PSIKOTERAPI INTERPRETASI MIMPI FREUDIAN SEBAGAI TERAPI KECEMASAN DAN PENGALAMAN TRAUMATIK
PSIKOTERAPI
INTERPRETASI MIMPI FREUDIAN SEBAGAI TERAPI
KECEMASAN DAN PENGALAMAN TRAUMATIK
Disusun Sebagai Tugas Pengganti Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Psikoterapi
Kelas : 2B
Oleh :
Aprillicilia Terani Putri Sabarini
15010110120056
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku dan pemikiran manusia umumnya dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu yang terjadi dalam kehidupannya. Konflik yang terjadi
di masa lalu dan belum terselesaikan sering dianggap selesai ketika mereka
berhasil melupakan pengalaman kurang menyenangkan tersebut. Pada
kenyataannya pengalaman traumatik dan konflik tersebut tetap tersimpan
dalam elemen jiwa yang pada suatu saat dapat muncul kembali kedalam area
kesadaran yang akan memunculkan kecemasan hingga gangguan neurosis.
Tak heran bila terdapat individu yang tiba-tiba merasakan suatu kecemasan
tanpa mengetahui penyebabnya akibat tidak menyadari apa yang terjadi
dalam proses dalam jiwanya.
Kecemasan masa lalu yang dipendam tersebut dapat muncul pula
dalm bentuk mimpi. Mimpi yang umumnya diyakini sebagai bunga tidur,
nyatanya menyimpan makna tertentu yang dapat mengandung luapan
kecemasan masa lalu dan konflik yang belum terselesaikan. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Morewedge dan Norton (2009) mengenai mimpi
menjelaskan bahwa masyarakat dari budaya timur maupun barat menyakini
adanya arti atau kebenaran yang tersembunyi dalam mimpi.
Oleh karena itu interpretasi mimpi dapat digunakan sebagai upaya
untuk memahami penyebab kecemasan yang dialami dengan mengungkapkan
makna pesan yang terkandung dalam cerita mimpi dengan bantuan
pengalamam masa lalu yang dialami. Berdasarkan hal tersebut dapat dicapai
pemahaman atas konflik dan permasalahan yang selama ini belum
terselesaikan akibat mengendap dalam jiwa dan menimbulkan kecemasan
yang berpengaruh pas kehidupan dan perkembangan selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini disusun berdasakan permasalahan, diantaranya sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi landasan interpretasi mimpi dapat dijadikan metode
untuk mengatasi kecemasan?
2. Bagaimanakah langkah-langkah dalam melakukan interpretasi mimpi
sebagai salah satu metode terapi mengatasi kecemasan?
3. Efektifkah interpretasi mimpi digunakan sebagai metode terapi?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memahami proses psikoterapi yang
dilakukan dengan metode interpretasi mimpi freudian dalam memahami dan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien dengan menekankan
pengalaman masa lalunya.
D. Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
pembaca, diantaranya:
1. Manfaat Praktis
Mengetahui langkah-langkah dalam melakukan interpretasi mimpi
sebagai salah satu metode terapi untuk menyelesaikan konflik kecemasan
yang dialami seseorang.
2. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan referensi berkaitan dengan upaya pemahaman dan
penyelesaian masalah yang dihadapi dengan metode terapi yang
menekankan pengalaman masa lalu yang muncul dalam bentuk mimpi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Psikoanalisa Freudian
Psikoanalisa merupakan satu sistem dinamis dari psikologi yang
mencari akar-akar tingkah laku manusia didalam motivasi dan konflik yang
tak disadari (Caplin, 2011). Pandangan ini berfokus pada konflik antara
dorongan yang tidak disadari yang merupakan hasil represi dorongan tak
terpenuhi masa lampau. Psikoanalisa pertama kali diperkenalkan oleh
Sigmund Freud yang merupakan metode interpretasi dan proses teraupetik
pada individu yang mengalami gangguan psikologis (Kahija, 2006).
Kepribadian individu merupakan totalitas yang dipetakan dalam
wilayah psike meliputi:
1.
Kesadaran (Conscious)
Kesadaran merupakan bagian isi jiwa yang menyadari lingkungan
sekitarnya. Freud menjelaskan bahwa alam sadar adalah segala sesuatu
yang disadari oleh manusia pada saat-saat tertentu, penginderaan
langsung, ingatan, pemikiran, fantasi dan perasaan yang dimiliki
manusia.
2.
Prasadar (Preconscious)
Dalam wilayah prasadar berisi isi-isi mental yang dapat dipanggil
kembali dan masuk ke wilayah kesadaran dengan memusatkan perhatian.
Wilayah ini berisi kenangan-kenangan yang dapat kembali diingat, yang
disebut sebagai kenangan yang sudah tersedia (available memory).
3.
