untuk meramalkan apa
yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk
mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah
pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala
yang dapat ditangkap dengan oleh pengalaman manusia lewat pancaindera.
Filsafat ilmu adalah cabang dari ilmu filsafat. Kalau didefinisikan filsafat ilmu
adalah refleksi kegiatan secara mendasar dan integral, maka filsafat ilmu adalah refleksi
mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu
(Philosophy of Sciensi, Wisssenchaftlehre, Wetenschapsleer) merupakan penerusan
dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah
a’higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagaimana
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya obyek pengetahuan disana-sini
sering berhimpitan, namun berbeda dalam aspek dan motif pembahasannya.
B. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Dalam sejarah perkembangannya sebagaimana yang terjadi di dunia Islam
dengan kelahiran mu’tazilah yang mengedepankan akal (rasio) sekitar (abad 2 H/8M), di
dunia Eropha juga lahir gerakan Aufklarung (abad 11 H/17 M). kedua sisi ini hendak
merasionalkan agama. Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan dan Aufklarung

menolak trinitas sebagai sifat Tuan. Alam Aufklarung inilah dalam perkembangannya

telah membuat peradaban Eropa menjurus pada pemujaan akal. Mereka berpendapat
bahwa antara ilmu dan agama terjadi pertentangan yang keras, ilmu pengetahuan
berkembang pada dunianya dan agama pada dunia yang lain. Dalam persoalan ini
lahirlah sikap sekuleristik dalam ilmu pengetahuan. Liberalisasi, emensipasi, otonomi
pribadi, dan otoritas rasio yang begitu diagungkan merupakan nilai-nilai kejiwaan yang
selalu mewarnai sikap mental manusia Barat semenjak zaman renaissance (abad 15) dan
Aufklaerung (abad ke 18) yang memungkinkan mereka melakukan tinggal landas
mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi dengan hasil-hasil
sebagaimana mereka miliki hingga sekarang ini.
Tokoh-tokoh renaissance dan Aufklaerung seperti Copernicus (1473- 1543),
Kepler (1571-16300, Galilie (1564-1642), Descrates (1596-1650), Newton (1643-1727),
Immanuel Kant(1724-1804), adalah sebagaian dari deretan panjang nama-nama yang
dalam sejarah kehidupan umat manusia meupakan pelopor dan peletak dasar ilmu
pengetahuan modern. Ilmu pengetahun sebagai pengejawantahan peradaban manusia
telah dan akan terus berkembang menurut proses dialektis, eksternalisasi, tempat
manusia membangun dunianya, menciptakan alam lingkungannya, objektiivitas, tempat
terciptanya hasil-hail karya manusia secara objektif kemudian terlepas dan akan
berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri, internalisasi , struktural dunia objektif

ke dalam kesadaran subjektifnya.
Namun perkembangan fisafat ilmu itu sendiri berbanding lurus dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Tentang ilmu terutama amat penting karangankarangan dan buah pikiran Ibnu Rusyd (Averroism) sangat berpengaruh atas
perkembangan ilmu pada universitas-universitas yang terkenal di Eropa, seperti Bologna,
Napoli, Paris dan lain-lain sehingga menjadi faktor yang penting dalam bangkitnya sikap
pikiran ilmu manusia baru dizaman renaissance.
Zaman perkembangan ilmu yang palnig menentukan dasar kemajuan ilmu
sekarang ini ialah sejak zaman sekarang ini ialah sejak abad ke 17 dengan dorongan
beberapa hal : pertama : untuk mengembalikan keputusan dan pernyataan-pernyataan
ilmiah lalu menonjolkan peranan matematik sebagai sarana penunjang pemikiran ilmiah.
Dalam angka inilah mulainya menonjol peranan penggunaan angka Arab di Eropa (angka
yang kita kenal di dunia sekarang) karena dinilai lebih sederhana dan praktis dari pada
angka –angka Romawi. Adapun angka Arab itu sendiri dikembangkan dan berasal dari
kebudayaan India. Faktor yang kedua dalam revolusi ilmu di abad ke 17, ialah makin

gigihnya para ilmuwan menggunakan pengamatan dan eksperimen, dalam membuktikan
kebenaran-kebenaran preposisi ilmu.
Namun J.B.Bury menyangkal bahwa kemajuan ilmu tidak terdapat pada abad
pertengahan bahkan tidak terdapat pada awal Renaissance ,tetapi baru abad ke -17,
sebagai hasil dari rumusan Cartesius tentang dua aksioma yaitu :

