PENGGUNAAN GAYA BAHASA KIASAN DALAM NOVE

PENGGUNAAN GAYA BAHASA KIASAN DALAM NOVEL
SEBELAS PATRIOT KARYA ANDREA HIRATA
Adiska Khairunnisa
Universitas Nasional
adiskakhairunnisa@gmail.com

ABSTRAK
Sebelas Patriot, adalah sebuah novel karya Andrea Hirata. Novel ini banyak menyabet beberapa
penghargaan dari dalam maupun luar negeri, antara lain dimuat dalam majalah Washington
Square Review pada tahun 2011. Kisah yang menggetarkan dan sangat inspiratif tentang cinta
seorang anak, pengorbanan seorang ayah, makna menjadi orang Indonesia, dan

kegigihan

menggapai mimpi-mimpi ini begitu menyentuh para pembacanya. Novel yang seluruhya
menggunakan bahasa baku ini banyak dibumbui dengan gaya bahasanya yang menggunakan kata
kiasan, seperti persamaan/simile, metafora, dan alusi. Sosiolinguistik yang berupa suasana
tuturnya (emosional dan serius) begitu sering ditonjolkan oleh Andrea Hirata. Novel Sebelas
Patriot adalah karya yang unik karena untuk mendapatkan seluruh impresi secara utuh dari karya
ini harus pula mendengarkan tiga buah yang lirik dan aransemen musiknya diciptakan oleh
Andrea Hirata.

Kata kunci: gaya bahasa kiasan, sosiolinguistik, dan suasana tutur emosional dan serius.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang dari novel Sebelas Patriot (SP) karya Andrea Hirata (AH)
menggambarkan penggunaan bahasa tidak sebagaimana pengunaan bahasa dalam karya novelis
lainnya. Telitian Rachmawati (2014) terhadap “Iklan Kampanye Pemilu Legislatif”, Khaerani
(2017) terhadap novel Perahu Kertas karya novelis Dewi Lestari, serta Hidayat (2016) terhadap
novel Akuisisi karya novelis Agustus Sani Nugroho, misalnya menggambarkan situasi
kebahasaan yang bilingualisme dengan diglosia yang mantap, yaitu bahasa-bahasa yang
digunakan dalam interaksi antarpemerannya dalam ragam BI baku dan ragam BI takbaku.
Bahkan, terdapat penggunaan bahasa daerah dan bahasa asing yang sesuai dengan fungsinya.
Sementara itu, novel SP karya AH diduga kuat hanya menggunakan satu ragam bahasa,
yaitu ragam BI baku. Tampaknya, diduga kuat juga bahwa faktor situasional penggunaan bahasa,
yakni faktor suasana tutur (emosional dan serius) sangat mempengaruhi penggunaan ragam BI
baku itu. Dengan kata lain, pemilihan atas ragam BI baku tersebut diduga sangat berhubungan
dengan latar belakang Sosiolinguistik novel itu, yaitu suasana tutur (emosional dan
serius).Amatan peneliti ini ragam BI baku yang digunakan oleh AH cenderung didominasi oleh
gaya bahasa kiasan, di antaranya gaya persamaan/simile, metafora, dan alusi. Itu sebabnya

peneliti ini tertarik untuk mengangkat novel SP karya AH ini sebagai novel sampel penelitian
dan judulnya adalah “Penggunaan Gaya Bahasa Kiasan dalam Novel Sebelas Patriot Karya
Andrea Hirata”.
II. Rumusan Masalah
a) gaya bahasa kiasan apa sajakah yang digunakan dalam novel SP karya AH?
b) sejauh manakah frekuensi penggunaan setiap gaya bahasa kiasandalam novel tersebut?
c) adakah hubungan antara frekuensi penggunaan setiap gaya bahasa kiasan tersebut dan
faktor situasional, yakni suasana tutur yang emosional dan serius?

