SISTEM HIDROLOGI KARST DAN PEREKONOMIAN

SISTEM HIDROLOGI KARST DAN PEREKONOMIAN
Studi Kasus Wilayah Karst Gunung Sewu di Kabupaten Gunungkidul
NOOR ULFATI FATIMAH2
Geografi Lingkungan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
Email: 1noor.ulfati.fatimah@mail.ugm.ac.id ; 2fatiulfati@gmail.com

1,2Departemen

INTISARI
Kabupaten Gunungkidul merupakan bagian administratif dari Daerah Istimewa
Yogyakarta yang memiliki keunikan dalam potensi sumberdaya yang dimiliki, salah
satunya adalah sumberdaya air. Wilayah ini dipengaruhi oleh beberapa proses
geomorfologi seperti struktural, marine, dan solusional. Namun, proses yang dominan
terjadi di daerah ini adalah solusional karena sekitar 60% luas daerahnya adalah
Kawasan Karst yang merupakan bagian dari Kawasan Karst Gunung Sewu. Oleh karena
itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul menetapkan bahwa kawasan ini
berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi terhadap wilayah di sekitanya.
Studi ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana korelasi antara kondisi
sistem hidrologi karst terhadap perekonomian masyarakat. Hasil studi menunjukkan
bahwa kondisi sistem hidrologi karst memengaruhi kondisi perekonomian masyarakat
yang terkait dengan kebutuhan air. Berkaitan dengan hal tersebut, pengelolaan sistem

hidrologi karst secara terintegrasi antara masyarakat, pemerintah, dan investor sangat
diperlukan.
Kata Kunci : Karst, Sistem Hidrologi, Masyarakat

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Gunungkidul adalah bagian administratif Daerah Istimewa Yogyakarta yang
secara geografis terbentang antara 110o 21’ - 110o 50’ Bujur Timur dan 7o 46’ - 8o 09’ Lintang
Selatan. Daerah Kabupaten Gunungkidul berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Sleman di sebelah barat, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo di
sebelah utara, Kabupaten Wonogiri di sebelah timur, serta Samudera Hindia di sebelah
selatan. Luas wilayahnya secara total sekitar 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari luas
wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini dibagi atas 18 kecamatan dan
144 desa yang mana menurut rencana pola ruang wilayahnya ditetapkan dalam 2 kawasan
utama yaitu kawasan lindung dan kawasan budi daya (BKPK, 2017).
Karst adalah bentang alam yang memiliki karakteristik relief dan drainase khas yang
berkembang di suatu kawasan berbatuan karbonat atau batuan lain yang mudah larut dan
mengalami proses karstifikasi atau pelarutan sampai tingkat tertentu (Ford and Wiliams,
1992). Salah satu aturan hukum di Kabupaten Gunungkidul yang memuat peraturan
mengenai kawasan karst adalah Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030. Kawasan karst dalam
peraturan tersebut didefinisikan sebagai kawasan batuan karbonat (batugamping dan

[1]

