PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DALAM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dari tahun ke tahun, tingkat kejahatan dengan kekerasan cenderung meningkat
dengan model yang beragam dan dampak yang serius. Tindak kekerasan dapat menimpa
siapa pun dan di mana pun. Namun, bila ditelusuri dalam masyarakat banyak terjadi
kekerasan yaitu dialami oleh perempuan. Apalagi bila terdapat budaya patriarki, laki-laki
akan merasa bahwa dirinya akan memiliki kekuasaan dan berhak melakukan apa saja
terhadap perempuan. Mahar yang tinggi dan tanggung jawab laki-laki untuk menafkahi
istrinya serta anggapan bahwa perempuan itu lemah, mengakibatkan konflik hingga
terjadi kekerasan seperti pelecehan seksual dan kekerasan fisik yang menyebabkan cidera
dan luka batin terhadap perempuan.
Pemerintah telah menjamin hak perempuan dengan Undang-undang No. 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UUPKDRT). Namun, hal
itu tidak menjamin serta merta korban kekerasan dalam rumah tangga. Data kekerasan
yang tercatat jauh lebih sedikit karena tidak semua perempuan yang mengalami
kekerasan bersedia melaporkan kasusnya. Bagi mereka, membutuhkan keberanian yang
sangat besar untuk mengadu atas kelakuan suami mereka dan akan memikirkan seribu
kali karena faktor masalah pribadi, serta dikukuhkan oleh persoalan ketergantungan
ekonomi, dan masa depan.

1.2 Rumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang yang telah terurai di atas, maka yang menjadi pokok
permasalahannya adalah :
1. Apa yang dimaksud kekerasan dalam rumah tangga?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan
dalam rumah tangga?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai meliputi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:
1

1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum.
2. Untuk mengkaji secara mendalam bagaimana kebijakan hukum pidana.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana atas kriminalisasi tindak pidana
kekerasan dalam rumah tangga yang sebaiknya digunakan untuk masa
mendatang.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat memberikan masukan atau
solusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana sehubungan dengan
tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
1.4.2 Manfaat Praktis
Bagi aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana, penelitian ini
diharapkan memberikan masukan bagi pembuat kebijakan dalam perumusan
perundang-undangan dan pemidanaan mengenai tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekerasan dalam Rumah Tangga
2.2.1 Pengertian Kekerasan Secara Umum
Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti:
1. Perihal yang bersifat, berciri keras;
2. Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan kerusakan
fisik atau barang orang lain.

3. Paksaan.
2.2.2 Pengertian Kekerasan Menurut Peraturan Perundang-undangan
Pengertian kekerasan secara yuridis dapat dilihat pada Pasal 89 KUHP, yaitu:
Yang disamakan melakukan kekerasan yaitu, membuat orang jadi pingsan atau
tidak berdaya lagi (lemah).
2.2 Jenis-jenis Kekerasan dalam Rumah Tangga
2.2.1 Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat (Pasal 7).
2.2.2 Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya
rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan
atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7).
2.2.3 Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang memaksa hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual yang tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan
hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan
teretentu (Pasal 8).
3


2.2.4 Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang
dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut (Pasal 9).
2.3 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kekerasan dalam Rumah Tangga
2.3.1 Sosial Budaya
Masyarakat Indonesia pada umunya masih mempertahankan budaya timur
dengan kuat, dimana mereka akan selalu enggan untuk terbuka dengan segala
sesuatu yang dianggap pribadi. Hal ini juga mengakibatkan kekerasan dalam rumah
tangga kurang dapat terselesaikan dengan tuntas.
2.3.2 Tingkat Pendidikan
Selain itu, kekerasan disebabkan oleh minimnya pengetahuan pasangan suami
istri. Sang suami selain karena sifat ego yang dimilikinya, juga karena masih
berpendapat bahwa kekerasan adalah cara terbaik untuk membuat sang istri patuh.
2.3.3 Sosial Ekonomi
Adanya budaya bahwa istri bergantung sepenuhnya kepada suami, perlakuan
kasar dianggap dan diyakini sebagai sebuah hukuman yang harus diterima karena
menjalankan peran sebagai istri belum maksimal dari sisi sang suami.
2.4 Pengaturan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga Menurut

