ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI 45

MATERI KULIAH
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
(Kalangan Mahasiswa Ubhara Jaya)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
A. LATAR BELAKANG
Dalam setiap kedudukan kehidupan perekonomian yang sangat dbutuhkan oleh setiap
Negara, baik Negara-negara maju dan Negara-negara berkembang menginginkan kelancaran
jalannya proses perekonomian. Sehingga membutuhkan ketaatan-ketaatan dalam setiap
proses ekonomi. Dengan adanya aspek hukum dalam ekonomi yang mengatur setiap jalannya
ekonomi, akan memperlancar dan mengatur perekonomian dengan aturan-aturan yang telah
ditentukan dan dibuat secara kesepakatan.
Banyak orang yang menyalahgunakan aturan hukum ekonomi. Yang seharusnya
dijalankan sesuai dengan aturan yang ditentukan, tetapi karena ingin kemudahan atau
kelancaran yang lebih cepat sehingga ia mengubah aturan tersebut. Disinilah sebenarnya
bagaimana aturan dalam ekonomi itu harus di laksanakan.
B. TUJUAN
Untuk menambah pengetahuan tentang aspek hukum dalam ekonomi dan mengulas

kembali pelajaran mata kuliah aspek hukum dalam ekonomi. Diharapkan juga agar dapat
bermanfaat bagi kita semua.
I.ASPEK HUKUM
1. Pentingnya Hukum Bagi Pelaku Ekonomi /Bisnis
Dewasa ini aktivitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah
ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Hukum Ekonomi/Bisnis
merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan
ekonomi dan pembangunan.
Dalam melakukan Ekonomi/bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari
hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar ekonomi/bisnis bisa
berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan
akibat adanya kegiatan tersebut, contoh hukum ekonomi/bisnis adalah UndangUndang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 tahun 1999). Dalam undang-undang
perlindungan konsumen dalam pasal disebut diatur tentang kewajiban Pengusaha
mencantumkan lebel halal dan kadaluarsa pada setiap produk yang ia keluarkan.
Dengan kewajiban tersebut konsumen terlindungi kesehatannya karena ada jaminan
perlindungan jika produk sudah daluarsa. Begitu juga dengan konsumen umat Islam
adanya lebel halal akan terjamin dari mengkonsumsi produk haram. Contoh-contoh
hukum yang mengatur dibidang Ekonomi/bisnis, Hukum Perusahaan (PT, CV,

Firma), Kepailitan, Pasar Modal, Penanaman Modal PMA/PMDN, Likuidasi,

Merger, Akuisisi, Perkreditan, Pembiayaan, Jaminan Hutang, Surat Berharga,

Hukum Ketenagakerjaan/Perburuhan, Hak Kekayaan Intelektual, Hukum Perjanjian
(jual beli/transaksi dagang), Hukum Perbankan, Hukum Pengangkutan, Hukum
Investasi, Hukum Teknologi, Perlindungan Konsumen, Hukum Anti Monopoli,
Keagenan, Distribusi, Asuransi, Perpajakan, Penyelesaian Sengketa Ekonomi/bisnis,
Perdagangan Internasional/WTO, Kewajiban Pembukuan, dll.
Dengan demikian jelas aturan-aturan hukum tesebut diatas sangat dibutuhkan
dalam dunia bisnis. Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena :
1. Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan/perjanjian bisnis itu
membutuhkan sesuatu yang lebih dari pada sekadar janji serta itikad baik
saja.
2. Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat
digunakan seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya,
tidak memenuhi janjinya. Disinilah peran hukum bisnis tersebut.
Untuk itu pemahaman Hukum Ekonomi/Bisnis dewasa ini dirasakan semakin
penting, baik oleh pelaku bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi hukum
maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia
usaha. Hal ini tidak terlepas dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas bisnis dalam
berbagai sektor serta mengglobalnya sistem perekonomian.