Ketidaksadaran (Unconscious)
Pada wilayah ketidaksadaran mencakup segala sesuatu yang sangat sulit
dibawa ke alam sadar. Wilayah ini berisi dorongan-dorongan instingtual,
dimana isi utamanya merupakan dorongan seksual (libido) yang
menuntut pemuasan. Apabila dorongan tersebut tidak terpuaskan maka
dorongan tersebut dapat keluar dalam bentuk simbol yang muncul
melalui mimpi, salah ucap hingga gejala psikologis lainnya.
Ketiga wilayah jiwa tersebut dipengaruhi oleh aspek yang bekerja
sama, Freud menjelaskannya sebagai berikut:
1.
Id
Id merupakan sistem kepribadian orisinil (Corey, 2013). Aspek ini
bekerja pada wilayah ketidaksadaran yang berisi dorongan instingtual
dan sebagian besar bercorak seksual. Id merupakan aspek yang
membutuhkan pemenuhan segera.
2.
Ego
Ego bekerja pada tiga wilayah jiwa (kesadaran, prasadar, dan
ketidaksadaran). Ego lebih digunakan ketika melakukan tingkah laku
yang disadari dan melakukan mekanisme pertahanan ego (tidak sadar).
Ego merupakan agen perantara yang menjalankan fungsi mengatur
keseimbangan antara dorongan id dan tekanan superego dan sebaliknya.
Ego bekerja secara realistis dan logis dalam merumuskan rencana
tindakan untuk memenuhi kebutuhan yang berasal dari id.
3.
Superego
Superego merupakan aspek yang bekerja pada wilayah kesadaran,
prasadar, dan ketidaksadaran. Individu mulai memiliki superego
khususnya melalui internalisasi nilai-nilai yang diberikan orang tua dan
respon yang ditampilakan dari tekanan sosial. superego berfungsi sebagai
penyaring untuk merepresi dorongan yang berasal dari id, sehingga aspek
ini merupakan sumber moralitas yang diterima masyarakat.
Dalam superego terdapat ego ideal yang muncul dari pujian atau
penghargaan yang diberikan lingkungan. Jika diibaratkan superego
merupakan pendikte yang mengharuskan individu bertingkah laku sesuai
norma, sedangkan ego ideal lebih pada menyarankan untuk perilaku
sesuai dengan nilai yang diinternalisasi dari lingkungan (Kahija, 2006)
Apabila dorongan dari id tidak terpenuhi maka individu akan
mengalami kecemasan yang dapat menimbulkan gangguan mental (neurosis).
Dalam pandangannya Freud membagi kecemasan menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Kecemasan Realistis
Kecemasan realistis merupakan kecemasan yang timbul akibat adanya
ancaman nyat dan umumnya berguna untuk mengantisipasi hal-hal yang
mungkin terjadi di masa depan. Misalnya cemas ketika akan menghadapi
ujian skripsi, cemas ketika melihat anjing yang sedang menggonggong
keras.
2.
Kecemasan Moral
Kecemasan moral berkaitan dengan nilai-nilai yang diinternalisasi dari
lingkungan. Pelanggaran terhadap nilai tersebut akan menimbulkan
kecemasan pada pelanggarnya. Misalnya apabila menyakini berpacaran
merupakan hal yang dapat menimbulkan perilaku berzina maka individu
tersebut akan mengalami kecemasan ketika menjalin hubungan dekat
dengan lawan jenisnya.
3.
Kecemasan neurotis
Kecemasan neurotis berkaitan dengan pengalaman traumatis yang pernah
dialami di masa lampau.
Munculnya neurosis berasal dari kecemasan moral dan kecemasan
neurotis yang bersumber dari konflik antara id dan superego akibat ketakutan
berlebihan pada nilai moral dari superego dan adanya pengalaman traumatis
yang direpres dan masuk kedalam ketidaksadaran (Kahija, 2006).
Untuk mengatasi kecemasan tersebut, ego mempertahankan diri
dengan yang disebut Freud sebagai mekanisme pertahanan ego yang bekerja
secara otomatis. Mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk
menunjukkan proses tak sadar yang melindungi individu dari kecemasan
melalui pemutar balikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak
mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu
mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri
merupakan bentuk penipuan diri.
Mekanisme pertahanan ini meliputi:
1.
Intelektualisasi
Individu cenderung mencari tahu permasalahan yang dihadapi dengan
tujuan agar ia tidak terlalu terlibat dalam permasalahan tersebut.
2.
Represi
Upaya menekan permasalahan yang dihadapi kedalam ketidaksadaran
tanpa disadari
3.
Supresi
Upaya menekan permasalahan yang dihadapi kedalam ketidaksadaran
dengan kesengajaan
4.
Reaction Formation
Individu berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang
sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan
menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya.
5.
Fiksasi
Individu menggantungkan diri pada orang lain sebagai upaya
mekanisme pertahanan dari masalah yang dihadapi
6.
Regresi
Individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali
lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih
sayang dan rasa aman
7.
