Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 20171 AFIKS DERIVASI BAHASA BAJO DI DESA MAGINTI KECAMATAN MAGINTI KABUPATEN MUNA BARAT GUSLINA ABSTRAK - AFIKS DERIVASI BAHASA BAJO DI DESA MAGINTI KECAMATAN MAGINTI KABUPATEN MUNA BARAT

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

AFIKS DERIVASI BAHASA BAJO DI DESA MAGINTI KECAMATAN
MAGINTI KABUPATEN MUNA BARAT
GUSLINA
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa tiap kelompok etnis
mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam komunikasi antaretnis atau
sesama suku. Hal ini peneliti anggap sangat penting, karena untuk menjaga kelestarian
suatu bahasa daerah sebagai salah satu identitas dan suatu kebanggaan yang harus
senantiasa dipelihara agar terhindar dari kepunahan. Sehubungan dengan itu, maka
penelitian mengenai afiks derivasi bahasa Bajo penting untuk diteliti sebagai upaya dan
pengembangan bahasa Bajo dalam rangka pelestarian dan keutuhannya. Masalah yang
mendasar dalam penelitian ini adalah afiks derivasi denominal dan afiks derivasi deverbal
bahasa Bajo terutama derivasi yang dihasilkan oleh konstruksi derivasi tersebut. Tujuan
yang hendak dicapai adalah mendeskripsikan sistem afiks derivasi denominal dan
derivasi deverbal bahasa Bajo sesuai dengan situasi pemakainya. Manfaat yang
diharapkan adalah sebagai salah satu acuan bagi penelitian selanjutnya yang akan

meneliti derivasi dalam bahasa Bajo lebih mendalam lagi. Sumber data dalam penelitian
ini adalah tuturan yang memuat derivasi Bahasa Bajo di Desa Maginti Kecamatan
Maginti Kabupaten Muna Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik: observasi,
interview, kuisioner, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa sistem
derivasi Bahasa Bajo meliput: (1.1) jenis-jenis derivasi yang mencangkup derivasi
nomina dengan tiga kategori kelas kata, yakni kelas kata kerja (Verba) denominal, kata
sifat (Adjektiva) denominal, dan kata bilangan (Numeralia) denominal, derivasi verba
juga menurunkan tiga kategori kelas kata, yakni kata benda(Nomina) deverbal, kata
bilangan (Numeralia) deverbal dan kata sifat (Adjektiva) deverbal serta derivasi.(1.2)
konstruksi derivasi yang terdiri atas pola konstruksi nomina derivatif, dan pola
konstruksi verba derivatif. Afiks pembentuk nomina derivatif antara lain afiks /na-/,/ta/,/ma-/,/-ang/,/pa-ang/,/pa-/, serta /da-/. Afiks peembentuk verba derivatif antara lain: pa/,/-ang/, /pa-ang/,/da-/, serta /pa-/.
Kata Kunci : Afiks, Derivasi, Bahasa Bajo
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peranan bahasa sebagai media komunikasi sangat penting karena bahasa
digunakan dalam berbagai kehidupan manusia. Untuk mempermudah komunikasi, kita
memiliki bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa
resmi yang ditetapkan oleh pemerintah di negara kita sebagai alat komunikasi resmi.
Selain itu, bangsa Indonesia juga terdiri atas bermacam-macam suku atau kelompok etnis
di tanah air. Tiap kelompok etnis mempunyai bahasa masing-masing yang dipergunakan

dalam komunikasi antaretnis atau sesama suku. Perencanaan bahasa nasional tidak bisa
dipisahkan dari pengelolaan bahasa daerah. Itulah sebabnya, di samping pengelolaan
bahasa Nasional, Politik Bahasa Nasional pun berfungsi sebagai sumber dasar dan
pengaruh bagi pengelolaan bahasa daerah yang jumlahnya ratusan dan tersebar di seluruh
pelosok Nusantara.
Perkembangan bahasa Bajo dipengaruhi besarnya jumlah penutur bahasa Bajo.
Menyadari cukup besarnya penggunaan bahasa Bajo dalam berbagai daerah di Sulawesi
Tenggara dan juga dalam berbagai aspek kebudayaan dalam bentuk sapaan , serta
keberadaan bahasa yang bersistem, perlu kiranya diadakan suatu penelitian mengenai

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 1

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

bahasa Bajo. Objek penelitian ini mengacu pada afiks derivasi bahasa Bajo di Maginti,
Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna Barat.
Bahasa Bajo dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, sejajar dengan bahasabahasa daerah lainnya yang ada di Indonesia. Dan mempunyai fungsi serta peranan yang

cukup besar di kalangan masyarakat pendukungnya. Bahasa Bajo juga digunakan dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan lainnya, seperti upacara adat, kegiatan kebudayaan,
adat perkawinan, dan keagamaan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah afiks derivasi denominal, dan derivasi deverbal bahasa bajo?
Tujuan Masalah
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan afiks derivasi
denominal bahasa Bajo, dan derivasi deverbal bahasa bajo.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih besar. Secara umum
dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat teoretis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori kebahasaan,
khususnya dalam bahasa Bajo.
2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat lebih efektif
dan efisien, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya yang
akan meneliti derivasi dalam bahasa Bajo lebih mendalam lagi.
b. Melalui penelitian ini, akan mendokumentasikan bahasa Bajo yang dianggap
sebagai bagian dari disiplin ilmu dan mesti terus dikembangkan.

Batasan Operasional
Batasan Operasional untuk menghindari sebuah perbedaan pemahaman maka
diberikan definisi operasinal sesuai dengan topik penelitian yang dimaksud.
1. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen
yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.
2. Morfologi adalah salah satu cabang linguistik yang mempunyai tugas untuk
menelaah structural dan pembentukan kata yang ada kaitannya dengan morfem.
3. Derivasi adalah sebuah proses perpaduan morfem yang satu dan yang lainnya yang
dapat menyebabkan perubahan kelas kata atau kategori kata.
4. Afiks adalah morfem terikat yang dilekatkan kebentuk dasar (morfem bebas) yang
dapat membentuk kata baru atau makna baru.
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini akan mengaju pada seperangkat teori dan pendapat para ahli dan
memang relevan dengan tujuan yang hendak dipakai dalam penelitian ini. Adapun teoriteori tersebut dapat diuraikan berikut ini.
Pengertian Bahasa
Menurut Kridalaksana (2008:19) bahasa merupakan sistem lambang bunyi
albitrer, yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi
dan mengidentifikasi diri lebih lanjut. De Saussure (dalam Chaer dan Leonie, 2010:2)
pada awal abad ke-20 ini telah menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga
kemasyarakatan, yang sama dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, seperti

perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya.
Bahasa menurut pandangan sosiolinguistik adalah keaktifan masyarakat yang
berkembang dari hari ke hari. Bahasa berkembang dengan menerima unsur pinjaman dari
luar ataupun secara kreatif mengembangkan unsur-unsur yang telah lama dan dalam