Menurut Ismail Saleh dalam bukunya “HUKUM DAN EKONOMI” 1996, :
”Memang benar ekonomi merupakan tulang punggung kesejehateraan masyarakat dan
memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang
kemajuan suatu bangsa namun tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan
pranata yang pada akhirnya menentukan bagaimana kesejehateraan yang dicapai
tersebut dapat dinikmati secara merata, bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan
dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat membawa kebahagiaan rakyat banyak”.
Berdasarkan hal diatas, sangatlah terlihat bahwa hukum sangat penting dalam
dunia ekonomi/bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut. Kemajuan suatu
ekonomi/bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada
kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Negara harus
menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi pengusaha kuat menindas pengusaha
lemah, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada
keseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Disinilah peran hukum
membatasi hal tersebut. Maka dibuat perangkat hukum yang mengatur dibidang bisnis
tersebut (hukum Ekonomi/bisnis).
Dengan telah dibuatnya Aspek Hukum Ekonomi/bisnis tersebut (peraturan
perundang-undangan) imbasnya adalah hukum ekonomi/bisnis tersebut harus
diketahui/dipelajari oleh pelaku bisnis sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan


koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas
(monopoli dan persaingan usaha tidak sehat).
Bagaimanapun juga adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta
kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama ekonomi/bisnis
yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang
dijalankan. Keanekaragaman kerjasama ekonomi/bisnis ini tentu saja melahirkan
masalah serta tantangan baru karena hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi
setiap perkembangan yang muncul.
B. Hukum, Bisnis dan Hukum Ekonomi/Bisnis
1. Hukum
Untuk itu pula ada baiknya memberikan Definisi Hukum sebagai acuan kita
untuk mempelajari mata kuliah Hukum Ekonomi /Bisnis.
Definisi hukum dari dulu para ahli belum ada satu kesatuan. Masing-masing
mereka mendefinisikan yang berbeda-beda pula namun maknanya sama. Mugkin
itulah ciri khas ilmu sosial bahwa sebuah definisi tidak harus baku. Lain hal dengan
ilmu eksak/pasti sebuah definisi harus ajeg dan tidak boleh berubah-rubah. Namun,
tatkala kita kan mempelajari hukum positif yaitu hukum yang berlaku di suatu negara
seperti negara Indonesia, maka tentu perlu sebuah batasan definisi sebagai
acuan/pegangan sehingga kita akan mudah dalam mempelajari sebuah hukum

tersebut.
Mengapa masyarakat masih butuh hukum ? Padahal dalam kehidupan seharihari sudah ada semacam peraturan-peraturan yang hidup yang mengatur pergaulan
mereka sehari-hari. Peraturan hidup yang dimaksud adalah norma/kaidah, seperti
norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan. Dimana norma-norma tersebut
sudah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Mengapa norma hukum
masih diperlukan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa perlunya norma hukum karena ketiga
norma tersebut tidak mampu memberikan secara langsung rasa keadilan dan
kebenaran bagi masyarakat. Norma agama hanya berlaku bagi agamanya masingmasing, tidak berlaku secara menyeluruh bagi agama yang lain. Norma kesopanan
dan kesusilaan juga hanya berlaku pada golongan tertentu. Sebab bisa saja golongan
satu menganggap ini tidak sopan/tidak susila sementara golongan yang lain itu adalah
sopan/susila.
Untuk itu perlu sebuah norma yang mengatur kepentingan yang sama dan
menyeluruh dalam penegakannya tanpa kecuali. Dalam hukum dikenal dengan istilah
berlaku secara unifikasi (berlaku bagi seluruh golongan). Norma semacam ini
dapat berlaku secara menyeluruh dikarenakan dalam pembuatan norma itu jelas, baik
itu tata cara pembuatannya, bentuknya maupun siapa yang membuat. Tata cara
pembuatannya tentu harus mengacu pada kepentingan-kepentingan masyarakat yang

harus dilindungi. Bentuknya tentu harus tertulis yang dikenal dengan istilah azas

