ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia Linn.)

MINYAK ATSIRI DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia Linn.)

Disusun oleh : OKTAVIA YULIANTI M 0306048

SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

commit to user

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi (Vitex trfolia Linn) telah dilakukan. Minyak atsiri diisolasi dengan metode destilasi Stahl dan dianalisis dengan GC-MS. Kadar minyak atsiri yang dihasilkan 0,2% (v/b). Komponen yang teridentifikasi sebanyak 22 senyawa dari 34 senyawa yang terdeteksi. Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. Didominasi oleh senyawa golongan monoterpen (51,09%) Komponen utama penyusunnya adalah senyawa 1,8 sineol (18,94%), caryophyllen (15,81%), α-pinen (10,18%), sabinen (9,20%), α-terpineol asetat (7,98%), dan 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). Aktivitas antibakteri dari minyak atsiri diujikan pada 4 bakteri patogen (Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis dan Shigella flexneri). Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap 4 bakteri yang digunakan.

Kata kunci : Vitex trifolia Linn, minyak atsiri, isolasi, identifikasi, aktivitas antibakteri.

commit to user

OKTAVIA YULIANTI

Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Science Sebelas Maret University

ABSTRACT

Isolation, identification and antibacterial activity of essential oil from Vitex trifolia Linn leafes have been done. The essential oil was isolated by Stahl distillation method and analyzed by gas chromatography and mass spectrometry (GC-MS). The yield of the essential oil was 0,2% (v/w). Twenty-two components out of thirty-four were identified in the oil. The oil were predominantly composed of monoterpene hydrocarbons (51,09%). Major component in essential oil was 1,8-cineol (18,94%), caryophyllene (15,81%), α-pinene (10,18%), sabinene (9,20%), α- terpineol acetate (7,98%), and 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). The antimicrobial activity of essential oils was evaluated against four bacteria (Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis and Shigella flexneri). Results showed that oils moderate antibacterial activities.

Keyword : Vitex trifolia Linn, essential oil, isolation, identification, antibacterial activity

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam hutan tropika Indonesia (Hariana, 2008). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat adalah legundi. Tanaman legundi berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber fitofarmaka Indonesia (Agusta, 2000). Legundi (Vitex trifolia Linn.) merupakan tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Daun tanaman ini sering digunakan untuk obat analgesik, antipiretik, obat luka, obat cacing, obat tipus, peluruh kencing, peluruh kentut, pereda kejang, menormalkan siklus haid dan pembunuh kuman (Sudarsono dkk, 2002).

Khasiat obat pada suatu tanaman umumnya ditentukan oleh kandungan metabolit sekundernya. Senyawa-senyawa golongan metabolit sekunder diantara lain flavonoid, terpenoid, alkaloid, dan steroid. Daun dan akar legundi mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri (Hariana, 2008). Salah satu komponen kimia yang berkhasiat obat yang terdapat pada tumbuhan adalah minyak atsiri. Komponen utama dalam minyak atsiri merupakan golongan terpenoid jenis monoterpen dan sesquiterpen. Komponen tersebut mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri yang mempunyai kemampuan untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri pathogen. Beberapa jenis bakteri yang akhir-akhir ini banyak menimbulkan penyakit yang mewabah antara lain : Shigella sp (Shigella flexneri), Proteus sp( Proteus mirabilis), Staphylococcus sp (Staphylococcus epidermidis), Streptococcus sp (Streptococcus pyogenes) (Sadewo, 2005).

Pemilihan bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri patogen pada kulit, daerah saluran pernapasan bagian atas dan bisa menyebabkan penyakit seperti sariawan, koreng, jerawat serta ekspektoran. Streptococcus pyogenes penyebab infeksi kulit permukaan yang bermula di tenggorokan atau kulit. Shigella flexneri menyebabkan disentri dan respon inflamasi pada kolon. Sedangkan Proteus mirabilis dapat menginfeksi saluran kencing, luka terbuka dan paru-paru yang sangat bersifat pathogen (Funke BR, 2004).

Penyakit infeksi karena bakteri-bakteri tersebut umumnya diobati dengan antibiotik (Majid, 1005). Namun sejalan dengan perkembangan dan penggunaan antibiotik secara terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif, selain residu dalam tubuh, antibiotik dapat Penyakit infeksi karena bakteri-bakteri tersebut umumnya diobati dengan antibiotik (Majid, 1005). Namun sejalan dengan perkembangan dan penggunaan antibiotik secara terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif, selain residu dalam tubuh, antibiotik dapat

Beberapa penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak dari tumbuhan Legundi telah banyak dilakukan. Daun legundi yang diekstrak dengan petroleum eter memberikan skrining positif untuk steroid dan terpenoid sedangkan ekstrak etanol dari daun legundi menunjukkan skrining positif untuk steroid, terpenoid, flavonoid, karbohidrat, senyawa fenol, tanin, saponin dan phytosterol (Hossain, 2001, S. Thenmozhi et. al., 2011). Geetha, A. et al., 2010 melakukan penelitian uji antibakteri terhadap ekstrak kloroform daun legundi dan memberikan hasil yang cukup baik untuk bakteri patogen seperti Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumonia dan Stapylococcus aureus. Pengujian antibakteri dari ekstrak diklorometan daun legundi memberikan hasil yang efektif pada bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus faecalis (Hernandez, 1999). B