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 2

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

dirinya, memperkaya dirinya, untuk memperoleh pengenalan yang lebih luas. Dan bahasa
adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola
secara tetap dan dapat dikaidahkan (Chaer dan Leonie, 2010:11).
Dari pendapat beberapa para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa itu
bersifat unik, meskipun juga bersifat universal. Unik, artinya memiliki ciri atau sifat khas
yang tidak dimiliki bahasa lain; dan universal berarti, memiliki ciri yang sama yang ada
pada semua bahasa.
Pengertian Morfologi

Chaer (2008:3) secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang
berarti bentuk dan kata logi berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti “ ilmu
mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata”.
Bauer (dalam Ba’dulu dan Herman, 2010:2) morfologi membahas struktur
internal bentuk kata. Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif
komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang berwujud akar kata atau afiks).
Menurut Rusmajid (dalam Ba’dulu dan Herman, 2010:3) morfologi mencangkup
kata,bagian-bagiannya, dan prosesnya.
O’Grady dan Dobrovolsky (dalam Ba’dulu dan Herman, 2010:3) morfologi
adalah komponen tata bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan
tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. O’Grady dan Dobrovolsky
membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi semua bahasa dengan
morfologi khusus yang berlaku bahasa tertentu. Teori morfologi umum berurusan dengan
pembahasan secara tepat mengenai jenis-jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan
dalam bahasa-bahasa alamiah. Di pihak lain, morfologi khusus merupakan seperangkat
kaidah yang berupa fungsi ganda. Pertama, kaidah-kaidah ini berurusan dengan
pembentukan kata baru. Kedua, kaidah-kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli
yang tidak disadari tentang struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.
Dari beberapa teori diatas para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
morfologi adalah salah satu cabang linguistik yang mempunyai tugas untuk menelaah

struktur dan pembentuk kata yang ada kaitannya dengan morfem.
Pengertian Morfem
Kridalaksana (2008:158) memberikan defenisi bahwa morfem adalah satuan
bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas
bagian bermakna yang lebih kecil. O’ Grady dan Dobrovlsky (dalam Ba’dulu, 2010: 6-7)
mengemukakan bahwa morfem adalah satuan-satuan bahasa terkecil yang bermakna dan
bersifat abitrer, yang berarti hubungan bunyi dari suatu morfem dengan maknanya sama
sekali bersifat konvesional, bukan berakar pada objek yang diwakilinya. Chaer (2008:13)
morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna.
Derivasi
Pengertian Derivasi
Menurut Verhaar (dalam Firman, 2008:5) derivasi adalah afiksasi yang
menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu.
Selain dari pengertian tadi Verhaar mengatakan juga, derivasi adalah proses morfemiks
yang mengubah kata sebagai unsur leksikal yang lain. Istilah derivasi sering disebut juga
dengan istilah morfologi derivasional. Dalam derivasional ini terjadi perubahan kelas kata
, baik dari verba menjadi nomina, menjadi adjektiva, atau dari nomina menjadi verba.
Sedangkan Kridalaksana (2008:47) mengemukakan derivasi adalah proses pengimbuhan
afiks non-inflektif pada dasar untuk membentuk kata.


Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 3

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

Menurut Nida dan Ba’dulu (dalam Firman, 2008:90) mengemukakan beberapa
ciri-ciri derivasi diantaranya adalah.
1. Cenderung merupakan formasi dalam, muncul lebih dekat ke sistem
dibandingkan afiks infleksional;
2. Cenderung lebih bervariasi, namun dengan distribusi yang terbatas;
3. Digunakan untuk menetapkan kata-kata dalam suatu kelas, dan umumnya
mengubah kelas kata;
4. Kata-kata yang dibentuk melalui derivasi termasuk kelas distribusi yang sama
dengan anggota-anggota yang tidak diturunkan. Perubahan yang diakibatkan oleh
derivasi relevan secara morfologis;
5. Paradigma derivasional cenderung tidak dibatasi dengan baik, heterogen, dan
hanya menetukan kata-kata tunggal.
Derivasi tidak hanya dapat mengubah kelas kata tapi juga mengubah makna kata

jadian yang dihasilkan walaupun tidak mengubah kelas katanya. Dalam hal ini, Hockett
(dalam Firman, 2008:91) memberikan defenisi mengenai afiks derivasional yaitu penanda
yang mempertahankan bentuk dalam suatu kelas kata tertentu. Afiks derivasional ada dua
macam, yaitu:
1. Governing derivasional affixes yaitu afiks yang dilekatkan pada kata dasar yang
mengubah kelas kata jadian.
Misalnya, kata dasar constitute, sebagai kata kerja ditambahkan dengan (-ion)
sehingga menghasilkan kata jadian constitution, sebagai sebuah kata benda.
2. Restrictive derivational affixesyaitu afiks yang tidak mengubah kelas kata, tapi
mengubah makna dari kata jadian.
Misalnya, kata dasar state, sebagai kata benda ditambahkan dengan afiks (-hood)
sehingga menghasilkan kata jadian statehood, sebagai sebuah kata benda yang
maknanya berbeda dengan kata dasarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat dan defenisi tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa afiks derivasonal mencangkup tiga jenis perubahan dalam afiksasi.(1) afiks yang
dapat mengubah kelas kata, (2) afiks yang dapat mengubah makna kata dasar, (3) afiks
yang dapat mengubah makna tambahan pada kata dasar.
Jenis-Jenis Derivasi
Perubahan kata makan menjadi makanan, sepeda menjadi bersepeda, malas
menjadi pemalas merupakan proses perubahan identitas leksikal sekaligus perubahan

kategorialnya. Sebaliknya perubahan bentuk jemur menjadi menjemur, lempar menjadi
melempar, tusuk menjadi menusuk yang bentuknya hanyalah identitas leksikalnya,
sedangkan status kategorialnya tetap.
Berdasarkan proses morfemis yang pertama, dikenal jenis-jenis derivasi (1)
denominal; (2) deverbal; (3) deadjektiva; (4) deadverbia. Proses morfemis yang kedua
dikenal dengan jenis-jenis derivasi dengan pola (1) nomina; (2) verba; (3) adjektiva
(Cook dalam Sutono, et. Al, 1990:5). Untuk lebih jelas mengenai jenis derivasi kategori
pertama, di bawah ini akan diuraikan satu demi satu.
Denominal
Derivasi denominal merupakan perubahan identitas leksikal disertai perubahan
kategori kata dari kata kelas nomina menjadi kelas kata lain yang menjadi dasar
perubahan itu. Perubahan-perubahn itu diantaranya :
a. Verba denominal, yaitu verba hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian
kategori dan identitas leksikal berbeda dengan nomina yang merupakan
perubahan itu