legalitas. Sedangkan siapa yang membuatnya tentu lembaga yang berwenang sebagai
lembaga perwakilan yang berkepentingan (rakyat).
Hukum ? Apa itu hukum ? Banyak sekali para ahli memberikan definisi
hukum. Tidak ada kesamaan definitif atas definisi tersebut. Hal ini kata Prof. Dr.
Satjipto Rahardjo, SH, hukum ranahnya sangat luas. Namun walaupun para ahli tidak
mempunyai kesamaan dalam memberikan definisi. Hakikat dan maksud dari definisi
para ahli tersebut sama. Para fakar hukum sepakat bahwa dengan kompleksitas dan
multiperspektif, hukum tidak dapat didefinisikan secara komprehensif dan
representatif. Sebagaimana ditegaskan oleh Van Apeldoorn, tidaklah mungkin suatu
definisi untuk ”hukum”. Pernyataan tersebut bukanlah suatu pandangan yang
pesimistis, tetapi didasarkan pada kenyataan betapa kompleks dan multipersepektif
untuk mendefinisikan hukum. Dalam bukunya berjudul Inleiding tot de studie van
Het Netherlandse Recht, 1955, Apeldoorn menyebutkan bahwa hukum yang banyak
seginya dan meliputi segala macam yang menyebabkan tak mungkin orang membuat
suatu definisi apa sebenarnya hukum itu)
Beberapa Definisi Hukum :
1. Van Apeldoorn, hukum itu banyak seginya dan demikian luasnya sehingga tidak
mungkin menyatakanya dalam (satu) rumusan yang memuaskan.
I Kisch, oleh karena hukum itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera maka
sukarlah untuk membuat definisi tentang hukum yang memuaskan.

2. Lemaire, hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu
menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apapun hukum itu
sebenarnya.
3. E. Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu
harus ditaati oleh masyarakat itu.
4. SM. Amin, SH, Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari
norma dan sanksi-sanksi.
5. J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto, Hukum adalah peraturanperaturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan yaitu hukuman tertentu.
6. M.H. Tirtaatmidjaja, SH, Hukum adalah semua aturan (norma yang harus
diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman mesti mengganti kerugian —- jika melanggar aturan-aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan
kemerdekaannya, di denda dsb.
7. Van Vollenhoven (Het adatrecht van Nederlandsche Indie), Hukum adalah suatu
gejala dalam pergaulan hidup yang bergejolak terus menerus dalam keadaan
bentur membentur tanpa henti-hentinya dengan gejala lainnya.


8. Wirjono Prodjodikoro, hukum adalah rangkaian peraturan2 mengenai tingkah
laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat.
9. Soerojo Wignjodipoero, hukum adalah himpunan peraturan2 hidup yang bersifat
memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau perizinan untuk bebruat tidak
bebruat sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan
masyarakat.
Walaupun kita mengkompilasi sejumlah pendapat sarjana dalam definisi apa
hukum itu, namun tetap tidak akan mampu memperoleh suatu definisi yang memuaskan
semua pihak. Namun demikian paling tidak dari sejumlah pendapat sarjana diambil
pemahaman yang saling melengkapi satu sama lain. Kita tidak bebicara masalah puas
atau tidak, tetapi memberikan pemahaman tentang pengertian hukum. Untuk itu dari
sekian definisi tersebut, penulis akan memberikan definisi berdasarkan kesimpulan dari
definisi-definisi para ahli tersebut. Tujuannya adalah agar mahasiswa bisa memahami
secara mendasar tentang hukum dalam rangka mempelajari mata kuliah hukum bisnis
selanjutnya.
“Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur pergaulan hidup
masyarakat, yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, bersifat memaksa, berisi perintah
dan larangan yang apabila dilanggar akan mendapat sanksi yang tegas”.
Berdasarkan Definisi di atas dapat diuraikan :