Selama ini penelitian antibakteri daun legundi sebagian besar terfokus dalam bentuk ekstrak, sedangkan dalam bentuk minyak atsirinya belum banyak diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini ditekankan pada isolasi, identifikasi komponen senyawa kimia dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun Legundi terhadap Staphylococcus epidermidis, Shigella flexneri, Streptococcus pyogenes dan Proteus mirabilis.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Kadar dan komponen minyak atsiri dari suatu tumbuhan dipengaruhi oleh daerah tempat tumbuh serta pengambilan bagian tertentu dari tumbuhan. Pada umumnya legundi dapat tumbuh di daerah terbuka dan pegunungan, sedangkan dalam pengambilan bagian tertentu dari tumbuhan harus spesifik hal ini dikarenakan setiap bagian tumbuhan legundi terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.

Pemilihan metode dalam proses isolasi bahan alam sangat penting. Metode yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari suatu bahan tanaman dapat dilakukan dengan cara seperti ekstraksi dan destilasi. Metode secara destilasi dapat dilakukan dengan menggunakan destilasi dengan air, destilasi dengan uap, destilasi dengan air dan uap. Oleh Pemilihan metode dalam proses isolasi bahan alam sangat penting. Metode yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari suatu bahan tanaman dapat dilakukan dengan cara seperti ekstraksi dan destilasi. Metode secara destilasi dapat dilakukan dengan menggunakan destilasi dengan air, destilasi dengan uap, destilasi dengan air dan uap. Oleh

Identifikasi komponen kimia dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri, akan diperoleh informasi tentang senyawa aktif yang bersifat antibakteri berdasarkan penelitian- penelitian sebelumnya.

Jenis bakteri yang sesuai dengan khasiat daun legundi adalah termasuk golongan bakteri yang dapat menginfeksi kulit maupun saluran pencernaan. Bakteri yang berkaitan dengan penyakit infeksi kulit diantaranya Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aereus, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis. Sedangkan yang berkaitan infeksi saluran pencernaan adalah Bacillus cereus, Shigella flexneri Proteus mirabilis dan Eschericia coli. Patogenitas dari setiap bakteri adalah berbeda sesuai dengan karakteristik masing- masing bakteri.

Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode difusi, dilusi, dan turbidimetri. Pada metode difusi dapat dilakukan dengan difusi agar yaitu dengan menggunakan lubang (perforasi) dan gores silang. Uji banding potensi minyak atsiri dan antibiotik sintetis dapat dilakukan dengan membuat kurva antara log konsentrasi kloramfenikol dan amoksisilin vs Diameter Daerah Hambat (DDH) atau dengan cara membuat kurva konsentrasi amoksisilin dan kloramfenikol vs Diameter Daerah Hambat (DDH). Kemudian dari persamaan garis linier kurva dapat ditentukan nilai bandingnya.

2. Batasan Masalah

Isolasi, identifikasi dan uji antibakteri minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn) masalah dibatasi sebagai berikut:

a. Bagian tanaman legundi yang digunakan adalah daunnya, yang diperoleh dari daerah Magelang, Jawa Tengah

b. Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode destilasi stahl

c. Identifikasi komponen minyak atsiri pada daun legundi dilakukan dengan menggunakan c. Identifikasi komponen minyak atsiri pada daun legundi dilakukan dengan menggunakan

3. Rumusan Masalah

1. Berapakah kadar minyak atsiri daun legundi yang diisolasi dengan metode destilasi

stahl?

2. Apakah minyak atsiri daun legundi mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Shigella flexneri ?

3. Komponen senyawa kimia apa saja yang dapat teridentifikasi dan bersifat aktif

antibakteri dalam minyak atsiri daun legundi?

4. Bagaimana potensi antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap antibiotik amoksisilin

dan kloramfenikol?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kadar minyak atsiri daun legundi dengan metode stahl

2. Mengetahui aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenese, Proteus mirabilis dan Shigella

flexneri

3. Mengetahui komponen kimia dari minyak atsiri daun legundi dengan analisa data GC – MS dan menentukan komponen yang aktif antibakteri

4. Mengetahui potensi minyak atsiri daun legundi dibandingkan dengan amoksisilin dan kloramfenikol.

digunakan untuk penelitian lebih lanjut. Misalnya, pengembangan obat tradisional yaitu memberikan informasi tentang efektifitas minyak atsiri daun legundi dalam bidang farmasi dan kesehatan.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Legundi ( Vitex trifoia Linn)

Tanaman suku Vitex (Verbenaceae) diperkirakan ada 270 species dari tanaman dan semak belukar yang diketahui yang tersebar di daerah tropis dan sub- tropis, meskipun hanya sedikit spesies yang ditemukan di daerah berhawa sedang. Vitex trifolia Linn adalah tanaman semak belukar atau perdu pohon kecil, tumbuh menjadi liar di Jawa hingga kurang lebih 1000 m di atas permukaan laut. Daunnya yang berbau aromatis sering digunakan untuk tanaman obat maupun tanaman pagar (Haryanto, 2009). Tanaman legundi ditunjukkan pada gambar 1.

a. Klasifikasi tanaman Tanaman legundi (Gambar 1) ini merupakan famili Verbenaceae.

