PENGARUH GLOBALISASI PADA PEMBENTUKAN GA
Makalah Akhir Individu
untuk Mata Kuliah Globalisasi
PENGARUH GLOBALISASI
PADA PEMBENTUKAN GAYA
HIDUP MANUSIA: STUDI
KASUS ‘STARBUCKS COFFEE’
Binar Sari Suryandari
1006664685
DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang tidak lagi asing untuk didengar. Dewasa
ini, kita dapat melihat bagaimana segala sesuatu hal yang terjadi di dunia tidak terlepas dari
konteks globalisasi. Globalisasi pada dasarnya merupakan fenomena yang membuat seolah
batas-batas negara menjadi pudar dan tidak lagi signifikan seperti sebelumnya. Globalisasi ini
memiliki banyak efek dan mampu memfasilitasi beberapa pergerakan di dunia. Globalisasi
dengan demikian memungkinkan adanya suatu hal untuk men-„global‟ dan meningkatkan
konektivitas yang ada dalam masyarakat, terlepas dari di mana mereka tinggal dan bermukim.
Kopi merupakan salah satu komoditi di dunia yang belakangan ini menjadi perhatian
bersama. Tanpa disadari sedikit demi sedikit, kopi mengalami pergeseran peran dan makna
dalam posisinya di kehidupan masyarakat di dunia. Dalam dunia yang modern ini, seringkali
kita lihat bagaimana gerai-gerai kopi bertebaran hampir di seluruh penjuru dunia. Pertumbuhan
gerai-gerai kopi ini tentunya menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Bahkan di negara yang tidak memiliki komoditas kopi yang melimpah pun saat ini dapat
memiliki gerai kopi yang menjadi tempat di mana masayarakat melakukan aktivitasnya. Tidak
hanya itu, pertumbuhan pesat gerai kopi ini juga dapat menjadi salah satu indikasi bagaimana
globalisasi telah berjalan dan memudarkan batas-batas kenegaraan hingga usaha perolehan
salah satu komoditas yang tidak dimiliki oleh suatu negara bukan lagi merupakan masalah
besar.
Ketika membicarakan mengenai kopi dan globalisasi, tentunya kita tidak dapat terlepas
dari Starbucks Coffee, yaitu korporasi multinasional ternama di dunia yang bergerak di bidang
produksi specialty coffee . Tidak dapat dipungkiri, gerai kopi Starbucks saat ini bukanlah
merupakan suatu hal yang sulit dicari, mengingat keberadaannya yang terletak di mana-mana.
Starbucks merupakan sebuah fenomena yang cukup menarik, karena perusahaan ini awalnya
hanya meurpakan gerai kopi kecil di Amerika Serikat, yang pada akhirnya mampu melakukan
ekspansi internasional dan menjangkau pasar luar negeri. Starbucks dalam hal ini merupakan
salah satu ikon dalam globalisasi mengingat keberhasilannya membuka sekitar 18.000 gerai
kopi di seluruh penjuru dunia.
1
Namun demikian, Starbucks nyatanya lebih dari sekedar sebuah perusahaan yang
memproduksi specialty coffee . Seiring dengan perkembangannya, Starbucks nyatanya mampu
membentuk budaya tersendiri dalam masyarakat yang di dalamnya menanamkan bagaimana
kopi saat ini telah memiliki peran dan posisi yang berbeda dalam kehidupan sebagian
masyarakat. Kopi dan Starbucks sebagai pihak yang mempromosikannya nyatanya berhasil
menyentuh aspek sosial budaya dan bahkan menciptakan jenis gaya hidup yang baru di dalam
kehidupan masyarakat. Makalah ini akan berusaha membahas bagaimana globalisasi dapat
mempengaruhi pembentukan gaya hidup (lifestyle) dalam masyarakat dengan menggunakan
studi kasus Starbucks Coffee yang saat ini telah meng-„global‟.
1.2 Rumusan Permasalahan
Di dalam makalah ini, pertanyaan yang berusaha dijawab adalah “Bagaimana
globalisasi dapat mempengaruhi gaya hidup dan konsumsi kopi „Starbucks‟ di dunia?”
1.3 Kerangka Konsep
1.3.1 Globalisasi
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang tidak asing lagi untuk didengar.
Namun demikian, definisi pasti yang rigid dari globalisasi itu sendiri masih sulit untuk
disepakati. Istilah „globalisasi‟ tidak memiliki pengertian yang tunggal dan dapat
dimaknai dari beberapa sudut pandang serta aspek.
Pada dasarnya secara umum,
globalisasi merujuk pada fenomena di mana seiring dengan perkembangan zaman,
maka batas-batas kenegaraan menjadi tidak sesignifikan sebelumnya. Dalam sebuah
tulisannya,
Ritzer
menyatakan
globalisasi
bagi
dirinya
merupakan
proses
transplanetary atau seperangkat proses yang melibatkan peningkatan likuiditas dan
perkembangan perpindahan serta pergerakan baik manusia, objek, tempat, maupun
informasi.1 Globalisasi ini diiringi juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang juga mengakomodasi cepat dan cairnya pertukaran dan arus informasi
antar wilayah, sehingga seolah batas antar negara semakin pudar. Bahkan beberapa
pihak juga melihat bahwa globalisasi menandakan berakhirnya era negara bangsa di
1
George Ritzer, Globalization: The Essentials (United Kingdom: John Wiley and Sons Ltd, 2011), hlm. 22.
2
dunia karena dengan adanya globalisasi terjadi pergeseran dan pengikisan peran negara
secara formal karena batas-batas negaranya tidak lagi sekaku sebelumnya.
Istilah Globalisasi, menurut Martin Albrow, merupakan serangkaian proses
dimana masyarakat atau berbagai macam bangsa yang di dunia disatukan dalam sebuah
kesatuan masyarakat dunia.2 Namun demikian, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, globalisasi tidak dapat dengan tepat didefinisikan. Globalisasi dapat
dikatakan sebagai sebuah bentuk istilah pendek yang mewakili perubahan-perubahan
besar terkait dengan bidang ekonomi, ideologi, teknologi, dan juga budaya. 3 Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa istilah globalisasi ini muncul karena adanya
perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia internasional selama beberapa dekade
terakhir ini.
Globalisasi menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan di lingkungan
global karena dampak dari proses ini dirasakan oleh setiap negara di dunia tanpa
terkecuali. Menurut Holm and Sorensen (1995: 1–7), globalisasi dapat didefinisikan
sebagai bentuk intensifikasi ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang terjadi lintas
batas. Dalam hal ini, globalisasi melibatkan lebih dari geographical extension dari
beberapa fenomena dan isu-isu. Pernyataan ini menyiratkan tidak hanya adanya
intensifikasi yang signifikan dari keterhubungan global tetapi juga kesadaran akan
intensifikasi tersebut, diiringi dengan penurunan pada signifikansi batas wilayah teritori
(Bretherton 1996: 3).4 Globalisasi didorong oleh beberapa faktor, namun faktor
terpentingnya adalah perubahan dan perkembangan teknologi yang pesat.
1.3.2 Perspektif dalam Studi Globalisasi
Sesuai dengan definisinya yang beragam, nyatanya globalisasi juga mengundang
beragam respon dari masyarakat yang merasakannya. Globalisasi menghadirkan respon
masyarakat yang kompleks dan variatif. Dalam memandang dan bereaksi terhadap apa
yang dibawa dan diusung oleh fenomena globalisasi, masyarakat pun tidak dapat
sepakat akan satu respon yang sama. David Held et.al. dalam bukunya menyebutkan
bahwa terdapat tiga kelompok perspektif besar dalam merespon globalisasi yang
2
Keith L Shimko, International Relations : Perspectives and Contoversies (Boston, USA : Houghton Mifflin
Company, 2008), 214
3
Arie M. Ka o i z, Regionalization, Globalization, a d Natio alis : Co erge t, Di erge t, or O erlappi g? ,
diakses dari http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.110.1929&rep=rep1&type=pdf pada 10 Mei
2011 pukul 20.58 WIB.
4
Ibid.
3
terjadi. Tiga kelompok ini adalah kelompok hyper-globalizers, skeptics, dan
transformationalists.5 Ketiga kelompok ini memiliki perbedaan yang fundamental
mengenai bagaimana kelompok tersebut melihat globalisasi sebagai sebuah fenomena
yang mampu mempengaruhi keberlangsungan kehidupan mereka.
Kelompok hyper-globalizers melihat globalisasi sebagai mulainya era baru di
mana sejarah manusia yang bentuk tradisional dari negara-bangsa telah menjadi tidak
natural, dan bahkan dianggap menjadi sebuah unit yang tidak lagi relevan dalam sistem
ekonomi global.6 Kelompok ini pada dasarnya mendukung fenomena globalisasi yang
terjadi dan menganggap fenomena tersebut sebagai fenomena yang dapat memudahkan
kehidupan manusia di dunia. Kelompok hyper-globalizers melihat globalisasi memang
merupakan sebuah hal yang diperlukan dan kehadirannya berdampak positif serta
signifikan. Kelompok ini terutama menenekankan pada bagaimana globalisasi dapat
menguntungkan manusia dari sudut pandang logis ekonomi. Kelompok ini merasa
bahwa globalisasi mendorong terciptanya sistem ekonomi global yang pada akhirnya
membantu meningkatkan intensitas arus pertukaran barang dan jasa antar wilayah
sehingga hal tersebut dapat menguntungkan manusia dalam hal pemenuhan kebutuhan
hidupnya dan dalam pencarian keuntungan. Globalisasi seolah menciptakan bentuk
dunia baru yang borderless dan dengan demikian memungkinkan terciptanya satu pasar
dunia (single global market).
Kelompok kedua yang disebutkan oleh Held adalah kelompok perspektif
sceptics. Kelompok ini dapat dikatakan sebagai kelompok yang tidak terlalu
mendukung terjadinya globalisasi seperti halnya kelompok sebelumnya, yaitu hyperglobalizers. Kelompok ini, sesuai dengan sebutannya, cenderung skeptis dengan
globalisasi yang terjadi. Bagi kelompok sceptics, globalisasi yang disebut-sebut sebagai
sebuah fenomena yang tengah terjadi saat ini, hanyalah merupakan bentuk lebih tinggi
dari internasionalisasi yang di dalamnya melibatkan unsur semakin meningkatnya
hubungan dan interaksi antar negara.7 Kelompok ini melihat bahwa pada dasarnya
globalisasi hanyalah sebuah mitos belaka yang kehadirannya terlalu dibesar-besarkan.
Bahkan kelompok sceptics memandang bahwa tesis dan apa yang diungkapkan oleh
5
David Held, et.al., Global Transformations: Politics, Economics, and Cultures (Stanford: Stanford University Press,
1999), hlm. 2.
6
Kenichi Ohmae, The End of Nation-States: The Rise of Regional Economies (New York: Simon and Schuester Inc..,
1995), hlm. 5
7
Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalization in Question: the International Economy and the Possibilities of
Governance (Cambridge: Polity Press, 1996) yang dikutip dalam David Held, et.al., Global Transformations: Politics,
Economics, and Cultures (Stanford: Stanford University Press, 1999), hlm. 5.