1. Himpunan Peraturan-peraturan yang mengatur pergaulan hidup
masyarakat maksudnya adalah bahwa hukum itu dibuat secara tertulis yang
terdiri dari kaedah yang yang mengatur kepentingan-kepentingan masyarakat
maupun
negara.
Dibuat oleh lembaga yang berwenang adalah hukum tersebut dibuat oleh
lembaga yang benar-benar diberi amanat untuk membuatnya oleh rakyat asal
tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat sehingga masyarakata
aman, tentram, tertib dan damai.
2. Bersifat Memaksa karena hukum itu dalam penegakannya dapat dipaksakan
walaupun masyarakat menolaknya.
3. Berisi Perintah dan larangan maksudnya adalah bahwa hukum tersebut
adanya sesuatu yang harus dilaksanakan dan sesuatu harus ditinggalkan.
4. Adanya Sanksi yang tegas maksudnya adalah hukum tersebut apabila
dilanggar maka mendapat sanksi yang langsung dapat diberikan walaupun
melalui proses persidangan terlebih dahulu.
Perlu diketahui definisi diatas bersifat positivisme, maksudnya definisi dalam arti
Hukum Positif yaitu hukum yang berlaku dan dibentuk oleh negara atau atas dasar
kesepakatan yang diakui juga sebagai undang-undang.


2. Pengertian Hukum
Pengertian hukum dapat dibedakan menjadi pengertian hukum menurut para ahli
dan pengertian hukum secara umum. Pengertian hukum menurut para ahli yang dimaksud
disini adalah pengertian hukum yang diberikan oleh ahli hukum. Terdapat beberapa
pengertian hukum menurut para ahli yang berbeda-beda satu sama lain. Hal ini terjadi
karena hingga saat ini belum ada kesepahaman antara para ahli mengenai definisi hukum
yang dapat disepakati. Berikut ini adalah beberapa pengertian hukum menurut para ahli
hukum Indonesia maupun ahli hukum Luar Negeri.


Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum di Indonesia

Berikut ini adalah beberapa pengertian hukum menurut para ahli hukum yang berasal
dari dalam negeri, antara lain:
1. M.H. Tirtaatmidjaja, SH
Hukum adalah semua aturan norma yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau
harta
2. Prof. Achmad Ali

Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem, yang
menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia
sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, yang bersumber dari
masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas
tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga
masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalam kehidupannya dan jika kaidah
tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk
menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal
3. Prof. Soedikno Mertokusumo
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu
kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi


Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum Luar Negeri

Berikut ini adalah pengertian hukum menurut para ahli hukum yang berasal dari luar
negeri, antara lain:
1. Plato
Merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat
masyarakat
2. Aristoteles
Sesuatu yang sangat berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspresikan
bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para

hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap
pelanggar
3. Van Vanenhoven
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan
berbenturan tanpa henti dari dan dengan gejala-gejala lain
4. Karl Marx
Suatu pencerminan dari hubungan umum ekonomis dalam masyarakat pada suatu
tahap perkembangan tertentu
Setelah diuraikan pengertian hukum menurut para ahli dari luar negeri dan pengertian
hukum menurut para ahli dari dalam negeri, selanjutnya mari kita lihat pengertian hukum
secara umum.


Pengertian Hukum Secara Umum

Selain pengertian hukum menurut para ahli yang disebutkan diatas, terdapat juga
pengertian hukum secara umum sebagai berikut:
Himpunan peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, dibuat oleh
lembaga yang berwenang dan bersifat memaksa serta berisi perintah dan larangan yang
apabila dilanggar akan mendapat sanksi.

C. Tujuan Hukum dan Sumber Hukum


Tujuan Hukum
Secara singkat tujuan hukum terbagi atas 3 bagian, yaitu :
*keadilan
*kepastian
*kemanfaatan

Jadi, pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas
dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga serta mencegah agar tiap orang tidak
menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim
berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.


Sumber Hukum

Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala apa saja yang
menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekutan yang bersifat memaksa,yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:
1. Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut,
misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya.

2. Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:
a) Undang-Undang (Statute)
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b) Kebiasaan (Costum)
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang
dalam hal sama.
c) Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Keputusan Hakim ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian
keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten)
untuk mengambil keputusan.
d) Traktat (Treaty)
Traktat yaitu perjanjian mengikat antara kedua belah pihak yang terkait
tentang suatu hal.
e) Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Doktrin yaitu pendapat sarjana hukum yang ternama juga mempunyai
kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.