Kedudukan tanaman legundi dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:

1. Divisi

: Spermatophyta

2. Sub divisi

: Vitex trifolia Linn.

b. Deskripsi tanaman Tanaman legundi ditunjukkan pada gambar 1.

Legundi merupakan pohon jarang sebagai semak merayap. Waktu berbunga Januari – Desember, daerah distribusi, habitat dan budidaya di Jawa tumbuh di daerah dengan ketinggian 11100 m dpl, pada umumnya tumbuh liar pada daerah hutan jati, hutan sekunder, di tepi jalan dan pematang sawah. Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji atau stek batang, jika menggunakan stek batang sebaiknya diambil dari batang yang tidak terlalu muda. Tumbuhan ini mudah tumbuh di segala jenis tanah, namun lebih menyukai tempat yang agak kering dan pada daerah yang terbuka. Tumbuh dengan baik pada media tumbuh yang terdiri dari campuran pasir, pupuk kandang dan lempung (Thomas, 1996).

c. Kandungan kimia Daun legundi (Vitex trifolia Linn) mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri (Hariana, 2008). Menurut penelitian Ono, Maseteru et al. (2001) dari ekstrak buah legundi ditemukan kandungan diterpen-haliman baru yang diberi nama vitetrifolins D-G. Beberapa kandungan kimia lain dalam legundi diantaranya kamphen, L-α-pinen, silexicarpin, casticin, terpenil asetat, luteolin-7-glukosida, flavopurposida, vitrisin, dihidroksi asam benzoat dan vitamin A (Haryanto, 2009).

Daun legundi berkhasiat sebagai analgesik, antipiretik, obat luka, peluruh kencing, peluruh kentut, pereda kejang, menormalkan siklus haid, germicide (pembunuh kuman), batuk kering, batuk rejan beri-beri, sakit tenggorokan, muntah darah, obat cacing, demam nifas, sakit kepala, TBC, turun peranakan, tipus, dan peluruh keringat. Pada pemakaian luar, digunakan untuk mengatasi eksim dan kurap (Sudarsono dkk, 2002).

2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Sudaryanti dan Sugiharti, 1990).

Minyak atsiri dari suatu tanaman memiliki aroma yang berbeda dengan Minyak atsiri dari suatu tanaman memiliki aroma yang berbeda dengan

Secara kimia minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propanoid (Padmawinata, 1987). Senyawa terpenoid dibangun dari unit isoprena yang dibentuk dari asam asetat melalui jalur asam

mevalonat dan rantai samping sehingga membentuk C 5 yang memiliki dua ikatan

ganda sedangkan fenilpropanoid terbentuk dari asam amino melalui jalur biosintesis asam sikimat (Agusta, 2000).

Senyawa terpenoid tersusun dari dua unit isoprena atau lebih yang bergabung menurut kaidah kepala - ekor (Agusta, 2000). Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid terdiri dari monoterpenoid dan seskuiterpenoid dengan titik didih berbeda. Titik didih monoterpenoid 140-180 ºC dan titik didih seskuiterpenoid lebih dari 200 ºC (Padmawinata, 1987). Turunan terpenoid dapat berupa terpen siklik maupun asiklik, masing-masing dapat memiliki percabangan, gugus-gugus ester, alkohol, aldehida, dan keton. Sementara kelompok fenil propanoid juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol (Gunawan, 2004).

Lintasan biosintesis dari berbagai kelompok senyawa telah dibukukan demikian pula prekursor atau senyawa induk dan zat antara telah diidentifikasi. Reaksi yang dikatalisis oleh enzim dalam sel telah dipindahkan dalam pekerjaan in vitro dan mekanismenya dapat dikorelasikan dengan mekanisme reaksi organik yang telah diketahui. Sebagian besar dan berbagai khas senyawa organik bahan Lintasan biosintesis dari berbagai kelompok senyawa telah dibukukan demikian pula prekursor atau senyawa induk dan zat antara telah diidentifikasi. Reaksi yang dikatalisis oleh enzim dalam sel telah dipindahkan dalam pekerjaan in vitro dan mekanismenya dapat dikorelasikan dengan mekanisme reaksi organik yang telah diketahui. Sebagian besar dan berbagai khas senyawa organik bahan

