MENEJEMEN ISU DAN KOMUNIKASI KRISIS
MENEJEMEN ISU DAN KOMUNIKASI KRISIS
02.47.00Rafles Abdi Kusuma, S.Ikom
MENEJEMEN ISU DAN KOMUNIKASI KRISIS
Pada pembahasan ini, penulis mencoba menjelaskan materi mengenai manajemen isu dan
komunikasi krisis. Sebagai seorang individu yang berperan menjadi pimpinan atapun staff dari
sebuah perusahaan (korporat) tentunya perlu memahami bagaimana melaksanakan manajemen
isu dan komunikasi pada saat krisis. Sebuah isu yang berkembang disekitar lingkungan kerja dan
terjadinya krisis adalah dua hal yang terpisah dan berbeda intrepretasi namun saling berkaitan.
O’Brien menjelaskan keterkaitan antara dua hal ini dalam suatu kasus yang dihadapi klien ;
ketika ada suatu isu bagaimana penjualan dapat terpengaruh, bagaimana karyawan pada
perusahaan dapat terpengaruh jika penjualan menurun, bagaimana cara berhadapan dengan
karyawan yang menyangkut mereka ketika produk yang dibuatnya menyebabkan kerugian untuk
orang lain dan seterusnya. O’Brien mendeskripsikan bahwa Management isu ialah sebuah situasi
yang lebih spesifik atau pada persepsi isu yang belum terjadi namun berpotensi berdampak
negatif pada jangka panjang keberlangsungan organisasi. Sedangkan komunikasi krisis ialah
biasanya dipusatkan pada kondisi yang lebih spesifik atau berkembang pada kondisi yang
“mungkin atau tidak mungkin” terjadi, tetapi akan tetap mengancam keberlangsungan bisnis
ataupun organisasi. Kedua hal tersebut pada tingkat top managerial perlu dilatih secara sistematis
untuk membuat strategic action plan pada perusahaan atau organisasi yang dinaunginya. Laurent
F. CARREL (2004) pada bukunya Leadership in Krisen, menggaris bawahi kemampuan
membuat strategic action pada modal utama yaitu : Pendidikan dan Pelatihan adalah kunci utama
dalam rangka Mempersiapkan untuk menghadapi krisis. Fokusnya adalah pada persiapan secara
mental untuk situasi kritis. Secara sistematis mengunakan (diperlukan) tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, pengetahuan dan pengalaman individu, pengelompokan atau pengumpulan fokus
krisis mengenai perilaku di dalam krisis, serta dilakukan perawatan dan pengembangan. Selama
menghadapi krisis, ibarat perilaku untuk melunasi hutang dengan banyak cara, terutama ketika
pengorganisasian sudah berjalan dengan cara yang benar dari awal, maka efisiensi pengelolaan
(management) prosedural dan institusi dapat diperoleh. 1’ Esensi yang disampaikan diatas adalah
diperlukan suatu guideline atau panduan untuk semua level operational di perusahaan agar dapat
mengurangi risk management (resiko perusahaan) yang merugikan lingkungan internal dan
eksternal. Sehingga keberlangsungan perusahaan tetap terjaga dan terawat dengan baik. Hal
tersebut penting karena perusahaan yang beroperasi dalam dunia modern mempunya pilihan
monumental yang harus diambil.2’ Setiap karyawan pada suatu korporat haruslah menyadari
pilihan bahwa sebenarnya bisnis, masyarakat dan lingkungannya tidak dapat dipisahkan; bahwa
masing-masing lingkungan pengaruh merupakan bagian dari sistem kehidupan yang sama ;
bahwa hasil-hasil dalam lingkungan pengaruh juga menciptakan hasil bagi dua lingkungan
lainnya ; bahwa jika masyarakat atau lingkungan hidup gagal, bisnis juga akan gagal?.
MENEJEMEN ISU MENURUT O’BRIEN
Mengidentifikasi isu dan merespon krisis adalah dua hal yang sangat penting untuk
responsibilities dari “corporate communicators” atau pelaku komunikasi korporat. Bagaimana
bentuk pertanggungjawaban tersebut dilandasi pada Guideline sebagai role atau aturan main para
pelaku profesional dalam menghadapi dua kondisi tersebut yang penting untuk dipahami dan
diterapkan. Namun dalam manajemen isu yang mungkin terkait dengan lingkungan internal dan
eksternal perlu diperjelas satu persatu. Adapun kedua lingkungan ini memiliki ruang lingkup
tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda dari setiap departemen di perusahaan. Serta ada
tahapan yang mesti dipahami sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam mengidentifikasi isu
dan merespon krisis. O’Brien menekankan hal pertama yang menjadi perhatian ialah menarik
audience pertama perusahaan yaitu karyawan. “If you can’t win the support of your own people,
how are you going to in the support of those outside the organization?” pada ranah ini
merupakan tugas dan tanggungjawab dari HR (human relations) department. Fungsi HR disini
ialah mengintegrasikan bermacam management isu yang sifatnya “sangat prinsip” sebagai role
untuk audience internal (karyawan). Berbagai contoh isu misalnya expansions market, new
product inovations, shifting consumer demand akan berdampak pada efektifitas kerja karyawan.
Olehkarena itu HR dituntut untuk menciptakan kemampuan pengorganisasian isu dari setiap
audience internalnya. Ketika merumuskan formulasi target Guideline dari suatu Communication
Planning tentang kemampuan memenejemen isu, HR harus lebih fokus pada isu dari manajemen
strategis dengan mempertimbangan prosedural dan taktikal. Bagan ini adalah ilutrasi yang dapat
dilakukan HR dalam meningkatkan kemampuan pengorganisasian isu (Jurnal of Federal Office
of Civil Protection and Disaster Assistance (BBK) (2011), Guideline for Strategic Crisis
Management Exercises. Provinzialstraße 93, 53127 Bonn. p.6.p.9). Mary Heimstead
mengelompokkan flow diatas pada tiga hal yaitu : Risk assessment of issues; Key messages for
each issue; Individual (apakah Communication Planning yang dibuat sudah terintegrasi pada
audience kunci seperti, investor, karyawan, komunitas dan news media). Langkah yang
dilakukan ini akan “meminimalisir” karyawan yang ketika menghadapi isu dan berkomunikasi
langsung dengan public “public face” memiliki mental “no comment” yang akan merusak
kredibilitas atau reputasi perusahaan. Sheny Devereaux Ferguson menambahkan bagaimana
meningkatkan kemampuan bagi karyawan untuk mengontrol isu dalam sebuah Communication
Planning yang didasari oleh berbagai faktor yaitu 3’: 1. Lebih memusatkan percaya pada isu
yang lebih dapat melawan perubahan 2. Pengaruh terbesar dari lingkungan 3. Dimensi isu
terbesar seperti sosial, politik, teknologi, ekonomi, dan hukum. 4. Lebih pada isu yang
“ditunggangi” seperti peristiwa terorisme 11 september 5. Kekuasaan dari stakeholders yang
menentang pendirian organisasi 6. Jumlah stakeholders terkait dari isu tersebut 7. Lebih
mengkelompokkan stakeholders O’Brien menjelaskan bagaimana proses menejemen isu
diperlukan untuk memudahkan kita memahami kompleksitas tersebut diatas dengan : 1.
Identifikasikan isu yang dapat mempengaruhi organisasi 2. Lakukan riset atau penelitian dengan
survey, focus gruops,turun kelapangan dan bicara langsung dengan masyarakat 3. Analisakan
pengaruh dari persepsi dan perilaku 4. Identifikasikan pesan kunci dan pola komunikasi 5.
Implementasikan dalam program komunikasi
MENEJEMEN ISU MENURUT W. HOWARD CHASE
Istilah “manajemen isu” dipopulerkan oleh W. Howard Chase (1976) menjadi kajian public
relations. Diawal perkembangannya merupakan upaya untuk mengidentifikasikan strategi yang
dibutuhkan perusahaan untuk menghadapi upaya yang dilakukan kelompok kepentingan atau
aktivis yang berupaya menekan pemerintah atau pejabat berwenang agar lebih mengendalikan
aktivitas bisnis perusahaan. Olehkarena itu manajemen isu didefinisikan sebagai cara bagaimana
perusahaan menghadapi kritik yang ditujukan publik kepadanya dan lebih diterapkan untuk
menghadapi faktor eksternal daripada faktor internal. Memasuki globalisasi dengan
perkembangan teknologi dan informasi berdampak pada isu-isu seperti lingkungan bisnis yang
lebih dinamis dan berubah drastis serta semakin membuat kritisnya publik perusahaan.
Management perusahaan dituntut lebih menyadari bahwa banyak faktor eksternal maupun
internal mempengaruhi organisasi. Lebih jauh pihak manajemen perusahaan juga berusaha agar
apa yang menjadi penghargaan publik seiring dengan eksistensi perusahaan ditengah lingkungan.
Ketika muncul ketidaksesuaian pengertian antara pihak manajemen dan publiknya, maka ini
menjadi awal munculnya isu. Definisi Isu oleh Teresa Yancey Crane ialah dapat dikatakan
sebagai munculnya kesenjangan antara tindakan perusahaan dan harapan publik (stakeholders).
Namun untuk memberikan pemahaman menyeluruh, berikut definisi isu yang dapat didefinisikan
dari berbagai sumber 4’: 1. Sebuah isu adalah masalah yang belum terselesaikan dan siap untuk
diambil keputusan (W. Howard Chase dan Bary Jones, dalam chase, 1984:38) 2. Isu terjadi
ketika sebuah masalah menjadi terfokus pada satu pertanyaan khusus yang bisa mengarah pada
pertikaian dan beberapa jenis resolusi (Crable & Vibbert, 1986:62) 3. Isu yang muncul adalah
suatu kondisi atau peristiwa, baik internal atau eksternal organisasi, yang jika berlanjut akan
memiliki dampak signifikan pada fungsi atau aktivitas organisasi atau pada kepentingan masa
depan organisasi (Regester dan Larkin, 2002:31) 4. Isu merupakan perbedaan pendapat yang
diperdebatkan, masalah fakta, evaluasi atau kebijakan yang penting bagi pihak-pihak yang
berhubungan (Heath dan Coombs, 2006: 262)
IDENTIFIKASI ISU DAN ANALISIS
Sebagai tambahan pemahaman kita, pada chapter 10 tentang issues management and public
affairs (Joep Cornelissen, 2011:180-181), Howard Chase juga menekankan bahwa isu dan krisis
merupakan hal yang berkaitan, ketika sebuah isu kemungkinan juga dapat mengarahkan kepada
krisis. Dimana krisis diartikan pada sebuah isu yang tidak hanya memerlukan tindakan terencana
tetapi juga bersifat “kondisional” (ada faktor pemicu). Pada grafik ini akan terlihat suatu cara
bagaimana menentukan perbedaaan antara isu dan kricis ialah pada bagaimana perkembangan
isu berdasarkan analisa waktu yang dapat berpotensi mendapat perhatian media dan publik.