III. Tujuan Penelitian
a) menjelaskan jenis gaya bahasa kiasan apa saja yang digunakan dalam novel SP karya AH;
b) menjelaskan frekuensi penggunaan jenis gaya bahasa kiasan dalam novel SP karya AH;
c) menjelaskan hubungan antara frekuensi penggunan setiap jenis gaya bahasa kiasan
tersebut dan faktor sosial, yaitu para tokoh dalam novel itu, serta faktor situasional,
yakni suasana tutur yang emosional dan serius.
IV. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara teoretis bermanfaat bagi peningkatan/perluasan wawasan dan
khasanah keilmuan khususnya dengan pendekatan sosiolinguistik. Secara praktis, telitiannya
diharapkan memberikan peningkatan bekal bagi peneliti dan pembaca.


V. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan sosiolinguistik.
Metode deskriptif adalah penelitian terhadap kelompok manusia, suatu objek, suatu situasi
kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian
deskriptif mendeskripsikan, menggambarkan, atau melukiskan fakta secara sistematis, faktual,
sifat-sifat, serta hubungan antargejala yang diteliti (Nazir, 1983: 63). Metode penelitian
sosiolinguistik diuraikan ke dalam tiga hal: (1) pengumpulan data, (2) pemerosesan data, yang
menguraikan bagaimana data diolah, dan (3) analisis data yang menjelaskan bagaimana data
yang sudah diproses itu dianalisis (Lumintaintang, 1990: 32 dan 2002: 9).

VI. Variabel Penelitian
Penelitian ini menetukan faktor situasional, yakni suasana tutur emosional dan serius
sebagai variabel penelitian novel SP karya AH dengan asumsi bahwa novelis AH merupakan
seorang warga negara NKRI, yang menaati penerapan butir ketiga Sumpah Pemuda 1928, UUD
RI 1945, dan UURI Nomor 24 tahun 2009. Itu sebabnya, novelis itu mampu menerapkan
penggunaan BI ragam baku. Hipotesis penelitian adalah terdapat hubungan yang erat antara

frekuensi penggunaan setiap gaya bahasa kiasan dan situasional, yaitu suasana tutur emosional
dan serius(Bdk. Lumintaintang, 2002: 10).


VII. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah jenis karya novel; percontohnya adalah SP karya AH;
percontoh ini ditentukan dengan metode teknik acak bertujuan/random sampling purposivedari
seluruh jumlah populasi tujuh novel karya AH (Nazir, 1983: 63). Landasan teoretis yang
digunakan adalah konsepsi tentang konteks dan situasi penggunaan bahasa dalam MK
Sosiolinguitsik (Lumintaintang, 2002: 12). Untuk melihat jenis gaya bahasa kiasan yang
digunakan dalam novel SP karya AH peneliti ini menggunakan teori Diksi dan Gaya Bahasa
(Keraf, 1980: 136—141).

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka
Peneliti menggunakan disertasi Yayah Lumintaintang yang berjudul “Sosiolinguistik:
Kertas Kerja Mata” dan “Pola Penggunaan Bahasa dalam Rumah Tangga Perkawinan Campuran
Jawa-Sunda di DKI Jakarta: Studi Kasus atas Karyawan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan”, serta Skripsi dari Norma Rachmawati yang berjudul “Penggunaan Gaya Bahasa
dalam Iklan Kampanye Pemilu Legislatif Tahun 2014”, Taufiq Nur Hidayat yang berjudul
“Penggunaan Alih Kode dalam Novel Akuisisi Karya Agus Sani Nugroho” , dan Nurul Khaerani
yang berjudul “Kondisi Kebahasaan yang Bilingualisme dengan Diglosia dalam Penggunaan

Bahasa Antartokoh pada Novel Perahu Kertas Karya Dee/Dewi Lestari”.
2.2 Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khusunya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah stlye. Kata stlye
diturunkan dari kata Latin slilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin.
Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi.
Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka stlye lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara
indah. Menurut Aristoteles, gaya bahasa adalah suatu kualitas yang inheren (berhubungan erat),
yang ada dalam tiap ungkapan. Jadi secara umu dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Secara singkat Guntur Tarigan mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan bentuk
retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau
mempengaruhi penyimak atau pembaca.

