SELIP LIDAH DALAM PRODUKSI UJARAN DALAM

SELIP LIDAH TERHADAP PRODUKSI UJARAN
DALAM PIDATO GOENAWAN MOHAMAD
DI KOPDARNAS PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA
Muhamad Nasrulah Fajri Rahman
[email protected]
Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Pidato merupakan hal terpenting dalam dunia politik. Dalam berpidato, seseorang akan
menggunakan kemampuan berbahasanya. Untuk menggunakan kemampuan berbahasa,
seseorang akan memproduksi ujaran. Dalam produksi ujaran, ada salah satu gangguan yaitu
selip lidah. Selip lidah dapat terjadi karena faktor mental dan emosional. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan selip lidah yang terdapat dalam pidato Goenawan
Mohamad di kopdarnas Partai Solidaritas Indonesia. Penelitian ini menelusuri kekeliruan
pada produksi ujaran, seperti kekeliruan seleksi semantik, kekeliruan seleksi sintaksis, dan
kekeliruan fonetik.
Kata kunci: Selip Lidah, Produksi Ujaran, Goenawan Mohamad, Pidato
PENDAHULUAN
Kemampuan berbicara seseorang akan terlihat dalam pidato. Pidato mempunyai
peranan penting dalam dunia politik. Salah satu tujuan utama pidato adalah untuk
meyakinkan massa. Untuk mencapai tujuan tersebut, seseorang harus mempunyai

kemampuan berbicara yang baik. Contohnya Soekarno dan Fidel Castro, mereka mempunyai
kemampuan pidato yang hebat sehingga bisa membuat massa yakin. Dampaknya, Soekarno
dan Fidel Castro mendapatkan basis massa sebagai prasyarat revolusi.
Saat pidato berlangsung dapat dicermati produksi ujaran yang dihasilkan pembicara.
Istilah produksi ujaran merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengungkapkan
rancangan yang tersusun dalam pikiran melalui alat vokal. Menurut Chaer (2003:45), proses
produksi atau proses rancangan berbahasa disebut enkode. Proses tersebut dibagi kedalam
tiga proses, yaitu enkode semantik, enkode gramatikal, dan enkode fonologi (Chaer, 2003:45).
Enkode semantik adalah proses penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Enkode gramatikal
adalah penyusunan konsep atau ide itu dalam bentuk satuan gramatikal. Terakhir, enkode

fonologi adalah penyusunan unsur bunyi dari kode itu. Proses pertama dan kedua terjadi di
dalam otak pembicara, sedangkan proses terakhir terjadi di dalam mulut pembicara. Hal ini
juga diungkapkan oleh Meyer (dalam Arifuddin, 2010:176) bahwa terdapat empat tingkat
dalam produksi ujaran, yaitu tingkat pesan, tingkat fungsional, tingkat posisional, dan tingkat
fonologi.
Salah satu tahap produksi ujaran adalah pemrosesan posisional. Pemrosesan
posisional berhubungan dengan memori, penyimpanan kata, dan retrieval kata. Penfield dan
Roberts (dalam Dardjowidjodjo, 2005:274) mengklasifikasikan memori menjadi memori
pengalaman, memori konseptual, dan memori kata. Memori pengalam adalah memori yang

berkaitan dengan peristiwa-peristiwa di masa lalu. Memori konseptual adalah memori yang
dipakai untuk membangun suatu konsep berdasarkan fakta-fakta yang ada. Dan memori kata
adalah memori yang mengaitkan konsep dengan wujud bunyi dari konsep tersebut.
Dardjowidjodjo (2005:166-168) mengungkapkan adanya pendapat yang menyatakan
setiap kata disimpan sebagai kata yang terpisah (word-based-theory) dan adapun pendapat
yang menyatakan setiap kata disimpan berdasarkan morfemnya (morpheme-based-theory).
Dalam hal ini, pendapat kedua lebih diterima karena alasan berikut: (1) penyimpanan
berdasarkan morfem lebih hemat karena otak tidak harus menyimpan ribuan kata
sebagaimana model penyimpanan word-based-theory; (2) waktu untuk me-retrieve kata
multimorfemik lebih lama daripada kata monomorfemik; (3) orang mengalami selip lidah
berupa pertukaran letak memperlihatkan bahwa hanya letak katanya saja yang bertukar
sementara morfem terikatnya tetap berada di posisi semula. Maka dari itu, morfem terikat
tersimpan di tempat tersendiri.
Kata-kata yang tersimpan di dalam otak disebut leksikon mental. Menurut Kempen
(dalam Mara’at, 2014:41), leksikon mental memuat semua pengetahuan yang dimiliki
penutur yang berhubungan dengan kata-kata dalam khazanah perbendaharaan kata atau
dengan kata lain memuat arti kata-kata, ciri-ciri morfologis, ciri-ciri sintaksis, cara
pengucapan dan mengeja.
Ada tiga kriteria penyimpanan kata dalam leksikon mental (Dardjowidjodjo, 2005:
169-172). Pertama, kriteria medan semantik, yaitu kata-kata yang memiliki kesamaan fitur