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 4

Jurnal Bastra


[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

b. Adjektiva denominal, yaitu adjektiva yang dihasilkan oleh bentukan derivatif
yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga
pembentuk adjektiva denominal
c. Numeralia denominal, yaitu numeralia yang dihasilkan oleh bentukan derivative
yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga
membentuk numeralia denominal
Deverbal
Derivasi deverbal merupakan perubahan identitas leksikal disertai perubahan
kategori kata dari kata kelas verba menjadi kelas kata lain yang menjadi dasar perubahan
kata itu. Perubahn-perubahan itu diantaranya:
a. Nominal deverbal, yaitu nomina hasil proses derivasi yang berdasarkan pengujian
kategori dan identitas leksikal berbeda dengan verba yang merupakan perubahan
itu
b. Adjektiva deverbal, yaitu adjektiva yang dihasilkan oleh bentukan derivatif yang
terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar verba sehingga membentuk
adjektiva deverbal
c. Numeralia deverbal, yaitu numeralia yang dihasilkan oleh bentukan derivatif
yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar verba, sehingga
membentuk numeralia deverbal.
Distribusi Afiks Derivasi
Dalam pemakaian bahasa, afiks derivasi tidak terhitung jumlahnya. Di samping
itu, rentang produktivitasnya juga beragam. Walaupun demikian, afiks derivasi memiliki
fungsi yang rendah dan terbatas kombinasinya dengan bentuk dasar atau asalnya juga,
afiks derivasi jarang sekali yang dapat bergabung dengan sesama kategori kelas kata (
Sunoto, dkk. 1990:5).
Konstruksi Derivasi
Derivasi sebagai suatu kontruksi secara potensial berisi dua atau lebih tagmen,
yaitu dasar atau asal serta afiks derivasi. Dasar atau asal menepati tagmen pusat
sedangkan imbuhan menepati tagmen yang lain. Berkenaan dengan pembagian tagmen di
atas, maka tagmen pusat bersifat wajib, sedangkan tagmen yang lain bersifat mana suka
(Sunoto, 1990:5).
Uraian di atas jika diformulasikan pola konstruksinya adalah sebagai berikut ini.
Bentuk Derivasi = afiks derivasi + asal dasar
Berdasarkan pola konstruksi di atas, pola-pola bentuk derivasi dapat dilihat dari
contoh berikut ini.
tunu’ (V) ‘bakar’
nanunu’ (N) ‘ membakar
dumalang (V) ‘jalan’
padumalang (Adj) ‘ orang yang suka berjalan’
baong (V) ‘ bicara’
pabaong (Adj) ‘ orang yang suka berbicara’
nindi (V) ‘ tindis’
panindiang (N) ‘alat penindis’
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian tentang afiks derivasi bahasa Bajo ini dilaksanakan di Desa Maginti,
Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna Barat. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan
yakni dari November 2016 sampai Desember 2016.
Jenis dan Metode Penelitian
Berdasarkan pengelompokan penelitian, tempat (lokasi) penelitian merupakan
ciri khas penelitian maka sejalan dengan itu, penelitian ini termasuk jenis penelitian

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 5

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

lapangan karena melibatkan masyarakat bahasa sebagai informan atau sumber data dalam
penelitian ini (Djadjasudarma, 1993:7).
Penelitian ini menggunakan metode Dekriftif-kualitatif. Deskriftif, yakni suatu
metode yang menggambarkan data secara alamiah, serta menghasilkan kaidah-kaidah
kebahasaan secara linguistik (Djajasudarma, 1993:9). Sedangkann dikatakan kualitatif
karena data-data yang dikumpul bukanlah angka-angka, namun berupa kata-kata atau
gambaran sesuatu. Metode ini bertujuan membuat deskripsi yang sistematis yang akurat
mengenai data yang diteliti berdasarkan fenomena dan fakta data empiris yang ada.
Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa data lisan dan data tertulis. Data tertulis yang
dimaksud adalah data yang berasal dari data cerita rakyat yang ada di tempat penelitian.
Sedangkan data lisan adalah tuturan bahasa daerah Bajo yang dipakai dan diungkapkan
dalam percakapan sehari-hari oleh masyarakat penuturnya. Dalam hal ini data yang
didapat berasal dari dan ucapan/ tuturan langsung informan sebagai masyarakat pengguna
bahasa Bajo dan dari cerita rakyat tersebut.
Sumber data lisan dan data tertulis dalam penelitian ini diperoleh dari hasil tutur
masyarakat Bajo. Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak lima orang, informan
yang dipilih berdomisili di Desa Maginti Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat
Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi penelitian dikernakan penduduknya
mayoritas menggunakan bahasa Bajo. Dari informan tersebut di harapkan dapat
memberikan data yang betul-betul asli.
Adapun penentuan informan dapat dilihat berdasarkan kreteria berikut:
1. Penutur asli bahasa Bajo yang diteliti dan berdomisili di lokasi penelitian.
2. Alat-alat artikulasi harus sempurna
3. Tidak pernah meninggalkan bahasa berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
4. Punya waktu memberikan data keabsahan (Marafad, 2010:16-17).
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini atau alat pengumpul data yang digunakan adalah peneliti
sendiri sebagai instrumen kunci. Peneliti sebagai perencana, pelaksana pengumpul data,
analisis data, dan pada akhirnya menjadi pelapor dari hasil penelitian yang dilakukan.
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat
pengumpul data sebab sifatnya yang responsif dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar, menekankan keutuhan dalam mengembangkan imajinasi dan
kreatifitasnya pada situasi yang dipelajarinya, mendasarkan diri atas perluasan
pengetahuan, berupa memproses data secepatnya, dapat memanfaatkan kesempatan untuk
mengklarifikasi dan mengikhtisar pada saat terjadi perubahan situasi, serta memiliki
kemampuan dalam memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim
dan idiosinkratis.
Selain peneliti sendiri, alat lain atau instrumen lain yang digunakan untuk
mengumpulkan data yaitu alat perekam. Alat perekam digunakan untuk mempermudah
kerja peneliti untuk memperoleh apa yang menjadi acuan penelitian, yakni afiks derivasi
bahasa Bajo. Adapun data-data yang akan direkam akan memperoleh dari penutur asli
bahasa Bajo yang berdomosili di lokasi penelitian.
Metode dan Teknik pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah
metode simak dan catat, yaitu metode yang digunakan oleh peneliti untuk mengadakan
percakapan dengan informan dan menyimak pembicaraan yang dituturkan oleh informan
(Mahsun, 2007:92-102).
Teknik pengumpulan data merupakan hal yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, teknik

