KUASA AKTOR DALAM DUNIA PARKIR LIAR Stud

/XWKILD$JXVQLDU5L]ND³.XDVD$NWRU'DODP³'XQLD´3DUNLU/LDU 6WXGL.DVXV.XDVD$NWRUGDODPµ'XQLD¶3DUNLU/LDU
GL6HNLWDU5683'U6DUGMLWRGHQJDQPHQJJXQDNDQ3HUVSHNWLI)RXFDXOGLDQGDQ*UDPVFLDQ ´&DNUDZDOD,9  SS


KUASA AKTOR DALAM “DUNIA” PARKIR LIAR
(Studi Kasus Kuasa Aktor dalam ‘Dunia’ Parkir Liar di Sekitar RSUP
Dr. Sardjito dengan menggunakan Perspektif Foucauldian dan
Gramscian)

Oleh:
Agusniar Rizka Luthfia1

ABSTRACT
This r esear ch aims to find the r ole of power -actor in t he illegal par king under wor ld
ar ound RSUP Dr . Sar djito ar ea. By utilizing Gr amscian and Foucauldian discour se
analysis, this qualitat ive r esear ch with pur posive sampling technique was able to r eveal
some findings: the power -actor in the illegal par king syndicate ar ound RSUP Dr . Sar djito
has been using their influence t o establish illegal par king community, as well as its
unwr itten r ules and r egulations. The power -actor has the contr ol over the distr ibution of
the par king plots and they decide on who can allowed to wor k as illegal par king
attendants, as well as to assign super visor s –whose r ole is to initiat e and enfor ce the r ules

necessar y to bind the community together and to pr otect it s existence.

Keywords: Illegal Par king, Gr amscian, Foucauldian, Power -actor .

1. PENDAHULUAN
Tidak dapat dimungkir i, par kir liar ker ap dipandang hanya ber konotasi
dengan hal-hal yang ber nada negatif. Par kir liar telah diber ikan stigmatisasi
umum mulai dar i penyebab kesemr aw utan, pelanggar per atur an hingga
pembuat kemacetan jalan. Seki las memang tidak ada yang menar ik dar i par kir
liar . Ter lebih kita mengenal par kir liar adalah par kir yang kondisinya ker ap
1

M ahasisw a Pascasarjana M anajemen dan Kebijakan Publik, Universit as Gadjah M ada
(UGM ), Yogyakart a.

51

dadakan, spor adis ser ta muncul dalam w aktu-w aktu ter tentu saja semisal ada
hajatan ber upa per nikahan, per gelar an hibur an dan sebagainya.
Namun, bagaimana bila kita menemukan suatu par kir liar yang telah

menetap lama pada suatu w ilayah, membangun suatu atur an yang disepakati
ber sama seper ti pembagian w ilayah par kir yang tetap ser ta memiliki ber bagai
atr ibut penanda satu dengan lainnya seper ti r ompi, kar cis par kir dan tanda
lokasi par kir . Selain itu, par a jur u par kir liar nya bahkan menjalankan pr aktik
layanan jasa par kir dengan pr insip pelayanan pr ima kepada konsumen atau
pengguna jasa w alaupun pada kenyataannya mereka itu adalah par kir liar .
Hal ter sebut tentu mer upakan sebuah fenomena yang menar ik.
Fenomena ini dapat ditemukan pada par kir liar di sekitar Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Dr . Sar djito, Yogyakar ta. Ada pun lokasi ber oper asinya par kir liar
ter sebut adalah jalan yang ber ada tepat di depan dan sekitar r umah sakit
ter sebut. Realitas ini

pun

membuat

peneliti

semakin


tertar ik

untuk

menyelaminya lebih jauh dan lebih dalam ber kenaan dengan par kir liar di
lokasi ter sebut. Mengingat dengan lamanya pr aktik par kir liar yang telah
ber jalan di sana dengan ber bagai lingkupannya maka sesungguhnya kita dapat
melihat dan membaca par kir liar ter sebut sebagai sebuah ‘masyar akat’
ter tentu dengan ‘dunia’ ter tentu pula.
Hal-hal ter sebut peneliti dapatkan melalui obser vasi yang cukup lama
untuk melihat keunikan par kir liar ini yang apabila kita melihatnya secar a
sekilas saja tentu tidak dapat ter lihat dengan jelas. Lebih lanjut, par kir liar
ter sebut tentu saja mer upakan suatu lahan ekonomi. Ber dasar kan obser vasi
dan w aw ancar a yang peneliti lakukan setidaknya potensi pendapatan per har i
dar i par kir liar di daer ah ini mencapai sekitar Rp.160.000-Rp.200.000. Dengan
jam oper asi r ata-r ata mulai pukul 07.00 pagi hingga pukul 20.00 malam. Hal
ter sebut ber gantung dar i str ategis atau tidaknya w ilayah par kir yang
dijalankan. Melihat potensi ekonomi ter sebut sejatinya jelas akan ter cipta

52


adanya per saingan bahkan per tar ungan kuasa untuk memper ebutkan w ilayah
par kir yang ter sebut ter lebih lagi lahan par kir yang ter sedia memang ter batas.
Akan tetapi menilik suatu r ealitas sosial bahw a ‘dunia’ par kir liar di
w ilayah ini tampak sudah sedemikian ter atur dan seakan tatanan sosialnya
telah demikian mapan. Peneliti meyakini ada kuasa aktor atau kekuatan aktor
ter tentu yang membuat ‘dunia’ par kir liar di sini sedemikian r api. Per tar ungan
kuasa sejatinya ada ada di dalamnya kini dapat ber jalan ber ir ingan dan
ber dampingan secar a har monis untuk ter us mengais r ezeki dar i par kir liar
ter sebut.
Untuk dapat menggali lebih dalam mengenai kuasa aktor dalam ‘dunia’
par kir liar di w ilayah ini ser ta memahami bagaimana kuasa beker ja sehingga
menciptakan ‘masyar akat’ par kir liar yang mapan dengan segenap atur annya
maka per spektif Gr amsian dan Foucauldian jelas akan sangat membantu
menjelaskan hal ini menjadi lebih ter ang.
Dar i ber bagai lacakan yang dilakukan sangat jar ang peneliti yang
melihat par kir li ar sebagai entitas sosial ser upa masyar akat dengan dunia
khasnya. Adapun penelitian ter dahulu yang ber kenaan dengan par kir liar
semisal yang dilakukan oleh Cope & Allr ed (1990), Osoba (2012), Ader amo &
Salau (2013), Nugr aha (2013), dan Najib (2014) hanya ber kisar untuk

menelisik par kir liar sebagai sesuatu yang semata negatif semisal penyebab
kemacetan, hilangnya potensi pendapatan asli daer ah, sebagai bentuk
keegoisan individu, menimbulkan ker esahan masyar akat, keter lambatan
w aktu per jalanan dan penambahan biaya per jalanan.
Hal ini dapat dimaklumi kar ena r ealitas par kir liar yang demikian
banyak di ber bagai w ilayah di tanah air ker ap hanya menimbulkan
per masalahan tanpa mampu member ikan suatu sumbangan positif. Ter lebi h
memang keunikan par kir liar layaknya yang ber ada pada sekitar RSUP Dr .
Sar djito ini tidak banyak ditemui di ber bagai tempat. Oleh kar ena itu, par kir
53

liar ini dapat menjadi suatu kajian menar ik melalui pendekatan studi kasus
kar ena kekhasannya.
Sedikitnya r efer ensi maupun infor masi yang membahas dan mengulas
fenomena par kir liar dengan menguak sisi ‘dunia’ dalamnya ber upa kuasa
aktor yang mampu membangun suatu tatanan masyar akat par kir liar yang
sedemikian ter atur , eksis dan ter us ber tahan membuat peneliti semakin
ter tantang untuk melakukan penelitian ini. Ditambah penelitian ini memiliki
signifikansi yang penting khususnya ber kenaan dengan pengembangan teor i
sosial ber kenaan dengan masyar akat ‘liyan’ ( t he ot her ) semacam par kir liar ini.