dolomit) yang memperlihatkan morfologi karst. Sementara kawasan karst menurut Veni dan
DuChene (2001) dalam Cahyadi, Marfai, Nucifera dan Rahmadana (2017) adalah
bentuklahan yang terbentuk karena dominasi proses geomorfologi berupa pelarutan batuan.
Kawasan Karst di Kabupaten Gunungkidul terletak di bagian selatan dan timur yang
menempati wilayah seluas 807,04 km2 atau sekitar 60% dari total wilayahnya mencakup 11
kecamatan yang ada meliputi Kecamatan Ponjong, Kecamatan Semanu, Kecamatan
Girisubo, Kecamatan Rongkop, Kecamatan Tepus, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan
Saptosari, Kecamatan Paliyan, Kecamatan Panggang, Kecamatan Purwosari, dan
Kecamatan Wonosari. 11 kecamatan tersebut berfungsi sebagai perlindungan hidologi dan
ekologi terhadap kawasan di bawahnya.
Besarnya wilayah yang termasuk Kawasan Karst di Gunungkidul membuat kajian
mengenai sistem hidrologi dan pengaruhnya terhadap kegiatan perekonomian sangatlah
diperlukan mengingat sistem hidrologi karst yang berbeda dengan sistem hidrologi pada
umumnya. Hal tersebut juga bersinggungan langsung dalam upaya pengelolaan lingkungan
hidup sebagaimana menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berciri khas meliputi kebijakan, penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendallian
lingkungan hidup (Purnaweni, 2014). Oleh karena itu, pengelolaan sistem hidrologi karst
dapat menggunakan sistem pengelolaan yang dilakukan menggunakan empat indikator yaitu
planning, organizing, actuating, dan controlling (Asdak, 2004 dalam Purnaweni, 2014).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem hidrologi di Kawasan
Karst Gunung Sewu yang ada di Kabupaten Gunungkidul berpengaruh terhadap kegiatan
perekonomian masyarakat setempat di sektor pariwisata dan kaitannya dengan kebutuhan
sumberdaya air.
Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah (1) Sebagai sumber dan bahan masukan
bagi penulis lain untuk menggali potensi sistem hidrologi karst, (2) Sebagai bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi sistem hidrologi karst
terutama kaitannya dengan kebutuhan air untuk perekonomian masyarakat di sektor
pariwisata
ISI
Sistem hidrologi karst bersifat tidak seragam (heterogen) dan anisotropik (Ford dan
William, 1989). Sistem aliran tersebut berkembang karena adanya proses pelarutan yang
mengakibatkan berkembangnya sistem aliran bawah permukaan. Kecepatan pelarutan

batuan karbonat bergantung pada besar kecilnya konsentrasi gas karbondioksida (CO2)
yang terdapat pada sistem akuifer karst baik sistem terbuka maupun tertutup. Sistem

[2]

hidrologi karst di Gunungkidul didominasi oleh 3 sistem aliran utama bawah tanah
sebagaimana menurut White (1988) yaitu sistem aliran rembesan (diffuse), sistem aliran
rekahan (fissure), dan sistem aliran lorong (conduit). Namun, menurut Domenico dan
Schwartz (1990) komponen sistem aliran di kawasan karst hanya dibedakan menjadi 2 yaitu
diffuse dan conduit yang mana kecepatan alirannya bergantung pada besarnya masukan.
Cahyadi, Ayuningtyas, dan Prabawa (2013) juga menjelaskan bahwa masukan aliran yang
besar melalui saluran yang ada akan membuat muka air di sungai bawah tanah akan
mengalir lebih cepat.
Sistem pemenuhan kebutuhan air di Kawasan Karst Gunungsewu di Gunungkidul dan
sekitarnya menurut Suyono (2006) dalam Cahyadi, Ayuningtyas, dan Prabawa (2013) dapat
dibagi menjadi 4 sistem airtanah yang meliputi (1) Sistem Airtanah Bribin, (2) Sistem
Airtanah Seropan, (3) Sistem Airtanah Ngobaran, dan (4) Sistem Airtanah Baron. Ke-empat
sistem airtanah tersebut dapat memenuhi kebutuhan air di Kecamatan Rongkop, Kecamatan
Girisubo, Kecamatan Tepus, Kecamatan Semanu, Kecamatan Ponjong, Kecamatan
Wonosari, Kecamatan Karangmojo, Kecamtan Semin, Kecamatan Saptosari, Kecamatan

Paliyan, Kecamatan Panggang, Kecamatan Purwosari, dan Kecamatan Tanjungsari.
Sistem hidrologi karst tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan
air domestik penduduk seperti makan, minum, mandi, dan mencuci. Labih besar dari itu,
sistem hidrologi karst di Gunungkidul dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengembangkan
sektor pariwisata guna meningkatkan perekonomiannya. Menurut data jumlah wisatawan
dan data jumlah fasilitas wisata di Gunungkidul menurut data Kabupaten Gunungkidul dalam
Angka Tahun 2011 dan 2017 sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Pengunjung Pariwisata di Kabupaten Gunungkidul menurut Kecamatan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