D. Kaidah atau Norma Hukum
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat untuk mengukur
apakah tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima
atau tindakan yang menyimpang.Norma dibangun atas nilai sosial dan norma sosial
diciptakan untuk mempertahankan nilai sosial.
Jenis-Jenis Norma Sosial:
1. Norma Sosial Dilihat Dari Sanksinya:
1. Tata Cara .merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan
sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya. Misal : aturan memegang garpu
dan sendok saat makan dan penyimpangannya : bersendawa saat makan.
2. Kebiasaan merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakan dan
dilakukan berulang-ulang yang mempunyai kekuatan mengikat yang lebih
besar dari tata cara, misal : membuang sampah pada tempatnya dan
penyimpangannya : membuang sembarangan dan mendapat teguran bahkan
digunjingkan masyarakat.
3. Tata Kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran
agama dan ideolagi yang dianut masyarakat. Tata kelakuan di satu pihak
memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan
sehingga secara langsung ia merupakan alat pengendalian sosial agar anggota
masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakan itu.

4. Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun kuat mengikat sehingga
anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras
yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan, dikeluarkan dari
masyarakat, atau harus memenuhi persyaratan tertentu.
5. Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis.
Sanksinya tegas dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada
anggota masyarakat yang beirsi ketentuan, perintah, kewajiban dan larangan
agar tercipta ketertiban dan keadilan.
2. Norma Sosial Dilihat dari Sumbernya:
a) Norma Agama, yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran
agama(wahyu dan revelasi)
b) Norma Kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial
masyarakat
c) Norma Kesusilaan, ketentuan yang bersumber pada hati nurani,moral,atau
filsafat hidup
d) Norma Hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang
suatu negara
Fungsi Norma Sosial:
a) Sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat
b) Merupakan wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat
c) Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat

1.4 Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan
antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas. Sehingga, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa
ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi
sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum Ekonomi di bedakan menjadi 2,yaitu :
1. Hukum Ekonomi Pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan
ekonomi Indonesia secara Nasional.
2. Hukum Ekonomi Sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum
mengenai cara-cara pembangian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil
dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.

Asas-asas Hukum Ekonomi Indonesia :
a. Asas manfaat
b. Asas keadilan dan pemerataan yang berperikemanusiaan.
c. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan.
d. Asas kemandirian yang berwawasan kebangsaan.
e. Asas usaha bersama atau kekeluargaan
f. Asas demokrasi ekonomi.
g. Asas membangun tanpa merusak lingkungan.
Dasar Hukum Ekonomi Indonesia :
a. UUD 1945
b. Tap MPR
c. Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Keputusan Presiden
f. Sk Menteri
g. Peraturan Daerah
Ruang lingkup hukum ekonomi jika didasarkan pada klasifikasi Internasional
pembagiannya sbb:
1. Hukum ekonomi pertanian atau agraria,
2. Hukum ekonomi pertambangan.
3. Hukum ekonomi industri, industri pengolahan
4. Hukum ekonomi bangunan.
5. Hukum ekonomi perdagangan, termasuk juga norma-norma mengenai perhotelan
dan pariwisata.
6. Hukum ekonomi prasarana termasuk gas, listrik air, jalan.
7. Hukum ekonomi jasa-jasa, profesi dokter, advokad, pembantu rumah tangga,
tenaga kerja.
8. Hukum ekonomi angkutan
9. Hukum ekonomi pemerintahan termasuk juga pertahanan dan keamanan (hankam)
Sumber Hukum Ekonomi :
1. Meliputi : perundang-undangan; perjanjian; traktat;jurisprudensi; kebiasaan
dan pendapat sarjana (doktrin)
2. Tingkat kepentingan dan penggunaan sumber-sumber hukum. Hal ini sangat
tergantung pada kekhususan masing-masing masalah hukum atau sistem
hukum yang dianut di suatu negara.
Fungsi Hukum Ekonomi dalam Pembangunan :
a. Sebagai sarana pemeliharaan ketertiban dan keamanan
b. Sebagai sarana pembangunan
c. Sebagai sarana penegak keadilan
d. Sebagai sarana pendidikan masyarakat