Di mana tentunya menyimpan suatu khasanah infor masi unik yang akan
memper kaya pengetahuan dan pemahaman kita akan sebuah r ealitas sosial
yang mungkin ker ap ter abaikan dan tak ter perhatikan. Oleh kar ena itu,
penelit ian st udi kasus ini ber t ujuan untuk mengidentifikasi bagaimanakah kuasa
akt or dalam ‘dunia’ par kir liar di sekit ar RSUP Dr . Sar djit o.

2. TELAAH PUSTAKA
Parkir
Par kir adalah keadaan kendar aan ber henti atau tidak ber ger ak untuk
beber apa saat dan ditinggalkan pengemudinya (Pusdiklat Litbang Depar temen
Per hubungan, 2005; UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan). Mer ujuk pada Suw ar djoko War pani, semua kendar aan tidak mungkin
ber ger ak ter us, pada suatu saat ia har us ber henti untuk sementar a w aktu
(menur unkan muatan) atau ber henti cukup lama yang disebut par kir
(War pani, 2002). Sementar a itu, menur ut

Per atur an

Daer ah


(Per da)

Kabupaten Sleman No. 15 Tahun 2013 tentang Retr ibusi Tempat Khusus Par kir
mendefinisikan par kir sebagai keadaan tidak ber ger ak suatu kendar aan yang
tidak ber sifat sementar a. Sedangkan menur ut Tobing (2007: 1), par kir adalah
54

suatu keadaan tidak ber ger aknya kendar aan secar a per manen. Penger tian
ter sebut membedakan dengan istilah keadaan lai nnya yang ser ing dijumpai
dalam per atur an lalu-lintas, yakni “stop” yang diar tikan sebagai suatu keadaan
ber hentinya kendar aan secar a sementar a, misalnya stop untuk menur unkan
atau menjemput penumpang dengan bar ang sekadar nya. Jika kendar aan stop,
kemudian mesin kendar aan dimatikan dan kemudian sang pengendar a per gi
keluar atau meninggalkan kendar aan, maka tidak lagi dikatakan lagi sebagai
stop, tetapi par kir .
On Str eet Par king dan Off Str eet Par king

Secar a umum par kir dibagi menjadi dua jenis yakni: par kir di badan
jalan ( on st r eet par king) dan par kir di luar badan jalan ( off st r eet par king).
Par kir di tepi jalan/ par kir di badan jalan ( on st r eet par king) adalah jenis par kir

yang penempatannya di sepanjang tepi badan jalan dengan ataupun tidak
melebar kan badan jalan itu sendir i bagi fasilitas par kir . Par kir jenis ini sangat
menguntungkan bagi pengunjung yang menginginkan par kir dekat dengan
tempat tujuan. Sementar a itu, par kir di luar badan jalan ( off st r eet par king)
adalah fasilitas par kir kendar aan di luar tepi jalan umum yang dibuat khusus
atau penunjang kegiatan yang dapat ber upa tempat par kir dan/ atau gedung
par kir .

Parkir Liar ( I llegal Par king)
Ber beda dengan par kir r esmi yang dikelola oleh pihak yang ber w enang
dan sah secar a hukum baik itu pemer intah, pemer i ntah kota atau daer ah atau
badan yang khusus menangani par kir di mana pendapatannya masuk kepada
kas pemer intah. Par kir liar mer upakan par kir yang muncul secar a ilegal atau
tidak r esmi dengan klaim lahan par kir secar a sepihak, tidak ber ada dalam
pembinaan pemer intah kabupaten atau kota ser ta uang hasil par kir tidak
masuk ke pemer intah sebagai

bentuk pendapatan asli

daer ah (RAC


Foundation, 2004; Setya, 2013; Har moko, 2014). Sementar a, jur u par kir liar
55

(tidak r esmi) adalah jur u par kir yang tidak ter daftar di unit pengelola par kir
r esmi, tidak per nah mengikuti pelatihan, hanya ber modalkan pengalaman
dalam ber tugas dan atr ibutnya pun tidak r esmi (Yanti, 2012: 40). Sebagaimana
ter lacak pula dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) baw ah kata ‘liar ’
ataupun ‘ilegal’ ber makna tidak sah menur ut hukum, dalam hal ini melanggar
hukum, bar ang gelap, liar , ataupun tidak ada izin dar i pihak yang ber sangkutan
(KBBI, 2011). Dar i sini obser vasi yang peneliti lakukan dapat diambil
kesimpulan bahw a par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito mer upakan par kir
liar ber jenis par kir di badan jalan ( on st r eet par king).

Teori Relasi Kuasa ( Michel Foucault) : Melacak Kuasa Aktor
Sebagaimana diur ai Michel Foucault, kuasa bukanlah kepemilikan.
Kuasa bukan kata benda, bukan pula pr oper ti. Ini dapat dimaknai bahw a
kekuasaan tidak dipunyai, melainkan dipr aktikkan. Satu hal yang pasti,
kekuasaan itu ada di mana-mana ( omnipr esent ) (Foucault, 2002). Dalam
pandangan Foucault manusia adalah aktor kekuasaan yang ber hubungan

tentang

episteme

sebagai

str uktur

yang

menyatukan,

dalam

ar tian

mengendalikan car a kita memandang dan memahami r ealitas tanpa kita
sadar i. Menar iknya bahw a episteme hanya ber laku pada satu zaman, dan dapat
ber ubah pada zaman ber ikutnya (Har diman, 2007; Bahar uddin, 2013).
Kembali kepada r anah kuasa, kekuasaan bukanlah suatu str uktur politis

seper ti pemer intah atau kelompok sosial yang dominan, kekuasaan ber sifat
ter sebar dan tidak dapat dilokalisasi, tidak r epr esif, pr oduktif, bukan suatu hal
yang dapat diukur . Kekuasaan tidak dapat diper oleh, dibagikan, dan diambil.
Kekuasaan hanya dapat ter jadi jika tidak adanya kesetar aan. Kekuasaan ada
dimana-mana kar ena kekuasaan

ter dir i

dar i

individu sebagai

pelaku

kekuasaan yang mer upakan kekuasaan mikr o, yang ter dapat dalam keluar ga,
sekolah, lingkungan, kantor , sampai negar a (Foucault, 2002). Dalam konteks
penelitian ini kuasa aktor pun jelas ter dapat dalam r anah par kir liar .

56

Dalam kehidupan kenegar aan, kuasa mew ujud pada ideologi dominan
yang mendisiplinkan w ar ga negar a dalam str uktur diskur sif yang dilegitimasi
oleh w acana ideologi. Dalam r umah tangga, kuasa diw ujudkan dengan pr aktik
bingkai ideologi ‘ker umahtanggaan’. Sementar a dalam par kir liar , kuasa
diw ujudkan

dengan

bingkai

ideologi

‘kepar kir liar an’

yang

mencakup

pembagian w ilayah par kir , siapa par a jur u par kir yang boleh beker ja dan
sebagainya. Inilah yang menjadi suatu per an dar i apa yang disebut kuasa aktor
dalam r anah par kir liar .
Landasan kekuasaan adalah r elasi-r elasi kekuatan. Secar a umum
r elasi-r elasi kekuatan ter dir i dar i apa saja yang ada dalam inter aksi sosial yang
mendor ong, mendesak, mencegah, memaksa or ang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai yang dikehendaki (Foucault, 1977). Inter aksi sosial tak lain
adalah r elasi-r elasi kekuatan dalam hal ini kita sebut r elasi-r elasi kekuasaan,
sedangkan r elasi-r elasi kekuatan itu sendir i dalam konteks inter aksi adalah
pendor ong, pencetus, stimulan, yang disebut Foucault sebagai substr at
( substr at e) . Relasi-r elasi kekuasaan ( power r elat ion s) tidaklah ber ada di luar
melainkan immanent dalam konteks-konteks hubungan yang lain (semisal,
ekonomi, pengetahuan, kesehatan, pendidikan, seksualitas, dan sebagainya).
Kekuasaan bukanlah institusi atau str uktur , dan juga bukan kapasitas
individu, melainkan suatu kompleks keter kaitan kekuatan-kekuatan dalam
masyar akat. Kekuasaan pada esensinya adalah diskur sif yaitu atur an-atur an
(pembatasan-pembatasan)

ter jalin

(ter ikat)

ber sama

(Foucault,

1977;

Foucault, 2002; Lechte, 2001; Ber tens, 2006). Seper ti dalam par kir liar di
sekitar RSUP Dr . Sar djito tatanan ‘atur an’ dalam jalinan ber sama par a jur u
par kir liar di w adah ‘ar ena’ pencar ian ekonomi dar i par kir liar sudah ter tata
sedemikian r upa.
Kuasa aktor dalam pandangan Foucault disalur kan melalui hubungan
sosial, di mana mempr oduksi bentuk-bentuk kategor isasi per ilaku sebagai baik
atau bur uk, sebagai bentuk pengendalian per ilaku (Hadiyanta, 1997). Sebagai
57

situs ideologis sekaligus ar ena, w ilayah par kir liar mer epr esentasikan r elasi
kekuasaan. Hal ini sejalan dengan per nyataan Foucault yang mengatakan
bahw a konsep ideologi mer upakan istilah yang sama dengan konsep
kekuasaan. Per temuan kekuasaan yang ber ada di mana-mana ter masuk dalam
par kir liar . Kuasa ter sebut menyentuh selur uh lini str uktur sosial dan mer esap
hingga pada sisi yang paling halus dan dalam pada kehidupan individu dan
kelompok (Foucault, 1977; Bar ker , 2004: 162).

Teori Hegemoni ( Antonio Gramsci) : Melacak Peran Kuasa Aktor
Teor i hegemoni Gr amsci adalah salah satu teor i politik paling penting
pada abad XX. Teor i ini dibangun atas pr emis pentingnya ide dan tidak
mencukupinya kekuatan fisik belaka dalam kontr ol sosial politik. Di mata
Gr amsci, agar yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya
har us mer asa mempunyai dan menginter nalisasi nilai-nilai ser ta nor ma
penguasa, lebih dar i itu mer eka juga har us member i per setujuan atas
subor dinasi mer eka. Inilah yang dimaksud Gr amsci dengan “hegemoni” atau
menguasai dengan “kepemimpinan mor al dan intelektual” secar a konsensual
(Gr amsci dalam Sugiono, 2006: 31). Medan bagi munculnya hegemoni, ialah
medan bagi pr aktik-pr aktik ar tikulator is (Laclau dan Moufe, 2008). Par kir li ar
mer upakan salah satu medan pr aktik ar tikulator is. Pencar ian Gr amsci untuk
mendapatkan penjelasan yang lebih baik mengenai kegagalan sosialisme
menuntunnya untuk mengkaji ulang ar ti penting supr astr uktur masyar akat
dan menyempur nakan gagasannya tentang hegemoni. Konsep hegemoni, bagi
Gr amsci, akan menjelaskan mengapa suatu kelompok secar a sukar ela atau
dengan konsensus mau menundukkan dir i pada kelompok yang lain (Bellamy
dalam Patr ia & Ar ief, 2003: 14; Sugiono, 2006: 31).
Sebagaimana pemikir an Antonio Gr amsci, bahw a kekuasaan dapat
dilanggengkan melalui str ategi hegemoni, yang dimaksudkan adalah per an
kepemimpinan intelektual dan mor al untuk menciptakan ide-ide dominan.
Relasi kekuasaan dan keker asan menjadi tidak kentara, dalam ar tian
58

keker asan yang ada ter tutupi oleh kekuasaan yang beker ja secar a halus
melalui

r epr esentasi

simbol-simbol.

Pandangan

natur alistik

melihat

masyar akat sipil sebagai kedaulatan tatanan melalui negar a “alami” di mana
manusia menemukan dir i mer eka dalam masyar akat pr a-negar a ( pr e-st at al ).
Masyar akat sipil, lantas mer upakan semacam negar a alami, beber apa
penafsir an bahkan ter kadang melihat masyar akat sipil sebagai negar a itu
sendiri (Bellamy dalam Patr ia & Ar ief, 2003: 14-15).
Dalam hal ini kuasa r uang par kir liar dapat dipahami sebagai suatu
kuasa yang tak tampak, dengan meminjam konsep hegemoni Gr amsci. Gr amsci
juga mengkar akter isasikan hegemoni dalam istilah “pengar uh kultur al”, tidak
hanya “kepemimpinan politik dalam sebuah sistem aliansi”. Dalam pandangan
Gr amsci unsur ekonomi bukanlah satu-satunya deter minan dalam per ubahan
sosial kar ena ada signifikansi masuknya ide-ide dominan kelompok-kelompok
ber kuasa dan kebudayaan yang mer upakan faktor non-ekonomi.
Gr amsci tidak menyangkal kemungkinan digunakannya kekuatan
koer si, namun menolak bahw a kekuatan sebagai satu-satunya fondasi di mana
dominasi kelompok ditegakkan. Sebaliknya ia justr u ber pendapat bahw a
penggunaan kekuatan hanyalah salah satu dar i ber macam-macam bentuk
kekuasaan. Pandangan Gr amsci mengenai pentingnya kepemimpinan kultur al
ini membuatnya memper timbangkan kembali konsep “supr astr uktur ” Mar xian.
Tetapi bukannya memandang supr astr uktur sebagai epifenomena semata,
yakni

r efleksi

semata dar i

elemen

ekonomi

sub/ str uktur , ia justr u

mengkar akter istikkan superstr uktur sebagai penting dengan sendirinya. Ia
memilah penger tian supr astr uktur menjadi “dua level str uktur utama”: tingkat
per tama ia sebut “masyar akat sipil”, lainnya adalah “masyar akat politik” atau
“negar a” (Gr amsci, 1971: 12). Dalam konsepsi Gr amsci “masyar akat sipil”
mencakup selur uh apar atus tr ansmisi yang lazim disebut “sw asta” seper ti
univer sitas, sekolah, media massa, ger eja dan lain sebagainya. Kar ena
apar atus-apar atus ter sebut memainkan per an yang sangat signifikan dalam
membentuk kesadar an massa, maka kemampuan kelompok (kelompok)
59

ber kuasa dalam melestar ikan kontr ol sosial dan politiknya atas kelompokkelompok lain sepenuhnya ter gantung pada kemampuannya mengontr ol
apar atus-apar atus tadi. Yang dimasud Gr amsci dengan “masyar akat politik”,
sebaliknya, adalah semua institusi publik yang memegang kekuasaan untuk
melaksanakan “per intah”. Ter masuk dalam kategor i ini adalah polisi, bir okr asi,
pemer intah. Dengan kata lain, Gr amsci memper samakan masyar akat politik
dengan semua institusi yang biasa disebut sebagai negar a atau negar a itu
sendiri (Gr amsci, 1971: 12).
Ada empat hal penting dalam teor i Gr amci. Per t ama, Gr amsci
ber pendapat bahw a di dalam masyar akat selalu ter dapat plur alitas ideologi.
Kedua, konflik bisa ter jadi tidak hanya antar kelas, tetapi konflik antar a

kelompok-kelompok

dan

kepentingan-kepentingan

yang ber sifat

global

(umum) untuk mendapatkan kontr ol ideologi dan politik ter hadap masyar akat.
Ket iga, Gr amsci mengatakan bahw a untuk menjadi kelompok dominan har us

ber koor dinasi, memper luas, dan mengembangkan kepentingan-kepentingan
umum kelompok sublat er n . Kata kunci dar i pemahaman teor i hegemoni
Gr amsci adalah negosiasi yang dibutuhkan untuk mencapai konsensus semua
kelompok. Keempat , Gr amsci

ber pandangan

bahw a ekonomi

infor mal

mer upakan bagian dar i masyar akat sipil.
Ber pijak pada Gr amsci, par kir liar dapat dikategor ikan sebagai
ekonomi infor mal kar ena tar ikan ekonomi jelas sangat ter lihat di dalamnya.
Kemudian ber kenaan dengan hadir nya ‘masyar akat’ dengan segenap dunia
kepar kir liar an semisal tatanan ‘atur an’ yang ber laku mer upakan sebuah
konsekuensi dar i adanya hubungan kekuatan. Dar i kacatamata Gr amsci kita
dapat melakukan analisis bahw a hubungan kekuat an yang dilakukan melalui
aktivitas ter tentu benar -benar membentuk suatu. Kita dapat melihat adanya
hubungan kekuatan. Seper ti diungkapkan Gr amsci “Hubungan-hubungan
kekuatan mungkin akan menguntungkan, namun juga mungkin tidak
menguntungkan, ter hadap tendensi ini atau itu” (Gramsci, 2013: 248).

60

Lebih jauh Gr amsci mengatakan hubungan antar kekuatan setidaknya
memiliki dua pr insip. Per tama, tidak ada masyar akat yang menetapkan
kew ajiban dalam kondisi yang belum eksis atau bar u muncul dan bar u
ber kembang. Kedua, tidak ada masyar akat macet dan diganti sampai
masyar akat ter sebut mengembangkan semua bentuk kehidupan yang sudah
dijelaskan dalam hubungan inter nalnya (Gr amsci, 2013: 243). Akan tetapi,
dalam pr oses ber jalan akan ter jadi apa yang dinamakan per ang posisi. Per ang
posisi mengandaikan keter belahan r uang sosial menjadi dua kubu dan
menjadikan ar tikulasi hegemonik sebagai suatu logika mobilitas dar i ger ak
gar is per batasan yang memisahkan kedua kubu itu (Laclau dan Mouffe, 2008:
206).
Ini sejalan dengan pemikir an Gr amsci bahw a setiap for masi sosial
dengan sendir inya akan ter str uktur di seputar pusat hegemonik (Gr amsci,
2013). Dalam pandangan Gr amsci per w ujudan/ pengkr istalan per sonel yang
memimpin—yang menggunakan kekuasaan untuk melakukan suatu pr aktik
tindakan. Pada suatu titik ter tentu akan menjadi suatu kasta (Gr amsci, 2013:
342-343).
Benang mer ah dar i pemikir an Foucault dan Gr amsci yang menjadi
sumbangan bagi penelitian ini adalah kekuasaan har us dipahami sebagai
sebuah hubungan (sosial) dalam masyar akat. Selain itu, kekuasaan yang hadir
tentu

dijalankan

dan

dipr aktikkan

oleh

suatu

aktor

yang

mampu

memer ankannya. Per an aktor di sini sebagaimana diungkapkan Gr amsci
(2013: 255) adalah menjamin ter bentuknya kekuatan secar a sistematis,
kemudian dikembangkan dan diubah menjadi lebih homogen, kompak dan
w aspada. Oleh sebab itu, penelitian ini pun menggunakan per spektif
Foucaldian dan Gr amscian dalam memotr et kuasa aktor yang ber per an dalam
‘dunia’ par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito ini untuk menemukan fakta-fakta
yang menunjukkan bahw a masyar akat yang ber ada dalam kelompok jur u
par kir liar menjadi ter pengar uh kar ena adanya per setujuan tidak kentar a
antar mer eka.
61

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di sekitar Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr .
Sar djito atau tepatnya ber ada sepanjang jalan Kesehatan di depan RSUP
ter sebut di mana ter dapat pr aktik par kir liar . Par kir liar ini menempati badan
jalan atau biasa disebut on st r eet par king. Sementar a itu, keber adaan par kir
liar ini secar a administr atif ter letak di Desa Sedow o Kabupaten Sleman.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ber tujuan untuk
memahami situasi, per istiw a, kelompok, ataupun inter aksi sosial ter tentu pada
set t ing alamiah (Cr esw ell, 2013: 26-27).

Dengan menggunakan str ategi penelitian studi kasus instr insik (yang
fokusnya adalah pada kasus itu sendir i, kar ena dianggap unik atau tidak biasa)
mengenai par kir liar yang telah eksis demikian lama dengan tatanan ‘atur an’
yang sedemikian r upa dengan fokus mengenai kuasa aktor dalam ‘dunia’ par kir
liar di di sekitar RSUP Dr . Sar djito (Cr esw ell, 2014: ix-x). Sumber pr imer atau
infor man/ nar asumber dalam penelitian ini adalah par a jur u par kir sementar a
sumber sekunder ber upa penelitian ter dahulu, buku, majalah, jur nal, sur at
kabar dan ber bagai liter atur lain yang r elevan dengan penelitian ini. Teknik
pengambilan sampel/ cuplikan yang digunakan adalah pur posive sampling
(Cr esw ell, 2014)
int er viewing),

dipadukan

studi

liter atur

dengan

w aw ancar a

maupun

obser vasi

mendalam
mer upakan

( in-dept h
teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini (Denzin & Lincoln,
1994). Sementar a, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model
analisis inter aktif yang melibatkan ber bagai komponen yakni pengumpulan
data, r eduksi data, penyajian data ser ta penar ikan kesimpulan dan ver ifikasi
(Miles dan Huber man, 1992). Dan, teknik pemer iksaan validitas data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tr iangulasi data/ sumber (Cr esw ell,
2013).