12
13
14

Kecamatan

2010

Panggang
Purwosari
Paliyan
Saptosari
Tepus
Tanjungsari
Rongkop
Girisubo
Semanu
Ponjong
Karangmojo
Wonosari

Playen
Patuk

17.804
50.987
450.727
28.980
-

[3]

2016
3.455
117.277
792.497
1.371.358
203.139
18.697
174.097
138.158

170.500

15 Gedangsari
16 Nglipar
17 Ngawen
359
3.719
18 Semin
Total
548.857 2.992.897
Sumber: Kabupaten Gunungkidul dalam Angka 2011 dan 2016
Peningkatan jumlah pengunjung pariwisata di Kabupaten Gunungkidul dari tahun 2010
ke tahun 2016 relatif pesat. Hal tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah obyek wisata
baru yang dibuka antara tahun 2010 hingga 2016 terutama obyek wisata di daerah yang
termasuk kawasan Karst seperti Kecamatan Semanu, Kecamatan Girisubo, Kecamatan
Tepus, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Saptosari, Kecamatan Purwosari, dan
Kecamatan Wonosari. Adanya peningkatan jumlah pengunjung tentunya tidak hanya
berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah tetapi juga akan
berimplikasi terhadap kuantitas kebutuhan air sebagai salah satu penunjang dalam kegiatan
pariwisata. Hal tersebut menunjukkan bahwa diperlukan suatu upaya pengelolaan

sumberdaya air di wilayah-wilayah tersebut melalui pengelolaan sistem hidrologi karst yang
baik. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah fasilitas penunjang sektor pariwisata
seperti jumlah penginapan/hotel. Data tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 1. Jumlah Penginapan/Hotel di Kabupaten Gunungkidul menurut Kecamatan Tahun
2010, 2011, 2015, dan 2016
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15
16

Kecamatan

2015

Panggang
Purwosari
Paliyan
Saptosari
Tepus
Tanjungsari
Rongkop
Girisubo
Semanu
Ponjong
Karangmojo
Wonosari
Playen

Patuk
Gedangsari
Nglipar

2016
25
6
9
11
1
1
-

[4]

35
30
40
15
1
1
-

17 Ngawen
18 Semin
Total
53
Sumber: Kabupaten Gunungkidul dalam Angka 2011 dan 2016

122

Tabel 1. Jumlah Rumah Makan/Restaurant di Kabupaten Gunungkidul menurut Kecamatan
Tahun 2010, 2011, 2015, dan 2016
No

Kecamatan

2015

1
Panggang
2
Purwosari
3
Paliyan
4
Saptosari
5
Tepus
8
6
Tanjungsari
10
7
Rongkop
8
Girisubo
9
Semanu
10 Ponjong
11 Karangmojo
12 Wonosari
7
13 Playen
3
14 Patuk
2
15 Gedangsari
16 Nglipar
17 Ngawen
18 Semin
Total
30
Sumber: Kabupaten Gunungkidul dalam Angka 2011 dan 2016.

2016
2
7
2
24
31
5
9
12
19
33
26
8
168

Perlu diketahui bahwa sektor pariwisata di kawasan karst yang ada di Gunungkidul
kebanyakan bersinggungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sistem
hidrologi yang ada. Beberapa lokasi wisata seperti Gua Pindul, Kalisuci, Air Terjun Sri
Gethuk, dan obyek wisata pantai di kawasan karst telah memberikan sumbangan
pendapatan asli daerah yang sangat besar bahkan hingga mencapai 6,1 miliar (Sudarmadji,
2014). Pariwisata minat khusus tersebut berkembang karena mempunyai keunikan dalam
morfologi dan sistem hidrologinya, Bagaimanapun juga, pengelolaan sistem hidrologi karst
yang baik akan berpengaruh secara signifikan terhadap perekonomian masyarakat
khususnya di Gunungkidul.