Dari grafik dapat dimengerti sebuah proses dimana sesungguhnya banyaknya isu
diingkungan bersifat ‘latent” yang dapat menjadi “active” karena media telah turut campur dan
karena adanya mobilisasi berbagai kelompok kepentingan (stakeholders) kepada isu tersebut.
Pada tahap ini perusahaan harus memonitor dan memantau perubahan dalam lingkungan pada
opini publik yang mengarah pada isu latent dan berhubungan dengan stakeholders dari
perusahaan. Ketika sebuah isu sudah menjadi penting diranah publik (public domain) maka
media akan memainkan peran yang sangat krusial bagi perusahaan. Media akan mengembangkan
isu tersebut pada tempat teratas dari perhatian publik yang dapat berpotensi pada organisasi atau
perusahaan mengalami tekanan (pressure) sehingga perlu dilakukan action terhadap hal tersebut.
Kemudian saat pressure media yang menyebabkan isu tersebut semakin “intense” maka “crisis”
akan berdampak penuh terhadap perusahaan sehingga diperlukan tindakan cepat untuk
mereduksi resiko yang mungkin muncul lebih parah bagi perusahaan. Secara spesifik model
siklus isu versi Joep Cornelissen juga di perjelas oleh Hainsworth dan Meng, berdasarkan empat
tahapan yaitu : origin, mediasi dan ampifikasi, organisasi dan resolusi. 5’
Memahami model siklus dari
perkembangan isu dan tekanan yang disampaikan diatas ialah tugas praktisi komunikasi dan
penting untuk mengidentifikasi potensi dampak atau tingkat resiko isu. “need to keep an eye on”
atau tidak dapat dianggap sepele oleh Public relation sehingga perlu analisa lebih jauh dan
dipersiapkan berbagai langkah yang tepat. Menurut Heath dan Combos, kelahiran isu berawal
ketika individu atau kelompok mengalami hambatan (strain). Tahapan siklus isu disini lebih
memfokuskan pada isu yang memiliki potensi negatif bagi organisasi. Proses dimulai saat
“hambatan Isu” terjadi ketika seseorang percaya bahwa ada permasalahan yang muncul. Begitu
hambatan terjadi, “mobilisasi isu” mulai berjalan. Pada tahap ini, beberapa individu atau
kelompok menjadi aktif. Mereka berkomunikasi di antara mereka, dengan organisasi yang
diduga melakukan kerusakan lingkungan, dan media untuk meningkatkan kesadaran publik
melalui tekanan agar merubah kebijakan organisasi. Selanjutnya “konfrontasi” terjadi ketika
tekanan semakin mengemuka. Tekanan ini bisa muncul dalam pertemuan-pertemuan dengan
pimpinan organisasi yang diduga melakukan kerusakan. Hal ini berdampak pada meningkatnya
liputan media untuk menarik perhatian umum terhadap isu dan memperluas kesadaran terhadap
isu. Pada tingkat ini pendekatan advokasi yang digunakan oleh kelompok aktivis berupaya
memperluas dan memperdalam perasaan publik terhadap isu. Konfrontasi juga bisa mengarahkan
kelompok dan organisasi yang bertikai pada tingkat pengadilan. Hingga pada titik tertentu,
pihak-pihak yang bertikai tersebut melakukan negosiasi. Manajemen isu yang cerdas berupaya
mencapai tahapan ini secepat mungkin untuk menemukan cara menyatukan kepentingan dan
mencapai hasil yang memperbaiki atau membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Upaya komunikasi (resolusi) ini adalah menciptakan makna yang mengarah pada harmoni atau
keselarasan di area konflik. Efektifitas resolusi adalah ketika kelompok kepentingan
(stakeholders) yang penting dalam isu ini dan publik kepada organisasi dapat diukur berdasarkan
empat kategori, yaitu: 1. Problematic stakeholders/publics : posisi stakeholders/publics
dikategorikan pada “kelompok penentang” dengan kekuatan yang tidak begitu kuat untuk
menekan organisasi. Misalnya : praktis ataupun aktivis dan media. 2. Antagonistic
stakeholders/publics: posisi stakeholders/publicsi dikategorikan pada “kelompok penentang”
dengan memegang kekuasaan yang dapat memberi pengaruh lebih pada organisasi. Misalnya :
pemerintah ataupun legislatif 3. Low priority stakeholders/publics : posisi stakeholders/publicsi
dikategorikan pada “kelompok pendukung” yang dengan kekuatannya berada diposisi strategis
namun relatif tidak begitu penting berpengaruh terhadap organisasi saat isu berkembang di ranah
publik (public domain). Misalnya : peneliti 4. Supporter stakeholders/publics : dikategorikan
pada “kelompok pendukung” yang penting terhadap organisasi dalam hal kekuasaan dan
pengaruhnya. Misalnya : karyawan dan pemegang saham. Setelah melakukan analisa isu
terhadap perkembangan isu yang melibatkan tiap stakeholder atau publik, M.C Healy
mengembangkan kerangka kerja dari siklus isu kedalam empat tahapan proses terjadinya isu dan
stakeholder atau publik yang terlibat, yaitu: emergence, debate, codification, enforcement.
LANGKAH – LANGKAH PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU
US Public Affairs Council (Regester & Larkin, 2003:44-46) menyatakan bahwa fungsifungsi yang dibutuhkan bagi manajemen isu adalah pengidentifikasian berbagai isu dan tren,
mengevaluasi dampak mereka dan menempatkan prioritas, menetapkan posisi suatu perusahaan,
merancang tindakan dan respon dari perusahaan untuk membantu mendapatkan posisi tersebut
serta mengimplementasikan rencana. Fungsi-fungsi ini harus ada secara konstan dan terintegrasi
serta terfokus pada tugas utama yakni membantu organisasi, melalui manajemennya. Kunci dari
tugas-tugas tersebut adalah merencanakan, memonitor, menganalisa dan mengkomunikasikan.
Heath & Cousino mengidentifikasikan empat kebutuhan fungsi umum agar sebuah perusahaan
dapat memaksimalkan posisinya serta memelihara lingkungan kebijakan publiknya secara
positif, dengan sebuah fokus utama yakni memperhatikan hubungan dengan para stakeholdernya: a. Perencanaan dan operasi yang cerdas. b. Pertahanan yang kuat dan penyerangan yang
cerdas. c. Getting the house in order. d. Mengeksplorasi landasan. Model proses manajemen isu
pada prinsipnya merupakan alat untuk mengidentifikasi, menganalisis, membuat skala prioritas,
menentukan respon dan evalusi atas konsekuensi-konsekuensi dari perubahan lingkungan
eksternal dan internal terhadap aktivitas organisasi. Namun penggunaan model manajemen isu
juga meliputi perencanaan kebijakan publik ke dalam setiap unit operasional organisasi,
kewenangan membuat keputusan dan keahlian mereview dan mengevaluasi isu. Oleh karena itu,
akan lebih baik jika ada tim manajemen isu selain praktisi PR juga melibatkan senior manager
dan mendekatkan proses kerja tim pada shareholders perusahaan. Dalam manajemen isu,
terdapat langkah – langkah yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan manajemen tertata dan
berjalan sesuai tujuan. Chase & Jones menguraikan langkah –langkah tersebut sebagai berikut
(Regester & Larkin, 2003:59-60; Chase, 1984:38-68; Harrison, 2001):
1. Identifikasi Isu Merupakan proses untuk membandingkan tren yang terjadi di dalam organisasi
dengan kinerja perusahaan. Setiap gap yang bisa menimbulkan isu, harus didokumentasikan,
dikategorisasikan dan dilaporkan.
2. Analisis Isu Analisis isu adalah menentukan isu berdasarkan urgensinya dan dampaknya.
Setelah isu yang muncul diidentifikasikan dan diprioritaskan, tahap kedua dimulai. Tujuannya
adalah menentukan asal isu tersebut yang sering kali sulit karena biasanya isu tidak muncul
hanya dari satu sumber saja.
3. Pilihan Strategi Perubahan Isu Merupakan tahap yang melibatkan pembuatan keputusan –
keputusan dasar tentang respons organisasi. Terdapat tiga pilihan untuk menghadapi perubahan
tersebut, yaitu:
a. Strategi Perubahan Reaktif ; Dalam strategi perubahan reaktif, perusahaan hanya akan bereaksi
jika muncul isu – isu yang memojokkan atau kurang menguntungkan bagi citra perusahaan.
Artinya perusahaan tidak memiliki persiapan dan strategi jangka panjang dalam menghadapi isu.
b. Strategi Perubahan Adaptif ; Strategi ini menyarankan pada keterbukaan perusahaan terhadap
isu yang berkembang. Hal ini memerlukan kesadaran perusahaan bahwa isu tidak bisa dihindari.
Pendekatan ini berlandaskan pada perencanaan untuk mengantisipasi perubahan serta
menawarkan dialog konstruktif untuk menemukan sebuah bentuk kompromi dalam menangani
setiap isu yang beredar.
c. Strategi Respon Dinamis ; Respon dinamis bertujuan untuk mengantisipasi dan membantu
proses pengambilan keputusan agar sesuai dengan kepentingan publik. Strategi ini memberikan
arahan bagaimana berkampanye melawan isu. Pendekatan ini menjadikan organisasi sebagai
polopor pendukung perubahan.