semantik disimpan dalam medan makna yang sama, seperti baso, ketoprak, nasi goreng
sebagai kategori makanan. Kedua, kriteria kategori sintaksis, yaitu kata-kata yang memiliki
kategori yang sama disimpan dalam tempat yang sama, seperti baik, pintar, malas sebagai
kategori adjektifa. Ketiga, kriteria kemiripan bunyi, yaitu kata-kata yang jumlah suku katanya

sama seperti topi dan kopi, juga keseluruhan katanya hampir mirip disimpan di tempat yang
sama.
Namun dalam pelaksanaan pidato tidak selamanya berjalan lancar. Dalam pidato
seringakali ditemukan selip lidah saat memproduksi suatu ujaran, misalnya dalam pidato
Goenawan Mohamad saat kopdarnas Partai Solidaritas Indonesia. Selip lidah dalam
psikolinguistik merupakan proses mental yang terjadi pada saat berujar.
Selip lidah merupakan proses yang cukup rumit dan memiliki jenis tertentu dalam
kekeliruannya. Hal ini dikarenakan manusia memiliki suatu sistem penggunaan bahasa dan
psikologi bahasa. Khusunya, setiap ujaran dalam pidato akan dipengaruhi oleh faktor
psikologis penutur, seperti pengaruh emosional adanya rasa semangat, khawatir, gugup,
terburu-buru, ataupun marah. Selain itu, selip lidah secara tidak langsung dapat
mencerminkan adanya hambatan kognitif dalam perencanaan ujaran.
Menurut Dardjowidjodjo (2005:147), istilah selip lidah atau kilir lidah adalah suatu
fenomena dalam produksi ujaran dimana pembicara ‘terkilir’ lidahnya sehingga kata-kata
yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan. Kesalahan tersebut mendemonstrasikan

sejumlah aspek performansi fonologi yang menarik.
Secara garis besar, unit-unit yang dapat terkilir adalah fitur distingtif, segmen fonetik,
suku kata, kata, dan konstituen yang lebih besar dari kata (Dardjowidjodjo, 2005:151-153).
Hal ini berhubungan dengan fonem, suku kata, ataupun kata saat terjadinya selip lidah dalam
ujaran. Berikut pemaparan mengenai unit-unit tersebut.
a. Kekeliruan fitur distingtif
Teori Transformasi Generatif menganggap bahwa segmen fonetik masih bisa
dipecahkan ke dalam beberapa unit yang lebih kecil yang disebut fitur distingtif
(Simanjuntak, 2009:84). Selip lidah yang terjadi pada fitur distingtif dikarenakan yang
terkilir bukannya suatu fonem, tetapi hanya fitur distingtif dari fonem itu saja.
Contoh: Clear blue sky  glear plue sky
Kekeliruan dari Clear ke glear sebenarnya bukan penggantian fonem /c/ menjadi /g/,
tetapi penggantian fitur distingtif [-vois] dengan [+vois]. Pada blue dan plue
kebalikannya, yaitu fitur distingtif [+vois] diganti dengan [-vois].
b. Kekeliruan segmen fonetik
Kekeliruan ini adalah kekeliruan yang terjadi lebih dari satu fitur distingtif.
c. Kekeliruan suku kata
Dalam kekeliruan ini hampir yang selalu tertukar adalah konsonan pertama dari suatu
suku kata dengan konsonan pertama dari suku lain.
Contoh: ke-pa-la  ke-la-pa

d. Kekeliruan kata

Kekeliruan ini adalah bertukarnya tempat/posisi kata. Pada umumnya orang
menyadari bila telah membuat kekeliruan ini lalu mengoreksinya. Tetapi, ada juga
yang tidak menyadarinya.
Contoh: Pada hari ini  Hari pada ini
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan di atas, peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi produksi ujaran yang mengalami selip lidah dalam pidato Goenawan
Mohamad saat kopdarnas Partai Solidaritas Indonesia berkaitan dengan hubungan fonem,
suku kata, dan kata.
PEMBAHASAN
Data penelitian ini didapat dari proses menyimak video Pesan Solidaritas Goenawan
Mohamad – Kopdarnas PSI yang dipublikasikan pada tanggal 30 November 2015. Video itu
berdurasi selama 12 menit 5 detik. Pidato itu sendiri berlangsung pada tanggal 16 November
2015.
Dari hasil penelitian, peneliti menyajikan data penelitian dalam bentuk produksi
ujaran yang mengalami selip lidah dilengkapi dengan waktu. Berikut ini contoh data selip
lidah yang disajikan dalam tabel.
Selip Lidah dalam Ujaran
Saya merasa minder mendengarkan mas