4
kelompok hyper-globalizers merupakan sebuah pernyataan yang salah dan terlalu naïf
karena meremehkan power yang dimiliki oleh pemerintah negara untuk dapat mengatur
aktivitas internasional.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada dasarnya berbeda dengan
kelompok hyper-globalizers, kelompok sceptics merasa bahwa globalisasi yang terjadi
tidaklah signifikan karena masih terdapat power negara di dalamnya. Kelompok ini
menilai bahwa nyatanya negara masih merupakan entitas yang memiliki peran sentral
dalam hubungan internasional. Kelompok sceptics belum merasa bahwa globalisasi
telah berhasil sepenuhnya menggeser peran negara dari posisinya sebagai entitas
utama. Kelompok sceptics juga cenderung untuk tidak mempercayai bahwa
internasionalisasi mendorong munculnya tatanan dunia yang baru dan lebih tidak
negara-sentris dibanding sebelumnya.8 Bagi kelompok ini, apa yang terjadi di dunia
saat ini justru memperlihatkan bahwa pemerintah negara masih memiliki peran yang
besar. Pemerintah bukanlah aktor yang pasif, namun justru merupakan inisiator segala
proses interaksi yang terjadi di dalam hubungan internasional.9 Hal inilah yang
mendorong kelompok sceptics untuk tidak mempercayai kehadiran globalisasi sebagai
fenomena yang berhasil membentuk tatanan dunia yang baru. Kelompok ini pun
melihat bahwa dengan meningkatnya jumlah serta intensitas interaksi yang melibatkan
perusahaan multinasional, bukan berarti negara menjadi tidak lagi relevan. Karena pada
dasarnya, perusahaan-perusahaan multinasional ini masih terikat dengan negara asal
mereka, dan ikatan yang terbentuk antara perusahaan tersebut dengan negara pada
akhirnya juga akan menguntungkan negara tersebut.
Kelompok
perspektif
terakhir
dalam
studi
globalisasi
ini
adalah
transformationalists. Hal utama dari perspektif ini adalah bahwa kelompok
transformationalist mempercayai bahwa globalisasi merupakan dorongan utama untuk
terjadinya perubahan sosial, politik, dan ekonomi secara cepat yang dapat membentuk
masyarakat modern dan sebuah tatanan dunia yang baru (Held 2004: 31). 10 Kelompok
ini melihat bahwa proses kontemporer dari globalisasi tersebut belum pernah terjadi
sebelumnya, sehingga pemerintah maupun masyarakat di seluruh dunia perlu
menyesuaikan diri pada kondisi dunia yang pembedaan antara internasional dan
8
Ibid.
Ibid., hlm. 6.
10
dogda Ştefa a hi, Globalization and Identities – A Constructivist Approach yang diakses dari
http://conference.osu.eu/globalization/publ2011/312-318_Stefanachi.pdf , hlm. 313, pada 13 April 2013 pukul 12.14
WIB.
9
5
domestik, ataupun antara hubungan eksternal maupun internal di dalamnya tidak lagi
rigid.11 Transformationalists dapat dikatakan sebagai perspektif yang paling moderat
dalam memandang globalisasi ini, jika dibandingkan dnegan dua perspektif
sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan perspektif ini menyadari bahwa globalisasi
merupakan proses yang bersifat multi-dimensional. Perspektif ini tidak melihat atau
menekankan globalisasi pada aspek ekonominya saja, tidak seperti perspektif
sebelumnya yang seolah hanya menekankan pada aspek globalisasi ekonomi. Selain
itu, perspektif ini menyadari bahwa globalisasi dapat menimbulkan banyak efek dan
respon, dan efek serta respon yang datang tersebut tentunyaberagam. Lebih jauh lagi,
bagi kelompok perspektif ini, globalisasi memang menghadirkan berbagai perubahan di
berbagai macam aspek kehidupan manusia, namun perubahan utama yang dimaksud
oleh perspektif ini adalah perkembangan integrasi dan akselerasi keseluruhan dinamika
sosial-ekonomi melalui tempaan ruang dan waktu.12
Berbeda dengan dua kelompok perspektif sebelumnya, transformationalists
tidak menyatakan apapun tentang pandangan mereka mengenai masa depan dari
globalisasi yang terjadi. Kelompok ini juga tidak berusaha mengevaluasi kondisi
globalisasi saat ini dengan mengemukakan tipe ideal dari ‘globalized world’, seperti
pasar global atau peradaban global.13 Transformationalists lebih menekankan
globalisasi sebagai proses historikal jangka panjang yang di dalamnya memiliki banyak
kontradisksi dan dibentuk secara signifikan oleh faktor-faktor yang saling terkait antara
satu sama lain.14 Yang menarik dari perspektif ini adalah bahwa perspektif ini tidak
berdiri di salah satu dari dua titik ekstrem. Perspektif ini tidak sepenuhnya menolak
atau mendukung globalisasi yang terjadi. Transformationalists menyadari bahwa
globalisasi akan dapat mendorong terjadinya stratifikasi global terhadap negara,
masyarakat maupun komunitas-komunitas di dunia. Dalam hal ini, transformationalists
menyadari
bahwa
globalisasi
dapat
menguntungkan
dan
mempermudah
berlangsungnya kehidupan manusia di suatu pihak, tetapi juga dapat memarjinalisasi
kelompok masyarakat tertentu di lain pihak. Poin penting lain dari perspektif
transformationalists dalam memandang fenomena globalisasi adalah bahwa perspektif
ini menekanan pada unsur „change’ atau perubahan yang terjadi. Transformationalists
percaya bahwa globalisasi kontemporer dapat mengkonstruksi ulang power , fungsi, dan
11
David Held, et.al., Op. Cit., hlm. 7.
Zora “tefa o i , Op. Cit., hlm. 265.
13
David Held, et.al., Op. Cit.
14
Ibid.
12
6
otoritas dari pemerintahan nasional.15 Dalam hal ini, transformationalists tidak
mempermasalahkan mengenai supremasi negara dalam menyelesaikan masalah yang
terjadi di dalam teritorinya, namun perspektif ini menyatakan bahwa supremasi tersebut
sejajar dan juga terbatasi dengan struktur pemerintahan global dan hukum internasional
yang terkandung di dalamnya.
15
Ibid., hlm. 8.
7
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bagian ini, pembahasan akan dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama
akan dijelaskan mengenai gerai kopi Starbucks dan bagaimana gerai kopi serta usaha tersebut
dapat berkembang hingga ke seluruh dunia. Pada bagian kedua, akan dibahas mengenai
pandangan umum respon masyarakat dunia kebanyakan mengenai Starbucks. Dalam hal ini,
akan dibahas pula masalah-masalah yang dihadapi oleh Starbucks di berbagai negara tertentu
mengenai produksi kopinya. Selanjutnya, pada bagian terakhir akan dipaparkan analisis
perspektif globalisasi mengenai fenomena Starbucks yang oleh beberapa tokoh disebut pula
sebagai „Starbuckization‟. Analisis ini akan melingkupi pemaparan mengenai bagaimana
globalisasi yang terjadi dan mendorong perkembangan Starbucks yang semakin meng-„global‟
ini nyatanya juga mempengaruhi pada persepsi manusia terhadap kopi Starbucks dan gaya
hidup manusia secara umum.
2.1 Starbucks dan Perkembangannya di Dunia
Saat ini, gerai kopi Starbucks memang telah menjadi salah satu hal yang mudah
untuk ditemukan bahkan di penjuru dunia manapun. Jika diperhatikan, hal ini tentunya
merupakan sebuah fenomena yang menarik. Pada tahun 1971, Starbucks awalnya hanyalah
sebuah toko kopi kecil yang terletak di daerah Seattle, Amerika Serikat.16 Namun sekarang,
gerai kopi tersebut telah berhasil membesar dan bahkan Starbucks menjadi salah satu
perusahaan terbesar di dunia. Pada tahun 1981, Howard Schultz yang akhirnya menjadi
presiden dari perusahaan Starbucks ini memasuki gerai toko tersebut dan menikmati
kopinya. Kenikmatan yang dialami oleh Schutz melalui segelas kopinya tersebut pada
akhirnya membawa dirinya untuk juga ikut masuk dalam manajemen Starbucks dan ikut
membesarkan nama Starbucks hingga ke seluruh dunia.17
Sejak awal, Starbucks memang telah berniat menjadi perusahaan yang sedikit
berbeda dari perusahaan-perusahaan lainnya. Perusahaan Starbucks ini tidak hanya berminat
untuk sekedar menyediakan dan mengagungkan kopi dalam usahanya, namun juga berusaha
16
17
Diakses dari http://www.starbucks.com/about-us/our-heritage pada 10 Juni 2013 pukul 07.23 WIB.
Ibid.
8
membangun perasaan saling terhubung di antara tiap individu yang terlibat. Dari yang
awalnya hanya sebuah gerai kopi kecil di Seattle, saat ini terdapat lebih dari 18.000 gerai
kopi telah buka dan tersedia di 62 negara. Lebih dari itu, Starbucks juga saat ini dianggap
menjadi produsen kopi dengan ciri khas khusus paling utama di dunia dan terus membawa
serta menyediakan kopi sebagai salah satu elemen utama dalam kehidupan manusia. 18
Starbucks pun terus didatangi oleh jutaan konsumen di seluruh penjuru dunia yang tanpa
ragu-ragu mau menghabiskan uang cukup besar demi menikmati segelas kopi yang
ditawarkan oleh gerai kopi tersebut.
Dalam profil perusahaannya, Starbucks menyatakan bahwa perusahaan tersebut
memiliki misi untuk menginspirasi dan dan memelihara semangat manusia dengan satu
orang, satu cangkir, dan di dalam satu lingkungan yang sama. 19 Tidak hanya itu, Starbucks
pun memiliki sebuah logo dan simbol yang bentuknya dinspirasi oleh sebuah tokoh mitologi
Yunani dengan ekor kembar. Per tanggal 1 Juli 2012 lalu, jumlah gerai kopi yang dimiliki
oleh Starbucks tepatnya adalah 17.651 dan tersebar di negara-negara, yaitu Argentina,
Aruba, Australia, Austria, Bahama, Bahrain, Belgia, Brazil, Bulgaria, Kanada, Chili, Cina,
KostaRika, Curacao, Syprus, Republik Ceko, Denmark, Mesir, ElSalvador, Inggris,
Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Guatemala, HongKong/Makau, Hungaria, Indonesia,
Irlandia, Jepang, Jordan, Kuwait, Lebanon, Malaysia, Meksiko, Maroko, Selandia Baru,
Belanda, Irlandia Utara, Oman, Peru, Filipina, Polandia, Portugal, Qatar, Romania, Rusia,
Arab Saudi, Skotlandia, Singapura, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Taiwan,
Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Wales.20
Yang menarik dalam Starbucks adalah bahwa dalam profil perusahaannya,
Starbucks berusaha menanamkan bahwa perusahaannya adalah perusahaan yang sangat
menjunjung tinggi kualitas dari kopi dan bahwa perusahaannya juga berusaha membentuk
dan membangun suasana yang hangat, ramah, dan menyenangkan sehingga dapat
memuaskan pelanggan dan membentuk sebuah komunitas di dalamnya. Tidak hanya itu,
Starbucks juga berusaha memperlakukan seluruh pekerjanya dengan baik. Perusahaan ini
menjamin kesehatan pekerja yang dianggapnya sebagai mitra dari perusahaan tersebut. 21
Dalam hal ini, terlihat bahwa Starbucks sangat menjunjung tinggi dan menghargai kerja
18
Ibid.
“tar u ks Co pa y Profile ya g diakses dari
http://www.starbucks.com/assets/9a6616b98dc64271ac8c910fbee47884.pdf pada 9 Juni 2013 pukul 18.31 WIB.
20
Ibid.
21
Ibid.
19
9
keras para pekerjanya yang juga berkontribusi dalam pembentukan kualitas Starbucks yang
baik dan komunitas yang hangat.