Sementara itu, Bucholz (1984) mengidentifikasikan empat kemungkinan respon terhadap
isu kebijakan publik sebagai berikut :
1. Reaktif – Melawan perubahan
2. Akomodatif – mengadaptasi perubahan
3. Proaktif – mempengaruhi perubahan
4. Integratif – menyesuaikan diri terhadap perubahan
5. Program Penanganan Isu Pada fase ini organisasi harus memutuskan kebijakan yang
mendukung perubahan yang diinginkan untuk membuat program penanganan isu. Tahap ini
membutuhkan koordinasi sumber daya untuk menyediakan dukungan yang optimal agar tujuan
dan target tercapai. Perencanaan program cenderung akan mengembangkan strategi hanya untuk
keadaan masa depan yang “paling mungkin atau mungkin” karena organisasi dihadapkan pada
semua kemungkinan dari isu yang ada.
6. Evaluasi Hasil Setelah semua tahapan di atas, akhirnya dibutuhkan sebuah riset untuk
mengevaluasi bagaimana implementasi program yang dilakukan. Semakin lama isu berkembang,
semakin sedikit pilihan yang tersedia dan semakin mahal biayanya (Regester & Larkin, 2003).
PROSES PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU
Proses tambahan bagi model proses manajemen isu yang telah dipaparkan sebelumnya,
dapat dipetakan untuk menggambarkan peran pembuatan keputusan manajemen pada setiap fase
(Regester & Larkin, 2003:99-102): a. Fase Kesadaran Di sini, penekanan dalam tim manajemen
adalah pada mendengarkan dan mempelajari. Mereka yang terlibat harus terjaga, terbuka, rendah
hati, penasaran serta tertantang. Latar belakang informasi dan riset harus digunakan
selengkapnya serta mengadakan pemonitoran infrastruktur. b. Fase Eksplorasi Tahap ini
mengindikasikan urgensi yang meningkat terhadap pentingnya isu. Tanggung jawab khusus
harus dibagikan, kesadaran organisasi ditingkatkan dan proses analisa serta pembentukan opini
dimulai. Suatu gugus tugas dapat dibentuk untuk memudahkan alokasi tanggung jawab. Berikut
adalah karakteristik contoh gugus tugas:
1. Senioritas untuk mengambil keputusan, mengalokasikan sumber serta mengarahkan
implementasi program.
2. Ukuran disiplin direpresentasikan dan akses yang sesuai atas informasi untuk tujuan
pengambilan keputusan.
3. Akses yang mudah untuk mengatur rapat serta ‘jaringan’ informasi; fleksibilitas dan
informalitas dalam metode bekerja.
4. Kemampuan untuk mengkombinasikan keahlian analitis dan kreatif dengan tindakan serta
pengambilan keputusan yang terfokus dan cepat.
5. Meminimalisir arus kertas untuk menghindari birokrasi, respon yang lamban serta kebocoran
informasi yang sensitif. Kesadaran yang lebih luas atas issue tersebut di dalam perusahaan
ditingkatkan pada tahap ini dan analisis serta proses pembentukan opini dimulai.
c. Fase Pembuatan Keputusan Pada tahap ini perusahaan harus mempertimbangkan tindakan.
Tim manajemen harus mengukur dan memutuskan secara objektif terhadap beberapa alternatif
yang diperlihatkan seraya mendorong pemikiran yang luas dan kreatifitas dalam
memformulasikan suatu rencana tindakan.
d. Fase Implementasi Tahap ini melibatkan pengambilan langkah-langkah yang sesuai untuk
membuat keputusan manajemen dilaksanakan.
e. Fase Modifikasi Pengukuran dan evaluasi dari tindakan yang tengah dijalankan serta hasilnya,
sehingga penyesuaian atau perbaikan terhadap rencana tindakan dapat dibuat.
f. Fase Penyelesaian Tahap ini adalah periode relaksasi yang harus menurunkan tingkat
keterlibatan manajemen senior. Kegiatan kunci melibatkan delegasi yang sesuai dan menjamin
implementasi atas perubahan yang dihasilkan manajemen dalam organisasi. Manajemen isu yang
efektif dapat membantu membangun manfaat dan penjualan yang kompetitif, terutama dalam
pasar yang baru; juga dapat membantu mengeksploitasi kesempatan atau melindungi kebijakan
organisasi ketika terdapat potensi bagi perubahan sosial yang penting.
Tekanan-tekanan dari pasar yang dinamis, kegiatan kompetitor serta ketersediaan sumber
daya dapat menyulitkan dalam mengantisipasi, memulai atau merencanakan berbagai isu
penting. Kerry Tucker & Bill Trumpfheller (Regester & Larkin, 2003:102- 112), juga
menetapkan rencana lima langkah untuk membantu mencanangkan sebuah sistem manajemen
issue yang telah berhasil dipraktekkan di lapangan: a. Mengantisipasi isu dan menetapkan
prioritas Membentuk gugus tugas internal, berdasarkan kerangka pendekatan dalam proses
terdahulu merupakan titik awal vital. Sesi pertukaran pikiran dan analisa database harus
memfokuskan pada penjawaban pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Siapa kompetitor langsung dan tak langsung serta faktor sosial atau regulasi apa yang harus
kita hadapi? 2. Perubahan apa yang harus kita antisipasi dalam pasar serta dalam lingkungan
politis dan sosial yang lebih luas 12 bulan mendatang dan masa-masa ke depan?
3. Faktor-faktor apa yang mungkin berdampak pada cara kita bekerja?
4. Peristiwa khusus apa yang mungkin terjadi dan memiliki dampak pada kemampuan kita untuk
memelihara dan mengembangkan pasar kita? Sekali isu – isu ini dapat teridentifikasi, kita dapat
menempatkan prioritas dan mengambil keputusan tentang berapa lama dan berapa besar sumber
daya yang diperlukan untuk mengatasi iau – isu tersebut.
b. Menganalisa Isu Kembangkan analisa isu yang singkat dan formal, lihatlah pada kesempatankesempatan serta ancaman terhadap serangkaian skenario yang berbeda. Hal ini harus mencakup
apa yang terjadi bila isu dibiarkan, serta pengukuran bagaimana khalayak kunci mungkin terkena
dampak oleh isu tersebut. Juga harus ada ringkasan kemana arah isu mungkin berkembang. Hal
ini akan memberikan pada manajemen pandangan yang luas atas isu serta efeknya pada sejumlah
area seperti penempatan posisi produk di pasar, kinerja keuangan, reputasi perusahaan serta
prospektif bagi regulasi atau bahkan pengadilan. c. Merekomendasikan posisi organisasi
terhadap isu Analisa dari langkah sebelumnya harus menyediakan database untuk
mengembangkan suatu posisi yang direncanakan untuk menciptakan dukungan mayoritas
terbesar dari para individu atau kelompok-kelompok yang terkena dampak. Database tersebut
dibentuk berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Siapa yang terkena
dampak? 2. Bagaimana kelompok atau para individu yang terkena dampak ini memandang isu
tersebut? 3. Apa kemungkinan posisi dan kecenderungan sikap mereka? 4. Apa informasi/data
yang dapat kita kumpulkan untuk mendukung kasus kita? d. Mengidentifikasikan kelompok dan
pembentuk opini yang dapat memperbaiki posisi. Kelompok-kelompok dan para individu ini
akan terlihat melalui pertanyaan berikut: 1.Siapa yang membuat keputusan atas isu tersebut?
2.Siapa yang mungkin mendukung posisi kita? 3.Siapa yang mungkin tidak akan mendukung
posisi kita? 4.Siapa yang dapat menjadi target kita untuk membuat perubahan terbesar dalam
memperbaiki posisi kita? Jika mungkin, riset harus dilaksanakan untuk memvalidasikan asumsi
yang dibuat tentang kelompok-kelompok selama tahap analisa. Para pembentuk opini, diikuti
oleh industri berpengaruh atau asosiasi karyawan, konsumen dan kelompok-kelompok
berkepentingan serta media massa yang sudah mendapatkan informasi, dapat menjadi pendukung
kuat dalam berurusan dengan khalayak yang bervariasi, serta kriteria untuk menyeleksi mereka
termasuk: 1. Siapa yang dimintai nasehat/saran oleh anggota kelompok target kita atas isu
tersebut? 2. Siapa yang akan dipercayai oleh komunitas (konsumen, pelanggan) dan masyarakat
luas atas isu tersebut? 3. Siapa yang mempunyai kredibilitas paling baik untuk memperbaiki
posisi kita terhadap isu tersebut? 4. Siapa yang mungkin terbuka terhadap posisi kita atas isu
tersebut? e. Mengidentifikasi sikap yang dikehendaki. Hal ini merupakan poin yang sering gagal
diperhatikan. Memperbaiki sikap khusus yang berhubungan dengan posisi perusahaan akan
membawa perkembangan pada sisa proses perencanaan, yakni: strategi komunikasi dan
pemasaran, tujuan, target, pesan, taktik, alokasi sumber daya serta anggaran. Akhirnya, evaluasi
kemajuan harus dimasukkan ke dalam rencana untuk menjamin bahwa target-target kunci
dipenuhi, arah isu tergambarkan serta penyesuaian-penyesuaian dibuat jika memungkinkan.
Lebih baik lagi bila PR dapat me-registrasi atau mengelompokkan berbagai isu dalam sebuah
flow atau alur yang merepresentasikan category isu, kemungkinan terjadinya, kemungkinan
impactnya, stakeholders dan action.
KOMUNIKASI ISU
Seiring dengan terbukanya saluran kebebasan berekspresi masyarakat di era informasi;
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang menjadikan masyarakat semakin
terdidik dan kritis dalam melihat dan menilai isu atau peristiwa. Oleh karena itu sensitif terhadap
isu dan melakukan antisipasi perubahan yang bisa membawa konsekuensi bagi organisasi
kiranya perlu dilakukan oleh pihak manajemen yang ingin memenangkan pasar atau
menjalankan aktivitas organisasi dengan lingkungan yang dinamis. Pihak manajemen yang
menerapkan strategi komunikasi yang baik sebagai bagian dari proses manajemen isu bisa
menjadikan isu sebagai titik balik yang justru memperkuat reputasi perusahaan atau organisasi.