diberikan terhadap senyawa yang mempunyai perumusan molekul C 10 H 16 yang secara etimologi berasal dari pohon terebinth, Pistacia terebinthus. Senyawa terpenoid dikaitkan terhadap bentuk strukturnya. Komposisi senyawa terpenoid (C 10, C 15 ,C 20, C 30 , dan sebagainya) dapat dipandang merupakan

kelipatan satuan lima-atom karbon dan satuan tersebut mempunyai kerangka karbon isopentil (Sastrohamidjojo, 1996). Penemuan peranan asam mevalonat (asam 3-metil-3,5 dihidroksi pentanoat) dalam biosintesis senyawa steroid membuka jalan para peneliti untuk menguak sintesis segala senyawa terpenoid. Asam mevalonat, senyawa enam-atom karbon yang diturunkan dari kondensasi tiga molekul asam asetat merupakan progenitor pokok dan universal senyawa terpenoid yang membentuk “satuan isoprena” dengan cara pelepasan air dan karbondioksida secara bersamaan (Sastrohamidjojo, 1996). Hanya bentuk R dari asam mevalonat yang digunakan oleh organisme untuk memproduksi terpena, sedang yang bentuk S, bersifat metabolik inert. Hal ini menguntungkan, karena resolusi optik dari rasemat yang diperoleh dari sintesis sangat sukar dilaksanakan (Manitto, 1992).

Asam asetat, atau turunannya asetil Ko-A, merupakan satu-satunya sumber atom karbon dari asam mevalonat (Manitto, 1992). Asetil Ko-A, juga dikenal dengan asam asetat teraktivasi, merupakan prekursor biogenetik dari terpena. Dengan kondensasi Claissen, 2 asetil Ko-A berpasangan dengan asetil Ko-A, yang menunjukkan analog biologi asetoasetat. Diikuti dengan reaksi aldol, asetoasetil Ko-A bereaksi dengan asetil Ko-A sebagai karbon nukleofil untuk menghasilkan β-hidroksi-β-metilglutaril Ko-A, diikuti dengan reduksi enzimatik dengan dihidronikotinamida adenin dinukleotida (NADPH + H + ) dalam air, menyerang (R)-asam mevalonat. Fosforilasi asam mevalonat oleh adenosin trifosfat (ATP) melalui monofosfat menghasilkan difosfat asam mevalonat yang terdekarboksilasi dan terhidrasi ke isopentenilpirofosfat (isopentenildifosfat,IPP). Isomerasi

menghasilkan isomer γ,γ-dimetilalilpirofosfat. Gugus elektrofil afilik CH 2 dari

γ,γ-dimetilalilpirofosfat (DMAPP) dan gugus nukleofilik metilen dari γ,γ-dimetilalilpirofosfat (DMAPP) dan gugus nukleofilik metilen dari

Gambar 2. Unit Isoprena

Penggabungan terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron, diikuti penghilangan ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP), yaitu senyawa prekursor bagi monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama, menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa prekursor bagi seskuiterpen (Lenny, 2006).

a. Monoterpen Monoterpenoid memiliki bau yang spesifik, dibangun oleh dua unit isoprena atau dengan jumlah atom karbon 10 (Lenny, 2006). Monoterpenoid berupa cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dan berbau harum. Dasar kerangka monoterpenoid dapat dibagi menjadi rantai terbuka (asiklik), sikloheksana (monosiklik dan bisiklik). Senyawa monoterpenoid dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik, ekspektoran dan sedatif. Selain itu, monoterpenoid juga banyak dimanfaatkan sebagai pemberi aroma makanan dan parfum (Lenny, 2006). Contoh monoterpenoid ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Contoh monoterpenoid

b. Seskuiterpen Seskuiterpen merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari tiga satuan isoprena (Ketaren, 1987). Seskuiterpen dibagi menjadi empat turunan yaitu asiklik, monosiklik, bisiklik dan trisiklik (Padmawinata, 1987). Senyawa- senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar, diantaranya adalah sebagai hormon, antibiotik, regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (Lenny, 2006). Beberapa contoh seskuiterpen ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Contoh seskuiterpen

3. Isolasi Minyak Atsiri

Proses isolasi minyak atsiri adalah proses pemisahan minyak atsiri dari tanaman aromatik. Proses ini meliputi penanganan produk yang bersifat padat dan persiapan bahan dengan menjaga agar keadaan bahan cukup baik sehingga minyak atsiri yang dihasilkan dapat dijamin mutunya (Ketaren, 1987).