Menarik diri
Individu tidak mengambil keputusan masalah apapun atas permasalahan
yang dihadapinya (bersikap apatis)
8.
Denial
Individu menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang
tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan
maksud untuk melindungi dirinya sendiri.
9.
Rasionalisasi
Usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara
sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang
buruk
10.
Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus
menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja
secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode
yang tidak langsung.
B. Analisa Mimpi Freudian
Dalam karyanya “The Interpretation of Dream” Freud mengatakan
mimpi merupakan jalan menuju ketidaksadaran. Dalam mimpi terdapat
terdapat manifest content yang merupakan isi mimpi yang disampaikan dan
latent content yang merupakan makna dari isi mimpi tersebut. Menurut Freud
munculnya mimpi dari day’s residue, yang berarti peristiwa ketika siang hari
yang merangsang pikiran bawah sadar. Mimpi tersebut berfungsi sebagai
mekanisme pemenuhan keinginan dan sebagai cara untuk menguasai
kecemasan (Kaplan & Sadock, 2010).
Analisa mimpi merupakan salah satu metode yang membantu
mengungkapkan hal yang tidak disadari serta membantu dalam memahami
bagian permasalahan yang belum terselesaikan. Selama individu tidur,
pertahanan jiwa melemah sehingga memungkinkan perasaan dan pengalaman
yang direpresi ke dalam ketidaksadaran munncul hingga memasuki area
kesadaran yang muncul dalam bentuk mimpi. Menurut Freud mimpi
merupakan simbolisasi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari
(Corey, 2013).
Dalam penginterpretasiannya, kendala yang sering kali muncul yakni
lupa dengan hal yang dimimpikan. Menurut Kahija (2006) hal yang sering
kali memjadi alasan mimpi dilupakan yaitu:
1.
Kurang berminat pada mimpi yang muncul selama tidur sehingga
dianggap sebagai hal yang tidak penting dan tidak memiliki arti.
2.
Gambaran yang muncul dalam mimpi terlalu lemah, sehingga mimpi
yang diingat hanyalah mimpi yang benar-benar memiliki kesan kuat dan
tertanam dalam memori.
3.
Umumnya seseorang mampu dengan mudah mengingat peristiwa yang
terjadi berulang kali. Namum pada kenyataannya mimpi hanya terjadi
satu kali dan tidak dapat diputar ulang.
4.
Mimpi sering kali muncul dalam bentuk potongan-potongan adegan yang
tidak teratur, tidak jelas dan tidak jelas sehingga mudah terlupakan.
Untuk melakukan analisa mimpi hal yang perlu diperhatikan yaitu
berkaitan dengan sifat manusia yang unik, sehingga jenis mimpi yang dialami
pun berbeda-beda bergantung pada pengalaman yang direpres. Dalam
penginterpretasiannya pun perlu mempertimbangkan pengalama-pengalaman
masa lalunya yang mungkin berkaitan dengan mimpi yang dialami.
Metode analisa mimpi freudian dilakukan dengan langkah-langkah
berikut (Kahija, 2006):
1.
Klien menceritakan segala hal yang terjadi dalam mimpinya, sedangkan
terapis
bertugas
mendengarkan
dan
mencatat isi
mimpi
yang
disampaikan tersebut.
2.
Cerita mimpi kemudian dipecah menjadi beberapa bagian yang dianggap
penting.
3.
Bagian-bagian mimpi tersebut diinterpretasi dengan konteks yang
merupakan pengalaman masa lalu klien, sehingga dapat diketahui motif
tak sadar yang muncul melalui mimpi. Proses ini dapat dibantun dengan
asosiasi bebas terhadap kata kunci yang dianggap penting pada cerita
mimpi.
4.
Langkah terakhir yakni membantu klien menyadari motif tak sadar
tersebut, sehingga dapat memahami permasalah yang selama ini tidak
disadarinya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal Freud’s Interpretation of His
Own Dreams in “The Interpretation of Dreams”: A Continuity Hypothesis
Perspective, yang mengungkapkan interpretasi mimpi yang dialami sendiri oleh
Freud didapatkan bahwa kelima mimpi Sigmund Freud ini menunjukkan bahwa
mimpi-mimpi yang dialaminya itu memiliki hubungan yang signifikan dengan
peristiwa dan perasaan yang sedang dialaminya. Baik itu dalam profesional
hidupnya dengan semua kekhawatiran menjadi pelopor dalam bidang psikoterapi,
hubungan kepada rekan-rekan, kepada bapanya dan anaknya, dan masalah
kesehatan.