Praktisi public relations memiliki peran penting untuk membentuk strategi komunikasi yang
cemerlang dengan mempertimbangkan tiga faktor utama yaitu : pengetahuan komunikator,
pengharapan bersama dan kultur partisipatif. Kemampuan teknis yang dipadukan dengan
kemampuan manajerial yang dalam sebuah perencanaan stratejik penanganan isu akan menjadi
nilai tambah organisasi. David. M. Dozier, dkk (1995) menjelaskan tiga faktor tersebut sebagai
faktor pembentuk Communication Ecellence, pada bagan sebagai berikut : Ada beberapa
aktivitas manajemen komunikasi yang perlu dikembangkan dalam tim manajemen isu di
organisasi, yakni : 1. Pemantauan lingkungan untuk mengidentifikasikan isu 2. Riset untuk
mengembangkan analisa dari isu potensial 3. Memberikan advice atas isu kepada koalisi
dominan 4. Perencanaan stratejik terhadap isu atau perubahan 5. Mengelola komunikasi program
aksi sebagai respon atas isu Kelima hal tersebut akan menghasilkan kualitas kebijakan yang
tertuang dalam perencanaan stratejik manajemen isu. Pesan komunikasi dirancang untuk tiap
target pubik agar dapat dipastikan publik mendukung pencapaian sasaran dan objectives program
yang sesuai dengan kepentingan publik. James Gruning (1992) mengidentifikasi teologi
objectives pesan komunikasi sebagai berikut : 1. Message exposure, menyiapkan materi
komunikasi untuk media massa dan menyebarkan pesan lain melalui beragam media yang
dikelola seperti press release dan social media. 2. Accurate dissemination of The Message,
berdasarkan kenyataan publik mengetahui pesan dan menerima sebagian atau seluruh pesan 3.
Acceptance of The Message, berdasarkan kenyataan publik tidak hanya menerima tapi
mempercayai validitas pesan 4. Attitude change, meyakinkan publik hingga mereka juga
berkomitment verbal terhadap pesan 5. Change in overt behavior, pesan bukan hanya dapat
diterima dan dipahami publik tetapi mereka sudah pada tingkat merubah perilakunya.
KOMUNIKASI KRISIS
Krisis bisa dibilang ibarat sebuah petaka atau bencana yang dapat muncul secara alami
ataupun juga dari sebuah hasil kesalahan, intervensi bahkan nihat jahat manusia. Krisis juga
dapat berupa kehancuran yang “nyata dan tidak nyata”. Bagi organisasi atau perusahaan
peristiwa hilangnya kredibilitas dan rusaknya reputasi adalah sebuah krisis. Akibat dari peristiwa
ini dapat disebabkan mungkin hasil dari respon manajemen atas kehancuran nyata bahkan
mungkin dari kesalahan manusia (human error). Ketika krisis itu memiliki dampak keuangan
atau financial risk yang cukup besar maka akan mempengaruhi banyak konstituen atau
stakeholders didalam lebih satu area bisnis. Pada pembahasan komunikasi krisis, sebelum kita
memulai untuk merencanakan komunikasi dalam suatu krisis, perlu dipahami ada beberapa hal
yang harus dilakukan dalam berbagai kondisi krisis, yakni : 1. Identify your crisis Sebuah kasus
yang pernah terjadi pada awal bulan oktober 1982 oleh Jhonson & jhonson’s, dimana terjadi
penarikan kapsul tylenol J&J karena peristiwa meninggalnya tujuh orang setelah mengonsumsi
kapsul tersebut yang dilapisi sianida. Sontak setelah beberapa hari laporan peristiwa itu, J&J
yang menguasai hampir 40 persen pasar (untuk obat pereda sakit) langsung mengalami
penurunan penjualan hampir 90 persen6’. Dari peristiwa ini banyak pakar komunikasi krisis,
pemasaran dan psikologi menduga bahwa respon cepat dan penuh kepedulian dari perusahaan
tersebut menjadi sebuah kemenangan bagi perusahaan. Lantas apa yang telah mereka lakukan?
Pertama, Jhonson & jhonson’s tidak hanya berekasi terhadap apa yang sedang terjadi. Mereka
juga menerima serangan isu itu dan menarik produk yang berpotensi mematikan itu. Kedua,
mereka memanfaatkan niat baik yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun dengan
stakeholders, mulai dari dokter dan media untuk menyelamatkan merek tersebut. Ketiga,
perusahaan bereaksi dengan cara yang lebih memperlihatkan rasa kepedulian dan manusiawi
daripada sekedar melihat insiden tersebut dari perspektif hukum dan keuangan. Perusahaan
menggerakkan ribuan karyawannya untuk melakukan kunjungan secara personal ke rumah sakit
dan ke dokter serta apoteker di seluruh negeri yang dilakukan lebih dari satu juta kunjungan agar
dapat mengembalikan kepercayaan terhadap merek dari perusahaan mereka. Dari insiden yang
diceritakan diatas, sebagai communication practitioners atau praktisi komunikasi korporat dapat
ditarik hal penting ialah diperlukan sebuah aturan main atau “a role to play” untuk bekerja yang
benar dalam kondisi krisis. Praktisi komunikasi harus melakukan identifikasi berbagai
kemungkinan krisis dan mengembangkan planing kontigensi dalam krisis. Timothy Coombs
mendefinisikan kondisi krisis dalam dua dimensi, yaitu : internal-external dan intentionalunintentional. Maksudnya “Internal-external” adalah ketika krisis dihasilkan dari sesuatu yang
telah dihasilkan oleh organisasi itu sendiri atau juga bisa disebabkan oleh seseorang atau
kelompok yang berada diluar organisasi. Sedangkan “intentional-unintentional” adalah suatu
dimensi yang berhubungan dengan pengontrolan dari penyebab krisis terjadi. Pada titik
intentional, krisis terjadi dengan “disengaja” dari beberapa aktor ; dan unintentional adalah pada
saat krisis terjadi “tidak disengaja” dari beberapa aktor. Keempat hal yang disebutkan Timothy
Coombs menghasilkan empat type mutual exclusive crisis,7’ pada ilustrasi sebagai berikut : 2.
Anticipating and preparation for your crisis Beberapa industri lebih rentan terhadap krisis
daripada yang lain. Namun semua organisasi – publik, swasta dan nirlaba dapat beresiko jika
krisis muncul. Heimstead mengatakan, “every organization should prepare a risk analysis for a
potential crisis, event those crisis not directly affecting your company” 8’ Bagaimana organisasi
mengetahui apakah mereka lebih cenderung mengalami krisis atau tidak? Salah satu cara bagus
untuk mempersiapkan organisasi pada kondisi krisis ialah dengan memahami apa yang mungkin
menjadi “end-game” atau dengan kata lain memahami krisis dari “warning time” dari sebuah
krisis. Larry smith mengidentifikasikan hal ini kedalam empat dasar type crisis yaitu : 1.
Perceptual crisis : krisis terjadi pada saat tidak disadari bahwa akan terjadi hal buruk, tetapi
publik telah mempersepsikan telah terjadi sesuatu yang salah, maka bencana itu akan benarbenar terjadi pada organisasi 2. Bizzare crisis : krisis terjadi pada saat tidak dapat diperkirakan
atas apa yang telah dilakukan. 3. Sudden crisis : Krisis terjadi secara mendadak, tanpa peringatan
(gejala), berdampak pada perusahaan 4. Smoldering crisis : Krisis serius yang terjadi dalam
perusahaan, sebenarnya dapat teridentifikasi sejak awal dapat terjadi karena: 1. Masalah internal
2. Indikasi tindakan hukum yang merugikan perusahaan 3. Masalah pelanggaran karena
buruknya perencanaan Selanjutnya apakah yang dilakukan PR dalam Menangani Krisis, yakni:
1. Melakukan Pendalaman Data dan Fakta sebelum krisis terjadi melalui riset mendalam
mengenai isu yang berkembang 2. Menyiapkan Paket Informasi (Information Sheets) standar
yang akan diberikan oleh PR kepada semua stakeholder termasuk pola pendekatan yang
dilakukan untuk menyalurkan informasi tersebut seperti media relations, government relations,
dsb 3. Membuat batasan isu dan dampaknya dengan menganalisis dampak yang mungkin timbul
di masyarakat . Selanjutnya mengembangkan informasi secara efektif dan efisien agar jangan
sampai publik kesulitan menangkap pesan yang kita sampaikan 4. Siapkan Tim Crisis Centre 5.
Menunjuk Unofficial Spoke Persons Crisis Center, sebaiknya tak hanya melibatkan internal
perusahaan tetapi juga pihak lain yang direkrut untuk menyelesaikan krisis. Biasanya sebagai
expertise judgement, opinion leader statemen dsb. 3. Building a plan for your crisis Krisis pasti
akan terjadi cepat atau lambat bahkan secara tiba-tiba dan diluar sengaja. Selaku PR officer jika
tidak dipersiapkan planing atau rencana dalam menghadapi krisis maka malapetaka akan
membahayakan organisasi bahkan semua pihak disekitarnya. Jason Mudd, APR dalam ebooknya
(sumber: www.axiapr.com) berjudul managing public relatin in a crisis memaparkan sepuluh
langkah prencanaan menghadapi krisis, yakni : 1. Identify Your Crisis Communications Team 2.
Identify Spokespersons 3. Spokesperson Training 4. Establish Communications Protocols 5.
Identify and Know Your Audiences 6. Anticipate Crises 7. Plan to Assess the Situation 8. Identify
Key Messages 9. Plan Communications Methods 10. Ride Out the Storm 4. How to
communicate during your crisis Kunci utama dalam membuat pesan ialah jangan pernah
membiarkan krisis mengalami perubahan bahkan lari dari kenyataan. Setiap organisasi haruslah
dapat bersiap-siap untuk memprediksi krisis. Pelatihan menghadapi prisis terus menerus perlu
dilakukan agar mampu merespon krisis dengan benar. Beberapa hal yang mesti diperhatikan saat
merespon krisis yang sifatnya tidak dapat diduga kapan terjadinya, antara lain :
1. Dont Panic never say “no coment”
2. Gather internal stakeholders to develope a respon plan and key message ; call a group of key
(example: product recall)
3. When responding to question from the public or the media, be sure that you are responding to
your question only.
4. Never speculate, if don’t know for sure and detail question. Offer to find the answer to
aprroriate spokesperson.
5. Control the message, That information not at all public should be share. Just share on a “need
to know” basis only.
6. If inaccurate or misleading information is reported by the media, dont automatically move to
correct that information. Just tell “your side´of the story.