Tugas Hukum Ekonomi :
a. Membentuk dan menyediakan sarana dan prasarana hukum bagi
b. Peningkatan pembangunan ekonomi
c. Perlindungan kepentingan ekonomi warga
d. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
e. Menyusun & menerapkan sanksi bagi pelanggar
f. Membantu terwujudnya tata ekonomi internasional baru melalui sarana & pranata
hukum.

2. SUYEK DAN OBYEK HUKUM
2.1 Subyek Hukum (Manusia dan Badan Usaha)
1. Subyek Hukum
Subyek hukum adalah orang pembawa hak dan kewajiban atau setiap
mahkluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak, dan
kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subyek hukum terdiri dari 2 yaitu :
a. Manusia
Manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu
menjalankan hak nya dan di jamin oleh hukum. Pada prinsipnya orang sebagai subyek
hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut
Pasal 2 KUHP, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap
telah lahir dan menjadi subyek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti
dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia,
maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk
subyek hukum.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subyek hukum, karena
tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah
2. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan,
pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah
dicabut oleh SEMA No.3/1963
b. Badan Hukum
Badan hukum adalah orang yang diciptakan oleh hukum. Jadi badan hukum
sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan persetujuan – persetujuan,
memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggotanya. Misalnya
suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
a)
b)
c)
d)

Didirikan dengan akta notaris
Di dafrarkan di kantor Panitera pengadilan negeri setempat
Diumumkan dalam berita negara RI
Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada Menteri Kehakiman dan HAM
khusus untuk Badan Hukum Dana Pensiun oleh Menteri Keuangan

2.Badan hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu :
a) Badan Hukum Privat
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan
banyak orang di dalam badan hukum itu.

Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang
didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan,
ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah
misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
b) Badan Hukum Publik
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang
didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau
orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang
dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang
dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus
yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah
Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

2.3 Obyek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan
dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi,
yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan”
dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut
inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak
dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi
tersebut menjadi objek hukum. Sebaliknya benda-benda non ekonomi tidak termasuk
objek hukum karena untuk memperoleh benda-benda non ekonomi tidak diperlukan
pengorbanan mengingat benda-benda tersebut dapat diperoleh secara bebas.
Akibatnya, dalam hal ini tidak ada yang perlu diatur oleh hukum. Karena
itulah akan benda-benda non ekonomi tidak termasuk objek hukum. Misalkan sinar
matahari, air hujan, hembusan angin, aliran air di daerah pegunungan yang terus
mengalir melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.
Bagian-Bagian Objek hukum dapat dibedakan menjadi :
a) Benda Bergerak
Dibedakan menjadi 2, benda bergerak karena sifatnya, dan benda bergerak
karena ketentuan undang-undang.
Benda Bergerak karena sifatnya :
Benda yang dapat dipindahkan : meja, kursi, lemari, dll.
Benda yang dapat bergerak sendiri : ternak
Benda Bergerak karena Ketentuan Undang – Undang : saham, obligasi, cek,
tagihan – tagihan, dll.
b) Benda tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda tetapi dahulu
dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk
menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum
lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Benda tidak bergerak karena sifatnya
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa
dikenal dengan benda tetap.
contohnya : pohon dan tanah
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya
Segala apa yang meskipun tidak secara sungguh – sungguh digabungkan
dengan tanah atau bangunan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu
untuk waktu yang agak lama
contohnya : mesin pabrik
3. Benda tidak bergerak karena Ketentuan Undang-Undang
Segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tak bergerak.