Perajangan, pelayuan atau pengeringan dan penyimpanan merupakan perlakuan yang sering dilakukan sebelum destilasi. Perajangan bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin, sehingga memudahkan penguapan minyak atsiri dalam herba saat destilasi berlangsung, karena minyak atsiri dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh dan kantung minyak. Apabila dibiarkan utuh, maka minyak atsiri tidak dapat terisolasi secara maksimal karena minyak atsiri hanya dapat diekstrak bila uap air berhasil melalui jaringan tumbuhan dan mendesak ke permukaan dengan perlahan. Pengeringan bertujuan untuk menjamin keawetan, mencegah tumbuhnya jamur, kerja enzim dan bakteri. Proses pengeringan dan penyimpanan mempengaruhi kehilangan minyak atsiri. Sebagian minyak atsiri dalam bahan akan menguap selama pengeringan. Kehilangan minyak atsiri selama proses pengeringan lebih besar dibanding pada saat penyimpanan, karena pada saat pengeringan tumbuhan masih mengandung sebagian besar air dalam sel dan dengan proses difusi akan membawa minyak ke permukaan, kemudian menguap. Kehilangan minyak atsiri ini dapat diminimalisir dengan menyuling bahan dengan segera. Apabila bahan harus disimpan sebelum didestilasi, maka penyimpanan dilakukan pada udara kering yang bersuhu rendah dan udara tidak disirkulasikan sehingga dapat mengurangi penguapan minyak dari bahan. Penyusutan minyak selama penyimpanan dalam udara kering tergantung dari beberapa faktor yaitu: kondisi bahan, metode penyimpanan, dan lama penyimpanan serta komposisi kimia minyak atsiri dalam bahan (Ketaren, 1987).

Minyak atsiri dapat diisolasi dengan metode destilasi. Destilasi adalah suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap yang mengubah suatu senyawa menjadi bentuk uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair kembali dan menampung hasil kondensasi ke dalam suatu penampung (Kristanti,

atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih. Pengambilan minyak atsiri dengan penyulingan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, bobot molekul masing-masing komponen dalam minyak atsiri dan kecepatan keluarnya minyak atsiri dari simplisia (Ketaren, 1987). Metode destilasi minyak atsiri ada tiga macam yaitu: destilasi dengan air, destilasi dengan uap dan destilasi uap dan air. Prinsip metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) adalah bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu: difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Proses hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri, melainkan juga dipengaruhi oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan metode destilasi dengan air adalah adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu tinggi menyebabkan proses hidrolisa relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan akan berkurang sedangkan keuntungannya adalah metode destilasi dengan air baik untuk menyuling bunga-bunga atau bahan yang mudah menggumpal jika terkena panas (Ketaren, 1987).

Destilasi Stahl merupakan metode yang sering digunakan untuk isolasi minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi Stahl sama dengan destilasi dengan air (hidrodestilasi). Namun destilasi Stahl memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan penggunaan destilasi Stahl untuk isolasi minyak atsiri antara lain; minyak atsiri yang dihasilkan tidak berhubungan langsung dengan udara luar sehingga tidak mudah menguap dan volume minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung diketahui jumlahnya karena alatnya dilengkapi dengan skala (Sastrohamidjojo, 2004).

4. Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa Minyak atsiri yang memiliki komponen dengan porsi yang sangat besar

sedikit sekali ditemukan, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan berbagai tipe. Karena itu analisis karakterisasi komponen minyak atsiri menjadi masalah rumit, ditambah sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi untuk menganalisis minyak atsiri diperlukan suatu metode yang tepat (Agusta,2000).

Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lainnya tetapi dapat saling melengkapi, yaitu gabungan kromatografi gas dan spektrofotoskopi massa. Peubah utama dalam GC adalah sifat fasa diam dalam kolom dan suhu kerja. Keduanya diubah menurut keatsirian senyawa yang dipisahkan. Pada fasa diam terjadi pemisahan komponen – komponen dan cuplikan (Day, JR, 2001). Dasar kerjanya adalah partisi antara fase diam dan fase gerak (gas). Jadi untuk pemisahan senyawa – senyawa organik berlaku aturan “like dissolve like”. Polaritas dari komponen cuplikan harus sama dengan fase diam untuk memperoleh pemisahan terbaik, sehingga senyawa polar akan terpisah pada fasa diam yang polar dan senyawa non polar akan terpisah pada senyawa diam yang bersifat non polar (Khopkar, 1990). Skema alat GC-MS ditunjukkan pada Gambar 5.

Tempat gas pembawa

Pengatur aliran dan tekanan

3. Tempat

injeks i

5. Detektor spektrometer massa

4. Kolom

7. Thermostat

5. Bakteri

Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniseluler, termasuk kelas schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur bakteri yang paling penting adalah dinding sel (Jawetz, et al., 2005).

Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak bakteri merupakan patogen. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel seperti sel hewan dan jamur tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.

Tabel 1. Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negative.

Ciri

Perbedaan Relatif

Gram positif

Gram negatif Struktur dinding

sel

• Tebal (15 - 80 nm) • Berlapis tunggal (mono)

• Tipis (10 - 15 nm) • Berlapis tiga (multi)

Komposisi dinding sel

• Kandungan lipid rendah (1 - 4%) • Peptidoglikan ada sebagai

lapisan tunggal; komponen utama merupakan lebih dari 50% berat kering pada beberapa sel bakteri.