[5]

Kawasan Karst di Gunungkidul memiliki potensi secara demografis yaitu jumlah
penduduk usia produktif yang tinggi dan wilayahnya merupakan daerah agraris dengan
penduduk yang mayoritas bergerak di sektor pertanian. Sebelum adanya perkembangan
sektor pariwisata minat khusus di Gunungkidul, arus migrasi keluar sangatlah tinggi
sehingga pendapatan asli daerah dan pendapatan masyarakat berasal dari remittan
tersebut. Namun, setelah adanya pengelolaan pariwisata minat khusus yang terkait dengan
sistem hidrologi yang ada terjadi pergeseran sumber pendapatan asli daerah dan
masyarakat.
PENUTUP/KESIMPULAN
Pengembangan potensi pariwisata kawasan karst Gunung Sewu di Gunungkidul dapat
memicu pengembangan sektor perekonomian lain seperti penginapan/hotel dan rumah
makan/restaurant. Hal tersebut tentunya akan memengaruhi kebutuhan sumberdaya air di
Gunungkidul sehingga diperlukan upaya pengelolaan sistem hidrologi yang baik agar
kebutuhan tersebut dapat dipenuhi baik untuk kebutuhan pada masa sekarang dan
kebutuhan sumberdaya air di masa yang akan datang.
Keterbatasan dari hasil penelitian ini adalah keterbatasan sumberdata yang digunakan.
Oleh karena itu, diperlukan kajian lanjut yang lebih mendalam mengenai keterkaitan antara
kondisi sistem hidrologi karst dan penngaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat sehingga dapat dijadikan rujukan oleh pemerintah untuk membuat rencana
pengembangan daerah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing praktikum
geohidrologi, asisten praktikum geohidrologi, teman-teman praktikan geohidrologi, dan
seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan penelitian ini hingga dapat diselesaikan
dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
BPKP.
2017.
Profil
Kabupaten
Gunungkidul.
Diambil
dari
http://www.bpkp.go.id/diy/konten/835/Profil-Kabupaten-Gunungkidul (Diakses pada 09
Mei 2018 pukul 21.35)
BPS. 2011. Kabupaten Gunungkidul dalam Angka 2011. Yogyakarta: BPS
BPS. 2017. Kabupaten Gunungkidul dalam Angka 2017. Yogyakarta: BPS
Cahyadi, A., Ayuningtyas, E. A., dan Prabawa, B. A. 2013. Urgensi Pengelolaan Sanitasi
dalam Upaya Konservaso Sumberdaya Air di Kawasan Karst Gunungsewu Kabupaten
Gunungkidul. Indonesia Journal of Conservation, Volume 2, Nomor 1 - Juni 2013.
Halaman 23-32

[6]

Cahyadi, A., Marfai, M. A., Nucifera, F., dan Rahmadana, A. D. W. 2017. Perencanaan
Penggunaan Lahan di Kawasan Karst Berbasis Analisis Kemampuan Lahan dan
Pemetaan Kawasan Lindung Sumberdayaair. INA-Rxiv. September 18.
doi:10.17605/OSF.IO/6B49A.
Domenico, PA & Schwartz, FW. 1990. Physical and Chemical Hydrogeology. New Jersey:
John Wiley & Sons
Ford, D., and Williams, P. 1992. Karst Geomorphology and Hydrology. London: Chapman
and Hall
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2010 – 2030
Purnaweni, Hartuti. 2014. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Kendeng Utara
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Lingkungan, Volume 12, Nomor 1, Tahun 2011.
53-65
Sudarmadji., Marfai, M.A., Cahyadi, A., Tiviaton, T.A. 2015. Inisiasi Emergency Response
System di Lokasi Minat Khusus Kalisuci, Gunungkidul. Jurnal Geografi dan
Pendidikannya. Volume 13, Nomor 1, Tahun 2015. Halaman 14-25
White, W. B. 1988. Geomorphology and Hydrology of Karst Terrain. New York: Oxford
University Press

[7]