1) berkuasanya akal manusia dan 2) tak berubah-ubahnya hukum alam.
Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban
Yunani .Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban
Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Secara
singkat periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Yakni ketika belum mengenal
peralatan seperti yang dipakai sekarang ini. Pada masa itu manusia masih menggunakan
batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000
tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara
lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambargambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi
ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di
Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2. Zaman Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman Yunani kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada
masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya,
Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada
masa itu tidak mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat
menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja (receptive
attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki secara kritis).

Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir yang
terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain :
Thales, Demokrates dan Aristoteles.
3. Zaman Pertengahan (Abad 2- 14 SM)

Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di
lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para
theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata
lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada

masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7
yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan stronomi, 8 abad
sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan
Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di
Jundishapur. Pada masa keemasan kebudayaan Islam, dilakukan penerjemahan berbagai
karya Yunani. Dan bahkan khalifah Al-Makmun telah mendirikan rumah Kebijaksanaan
(House of Wisdom) / Baitul Hikmah pada abad 9. Pada abad ini Eropa mengalami zaman
kegelapan (dark age).
4. Masa Renaissance (14-17 M)
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang

bebas dari dogma-dogma agama, Renaissanse adalah zaman peralihan ketika kebudayaan
abad pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Tokoh-tokohnya
adalah : Roger Bacon, Copernicus, Tycho Brahe, yohanes Keppler, Galilio Galilei. Yang
menarik disini adalah pendapat Roger Bacon, ia berpendapat bahwa pengalaman empirik
menjadi landasan utama bagi awal dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan.
Matematik merupakan syarat mutlak untuk mengolah semua pengetahuan. Menurut
Bacon, filsafat harus dipisahkan dari theologi. Agama yang lama masih juga diterimanya.
Ia berpendapat bahwa akal dapat membuktikan adanya Allah. Akan tetapi mengenai halhal yang lain didalam theology hanya dikenal melalui wahyu. Menurut dia kemenangan
iman adalah besar, jika dogma-dogma tampak sebagai hal-hal yang tidak masuk akal
sama sekali.
Sedangkan Copernicus adalah tokoh gereja ortodok, yang menerangkan bahwa
matahari berada di pusat jagat raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu
perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerakan tahunan mengelilingi matahari. Teori
ini disebut Heliosentrisme. Namun teorinya ditentang kalangan gereja yang
mempertahankan prinsip Geosentrisme yang dianggap lebih benar dari pada prinsip
Heliosentrisme. Setiap siang kita melihat semua mengelilingi bumi. Hal ini ditetapkan
Tuhan, oleh agama, karena manusia menjadi pusat perhatian Tuhan, untuk manusialah
semuanya, paham demikian disebut Homosentrisme. dengan kata lain prinsip
Geosentrisme tidak dapat dipisahkan dari prinsip Homosentrisme.
5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)

Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari
berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme
Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme,

Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat
terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting
pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa., spirit, Para
pengikut aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut
Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal
dengan filsafat Idealisme Objektif .Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam
Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita
selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme.
Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastiankepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes Jonh locke,dan
David Hume.
6. Zaman Kontemporer
Yang dimaksud dengan zaman kontemporer adalah dalam kontek ini adalah era
tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang. Hal yang membedakan

pengamatan tentang ilmu pada zaman sekarang adalah bahwa zaman modern adalah era
perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan kontemporer
memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan terakhir yang terjadi hingga saat
sekarang. Beberapa contoh perkembangan ilmu kontemporer adalah : Santri, Priyayi, dan
Abangan, dalam kajian ilmu social keagamaan, penelitiannya Clifford Geert yang dalam
versi aslinya berjudul The Religion of Java.Teknologi rekayasa genetika, teknologi
Informasi, adanya teori Partikel Elementer dan kemajuan sains dan teknologi dibidangbidang lain .
Lebih lanjut Semenjak tahun 1960 filsafat ilmu mengalami perkembangan yang
sangat pesat, terutama sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang
ditopang penuh oleh positivisme-empirik, melalui penelaahan dan pengukuran kuantitatif
sebagai andalan utamanya. Berbagai penemuan teori dan penggalian ilmu berlangsung
secara mengesankan.
Pada periode ini berbagai kejadian dan peristiwa yang sebelumnya mungkin
dianggap sesuatu yang mustahil, namun berkat kemajuan ilmu dan teknologi dapat
berubah menjadi suatu kenyataan. Bagaimana pada waktu itu orang dibuat tercengang
dan terkagum-kagum, ketika Neil Amstrong benar-benar menjadi manusia pertama yang

berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Begitu juga ketika manusia berhasil
mengembangkan teori rekayasa genetika dengan melakukan percobaan cloning pada
kambing, atau mengembangkan cyber technology, yang memungkinkan manusia untuk

menjelajah dunia melalui internet. Belum lagi keberhasilan manusia dalam mencetak
berbagai produk nano technology, dalam bentuk mesin-mesin micro-chip yang serba
mini namun memiliki daya guna sangat luar biasa.
Semua keberhasilan ini kiranya semakin memperkokoh keyakinan manusia
terhadap kebesaran ilmu dan teknologi. Memang, tidak dipungkiri lagi bahwa
positivisme-empirik yang serba matematik, fisikal, reduktif dan free of value telah
membuktikan kehebatan dan memperoleh kejayaannya, serta memberikan kontribusi
yang besar dalam membangun peradaban manusia seperti sekarang ini.
Namun, dibalik keberhasilan itu, ternyata telah memunculkan persoalanpersoalan baru yang tidak sederhana, dalam bentuk kekacauan, krisis dan chaos yang
hampir terjadi di setiap belahan dunia ini. Alam menjadi marah dan tidak ramah lagi
terhadap manusia, karena manusia telah memperlakukan dan mengexploitasinya tanpa
memperhatikan keseimbangan dan kelestariannya. Berbagai gejolak sosial hampir terjadi
di mana-mana sebagai akibat dari benturan budaya yang tak terkendali.
Kesuksesan manusia dalam menciptakan teknologi-teknologi raksasa ternyata
telah menjadi bumerang bagi kehidupan manusia itu sendiri. Raksasa-raksasa teknologi
yang diciptakan manusia itu seakan-akan berbalik untuk menghantam dan menerkam si
penciptanya sendiri, yaitu manusia.
Berbagai persoalan baru sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang
dikembangkan oleh kaum positivisme-empirik, telah memunculkan berbagai kritik di
kalangan ilmuwan tertentu. Kritik yang sangat tajam muncul dari kalangan penganut

“Teori Kritik Masyarakat”, sebagaimana diungkap oleh Ridwan Al Makasary (2000:3).
Kritik terhadap positivisme, kurang lebih bertali temali dengan kritik terhadap
determinisme ekonomi, karena sebagian atau keseluruhan bangunan determinisme
ekonomi dipancangkan dari teori pengetahuan positivistik. Positivisme juga diserang
oleh aliran kritik dari berbagai latar belakang dan didakwa berkecenderungan
meretifikasi dunia sosial. Selain itu Positivisme dipandang menghilangkan pandangan
aktor, yang direduksi sebatas entitas pasif yang sudah ditentukan oleh “kekuatankekuatan natural”. Pandangan teoritikus kritik dengan kekhususan aktor, di mana mereka
menolak ide bahwa aturan aturan umum ilmu dapat diterapkan tanpa mempertanyakan

tindakan manusia. Akhirnya “ Teori Kritik Masyarakat” menganggap bahwa positivisme
dengan sendirinya konservatif, yang tidak kuasa menantang sistem yang eksis.
Senada dengan pemikiran di atas, Nasution (1996:4) mengemukan pula tentang
kritik post-positivime terhadap pandangan positivisme yang bercirikan free of value,
fisikal, reduktif dan matematika.
Aliran post-positivime tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,. Rich
(1979) mengemukakan “There is no the truth nor a truth – truth is not one thing, - or
even a system. It is an increasing completely” Pengalaman manusia begitu kompleks
sehingga tidak mungkin untuk diikat oleh sebuah teori. Freire (1973) mengemukakan
bahwa tidak ada pendidikan netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral.
Usaha untuk menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan
karena tak mungkin tercapai dan karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan diri
dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. Hesse (1980)
mengemukakan bahwa kenetralan dalam penelitian sosial selalu merupakan problema
dan hanya merupakan suatu ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa yang disebut
“obyektivitas”. “ Knowledge is a’socially contitued’, historically embeded, and
valuationally.
Namun ini tidak berarti bahwa hasil penelitian bersifat subyektif semata-mata,
oleh sebab penelitian harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara empirik,
sehingga dapat dipercaya dan diandalkan. Macam-macam cara yang dapat dilakukan
untuk mencapai tingkat kepercayaan hasil penelitian. Jelasnya, apabila kita mengacu
kepada pemikiran Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions
(1962) bahwa perkembangan filsafat ilmu, terutama sejak tahun 1960 hingga sekarang
ini sedang dan telah mengalami pergeseran dari paradigma positivisme-empirik, yang
dianggap telah mengalami titik jenuh dan banyak mengandung kelemahan, menuju
paradigma baru ke arah post-positivisme yang lebih etik.
Terjadinya perubahan paradigma ini dijelaskan oleh John M.W. Venhaar (1999:)
bahwa perubahan kultural yang sedang terwujud akhir-akhir ini, perubahan yang sering
disebut

purna-modern,

meliputi

persoalan-persoalan:

(1)

antihumanisme,

(2)

dekonstruksi dan (3) fragmentasi identitas. Ketiga unsur ini memuat tentang berbagai
problem yang berhubungan dengan fungsi sosial cendekiawan dan pentingnya paradigma
kultural, terutama dalam karya intelektual untuk memahami identitas manusia.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang penulis paparkan maka dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan :
1. Bahwa filsafat ilmu mengalami sejarah yang panjang sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
2. Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari perkembangan
pemikiran secara teoritis yaitu senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani
.Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu disusun mulai dari peradaban
Yunani kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer.
3. Penemuan-penemuan yang spektakuler terjadi sepanjang zaman dari masa Pra
Yunani kuno sampai pada masa kontemporer tentu saja sangat dipengaruhi oleh
tokoh pemikir (filosuf) yang hidup pada zaman masing- masing dan menambah
kekayaan khasanah ilmu pengetahuan khususnya cabang filsafat yaitu filsafat
ilmu.
B. SARAN
Dalam hal ini penulis menyarankan bahwa :
1. Hendaknya kita mempelajari filsafat ilmu sebagai landasan untuk menentukan
kebenaran sebuah ilmu yang kita pelajari agar ilmu yang kita pelajari dapat
menjadi kontribusi yang ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di masa kini dan masa yang akan datang .
2. Hendaknya kita kita selalu berusaha sekuat tenaga untuk tetap belajar dan belajar
sejauh masih diberi kesempatan, sebagai mana telah dicontohkan oleh para
ilmuwan yang telah lalu.
C. PENUTUP
Alahmdulillah penulis telah dapat menyelesaikan makalah yang sangat sederhana
Ini, Oleh karena itu kritik, saran dan masukan sangat penulis nantikan . penulissangat
menyadari keterbasan penulis. Akhirnya tiada gading yang tak retak. Semoga bermanfaat
bagi kita semua. Wallahu “alamu bishawab.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, 1991, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Amsal ,Bakhtiar , Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Beerling, Kwee, Mooj , Van Peursen, 1990, Pengantar Filsafat Ilmu, Soejono Soemargo
et.al., Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, vol.3.
Jalaluddin dan Abdullah Idi, 1997, Filsafat pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama
Kuntowijoyo, 2006, Islam Sebagai Ilmu, Yogyakarta: Tiara Wacana.
M.Thoyibi, 1994, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, Suarakarta: Muhammadiyah
University Press.
Noeng Muhadjir, 1998, Filsafat Ilmu, Yokyakarta: Rake Sarasin.
http://dhariska12708251087.blogspot.com/2012/10/sejarah-perkembangan-filsafat.html