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 6

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview
(wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi dengan mengamati apa yang
dilakukan masyarakat, mendengarkan apa yang diucapkan, dan berpartisipasi dalam
aktivitas mereka (Susan Stranback, 1988 dalam Sugiono, 2012:65).
Estenberg dalam Sugiono (2012:72) mendefinisikan interview sebagai pertemuan
dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Selanjutnya, Susan Stainback (1988)
dalam Sugiono (2012:72) menyatakan dengan wawancara, maka peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan
situasi dan fonomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui
observasi.
Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data sangat mendukung dalam menentukan hasil akhir suatu
penelitian. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik pemeriksaan data. Untuk memperoleh
validitas tetap, penelitian menggunakan teknik triangulasi yaitu taknik pemeriksaan data
yang memanfaatkan semua sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pendamping terhadap data itu.
Pengecekan kabsahan data dimaksudkan untuk mencari pertemuan pada satu
titik tengah informan dari data yang terkumpul guna pengecekan dan pembanding data
yang telah ada. Sehingga langkah yang dilakukan adalah dengan triangulasi yaitu:
1. Trangulasi teknik. Perpanjangan waktu di lapangan.
2. Trangulasi waktu. Narasumber yang ditemui pada pertemuan awal dapat
memberikan informasi yang berbeda pada pertemuan selanjutnya. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengecekan berulang-ulang agar ditemukan kepastian data yang
lebih kreadibel. (Sugiono, 2014).
Metode dan Teknik Analisis Data
Tahap menganalisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pendekatan struktural teknik yang sesuai agar data yang dianalisis kebenarannya dapat
teruji dan valid. Menganalisi data adalah kegiatan menguraikan, menjabarkan,
menyelidiki, memecahkan, atau menganalisis permasalahan dalam hal ini data penelitian
yang telah dikumpulkan dengan menggunakan metode dan teknik tertentu serta
berlandaskan pada teori yang sesuai.
Metode yang digunakan dalam penelitian untuk memberikan gambaran yang
lengkap mengenai afiks derivasional dalam bahasa Bajo, maka data dianalisis dengan
menggunakan metode distribusional, yaitu metode dengan menggunakan alat penentu
unsur bahasa itu sendiri (Djajasudarman, 1993:69). Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan teknik kajian menurun (top down).
Bila teknik tersebut diterapkan dalam menganalisis afiks derivasional dalam
bahasa Bajo akan tampak sebagai berikut.
Data morfemis yang mengubah identitas leksikal (derivasi)
pamono ‘pembunuh’

/ pa-/
+
/mono’/ ‘ bunuh’
Berdasarkan data morfemis di atas, maka pola kontruksinya sebagai berikut.
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atau kelas katanya
dan menurut derivasinya.

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 7

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

Menurut kategorinya mono adalah nomina dan pamono’ dalah verba. Menurut
derivasinya jika prefiks /pa-/ diletakkan dengan kata mono’ (nomina) menjadi pamono’
(verba).
Kata-kata tersebut tergolong derivasi karena dalam proses pembentukannya
mengalami perubahan kategorial atau kelas katanya.
PEMBAHASAN
1. Derivasi
Uraian mengenai jenis-jenis derivasi yang dibahas dalam bab ini meliputi: (1)
derivasi dari sebuah nomina (derivasi denominal), (2) derivasi dari sebuah verba (derivasi
deverbal), dan (3) derivasi dari sebuah adjektiva (derivasi deadjektival). Untuk hal
tersebut, prosedur yang digunakan pertama-tama pengujian kategorial dan identitas
leksikal. Selanjutnya, jika diperlukan digunakan pula pengujian berunun atau pengujian
struktur sintaksis.
2. Derivasi Denominal
Derivasi denominal dalam bahasa Bajo dapat terjadi melalui proses morfemis
sebagai berikut: (1) derivasi dengan prefiks /na-/, /ta-/, /ma-/, /pa-/, sufiks /-ang/. Dari
proses ini akan terbentuk kelas kata lain dari nomina ynag merupakan dasar perubahan
morfemis tersebut.
Dalam pembahasan ini derivasi denominal dibatasi dalam tiga kategori kelas
kata, yaitu (1) verba denominal, (2) deadjektival denominal, dan (3) numeralia
denominal.
Verba Denominal
Verba denominal dalam bahasa Bajo adalah verba hasil proses derivasi yang
berdasarkan pengujian kategori dan identitas leksikal berbeda dengan nomina yang
merupakan perubahan itu. Proses ini dibentuk melalui beberapa cara , yaitu dengan
menggunakan (1) prefiks /na-/, /ta-/, /ma-/, /pa-/, dan sufiks /-ang/, serta (3) konfiks /paang/.
Verba Denominal dengan Prefiks
a) Verba Denominal dengan Prefiks / na-/
Prefiks /ma-/ mempunyai beberapa alomorf yaitu /na’-/, /na- Gem/.
Verba Denominal dengan Prefiks /na-/
Penggunaan verba denominal dengan prefiks /na-/ dapat ditemuka dalam
konstruksi kalimat-kalimat berikut
1. Tabeakku na’tanang jagoh makoko putonu. (KD 1)
‘Mau ikut tanam jagung di kebun ommu’.
“Saya ikut menanam jagung di kebunnya ommu’
Untuk lebih jelasnya pembentukan derivasi Verba Denominal dengan prefiks /na/ pada kontruksi kalimat 1-6, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /na-/ + tanang ‘tanam’ (N)
na’tanang’ ‘menanam’ (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembentukan perubahan kelas kata
dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).
Verba Denominal dengan Prefiks /na-Gem/
Data:
1. Nassapatu kapenggako? (KD 7)
‘Mau sepatu kemana?
“Kamu mau sepatu kemana?’’.
Verba denominal dengan prefiks /na-Gem/ pada kontruksi kalimat 1-3, akan
tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /na-/ + sapatu‘ sepatu’ (N)
nassapatu’memakai sepatu’ (V)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 8