Kejadian di dalam mimpi sering kali menampilkan orang-orang dan
setting yang dikenali dan dengan demikian menjadi sulit dibedakan dengan yang
terjadi ketika tersadar. Berdasarkan penelitian Morewedge & Norton (2009) yang
melakukan enam studi berkaitan dengan pemaknaan mimpi sebagai sebuah
gambaran kejadian saat tidur yang memiliki makna tertentu dan merupakan
informasia berkaitan dengan kehidupan, didapati bahwa mayoritas subjek pada
tiga kebudayaan yang berbeda (Amerika Serikat, Korea Selatan, dan India)
menyakini bahwa mimpi kaya akan makna dan informasi. Mereka juga menyadari
bahwa mimpi semakin penting sebagai suatu informasi berkaitan dengan
kehidupannya karena sama dengan proses berpikir secara sadar.
Peristiwa atau konflik masa lalu yang belum terselesaikan terulang
kembali dalam mimpi melalui simbol-simbol yang rumit dan implisit. Hal ini
menjadikan penginterpretasian mimpi sebagai langkah untuk memahami
permasalahan
dan
mencapai
penyelesaiannya
membutuhkan
gambaran
pengalaman-pengalaman masa lalu individu. Meskipun terkesan menyakitkan
karena individu diharuskan mengingat kembali pengalaman tidak menyenangkan
yang selama ini direpres hingga masuk kedalam ketidaksadaran namun usaha
penginterpretasian mimpi ini akan menguak informasi yang membantu memahami
kondisi individu akibat kecemasan yang dialaminya.
Berkaitan dengan pengalaman traumatik, sebuah penelitian yang
dilakukan Helminen & Punamäki (2008) pada anak dan remaja di Gaza, Palestina
yang memiliki trauma akibat kondisi negara tersebut yang mengalami konflik
antar negara. Hasil menunjukkan bahwa mimpi-mimpi yang dialami anak-anak
dan remaja di wilayah tersebut bertemakan peperangan (military trauma) yang
semakin intens dan memunculkan gambaran emosional yang bersifat negatif.
Adanya gambaran emosi positif dalam mimpi yang dialami dimungkinkan dapat
menjaga kesehatan mental anak-anak tersebut.
Apabila trauma berkaitan dengan keamanan lingkungan tersebut tidak
terselesaikan maka akan mempengaruhi proses perkembangan anak ketika
dewasa. Hal ini disebabkan oleh represi peristiwa konflik di negaranya hingga
kealam bawah sadar yang suatu ketika muncul kembali melalui mimpi.
Kemunculan mimpi yang intens tersebut dikarenakan pengalaman yang sangat
melekat pada memorinya, sehingga terus berulang disertai dengan adegan mimpi
yang lain dengan gambaran emosi yang bersifat negatif. Gambaran emosi negatif
tersebut dapat menimbulkan kecemasan berkepanjangan yang mengarah pada
gangguan neurosis anak dan hendaya pada kehidupan berikutnya.
Dengan demikian, melalui interpretasi mimpi dapat dicapai pemahaman
mengenai permasalahan, ketakutan, dan keinginan yang belum terselesaikan
hinnga menimbulkan kecemasan yang dapat mengarah pada neurosis. Selanjutnya
berdasarkan pemahaman yang dimiliki dapat menjadi landasan dalam mencapai
penyelesaian konflik sesuai dengan keselarasan id, superego, dan ego yang
bekerja sebagai pengatur tingkah laku.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi interpretasi mimpi efektif bila digunakan sebagai metode terapi
untuk menyembuhkan kecemasan dan trauma yang dialami individu. Terapi
ini berlandaskan pandangan psikoanalisa, dimana mimpi merupakan jalan
istimewa untuk menjelajahi ketidaksadaran yang merupakan gudang berisi
dorongan, ketakutan dan konflik belum terselesaikan. Melalui interpretasi
dari potongan-potongan isi mimpi dan asosiasikan berdasarkan konteks
pengalaman masa lalu, sehingga dalam penginterpretasiannya tidak
sembarangan dan bersifat ilmiah.
Meskipun terapi ini memunculkan kontroversi akibat terapi ini
menguak sisi pengalaman masa lalu yang mungkin sangat menyakitkan,
namun melalui hal ini pula individu akan mencapai pemahaman kondisi yang
sedang dialaminya sehingga mampu mengambil tindakan tepat dalam
menyelesaikan konflik, kecemasan dan pengalaman trauma di masa lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Corey, Gerald. (2013). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Helminen, Elisa & Raija-Leena Punamäki. 2008. Contextualized emotional
images in children’s dreams: Psychological adjustment in
conditions of military trauma.
International Journal of
Behavioral Development. 32 (3), 89-99
Kahija, YF. La. (2006). Eksplorasi ketidaksadaran Pengantar Psikologi Dalam.
Semarang: Divisi Klinis Psikologi UNDIP.
Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Morewedge, C.K., Michael I. Norton. 2009. When Dreaming Is Believing: The
(Motivated) Interpretation of Dreams. Journal of Personality and
Social Psychology (Vol. 96). 2, 249-264.
Schredl, Michael. (2008). Freud’s Interpretation of His Own Dreams in “The
Interpretation of Dreams”: A Continuity Hypothesis Perspective.