Lebih jauh lagi, dalam profil perusahaan Starbucks tersebut, dituliskan juga
bagaimana perusahaan tersebut juga merupakan perusahaan yang menjunjung tinggi
tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial. Dalam hal ini, terdapat tiga hal yang
menjadi fokus utama dari Starbucks sebagai bentuk tanggung jawabnya. Tiga hal tersebut
adalah ethical sourcing, environmental stewardship, dan community involvement.22 Dalam
ethical resourcing , Starbucks berusaha membeli dan mencari kopi dengan tidak merugikan
petani kopi yang bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk mendukung sistem pinjaman bagi
petani dan program konservasi hutan, serta dalam jangka panjang dapat mendukung
pasokan biji-biji kopi berkualitas nantinya. Dalam environmental stewardship , Starbucks
berusaha menanamkan pada konsumen mereka untuk turut berpartisipasi dan peduli dengan
lingkungan alam. Starbucks menjunjung tinggi pentingnya menjaga kelestarian alam dan
pada 2015 berusaha ingin menggunakan gelas-gelas yang dapat digunakan dan diolah
kembali serta melalui usaha konservasi energi dan air. Selanjutnya, dalam community
involvement, Starbucks merasa bahwa mengumpulkan manusia untuk menjadi sukarelawan
yang mau melakukan kerja-kerja sosial merupakan hal yang perlu dilakukan. Hal ini sejalan
dengan visi perusahaan tersebut yang memang berusaha membentuk sebuah komunitas
yang dapat menginspirasi terjadinya perubahan dan perbedaan dalam kehidupan di dunia.
Terlepas dari apa yang dituliskan dalam profil perusahaannya, tidak dapat dipungkiri
bahwa Starbucks merupakan sebuah korporasi ternama yang memiliki image cukup baik di
masyarakat. Di zaman modern ini, hampir di setiap tempat memiliki gerai kopi Starbucks di
mana di dalamnya seolah memiliki atmosfer yang serupa. Starbucks dalam hal ini tidak lagi
hanya sekedar gerai penjualan kopi biasa, nyatanya Starbucks memang memiliki visi yang
lebih dari hal tersebut. Starbucks menawarkan hal yang lebih dari pada itu, yaitu
pengalaman. Gerai Starbucks satu dengan yang lainnya seolah menawarkan konektivitas
yang mana mampu membuat konsumennya merasa bahwa dirinya berada di dalam sebuah
gerai kopi yang sama, walaupun ia datang ke gerai Starbucks yang berbeda-beda. Hal ini
juga didukung oleh sistem manajemen dan kontrol kualitas yang cukup tertata rapi.
Pramuniaga atau yang disebut dengan „barista‟ dalam hal ini menawarkan keramahan
tersendiri yang melengkapi atmosfer gerai kopi Starbucks di manapun ia berada. Efek
meluasnya Starbucks dalam hal ini menjadi sebuah fenomena yang cukup menarik untuk
22
Ibid.
10
dapat ditelaah lebih lanjut. Hal ini berhubungan erat dengan bagaimana pada dasarnya
fenomena muncul dan berkembangnya Starbucks Coffee nyatanya mampu menimbulkan
respon-respon tertentu hingga pada taraf pembentukan budaya dan gaya hidup baru dalam
masyarakat dunia.
2.2 Respon Masyarakat Dunia akan Eksistensi dan Ekspansi Starbucks
Sama halnya seperti globalisasi, nyatanya Starbuckization yang pada dasarnya juga
merupakan fenomena yang erat kaitannya dan dimotori oleh globalisasi juga mengundang
beragam respon dalam masyarakat. Ekspansi global merupakan hal yang dicari oleh setiap
perusahaan yang suskses, dan hal ini pulalah yang terjadi pada Starbucks. Starbucks yang
awalnya hanya berada di dalam negeri Amerika Serikat, pada akhirnya merasa bahwa
mereka perlu menggunakan globalisasi dan memperluas perusahaannya dalam pasar luar
negeri untuk mengeluarkan secara penuh potensi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Pada tahun 2003, Starbucks pada akhirnya berhasil memperluas jangkauannya hingga ke
pasar luar negeri dan mulai menjadi perusahaan besar seperti yang kita kenal saat ini. 23
Berikut merupakan gambar peta ekspansi Starbucks di dunia:24
Namun demikian, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perilaku Starbucks
yang mengusahakan ekspansi internasional ini tentunya tidak terlepas dari masalah.
Fenomena globalisasi yang dibawa dan membawa Starbucks sebagai salah satu fenomena
23
Joseph Yi, Starbucks: An Icon of Globalization ya g diakses dari
http://www.brazencareerist.com/2009/06/07/starbucks-an-icon-of-globalization pada 4 Juni 2013 pukul 23.11 WIB.
24
The World-Wide “tar u ks Map ya g diakses dari http://www.mapsmaniac.com/2012/01/world-wide-starbucksmap.html pada 10 Juni 2013 pukul 04.43 WIB.
11
yang cukup luar biasa nyatanya juga mengundang protes bagi sebagian masyarakat. Dalam
hal ini, terdapat gerakan anti-Starbucks yang muncul. Di Seattle, misalnya, pernah terdapat
sekelompok kecil masyarakat yang memprotes beberapa perusahaan multinasional seperti
Starbucks, Nike, dan McDonalds. Para demonstran tersebut membanjiri jalanan di Seattle
dan salah satu target mereka adalah Starbucks yang dianggap oleh mereka sebagai salah
satu simbol kapitalisme pasar bebas yang berjalan dengan tidak sesuai. Demonstran ini
merusak salah satu gerai kopi Starbucks dengan melemparinya dengan sampah dan
memecahkan kacanya.25 Hal ini merupakan salah satu wujud bagaimana Starbucks dan
fenomenanya juga dapat mengundang kebencian dari masyarakat. Tidak hanya itu, ekspansi
dari Starbucks ini juga mengalami beberapa masalah yang disebabkan oleh beragamnya
karakter negara-negara di dunia. Masalah-masalah yang seringkali terjadi adalah masalah
yang berkaitan dengan intellectual property rights yang di dalamnya melibatkan bagaimana
Starbucks seringkali ditiru dan/atau dianggap meniru beberapa jenis gerai kopi lainnya di
dunia melalui usaha penyesuaiannya. 26 Hal ini nyatanya terjadi akibat fakta bahwa
terdapatnya saingan-saingan berupa gerai-gerai kopi yang juga merasa tersaingi dengan
kehadiran Starbucks di daerah mereka.
Namun demikian, di samping segala kendala yang dialami oleh Starbucks, Starbucks
nyatanya berhasil mengambil hati banyak masyarakat di dunia. Hal ini dibuktikan dengan
konsumen yang selalu berdatangan ke dalam gerai untuk menikmati minuman atau
makanan favoritnya. Respon positif masyarakat ini pulalah yang berhasil membuat
Starbucks semakin berkembang sebagai salah satu perusahaan multinasional ternama di
dunia dan sebagai produsen atau distributor specialty coffee yang paling sukses di dunia.
Fenomena ekspansi Starbucks ini jelas meninggalkan banyak efek. Pada bagian selanjutnya,
akan dijelaskan bagaimana fenomena ini dapat mempengaruhi aspek sosial budaya
masyarakat di dunia dengan penciptaan dan pembentukan lifestyle melalui konsumsi
Starbucks.
25
Starbucks Corporation: Competing in a Global Market ya g diakses dari
http://faculty.bschool.washington.edu/skotha/website/cases%20pdf/starbucks_Intl%20copy.pdf pada 10 Juni 2013
pukul 06.13 WIB.
26
Ibid.
12
2.3 Analisis Pengaruh Globalisasi terhadap Pembentukan Gaya Hidup: Studi Kasus
Starbucks Coffee
Dari pembahasan yang telah dilakukan dalam bagian-bagian sebelumnya, dapat
dilihat bahwa fenomena muncul dan berkembangnya Starbucks sebagai salah satu
korporasi penjualan kopi ternama di dunia merupakan sebuah fenomena yang luar biasa.
Dalam hal ini, dapat terlihat bahwa usaha ekspansi yang dilakukan Starbucks nyatanya
memunculkan banyak respon-respon dari masyarakat di berbagai penjuru dunia. Tidak
dapat dipungkiri pula bahwa berkembang pesatnya Starbucks Coffee di seluruh dunia ini
dimotori oleh sebuah fenomena yang dikenal sebagai globalisasi. Globalisasi dalam hal ini
membantu memotori Starbucks Coffee untuk dapat melakukan ekspansi dan meng„global‟. Globalisasi memfasilitasi terjadinya dan penyebaran nilai-nilai serta produk
Starbucks yang dikemas dalam bentuk kopi dan gerai kopinya sehingga nilai serta produk
tersebut dapat berpengaruh pada kehidupan sebagian manusia di dunia.
Fenomena ekspansi yang dilakukan oleh Starbucks memang merupakan sebuah
fenomena yang menarik untuk dikaji. Namun demikian, dalam makalah ini yang akan
dibahas adalah bagaimana fenomena tersebut dapat mempengaruhi aspek sosial-budaya
masyarakat. Starbucks, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nyatanya tidak sama
dengan perusahaan-perusahaan pemilik gerai kopi lainnya. Apa yang dibawa dan
ditawarkan oleh Starbucks lebih dari itu. Starbucks, tanpa disadari, menyebarkan ide yang
kuat dan lebih dari sekedar produk. Bahkan, apa yang ditawarkan oleh Starbucks dapat
dikatakan sebagai sebuah usaha „lifestyle branding‟ yang mana dengan adanya Starbucks,
membeli dan meminum kopi menjadi sebuah pengalaman yang berharga untuk dilakukan.
Bagaimana tidak? Segelas kopi di Starbucks tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang
murah. Harga kopi yang dimiliki oleh Starbucks pada dasarnya relatif mahal. Namun
demikian, harga yang cukup tinggi tersebut nyatanya tidak mempengaruhi tingkat
konsumsi kopi di gerai-gerai kopi Starbucks di seluruh dunia. Starbucks tetap memiliki
konsumen dan pelanggannya, di samping kenyataan bahwa harga yang ditetapkan relatif
mahal.
Loyalitas dan tingkat konsumsi yang cenderung tidak berubah tersebut menurut
penulis dilhat sebagai hasil dari terwujudnya visi Starbucks untuk tidak sekedar
menawarkan kopi, tetapi menawarkan ide dan pengalaman dari menikmati kopi tersebut.
Hal inilah yang menyebabkan Starbucks tetap berdiri kokoh dan langgeng karena belum
terdapat saingan gerai kopi lainnya yang juga mampu menyediakan hal tersebut. Kopi
13
bahkan seolah telah menjadi „lifestyle’ atau gaya hidup bagi sebagian masyarakat akibat
Starbucks. Kopi tidak lagi dinikmati karena beberapa orang membutuhkan kafein pada
pagi hari untuk beraktivitas, tetapi lebih karena meminum kopi merupakan sebuah
pengalaman menyenangkan yang dapat dinikmati kapan saja. Budaya meminum dan
menikmati kopi ini bahkan menurut penulis telah menjadi sebuah gaya hidup modern yang
berkembang saat ini. Pengaruh yang dimiliki oleh Starbucks sebagai global corporate
identity adalah bahwa mereka menjual lebih dari sekedar kopi; mereka menjual gaya
hidup.27
Tidak hanya itu, globalisasi yang memotori perkembangan Starbucks nyatanya juga
memfasilitasi terbentuknya komunitas melalui sistem manajemen yang dimiliki oleh
Starbucks Coffee ini. Suasana serta atmosfer yang dibangun oleh Starbucks berbeda
dengan apa yang dibangun dan ditawarkan oleh gerai kopi lainnya, dan lebih daripada hal
itu, apa yang dibangun oleh Starbucks ini relatif serupa ditanamkan dalam setiap gerai kopi
Starbucks di manapun gerai tersebut terletak. Pembentukan atmosfer yang diusahakan oleh
Starbucks ini tidak terbatas pada penggunaan gelas yang sama, kualitas dan rasa kopi yang
terkontrol, furniture yang relatif nyaman dan serupa, ataupun keramahan para pegawai
yang dapat dijumpai di Starbucks gerai manapun. Pembentukan atmosfer ini bahkan
mencapai tingkat yang lain karena dalam operasionalnya bahkan gerai ini seolah berusaha
menggunakan istilah-istilah baru dalam pemesanan kopi. Hal ini diwujudkan dengan tidak
digunakannya istilah „small‟, „medium‟, atau „large‟ dalam ukuran gelas pemesanan kopi.