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata
dari kata nomina (N) ke kelas kata verba (V), dan prefiks /na-/ bentuknya menjadi /naGem/ bila bertemu dengan bentuk dasar yang tidak berawalan dengan fonem: /g-/, /d-/,
/b-/, /j/, serta fonem vokal.
Verba denominal dengan prefiks /ta-/
Prefiks /ma-/ memiliki beberapa alomorf yaitu: /ma’-/, /ta-Gem/.
Verba Denominal dengan prefiks /ta-Gem/
Penggunaan verba denominal dengan prefiks /ta-Gem/ dapat ditemukan dalam
kontruksi kalimat-kalimat berikut.
1. Kadampaangna nggai takkancih baduna bagiang diata’ ma iga susuna. (KD 9)
‘Dia suka tidak terkancing bajunya bagian diatas, dekat payudaranya’.
“Dia menyukai kalau bajunya tidak terkacing di bagian atas, payudaranya”.
Verba denominal dengan prefiks /ta- Gem/ pada kontruksi kalimat 1-5, akan
tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /ta/ + kancih ‘kancing’(N)
takkancih ‘terkancing’ (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata
dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V). Prefiks /ta-/ bentuknya menjadi /taGem/ bila bertemu dengan bentuk dasar yang tidak berawal dengan fonem: /g/, /d/, /, /j/,
serta serta fonem vokal.
Verba Denominal dengan Prefiks /ta-/
Penggunaan verba denominal dengan prefiks /ta’-/ dapat ditemukan dalam
konstruksi kalimat-kalimat.
1. Ta’sepeda suda ma lapangan. (KD 15)
‘Sebentar kita bersepeda di lapangan’.
“Kita bersepeda di lapangan sebentar”.
Verba denominal dengan prefiks /ta’-/ pada konstruksi kalimat 1-5, akan tampak
jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /ta/ + sepeda ’sepeda’(N)
ta’sepeda’ mari bersepeda (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata
dari kata nomina (N) ke kelas kata verba (V). Prefiks /ta-/ bentuknya menjadi /ta’-/ bila
bertemu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem: /s/, /k/,/d/,/g/, dan /t/.
Verba Denominal dengan Sufiks /-ang/
Sufiks /-ang/ dapat membentuk verba denominal bila diletakkan pada bentuk
dasar nomina, data:
1. Garagajiang kita behteh bona appo!.(KD 19)
‘Gergajiang kita tiang baru patah!’.
“Gergajilah tiang itu baruh patahkan!”.
Untuk lebih jelasnya pembentuk derivasi verba denominal dengan sufiks /-ang/
pada konstruksi kalimat 1, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. garagaji ‘gergaji’ (N) + /-ang/
garagajiang ‘gergajilah’ (V)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata
dari kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).
Verba Denominal dengan Konfiks /pa-ng/
Konfiks /pa-ang/ dalam bahasa Bajo dapat membentuk verba denominal apabila
diletakkan pada bentuk dasar nomina, data:
1. Pa’guruang nu ndinu kalaw sudane mamandi.(KD 20)
‘Ajarkangnah adikmu kalau sudah mi mandi’.
“Ajarkanlah adikmu setelah mandi”.
Verba denominal dengan konfiks /pa-ang/ pada kontruksi kalimat 1, akan tampak
jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 9

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

1. /pa/ + guru ‘guru’(N) + /-ang/
pa’guruang ‘ajarkan’ (V)
berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembentukan perubahan kelas kata
dari kelas kata nomina (N) ke kelas kata verba (V).
Adjektiva Denominal
Adjektiva denominal adalah adjektiva yang dihasilkan oleh bentukan derivatif
yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehinggamembentuk
adjektiva denominal. Sehubungan dengan itu, adjektiva denominal dalan bahasa Bajo
hanya dapat dibentuk dengan menggabungkan prefiks /ma-ang/ pada bentuk dasar
nomina, data:
1. Maminnyaang takita ruana, darua debba suda ditumpanang minnya’. (KD 21)
‘Berminyak dilihat mukanya, sama seperti habis ditumpahi minyak’.
“Wajahnya terlihat berminyak, seakan-akan dibasuhi minyak”.
Adjektiva denominal dengan prefiks /ma-/ pada konstruksi kalimat 1, akan
tampak jenis derivasinya dalam analisis distribusi afiks ini.
1. /ma/ + minnya’ ‘minyak’(N)
maminnyaang ’berminyak’(adj)
Numeralia Denominal
Numeralia denominal adalah kata bilangan yang dihasilkan oleh bentukan
derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga
membentuk numeralia denominal. Numeralia denominal bahasa Bajo hanya dapat
dibentuk dengan menggabungkan prefiks /da-/ pada bentuk dasar nomina.
Data:
1. Takaraku buane, ada’ku namilli sarba dakarung.(KD 22 )
‘Saya kira berbuahmi, saya mau beli barang sekarung’.
“Saya kira sudah berbuah, saya ingin membelinya sebanyak satu karung”.
Numeralia denominal dengan prefiks /da-/ pada kontruksi kalimat 1-5, akan
tampak jelas derivasinya dalam analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /da/ + karung ‘karung’(N)
dakarung ‘sekarung’(Num)
3.Derivasi Deverbal
Derivasi deverbal merupakan derivasi dari sebuah verba sebagai bentuk dasarnya
yang mengalami proses morfemis sebagai derivasi deverbal. Derivasi jenis ini dalam
bahasa Bajo akan dijabarkan berikut ini.
Nominal Deverbal
Nomina Deverbal dengan prefiks /pa-/
Prefiks /pa-/ memiliki beberapa alomorf yang dapat membentuk nomina deverbal
jika diletakkan dengan bentuk dasar verbal. Untuk memperjelas proses morfemis ini.
Maka akan dijelaskan satu persatu.
a. Prefiks /pa-/ bentuknya manjadi /pa’-/
Data :
1. Ditangka’ memong pa’botor ma ruma si uding dilo.(KD 27)
‘Ditangkap semua penjudi dirumahnya uding kemarin’.
“Kemarin, semua penjudi yang berada di rumah uding tertangkap”.
Untuk lebih jelas, terbentuknya derivasi nomina deverbal dengan prefiks /pa’-/
pada konstruksi kalimat 1-5 dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /pa/ + botor ‘judi’(V)
pa’botor ‘ penjudi’ (N)
Berdasarkan analisis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi derivasi
yakni perubahan kelas kata dari kelas kata verba (V) ke kelas kata nomina (N). Selain itu,
afiks /pa-/ bentuknya menjadi /pa’/ bila bertemu bentuk dasar verba yang berawalan
dengan fonem: /b/, /m/, /p/, /n/, dan /n/.
Prefiks /pa-/ bentuknya menjadi /pa-Gem/
Data:

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 10

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

1. Iye, masi intangku, para manusia ma passibono’ mate.(KD 32)
‘Iya, saya masih ingat, banyak orang yang berperang meninggal’.
“Iya, saya masih ingat, banyak orang yang berperang meninggal dunia”.
Untuk lebih jelasnya bentuknya derivasi nomina deverbal dengan prefiks /paGem/ pada kostruksi kalimat 1, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /pa/ + bono ‘perang’(V)
passibono’ ‘orang yang berperang’(N)
Prefiks /pa-/ bentuknya menjadi /pang-/
Data:
1. Alanu pangukur ma taha’ ma diata lemari! (KD 33)
‘Ambilkan pengukur yang panjang di atas lemari’!
“Ambilkan saya pengukur yang panjang di atas lemari”!
Untuk lebih jelasnya, terbentunya derivasi nomina deverbal dengan prefiks /pa-/
pada kontruksi kalimat 1, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /pa/ + ukur ‘ukur’ (V)
pangukur ‘pengukur’(N)
Berdasarkan hasil analisis tersebut. Prefiks /pa-/ bentuknya menjadi /pang-/ bila
bertemu dengan bentuk dasar yang berawalan huruf vokal. Akan tetapi, atauran atau
kaidah prefiks /pa-/ bentuknya menjadi /pang-/ tidak selamanya berlaku demikian.
Nomina Derverbal dengan Sufiks /-ang/
Data:
1. Si Andri mugeyang ndina kukuri.(KD 35)
‘Si Andri buatkan adiknya mainan’.
“Andri membuatkan adiknya mainan”.
Untuk lebih jelas, terbentuknya derivasi nomina deverbal dengan sufiks /-ang/
pada konstruksi kalimat 1, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. Mugey ‘buat’ (V) + /-ang/
mugeyang ‘buatkan’(N)
Berdasarkan analisis di atas, terlihat adanya pembuktian perubahan kelas kata
dari kelas kata verbal (V) ke kelas kata nomina (N).
Nomina Deverbal dengan Konfiks /pa-ang/
Konfiks ini memiliki beberapa alomorf yang dapat membentuk nomina deverbal.
Namun, pada bagian ini hanya akan diuraikan perubahan bentuk awal dari konfiks.
Sedangkan bentuk akhir dari konfiks ini tidak lagi dibahas karena telah diuraikan pada
bagian sebelumnya.
Konfiks /pa-ang/ bentuknya menjadi /pa-ang/
Data:
1. Namugai paningkoloang ikkaku’.(KD 36)
‘Membuat temmpat duduk kakaku’.
“Kakaq sedang membuat tempat tidur, Ayah”.
Untuk lebih jelas, terbentuk drivasi nomina derverbal dengan konfiks /pa-ang/
pada konstruksi kalimat 1-4, dapat dilihat dari analisis distribusi afiks berikut ini.
1. /pa/ + ‘ningkolo’ minum’ (V)
paningkoloang ‘tempat duduk’(N)
Berdasarkan hasil analisis distribusi tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi
perubahan kelas kata yakni perubahan kelas kata verbal (V) ke kelas kata nomina (N).
Numeralia Deverbal
Numeralia deverbal adalah numeralia yang dihasilkan oleh bentuk derivative
yang menjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar verba sehingga membentuk
Numeralia Deverbal. Numeralia deverbal dalam bahasa Bajo hanya dapat dibentuk
dengan menggabungkan /da-/ pada bentuk dasar verba.
Data:
1. Dagaine na pamabiliang ta gangah ta daingka’ aya?(KD 40)
‘Berapami mau kita jualakan sayurta satu ikat tante’?

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 11

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

“Berapa akan kamu jualakan sayurmu seikat tante”?
Distribusi bentukan derivatif dengan prefiks /da-/ tersebut dengan jelas dapat
dilihat pada analisis berikut.
1. /da/ + ingka’ ‘ikat’(V)
daingka’ ‘seikat’(Num)
Adjektiva Deverbal
Adjektiva deverbal adalah adjektiva yang dihasilkan oleh bantuan derivatif yang
terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar verba, sehingga membentuk adjektiva
deverbal. Sehubungan dengan itu, adjektiva deverbal dalam bahasa Bajo dapat dibentuk
dengan menggabungkan prefiks /pa-/, pada bentuk dasar verba. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada uraian berikut.
Adjektiva Deverbal dengan Prefisk /pa-/
Prefiks /pa-/ akan membentuk adjektiva deverbal bila diletakkan pada verba.
prefiks /pa-/ tidak mengalami perubahan bentuk dalam proses morfemis. Akan tetapi,
hasil dari proses morfemis akan membentuk kata ulang (reduplikat). Dalam realitasnya
dapat dilihat pada bentuk derivatif berikut.
1. Debbane manusia tanjanga’, kadampaangna papore-pore nggai nia tujuanna.(KD 42)
‘Sepertimi orang gila, dia suka pergi-pergi tanpa tujuan’.
“Dia sudah seperti orang gila, dia suka pergi-pergi tanpa tujuan”.
Distribusi bentukan derivartif dengan prefiks /pa-/ tersebut dengan jelas dapat
terlihat pada analisis berikut.
1. /pa/ + pore’ ‘pergi’ (V)
papore-pore ‘pergi-pergi’(adj)
4. Konstruksi Derivasi
Pola Konstruksi Nomina Derivatif
Nomina derivatif pada hakikatnya merupakan sebuah nomina yang dianalisis dari
bentuk dasar kelas kata lain dengan afiks pembentuk nomina. Dalam penelitian ini
nomina derivatif dalam Bahasa Bajo dapat diturunkan dari kelas kata verba, adjektiva,
dan numeralia dengan menggunakan afiks sebagai berikut.
Jika diformulasikan pola konstruksi nomina derivatif Bahasa Bajo ini adalah
sebagai berikut.
Dari pola konstruksi tersebut, dapat dilihat bahwa afiks /ma-/, /ta-/, /na-/, /-ang/,
/pa-ang/ hanya dapat bergabung dengan bentuk dasar verba dan khusus afiks /pa-/ dapat
pula bergabung dengan bentuk dasar adjektiva. Sedangkan afiks /da-/ hanya dapat
bergabung atau melekat pada bentuk dasar numeralia. Realisasi penggunaan keseluruhan
afiks pembentuk nomina derivasi di atas, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1: Konstruksi Nomina Derivasi dengan Afiks /na-/
Afiks
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Bentuk Kompleks
Morfem Variasi
Nomina
Tanang’ tanam’
/na-/
/na’/
/na’tanang/ menanam
Denominal
Berdasarkan konstruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan tehnik
menurun atau top down maka akan tampak seperti berikut.
a.
na’tanang
/na-/
+
/tanang/
Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pola konstruksinya
adalah sebagai berikut.
Nomina Derivatif = prefiks /na-/ + nomina
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atau kelas katanya
dan menurut derivasinya.