2.3 Jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa dapat ditijau dari dari bermacam-macam sudut pandangan. Pandanganpandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris ialah salah satu jenis majas dalam Bahasa Indonesia. Retoris adalah
majas yang berupa pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dijawab. Karena jawaban atau

maksud sipenanya sudah terkandung dalam pertanyaan tersebut. Gaya bahasa retoris terbagi
dalam berbagai macam, yaitu Aliterasi, Asonansi, Anastrof, Apopasif atau Pretirisio, Apostrof,
Asindeton, Polisidenton, Kiasmus, Elipsis, Eufemismus, Litotes, Histeron Proteron, Pleonasme
dan Tautologi, Perifrasis, Prolepsis atau Antisipasi, Erotesis atau Pertanyaan Retoris, Silepsis dan
zeugma, Koreksio atau Epanortesis, Hiperbol, Paradoks, dan Oksimoron.
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama,
biasanya digunakan dalam puisi, prosa, dan penekanan. Asonasi adalah semacam gaya bahasa
yang berwujud bunyi vocal yang sama. Anastrof adalah semacam gaya retoris yang diperoleh
dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Apofasis atau Preterisio adalah
sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada
sesuatu yang tidak hadir. Asindeton adalah gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan
mampat di mana beberapa kata, frasa, dan klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata
sambung. Polisidenton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton.
Kiasmus adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa
maupun klausa yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa
atau klausanya itu terbalik jika dibandingkan dengan frasa dan klausa lainnya. Elipsis adalah
suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi
atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar sehingga struktur gramatikal atau
kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Eufemismus adalah kata yang berarti mempergunakan

kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik. Litoses adalah seacam gaya
bahasa yang dipakai untuk menanyakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Historen
proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan
dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal

peristiwa. Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menyatakan satu pikiran dan gagasan.
Perifrasisi adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih
banyak dari yang diperlukan. Prolepsis adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih
dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
Ertesisi adalah pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk
mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak
menghendaki adanya suatu jawaban. Silepsis adalah gaya di mana orang mempergunakan dua
konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya
hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Koreksio adalah gaya yang
berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Hiperbol adalah
gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan mebesar-besarkan
suatu hal. Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada. Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan katakata untuk mencapai efek yang bertentangan.
Gaya bahasa kiasan terdiri dari berbagai macam jenis, yaitu Persamaan atau Simile,

Metafora, Alegori, Personifikasi, Alusi, Eponim, Epitet, Sinekdoke, Metonimia, Antonimasia,
Hipalase, Ironi, Satire, Inuendo, Antifrasisi, dan Pun atau Paronomasia. Persamaan atau Simile
adalah aya bahasa yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Metafora adalah analogi
yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat. Alegori adalah
suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Personifikasi adalah semacam gaya gaya yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah
memiliki sifat manusia. Alusi adalah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara
orang, tempat, dan peristiwa. Eponim adalah gaya di mana seseorang yang namanya begitu
sering dihubungkan dengan sifat tertentu. Epitet adalah acuan yang menyatakan suatu sifat atau
cirri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal.
Sinekdoke adalah bahasa figurative yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal
untuk menyatakan keseluruhan kata. Metonimia adalah gaya bahasayang memepergunakan
sebuah sebuah kata untuk menanyakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat
dekat. Antonomasia adalah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah

epita untuk menggantikan nama diri atau gelar resmi. Hipalase adalah gaya bahasa di mana
sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan
pada sebuah kata yang lain. Ironi adalah acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna
atau maksud berlainan dari apa yang dimaksud. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau
menolak sesuatu. Innuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang

sebenarnya. Antifrasis adalah ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna
kebalikannya. Pun atau Paranomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi.
Peneliti membatasi penelitian dengan mengambil konsentrasi gaya bahasa kiasan, yaitu
Persamaan atau Simile, Metafora, dan Alusi. Berikut definisi dan contohnya;
a) Persamaan atau Simile, adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau perbandingan
yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Untuk itu, ia memerlukan katakata yang menunjukan kesamaan itu, contoh kata-katanya seperti: seperti, sama, sebagai,
bagaikan, laksana, dan sebagainya;
b) Metafora, adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi
dalam bentuk yang singkat seperti: bunga-bunga, buaya darat, buah hati, cindera mata,
dan sebagainya;
c) Alusi, adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang,
tempat, atau peristiwa. Biasanya alusi adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit
kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, tempat dalam kehidupan nyata, dan karya-karya
sastra yang terkenal.