International Journal of Dream Research (Volume 1, No. 2).
LAMPIRAN JURNAL
INTERPRETASI MIMPI FREUDIAN SEBAGAI TERAPI
KECEMASAN DAN PENGALAMAN TRAUMATIK
Disusun Sebagai Tugas Pengganti Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Psikoterapi
Kelas : 2B
Oleh :
Aprillicilia Terani Putri Sabarini
15010110120056
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku dan pemikiran manusia umumnya dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu yang terjadi dalam kehidupannya. Konflik yang terjadi
di masa lalu dan belum terselesaikan sering dianggap selesai ketika mereka
berhasil melupakan pengalaman kurang menyenangkan tersebut. Pada
kenyataannya pengalaman traumatik dan konflik tersebut tetap tersimpan
dalam elemen jiwa yang pada suatu saat dapat muncul kembali kedalam area
kesadaran yang akan memunculkan kecemasan hingga gangguan neurosis.
Tak heran bila terdapat individu yang tiba-tiba merasakan suatu kecemasan
tanpa mengetahui penyebabnya akibat tidak menyadari apa yang terjadi
dalam proses dalam jiwanya.
Kecemasan masa lalu yang dipendam tersebut dapat muncul pula
dalm bentuk mimpi. Mimpi yang umumnya diyakini sebagai bunga tidur,
nyatanya menyimpan makna tertentu yang dapat mengandung luapan
kecemasan masa lalu dan konflik yang belum terselesaikan. Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Morewedge dan Norton (2009) mengenai mimpi
menjelaskan bahwa masyarakat dari budaya timur maupun barat menyakini
adanya arti atau kebenaran yang tersembunyi dalam mimpi.
Oleh karena itu interpretasi mimpi dapat digunakan sebagai upaya
untuk memahami penyebab kecemasan yang dialami dengan mengungkapkan
makna pesan yang terkandung dalam cerita mimpi dengan bantuan
pengalamam masa lalu yang dialami. Berdasarkan hal tersebut dapat dicapai
pemahaman atas konflik dan permasalahan yang selama ini belum
terselesaikan akibat mengendap dalam jiwa dan menimbulkan kecemasan
yang berpengaruh pas kehidupan dan perkembangan selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini disusun berdasakan permasalahan, diantaranya sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi landasan interpretasi mimpi dapat dijadikan metode
untuk mengatasi kecemasan?
2. Bagaimanakah langkah-langkah dalam melakukan interpretasi mimpi
sebagai salah satu metode terapi mengatasi kecemasan?
3. Efektifkah interpretasi mimpi digunakan sebagai metode terapi?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memahami proses psikoterapi yang
dilakukan dengan metode interpretasi mimpi freudian dalam memahami dan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien dengan menekankan
pengalaman masa lalunya.
D. Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
pembaca, diantaranya:
1. Manfaat Praktis
Mengetahui langkah-langkah dalam melakukan interpretasi mimpi
sebagai salah satu metode terapi untuk menyelesaikan konflik kecemasan
yang dialami seseorang.
2. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan referensi berkaitan dengan upaya pemahaman dan
penyelesaian masalah yang dihadapi dengan metode terapi yang
menekankan pengalaman masa lalu yang muncul dalam bentuk mimpi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Psikoanalisa Freudian
Psikoanalisa merupakan satu sistem dinamis dari psikologi yang
mencari akar-akar tingkah laku manusia didalam motivasi dan konflik yang
tak disadari (Caplin, 2011). Pandangan ini berfokus pada konflik antara
dorongan yang tidak disadari yang merupakan hasil represi dorongan tak
terpenuhi masa lampau. Psikoanalisa pertama kali diperkenalkan oleh
Sigmund Freud yang merupakan metode interpretasi dan proses teraupetik
pada individu yang mengalami gangguan psikologis (Kahija, 2006).
Kepribadian individu merupakan totalitas yang dipetakan dalam
wilayah psike meliputi:
1.
Kesadaran (Conscious)
Kesadaran merupakan bagian isi jiwa yang menyadari lingkungan
sekitarnya. Freud menjelaskan bahwa alam sadar adalah segala sesuatu
yang disadari oleh manusia pada saat-saat tertentu, penginderaan
langsung, ingatan, pemikiran, fantasi dan perasaan yang dimiliki
manusia.
2.
Prasadar (Preconscious)
Dalam wilayah prasadar berisi isi-isi mental yang dapat dipanggil
kembali dan masuk ke wilayah kesadaran dengan memusatkan perhatian.
Wilayah ini berisi kenangan-kenangan yang dapat kembali diingat, yang
disebut sebagai kenangan yang sudah tersedia (available memory).
3.
Ketidaksadaran (Unconscious)
Pada wilayah ketidaksadaran mencakup segala sesuatu yang sangat sulit
dibawa ke alam sadar. Wilayah ini berisi dorongan-dorongan instingtual,
dimana isi utamanya merupakan dorongan seksual (libido) yang
menuntut pemuasan. Apabila dorongan tersebut tidak terpuaskan maka
dorongan tersebut dapat keluar dalam bentuk simbol yang muncul
melalui mimpi, salah ucap hingga gejala psikologis lainnya.
Ketiga wilayah jiwa tersebut dipengaruhi oleh aspek yang bekerja
sama, Freud menjelaskannya sebagai berikut:
1.
Id
Id merupakan sistem kepribadian orisinil (Corey, 2013). Aspek ini
bekerja pada wilayah ketidaksadaran yang berisi dorongan instingtual
dan sebagian besar bercorak seksual. Id merupakan aspek yang
membutuhkan pemenuhan segera.
2.
Ego
Ego bekerja pada tiga wilayah jiwa (kesadaran, prasadar, dan
ketidaksadaran). Ego lebih digunakan ketika melakukan tingkah laku
yang disadari dan melakukan mekanisme pertahanan ego (tidak sadar).
Ego merupakan agen perantara yang menjalankan fungsi mengatur
keseimbangan antara dorongan id dan tekanan superego dan sebaliknya.
Ego bekerja secara realistis dan logis dalam merumuskan rencana
tindakan untuk memenuhi kebutuhan yang berasal dari id.
3.
Superego
Superego merupakan aspek yang bekerja pada wilayah kesadaran,
prasadar, dan ketidaksadaran. Individu mulai memiliki superego
khususnya melalui internalisasi nilai-nilai yang diberikan orang tua dan
respon yang ditampilakan dari tekanan sosial. superego berfungsi sebagai
penyaring untuk merepresi dorongan yang berasal dari id, sehingga aspek
ini merupakan sumber moralitas yang diterima masyarakat.
Dalam superego terdapat ego ideal yang muncul dari pujian atau
penghargaan yang diberikan lingkungan. Jika diibaratkan superego
merupakan pendikte yang mengharuskan individu bertingkah laku sesuai
norma, sedangkan ego ideal lebih pada menyarankan untuk perilaku
sesuai dengan nilai yang diinternalisasi dari lingkungan (Kahija, 2006)
Apabila dorongan dari id tidak terpenuhi maka individu akan
mengalami kecemasan yang dapat menimbulkan gangguan mental (neurosis).
Dalam pandangannya Freud membagi kecemasan menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Kecemasan Realistis
Kecemasan realistis merupakan kecemasan yang timbul akibat adanya
ancaman nyat dan umumnya berguna untuk mengantisipasi hal-hal yang
mungkin terjadi di masa depan. Misalnya cemas ketika akan menghadapi
ujian skripsi, cemas ketika melihat anjing yang sedang menggonggong
keras.
2.
Kecemasan Moral
Kecemasan moral berkaitan dengan nilai-nilai yang diinternalisasi dari
lingkungan. Pelanggaran terhadap nilai tersebut akan menimbulkan
kecemasan pada pelanggarnya. Misalnya apabila menyakini berpacaran
merupakan hal yang dapat menimbulkan perilaku berzina maka individu
tersebut akan mengalami kecemasan ketika menjalin hubungan dekat
dengan lawan jenisnya.
3.
Kecemasan neurotis
Kecemasan neurotis berkaitan dengan pengalaman traumatis yang pernah
dialami di masa lampau.
Munculnya neurosis berasal dari kecemasan moral dan kecemasan
neurotis yang bersumber dari konflik antara id dan superego akibat ketakutan
berlebihan pada nilai moral dari superego dan adanya pengalaman traumatis
yang direpres dan masuk kedalam ketidaksadaran (Kahija, 2006).
Untuk mengatasi kecemasan tersebut, ego mempertahankan diri
dengan yang disebut Freud sebagai mekanisme pertahanan ego yang bekerja
secara otomatis. Mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk
menunjukkan proses tak sadar yang melindungi individu dari kecemasan
melalui pemutar balikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak
mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu
mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri
merupakan bentuk penipuan diri.
Mekanisme pertahanan ini meliputi:
1.
Intelektualisasi
Individu cenderung mencari tahu permasalahan yang dihadapi dengan
tujuan agar ia tidak terlalu terlibat dalam permasalahan tersebut.
2.
Represi
Upaya menekan permasalahan yang dihadapi kedalam ketidaksadaran
tanpa disadari
3.
Supresi
Upaya menekan permasalahan yang dihadapi kedalam ketidaksadaran
dengan kesengajaan
4.
Reaction Formation
Individu berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang
sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan
menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya.
5.
Fiksasi
Individu menggantungkan diri pada orang lain sebagai upaya
mekanisme pertahanan dari masalah yang dihadapi
6.
Regresi
Individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali
lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih
sayang dan rasa aman
7.
Menarik diri
Individu tidak mengambil keputusan masalah apapun atas permasalahan
yang dihadapinya (bersikap apatis)
8.