• Memiliki asam teikoat

• Kandungan lipid tinggi (11 - 22%) • Peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam; jumlahnya sedikit; merupakan sekitar 10% berat kering

• Tidak memiliki asam teikoat Kerentanan terhadap penisilin

• Lebih rentan

• Kurang rentan Persyaratan

nutrisi

• Relatif rumit pada banyak

spesies

• Relatif sederhana Resistensi

terhadap gangguan fisik

• Lebih resisten

• Kurang resisten

(Pelczar dan Chan, 1986)

Klasifikasi bakteri yang digunakan untuk uji

1. Staphylococcus epidermidis

Gambar 6. Staphylococcus epidermidis

Klasifikasi Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut : Kingdom

: Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang berasal dari genus Staphylococcus. Staphylococcus epidermidis merupakan agen infeksi yang dapat menyerang setiap jaringan dan organ tubuh.

Staphylococcus epidermidis adalah salah satu spesies bakteri dari genus Staphylococcus yang diketahui dapat menyebabkan infeksi oportunistik (menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah) (Jodi A, 2008).

Staphylococcus epidermidis adalah bakteri yang umumnya terdapat pada kulit manusia yang kadang-kadang menyebabkan penyakit manusia. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis biasanya berhubungan dengan alat- alat medis, seperti kateter dan sering terjadi pada orang dengan melemahkan sistem kekebalan. Organisme ini biasanya resisten terhadap beberapa antibiotik dan telah menjadi penyebab penting infeksi serius pada pasien rumah sakit (Villari, dkk., 2000).

2. Streptococcus pyogenes

Gambar 7. Streptococcus pyogenes

Klasifikasi Kingdom : Eubacteria Phylum

: Streptococcus pyogenes Streptococcus pyogenese ialah bakteri gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang. Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo") (Ryan KJ, Ray CG, 2004).

Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup (Jawetz, et al., 2005).

3. Proteus mirabilis

Gambar 8. Bakteri Proteus mirabilis

Klasifikasi Kingdom

: Gamma Proteobacteria

: Proteus mirabilis

Proteus mirabilis adalah bakteri gram negatif, dalam kultur muda yang mengerumun di media padat, kebanyakan sel panjang, bengkok, dan seperti

filamen, mencapai 10 - 20, bahkan sampai panjang 80 µ m. dalam kultur dewasa, organisme ini tidak memiliki pengaturan karakteristik : mereka mungkin terdistribusi tunggal, berpasangan atau rantai pendek. Jika bakteri ini memasuki saluran kencing, luka terbuka, atau paru-paru akan menjadi bersifat patogen. Perempuan muda lebih beresiko terkena daripada laki-laki muda, akan tetapi pria dewasa lebih beresiko terkena daripada wanita dewasa karena berhubungan pula dengan penyakit prostat. Proteus sering juga terdapat dalam daging busuk dan sampah serta feses manusia dan hewan. Juga bisa ditemukan di tanah kebun atau pada tanaman (Collier, et al., 1998).

4. Shigella flexneri

Gambar 9. Shigella flexneri

Klasifikasi Kingdom

: Gamma Proteobacteria

: Shigella flexneri

Shigella adalah binatang tidak bergerak, gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik.Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler. Batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, gram negatif. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena ketidakmampuannya meragikan laktosa (Anonim, 2008).

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian (Procop, 2003).

Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Pratiwi (2008) faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah faktor kondisi lingkungan hidup bakteri seperti temperatur, tekanan osmotik, pH dan oksigen. Faktor kimia yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah komponen- komponen kimia atau nutrisi dan media kultur (Jawetz, et al., 2005).

6. Antibiotik

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman (Ritschel, 1976). Antibiotika berasal dari sumber–sumber berikut, yaitu Actinomycetales (58,2%), jamur (18,1%), tanaman tinggi (12,1%), Eubacteriales terutama Bacilli (7,7%), binatang (1,8%), Pseudomonales (1,2%) dan ganggang atau lumut (0,9%) (Siswandono, Bambang Soekardjo, 2000).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dibagi menjadi empat cara, yaitu : 1)

Perusakan dinding sel Sel bakteri dikelilingi oleh struktur yang kaku disebut dinding sel yang melindungi membran protoplasma dibawahnya terhadap trauma baik osmotik maupun mekanik (Chatim dan Suharto, 1994). Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk (Pelczar, 1988). Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan dan komponen yang lain. Sel yang aktif secara konstan akan mensintesis peptidoglikan yang baru dan menempatkannya pada posisi yang tepat pada amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim yang dibutuhkan pada proses sintesis, sehingga akan menyebabkan pembentukan dinding sel yang lemah dan akan menyebabkan pemecahan osmotik, sehingga bakteri akan mati.

Penghambatan terhadap fungsi membran sel Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif membawa fungsi transpor aktif dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Antibakteri akan berikatan dengan membran fospolipid yang menyebabkan pemecahan protein dan basa nitrogen sehingga membran bakteri akan pecah yang menyebabkan kematian bakteri.