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 12

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

1. Menurut kategorinya
a. na- + tanang (N)
na’tanang (V)
i. Menurut derivasinya
Kata-kata diatas termasuk kelas kata nomina dan apabila frefiks /na-/ diletakkan
pada kata-kata tersebut akan menghasilkan verba. Salah satu contoh, misalnya prefiks
/na-/ dilekatkan pada kata tanang (Nomina) menjadi na’tanang (Verba). Demikian pula
kata-kata tersebut tergolong derivasi. Hal ini dikarenakan dalam proses pembentukan
mengalami perubahan kelas kata.
5.Pola Konstruksi Verba Derivatif
Verba derivatif pada hakikatnya merupakan sebuah verba yang dianalisis dari
bentuk dasar kelas kata lain dengan afiks pembentuk verba. dalam penelitian ini verba
derifatif dalam Bahasa Bajo dapat diturunkan dari kelas kata nomina ,adjektiva, dan
numeralia dengan menggunakan afiks sebagai berikut.
1. Prefiks /pa-/ yang memiliki alomorf /pa’-/, /pa-Gem/, dan /pang-/
2. Sufiks / -ang/
3. Konfiks / pa-ang/
4. Prefiks/da-/
5. Prefiks /pa-/
Jika diformulasikan pola konstruksi verba derivatif Bahasa Bajo adalah sebagai
berikut.
Dari pola konstruksi tersebut, dapat dilihat bahwa afiks /pa-/, /-ang/, dan /pa-ang/,
hanya dapat bergabung atau melekat pada bentuk dasar nomina. Sedangkan afiks /da-/
hanya dapat bergabung atau melekat pada bentuk dasar numeralia. Serta afiks /pa-/ hanya
dapat bergabung dengan bentuk dasar adjektiva. Realisasi penggunaan keseluruhan afiks
pembentuk nomina derivatif di atas, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 9 : Konstruksi Verba Derivatif dengan Afiks / pa-/
Jenis Derivasi
Bentuk Dasar
Afisk
Bentuk Kompleks
Morfem
Variasi
Verba Deverbal
/botor/ ‘ judi’ /pa-/
/pa’-/
/pa’botor/ ‘ penjudi
Berdasrkan konstruksi sebelumnya, jika dianalisis dengan menggunakan teknik
menurun atau top down maka akan tampak seperti berikut.
a.
pa’botor
/pa-/
+
/botor/
Berdasarkan analisis dengan teknik top down tersebut, maka pola konstruksinya
adalah sebagai berikut.
Verba derivatif = prefiks /pa-/ + verba
Dari kajian tersebut, dapat diklasifikasikan menurut kategorial atai kelas katanya
dan menurut derivasinya.
1. Menurut kategorialnya
a. pa- + botor (V)
pa’botor (N)
judi
penjudi
2. Menurut derivasinya
Kata-kata di atas termasuk kelas kata verba dan apabila prefiks /pa-/ dilekatkan
pada kata-kata tersebut akan menghasilkan nomina. Salah satu contoh, misalnya prefiks
/pa-/ dilekatkan pada kata botor (Verba) menjadi pa’botor (Nomina). demikian pula katakata selanjutnya. Sehingga kata-kata tersebut tergolong derivasi. hal ini dikarenakan
dalam proses pembentukannya mengalami perubahan kelas kata atau kategorialnya.
6. Relevansi Hasil Penelitian Terhadapa Pembelajaran di Sekolah