Starbucks berusaha membentuk budaya dan bahasa yang baru dengan menggunakan nama
ukuran gelas seperti „tall‟, „venti‟, dan „grande‟ yang pada dasarnya sama saja dengan
ukuran yang biasanya digunakan. Namun hal ini memperlihatkan bagaimana Starbucks
berusaha menanamkan sebuah budaya dan nilai-nilai yang distinct dan berbeda dari geraigerai kopi lainnya di dunia. Hal ini mendorong terbentuknya komunitas yang menikmati
jenis kopi yang sama, berbagi suasana dan atmosfer yang serupa, dan menggunakan bahasa
yang sama.
Jika kita memasuki salah satu gerai Starbucks, terutama di Indonesia, dapat terlihat
bahwa apa yang dilakukan orang-orang dalam gerai tersebut sangatlah beragam. Beberapa
orang masuk ke dalam Starbucks berusaha untuk mengerjakan tugas atau pekerjaannya di
balik layar laptop sambil menikmati segelas minuman kopi. Beberapa lainnya memilih
untuk menggunakan gerai tersebut sebagai tempat berkumpulnya ia dengan teman27
Casey M Grath, “tar u ks, a Lifestyle: The Persuasio of Coffee ya g diakses dari
https://www.msu.edu/~mcgrat71/Writing/starbucks_a_lifestyle.pdf pada 8 Juni 2013 pukul 22.21 WIB.
14
temannya untuk „hang-out‟ dan membicarakan mengenai beragam hal sambil menikmati
segelas minuman Starbucks favoritnya. Beberapa orang lainnya memilih gerai tersebut
sebagai tempat dimana dirinya dapat memperoleh ketenangan dan membaca buku atau
novel favoritnya sambil mengkonsumsi kudapan atau minuman yang dijual di gerai
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan di dalam Starbucks,
dan hal tersebut tergantung pada bagaimana seseorang melihat Starbucks dan atmosfer
yang dibangunnya. Dengan demikian, dalam hal ini Starbucks tidak hanya menggeser apa
yang kita minum dan apa yang kita makan, tetapi juga merubah beberapa hal lainnya
seperti di mana manusia bekerja, berkumpul, atau bermain. Starbucks dalam hal ini
berhasil menjadi salah satu perangkat yang melengkapi gaya hidup manusia, dan bahkan
beberapa orang melihat bahwa menjadi konsumen Starbucks mampu mempromosikan
status seseorang di masyarakat.28
Starbucks dengan demikian selain menjadi bagian dari gaya hidup, juga telah
berhasil mengubah dan menyentuh kehidupan manusia dalam aspek sosial budaya melalui
beberapa hal.29 Pertama, Starbucks merubah apa yang kita makan dan minum. Menu dalam
Starbucks tentu tidak sesuai dengan makanan keseharian manusia dalm suatu masyarakat
tertentu, namun demikian kelekatan manusia dengan Starbucks nyatanya mengubah hal
tersebut hingga menjadi hal yang biasa ketika manusia meminum kopi dalam
kesehariannya, dan memesan kudapan sebagai pendampingnya. Kedua, Starbucks merubah
bagaimana kita memesan. Starbucks dalam hal ini membuat sistem pemesanan menjadi
lebih personal. Selain penggunaan bahasa ukuran minuman yang berbeda, Starbucks juga
memungkinkan pesanan yang sifatnya lebih personal dengan permintaan-permintaan
khusus dari konsumen dan pemanggilan nama konsumen ketika minuman tersebut telah
selesai disiapkan. Ketiga, Starbucks merubah bagaimana orang-orang biasanya bertemu.
Seorang psikolog bernama Joyce Brothers menyatakan bahwa terdapat „rasa aman‟ ketika
manusia pergi ke gerai Starbucks, seolah tempat tersebut menawarkan tempat yang aman
untuk bersosialisasi. Keempat, Starbucks mengubah persepsi dan penjelasan mengenai
lokasi sebuah gedung. Di Amerika Serikat, Starbucks mempengaruhi streetscapes pada
masyarakat urban. Dalam brosur-brosur yang menawarkan apartemen di dekat kota New
York, tidak jarang ditemukan kata-kata seperti „dekat Starbucks‟ sebagai salah satu nilai
jual tersendiri. Keberadaan Starbucks dalam suatu area mengindikasikan bahwa area
28
dru e Horo itz, Starbucks aims beyond lattes to extend brand dala USA Today yang diakses dari
http://usatoday30.usatoday.com/money/industries/food/2006-05-18-starbucks-usat_x.htm pada 5 Juni 2013 pukul
09.08 WIB.
29
Ibid.
15
tersebut dengan demikian telah cukup „tersentuh‟ dan termodernisasi. Terakhir, Starbucks
merubah kesadaran sosial. Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa
dalam setiap produksi kopi premiumnya, Starbucks telah berkomitmen untuk memberikan
tanggung jawab sosialnya sebagai korporasi yang professional dan peduli pada lingkungan
sosial.30
Apa yang dilakukan oleh Starbucks dalam hal ini lebih dari sekedar perluasan atau
ekspansi pasar. Nyatanya hal tersebut juga berdampak pada sosial budaya masyarakat
dimana terdapat nilai-nilai yang bergeser dari hal sekecil meminum kopi. Pengalaman yang
ditawarkan oleh Starbucks pun tidak terbatas pada kualitas kopi yang mereka miliki dan
jajakan, tetapi lebih pada perasaan nyaman karena berada dalam sebuah atmosfer tertentu
yang dibentuk sedemikian rupa oleh Starbucks Coffee melalui kebijakan-kebijakannya,
sistem manajemennya, dan perilaku pegawai-pegawainya. Hal ini menunjukkan bagaimana
nyatanya globalisasi mampu menumbuhkan, menanamkan, dan menyebarkan nilai-nilai
tertentu pada masyarakat. Tentunya tidak semua dari negara-negara yang memiliki gerai
Starbucks merupakan negara yang mayoritas penduduknya mengkonsumsi kopi. Namun
demikian, penyesuaian dan sistem yang diterapkan oleh Starbucks nyatanya mampu
menggeser hal-hal tersebut sehingga negara-negara tersebut pun pada akhirnya juga
mengkonsumsi kopi Starbucks, terlepas dari berapa biaya yang mereka keluarkan. Lebih
jauh lagi, keberadaan gerai kopi Starbucks yang berada di mana-mana dan hampir di
seluruh penjuru dunia memperkuat dan melanggengkan sistem penanaman nilai-nilai
tersebut. Ketika seseorang sering mengunjungi Starbucks di suatu tempat tertentu, dan
sewaktu-waktu dirinya harus berpindah, ia dapat saja menemukan Starbucks di tempat
lainnya dan merasa seolah dirinya tidak berpindah. Dan hal ini adalah efek dari
pengimplementasian sistem manajemen dan internalisasi nilai yang ada di dalam
operasional korporasi tersebut. Starbucks dengan demikian dapat dikatakan sebagai salah
satu contoh ikon dalam fenomena globalisasi yang mampu berpengaruh dalam aspek sosial
budaya masyarakat, yang dalam kasus ini berupa perubahan dan pergeseran nilai-nilai
dalam gaya hidup manusia di dunia.
30
Ibid.
16
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dapat dipahami bahwa
nyatanya dalam kasus Starbucks Coffee, globalisasi yang memotori terjadinya ekspansi perusahaan
tersebut ke dalam level internasional berhasil menggeser nilai-nilai dan membentuk gaya hidup
baru dalam masyarakat. Kopi yang awalnya bukan merupakan salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan sehari-hari dan di mana saja, nyatanya saat ini berubah bagi sebagian masyarakat karena
eksistensi Starbucks Coffee yang terletak hampir di seluruh penjuru dunia. Starbucks Coffee
difasilitasi oleh globalisasi hingga pada akhirnya mampu membawa „budaya minum kopi‟ ke dalam
level yang baru. Starbucks dalam hal ini bukanlah hanya merupakan sebuah perusahaan produsen
specialty coffee , karena perusahaan tersebut menawarkan hal-hal lain yang lebih dari itu. Starbucks
Coffee dapat dikatakan telah memberikan makna baru dalam gaya hidup menikmati kopi dan telah
melakukan lifestyle branding yang hingga saat ini nyatanya cukup menarik perhatian bagi sebagian
besar masyarakat dunia.
17
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN ARTIKEL
Held, David et.al. 1999. Global Transformations: Politics, Economics, and Cultures . Stanford:
Stanford University Press.
Hirst, Paul dan Grahame Thompson. 1996. Globalization in Question: the International Economy
and the Possibilities of Governance . Cambridge: Polity Press.
Ohmae, Kenichi. 1995. The End of Nation-States: The Rise of Regional Economies. New York:
Simon and Schuester Inc.
Ritzer, George. 2011. Globalization: The Essentials. United Kingdom: John Wiley and Sons Ltd.
Shimko, Keith L. 2008. International Relations : Perspectives and Contoversies . Boston, USA :
Houghton Mifflin Company.
SUMBER INTERNET
--. “Starbucks Company Profile” yang diakses dari
http://www.starbucks.com/assets/9a6616b98dc64271ac8c910fbee47884.pdf pada 9 Juni
2013 pukul 18.31 WIB.
--. “Starbucks Corporation: Competing in a Global Market” yang diakses dari
http://faculty.bschool.washington.edu/skotha/website/cases%20pdf/starbucks_Intl%20copy.
pdf pada 10 Juni 2013 pukul 06.13 WIB.
--. “The World-Wide Starbucks Map” yang diakses dari
http://www.mapsmaniac.com/2012/01/world-wide-starbucks-map.html pada 10 Juni 2013
pukul 04.43 WIB.
Arie M. Kacowicz, “Regionalization, Globalization, and Nationalism: Convergent, Divergent, or
Overlapping?”, diakses dari
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.110.1929&rep=rep1&type=pdf
pada 10 Mei 2011 pukul 20.58 WIB.
Bogdan Ştefanachi, Globalization and Identities – A Constructivist Approach yang diakses dari
http://conference.osu.eu/globalization/publ2011/312-318_Stefanachi.pdf , hlm. 313, pada
13 April 2013 pukul 12.14 WIB.
18
Bruce Horovitz, “Starbucks aims beyond lattes to extend brand” dalam USA Today yang diakses
dari http://usatoday30.usatoday.com/money/industries/food/2006-05-18-starbucksusat_x.htm pada 5 Juni 2013 pukul 09.08 WIB.
Casey McGrath, “Starbucks, a Lifestyle: The Persuasion of Coffee” yang diakses dari
https://www.msu.edu/~mcgrat71/Writing/starbucks_a_lifestyle.pdf pada 8 Juni 2013 pukul
22.21 WIB.
Joseph Yi, “Starbucks: An Icon of Globalization” yang diakses dari
http://www.brazencareerist.com/2009/06/07/starbucks-an-icon-of-globalization pada 4 Juni
2013 pukul 23.11 WIB.