3) Penghambatan terhadap sintesis protein (penghambatan translasi dan transkripsi material genetik) Kebanyakan obat menghambat translasi atau sintesis protein, bereaksi dengan ribosom-mRNA. Walaupun manusia mempunyai ribosom, tetapi ribosom eukariotik berbeda dalam ukuran dan struktur dari prokariotik, sehingga menyebabkan aksi yang selektif terhadap bakteri, bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing- masing tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifikasi fungsinya berbeda, bisa untuk menerangkan mengapa antibakteri dapat menghambat sintesis protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia.

Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat. Pembentukan DNA dan RNA bakteri merupakan perjalanan yang panjang dan membutuhkan enzim di beberapa proses. Penghambatan proses pembentukan dapat terjadi pada tempat-tempat tertentu. Antibakteri menginteferensi sintesis asam nukleat dengan menghambat sintesis nukleitida, menghambat replikasi, atau menghentikan transkripsi. Karena pembentukan DNA dan RNA sangat penting dan berefek dalam metabolisme protein, obat akan berikatan sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri. Jadi ini menghambat sintesis RNA bakteri (Jawetz, et al, 2005).

Penggolongan antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya :

1. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, contohnya : turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan amino glikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin, 1. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif, contohnya : turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan amino glikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin,

2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram positif, contoh : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenitisilin K, metisilin Na, nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin.

3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram negatif, contoh : kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.

4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae (antituberkulosis), contoh : streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin, viomisin dan kapreomisin.

5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (antijamur), contoh : griseofulvin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan kandisidin

6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contoh :

aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, mitomisin dan mitramisin.

Berbagai jenis antibiotik sintetik telah dikembangkan untuk melawan infeksi bakteri. Masing-masing golongan antibiotik sintetik mempunyai target penghambatan yang berbeda. Antibiotik yang dapat mempengaruhi dinding sel adalah penisilin, monobaktam, karbapenem, vankomisin, sefalosporin, isoniazid dan basitrasin. Antibiotik sintetik yang dapat menghambat sintesis protein bakteri adalah kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida. Antibiotik yang dapat menghambat fungsi membran sel adalah nistatin, dan polimiksin sedangkan antibiotik yang dapat menghambat sintesis asam nukleat diantaranya quinolon dan rifampin (Pratiwi, 2008).

Amoksisilin merupakan salah satu antibiotika semisintesik yang memiliki spektrum luas dimana aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, Amoksisilin merupakan salah satu antibiotika semisintesik yang memiliki spektrum luas dimana aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu,

Gambar 10 . Struktur Amoksisilin

Disamping amoksisilin dapat digunakan kloramfenikol yang memiliki spektrum luas dan aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol untuk mengobati tifus (demam tifoid) dan paratifoid, infeksi berat karena Salmonella sp, H. influenza (terutama meningitis), rickettzia, limfogranuloma, psitakosis, gastroenteristis, bruselosis, disentri. Kloramfenikol masih merupakan pilihan utama kerana efektif, murah didapat dan dapat diberikan secara oral (Anonim, 2000).

Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Dosis oral 50 mg/kg BB. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan superinfeksi atau pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme yang tidak peka, termasuk jamur (Setyabudi, 2007)

Kloramfenikol (C 11 H 12 C l2 N 2 O 5 )

7. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri Prinsip umum untuk menentukan aktivitas antibakteri adalah dengan melihat adanya hambatan pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri dapat diperoleh dari hasil fermentasi, sintetik dan dapat diperoleh dari hasil isolasi dari tanaman. Penapisan zat antibakteri dilakukan secara in vitro (Anonim, 1994). Metode yang digunakan dalam pengujian antibakteri ini adalah metode difusi agar, substansi antibakteri diletakkan pada media agar yang telah diinokulasi pada bakteri uji sehingga antibakteri pada media agar akan berdifusi dan akan membentuk zona bening disekitar substansi yaitu zona pertumbuhan yang dihambat. Berdasarkan pada tujuan penggunaannya metode pengujian kepekaan senyawa antimikroba dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu difusi, dilusi, dan kombinasi antara difusi dan dilusi (Latitha, 2004).

Menurut Pratiwi (2008), pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut :

a. Metode difusi 1). Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) Piringan yang berisi sampel antibakteri diletakkan di atas permukaan agar yang telah ditanami bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 o C kemudian diamati pertumbuhan bakteri, area jernih di sekitar piringan mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri oleh sampel antibakteri.

2). Metode E-test Strip plastik yang mengandung sampel antibakteri dari kadar terendah hingga tertinggi diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami

bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 o

C. Pengamatan dilakukan pada

area jernih disekitar strip plastik yang mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri oleh sampel antibakteri.

3). Ditch-plate technique Pada metode ini sampel uji berupa sampel antibakteri diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian 3). Ditch-plate technique Pada metode ini sampel uji berupa sampel antibakteri diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian

C. Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan daerah bening disekitar parit. 4). Cup-plate technique Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumuran pada media agar yang telah ditanami bakteri uji. Sampel antibakteri dimasukkan ke dalam sumuran tersebut dengan jumlah tertentu dan konsentrasi tertentu pula.