Denial
Individu menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang
tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan
maksud untuk melindungi dirinya sendiri.
9.
Rasionalisasi
Usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara
sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang
buruk
10.
Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus
menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja
secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode
yang tidak langsung.
B. Analisa Mimpi Freudian
Dalam karyanya “The Interpretation of Dream” Freud mengatakan
mimpi merupakan jalan menuju ketidaksadaran. Dalam mimpi terdapat
terdapat manifest content yang merupakan isi mimpi yang disampaikan dan
latent content yang merupakan makna dari isi mimpi tersebut. Menurut Freud
munculnya mimpi dari day’s residue, yang berarti peristiwa ketika siang hari
yang merangsang pikiran bawah sadar. Mimpi tersebut berfungsi sebagai
mekanisme pemenuhan keinginan dan sebagai cara untuk menguasai
kecemasan (Kaplan & Sadock, 2010).
Analisa mimpi merupakan salah satu metode yang membantu
mengungkapkan hal yang tidak disadari serta membantu dalam memahami
bagian permasalahan yang belum terselesaikan. Selama individu tidur,
pertahanan jiwa melemah sehingga memungkinkan perasaan dan pengalaman
yang direpresi ke dalam ketidaksadaran munncul hingga memasuki area
kesadaran yang muncul dalam bentuk mimpi. Menurut Freud mimpi
merupakan simbolisasi hasrat, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari
(Corey, 2013).
Dalam penginterpretasiannya, kendala yang sering kali muncul yakni
lupa dengan hal yang dimimpikan. Menurut Kahija (2006) hal yang sering
kali memjadi alasan mimpi dilupakan yaitu:
1.
Kurang berminat pada mimpi yang muncul selama tidur sehingga
dianggap sebagai hal yang tidak penting dan tidak memiliki arti.
2.
Gambaran yang muncul dalam mimpi terlalu lemah, sehingga mimpi
yang diingat hanyalah mimpi yang benar-benar memiliki kesan kuat dan
tertanam dalam memori.
3.
Umumnya seseorang mampu dengan mudah mengingat peristiwa yang
terjadi berulang kali. Namum pada kenyataannya mimpi hanya terjadi
satu kali dan tidak dapat diputar ulang.
4.
Mimpi sering kali muncul dalam bentuk potongan-potongan adegan yang
tidak teratur, tidak jelas dan tidak jelas sehingga mudah terlupakan.
Untuk melakukan analisa mimpi hal yang perlu diperhatikan yaitu
berkaitan dengan sifat manusia yang unik, sehingga jenis mimpi yang dialami
pun berbeda-beda bergantung pada pengalaman yang direpres. Dalam
penginterpretasiannya pun perlu mempertimbangkan pengalama-pengalaman
masa lalunya yang mungkin berkaitan dengan mimpi yang dialami.
Metode analisa mimpi freudian dilakukan dengan langkah-langkah
berikut (Kahija, 2006):
1.
Klien menceritakan segala hal yang terjadi dalam mimpinya, sedangkan
terapis
bertugas
mendengarkan
dan
mencatat isi
mimpi
yang
disampaikan tersebut.
2.
Cerita mimpi kemudian dipecah menjadi beberapa bagian yang dianggap
penting.
3.
Bagian-bagian mimpi tersebut diinterpretasi dengan konteks yang
merupakan pengalaman masa lalu klien, sehingga dapat diketahui motif
tak sadar yang muncul melalui mimpi. Proses ini dapat dibantun dengan
asosiasi bebas terhadap kata kunci yang dianggap penting pada cerita
mimpi.
4.
Langkah terakhir yakni membantu klien menyadari motif tak sadar
tersebut, sehingga dapat memahami permasalah yang selama ini tidak
disadarinya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal Freud’s Interpretation of His
Own Dreams in “The Interpretation of Dreams”: A Continuity Hypothesis
Perspective, yang mengungkapkan interpretasi mimpi yang dialami sendiri oleh
Freud didapatkan bahwa kelima mimpi Sigmund Freud ini menunjukkan bahwa
mimpi-mimpi yang dialaminya itu memiliki hubungan yang signifikan dengan
peristiwa dan perasaan yang sedang dialaminya. Baik itu dalam profesional
hidupnya dengan semua kekhawatiran menjadi pelopor dalam bidang psikoterapi,
hubungan kepada rekan-rekan, kepada bapanya dan anaknya, dan masalah
kesehatan.
Kejadian di dalam mimpi sering kali menampilkan orang-orang dan
setting yang dikenali dan dengan demikian menjadi sulit dibedakan dengan yang
terjadi ketika tersadar. Berdasarkan penelitian Morewedge & Norton (2009) yang
melakukan enam studi berkaitan dengan pemaknaan mimpi sebagai sebuah
gambaran kejadian saat tidur yang memiliki makna tertentu dan merupakan
informasia berkaitan dengan kehidupan, didapati bahwa mayoritas subjek pada
tiga kebudayaan yang berbeda (Amerika Serikat, Korea Selatan, dan India)
menyakini bahwa mimpi kaya akan makna dan informasi. Mereka juga menyadari
bahwa mimpi semakin penting sebagai suatu informasi berkaitan dengan
kehidupannya karena sama dengan proses berpikir secara sadar.