19
untuk Mata Kuliah Globalisasi
PENGARUH GLOBALISASI
PADA PEMBENTUKAN GAYA
HIDUP MANUSIA: STUDI
KASUS ‘STARBUCKS COFFEE’
Binar Sari Suryandari
1006664685
DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang tidak lagi asing untuk didengar. Dewasa
ini, kita dapat melihat bagaimana segala sesuatu hal yang terjadi di dunia tidak terlepas dari
konteks globalisasi. Globalisasi pada dasarnya merupakan fenomena yang membuat seolah
batas-batas negara menjadi pudar dan tidak lagi signifikan seperti sebelumnya. Globalisasi ini
memiliki banyak efek dan mampu memfasilitasi beberapa pergerakan di dunia. Globalisasi
dengan demikian memungkinkan adanya suatu hal untuk men-„global‟ dan meningkatkan
konektivitas yang ada dalam masyarakat, terlepas dari di mana mereka tinggal dan bermukim.
Kopi merupakan salah satu komoditi di dunia yang belakangan ini menjadi perhatian
bersama. Tanpa disadari sedikit demi sedikit, kopi mengalami pergeseran peran dan makna
dalam posisinya di kehidupan masyarakat di dunia. Dalam dunia yang modern ini, seringkali
kita lihat bagaimana gerai-gerai kopi bertebaran hampir di seluruh penjuru dunia. Pertumbuhan
gerai-gerai kopi ini tentunya menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Bahkan di negara yang tidak memiliki komoditas kopi yang melimpah pun saat ini dapat
memiliki gerai kopi yang menjadi tempat di mana masayarakat melakukan aktivitasnya. Tidak
hanya itu, pertumbuhan pesat gerai kopi ini juga dapat menjadi salah satu indikasi bagaimana
globalisasi telah berjalan dan memudarkan batas-batas kenegaraan hingga usaha perolehan
salah satu komoditas yang tidak dimiliki oleh suatu negara bukan lagi merupakan masalah
besar.
Ketika membicarakan mengenai kopi dan globalisasi, tentunya kita tidak dapat terlepas
dari Starbucks Coffee, yaitu korporasi multinasional ternama di dunia yang bergerak di bidang
produksi specialty coffee . Tidak dapat dipungkiri, gerai kopi Starbucks saat ini bukanlah
merupakan suatu hal yang sulit dicari, mengingat keberadaannya yang terletak di mana-mana.
Starbucks merupakan sebuah fenomena yang cukup menarik, karena perusahaan ini awalnya
hanya meurpakan gerai kopi kecil di Amerika Serikat, yang pada akhirnya mampu melakukan
ekspansi internasional dan menjangkau pasar luar negeri. Starbucks dalam hal ini merupakan
salah satu ikon dalam globalisasi mengingat keberhasilannya membuka sekitar 18.000 gerai
kopi di seluruh penjuru dunia.
1
Namun demikian, Starbucks nyatanya lebih dari sekedar sebuah perusahaan yang
memproduksi specialty coffee . Seiring dengan perkembangannya, Starbucks nyatanya mampu
membentuk budaya tersendiri dalam masyarakat yang di dalamnya menanamkan bagaimana
kopi saat ini telah memiliki peran dan posisi yang berbeda dalam kehidupan sebagian
masyarakat. Kopi dan Starbucks sebagai pihak yang mempromosikannya nyatanya berhasil
menyentuh aspek sosial budaya dan bahkan menciptakan jenis gaya hidup yang baru di dalam
kehidupan masyarakat. Makalah ini akan berusaha membahas bagaimana globalisasi dapat
mempengaruhi pembentukan gaya hidup (lifestyle) dalam masyarakat dengan menggunakan
studi kasus Starbucks Coffee yang saat ini telah meng-„global‟.
1.2 Rumusan Permasalahan
Di dalam makalah ini, pertanyaan yang berusaha dijawab adalah “Bagaimana
globalisasi dapat mempengaruhi gaya hidup dan konsumsi kopi „Starbucks‟ di dunia?”
1.3 Kerangka Konsep
1.3.1 Globalisasi
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang tidak asing lagi untuk didengar.
Namun demikian, definisi pasti yang rigid dari globalisasi itu sendiri masih sulit untuk
disepakati. Istilah „globalisasi‟ tidak memiliki pengertian yang tunggal dan dapat
dimaknai dari beberapa sudut pandang serta aspek.
Pada dasarnya secara umum,
globalisasi merujuk pada fenomena di mana seiring dengan perkembangan zaman,
maka batas-batas kenegaraan menjadi tidak sesignifikan sebelumnya. Dalam sebuah
tulisannya,
Ritzer
menyatakan
globalisasi
bagi
dirinya
merupakan
proses
transplanetary atau seperangkat proses yang melibatkan peningkatan likuiditas dan
perkembangan perpindahan serta pergerakan baik manusia, objek, tempat, maupun
informasi.1 Globalisasi ini diiringi juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang juga mengakomodasi cepat dan cairnya pertukaran dan arus informasi
antar wilayah, sehingga seolah batas antar negara semakin pudar. Bahkan beberapa
pihak juga melihat bahwa globalisasi menandakan berakhirnya era negara bangsa di
1
George Ritzer, Globalization: The Essentials (United Kingdom: John Wiley and Sons Ltd, 2011), hlm. 22.
2
dunia karena dengan adanya globalisasi terjadi pergeseran dan pengikisan peran negara
secara formal karena batas-batas negaranya tidak lagi sekaku sebelumnya.
Istilah Globalisasi, menurut Martin Albrow, merupakan serangkaian proses
dimana masyarakat atau berbagai macam bangsa yang di dunia disatukan dalam sebuah
kesatuan masyarakat dunia.2 Namun demikian, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, globalisasi tidak dapat dengan tepat didefinisikan. Globalisasi dapat
dikatakan sebagai sebuah bentuk istilah pendek yang mewakili perubahan-perubahan
besar terkait dengan bidang ekonomi, ideologi, teknologi, dan juga budaya. 3 Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa istilah globalisasi ini muncul karena adanya
perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia internasional selama beberapa dekade
terakhir ini.
Globalisasi menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan di lingkungan
global karena dampak dari proses ini dirasakan oleh setiap negara di dunia tanpa
terkecuali. Menurut Holm and Sorensen (1995: 1–7), globalisasi dapat didefinisikan
sebagai bentuk intensifikasi ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang terjadi lintas
batas. Dalam hal ini, globalisasi melibatkan lebih dari geographical extension dari
beberapa fenomena dan isu-isu. Pernyataan ini menyiratkan tidak hanya adanya
intensifikasi yang signifikan dari keterhubungan global tetapi juga kesadaran akan
intensifikasi tersebut, diiringi dengan penurunan pada signifikansi batas wilayah teritori
(Bretherton 1996: 3).4 Globalisasi didorong oleh beberapa faktor, namun faktor
terpentingnya adalah perubahan dan perkembangan teknologi yang pesat.
1.3.2 Perspektif dalam Studi Globalisasi
Sesuai dengan definisinya yang beragam, nyatanya globalisasi juga mengundang
beragam respon dari masyarakat yang merasakannya. Globalisasi menghadirkan respon
masyarakat yang kompleks dan variatif. Dalam memandang dan bereaksi terhadap apa
yang dibawa dan diusung oleh fenomena globalisasi, masyarakat pun tidak dapat
sepakat akan satu respon yang sama. David Held et.al. dalam bukunya menyebutkan
bahwa terdapat tiga kelompok perspektif besar dalam merespon globalisasi yang
2
Keith L Shimko, International Relations : Perspectives and Contoversies (Boston, USA : Houghton Mifflin
Company, 2008), 214
3
Arie M. Ka o i z, Regionalization, Globalization, a d Natio alis : Co erge t, Di erge t, or O erlappi g? ,
diakses dari http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.110.1929&rep=rep1&type=pdf pada 10 Mei
2011 pukul 20.58 WIB.
4
Ibid.
3
terjadi. Tiga kelompok ini adalah kelompok hyper-globalizers, skeptics, dan
transformationalists.5 Ketiga kelompok ini memiliki perbedaan yang fundamental
mengenai bagaimana kelompok tersebut melihat globalisasi sebagai sebuah fenomena
yang mampu mempengaruhi keberlangsungan kehidupan mereka.
Kelompok hyper-globalizers melihat globalisasi sebagai mulainya era baru di
mana sejarah manusia yang bentuk tradisional dari negara-bangsa telah menjadi tidak
natural, dan bahkan dianggap menjadi sebuah unit yang tidak lagi relevan dalam sistem
ekonomi global.6 Kelompok ini pada dasarnya mendukung fenomena globalisasi yang
terjadi dan menganggap fenomena tersebut sebagai fenomena yang dapat memudahkan
kehidupan manusia di dunia. Kelompok hyper-globalizers melihat globalisasi memang
merupakan sebuah hal yang diperlukan dan kehadirannya berdampak positif serta
signifikan. Kelompok ini terutama menenekankan pada bagaimana globalisasi dapat
menguntungkan manusia dari sudut pandang logis ekonomi. Kelompok ini merasa
bahwa globalisasi mendorong terciptanya sistem ekonomi global yang pada akhirnya
membantu meningkatkan intensitas arus pertukaran barang dan jasa antar wilayah
sehingga hal tersebut dapat menguntungkan manusia dalam hal pemenuhan kebutuhan
hidupnya dan dalam pencarian keuntungan. Globalisasi seolah menciptakan bentuk
dunia baru yang borderless dan dengan demikian memungkinkan terciptanya satu pasar
dunia (single global market).
Kelompok kedua yang disebutkan oleh Held adalah kelompok perspektif
sceptics. Kelompok ini dapat dikatakan sebagai kelompok yang tidak terlalu
mendukung terjadinya globalisasi seperti halnya kelompok sebelumnya, yaitu hyperglobalizers. Kelompok ini, sesuai dengan sebutannya, cenderung skeptis dengan
globalisasi yang terjadi. Bagi kelompok sceptics, globalisasi yang disebut-sebut sebagai
sebuah fenomena yang tengah terjadi saat ini, hanyalah merupakan bentuk lebih tinggi
dari internasionalisasi yang di dalamnya melibatkan unsur semakin meningkatnya
hubungan dan interaksi antar negara.7 Kelompok ini melihat bahwa pada dasarnya
globalisasi hanyalah sebuah mitos belaka yang kehadirannya terlalu dibesar-besarkan.
Bahkan kelompok sceptics memandang bahwa tesis dan apa yang diungkapkan oleh
5
David Held, et.al., Global Transformations: Politics, Economics, and Cultures (Stanford: Stanford University Press,
1999), hlm. 2.
6
Kenichi Ohmae, The End of Nation-States: The Rise of Regional Economies (New York: Simon and Schuester Inc..,
1995), hlm. 5
7
Paul Hirst dan Grahame Thompson, Globalization in Question: the International Economy and the Possibilities of
Governance (Cambridge: Polity Press, 1996) yang dikutip dalam David Held, et.al., Global Transformations: Politics,
Economics, and Cultures (Stanford: Stanford University Press, 1999), hlm. 5.