Waktu Ketika Selip Lidah
00:46 – 00:47

yoyo, bro yoyo berpidato sebegitu bagus.
Dua-dua pendahulu pembicara ini tidak

01:19

perlu ditambahi lagi sebenernya.
Karena saudara-saudara masih muda dan

01:51

makan mengalami masa depan yang lebih
panjang.
Korupsi menyebabkan bukan saja uang

05:35 – 05:36


hilang dari milik rakyat, tapi kepercayaan
hancur satu sama lain.
Dan sejak 45 sampai 150 (1958) negeri ini

08: 46 – 08:47

adalah negeri bebas dan bersih.
Dan Insyaallah Partai Sosial oh oh what?

10:28 – 10:40

PSI bukan, partai apa namanya? Maaf
karena saya orang tua ingatnya PSI. Partai
Solidaritas ini akan menjadi membangun
solidaritas bersama.

Hubungan fonem, suku kata, ataupun kata saat selip lidah terhadap produksi ujaran
Goenawan Mohamad dijelaskan sebagai berikut.
a. /bro/  /mas/
Selip lidah pada tersebut merupakan kekeliruan pada kata atau seleksi kata. Hal ini

dapat terjadi karena /mas/ dan /bro/ tersimpan dalam memori sebagai nomina dan
panggilan untuk laki-laki. Kekeliruan dalam meretrif kata tersebut yang menyebabkan
terjadinya pertukaran kata sehingga terjadi selip lidah saat melakukan produksi
ujaran. Akan tetapi, penutur langsung mengoreksi panggilan /mas/ menjadi /bro/.
b. /kedua/  /dua-dua/
Selip lidah tersebut merupakan jenis kekeliruan assembling, yaitu antisipasi.
Antisipasi dapat terjadi karena pembicara mengantisipasi bunyi-bunyi tertentu
sehingga memunculkan bunyi yang tidak dimaksud, yaitu /dua-dua/ yang
seharusnya /kedua/. Penutur mengantisipasi suku kata /ke-/ lalu menghasilkan
pengulangan kata /dua/.
c. /akan/  /makan/
Selip lidah tersebut bisa dianggap melakukan dua jenis kekeliruan assembling dan
kekeliruan seleksi kata. Pertama, penutur mengantisipasi vokal [a] dan memunculkan
konsonan [m]. Kedua, penutur keliru meretrif kata. Hal ini dapat terjadi karena /akan/
dan /makan/ akan menghasilkan bunyi vokal rendah dan netral, kata /akan/ dan
/makan/ memiliki kesamaan bunyi dan suku kata.
d. /uang milik rakyat hilang/  /uang hilang dari milik rakyat/
Selip lidah tersebut memiliki kekeliruan sintaksis. Pertama, kekeliruan kata /milik/
menjadi /dari/. Hal ini dapat terjadi karena /milik/ dan /dari/ mempunyai fungsi yang
sama, yaitu verba. Jadi kedua kata tersebut disimpan di memori yang sama. Kedua,

kekeliruan penempatan kata /uang milik rakyat hilang/ menjadi /uang hilang milik
rakyat/. Namun, penutur hanya mengoreksi kekeliruan pada penggunaan kata /dari/
saja.
e. /1958/  /150/
Selip lidah tersebut memiliki kekeliruan seleksi semantik. Hal ini dapat terjadi karena
kata /1958/ dan /150/ memiliki kategori yang sama, yaitu numeria. Jadi kata tersebut
disimpan di memori yang sama dan penutur keliru meretrif kata tersebut sehingga
terjadi selip lidah pada produksi ujaran. Namun, penutur langsung mengoreksi
kekeliruan tersebut.
f. /solidaritas/  /sosial/
Selip lidah tersebut memiliki kekeliruan seleksi semantik. Hal ini dapat terjadi karena
kata tersebut sama-sama menunjukan sifat sesuatu atau benda. Jadi kata tersebut

disimpan di memori yang sama dan penutur keliru meretrif kata sehingga terjadi selip
lidah saat produksi ujaran.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, selip lidah saat produksi ujaran yang berlangsung
selama pidato Goenawan Mohamad terdapat 6 kali. Hal itu disebabkan oleh kekeliruan
seleksi semantik, seleksi sintaksis, dan assembling. Kekeliruan itu dapat terjadi karena faktor
emosional penutur, seperti gugup. Di awal pidatonya, Goenawan sudah mengungkapkan

bahwa ia tidak terbiasa berpidato politik dan di hadapan orang banyak, juga ia merasa minder
kepada kedua orang yang berpidato di awal.

DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin. 2010. Neuropsikolinguistik. Jakarta: Rajawali Pers.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjodjo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mara’at, Samsunuwiyati. 2011. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama.
Simanjuntak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia.