PERAN CIVIL SOCIETY DALAM PEMERINTAHAN J
PERAN CIVIL SOCIETY DALAM PEMERINTAHAN JOKOWI
K. G. Wiguna
Hubungan Internasional – Universitas Udayana
Perangkat Eksekutif dalam pemerintahan Jokowi telah terbentuk. Arsitektur dan
nomenklatur kementerian pun disusun sesuai dengan visi Presiden Jokowi pada masa kampanye
lalu. Perangkat eksekutif ini diisi ole komposisi professional dan professional partai. Dari
kalangan partai, menteri yang masuk dalam cabinet adalah dari partai koalisi Indonesia Hebat
ditambah satu orang menteri dari partai PPP yang baru bergabung di koalisi ini. Komposisi
tersebut antara lain 4 orang menteri dari PDIP, 4 orang menteri dari PKB, 3 orang menteri dari
NasDem, 2 orang menteri dari Hanura serta 1 orang dari PPP. Hal ini bisa menunjukan keoada
masyarakat bahwa koalisi Indonesia Hebat memegangpenuh kendali Eksekutif
Sedangkan pada perangkat politik Negara yang lain yakni DPR dan MPR, jajaran
pimpinanya dipegang oleh partai koalisi Merah Putih. Hal tersebut bisa dilihat dari komposisi
pimpinan DPR yang diisi oleh masing-masing satu perwakilan dari partai Golkar, Gerindra, PAN
dan Demokrat. Begitu pula dalam jajaran pimpinan MPR yang dikuasai oleh koalisi Merah
Putih. Situasi ini tentunya tidak melanggar hukum atau legal oleh karena acuan pemilihan
pimpinan DPR dan MPR adalah UU MD3 yang memakai system paket dalam pemilihan
pimpinan lembaga tersebut.
Pemetaan kendali politik yang terlihat sangat terkutub menjadi 2 poros dalam Eksekutif
dan Leeslatif tentunya bisa menimbulkan saling ‘jegal’ kepentingan untuk mempertahankan
supremasi politi antara dua koalisi ini. Dengan system Presidensial yang dianut oleh Indonesia,
terdapat ruang check and balances untuk saling mengontrol agar kegiatan pemerintahan selalu
berorientasi pada kehendak rakyat. Namun apabila dipandang melalui perspektif Political
Interest, kekhawatiran masyarakat dengan situasi poltik Indonesia yang terkutub sangat wajar
oleh karena dua koalisi tersebut memiliki kepentingan politik yang sma-sama ingin
dipertahankan serta saling berusaha membuat citra positif di masyarakat guna memeroleh
dukungan politik dari masyarakat. Maka dari itu kehadiran kelompok-kelompok Independen
yang tanpa kepentingan subjektif sangat diperlukan untuk menjaga kinerja pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat sipil merupakan kelompok yang sangat bisa diharapkan
dalam situasi politik Negara seperti ini. Masyarakat sipil adalah kelompok masyarakat yang tidak
memiliki afiliasi kepada pemerintah serta tanpa afiliasi politik praktis. Kelompok civil society
biasanya terdapat dalam lembaga swadaya atau badan-badan independen lainya. Dengan harapan
civil society menjalankan peran sebagai kelompok kepentingan dan kelompok penekan dalam
konstalasi politik antara Eksekutif dan Legislatif, maka stabilitas serta kebijakan yang diproses
oleh pemerintah bisa selalu pro rakyat. Dalam kehidupan demokrasi sebenarnya keberadaan civil
society sangat penting. Akses terhadap tahap-tahap pemerintah dalam membuat kebijakan pun
bisa diakses dan dianalisa oleh civil society untuk memastikan kebijakan tersebut menjadi alat
politik yang menguntungkan pihak tertentu.
Dengan berjalanya fungsi civil society dengan baik dalam demokrasi Indonesia saat ini,
kehidupan demokrasi kita akan naik pada tingkatan demokrasi yang substansial yang melibatkan
masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam pembuatan kebijakan. Sikap pro aktif
dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengawal sebuah gerakan untuk Indonesia yang kuat.