4
kelompok hyper-globalizers merupakan sebuah pernyataan yang salah dan terlalu naïf
karena meremehkan power yang dimiliki oleh pemerintah negara untuk dapat mengatur
aktivitas internasional.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada dasarnya berbeda dengan
kelompok hyper-globalizers, kelompok sceptics merasa bahwa globalisasi yang terjadi
tidaklah signifikan karena masih terdapat power negara di dalamnya. Kelompok ini
menilai bahwa nyatanya negara masih merupakan entitas yang memiliki peran sentral
dalam hubungan internasional. Kelompok sceptics belum merasa bahwa globalisasi
telah berhasil sepenuhnya menggeser peran negara dari posisinya sebagai entitas
utama. Kelompok sceptics juga cenderung untuk tidak mempercayai bahwa
internasionalisasi mendorong munculnya tatanan dunia yang baru dan lebih tidak
negara-sentris dibanding sebelumnya.8 Bagi kelompok ini, apa yang terjadi di dunia
saat ini justru memperlihatkan bahwa pemerintah negara masih memiliki peran yang
besar. Pemerintah bukanlah aktor yang pasif, namun justru merupakan inisiator segala
proses interaksi yang terjadi di dalam hubungan internasional.9 Hal inilah yang
mendorong kelompok sceptics untuk tidak mempercayai kehadiran globalisasi sebagai
fenomena yang berhasil membentuk tatanan dunia yang baru. Kelompok ini pun
melihat bahwa dengan meningkatnya jumlah serta intensitas interaksi yang melibatkan
perusahaan multinasional, bukan berarti negara menjadi tidak lagi relevan. Karena pada
dasarnya, perusahaan-perusahaan multinasional ini masih terikat dengan negara asal
mereka, dan ikatan yang terbentuk antara perusahaan tersebut dengan negara pada
akhirnya juga akan menguntungkan negara tersebut.
Kelompok
perspektif
terakhir
dalam
studi
globalisasi
ini
adalah
transformationalists. Hal utama dari perspektif ini adalah bahwa kelompok
transformationalist mempercayai bahwa globalisasi merupakan dorongan utama untuk
terjadinya perubahan sosial, politik, dan ekonomi secara cepat yang dapat membentuk
masyarakat modern dan sebuah tatanan dunia yang baru (Held 2004: 31). 10 Kelompok
ini melihat bahwa proses kontemporer dari globalisasi tersebut belum pernah terjadi
sebelumnya, sehingga pemerintah maupun masyarakat di seluruh dunia perlu
menyesuaikan diri pada kondisi dunia yang pembedaan antara internasional dan
8
Ibid.
Ibid., hlm. 6.
10
dogda Ştefa a hi, Globalization and Identities – A Constructivist Approach yang diakses dari
http://conference.osu.eu/globalization/publ2011/312-318_Stefanachi.pdf , hlm. 313, pada 13 April 2013 pukul 12.14
WIB.
9
5
domestik, ataupun antara hubungan eksternal maupun internal di dalamnya tidak lagi
rigid.11 Transformationalists dapat dikatakan sebagai perspektif yang paling moderat
dalam memandang globalisasi ini, jika dibandingkan dnegan dua perspektif
sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan perspektif ini menyadari bahwa globalisasi
merupakan proses yang bersifat multi-dimensional. Perspektif ini tidak melihat atau
menekankan globalisasi pada aspek ekonominya saja, tidak seperti perspektif
sebelumnya yang seolah hanya menekankan pada aspek globalisasi ekonomi. Selain
itu, perspektif ini menyadari bahwa globalisasi dapat menimbulkan banyak efek dan
respon, dan efek serta respon yang datang tersebut tentunyaberagam. Lebih jauh lagi,
bagi kelompok perspektif ini, globalisasi memang menghadirkan berbagai perubahan di
berbagai macam aspek kehidupan manusia, namun perubahan utama yang dimaksud
oleh perspektif ini adalah perkembangan integrasi dan akselerasi keseluruhan dinamika
sosial-ekonomi melalui tempaan ruang dan waktu.12
Berbeda dengan dua kelompok perspektif sebelumnya, transformationalists
tidak menyatakan apapun tentang pandangan mereka mengenai masa depan dari
globalisasi yang terjadi. Kelompok ini juga tidak berusaha mengevaluasi kondisi
globalisasi saat ini dengan mengemukakan tipe ideal dari ‘globalized world’, seperti
pasar global atau peradaban global.13 Transformationalists lebih menekankan
globalisasi sebagai proses historikal jangka panjang yang di dalamnya memiliki banyak
kontradisksi dan dibentuk secara signifikan oleh faktor-faktor yang saling terkait antara
satu sama lain.14 Yang menarik dari perspektif ini adalah bahwa perspektif ini tidak
berdiri di salah satu dari dua titik ekstrem. Perspektif ini tidak sepenuhnya menolak
atau mendukung globalisasi yang terjadi. Transformationalists menyadari bahwa
globalisasi akan dapat mendorong terjadinya stratifikasi global terhadap negara,
masyarakat maupun komunitas-komunitas di dunia. Dalam hal ini, transformationalists
menyadari
bahwa
globalisasi
dapat
menguntungkan
dan
mempermudah
berlangsungnya kehidupan manusia di suatu pihak, tetapi juga dapat memarjinalisasi
kelompok masyarakat tertentu di lain pihak. Poin penting lain dari perspektif
transformationalists dalam memandang fenomena globalisasi adalah bahwa perspektif
ini menekanan pada unsur „change’ atau perubahan yang terjadi. Transformationalists
percaya bahwa globalisasi kontemporer dapat mengkonstruksi ulang power , fungsi, dan
11
David Held, et.al., Op. Cit., hlm. 7.
Zora “tefa o i , Op. Cit., hlm. 265.
13
David Held, et.al., Op. Cit.
14
Ibid.
12
6
otoritas dari pemerintahan nasional.15 Dalam hal ini, transformationalists tidak
mempermasalahkan mengenai supremasi negara dalam menyelesaikan masalah yang
terjadi di dalam teritorinya, namun perspektif ini menyatakan bahwa supremasi tersebut
sejajar dan juga terbatasi dengan struktur pemerintahan global dan hukum internasional
yang terkandung di dalamnya.
15
Ibid., hlm. 8.
7
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bagian ini, pembahasan akan dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama
akan dijelaskan mengenai gerai kopi Starbucks dan bagaimana gerai kopi serta usaha tersebut
dapat berkembang hingga ke seluruh dunia. Pada bagian kedua, akan dibahas mengenai
pandangan umum respon masyarakat dunia kebanyakan mengenai Starbucks. Dalam hal ini,
akan dibahas pula masalah-masalah yang dihadapi oleh Starbucks di berbagai negara tertentu
mengenai produksi kopinya. Selanjutnya, pada bagian terakhir akan dipaparkan analisis
perspektif globalisasi mengenai fenomena Starbucks yang oleh beberapa tokoh disebut pula
sebagai „Starbuckization‟. Analisis ini akan melingkupi pemaparan mengenai bagaimana
globalisasi yang terjadi dan mendorong perkembangan Starbucks yang semakin meng-„global‟
ini nyatanya juga mempengaruhi pada persepsi manusia terhadap kopi Starbucks dan gaya
hidup manusia secara umum.
2.1 Starbucks dan Perkembangannya di Dunia
Saat ini, gerai kopi Starbucks memang telah menjadi salah satu hal yang mudah
untuk ditemukan bahkan di penjuru dunia manapun. Jika diperhatikan, hal ini tentunya
merupakan sebuah fenomena yang menarik. Pada tahun 1971, Starbucks awalnya hanyalah
sebuah toko kopi kecil yang terletak di daerah Seattle, Amerika Serikat.16 Namun sekarang,
gerai kopi tersebut telah berhasil membesar dan bahkan Starbucks menjadi salah satu
perusahaan terbesar di dunia. Pada tahun 1981, Howard Schultz yang akhirnya menjadi
presiden dari perusahaan Starbucks ini memasuki gerai toko tersebut dan menikmati
kopinya. Kenikmatan yang dialami oleh Schutz melalui segelas kopinya tersebut pada
akhirnya membawa dirinya untuk juga ikut masuk dalam manajemen Starbucks dan ikut
membesarkan nama Starbucks hingga ke seluruh dunia.17
Sejak awal, Starbucks memang telah berniat menjadi perusahaan yang sedikit
berbeda dari perusahaan-perusahaan lainnya. Perusahaan Starbucks ini tidak hanya berminat
untuk sekedar menyediakan dan mengagungkan kopi dalam usahanya, namun juga berusaha
16
17
Diakses dari http://www.starbucks.com/about-us/our-heritage pada 10 Juni 2013 pukul 07.23 WIB.
Ibid.
8
membangun perasaan saling terhubung di antara tiap individu yang terlibat. Dari yang
awalnya hanya sebuah gerai kopi kecil di Seattle, saat ini terdapat lebih dari 18.000 gerai
kopi telah buka dan tersedia di 62 negara. Lebih dari itu, Starbucks juga saat ini dianggap
menjadi produsen kopi dengan ciri khas khusus paling utama di dunia dan terus membawa
serta menyediakan kopi sebagai salah satu elemen utama dalam kehidupan manusia. 18
Starbucks pun terus didatangi oleh jutaan konsumen di seluruh penjuru dunia yang tanpa
ragu-ragu mau menghabiskan uang cukup besar demi menikmati segelas kopi yang
ditawarkan oleh gerai kopi tersebut.
Dalam profil perusahaannya, Starbucks menyatakan bahwa perusahaan tersebut
memiliki misi untuk menginspirasi dan dan memelihara semangat manusia dengan satu
orang, satu cangkir, dan di dalam satu lingkungan yang sama. 19 Tidak hanya itu, Starbucks
pun memiliki sebuah logo dan simbol yang bentuknya dinspirasi oleh sebuah tokoh mitologi
Yunani dengan ekor kembar. Per tanggal 1 Juli 2012 lalu, jumlah gerai kopi yang dimiliki
oleh Starbucks tepatnya adalah 17.651 dan tersebar di negara-negara, yaitu Argentina,
Aruba, Australia, Austria, Bahama, Bahrain, Belgia, Brazil, Bulgaria, Kanada, Chili, Cina,
KostaRika, Curacao, Syprus, Republik Ceko, Denmark, Mesir, ElSalvador, Inggris,
Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Guatemala, HongKong/Makau, Hungaria, Indonesia,
Irlandia, Jepang, Jordan, Kuwait, Lebanon, Malaysia, Meksiko, Maroko, Selandia Baru,
Belanda, Irlandia Utara, Oman, Peru, Filipina, Polandia, Portugal, Qatar, Romania, Rusia,
Arab Saudi, Skotlandia, Singapura, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Taiwan,
Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, dan Wales.20
Yang menarik dalam Starbucks adalah bahwa dalam profil perusahaannya,
Starbucks berusaha menanamkan bahwa perusahaannya adalah perusahaan yang sangat
menjunjung tinggi kualitas dari kopi dan bahwa perusahaannya juga berusaha membentuk
dan membangun suasana yang hangat, ramah, dan menyenangkan sehingga dapat
memuaskan pelanggan dan membentuk sebuah komunitas di dalamnya. Tidak hanya itu,
Starbucks juga berusaha memperlakukan seluruh pekerjanya dengan baik. Perusahaan ini
menjamin kesehatan pekerja yang dianggapnya sebagai mitra dari perusahaan tersebut. 21
Dalam hal ini, terlihat bahwa Starbucks sangat menjunjung tinggi dan menghargai kerja
18
Ibid.
“tar u ks Co pa y Profile ya g diakses dari
http://www.starbucks.com/assets/9a6616b98dc64271ac8c910fbee47884.pdf pada 9 Juni 2013 pukul 18.31 WIB.
20
Ibid.
21
Ibid.
19
9
keras para pekerjanya yang juga berkontribusi dalam pembentukan kualitas Starbucks yang
baik dan komunitas yang hangat.