2.4 Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Utang (Jaminan
Umum dan Jaminan Khusus)
a. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH
Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan
bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak
maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang
dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur
menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang
kepadanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan
yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada
alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila
telah memenuhi persyaratan antara lain :
- Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
- Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
b. Jaminan khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada
jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
1. Gadai
Dalam pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang
diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh
debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang. Selain itu
memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari
barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya terkecuali biayabiaya untuk melelang barang dan biaya yang telah di keluarkan untuk
memelihara benda itu dan biaya-biaya itu didahulukan.

Sifat-sifat Gadai yakni :
i. Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud.
ii. Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian
pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu
lalai membayar hutangnya kembali.
iii. Obyek gadai adalah semua benda bergerak dan pada dasarnya bisa
digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak
yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan
berbagai hutang yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa
(aan toonder) atas tunjuk (aan order) dan atas nama (op naam) serta
hak paten.
iv. Hak Pemegang Gadai yakni si pemegang gadai mempunyai hak
selama gadai berlangsung :
a) Pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang di gadaikan
atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop. Hasil penjualan
diambil sebagian untuk pelunasan hutang debitur dan sisanya di
kembalikan kepada debitur penjualan barang tersebut harus di
lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat
dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
b) Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi berupa
biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda
gadai .
c) Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan benda gadai
(hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah
hutang dan bunga).
d) Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak untuk di dahulukan)
dari kreditur-kreditur yang lain.
e) Hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim jika
debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual
menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang
dan biaya serta bunga.
2. Hipotik
Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas
benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi
pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Sifat-sifat hipotik yakni :
- Bersifat Accesoir yakni seperti halnya dengan gadai.

-

Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit desuite) yaitu hak hipotik
senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda
tersebut berada dalam Pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata .

-

Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de
preference) berdasarkan Pasal 1133-1134 ayat 2 KUH Perdata.

- Obyeknya benda-benda tetap.
Obyek hipotik yakni :
Sebelum dikeluarkan Undang-Undang No.4 Tahun1996, Hipotik berlaku
untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak di keluarkan undang-undang
No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya undangundang HT maka obyek hipotik hanya meliputi hal berikut :
Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas berdasarkan pasal 509 KUH perdata,
pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang
pelayaran sementara itu kapal berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya
adalah benda bergerak karena bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan
berdasarkan pasal 510 KUH perdata kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang,
gilingan-gilingan dan tempat pemandian yang di pasang di perahu atau berdiri
terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.
Namun Undang-Undang No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran menyatakan
kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan bangunan air tetap dan terapung,
sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur bahwa kapal laut yang bermuatan
minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di dalam suatu register kapal-kapal menurut
ketentuan-ketentuan yang akan di tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.
Kapal terbang dan helikopter berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 1992
tentang penerbangan dalam hukum perdata status hukum pesawat udara adalah benda
tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat terbang dan helikopter dioperasikan
harus mempunyai tanda pendaftaran yang berlaku di Indonesia.

3. HUKUM PERDATA
3.1 Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan
antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa
(civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum
privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.
KUHPerdata
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang
berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia
adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah
dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai
UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.you
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi
ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan
Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April
1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD
1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
disebut juga Kitab Undang-Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia.

3.2 Sejarah Singkat Hukum Perdata
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di
Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa,
terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya
Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi
pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu
hukum di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah
memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian
hukum yang menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk kepastian hukum dan
keseragaman hukum. Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum

Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais”
yang juga dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi
anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman
Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab
undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka
Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het
Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code
Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan
Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap
berlaku di Belanda (Nederland). Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah
beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda
mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya
5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan
WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi
dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais danCode de
Commerce. Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland
ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk
Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek vanKoophandle).

3.3 Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di
dalam masyarakat. Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua Hukum Privat
materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana.
Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan
kepentingan dari masing-masing yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya
terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan suatu pihak secara timbal balik
dalam hubungannya terhadap orang lain dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang
sekarang dikenal denagn HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang
artinya hukum yang memuat segala aperaturan yang mengatur bagaimana caranya
melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.


Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia

Kondisi Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat
majemuk yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor
yaitu:

1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat Bangsa Indonesia,
karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang
membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu:
- Golongan Eropa dan yang dipersamakan
- Golongan Bumi Putera (pribumi / bangsa Indonesia asli) dan yang
dipersamakan.
- Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masingmasing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang
diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu:
1. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan
Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum
Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
2. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan
berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di
kalangan rakyat, dimana sebagian besar Hukum Adat tersebut belum tertulis,
tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat
3. Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum
masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur
Asing (Cina, India, Arab) diperbolehkan untuk menundukan diri kepada
Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam
tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di
Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya
pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya
sebagai berikut
Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakan dalam kitab Undang-undang yaitu
di Kodifikasi). Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang
berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).
Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa,
Arab, dan lainnya) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka
menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan
berlaku bagi mereka. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka
belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama denagn bangsa Eropa,
diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa.
Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai
perbuatan tertentu saja.

Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesai ditulis di dalam Undang-undang.
Maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka,
yaitu Hukum Adat. Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat
untuk bangsa Indonesia seperti:
a. Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no7.4).
b. Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 70
berhubungan dengan No 717).
Dan ada pula Peraturan-Peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga
negara, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
Ordonansi tentang Pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98)

3.4 Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata Kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat pertama
yaitu, dari pemberlaku Undang-undang berisi:
 Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri
seseorang dan hukum kekeluargaan.
 Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalamnya diatur hukum kebendaan
dan hukum waris.
 Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan
kewajiban timbal balik antar orang-orang atau pihak-pihak tetentu.
 Buku IV : Berisi tentang pembuktian dak daluarsa. Di dalamnya diatur
tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya
daluarsa.
Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum/Doktrin dibagi dalam 4 bagian
yaitu:
a. Hukum Tentang diri seseorang (Pribadi).
Yaitu mengatur tentang manusia sebagai subyek dan hukum, mengatur
tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk
bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentan hal-hal
yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
b. Hukum Kekeluargaan.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan
kekeluargaan yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak,
perwalian dan curatele.

c. Hukum Kekayaan.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan
uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap
tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan Hak yang
hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tetetu saja dan karenanya
dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan
kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang
dapat terlihat.
Hak seorang pelukis atas karya lukisannya
Hak seorang pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak
mutlak saja.
d. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meningal.
Disamping itu hukumwarisan mengatur akibat-akibat dari hubungan
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

Hukum Perjanjian
I. Standar Kontrak
1.Menurut Mariam Darus, Standar Kontrak terbagi dua yaitu :
1. Kontrak Standar Umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih
dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak Standar Khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan
pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak
oleh pemerintah.
2.Menurut Remi Syahdeini, Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi
dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak
dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan
Suatu kontrak harus berisi:
a) Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
b) Subjek dan jangka waktu kontrak
c) Lingkup kontrak
d) Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
e) Kewajiban dan tanggung jawab
f) Pembatalan kontrak

II. Macam-macam Perjanjian
Jenis-jenis Perjanjian :
i. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
ii. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
iii. Perjanjian bernama dan tidak bernama
iv. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
v. Perjanjian konsesual dan perjanjian real
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut :
a) Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima
suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak
memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri.
b) Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik

Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat
kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian timbal balik ialah suatu
perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c) Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata
sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu
bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu
perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d) Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah
mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V
sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak
bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian
campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit
dikualifikasikan.

III. Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian
harus memenuhi empat syarat yaitu :
a) Sepakat untuk mengikatkan diri
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian
itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu
yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya
tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang
untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada
asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah
cakap menurut hukum.
c) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan
untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal
1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai
sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
d) Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk
mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal
ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila
atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab
yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi
hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut
syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat

objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum
yang dilakukan.

IV. Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1. Kesempatan penarikan kembali penawaran
2. Penentuan resiko
3. Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4. Menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya
asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat
terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan. Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau
persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai
pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihakpihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan
pihak yang