7. Tell it all, tell it now, don’t let stories drag on. May be best if you share information early and
completely.
02.47.00Rafles Abdi Kusuma, S.Ikom
MENEJEMEN ISU DAN KOMUNIKASI KRISIS
Pada pembahasan ini, penulis mencoba menjelaskan materi mengenai manajemen isu dan
komunikasi krisis. Sebagai seorang individu yang berperan menjadi pimpinan atapun staff dari
sebuah perusahaan (korporat) tentunya perlu memahami bagaimana melaksanakan manajemen
isu dan komunikasi pada saat krisis. Sebuah isu yang berkembang disekitar lingkungan kerja dan
terjadinya krisis adalah dua hal yang terpisah dan berbeda intrepretasi namun saling berkaitan.
O’Brien menjelaskan keterkaitan antara dua hal ini dalam suatu kasus yang dihadapi klien ;
ketika ada suatu isu bagaimana penjualan dapat terpengaruh, bagaimana karyawan pada
perusahaan dapat terpengaruh jika penjualan menurun, bagaimana cara berhadapan dengan
karyawan yang menyangkut mereka ketika produk yang dibuatnya menyebabkan kerugian untuk
orang lain dan seterusnya. O’Brien mendeskripsikan bahwa Management isu ialah sebuah situasi
yang lebih spesifik atau pada persepsi isu yang belum terjadi namun berpotensi berdampak
negatif pada jangka panjang keberlangsungan organisasi. Sedangkan komunikasi krisis ialah
biasanya dipusatkan pada kondisi yang lebih spesifik atau berkembang pada kondisi yang
“mungkin atau tidak mungkin” terjadi, tetapi akan tetap mengancam keberlangsungan bisnis
ataupun organisasi. Kedua hal tersebut pada tingkat top managerial perlu dilatih secara sistematis
untuk membuat strategic action plan pada perusahaan atau organisasi yang dinaunginya. Laurent
F. CARREL (2004) pada bukunya Leadership in Krisen, menggaris bawahi kemampuan
membuat strategic action pada modal utama yaitu : Pendidikan dan Pelatihan adalah kunci utama
dalam rangka Mempersiapkan untuk menghadapi krisis. Fokusnya adalah pada persiapan secara
mental untuk situasi kritis. Secara sistematis mengunakan (diperlukan) tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, pengetahuan dan pengalaman individu, pengelompokan atau pengumpulan fokus
krisis mengenai perilaku di dalam krisis, serta dilakukan perawatan dan pengembangan. Selama
menghadapi krisis, ibarat perilaku untuk melunasi hutang dengan banyak cara, terutama ketika
pengorganisasian sudah berjalan dengan cara yang benar dari awal, maka efisiensi pengelolaan
(management) prosedural dan institusi dapat diperoleh. 1’ Esensi yang disampaikan diatas adalah
diperlukan suatu guideline atau panduan untuk semua level operational di perusahaan agar dapat
mengurangi risk management (resiko perusahaan) yang merugikan lingkungan internal dan
eksternal. Sehingga keberlangsungan perusahaan tetap terjaga dan terawat dengan baik. Hal
tersebut penting karena perusahaan yang beroperasi dalam dunia modern mempunya pilihan
monumental yang harus diambil.2’ Setiap karyawan pada suatu korporat haruslah menyadari
pilihan bahwa sebenarnya bisnis, masyarakat dan lingkungannya tidak dapat dipisahkan; bahwa
masing-masing lingkungan pengaruh merupakan bagian dari sistem kehidupan yang sama ;
bahwa hasil-hasil dalam lingkungan pengaruh juga menciptakan hasil bagi dua lingkungan
lainnya ; bahwa jika masyarakat atau lingkungan hidup gagal, bisnis juga akan gagal?.
MENEJEMEN ISU MENURUT O’BRIEN
Mengidentifikasi isu dan merespon krisis adalah dua hal yang sangat penting untuk
responsibilities dari “corporate communicators” atau pelaku komunikasi korporat. Bagaimana
bentuk pertanggungjawaban tersebut dilandasi pada Guideline sebagai role atau aturan main para
pelaku profesional dalam menghadapi dua kondisi tersebut yang penting untuk dipahami dan
diterapkan. Namun dalam manajemen isu yang mungkin terkait dengan lingkungan internal dan
eksternal perlu diperjelas satu persatu. Adapun kedua lingkungan ini memiliki ruang lingkup
tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda dari setiap departemen di perusahaan. Serta ada
tahapan yang mesti dipahami sebagai suatu proses yang terintegrasi dalam mengidentifikasi isu
dan merespon krisis. O’Brien menekankan hal pertama yang menjadi perhatian ialah menarik
audience pertama perusahaan yaitu karyawan. “If you can’t win the support of your own people,
how are you going to in the support of those outside the organization?” pada ranah ini
merupakan tugas dan tanggungjawab dari HR (human relations) department. Fungsi HR disini
ialah mengintegrasikan bermacam management isu yang sifatnya “sangat prinsip” sebagai role
untuk audience internal (karyawan). Berbagai contoh isu misalnya expansions market, new
product inovations, shifting consumer demand akan berdampak pada efektifitas kerja karyawan.
Olehkarena itu HR dituntut untuk menciptakan kemampuan pengorganisasian isu dari setiap
audience internalnya. Ketika merumuskan formulasi target Guideline dari suatu Communication
Planning tentang kemampuan memenejemen isu, HR harus lebih fokus pada isu dari manajemen
strategis dengan mempertimbangan prosedural dan taktikal. Bagan ini adalah ilutrasi yang dapat
dilakukan HR dalam meningkatkan kemampuan pengorganisasian isu (Jurnal of Federal Office
of Civil Protection and Disaster Assistance (BBK) (2011), Guideline for Strategic Crisis
Management Exercises. Provinzialstraße 93, 53127 Bonn. p.6.p.9). Mary Heimstead
mengelompokkan flow diatas pada tiga hal yaitu : Risk assessment of issues; Key messages for
each issue; Individual (apakah Communication Planning yang dibuat sudah terintegrasi pada
audience kunci seperti, investor, karyawan, komunitas dan news media). Langkah yang
dilakukan ini akan “meminimalisir” karyawan yang ketika menghadapi isu dan berkomunikasi
langsung dengan public “public face” memiliki mental “no comment” yang akan merusak
kredibilitas atau reputasi perusahaan. Sheny Devereaux Ferguson menambahkan bagaimana
meningkatkan kemampuan bagi karyawan untuk mengontrol isu dalam sebuah Communication
Planning yang didasari oleh berbagai faktor yaitu 3’: 1. Lebih memusatkan percaya pada isu
yang lebih dapat melawan perubahan 2. Pengaruh terbesar dari lingkungan 3. Dimensi isu
terbesar seperti sosial, politik, teknologi, ekonomi, dan hukum. 4. Lebih pada isu yang
“ditunggangi” seperti peristiwa terorisme 11 september 5. Kekuasaan dari stakeholders yang
menentang pendirian organisasi 6. Jumlah stakeholders terkait dari isu tersebut 7. Lebih
mengkelompokkan stakeholders O’Brien menjelaskan bagaimana proses menejemen isu
diperlukan untuk memudahkan kita memahami kompleksitas tersebut diatas dengan : 1.
Identifikasikan isu yang dapat mempengaruhi organisasi 2. Lakukan riset atau penelitian dengan
survey, focus gruops,turun kelapangan dan bicara langsung dengan masyarakat 3. Analisakan
pengaruh dari persepsi dan perilaku 4. Identifikasikan pesan kunci dan pola komunikasi 5.
Implementasikan dalam program komunikasi
MENEJEMEN ISU MENURUT W. HOWARD CHASE
Istilah “manajemen isu” dipopulerkan oleh W. Howard Chase (1976) menjadi kajian public
relations. Diawal perkembangannya merupakan upaya untuk mengidentifikasikan strategi yang
dibutuhkan perusahaan untuk menghadapi upaya yang dilakukan kelompok kepentingan atau
aktivis yang berupaya menekan pemerintah atau pejabat berwenang agar lebih mengendalikan
aktivitas bisnis perusahaan. Olehkarena itu manajemen isu didefinisikan sebagai cara bagaimana
perusahaan menghadapi kritik yang ditujukan publik kepadanya dan lebih diterapkan untuk
menghadapi faktor eksternal daripada faktor internal. Memasuki globalisasi dengan
perkembangan teknologi dan informasi berdampak pada isu-isu seperti lingkungan bisnis yang
lebih dinamis dan berubah drastis serta semakin membuat kritisnya publik perusahaan.
Management perusahaan dituntut lebih menyadari bahwa banyak faktor eksternal maupun
internal mempengaruhi organisasi. Lebih jauh pihak manajemen perusahaan juga berusaha agar
apa yang menjadi penghargaan publik seiring dengan eksistensi perusahaan ditengah lingkungan.
Ketika muncul ketidaksesuaian pengertian antara pihak manajemen dan publiknya, maka ini
menjadi awal munculnya isu. Definisi Isu oleh Teresa Yancey Crane ialah dapat dikatakan
sebagai munculnya kesenjangan antara tindakan perusahaan dan harapan publik (stakeholders).
Namun untuk memberikan pemahaman menyeluruh, berikut definisi isu yang dapat didefinisikan
dari berbagai sumber 4’: 1. Sebuah isu adalah masalah yang belum terselesaikan dan siap untuk
diambil keputusan (W. Howard Chase dan Bary Jones, dalam chase, 1984:38) 2. Isu terjadi
ketika sebuah masalah menjadi terfokus pada satu pertanyaan khusus yang bisa mengarah pada
pertikaian dan beberapa jenis resolusi (Crable & Vibbert, 1986:62) 3. Isu yang muncul adalah
suatu kondisi atau peristiwa, baik internal atau eksternal organisasi, yang jika berlanjut akan
memiliki dampak signifikan pada fungsi atau aktivitas organisasi atau pada kepentingan masa
depan organisasi (Regester dan Larkin, 2002:31) 4. Isu merupakan perbedaan pendapat yang
diperdebatkan, masalah fakta, evaluasi atau kebijakan yang penting bagi pihak-pihak yang
berhubungan (Heath dan Coombs, 2006: 262)
IDENTIFIKASI ISU DAN ANALISIS
Sebagai tambahan pemahaman kita, pada chapter 10 tentang issues management and public
affairs (Joep Cornelissen, 2011:180-181), Howard Chase juga menekankan bahwa isu dan krisis
merupakan hal yang berkaitan, ketika sebuah isu kemungkinan juga dapat mengarahkan kepada
krisis. Dimana krisis diartikan pada sebuah isu yang tidak hanya memerlukan tindakan terencana
tetapi juga bersifat “kondisional” (ada faktor pemicu). Pada grafik ini akan terlihat suatu cara
bagaimana menentukan perbedaaan antara isu dan kricis ialah pada bagaimana perkembangan
isu berdasarkan analisa waktu yang dapat berpotensi mendapat perhatian media dan publik.
