OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA BERK

OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA BERKAITAN DENGAN
KEUANGAN NEGARA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otoritas

Jasa

Keuangan

(OJK)

dibentuk

untuk

menangani


permasalahan terkait microprudential dalam sistem keuangan di Indonesia.
Sebelum terbentuk OJK, kewenangan microprudential dipegang Bank
Indonesia (BI). Pembentukan OJK dilatarbelakangi kelambatan BI dalam
prediksi

terjadi

krisis

global,

akibat

tugas

macroprudential

dan

microprudential yang dipegang oleh satu otoritas, yaitu bank sentral.

Namun, keberadaan OJK dibeberapa negara justru memperburuk
prediksi krisis, seperti yang terjadi di Inggris. Inggris membubarkan OJK
dikarenakan ketidakmampuan dalam prediksi awal terjadi krisis. Perdana
menteri Inggris, mengatakan bahwa ketimampuan otoritas jasa keuangan
melakukan prediksi krisis, dikarenakan konflik kepentingan antara Bank
Sentral dan OJK dalam kebijakan macroprudential dan microprudential.
Kegagalan OJK dalam prediksi krisis juga terjadi di Amerika, Australia, dll.
Indonesia mengambil sebuah langkah untuk membentuk OJK,
ditengah kegagalan OJK di berbagai negara. Hal ini tentu membutuhkan
telaah dan kajian lebih lanjut berkaitan dengan kegagalan OJK diberbagai
negara.

Agar

OJK

yang

akan


berjalan

dapat

memelihara

dan

mengoptimalkan berjalannya sistem keuangan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang pembentukan OJK di Indonesia ?
2. Bagaimana gambaran pelaksanaan kebijakan microprudential yang
dilakukan OJK dalam memelihara stabilitas keuangan negara.?
C. Tujuan
1. Menjelaskan latar belakang pembentukan OJK di Indonesia.
2. Menjelaskan gambaran pelaksanaan kebijakan microprudential
microprudential yang dilakukan OJK dalam memelihara stabilitas
keuangan negara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Otoritas Jasa Keuangan
OJK (Otoritas Jasa Keuangan) adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
penyidikan.
Penyelenggaraan kegiatan sektor keuangan yang teratur, adil,
transparan, dan akuntabel guna mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.
Pasal 46  Kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan
(FKSSK) yang terkait degan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
B. Pelaksanaan OJK di Negara Lain
Krisis global yang menyebabkan Pemerintah Inggris membubarkan
Financial Services Autority bisa menjadi gambaran. Pemerintah Inggris baru,
otoritas jasa keuangannya gagal mendeteksi kedatangan krisis. Pemsihan
macroprudential dan microprudential di Inggris telah mengakibatkan haruss
di bill out nya sebuah bank di Inggris.
25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang

disepakati secara internasional, pengawasan perbankan di mana pun tidak
bisa mencegah kegagalan individual bank.
Empat pendekatan pengawasan sistem keuangan, yakni pendekatan
secara

intitusional

(institutional

approach),

pendekatan

secara

fungsi( functional approach),pendekatan terintegrasi (integrated approach),
dan twin peaks approach.
Di China semisal. Menganut pendekatan institutional approach,
pengawasan


perbankan

dilakukan

oleh

China

Banking

Regulatory

Commission (CBRC). Peran People’s Bank of China sebagai bank sentral

terbatas

pada

formulasi


dan

implementasi

kebijakan

moneter

dan

mempertahankan stabilitas keuangan.
Di Italia menganut pendekatan fungsional (functional approach).
Pengawasan lembaga keuangan berdasarkan karakteristik fungsional dan
kegiatan yang mereka lakukan, tidak peduli apa pun bentuk status legalnya.
Karena itu, di Italia, segala peraturan keuangan diatur berdasarkan aspek
fungsionalnya. Misalnya, kegiatan perbankan, jasa investasi, manajemen aset,
dan asuransi.
Inggris awalnya menggunakan integrated approach dalam sistem
pengawasan lembaga keuangan negaranya. Financial Services Authority
(FSA) yang mengatur dan mengawasi semua bisnis di bidang jasa keuangan.

Lembaga ini juga bertanggungjawab atas keselamatan bagi lembaga
keuangan di negara ituserta regulasi. Sedangkan Bank of England hanya
bertugas menjaga stabilitas sektor keuangan. Namun, pendekatan ini ada
kekurangannya, karena kerap terjadi kekosongan tugas bank sentral. Kondisi
ini bisa memicu konflik kepentingan. Sehingga, fungsi integrated approach
menjadi rancu karena adanya dua kepentingan yang mengatur jasa keuangan.
Sementara Australia menganut pola twin-peaks approach atau dikenal
dengan pengawasan berdasarkan tujuan. Berdasarkan prinsip tersebut, ada
pemisahan tanggungjawab dari dua lembaga terpisah. Lembaga satu
menangani aturan atas deposit-taking institution yang independen dengan
bank sentral. Sedangkan lembaga yang lain bertanggungjawab atas aturan
untuk integritas pasar dan proteksi konsumen dalam sistem keuangan.
Dengan demikian, pendekatan ini mampu memberikan gambaran yang
konsisten atas twin-peaks approach.
Belanda juga menganut sistem twin-peaks approach. Bank sentralnya,
yaitu DNB, berperan sebagai pengawas atas risiko sistematis untuk semua
jasa keuangan. Selain itu, terdapat juga Netherlands Authority for Financial
Market (AFM) yang bertanggungjawab atas keseluruhan pengawasan
conduct-of-business. Bagi sebagian kalangan, pendekatan ini diakui juga


sebagai jawaban atas pelaksanaan institutional approach yang tidak berjalan
efektif.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Ruang lingkup Penulisan
B. Otoritas Jasa Keuangan terkait Stabilitas Keuangan Negara

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka

Tugas dan kewenangan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan ?
Microprudential
Kelemahan ?

Independensi dewan komesioner : terbuka ruang kepentingan untuk korporasi.
OJK berdasarkan iuran membebani konsumen atau nasabah.