Hukum Positif di Indonesia
Keluarga yang merupakan institusi terkecil tidak lagi mampu mewujudkan tujuan
luhurnya dan tidak mampu memberikan kebahagiaan yang kemudian menimbulkan
kekerasan diatur secara khusus, yaitu Pasal 351, 352, 353, 354, dan 356 KUHP tentang
Penganiayaan sebagai Dasar Hukum yang Utama. Bunyi Pasal-pasal tersebut adalah:

1. Pasal 351
4

a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah.
b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang salah dikenakan pidana penjara
paling lama lima tahun.
c. Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
2. Pasal 352
a. Kecuali yang disebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan, jabatan, atau
pencarian diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang

bekerja padanya, atau yang menjadi bawahannya.
3. Pasal 353
a. Penganiayaan dengan rencana dahulu, diancam dengan pidana paling lama empat
tahun.
b. Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, yang bersalah dikenakan pidana paling
lama tujuh tahun.
c. Jika perbuatan mengakibatkan mati, dikenakan penjara paling lama sembilan tahun.
4. Pasal 354
a. Barangsiapa yang sengaja melukai berat orang lain, dikenakan pidana penjara paling
lama delapan tahun.
b. Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan penjara paling lama
sepuluh tahun.
5. Pasal 356
Pidana yang ditentukan Pasal 351, 352, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan
sepertiga:

5

a. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya
atau anaknya.

b. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena
menjalankan tugasnya yang sah.
c. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa
atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.
2.5 Tugas dan Wewenang Polri dalam Menangani Kasus Kekerasan Terhadap
Perempuan dalam Rumah Tangga
Wewenang penyidik Polri yang diberikan oleh KUHP dalam praktek sehari-hari
sangatlah penting dan vital sifatnya terhadap kinerja Polri dalam mengungkapkan suatu
pidana, terutama kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan. Salah satu
tugas dari kepolisian antara lain mengenai perlindungan terhadap perempuan dari
korban kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga yang sesuai dengan Pasal 16 dan
19 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Tugas dan wewenang serta tanggung jawab dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan yang diatur dalam KUHP dan Undang-undang Nomor 2 Tahun
2002, maka jelaslah bahwamerupakan suatu kewajiban aparat kepolisian untuk
melindungi masyarakat.
2.6 Contoh Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
a. Ag bin S melakukan penganiayaan terhadap istrinya, Ny. S, yang menyebabkan
pendarahan pada hidung, luka memar di dada, dan pernah pingsan. Berdasarkan hasil
visum et repertum yang dibuat oleh dr. Basuki pada Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta tanggal 12 November 1990 Nomor 373/WS/MR/VIS/UM/11/90 atas nama
Ny. S menyimpulkan bahwa penderita mengalami gejala gegar otak akibat kekerasan
benda tumpul.
b. Yup bin Sup melakukan penganiayaan terhadap istrinya, Tik binti Wak, yang telah
dinikahinya enam bulan yang lalu. Selama perkawinannya tersebut, mereka saling
cekcok karena terdakwa sudah punya wanita lain. Berdasarkan Pasal 351 ayat (1)
KUHP, Yup bin Sup telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan
penganiayaan dalam putusannya 84/1/B/2002/PN.
6

2.7 Gambaran Umum Polres Madiun
Kota Madiun merupakan daerah yang terletak di Propinsi Jawa Timur dengan luas
wilayah 33,32 km2 dan dengan jumlah penduduk 170,964 jiwa.
Polres Madiun merupakan kesatuan wilayah kepolisian di tingkat kota yang
berada di jalan Sumatera, adapun lokasinya sangat strategis karena berdekatan dengan
Kejaksaan Negeri, Kantor Pos Pusat Madiun, dan Stasiun Besar Kota Madiun. Untuk saat
ini Polres Madiun dipimpin oleh seorang Kapolres yakni AKBP Agus Yulianto.
2.8 Realita Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga di Unit RPK
Polres Madiun
Dalam menangani kasus-kasus KDRT, Polres Madiun menggunakan Undangundang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

serta Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak untuk kasus
yang berkaitan dengan tindak pidana terhadapanak. Data kasus KDRT yang masuk di
Polres Madiun dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1
Data Jumlah Kasus KDRT yang Masuk
di Unit RPK Polres Madiun Tahun 2014-2015
Tahun