Dari grafik dapat dimengerti sebuah proses dimana sesungguhnya banyaknya isu
diingkungan bersifat ‘latent” yang dapat menjadi “active” karena media telah turut campur dan
karena adanya mobilisasi berbagai kelompok kepentingan (stakeholders) kepada isu tersebut.
Pada tahap ini perusahaan harus memonitor dan memantau perubahan dalam lingkungan pada
opini publik yang mengarah pada isu latent dan berhubungan dengan stakeholders dari
perusahaan. Ketika sebuah isu sudah menjadi penting diranah publik (public domain) maka
media akan memainkan peran yang sangat krusial bagi perusahaan. Media akan mengembangkan
isu tersebut pada tempat teratas dari perhatian publik yang dapat berpotensi pada organisasi atau
perusahaan mengalami tekanan (pressure) sehingga perlu dilakukan action terhadap hal tersebut.
Kemudian saat pressure media yang menyebabkan isu tersebut semakin “intense” maka “crisis”
akan berdampak penuh terhadap perusahaan sehingga diperlukan tindakan cepat untuk
mereduksi resiko yang mungkin muncul lebih parah bagi perusahaan. Secara spesifik model
siklus isu versi Joep Cornelissen juga di perjelas oleh Hainsworth dan Meng, berdasarkan empat
tahapan yaitu : origin, mediasi dan ampifikasi, organisasi dan resolusi. 5’
Memahami model siklus dari
perkembangan isu dan tekanan yang disampaikan diatas ialah tugas praktisi komunikasi dan
penting untuk mengidentifikasi potensi dampak atau tingkat resiko isu. “need to keep an eye on”
atau tidak dapat dianggap sepele oleh Public relation sehingga perlu analisa lebih jauh dan
dipersiapkan berbagai langkah yang tepat. Menurut Heath dan Combos, kelahiran isu berawal
ketika individu atau kelompok mengalami hambatan (strain). Tahapan siklus isu disini lebih
memfokuskan pada isu yang memiliki potensi negatif bagi organisasi. Proses dimulai saat
“hambatan Isu” terjadi ketika seseorang percaya bahwa ada permasalahan yang muncul. Begitu
hambatan terjadi, “mobilisasi isu” mulai berjalan. Pada tahap ini, beberapa individu atau
kelompok menjadi aktif. Mereka berkomunikasi di antara mereka, dengan organisasi yang
diduga melakukan kerusakan lingkungan, dan media untuk meningkatkan kesadaran publik
melalui tekanan agar merubah kebijakan organisasi. Selanjutnya “konfrontasi” terjadi ketika
tekanan semakin mengemuka. Tekanan ini bisa muncul dalam pertemuan-pertemuan dengan
pimpinan organisasi yang diduga melakukan kerusakan. Hal ini berdampak pada meningkatnya
liputan media untuk menarik perhatian umum terhadap isu dan memperluas kesadaran terhadap
isu. Pada tingkat ini pendekatan advokasi yang digunakan oleh kelompok aktivis berupaya
memperluas dan memperdalam perasaan publik terhadap isu. Konfrontasi juga bisa mengarahkan
kelompok dan organisasi yang bertikai pada tingkat pengadilan. Hingga pada titik tertentu,
pihak-pihak yang bertikai tersebut melakukan negosiasi. Manajemen isu yang cerdas berupaya
mencapai tahapan ini secepat mungkin untuk menemukan cara menyatukan kepentingan dan
mencapai hasil yang memperbaiki atau membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Upaya komunikasi (resolusi) ini adalah menciptakan makna yang mengarah pada harmoni atau
keselarasan di area konflik. Efektifitas resolusi adalah ketika kelompok kepentingan
(stakeholders) yang penting dalam isu ini dan publik kepada organisasi dapat diukur berdasarkan
empat kategori, yaitu: 1. Problematic stakeholders/publics : posisi stakeholders/publics
dikategorikan pada “kelompok penentang” dengan kekuatan yang tidak begitu kuat untuk
menekan organisasi. Misalnya : praktis ataupun aktivis dan media. 2. Antagonistic
stakeholders/publics: posisi stakeholders/publicsi dikategorikan pada “kelompok penentang”
dengan memegang kekuasaan yang dapat memberi pengaruh lebih pada organisasi. Misalnya :
pemerintah ataupun legislatif 3. Low priority stakeholders/publics : posisi stakeholders/publicsi
dikategorikan pada “kelompok pendukung” yang dengan kekuatannya berada diposisi strategis
namun relatif tidak begitu penting berpengaruh terhadap organisasi saat isu berkembang di ranah
publik (public domain). Misalnya : peneliti 4. Supporter stakeholders/publics : dikategorikan
pada “kelompok pendukung” yang penting terhadap organisasi dalam hal kekuasaan dan
pengaruhnya. Misalnya : karyawan dan pemegang saham. Setelah melakukan analisa isu
terhadap perkembangan isu yang melibatkan tiap stakeholder atau publik, M.C Healy
mengembangkan kerangka kerja dari siklus isu kedalam empat tahapan proses terjadinya isu dan
stakeholder atau publik yang terlibat, yaitu: emergence, debate, codification, enforcement.
LANGKAH – LANGKAH PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU
US Public Affairs Council (Regester & Larkin, 2003:44-46) menyatakan bahwa fungsifungsi yang dibutuhkan bagi manajemen isu adalah pengidentifikasian berbagai isu dan tren,
mengevaluasi dampak mereka dan menempatkan prioritas, menetapkan posisi suatu perusahaan,
merancang tindakan dan respon dari perusahaan untuk membantu mendapatkan posisi tersebut
serta mengimplementasikan rencana. Fungsi-fungsi ini harus ada secara konstan dan terintegrasi
serta terfokus pada tugas utama yakni membantu organisasi, melalui manajemennya. Kunci dari
tugas-tugas tersebut adalah merencanakan, memonitor, menganalisa dan mengkomunikasikan.
Heath & Cousino mengidentifikasikan empat kebutuhan fungsi umum agar sebuah perusahaan
dapat memaksimalkan posisinya serta memelihara lingkungan kebijakan publiknya secara
positif, dengan sebuah fokus utama yakni memperhatikan hubungan dengan para stakeholdernya: a. Perencanaan dan operasi yang cerdas. b. Pertahanan yang kuat dan penyerangan yang
cerdas. c. Getting the house in order. d. Mengeksplorasi landasan. Model proses manajemen isu
pada prinsipnya merupakan alat untuk mengidentifikasi, menganalisis, membuat skala prioritas,
menentukan respon dan evalusi atas konsekuensi-konsekuensi dari perubahan lingkungan
eksternal dan internal terhadap aktivitas organisasi. Namun penggunaan model manajemen isu
juga meliputi perencanaan kebijakan publik ke dalam setiap unit operasional organisasi,
kewenangan membuat keputusan dan keahlian mereview dan mengevaluasi isu. Oleh karena itu,
akan lebih baik jika ada tim manajemen isu selain praktisi PR juga melibatkan senior manager
dan mendekatkan proses kerja tim pada shareholders perusahaan. Dalam manajemen isu,
terdapat langkah – langkah yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan manajemen tertata dan
berjalan sesuai tujuan. Chase & Jones menguraikan langkah –langkah tersebut sebagai berikut
(Regester & Larkin, 2003:59-60; Chase, 1984:38-68; Harrison, 2001):
1. Identifikasi Isu Merupakan proses untuk membandingkan tren yang terjadi di dalam organisasi
dengan kinerja perusahaan. Setiap gap yang bisa menimbulkan isu, harus didokumentasikan,
dikategorisasikan dan dilaporkan.
2. Analisis Isu Analisis isu adalah menentukan isu berdasarkan urgensinya dan dampaknya.
Setelah isu yang muncul diidentifikasikan dan diprioritaskan, tahap kedua dimulai. Tujuannya
adalah menentukan asal isu tersebut yang sering kali sulit karena biasanya isu tidak muncul
hanya dari satu sumber saja.
3. Pilihan Strategi Perubahan Isu Merupakan tahap yang melibatkan pembuatan keputusan –
keputusan dasar tentang respons organisasi. Terdapat tiga pilihan untuk menghadapi perubahan
tersebut, yaitu:
a. Strategi Perubahan Reaktif ; Dalam strategi perubahan reaktif, perusahaan hanya akan bereaksi
jika muncul isu – isu yang memojokkan atau kurang menguntungkan bagi citra perusahaan.
Artinya perusahaan tidak memiliki persiapan dan strategi jangka panjang dalam menghadapi isu.
b. Strategi Perubahan Adaptif ; Strategi ini menyarankan pada keterbukaan perusahaan terhadap
isu yang berkembang. Hal ini memerlukan kesadaran perusahaan bahwa isu tidak bisa dihindari.
Pendekatan ini berlandaskan pada perencanaan untuk mengantisipasi perubahan serta
menawarkan dialog konstruktif untuk menemukan sebuah bentuk kompromi dalam menangani
setiap isu yang beredar.
c. Strategi Respon Dinamis ; Respon dinamis bertujuan untuk mengantisipasi dan membantu
proses pengambilan keputusan agar sesuai dengan kepentingan publik. Strategi ini memberikan
arahan bagaimana berkampanye melawan isu. Pendekatan ini menjadikan organisasi sebagai
polopor pendukung perubahan.