K. G. Wiguna
Hubungan Internasional – Universitas Udayana
Perangkat Eksekutif dalam pemerintahan Jokowi telah terbentuk. Arsitektur dan
nomenklatur kementerian pun disusun sesuai dengan visi Presiden Jokowi pada masa kampanye
lalu. Perangkat eksekutif ini diisi ole komposisi professional dan professional partai. Dari
kalangan partai, menteri yang masuk dalam cabinet adalah dari partai koalisi Indonesia Hebat
ditambah satu orang menteri dari partai PPP yang baru bergabung di koalisi ini. Komposisi
tersebut antara lain 4 orang menteri dari PDIP, 4 orang menteri dari PKB, 3 orang menteri dari
NasDem, 2 orang menteri dari Hanura serta 1 orang dari PPP. Hal ini bisa menunjukan keoada
masyarakat bahwa koalisi Indonesia Hebat memegangpenuh kendali Eksekutif
Sedangkan pada perangkat politik Negara yang lain yakni DPR dan MPR, jajaran
pimpinanya dipegang oleh partai koalisi Merah Putih. Hal tersebut bisa dilihat dari komposisi
pimpinan DPR yang diisi oleh masing-masing satu perwakilan dari partai Golkar, Gerindra, PAN
dan Demokrat. Begitu pula dalam jajaran pimpinan MPR yang dikuasai oleh koalisi Merah
Putih. Situasi ini tentunya tidak melanggar hukum atau legal oleh karena acuan pemilihan
pimpinan DPR dan MPR adalah UU MD3 yang memakai system paket dalam pemilihan
pimpinan lembaga tersebut.
Pemetaan kendali politik yang terlihat sangat terkutub menjadi 2 poros dalam Eksekutif
dan Leeslatif tentunya bisa menimbulkan saling ‘jegal’ kepentingan untuk mempertahankan
supremasi politi antara dua koalisi ini. Dengan system Presidensial yang dianut oleh Indonesia,
terdapat ruang check and balances untuk saling mengontrol agar kegiatan pemerintahan selalu
berorientasi pada kehendak rakyat. Namun apabila dipandang melalui perspektif Political
Interest, kekhawatiran masyarakat dengan situasi poltik Indonesia yang terkutub sangat wajar
oleh karena dua koalisi tersebut memiliki kepentingan politik yang sma-sama ingin
dipertahankan serta saling berusaha membuat citra positif di masyarakat guna memeroleh
dukungan politik dari masyarakat. Maka dari itu kehadiran kelompok-kelompok Independen
yang tanpa kepentingan subjektif sangat diperlukan untuk menjaga kinerja pemerintahan.
Civil Society atau masyarakat sipil merupakan kelompok yang sangat bisa diharapkan
dalam situasi politik Negara seperti ini. Masyarakat sipil adalah kelompok masyarakat yang tidak
memiliki afiliasi kepada pemerintah serta tanpa afiliasi politik praktis. Kelompok civil society
biasanya terdapat dalam lembaga swadaya atau badan-badan independen lainya. Dengan harapan
civil society menjalankan peran sebagai kelompok kepentingan dan kelompok penekan dalam
konstalasi politik antara Eksekutif dan Legislatif, maka stabilitas serta kebijakan yang diproses
oleh pemerintah bisa selalu pro rakyat. Dalam kehidupan demokrasi sebenarnya keberadaan civil
society sangat penting. Akses terhadap tahap-tahap pemerintah dalam membuat kebijakan pun
bisa diakses dan dianalisa oleh civil society untuk memastikan kebijakan tersebut menjadi alat
politik yang menguntungkan pihak tertentu.
Dengan berjalanya fungsi civil society dengan baik dalam demokrasi Indonesia saat ini,
kehidupan demokrasi kita akan naik pada tingkatan demokrasi yang substansial yang melibatkan
masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam pembuatan kebijakan. Sikap pro aktif
dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengawal sebuah gerakan untuk Indonesia yang kuat.