62

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tidak dapat dimungkir i lagi, par kir liar di sekitar Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Dr . Sar djito memiliki keunikan ter sendir i yakni par kir liar ini
telah ada (eksis) selama ber tahun-tahun. Par kir liar ini layaknya telah
membangun sebuah ‘masyar akat’ dengan ber bagai tatanan ‘atur an’ yang telah
disepakati ber sama dan dilaksanakan ber sama. Ber dasar kan hasil pengamatan
peneliti selama sekitar 6 bulan lamanya, par a jur u pakir liar ter sebut telah
menjalanan suatu tatanan ‘atur an’ kesepakatan baik itu dar i pengelolaan
w ilayah/ daer ah/ petak par kir , menggunakan atr ibut dan identitas par kir nya
masing-masing sebagai cir i khas w ilayah par kir nya seper ti kar cis par kir , baju
par kir ser ta tanda tempat/ lokasi par kir hingga kesepakatan har ga tar if par kir
Rp.2000 untuk motor dan Rp.5000 untuk mobil.
Semua ‘atur an’ kesepakatan itu telah ber jalan dengan baik dan dapat
dikatakan har monis dalam ar tian semua petak/ w ilayah par kir di lokasi
ter sebut jumlahnya tetap ser ta tidak ber kur ang apalagi ber tambah begitu pula
dengan par a jur u par kir nya tidak ada penambahan bar u lagi. Padahal yang
namanya lahan ekonomi atau tempat mengais r ezeki apalagi seper ti par kir liar
ini tentu saja akan muncul suatu per saingan atau per tar ungan untuk saling
memper ebutkan ‘kue’ ekonomi sebagaimana diketahui potensi pendapatan
(omzet) dar i par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito mencapai r atusan r ibu
r upiah.
Dalam kacamata Foucault (1977) jelas pada par kir liar ini telah hadir
suatu per tar ungan kuasa dalam hubungan sosial atau inter aksi sosial
didalamnya. Namun, memang seper ti diungkapkan Gr amsci per tar ungan kuasa
itu telah didapat diatur sedemikian r upa oleh kelompok atau individu yang
memiliki kemampuan melakukannya yakni kuasa aktor . Gr amsci menilainya
sebagai hubungan kekuatan. Dar i pandangan Gr amsci kita dapat melakukan
analisis bahw a hubungan kekuatan yang dilakukan melalui aktivitas ter tentu
benar -benar membentuk suatu. Kita dapat melihat adanya hubungan kekuatan.
63

Seper ti diungkapkan Gr amsci “Hubungan-hubungan kekuatan mungkin akan
menguntungkan, namun juga mungkin tidak menguntungkan, ter hadap
tendensi ini atau itu” (Gr amsci, 2013: 248).
Lebih jauh Gr amsci mengatakan hubungan antar kekuatan setidaknya
memiliki dua pr insip. Per tama, tidak ada masyar akat yang menetapkan
kew ajiban dalam kondisi yang belum eksis atau bar u muncul dan bar u
ber kembang. Kedua, tidak ada masyar akat macet dan diganti sampai
masyar akat ter sebut mengembangkan semua bentuk kehidupan yang sudah
dijelaskan dalam hubungan inter nalnya (Gr amsci, 2013: 243).
Dar i sini kita dapat melakukan analisis dan pembacaan bahw a dalam
‘dunia’ par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito ada suatu hubungan kekuatan
dalam ar tian hubungan antar aktor yakni par a jur u par kir liar yang
menghasilkan keuntungan yakni mer eka dapat memper oleh ‘kue’ ekonomi dar i
lahan par kir yang mer eka usahakan ber sama. Selain itu, mer eka pun
membangun suatu kew ajiban ber sama ber bagai tata ‘atur an’ seper ti telah
diur aikan diur aikan di atas kar ena masyar akat mer eka sebagaimana dikatakan
Gr amsci telah eksis dan ber kembang demikian lama selama ber tahun-tahun
dan bukan sekadar masyar akat yang bar u tumbuh.
Oleh kar ena itu, tentu akan sangat menar ik untuk melihat bagaimana
kuasa aktor

dalam

‘dunia’ par kir

liar

ini

mampu menjalankan dan

menghar moniskan hubungan antar kekuatan yang menghasilkan suatu
keuntungan ber sama seper ti diungkapkan Foucault dan Gr amsci. Dar i hasil
w aw ancar a mendalam dan obser vasi peneliti di lapangan terdapat temuantemuan menar ik mengenai kuasa aktor dalam ‘dunia’ par kir liar ini. Dar i
ber bagai aktor yang ada ter sebut (khususnya dalam hal ini dalam inter nal
par kir liar ) sebagai fokus penelitian ini maka dapat dikatakan Pak Sar djono
mer upakan aktor yang memiliki pengar uh atau kuasa paling besar dalam
‘dunia’ par kir liar ini apabila dilihat dar i per spektif Foucault. Ia melakukan
inisiasi maupun gagasan yang kemudian diamini dan diafir masi oleh par a aktor
64

lainnya layaknya sebagaimana hegemoni dalam pandangan Gr amsci. Selain itu,
ia memiliki kekuatan lain yakni sebagai penduduk asli Desa Sedow o. Untuk
melihat gambar an akan kuasa aktor yang lebih lengkap maka temuan-temuan
ter sebut peneliti tematisasi dan kategor isasi sebagai ber ikut:

A. Pembagian Wilayah/ Petak/ Patok Parkir
Pembagian w ilayah/ petak par kir sejatinya mer upakan sesuatu hal
yang sensitif dan dapat menimbulkan kecembur uan kar ena ber kaitan dengan
‘kue’ ekonomi atau pendapatan (omzet) dar i jasa par kir liar . Namun, demikian
kuasa aktor dapat melakukan per edaman dengan segala kekuatan atau kuasa
yang dimilikinya atau dengan kata lain aktor lain hanya mampu melakukan
suatu afir masi per setujuan mengenai hal yang telah ditentukan ter sebut.
Petak/ w ilayah par kir di sekitar RSUP Dr . Sar djito ini dibagi menjadi delapan
w ilayah. Jumlah ini tetap. Petak par kir tidak boleh ber tukar atau ber ganti ser ta
tidak boleh ada kecembur uan ter kait petak par kir ter sebut. Hal ini
sebagaimana diutar akan Pak Sar djono dalam kutipan ber ikut ini:
“Petak par kir di sini kita bagi sampai delapan kelompok yang
masing-masing ada pemimpinnya..kalau ada sesuat u antar
kelompok yaa tetap ngobr ol tapi wilayahnya tetap. Tidak boleh
ganti-gant ian har us sesuai wilayahnya Mbak...Iya..kalau par kir ini
yaa buat selamanya mbak..nggak ada ir i-ir ian nggak ada itu..”
(Wawancar a, 25 November 2014).

Hal yang sama juga disampaikan oleh Pak Anggor o kalau mer eka, siapa
pun yang menjadi jur u par kir liar har us menger ti akan w ilayahnya sehingga
tidak ada per gesekan antar jur u par kir liar . “Yaa kit a kan emang sudah har us
nger t i Mbak, misale yang jelas seper t i bapake ini kan wilayahnya dar i pat ok sini
sampai pat ok sini. Saya dar i sini sampai sini begit u Mbak ” (Waw ancar a, 20

November 2014). Pembagian w ilayah ini sendiri pun sudah disadar i sebagai
sebuah kesepakatan ber sama. Ini seper ti petikan w aw ancana dengan Pak
Khomis, “Ini kalau wilayahnya..yaa pet ak-pet ak par kir it u hasil kesepakat an
Mbak” (Waw ancar a, 20 November 2014).
65

Aw al mula kesepakatan petak-petak par kir ini adalah hasil inisiasi Pak
Sar djono yang mengajak pemuda-pemuda di w ilayah Desa Sedow o. Ia yang
menaw ar kan par kir liar kepada pemuda di w ilayah ter sebut sebagai sar ana
untuk menghindar i penganggur an.
“Saya ini kalau lihat anak-anak di kampung itu nganggur ya
mending saya ajak ke sini. Saya dijalan ini ya..kamu di sana, kamu
di sana. Kalau anak-anak seper ti Mas Geger , r awan lama-lama
Mbak kalau tidak ada peker jaan..Kalau sini dilar ang unt uk par kir
har usnya ada solusi buat anak-anak itu beker ja. Tapi nyatanya ini
memang susah kan. Ya to? ter us jalan keluar nya gimana? Supaya
mer eka bisa beker ja ya saya ajak kelola par kir liar ini”
(Wawancar a, 25 November 2014).