Sementara itu, Bucholz (1984) mengidentifikasikan empat kemungkinan respon terhadap
isu kebijakan publik sebagai berikut :
1. Reaktif – Melawan perubahan
2. Akomodatif – mengadaptasi perubahan
3. Proaktif – mempengaruhi perubahan
4. Integratif – menyesuaikan diri terhadap perubahan
5. Program Penanganan Isu Pada fase ini organisasi harus memutuskan kebijakan yang
mendukung perubahan yang diinginkan untuk membuat program penanganan isu. Tahap ini
membutuhkan koordinasi sumber daya untuk menyediakan dukungan yang optimal agar tujuan
dan target tercapai. Perencanaan program cenderung akan mengembangkan strategi hanya untuk
keadaan masa depan yang “paling mungkin atau mungkin” karena organisasi dihadapkan pada
semua kemungkinan dari isu yang ada.
6. Evaluasi Hasil Setelah semua tahapan di atas, akhirnya dibutuhkan sebuah riset untuk
mengevaluasi bagaimana implementasi program yang dilakukan. Semakin lama isu berkembang,
semakin sedikit pilihan yang tersedia dan semakin mahal biayanya (Regester & Larkin, 2003).
PROSES PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISU
Proses tambahan bagi model proses manajemen isu yang telah dipaparkan sebelumnya,
dapat dipetakan untuk menggambarkan peran pembuatan keputusan manajemen pada setiap fase
(Regester & Larkin, 2003:99-102): a. Fase Kesadaran Di sini, penekanan dalam tim manajemen
adalah pada mendengarkan dan mempelajari. Mereka yang terlibat harus terjaga, terbuka, rendah
hati, penasaran serta tertantang. Latar belakang informasi dan riset harus digunakan
selengkapnya serta mengadakan pemonitoran infrastruktur. b. Fase Eksplorasi Tahap ini
mengindikasikan urgensi yang meningkat terhadap pentingnya isu. Tanggung jawab khusus
harus dibagikan, kesadaran organisasi ditingkatkan dan proses analisa serta pembentukan opini
dimulai. Suatu gugus tugas dapat dibentuk untuk memudahkan alokasi tanggung jawab. Berikut
adalah karakteristik contoh gugus tugas:
1. Senioritas untuk mengambil keputusan, mengalokasikan sumber serta mengarahkan
implementasi program.
2. Ukuran disiplin direpresentasikan dan akses yang sesuai atas informasi untuk tujuan
pengambilan keputusan.
3. Akses yang mudah untuk mengatur rapat serta ‘jaringan’ informasi; fleksibilitas dan
informalitas dalam metode bekerja.
4. Kemampuan untuk mengkombinasikan keahlian analitis dan kreatif dengan tindakan serta
pengambilan keputusan yang terfokus dan cepat.
5. Meminimalisir arus kertas untuk menghindari birokrasi, respon yang lamban serta kebocoran
informasi yang sensitif. Kesadaran yang lebih luas atas issue tersebut di dalam perusahaan
ditingkatkan pada tahap ini dan analisis serta proses pembentukan opini dimulai.
c. Fase Pembuatan Keputusan Pada tahap ini perusahaan harus mempertimbangkan tindakan.
Tim manajemen harus mengukur dan memutuskan secara objektif terhadap beberapa alternatif
yang diperlihatkan seraya mendorong pemikiran yang luas dan kreatifitas dalam
memformulasikan suatu rencana tindakan.
d. Fase Implementasi Tahap ini melibatkan pengambilan langkah-langkah yang sesuai untuk
membuat keputusan manajemen dilaksanakan.
e. Fase Modifikasi Pengukuran dan evaluasi dari tindakan yang tengah dijalankan serta hasilnya,
sehingga penyesuaian atau perbaikan terhadap rencana tindakan dapat dibuat.
f. Fase Penyelesaian Tahap ini adalah periode relaksasi yang harus menurunkan tingkat
keterlibatan manajemen senior. Kegiatan kunci melibatkan delegasi yang sesuai dan menjamin
implementasi atas perubahan yang dihasilkan manajemen dalam organisasi. Manajemen isu yang
efektif dapat membantu membangun manfaat dan penjualan yang kompetitif, terutama dalam
pasar yang baru; juga dapat membantu mengeksploitasi kesempatan atau melindungi kebijakan
organisasi ketika terdapat potensi bagi perubahan sosial yang penting.
Tekanan-tekanan dari pasar yang dinamis, kegiatan kompetitor serta ketersediaan sumber
daya dapat menyulitkan dalam mengantisipasi, memulai atau merencanakan berbagai isu
penting. Kerry Tucker & Bill Trumpfheller (Regester & Larkin, 2003:102- 112), juga
menetapkan rencana lima langkah untuk membantu mencanangkan sebuah sistem manajemen
issue yang telah berhasil dipraktekkan di lapangan: a. Mengantisipasi isu dan menetapkan
prioritas Membentuk gugus tugas internal, berdasarkan kerangka pendekatan dalam proses
terdahulu merupakan titik awal vital. Sesi pertukaran pikiran dan analisa database harus
memfokuskan pada penjawaban pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Siapa kompetitor langsung dan tak langsung serta faktor sosial atau regulasi apa yang harus
kita hadapi? 2. Perubahan apa yang harus kita antisipasi dalam pasar serta dalam lingkungan
politis dan sosial yang lebih luas 12 bulan mendatang dan masa-masa ke depan?
3. Faktor-faktor apa yang mungkin berdampak pada cara kita bekerja?
4. Peristiwa khusus apa yang mungkin terjadi dan memiliki dampak pada kemampuan kita untuk
memelihara dan mengembangkan pasar kita? Sekali isu – isu ini dapat teridentifikasi, kita dapat
menempatkan prioritas dan mengambil keputusan tentang berapa lama dan berapa besar sumber
daya yang diperlukan untuk mengatasi iau – isu tersebut.
b. Menganalisa Isu Kembangkan analisa isu yang singkat dan formal, lihatlah pada kesempatankesempatan serta ancaman terhadap serangkaian skenario yang berbeda. Hal ini harus mencakup
apa yang terjadi bila isu dibiarkan, serta pengukuran bagaimana khalayak kunci mungkin terkena
dampak oleh isu tersebut. Juga harus ada ringkasan kemana arah isu mungkin berkembang. Hal
ini akan memberikan pada manajemen pandangan yang luas atas isu serta efeknya pada sejumlah
area seperti penempatan posisi produk di pasar, kinerja keuangan, reputasi perusahaan serta
prospektif bagi regulasi atau bahkan pengadilan. c. Merekomendasikan posisi organisasi
terhadap isu Analisa dari langkah sebelumnya harus menyediakan database untuk
mengembangkan suatu posisi yang direncanakan untuk menciptakan dukungan mayoritas
terbesar dari para individu atau kelompok-kelompok yang terkena dampak. Database tersebut
dibentuk berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Siapa yang terkena
dampak? 2. Bagaimana kelompok atau para individu yang terkena dampak ini memandang isu
tersebut? 3. Apa kemungkinan posisi dan kecenderungan sikap mereka? 4. Apa informasi/data
yang dapat kita kumpulkan untuk mendukung kasus kita? d. Mengidentifikasikan kelompok dan
pembentuk opini yang dapat memperbaiki posisi. Kelompok-kelompok dan para individu ini
akan terlihat melalui pertanyaan berikut: 1.Siapa yang membuat keputusan atas isu tersebut?
2.Siapa yang mungkin mendukung posisi kita? 3.Siapa yang mungkin tidak akan mendukung
posisi kita? 4.Siapa yang dapat menjadi target kita untuk membuat perubahan terbesar dalam
memperbaiki posisi kita? Jika mungkin, riset harus dilaksanakan untuk memvalidasikan asumsi
yang dibuat tentang kelompok-kelompok selama tahap analisa. Para pembentuk opini, diikuti
oleh industri berpengaruh atau asosiasi karyawan, konsumen dan kelompok-kelompok
berkepentingan serta media massa yang sudah mendapatkan informasi, dapat menjadi pendukung
kuat dalam berurusan dengan khalayak yang bervariasi, serta kriteria untuk menyeleksi mereka
termasuk: 1. Siapa yang dimintai nasehat/saran oleh anggota kelompok target kita atas isu
tersebut? 2. Siapa yang akan dipercayai oleh komunitas (konsumen, pelanggan) dan masyarakat
luas atas isu tersebut? 3. Siapa yang mempunyai kredibilitas paling baik untuk memperbaiki
posisi kita terhadap isu tersebut? 4. Siapa yang mungkin terbuka terhadap posisi kita atas isu
tersebut? e. Mengidentifikasi sikap yang dikehendaki. Hal ini merupakan poin yang sering gagal
diperhatikan. Memperbaiki sikap khusus yang berhubungan dengan posisi perusahaan akan
membawa perkembangan pada sisa proses perencanaan, yakni: strategi komunikasi dan
pemasaran, tujuan, target, pesan, taktik, alokasi sumber daya serta anggaran. Akhirnya, evaluasi
kemajuan harus dimasukkan ke dalam rencana untuk menjamin bahwa target-target kunci
dipenuhi, arah isu tergambarkan serta penyesuaian-penyesuaian dibuat jika memungkinkan.
Lebih baik lagi bila PR dapat me-registrasi atau mengelompokkan berbagai isu dalam sebuah
flow atau alur yang merepresentasikan category isu, kemungkinan terjadinya, kemungkinan
impactnya, stakeholders dan action.
KOMUNIKASI ISU
Seiring dengan terbukanya saluran kebebasan berekspresi masyarakat di era informasi;
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang menjadikan masyarakat semakin
terdidik dan kritis dalam melihat dan menilai isu atau peristiwa. Oleh karena itu sensitif terhadap
isu dan melakukan antisipasi perubahan yang bisa membawa konsekuensi bagi organisasi
kiranya perlu dilakukan oleh pihak manajemen yang ingin memenangkan pasar atau
menjalankan aktivitas organisasi dengan lingkungan yang dinamis. Pihak manajemen yang
menerapkan strategi komunikasi yang baik sebagai bagian dari proses manajemen isu bisa
menjadikan isu sebagai titik balik yang justru memperkuat reputasi perusahaan atau organisasi.