BAB III
PEMBAHASAN

Gaya bahasa kiasan terbentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan, yaitu
membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain atau mempersamakan sesuatu dengan sesuatu

yang lain (Keraf, 2007: 136). Di antara gaya bahasa yang tergolong ke dalam gaya bahasa kiasan
itu ialah gaya bahasa persamaan/simile, metafora, dan alusi. Gaya bahasa persamaan/simile
adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu yang menyatakan langsung kesamaan sesuatu
dengan kesamaan yang sesuatu yang lain (Keraf, 2007: 138). Contoh data adalah sebagai berikut
(1) Di lapangan hijau, aku memilih nomor punggung sebelas
seperti nomor punggung ayah dulu. (AH/SP/II/43/2011)
Ungkapan aku memilih nomor punggung sebelas seperti nomor punggung ayah
dulutergolong ke dalam gaya bahasa persamaan/simile sebab dalam ungkapan itu terdapat kata
sepertiyang menyatakan persamaan/simile.
Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat (Keraf, 2007: 139). Contoh data novel adalah sebagai
berikut
(1) Bagi kakak beradik itu, lapangan sepak bola adalah
surga kecil selama dua kali empat puluh lima menit
(AH/SP/II/420/2011)
(2) Kawan-kawan, si bungsu itu, yang diseret ke parit tambang
sejak berusia 12 tahun seorang pemain sepak bola
sayap kiri berbakat alam luar biasa, yang berlari
sederas menjangan, yang menendang bola sekuat
kanon dengan kaki kirinya (AH/SP/II/24/2011)

Ungkapan lapangan sepak bola adalah surga kecil selama dua kali empat puluh lima
menit tergolong ke dalam gaya bahasa kiasan metafora karena terdapat penggunaan ungkapan
surga kecil. Begitu pula, ungkapan yang berlari sederas menjangan, yang menendang bola
sekuat kanon dengan kaki kirinya termasuk ke dalam gaya bahasa kiasan metafora.
Gaya bahasa alusi adalah ungkapan yang menyugestikankesamaan antara orang, tempat,
dan peristiwa (Keraf, 2007: 141). Berikut adalah contohnya.
(1) Selama bermain rasanya aku menjelma menjadi ayah.
Aku berlari menggiring bola mengikuti jalur-jalur
di mana dulu ayah berlari. (AH/SP/II/43/2011)

(2) Kubayangkan ayah melewati para pemain belakang,
meliuk sedikit untuk mengecoh center back yang
panik dan kacau pikirannya. (AH/SP/II/43/2011)
Ungkapan pada contoh nomor (1) di atas tergolong ke dalam gaya bahasa kiasanalusi
sebab makna ungkapan dalam contoh nomor (1) itu menyugestikan kesamaan pikiran
pengguna/novelis dengan ayahnya. Demikian pula halnya dengan contoh nomor (2) ungkapan
kubayangkan ayah melewati para pemain belakangtergolong ke dalam gaya bahasa alusi.

BAB IV
SIMPULAN
Walau penelitian terhadap “Penggunaan Gaya Bahasa Kiasan Dalam Novel Sebelas
Patriot Karya Andrea Hirata” belum dilakukan secara tuntas, telitian ini dapat memberikan
simpulan sementara bahwa variabel situasional suasana tutur, yakni emosional dan serius, yang
diajukan sebagai hipotesis kerja dapat dikatakan terbukti: suasana tutur emosional sangat
berkaitan erat dengan pemilihan/penggunaan gaya bahasa kiasan metafora; gaya bahasa kiasan
alusi dan persamaan/simile frekuensi penggunaanya lebih rendah daripada metafora.
Saran
Peneliti ini ingin menyarankan agar waktu yang diberikan lebih leluasa sebab artikel ini
harus menyajikan karya telitian sebagaimana makna kata artikel itu.

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys. 1980. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Moeliono, Anto. M.. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Muljana, Slamet. 1969. Kaidah Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalian Indonesia.
Tarigan, Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Jakarta: Angkasa.