Seper ti telah diungkapkan di atas, pembagian petak w ilayah par kir ini
sudah final dan tidak akan ber ubah apalagi ber t ambah. Namun, w alaupun
demikian nyatanya memang ada saja beber apa kalangan yang meminta ijin
dar i Pak Sar djono untuk membuka lahan par kir liar bar u. Akan tetapi, semua
itu ditolaknya kar ena ‘tatanan’ par kir liar sudah baik lagi pula memang sudah
tidak ada tempat lagi.
“Iya..ada yang bilang mau minta ijin buka lahan par kir liar bar u.
Nah, lha saya bilang ini udah lama begini pembagiannya..udah
final..udah nggak ada tempat, nggak ada tambahan lagi. Kalau ada
war ga setempat yang mau masuk ya har us sudah ada jatahnya,
kalau nggak ada jatahnya ya nggak bisa. Udah nggak ada yang
bar u. Maksudnya dar i or ang yang dulu udah punya wilayah par kir
itu gantikan dia. Kalau nggak ada jatahnya ya nggak bisa jadi
sudah tidak bisa lagi ada or ang yang bar u” (Wawancar a, 25
November 2014).

Dalam pembagian w ilayah par kir li ar ini memang sudah tidak ter sisa
r uang lagi bagi par a jur u par kir liar yang bar u untuk membuka lahan. Seper ti
dinyatakan Pak Sar djono di atas kalau sudah ada jatahnya bar u bisa
digantikan. Semisal diw ar iskan ke anaknya. Dar i sini kita dapat melihat par kir
liar di daer ah ini pun menggunakan model pew ar isan w ilayah par kir . Hal ini
dapat dimaknai sebagai bentuk upaya pelanggengan kuasa. Semisal ada
pemilik w ilayah par kir yang meninggal dunia maka dengan otomatis w ilayah
66

ter sebut diw ar iskan ke anak atau keluar ganya. Sebagaimana ditutur kan Bapak
Sar djono ber ikut ini, “Kalau di sini ada pemilik wilayah par kir yang meninggal
yaa

diwar iskan

ke

anaknya.

Dan

biasanya

yaa

anaknya

it u

yang

menggant ikannya” (Waw ancar a, 25 November 2014).

B. Siapa yang Boleh Bekerja ( Jadi Juru Parkir Liar)
Dengan potensi pendapatan ekonomi dar i par kir liar di di sekitar RSUP
Dr . Sar djito tentu banyak kalangan yang ber minat untuk tur ut menjadi jur u
par kir liar . Ter lebih memang kaw asan ini mer upakan w ilayah yang tidak
per nah sepi potensi par a pengguna jasa par kir mengingat r uang par kir di
dalam RSUP Dr . Sar djito memang tidak mencukupi. Mengenai siapa yang boleh
beker ja menjadi jur u par kir liar di w ilayah ini pun tidak dapat sembar angan
kar ena ada kuasa aktor pula yang menentukan mengenai hal ini.
Pada dasar nya yang boleh menjadi jur u par kir di w ilayah ini adalah
w ar ga atau penduduk asli Desa Sedow o. Namun, ada satu or ang yang ber asal
dar i luar daer ah yakni dar i Madur a dan boleh menjadi jur u par kir liar . Pak
Khomis adalah or ang yang dimaksud. Ini pun dengan beber apa per timbangan
yang ada. Semisal r asa kasihan/ iba kar ena or ang ter sebut

memiliki

tanggungan keluar ga di mana masih memiliki anak kecil sementar a usia Pak
Khomis sudah sangat tua. Selain itu, istr inya pun memiliki keter belakangan
mental. Faktor lain adalah kar ena Pak Khomis mer upakan pionir atau or ang
yang per tama kali membuka par kir liar di wilayah ini. Mengenai siapa yang
boleh beker ja sebagai jur u par kir

liar di w ilayah ini Pak Sar djono

mengutar akannya dalam petikan w aw ancar a ber ikut ini:
“Yang namanya par kir itu kan yaa buat or ang daer ah asli sini. Ini
yang didahulukan Mbak. Di mana-mana ya kalau parkir itu ya yang
punya war ga daer ahnya to? di mana-mana ya kayak gitu..”
(Wawancar a, 25 November 2014).

67

Adapun mengenai keber adaan Pak Khomis sebagai jur u par kir liar yang
notabenenya bukan ber asal dar i w ar ga asli daer ah atau w ar ga Desa Sedow o.
Pak Sar djono mengungkapkan bahw a itu memang diber ikan jatah petak
w ilayah untuk par kir kar ena r asa iba/ kasihan.
“Ya itu dikasih, dikasih. Dulu sebenar nya dia udah duluan par kir
kayak gini, udah dar i muda. Tapi kan dia bukan asli daer ah sini t o
Mbak. Dia itu r umahnya ya pindah-pindah.. Kalau di sini yaa cuma
pak tua itu..itu udah lama sebenar nya. Kasihan soalnya ist r inya kan
juga nggak war as. Anaknya juga masih kecil. Kasihan it u, makanya
kita nggak papalah. Wong car i nafkah juga. Nggak papalah, kita
juga punya hat i Mbak” (Wawancar a, 25 November 2014).

Apa yang diutar akan Pak Sar djono mengenai siapa yang boleh menjadi
jur u par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito ser ta kasus khusus Pak Khomis pun
mendapatkan afir masi dar i Pak Anggor o bahw a or ang luar daer ah Desa
Sedow o yang boleh menjadi jur u par kir liar itu memang hanya Pak Khomis.
Adapun yang boleh menjadi jur u par kir liar itu utamanya har us or ang asli
daer ah ter sebut.
“Dia kan bukan or ang sini. Di mana-mana par kir an itu kan yang
diutamakan or ang daer ah kan Mbak..Or angnya itu ya cuma itu tok.
Ya cuma satu itu tok. Pak Khomis itu aja” (Wawancar a, 20
November 2014).

Penentuan mengenai siapa yang boleh menjadi jur u par kir liar di
sekitar RSUP Dr . Sar djito memang melibatkan kuasa aktor yang memiliki
pengar uh besar didalamnya. Namun, alasan penentuan lain pun masih berpijak
pada apa yang dinamakan kuasa daer ah setempat. ‘Klaim’ hak utama dar i
w ar ga asli pr ibumi atau desa setempat tur ut menentukan mengenai siapa yang
boleh menjadi jur u par kir liar atau tidak.
Dar i sini kita dapat melihat salah satu hal yang telah menjadi
kesepakatan dan kesepemahaman ber sama bahw a ar ea par kir di suatu daer ah
ker amaian adalah usaha milik penduduk setempat. Secar a ter selubung telah
ter jadi penguasaan r uang par kir liar oleh pihak ter tentu. Padahal or ang
68

per tama yang menguasai par kir sepanjang jalan RSUP Dr . Sar djito adalah Pak
Khomis (Waw ancar a, 20 November 2014). Saat ini Pak Khomis mendapatkan
lahan par kir sepanjang kir a-kir a 60 meter , itupun ditambah per lakuan ber beda
kar ena ia bukan ber asal dar i penduduk setempat. Dalam bahasa Gr amsci ini
sesungguhnya telah ter jadi apa yang dinamakan per ang posisi yang
mengandaikan keter belahan r uang sosial menjadi dua kubu (pr ibumi dan non
pr ibumi atau w ar ga asli dan w ar ga pendatang) dan menjadikan ar tikulasi
hegemonik sebagai suatu logika mobilitas dar i ger ak gar is per batasan yang
memisahkan kedua kubu itu (Gr amsci, 2013; Laclau dan Mouffe, 2008: 206).

C. Pengawas, Inisiator Tatanan ‘Aturan’ dan Kekompakan Parkir Liar
Kuasa aktor sebagai mana diungkapkan Gr amsci dalam konteks par kir
liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito adalah melakukan pengaw asan atau pantauan,
menjamin ter bentuknya suatu tatanan kekuatan yang sistematis dan
membuatnya menjadi lebih homogen ser ta kompak. Hal ini jelas ter lihat
apabila kita mencoba menyelami akan masyar akat par kir liar di w ilayah
ter sebut. Ini pula yang menjadikannya memi liki keunikan ter sendir i dan
membedakannya dar i par kir liar -par kir liar lain yang hanya muncul secar a
spor adis dan tidak memiliki tatanan ‘atur an’ sebagaimana dipunyai ‘dunia’
par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito.
Ber kenaan dengan kuasa aktor yakni ber per an sebagai pengaw as atau
pemantau jalannya suatu pr aktik par kir liar di w ilayah ini adalah untuk
memastikan segala sesuatunya ber jalan dengan baik dan jangan ada sampai
ada per masalahan. Dan sekalipun ada per masalahan maka hal ter sebut dapat
seger a dipecahkan. Sang aktor sendir i w alaupun memiliki petak/ wilayah
par kir liar namun bar u dua bulan ini ikut memar kir . Hal ini ter gambar dalam
petikan w aw ancar a ber ikut ini.
“Saya cuma mantau Mbak..Pantau kalau ada apa-apa saya bisa
tur un Mbak. Saya sendir i punya wilayah par kir ..ya di sini ini tapi
saya tidak ikut hanya mengawasi aja yaa bar u dua bulan ini saya

69

ikut mar kir ..Ter us kalau memang ada ya it u kita pecahkan
ber sama. Ini daer ah kita, ini lahan kita jangan sampai ada masalah.
Kalau ini ya diar ahkan kemana..Int inya kita pastikan semua baik
Mbak di selur uh wilayah par kir ini” (Wawancar a, 25 November
2014).

Selain itu, Pak Sar djono pun mer upakan inisiator munculnya ber bagai
tatanan ‘atur an’ yang akhir nya diter ima dan disepakati sebagai ber sama
selur uh masyar akat par kir liar di w ilayah ini. Sebut saja semisal penyer agaman
har ga tar if par kir bagi kendar aan motor sebesar Rp.2000 dan mobil Rp.5000.
Selain itu, tatanan ‘atur an’ lain untuk menjaga kekompakkan adalah uang kas
untuk identitas semisal kar tu par kir , ser agam. Adapun kr easi seper ti pilihan
w ar na ser agam diser ahkan kepada masing-masing kelompok par kir ter sebut .
Maka tak her an, ber dasar kan pengamatan, peneli ti melihat w ar na ser agam
par kir yang ber beda-beda seper ti w ar na or ange hingga hitam. Namun, mer eka
semua sejatinya mer upakan satu keluar ga besar masyar akat par kir liar .
“Lha kan saya yang mengatur ini anak-anak. Saya juga mengawali
adanya uang kas..satu har inya 15.000 ya misalnya untuk identitas,
untuk kar tu, atau untuk beli ser agam.. atau ya ter ser ah nanti untuk
apa. Mbak bisa lihat kan itu ada yang ser agamnya or ange seper ti
kelompok Pak Khomis. Kalau kelompok saya seragamnya
hitam..Kalau war nanya apa yaa ter ser ah kelompok masing-masing
no, ini ya biar kompak saja..sama juga buat tar if par kir kita
samakan pokoknya motor itu 2.000 kalau mobil 5.000 begitu Mbak
(Wawancar a, 25 November 2014).

Selain itu, dalam suatu petak/ wilayah atau dalam satu kelompok par kir
biasanya ter dir i dar i beber apa or ang mulai dar i dua hingga enam or ang.
Banyak jumlah or ang dalam kelompok par kir di petak ter tentu ter gantung dar i
kebijakan pemimpinnya. Semisal di petak Pak Khomis ada dua or ang yakni
dir inya dan Pak Anggor o. Sementar a di petak Pak Sar djono ada enam or ang.
Dalam sistem ker ja par kir liar mer eka pun ada yang beker ja ber sama-sama
hingga mener apkan sistem shift atau w aktu ber gantian.

70

Kelompok Pak Khomis ber sama Pak Anggor o misalnya melakukan
peker jaan sebagai jur u par kir liar secar a ber sama sama dan hasil pendapatan
dar i par kir ter sebut mer eka bagi menjadi dua.
“Saya ber dua Mbak dengan Bapak itu lho namanya Pak Anggor o
(sambil menunjuk jukir yang lebih muda/ kir a-kir a berusia 35an
yang sedang sibuk memar kir kendar aan). Di sini kita ber dua
saja..kalau dapat uang ber apa ya kita bagi ber dua saja Mbak”
(Wawancar a, 20 November 2014).

Sementar a itu, pada kelompok Pak Lippo, sistem ker ja kelompoknya
menggunakan sistem shift atau per gantian. Ada shift pagi sampai sor e
kemudian ber gantian dilanjut shift sor e sampai malam. Namun, hasil
pendapatannya digabung dan kemudian akan dibagi r ata. Seper ti diungkapkan
Pak Lippo ber ikut ini:
“Ya kalau kami sistemnya shift tapi bagi r ata..Saya di sini dar i pagi
sampai sor e.. nanti ada yang ngganti dar i sor e sampai malam
Mbak. Masing-masing kelompok punya sistem sendir i-sendir i jadi
itu ter ser ah kelompok” (Wawancar a, 20 November 2014).

Masing-masing kelompok par kir liar di w ilayah i ni dapat mengelola
w ilayah par kir nya sendiri asalkan tidak ber benturan dengan atur an ber sama
yang lebih besar semisal tentang luas patok par kir yang telah disepakati
masing-masing kelompok di mana ini tidak dapat ber ubah dan sudah final. Ini
seper ti diungkapkan Pak Khomis dalam petikan w aw ancar a ber ikut.
“Yang ngelola di sini ya cuma saya sama Pak Anggor o itu.. sendir isendir i kita kelola..masing-masing kelompok itu jalan sendir isendir i di petaknya mbak. Saya di sini sak notonya Mbak. Kalau
wilayahnya luasnya ber apa itu sudah kesepakatan nggak boleh
dilanggar . Semua juga udah tahu itu Mbak. Masing-masing udah
ada jatahnya begitu” (Wawancar a, 20 November 2014).