Peristiwa atau konflik masa lalu yang belum terselesaikan terulang
kembali dalam mimpi melalui simbol-simbol yang rumit dan implisit. Hal ini
menjadikan penginterpretasian mimpi sebagai langkah untuk memahami
permasalahan
dan
mencapai
penyelesaiannya
membutuhkan
gambaran
pengalaman-pengalaman masa lalu individu. Meskipun terkesan menyakitkan
karena individu diharuskan mengingat kembali pengalaman tidak menyenangkan
yang selama ini direpres hingga masuk kedalam ketidaksadaran namun usaha
penginterpretasian mimpi ini akan menguak informasi yang membantu memahami
kondisi individu akibat kecemasan yang dialaminya.
Berkaitan dengan pengalaman traumatik, sebuah penelitian yang
dilakukan Helminen & Punamäki (2008) pada anak dan remaja di Gaza, Palestina
yang memiliki trauma akibat kondisi negara tersebut yang mengalami konflik
antar negara. Hasil menunjukkan bahwa mimpi-mimpi yang dialami anak-anak
dan remaja di wilayah tersebut bertemakan peperangan (military trauma) yang
semakin intens dan memunculkan gambaran emosional yang bersifat negatif.
Adanya gambaran emosi positif dalam mimpi yang dialami dimungkinkan dapat
menjaga kesehatan mental anak-anak tersebut.
Apabila trauma berkaitan dengan keamanan lingkungan tersebut tidak
terselesaikan maka akan mempengaruhi proses perkembangan anak ketika
dewasa. Hal ini disebabkan oleh represi peristiwa konflik di negaranya hingga
kealam bawah sadar yang suatu ketika muncul kembali melalui mimpi.
Kemunculan mimpi yang intens tersebut dikarenakan pengalaman yang sangat
melekat pada memorinya, sehingga terus berulang disertai dengan adegan mimpi
yang lain dengan gambaran emosi yang bersifat negatif. Gambaran emosi negatif
tersebut dapat menimbulkan kecemasan berkepanjangan yang mengarah pada
gangguan neurosis anak dan hendaya pada kehidupan berikutnya.
Dengan demikian, melalui interpretasi mimpi dapat dicapai pemahaman
mengenai permasalahan, ketakutan, dan keinginan yang belum terselesaikan
hinnga menimbulkan kecemasan yang dapat mengarah pada neurosis. Selanjutnya
berdasarkan pemahaman yang dimiliki dapat menjadi landasan dalam mencapai
penyelesaian konflik sesuai dengan keselarasan id, superego, dan ego yang
bekerja sebagai pengatur tingkah laku.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi interpretasi mimpi efektif bila digunakan sebagai metode terapi
untuk menyembuhkan kecemasan dan trauma yang dialami individu. Terapi
ini berlandaskan pandangan psikoanalisa, dimana mimpi merupakan jalan
istimewa untuk menjelajahi ketidaksadaran yang merupakan gudang berisi
dorongan, ketakutan dan konflik belum terselesaikan. Melalui interpretasi
dari potongan-potongan isi mimpi dan asosiasikan berdasarkan konteks
pengalaman masa lalu, sehingga dalam penginterpretasiannya tidak
sembarangan dan bersifat ilmiah.
Meskipun terapi ini memunculkan kontroversi akibat terapi ini
menguak sisi pengalaman masa lalu yang mungkin sangat menyakitkan,
namun melalui hal ini pula individu akan mencapai pemahaman kondisi yang
sedang dialaminya sehingga mampu mengambil tindakan tepat dalam
menyelesaikan konflik, kecemasan dan pengalaman trauma di masa lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Corey, Gerald. (2013). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
Refika Aditama.
Helminen, Elisa & Raija-Leena Punamäki. 2008. Contextualized emotional
images in children’s dreams: Psychological adjustment in
conditions of military trauma.
International Journal of
Behavioral Development. 32 (3), 89-99
Kahija, YF. La. (2006). Eksplorasi ketidaksadaran Pengantar Psikologi Dalam.
Semarang: Divisi Klinis Psikologi UNDIP.
Kaplan & Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Morewedge, C.K., Michael I. Norton. 2009. When Dreaming Is Believing: The
(Motivated) Interpretation of Dreams. Journal of Personality and
Social Psychology (Vol. 96). 2, 249-264.
Schredl, Michael. (2008). Freud’s Interpretation of His Own Dreams in “The
Interpretation of Dreams”: A Continuity Hypothesis Perspective.
International Journal of Dream Research (Volume 1, No. 2).
LAMPIRAN JURNAL