Kekerasan
Fisik

Kekerasan
Psikis

Kekerasan
Seksual

2014
2015


35
42

8
13

5
8

Penelantaran
Rumah
Tangga
11
18

Jumlah
59
81

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah kasus-kasus KDRT yang ditangani

oleh Polres Madiun selama tahun 2014 adalah 59 kasus yang terdiri dari 35 kekerasan
fisik, 8 kekerasan psikis, 5 kekerasan seksual, dan 11 penelantaran rumah tangga. Tahun
2015 kasus KDRT yang masuk ke Polres Madiun sebanyak 81 kasus yang terdiri atas 42
kekerasan fisik, 13 kekerasan psikis, 8 kekerasan seksual, dan 18 penelantaran rumah
tangga.
Di bawah ini akan dicantumkan jumlah korban dalam rumah tangga di wilayah
hukum Polres Madiun dalam kurun 2014-2015.
7

Tabel 2
Data Jumlah Korban KDRT di Wilayah
Hukum Polres Madiun Tahun 2014-2015
Nomor

Tahun

1.
2.

2014
2015

Jenis Kelamin
Pria
-

Wanita
9
14

Tabel di atas menunjukkan bahwa korban penganiayaan adalah perempuan. Hal ini
dikarenakan pria secara fisik lebih dominan daripada wanita, karena itu kenapa banyak
kasus KDRT cenderung lebih banyak perempuan sebagai korbannya dibandingkan lakilaki.
2.9 Upaya yang Dilakukan oleh Polres Kota Madiun dalam Menanggulangi Kasus
Kekerasan dalam Rumah Tangga
Upaya yang dilakukan oleh Polres Madiun dalam menanggulangi kasus kekerasan
dalam rumah tangga antara lain:
a. Melakukan kerjasama dengan dengan Psikiater atau Psikolog untuk mendapatkan
keterangan lebih jelas karena faktor tertutup dari pihak korban.
b. Memberikan pendidikan gender bagi Aparat Polres Madiun agar dapat menegakkan
hukum tanpa harus melihat siapa yang menjadi para pihak.
c. Mengirim Aparat Polres Madiun untuk mengikuti seminar-seminar dan penyuluhan
KDRT agar wawasan bertambah.
d. Meningkatkan profesionalisme kerja Aparat Polres Madiun agar memiliki rasa
tanggung jawab profesi yang tinggi.

8

BAB III
METODOLOGI

3.1 Pemilihan Subjek Penelitian
3.1.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan korban dan pelaku
tindak kekerasan dalam rumah tangga, Pejabat Polres Madiun, Hakim
Pengadilan Negeri Madiun (Ibid; 121)
3.1.2 Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi (Burhan
Ashofa, 2002). Sedangkan sampel responden diambil secara purposive
sampling. Teknik penentuan sampel berdasarkan pada pertimbangan tertentu
yaitu mereka yang dianggap berkaitan pelaksanaan penelitian ini yaitu:
1. Korban,
2. Pelaku dari tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga,
3.Hakim Pengadilan Negeri Madiun,
4. Pejabat Polres Madiun.
3.2 Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Ada pun dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini
disajikan dalam bentuk uraian kata-kata atau naratif, bukan dalam bentuk statistik.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yang disebut dengan
penelitian yuridis sosiologis untuk mengkaji implementasi atau penerapan aturanaturan hukum positif guna mendapatkan suatu paparan kesimpulan yang berdasarkan
landasan data lapang (Amiruddin Zainal, 2004). Dalam penulisan karya tulis
penelitian ini, penulis mengambil kajian yuridis berupa Undang-undang Nomor 7
9

Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di
lapangan (Bambang Sunggono, 2003). Yaitu langsung dari para
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, pelaku dari tindak
kekerasan dalam rumah tangga, Polres Madiun, dan Pengadilan Negeri
Madiun.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen
resmi (data dari Polres Madiun dan dari Pengadilan Negeri Madiun).
3.3.2 Sumber Data
a. Data primer berasal dari responden (perempuan korban dan pelaku dari
tindak kekerasan dalam rumah tangga, Pejabat Polres Madiun, dan
Hakim Pengadilan Negeri Madiun).
b. Data sekunder berasal dari penelusuran bahan-bahan kepustakaan dan
laporan resmi.

10

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan:
1. Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti:
a. Perihal yang bersifat, berciri keras;
b. Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan kerusakan
fisik atau barang orang lain.
c. Paksaan.
2. Pengertian kekerasan secara yuridis dapat dilihat pada Pasal 89 KUHP, yaitu:
yang disamakan melakukan kekerasan yaitu, membuat orang jadi pingsan atau
tidak berdaya lagi (lemah).
3. Sampai sejauh ini perlindungan hukum terhadap perempuan baik mengatur
secara langsung maupun tidak langsung kekerasan dalam rumah tangga telah
banyak dituangkan pada beberapa peraturan perundang-undangan seperti KUHP
(Pasal 351, 352, 353, 354, dan 356), Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
(Pasal 16 dan 19), dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002.
4.2 Saran
1. Bagi aparat Polres Madiun untuk lebih meningkatkan pelayanan serta kinerjanya
terhadap masyarakat terutama terhadap korban kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga dengan memberikan dukungan kepada pelapor untuk
melakukan tindak pencegahan dengan cara melakukan sosialisasi internal.
2. Pemahaman tentang gender pada semua lapisan yaitu lembaga legislatif, yudikatif,
dan masyarakat perlu diperdalam lagi untuk menghasilkan peraturan perundangan
yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat khususnya perempuan serta
sejalan dengan peraturan perundangan lainnya.
3. Perlunya untuk meningkatkan kerjasama dengan LSM maupun LBH yang khusus
menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
11

4. Perlu kajian ulang terhadap UUPKDRT yang lebih berwawasan gender seperti
kriminalisasi atas suatu perbuatan, sifat delik aduan pada beberapa tindak pidana,
pencantuman batas minimal dan maksimal serta sifat alternatif dan atau
akumulatif.
5. Pengadaan suatu sosialisasi pra-nikah kepada remaja-remaja yang akan beranjak
pada dunia pernikahan agar mendapatkan pengetahuan dini atau pun sosialisasi
terhadap pasangan suami istri yang baru maupun lama menikah agar lebih saling
menghormati dan menyayangi satu dengan lainnya oleh suatu lembaga, contohnya

12

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, Zainal, Asika. Pengantar Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grifindo Persada,
Jakarta.
Aroma Elmina Martha, Yogyakarta: UII Press, 2003.
Barda Nawawi Arif. Bunga Rampai Kebijakkan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996.
Bambang Sunggono. Metode Penelitian Hukum. Raja Grifindo Persada, Jakarta, 2003.
Burhan Ashofa. Metode Penelitian Hukum. Rineke Cipta, Jakarta, 2002.
Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki. Perempuan dalam wacana Perkosaan dan kekerasan
dalam perspektif analisa Gender PKBI. Yogyakarta, 1997.
E. Kristi Poerwandari. Kekerasan terhadap Perempuan Tinjauan Psikologis Feministik,
dalam Archie Sudiarti L, Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, Jakarta, 2000.
Fathul Djannah. Kekerasan Terhadap Isteri, LkiS, Yogyakarta.
Farha Ciciek. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga, Lembaga Kajian Agama
dan Jender, Jakarta, 1999.
Komnas Perempuan, Peta Kekerasan Perempuan, Jakarta, Ameepro, 2002.

13