Lebih jauh lagi, dalam profil perusahaan Starbucks tersebut, dituliskan juga
bagaimana perusahaan tersebut juga merupakan perusahaan yang menjunjung tinggi
tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosial. Dalam hal ini, terdapat tiga hal yang
menjadi fokus utama dari Starbucks sebagai bentuk tanggung jawabnya. Tiga hal tersebut
adalah ethical sourcing, environmental stewardship, dan community involvement.22 Dalam
ethical resourcing , Starbucks berusaha membeli dan mencari kopi dengan tidak merugikan
petani kopi yang bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk mendukung sistem pinjaman bagi
petani dan program konservasi hutan, serta dalam jangka panjang dapat mendukung
pasokan biji-biji kopi berkualitas nantinya. Dalam environmental stewardship , Starbucks
berusaha menanamkan pada konsumen mereka untuk turut berpartisipasi dan peduli dengan
lingkungan alam. Starbucks menjunjung tinggi pentingnya menjaga kelestarian alam dan
pada 2015 berusaha ingin menggunakan gelas-gelas yang dapat digunakan dan diolah
kembali serta melalui usaha konservasi energi dan air. Selanjutnya, dalam community
involvement, Starbucks merasa bahwa mengumpulkan manusia untuk menjadi sukarelawan
yang mau melakukan kerja-kerja sosial merupakan hal yang perlu dilakukan. Hal ini sejalan
dengan visi perusahaan tersebut yang memang berusaha membentuk sebuah komunitas
yang dapat menginspirasi terjadinya perubahan dan perbedaan dalam kehidupan di dunia.
Terlepas dari apa yang dituliskan dalam profil perusahaannya, tidak dapat dipungkiri
bahwa Starbucks merupakan sebuah korporasi ternama yang memiliki image cukup baik di
masyarakat. Di zaman modern ini, hampir di setiap tempat memiliki gerai kopi Starbucks di
mana di dalamnya seolah memiliki atmosfer yang serupa. Starbucks dalam hal ini tidak lagi
hanya sekedar gerai penjualan kopi biasa, nyatanya Starbucks memang memiliki visi yang
lebih dari hal tersebut. Starbucks menawarkan hal yang lebih dari pada itu, yaitu
pengalaman. Gerai Starbucks satu dengan yang lainnya seolah menawarkan konektivitas
yang mana mampu membuat konsumennya merasa bahwa dirinya berada di dalam sebuah
gerai kopi yang sama, walaupun ia datang ke gerai Starbucks yang berbeda-beda. Hal ini
juga didukung oleh sistem manajemen dan kontrol kualitas yang cukup tertata rapi.
Pramuniaga atau yang disebut dengan „barista‟ dalam hal ini menawarkan keramahan
tersendiri yang melengkapi atmosfer gerai kopi Starbucks di manapun ia berada. Efek
meluasnya Starbucks dalam hal ini menjadi sebuah fenomena yang cukup menarik untuk
22
Ibid.
10
dapat ditelaah lebih lanjut. Hal ini berhubungan erat dengan bagaimana pada dasarnya
fenomena muncul dan berkembangnya Starbucks Coffee nyatanya mampu menimbulkan
respon-respon tertentu hingga pada taraf pembentukan budaya dan gaya hidup baru dalam
masyarakat dunia.
2.2 Respon Masyarakat Dunia akan Eksistensi dan Ekspansi Starbucks
Sama halnya seperti globalisasi, nyatanya Starbuckization yang pada dasarnya juga
merupakan fenomena yang erat kaitannya dan dimotori oleh globalisasi juga mengundang
beragam respon dalam masyarakat. Ekspansi global merupakan hal yang dicari oleh setiap
perusahaan yang suskses, dan hal ini pulalah yang terjadi pada Starbucks. Starbucks yang
awalnya hanya berada di dalam negeri Amerika Serikat, pada akhirnya merasa bahwa
mereka perlu menggunakan globalisasi dan memperluas perusahaannya dalam pasar luar
negeri untuk mengeluarkan secara penuh potensi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Pada tahun 2003, Starbucks pada akhirnya berhasil memperluas jangkauannya hingga ke
pasar luar negeri dan mulai menjadi perusahaan besar seperti yang kita kenal saat ini. 23
Berikut merupakan gambar peta ekspansi Starbucks di dunia:24
Namun demikian, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perilaku Starbucks
yang mengusahakan ekspansi internasional ini tentunya tidak terlepas dari masalah.
Fenomena globalisasi yang dibawa dan membawa Starbucks sebagai salah satu fenomena
23
Joseph Yi, Starbucks: An Icon of Globalization ya g diakses dari
http://www.brazencareerist.com/2009/06/07/starbucks-an-icon-of-globalization pada 4 Juni 2013 pukul 23.11 WIB.
24
The World-Wide “tar u ks Map ya g diakses dari http://www.mapsmaniac.com/2012/01/world-wide-starbucksmap.html pada 10 Juni 2013 pukul 04.43 WIB.
11
yang cukup luar biasa nyatanya juga mengundang protes bagi sebagian masyarakat. Dalam
hal ini, terdapat gerakan anti-Starbucks yang muncul. Di Seattle, misalnya, pernah terdapat
sekelompok kecil masyarakat yang memprotes beberapa perusahaan multinasional seperti
Starbucks, Nike, dan McDonalds. Para demonstran tersebut membanjiri jalanan di Seattle
dan salah satu target mereka adalah Starbucks yang dianggap oleh mereka sebagai salah
satu simbol kapitalisme pasar bebas yang berjalan dengan tidak sesuai. Demonstran ini
merusak salah satu gerai kopi Starbucks dengan melemparinya dengan sampah dan
memecahkan kacanya.25 Hal ini merupakan salah satu wujud bagaimana Starbucks dan
fenomenanya juga dapat mengundang kebencian dari masyarakat. Tidak hanya itu, ekspansi
dari Starbucks ini juga mengalami beberapa masalah yang disebabkan oleh beragamnya
karakter negara-negara di dunia. Masalah-masalah yang seringkali terjadi adalah masalah
yang berkaitan dengan intellectual property rights yang di dalamnya melibatkan bagaimana
Starbucks seringkali ditiru dan/atau dianggap meniru beberapa jenis gerai kopi lainnya di
dunia melalui usaha penyesuaiannya. 26 Hal ini nyatanya terjadi akibat fakta bahwa
terdapatnya saingan-saingan berupa gerai-gerai kopi yang juga merasa tersaingi dengan
kehadiran Starbucks di daerah mereka.
Namun demikian, di samping segala kendala yang dialami oleh Starbucks, Starbucks
nyatanya berhasil mengambil hati banyak masyarakat di dunia. Hal ini dibuktikan dengan
konsumen yang selalu berdatangan ke dalam gerai untuk menikmati minuman atau
makanan favoritnya. Respon positif masyarakat ini pulalah yang berhasil membuat
Starbucks semakin berkembang sebagai salah satu perusahaan multinasional ternama di
dunia dan sebagai produsen atau distributor specialty coffee yang paling sukses di dunia.
Fenomena ekspansi Starbucks ini jelas meninggalkan banyak efek. Pada bagian selanjutnya,
akan dijelaskan bagaimana fenomena ini dapat mempengaruhi aspek sosial budaya
masyarakat di dunia dengan penciptaan dan pembentukan lifestyle melalui konsumsi
Starbucks.
25
Starbucks Corporation: Competing in a Global Market ya g diakses dari
http://faculty.bschool.washington.edu/skotha/website/cases%20pdf/starbucks_Intl%20copy.pdf pada 10 Juni 2013
pukul 06.13 WIB.
26
Ibid.
12
2.3 Analisis Pengaruh Globalisasi terhadap Pembentukan Gaya Hidup: Studi Kasus
Starbucks Coffee
Dari pembahasan yang telah dilakukan dalam bagian-bagian sebelumnya, dapat
dilihat bahwa fenomena muncul dan berkembangnya Starbucks sebagai salah satu
korporasi penjualan kopi ternama di dunia merupakan sebuah fenomena yang luar biasa.
Dalam hal ini, dapat terlihat bahwa usaha ekspansi yang dilakukan Starbucks nyatanya
memunculkan banyak respon-respon dari masyarakat di berbagai penjuru dunia. Tidak
dapat dipungkiri pula bahwa berkembang pesatnya Starbucks Coffee di seluruh dunia ini
dimotori oleh sebuah fenomena yang dikenal sebagai globalisasi. Globalisasi dalam hal ini
membantu memotori Starbucks Coffee untuk dapat melakukan ekspansi dan meng„global‟. Globalisasi memfasilitasi terjadinya dan penyebaran nilai-nilai serta produk
Starbucks yang dikemas dalam bentuk kopi dan gerai kopinya sehingga nilai serta produk
tersebut dapat berpengaruh pada kehidupan sebagian manusia di dunia.
Fenomena ekspansi yang dilakukan oleh Starbucks memang merupakan sebuah
fenomena yang menarik untuk dikaji. Namun demikian, dalam makalah ini yang akan
dibahas adalah bagaimana fenomena tersebut dapat mempengaruhi aspek sosial-budaya
masyarakat. Starbucks, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nyatanya tidak sama
dengan perusahaan-perusahaan pemilik gerai kopi lainnya. Apa yang dibawa dan
ditawarkan oleh Starbucks lebih dari itu. Starbucks, tanpa disadari, menyebarkan ide yang
kuat dan lebih dari sekedar produk. Bahkan, apa yang ditawarkan oleh Starbucks dapat
dikatakan sebagai sebuah usaha „lifestyle branding‟ yang mana dengan adanya Starbucks,
membeli dan meminum kopi menjadi sebuah pengalaman yang berharga untuk dilakukan.
Bagaimana tidak? Segelas kopi di Starbucks tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang
murah. Harga kopi yang dimiliki oleh Starbucks pada dasarnya relatif mahal. Namun
demikian, harga yang cukup tinggi tersebut nyatanya tidak mempengaruhi tingkat
konsumsi kopi di gerai-gerai kopi Starbucks di seluruh dunia. Starbucks tetap memiliki
konsumen dan pelanggannya, di samping kenyataan bahwa harga yang ditetapkan relatif
mahal.
Loyalitas dan tingkat konsumsi yang cenderung tidak berubah tersebut menurut
penulis dilhat sebagai hasil dari terwujudnya visi Starbucks untuk tidak sekedar
menawarkan kopi, tetapi menawarkan ide dan pengalaman dari menikmati kopi tersebut.
Hal inilah yang menyebabkan Starbucks tetap berdiri kokoh dan langgeng karena belum
terdapat saingan gerai kopi lainnya yang juga mampu menyediakan hal tersebut. Kopi
13
bahkan seolah telah menjadi „lifestyle’ atau gaya hidup bagi sebagian masyarakat akibat
Starbucks. Kopi tidak lagi dinikmati karena beberapa orang membutuhkan kafein pada
pagi hari untuk beraktivitas, tetapi lebih karena meminum kopi merupakan sebuah
pengalaman menyenangkan yang dapat dinikmati kapan saja. Budaya meminum dan
menikmati kopi ini bahkan menurut penulis telah menjadi sebuah gaya hidup modern yang
berkembang saat ini. Pengaruh yang dimiliki oleh Starbucks sebagai global corporate
identity adalah bahwa mereka menjual lebih dari sekedar kopi; mereka menjual gaya
hidup.27
Tidak hanya itu, globalisasi yang memotori perkembangan Starbucks nyatanya juga
memfasilitasi terbentuknya komunitas melalui sistem manajemen yang dimiliki oleh
Starbucks Coffee ini. Suasana serta atmosfer yang dibangun oleh Starbucks berbeda
dengan apa yang dibangun dan ditawarkan oleh gerai kopi lainnya, dan lebih daripada hal
itu, apa yang dibangun oleh Starbucks ini relatif serupa ditanamkan dalam setiap gerai kopi
Starbucks di manapun gerai tersebut terletak. Pembentukan atmosfer yang diusahakan oleh
Starbucks ini tidak terbatas pada penggunaan gelas yang sama, kualitas dan rasa kopi yang
terkontrol, furniture yang relatif nyaman dan serupa, ataupun keramahan para pegawai
yang dapat dijumpai di Starbucks gerai manapun. Pembentukan atmosfer ini bahkan
mencapai tingkat yang lain karena dalam operasionalnya bahkan gerai ini seolah berusaha
menggunakan istilah-istilah baru dalam pemesanan kopi. Hal ini diwujudkan dengan tidak
digunakannya istilah „small‟, „medium‟, atau „large‟ dalam ukuran gelas pemesanan kopi.