Plate diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 o

C untuk memungkinkan agar

sampel antibakteri berdifusi pada permukaan media agar. Aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan daerah bening disekitar sumuran.

b. Metode Dilusi 1). Dilusi cair (broth dilution test) Antibakteri disuspensikan pada media cair dengan pH 7-7,4 kemudian

dilakukan pengenceran dengan menggunakan beberapa tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan inokulasi bakteri uji yang telah disuspensikan dengan NaCl steril atau

dengan TSB, yang tiap milimeternya mengandung kurang lebih 10 5 -10 6 bakteri.

Suspensi zat antibakteri dimasukkan ke dalam suspensi bakteri uji. Setelah itu,

diinkubasikan pada suhu 37 o

C selama 18-24 jam dan diamati pertumbuhan

bakteri. Pengamatan pertumbuhan bakteri berdasarkan pada kekeruhan suspensi. Tabung yang keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan tabung yang lebih bening menunjukkan bahwa zat antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diuji.

2). Dilusi padat (solid dilution test) Zat antibakteri dicampur sampai homogen pada agar steril yang masih cair dengan suhu serendah mungkin dengan menggunakan berbagai konsentrasi aktif, larutan tersebut dituangkan ke dalam cawan petri steril kemudian setelah memadat dioleskan bakteri uji pada permukaannya.

8. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Uji Potensi Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil (pengenceran terbesar) suatu obat yang masih menghambat pertumbuhan bakteri.

KHM sangat penting untuk menentukan dosis efektif terkecil dari obat dan memberikan indek perbandingan dengan obat yang lain.

Uji potensi suatu sampel (zat antibakteri) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan atau daya aktivitas antibakteri sampel tersebut bila dibandingkan terhadap suatu zat pembanding. Metode yang digunakan adalah dengan cara membandingkan respon yang dihasilkan oleh zat antibakteri yang diperiksa terhadap respon suatu zat antibakteri pembanding. Respon tersebut berupa hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji.

Uji potensi suatu sampel dapat dilakukan dengan cara membuat suatu grafik atau kurva standart dari zat pembanding, dimana logaritma konsentrasi zat pembanding diplotkan terhadap sumbu x dan diameter daerah hambat diplotkan terhadap sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linier. Berdasarkan persamaan garis linier tersebut, nilai diameter daerah hambat pada konsentrasi yang telah ditetapkan disubtitusikan ke y maka akan diperoleh nilai x. Antilog dari nilai x merupakan nilai konsentrasi sampel yang setara dengan zat pembanding, sehingga dapat ditetapkan nilai uji banding sampel terhadap zat pembanding, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

100 x 100

sampel i Konsentras i

dari sampel i Konsentras i

uji Nilai uji = (Collier, dan Brown, 1990)

B. Kerangka Pemikiran

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder. Senyawa golongan monoterpen dan seskuiterpen merupakan senyawa penyusun dominan dalam minyak atsiri yang mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri. Proses isolasi minyak atsiri dilakukan dengan destilasi stahl. Pemilihan metode stahl lebih efisien bila dibandingkan dengan metode ekstraksi. Berdasarkan adanya perbedaan metode pengambilan tersebut dimungkinkan akan berpengaruh terhadap kadar senyawa golongan monoterpen dan sesquiterpen, sehingga akan

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak daun legundi telah dilakukan terhadap beberapa bakteri gram positif dan gram negatif. Ekstrak petroleum eter dan diklrometan dari daun legundi memberikan aktivitas tertinggi dibandingkan ekstrak methanol, etanol maupun heksan (Hernandez dkk., 1999). Penelitian Inouye dkk., (2001) menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dari minyak atsiri dari daun Piper batle seperti geraniol, mentol, terpinen-4-ol, linalool, kampor, menton, D-limonen dan α-pinen memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan penelitian tersebut minyak atsiri daun legundi diduga memiliki aktivitas penghambatan terhadap bakteri gram positif : Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes dan bakteri gram negatif: Proteus mirabilis, Shigella flexneri.

Identifikasi komponen minyak atsiri daun legundi menggunakan analisa data GC-MS. Dari data kromatogram diperoleh informasi jumlah senyawa yang terdeteksi, sedangkan data spektra untuk mengidentifikasi struktur senyawa dalam minyak atsiri daun legundi. Dari senyawa yang dapat diidentifikasi dapat dilakukan penentuan senyawa aktif antibakteri berdasarkan data literatur penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan.

Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sehingga diperoleh Diameter Daerah Hambat (DDH) kemudian dapat ditentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Hasil tersebut dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap masing-masing bakteri uji. Selain itu dilakukan uji banding antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap pembanding sintetis yaitu amoksisilin dan kloramfenikol. Hasil uji banding dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar potensi minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn.).

C. Hipotesis