Praktisi public relations memiliki peran penting untuk membentuk strategi komunikasi yang
cemerlang dengan mempertimbangkan tiga faktor utama yaitu : pengetahuan komunikator,
pengharapan bersama dan kultur partisipatif. Kemampuan teknis yang dipadukan dengan
kemampuan manajerial yang dalam sebuah perencanaan stratejik penanganan isu akan menjadi
nilai tambah organisasi. David. M. Dozier, dkk (1995) menjelaskan tiga faktor tersebut sebagai
faktor pembentuk Communication Ecellence, pada bagan sebagai berikut : Ada beberapa
aktivitas manajemen komunikasi yang perlu dikembangkan dalam tim manajemen isu di
organisasi, yakni : 1. Pemantauan lingkungan untuk mengidentifikasikan isu 2. Riset untuk
mengembangkan analisa dari isu potensial 3. Memberikan advice atas isu kepada koalisi
dominan 4. Perencanaan stratejik terhadap isu atau perubahan 5. Mengelola komunikasi program
aksi sebagai respon atas isu Kelima hal tersebut akan menghasilkan kualitas kebijakan yang
tertuang dalam perencanaan stratejik manajemen isu. Pesan komunikasi dirancang untuk tiap
target pubik agar dapat dipastikan publik mendukung pencapaian sasaran dan objectives program
yang sesuai dengan kepentingan publik. James Gruning (1992) mengidentifikasi teologi
objectives pesan komunikasi sebagai berikut : 1. Message exposure, menyiapkan materi
komunikasi untuk media massa dan menyebarkan pesan lain melalui beragam media yang
dikelola seperti press release dan social media. 2. Accurate dissemination of The Message,
berdasarkan kenyataan publik mengetahui pesan dan menerima sebagian atau seluruh pesan 3.
Acceptance of The Message, berdasarkan kenyataan publik tidak hanya menerima tapi
mempercayai validitas pesan 4. Attitude change, meyakinkan publik hingga mereka juga
berkomitment verbal terhadap pesan 5. Change in overt behavior, pesan bukan hanya dapat
diterima dan dipahami publik tetapi mereka sudah pada tingkat merubah perilakunya.
KOMUNIKASI KRISIS
Krisis bisa dibilang ibarat sebuah petaka atau bencana yang dapat muncul secara alami
ataupun juga dari sebuah hasil kesalahan, intervensi bahkan nihat jahat manusia. Krisis juga
dapat berupa kehancuran yang “nyata dan tidak nyata”. Bagi organisasi atau perusahaan
peristiwa hilangnya kredibilitas dan rusaknya reputasi adalah sebuah krisis. Akibat dari peristiwa
ini dapat disebabkan mungkin hasil dari respon manajemen atas kehancuran nyata bahkan
mungkin dari kesalahan manusia (human error). Ketika krisis itu memiliki dampak keuangan
atau financial risk yang cukup besar maka akan mempengaruhi banyak konstituen atau
stakeholders didalam lebih satu area bisnis. Pada pembahasan komunikasi krisis, sebelum kita
memulai untuk merencanakan komunikasi dalam suatu krisis, perlu dipahami ada beberapa hal
yang harus dilakukan dalam berbagai kondisi krisis, yakni : 1. Identify your crisis Sebuah kasus
yang pernah terjadi pada awal bulan oktober 1982 oleh Jhonson & jhonson’s, dimana terjadi
penarikan kapsul tylenol J&J karena peristiwa meninggalnya tujuh orang setelah mengonsumsi
kapsul tersebut yang dilapisi sianida. Sontak setelah beberapa hari laporan peristiwa itu, J&J
yang menguasai hampir 40 persen pasar (untuk obat pereda sakit) langsung mengalami
penurunan penjualan hampir 90 persen6’. Dari peristiwa ini banyak pakar komunikasi krisis,
pemasaran dan psikologi menduga bahwa respon cepat dan penuh kepedulian dari perusahaan
tersebut menjadi sebuah kemenangan bagi perusahaan. Lantas apa yang telah mereka lakukan?
Pertama, Jhonson & jhonson’s tidak hanya berekasi terhadap apa yang sedang terjadi. Mereka
juga menerima serangan isu itu dan menarik produk yang berpotensi mematikan itu. Kedua,
mereka memanfaatkan niat baik yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun dengan
stakeholders, mulai dari dokter dan media untuk menyelamatkan merek tersebut. Ketiga,
perusahaan bereaksi dengan cara yang lebih memperlihatkan rasa kepedulian dan manusiawi
daripada sekedar melihat insiden tersebut dari perspektif hukum dan keuangan. Perusahaan
menggerakkan ribuan karyawannya untuk melakukan kunjungan secara personal ke rumah sakit
dan ke dokter serta apoteker di seluruh negeri yang dilakukan lebih dari satu juta kunjungan agar
dapat mengembalikan kepercayaan terhadap merek dari perusahaan mereka. Dari insiden yang
diceritakan diatas, sebagai communication practitioners atau praktisi komunikasi korporat dapat
ditarik hal penting ialah diperlukan sebuah aturan main atau “a role to play” untuk bekerja yang
benar dalam kondisi krisis. Praktisi komunikasi harus melakukan identifikasi berbagai
kemungkinan krisis dan mengembangkan planing kontigensi dalam krisis. Timothy Coombs
mendefinisikan kondisi krisis dalam dua dimensi, yaitu : internal-external dan intentionalunintentional. Maksudnya “Internal-external” adalah ketika krisis dihasilkan dari sesuatu yang
telah dihasilkan oleh organisasi itu sendiri atau juga bisa disebabkan oleh seseorang atau
kelompok yang berada diluar organisasi. Sedangkan “intentional-unintentional” adalah suatu
dimensi yang berhubungan dengan pengontrolan dari penyebab krisis terjadi. Pada titik
intentional, krisis terjadi dengan “disengaja” dari beberapa aktor ; dan unintentional adalah pada
saat krisis terjadi “tidak disengaja” dari beberapa aktor. Keempat hal yang disebutkan Timothy
Coombs menghasilkan empat type mutual exclusive crisis,7’ pada ilustrasi sebagai berikut : 2.
Anticipating and preparation for your crisis Beberapa industri lebih rentan terhadap krisis
daripada yang lain. Namun semua organisasi – publik, swasta dan nirlaba dapat beresiko jika
krisis muncul. Heimstead mengatakan, “every organization should prepare a risk analysis for a
potential crisis, event those crisis not directly affecting your company” 8’ Bagaimana organisasi
mengetahui apakah mereka lebih cenderung mengalami krisis atau tidak? Salah satu cara bagus
untuk mempersiapkan organisasi pada kondisi krisis ialah dengan memahami apa yang mungkin
menjadi “end-game” atau dengan kata lain memahami krisis dari “warning time” dari sebuah
krisis. Larry smith mengidentifikasikan hal ini kedalam empat dasar type crisis yaitu : 1.
Perceptual crisis : krisis terjadi pada saat tidak disadari bahwa akan terjadi hal buruk, tetapi
publik telah mempersepsikan telah terjadi sesuatu yang salah, maka bencana itu akan benarbenar terjadi pada organisasi 2. Bizzare crisis : krisis terjadi pada saat tidak dapat diperkirakan
atas apa yang telah dilakukan. 3. Sudden crisis : Krisis terjadi secara mendadak, tanpa peringatan
(gejala), berdampak pada perusahaan 4. Smoldering crisis : Krisis serius yang terjadi dalam
perusahaan, sebenarnya dapat teridentifikasi sejak awal dapat terjadi karena: 1. Masalah internal
2. Indikasi tindakan hukum yang merugikan perusahaan 3. Masalah pelanggaran karena
buruknya perencanaan Selanjutnya apakah yang dilakukan PR dalam Menangani Krisis, yakni:
1. Melakukan Pendalaman Data dan Fakta sebelum krisis terjadi melalui riset mendalam
mengenai isu yang berkembang 2. Menyiapkan Paket Informasi (Information Sheets) standar
yang akan diberikan oleh PR kepada semua stakeholder termasuk pola pendekatan yang
dilakukan untuk menyalurkan informasi tersebut seperti media relations, government relations,
dsb 3. Membuat batasan isu dan dampaknya dengan menganalisis dampak yang mungkin timbul
di masyarakat . Selanjutnya mengembangkan informasi secara efektif dan efisien agar jangan
sampai publik kesulitan menangkap pesan yang kita sampaikan 4. Siapkan Tim Crisis Centre 5.
Menunjuk Unofficial Spoke Persons Crisis Center, sebaiknya tak hanya melibatkan internal
perusahaan tetapi juga pihak lain yang direkrut untuk menyelesaikan krisis. Biasanya sebagai
expertise judgement, opinion leader statemen dsb. 3. Building a plan for your crisis Krisis pasti
akan terjadi cepat atau lambat bahkan secara tiba-tiba dan diluar sengaja. Selaku PR officer jika
tidak dipersiapkan planing atau rencana dalam menghadapi krisis maka malapetaka akan
membahayakan organisasi bahkan semua pihak disekitarnya. Jason Mudd, APR dalam ebooknya
(sumber: www.axiapr.com) berjudul managing public relatin in a crisis memaparkan sepuluh
langkah prencanaan menghadapi krisis, yakni : 1. Identify Your Crisis Communications Team 2.
Identify Spokespersons 3. Spokesperson Training 4. Establish Communications Protocols 5.
Identify and Know Your Audiences 6. Anticipate Crises 7. Plan to Assess the Situation 8. Identify
Key Messages 9. Plan Communications Methods 10. Ride Out the Storm 4. How to
communicate during your crisis Kunci utama dalam membuat pesan ialah jangan pernah
membiarkan krisis mengalami perubahan bahkan lari dari kenyataan. Setiap organisasi haruslah
dapat bersiap-siap untuk memprediksi krisis. Pelatihan menghadapi prisis terus menerus perlu
dilakukan agar mampu merespon krisis dengan benar. Beberapa hal yang mesti diperhatikan saat
merespon krisis yang sifatnya tidak dapat diduga kapan terjadinya, antara lain :
1. Dont Panic never say “no coment”
2. Gather internal stakeholders to develope a respon plan and key message ; call a group of key
(example: product recall)
3. When responding to question from the public or the media, be sure that you are responding to
your question only.
4. Never speculate, if don’t know for sure and detail question. Offer to find the answer to
aprroriate spokesperson.
5. Control the message, That information not at all public should be share. Just share on a “need
to know” basis only.
6. If inaccurate or misleading information is reported by the media, dont automatically move to
correct that information. Just tell “your side´of the story.
7. Tell it all, tell it now, don’t let stories drag on. May be best if you share information early and
completely.