Starbucks berusaha membentuk budaya dan bahasa yang baru dengan menggunakan nama
ukuran gelas seperti „tall‟, „venti‟, dan „grande‟ yang pada dasarnya sama saja dengan
ukuran yang biasanya digunakan. Namun hal ini memperlihatkan bagaimana Starbucks
berusaha menanamkan sebuah budaya dan nilai-nilai yang distinct dan berbeda dari geraigerai kopi lainnya di dunia. Hal ini mendorong terbentuknya komunitas yang menikmati
jenis kopi yang sama, berbagi suasana dan atmosfer yang serupa, dan menggunakan bahasa
yang sama.
Jika kita memasuki salah satu gerai Starbucks, terutama di Indonesia, dapat terlihat
bahwa apa yang dilakukan orang-orang dalam gerai tersebut sangatlah beragam. Beberapa
orang masuk ke dalam Starbucks berusaha untuk mengerjakan tugas atau pekerjaannya di
balik layar laptop sambil menikmati segelas minuman kopi. Beberapa lainnya memilih
untuk menggunakan gerai tersebut sebagai tempat berkumpulnya ia dengan teman27
Casey M Grath, “tar u ks, a Lifestyle: The Persuasio of Coffee ya g diakses dari
https://www.msu.edu/~mcgrat71/Writing/starbucks_a_lifestyle.pdf pada 8 Juni 2013 pukul 22.21 WIB.
14
temannya untuk „hang-out‟ dan membicarakan mengenai beragam hal sambil menikmati
segelas minuman Starbucks favoritnya. Beberapa orang lainnya memilih gerai tersebut
sebagai tempat dimana dirinya dapat memperoleh ketenangan dan membaca buku atau
novel favoritnya sambil mengkonsumsi kudapan atau minuman yang dijual di gerai
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang dapat dilakukan di dalam Starbucks,
dan hal tersebut tergantung pada bagaimana seseorang melihat Starbucks dan atmosfer
yang dibangunnya. Dengan demikian, dalam hal ini Starbucks tidak hanya menggeser apa
yang kita minum dan apa yang kita makan, tetapi juga merubah beberapa hal lainnya
seperti di mana manusia bekerja, berkumpul, atau bermain. Starbucks dalam hal ini
berhasil menjadi salah satu perangkat yang melengkapi gaya hidup manusia, dan bahkan
beberapa orang melihat bahwa menjadi konsumen Starbucks mampu mempromosikan
status seseorang di masyarakat.28
Starbucks dengan demikian selain menjadi bagian dari gaya hidup, juga telah
berhasil mengubah dan menyentuh kehidupan manusia dalam aspek sosial budaya melalui
beberapa hal.29 Pertama, Starbucks merubah apa yang kita makan dan minum. Menu dalam
Starbucks tentu tidak sesuai dengan makanan keseharian manusia dalm suatu masyarakat
tertentu, namun demikian kelekatan manusia dengan Starbucks nyatanya mengubah hal
tersebut hingga menjadi hal yang biasa ketika manusia meminum kopi dalam
kesehariannya, dan memesan kudapan sebagai pendampingnya. Kedua, Starbucks merubah
bagaimana kita memesan. Starbucks dalam hal ini membuat sistem pemesanan menjadi
lebih personal. Selain penggunaan bahasa ukuran minuman yang berbeda, Starbucks juga
memungkinkan pesanan yang sifatnya lebih personal dengan permintaan-permintaan
khusus dari konsumen dan pemanggilan nama konsumen ketika minuman tersebut telah
selesai disiapkan. Ketiga, Starbucks merubah bagaimana orang-orang biasanya bertemu.
Seorang psikolog bernama Joyce Brothers menyatakan bahwa terdapat „rasa aman‟ ketika
manusia pergi ke gerai Starbucks, seolah tempat tersebut menawarkan tempat yang aman
untuk bersosialisasi. Keempat, Starbucks mengubah persepsi dan penjelasan mengenai
lokasi sebuah gedung. Di Amerika Serikat, Starbucks mempengaruhi streetscapes pada
masyarakat urban. Dalam brosur-brosur yang menawarkan apartemen di dekat kota New
York, tidak jarang ditemukan kata-kata seperti „dekat Starbucks‟ sebagai salah satu nilai
jual tersendiri. Keberadaan Starbucks dalam suatu area mengindikasikan bahwa area
28
dru e Horo itz, Starbucks aims beyond lattes to extend brand dala USA Today yang diakses dari
http://usatoday30.usatoday.com/money/industries/food/2006-05-18-starbucks-usat_x.htm pada 5 Juni 2013 pukul
09.08 WIB.
29
Ibid.
15
tersebut dengan demikian telah cukup „tersentuh‟ dan termodernisasi. Terakhir, Starbucks
merubah kesadaran sosial. Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa
dalam setiap produksi kopi premiumnya, Starbucks telah berkomitmen untuk memberikan
tanggung jawab sosialnya sebagai korporasi yang professional dan peduli pada lingkungan
sosial.30
Apa yang dilakukan oleh Starbucks dalam hal ini lebih dari sekedar perluasan atau
ekspansi pasar. Nyatanya hal tersebut juga berdampak pada sosial budaya masyarakat
dimana terdapat nilai-nilai yang bergeser dari hal sekecil meminum kopi. Pengalaman yang
ditawarkan oleh Starbucks pun tidak terbatas pada kualitas kopi yang mereka miliki dan
jajakan, tetapi lebih pada perasaan nyaman karena berada dalam sebuah atmosfer tertentu
yang dibentuk sedemikian rupa oleh Starbucks Coffee melalui kebijakan-kebijakannya,
sistem manajemennya, dan perilaku pegawai-pegawainya. Hal ini menunjukkan bagaimana
nyatanya globalisasi mampu menumbuhkan, menanamkan, dan menyebarkan nilai-nilai
tertentu pada masyarakat. Tentunya tidak semua dari negara-negara yang memiliki gerai
Starbucks merupakan negara yang mayoritas penduduknya mengkonsumsi kopi. Namun
demikian, penyesuaian dan sistem yang diterapkan oleh Starbucks nyatanya mampu
menggeser hal-hal tersebut sehingga negara-negara tersebut pun pada akhirnya juga
mengkonsumsi kopi Starbucks, terlepas dari berapa biaya yang mereka keluarkan. Lebih
jauh lagi, keberadaan gerai kopi Starbucks yang berada di mana-mana dan hampir di
seluruh penjuru dunia memperkuat dan melanggengkan sistem penanaman nilai-nilai
tersebut. Ketika seseorang sering mengunjungi Starbucks di suatu tempat tertentu, dan
sewaktu-waktu dirinya harus berpindah, ia dapat saja menemukan Starbucks di tempat
lainnya dan merasa seolah dirinya tidak berpindah. Dan hal ini adalah efek dari
pengimplementasian sistem manajemen dan internalisasi nilai yang ada di dalam
operasional korporasi tersebut. Starbucks dengan demikian dapat dikatakan sebagai salah
satu contoh ikon dalam fenomena globalisasi yang mampu berpengaruh dalam aspek sosial
budaya masyarakat, yang dalam kasus ini berupa perubahan dan pergeseran nilai-nilai
dalam gaya hidup manusia di dunia.
30
Ibid.
16
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dapat dipahami bahwa
nyatanya dalam kasus Starbucks Coffee, globalisasi yang memotori terjadinya ekspansi perusahaan
tersebut ke dalam level internasional berhasil menggeser nilai-nilai dan membentuk gaya hidup
baru dalam masyarakat. Kopi yang awalnya bukan merupakan salah satu kegiatan yang dapat
dilakukan sehari-hari dan di mana saja, nyatanya saat ini berubah bagi sebagian masyarakat karena
eksistensi Starbucks Coffee yang terletak hampir di seluruh penjuru dunia. Starbucks Coffee
difasilitasi oleh globalisasi hingga pada akhirnya mampu membawa „budaya minum kopi‟ ke dalam
level yang baru. Starbucks dalam hal ini bukanlah hanya merupakan sebuah perusahaan produsen
specialty coffee , karena perusahaan tersebut menawarkan hal-hal lain yang lebih dari itu. Starbucks
Coffee dapat dikatakan telah memberikan makna baru dalam gaya hidup menikmati kopi dan telah
melakukan lifestyle branding yang hingga saat ini nyatanya cukup menarik perhatian bagi sebagian
besar masyarakat dunia.
17
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN ARTIKEL
Held, David et.al. 1999. Global Transformations: Politics, Economics, and Cultures . Stanford:
Stanford University Press.
Hirst, Paul dan Grahame Thompson. 1996. Globalization in Question: the International Economy
and the Possibilities of Governance . Cambridge: Polity Press.
Ohmae, Kenichi. 1995. The End of Nation-States: The Rise of Regional Economies. New York:
Simon and Schuester Inc.
Ritzer, George. 2011. Globalization: The Essentials. United Kingdom: John Wiley and Sons Ltd.
Shimko, Keith L. 2008. International Relations : Perspectives and Contoversies . Boston, USA :
Houghton Mifflin Company.
SUMBER INTERNET
--. “Starbucks Company Profile” yang diakses dari
http://www.starbucks.com/assets/9a6616b98dc64271ac8c910fbee47884.pdf pada 9 Juni
2013 pukul 18.31 WIB.
--. “Starbucks Corporation: Competing in a Global Market” yang diakses dari
http://faculty.bschool.washington.edu/skotha/website/cases%20pdf/starbucks_Intl%20copy.
pdf pada 10 Juni 2013 pukul 06.13 WIB.
--. “The World-Wide Starbucks Map” yang diakses dari
http://www.mapsmaniac.com/2012/01/world-wide-starbucks-map.html pada 10 Juni 2013
pukul 04.43 WIB.
Arie M. Kacowicz, “Regionalization, Globalization, and Nationalism: Convergent, Divergent, or
Overlapping?”, diakses dari
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.110.1929&rep=rep1&type=pdf
pada 10 Mei 2011 pukul 20.58 WIB.
Bogdan Ştefanachi, Globalization and Identities – A Constructivist Approach yang diakses dari
http://conference.osu.eu/globalization/publ2011/312-318_Stefanachi.pdf , hlm. 313, pada
13 April 2013 pukul 12.14 WIB.
18
Bruce Horovitz, “Starbucks aims beyond lattes to extend brand” dalam USA Today yang diakses
dari http://usatoday30.usatoday.com/money/industries/food/2006-05-18-starbucksusat_x.htm pada 5 Juni 2013 pukul 09.08 WIB.
Casey McGrath, “Starbucks, a Lifestyle: The Persuasion of Coffee” yang diakses dari
https://www.msu.edu/~mcgrat71/Writing/starbucks_a_lifestyle.pdf pada 8 Juni 2013 pukul
22.21 WIB.
Joseph Yi, “Starbucks: An Icon of Globalization” yang diakses dari
http://www.brazencareerist.com/2009/06/07/starbucks-an-icon-of-globalization pada 4 Juni
2013 pukul 23.11 WIB.
19