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 13

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

Pada hakikatnya pembelajaran bahasa daerah merupakan pembelajaran yang
dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yakni perubahan tingkah laku. Standar
kompotensi mata pelajaran bahasa Indonesia dan sastra berorientasi pada pembelajaran
bahasa, yakni pembelajaran bahasa dan belajar sastra. Belajara berbahasa daerah
diarahkan pada bagaimana siswa berkomunikasi dan mengetahui seluk-beluk gramatika
bahasanya, sedangkan belajar sastra diarahkan pada siswa agar mereka mampu
menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan serta berkreasi atau berkarya sesuai
dengan potensi yang ada. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia dan sastra
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan
maupun tulisan.
Untuk membuat siswa mampu berkomunikasi dengan baik dan benar, maka siswa
diharapkan mampu mengetahui dan memahami struktur gramatika bahasa daerah yang
dipelajaraninya. Penguasaan struktur gramatika, khususnya kalimat derivasi suatu bahasa
sangat menunjang keberhasilan siswa dalam berkomunikasi yang benar.
Berdasarkan kondisi yang ada di lapangan melukiskan bahwa proses
pembelajaran bahasa daerah masih berlangsung secara tradisional. Oleh karena itu, salah
satu upaya pelestarian bahasa daerah adalah menyedikan buku-buku bahasa daerah yang
berkualitas untuk dibaca dan digunakan oleh siswa atau pihak yang berkepentingan.
Penelitian ini mengkaji tentang Afiks Derivasi Bahasa Bajo di Desa Maginti
Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat. Relevansi dengan pembelajaran di sekolah
adalah sebagai berikut.
1. Pengajar dapat mengetahui afiks derivasi bahasa Bajo, sehingga mereka memiliki
potensi untuk menyampaikannya.
2. Peserta didik memperoleh informasi tentang afiks derivasi bahasa Bajo, sehingga
mereka dapat menggunakannya sesuai dengan posisinya masing-masing.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan ajar di sekolah terutama yang menggunakan
Bahasa Bajo sebagai muatan lokalnya.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dalam Bahasa Bajo, proses penghubungan terjadi melalui proses derivasi,
derivasi yang dimaksud adalah perubahan identitas leksikal sebuah kata akibat proses
morfemis, atau dengan kata lain perubahan itu akibat afiksasi.
Dalam Bahasa Bajo ditemukan beberapa jenis derivasi yaitu:
a. Derivasi denominal yang menurunkan tiga kelas kata yaitu verba denominal,
deadjektiva denominal, numeralia denominal. Verba denominal adalah proses
derivasi berdasarkan pengujian kategorial dan identitas leksikal berbeda dengan
nomina yang merupakn perubahan itu. Deadjektiva denominal adalah adjektiva
yang dihasilkan oleh bentuk derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada
bentuk dasar nomina sehingga membentuk adjektiva denominal. Sedangkan
numeralia denominal adalah kata bilangan yang di hasilkan oleh bentukan
derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar nomina sehingga
membentuk kata bilangan denominal. Verba denominal diturunkan oleh afiks
/na-/, /ta-/, /ma-/, /da-/, /-ang/, /pa-ang/. Contohnya: tanang (N) menjadi
na’tanang (Verba), kancih (N) menjadi takkancih (V), garagaji (N) menjadi
garagajiang (V), guru (N) menjadi pa’guruang (V). Sedangkan adjektiva
denominal diturunkan hanya melalui afiks /ma-/. Contohnya minnya’(N) menjadi
maminnyaang (adj). Serta numeralia denominal hanya diturunkan melalui afiks
/da-/. Contohnya karung (N) menjadi dakarung (Num).

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 14

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

b. Derivasi deverbal yang menurunkan tiga kelas kata yaitu: nomina deverbal,
numeralia deverbal, dan adjektival deverbal. Nomina deverbal adalah hasil kata
proses derivasi yang berdasarkan pengujian kategorial dan identitas leksikal
berbeda dengan verba yang merupakan perubahan itu. Numeralia deverbal adalah
kata bilangan yang dihasilkan oleh bentukan derivatif yang terjadi akibat proses
morfemis pada bentuk dasar verba sehingga membentuk numeralia deverbal.
Sedangkan adjektiva deverbal adalah adjektiva yang dihasilkan oleh bentukan
derivatif yang terjadi akibat proses morfemis pada bentuk dasar sehingga
membentuk Deadjektiva Deverbal. Nomina deverbal diturunkan oleh afiks /pa-/,
/-ang/, /pa-ang/. Contohnya: botor (V) menjadi pa’botor (N), mugey (V) menjadi
mugeyang (N), ningkolo (V) menjadi paningkoloang (N). Numeralia deverbal
diturunkan oleh afiks /da-/, contoh ingka’ (V) menjadi daingka’ (Num).
Adjektiva deverbal diturunka oleh afiks /pa/, contohnya: pore’ (V) menjadi
papore-pore (adj).
Secara umum konstruksi derivatif Bahasa Bajo adalah sebagai berikut.
Bentuk derivasi = afiks derivasi + bentuk dasar
Pola konstruksi tersebut pada dasarnya merupakan gambaran umum pola-pola
konstruksi.
a. Pola konstruksi nomina derivatif yang dibangun dari bentuk dasar nominadengan
afiks bembentuk /na-/, /ta-/, /ma-/, /-ang/, /pa-ang/, /pa-/, /da-/.
b. Pola konstruksi verba derivatif yang dibangun dari bentuk dasar verba dengan afiks
pembentuk /pa-/, /-ang/, /pa-ang/, /da-/, /pa-/.
Saran
Penelitian tentang derivasi dalam Bahasa Bajo pada tulisan ini sekiranya
belumlah lengkap. Hal ini dikarenakan apa yang dipaparkan dalam penelitian ini, tentu
belum mencangkup seluruh fakta yang dugunakan oleh masyarakat pendukung bahasa
ini. Oleh karena itu penulis harapkan penelitian lanjutan agar kiranya dapat lebih
menyempurnakan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan et al. 2003.Tata bahasa baku Bahasa Indonesia.(Edisi ketiga).Jakarta: Balai
Pustaka.
Ba’dulu, Abdul Muis. 2010. Morfosintaksis. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.2010. Sosiolinguistik (Perkenalan Awal). Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indinesia (Pendekatan Proses). Jakarta : Rineka
Cipta.
Djajasudarman, T Fatimah. 1993. Metode Linguistik (Ancangan Metode Penelitian Dan
Kajian). Bandung : Eresco.
Firman.A.D. 2008. Bunga Rampai (Hasil Penelitian Bahasa): Derivasi dalam Bahasa
Inggris dan Bahasa Bugis. Kendari : Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Krisdalaksana, Harimusrti.2008. Kamus linguistik. Jakarta: Gramedia.
Sidu La Ode. 2012. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari : Unhalu Press.
Sugiyono. 2014. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunoto, dkk. 1990. Sistem Derivasi dan Infleksi Bahasa Jawa Dialeg Tanger. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugiono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Mahsun. 2007. Metode penelitian bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 15

Jurnal Bastra

[Afiks Derivasi Bahasa Bajo Di Desa Maginti Kecamatan Maginti
Kabupaten Muna Barat]

Marafad, La Ode Sidu. 2010. Buku Ajar Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah.
Kendari: Unhalu.
Marafad, La Ode Sidu dan Nirmala Sari. 2011. Mutiara Bahasa (Seluk-beluk Bahasa dan
Uraiannya). Yogyakarta : Pustaka Puitika
Yamaguchi, J.W.M. 2012. Aspek-aspek Bahasa Daerah di Sulawesi Bagian Selatan.
Jepang: Hukoto Publishing Inc., Kyoto.

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 16