71

5. KESIMPULAN
Dar i hasil obser vasi dan penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahw a kuasa aktor dalam ‘dunia’ par kir liar di sekitar RSUP Dr .
Sar djito telah memainkan

kuasa yang dimilikinya untuk

membentuk

masyar akat par kir liar dengan segenap tatanan ‘atur an’ yang sedemikian r upa.
Hal ini sebagaimana diutar akan Foucault bahw a kuasa itu dapat ber ada di
mana-mana ter masuk di sini adalah par kir liar . Kuasa itu sendir i yang jelas
adalah dipr aktikkan. Kuasa dapat menyentuh ke ber bagai lini kehidupan
maupun str uktur sosial dan mer esap hingga pada sisi yang paling halus dan
dalam pada kehidupan individu dan kelompok. Kuasa sendir i sebagaimana
diur aikan Foucault dan Gr amsci hadir dalam hubungan sosial (inter aksi sosial).
Kuasa aktor dalam ‘dunia’ par kir liar di sekitar RSUP Dr . Sar djito
sendiri ber pijak dar i per spektif Gr amsci antar a lain ber per an pada r anah
pembagian w ilayah/ petak/ patok par kir , menentukan siapa yang boleh beker ja
sebagai jur u par kir liar di w ilayah ter sebut ser ta menjadi pengaw as sekaligus
inisiator tatanan ‘atur an’ yang diper lukan untuk menjadi kekompakkan
masyar akat par kir liar yang ada. Kuasa aktor ini menelusup dan kemudian
diamini ser ta diafir masi oleh aktor -aktor lain dalam ‘dunia’ par kir liar di
sekitar RSUP Dr . Sar djito ini. Dalam per spektif Gr amsci kita dapat melihat
bahw asanya kuasa aktor di sini adalah ber upaya membentuk suatu kekuatan
sistematis, yang kemudian dikembangkan dalam masyar akat par kir liar ser ta
menjadikan masyar akat par kir liar ter sebut lebih homogen, kompak dan
senantiasa w aspada. Ini dapat kita lihat dar i penentuan tar if par kir yang
ser agam ser ta adanya suatu identitas dan ber bagai atr ibut dar i kelompok
par kir liar di w ilayah ini. Di mana masyar akat par kir liar selalu w aspada untuk
menciptakan kondisi agar tetap baik, aman dan nyaman sehingga mer eka
dapat ter us mengais pendapatan ekonomi dar i par kir liar ini.

72

DAFTAR PUSTAKA
Ader amo, A.J. & K.A. Salau. 2013. “Par king Patter ns and Pr oblems in
Developing

Countr ies: A Case fr om Ilor in, Niger ia”. Afr ican Jour nal

of Engineer ing Resear ch, Vol. 1 No. 2, hlm. 40-48.

Bahar uddin, Alimuddin. 2013. Uang, Pengetahuan dan Kekuasaan. News Let t er
Rumah Pemilu . Edisi September . Ahmadi , Abu. 1982 . Psikologi Sosial .

Sur abaya: Bina Ilmu.
Bar ker , Chr is. 2004. Cult ur al Studies. Teor i & Pr akt ik. Ter j. Nur hadi . Yogyakar t a:
Kr easi Wacana.
Ber tens, K. 2006. Filsafat Bar at Kont empor er Pr ancis. Jakar ta: Gr amedia.
Cope, John G. And Linda J. Allr ed. 1990. “Illegal Par king in Handicapped Zones:
Demogr aphic

Obser vations

and

Review

of

the

Liter atur e,”

Rehabilit at ion Psychology, Vol. 35(4), pp. 249-257.

Cr esw ell, John W. 2014. Penelit ian Kualit at if & Desain Riset : Memilih di Ant ar a
Lima Pendekat an . Ter j. Ahmad Lintang Lazuar di. Yogyakar ta: Pustaka

Pelajar .
Cr esw ell, John W. 2013. Resear ch Design: Pendekat an Kualit at if, Kuant it at if, dan
Mixed. Ter j. Achmad Faw aid. Cetakan ke-3. Yogyakar ta: Pustaka

Pelajar .
Denzin, Nor man K. dan Yvonna S. Lincoln. (eds). 1994. Handbook of Qualit at ive
Resear ch. London: Sage Publications.

Foucault, Michel. 1977. Discipline and Punish. London: Tavistock Publications
Limited.

73

Foucault, Michel. 2002. Ar keologi Penget ahuan . Yogyakar ta: Qalam.
Foucault, Michel. 2002. Wacana Kuasa/ Penget ahuan . Ter j. Yudi Santoso.
Yogyakar ta: Bentang Budaya.
Gr amsci, Antonio. 2013. Pr ison Not ebooks: Cat at an-Cat at an dar i Penjar a. Ter j.
Teguh Wahyu Utomo. Yogyakar ta: Pustaka Pelajar .
Har diman, F. Budi. 2007. Filsafat Moder n: Dar i Machiacelli sampai Niet zsche.
Jakar ta: Gr amedia.
Har moko.

2014.

“Balap

Liar ,

Par kir

http:/ / poskotanew s.com/ 2014/ 09/ 11/ balap-

Liar ,”

liar -par kir -liar / ,

20 November 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2011. Jakar ta: Balai Pustaka.

Laclau, Er nesto dan Chantal Mouffe. 2008. Hegemoni dan St r at egi Sosialis: Post
Mar xisme dan Ger akan Sosial Bar u . Yogyakar ta: Resist Book.

Lechte, John. 2001. 50 Filsuf Kont empor er . Yogyakar ta: Kanisius.
Miles, Matthew B. Dan A. Michael Huber man. 1992. Analisis Dat a Kualit at if,
Buku Sumber Tent ang Met ode-Met ode Bar u . Ter j. Tjetjep Rohendi

Rohidi. Jakar ta: UI Pr ess.
Najib, Mochamad. 2014. “Politisasi Par kir Ber langganan,” Jur nal Polit ik Muda,
Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, hlm. 446-458.
Nugr aha, Pr i Guna. 2013. “Studi Tentang Per an Dinas Per hubungan dalam
Mener tibkan

Par kir Liar di Pasar Pagi Kota Samar inda,” eJour nal

Administr asi Negar a, Vol. 1, No. 4, 2013, pp. 1495-1510.

74

Osoba, Samson Babatunde. 2012. “Appr aisal of Par king Pr oblems and Tr affic
Management

Measur es in Centr al Business District in Lagos, Niger ia”.

Jour nal of Sust ainable Development , Vol. 5, No. 8, pp. 105-115.

Patr ia, Nezar dan Andi Ar ief. 2003. Ant onio Gr amsci: Negar a dan Hegemoni .
Yogyakar ta: Pustaka Pelajar .
Pusdiklat Litbang Depar temen Per hubungan. 2005. Sist em Tr anspor t asi
Nasional. Jakar ta: Kementr ian Per hubungan.

RAC Foundation. 2004. ‘Par king in Tr ansport Policy’. London, Pall Mall: RAC
Foundation.
Setya,

Agus.

2013.

“Tukang

Par kir

http:/ / agussetya.blogspot.com/ 2013/ 09/ tukang-par kir -liar .html,

Liar .
10

November 2014.
Sugiono, Muhadi. 2006. Kr it ik Ant onio Gr amsci Ter hadap Per mbangunan Dunia
Ket iga. Cet. Ke-2. Yogyakar ta: Pustaka Pelajar .

Sutopo, HB. 2002. Met ode Penelit ian Kualit at if: Dasar Teor i dan Pener apannya
dalam Penelit ian . Sur akar ta: Sebelas Mar et Univer sity Pr ess.

Tobing, David M.L . 2007. Par kir dan Per lindungan Hukum Konsumen . Jakar ta:
Timpaui Agung.
War pani, Suw ar djoko. 2002. Pengelolaan Lalu Lint as dan Angkut an Jalan .
Bandung:Pener bit ITB.
Yanti, Rir i. 2012. “Jur u Par kir di Kota Makassar (Suatu Studi Antr opologi
Per kotaan)”. Skr ipsi. Makassar : Univer sitas Hasanuddin.

75