BAB I LABORATORY STONE CRUSHER A. MAKSUD DAN TUJUAN - LAPORAN PRAKTIKUM JALAN RAYA

BAB I LABORATORY STONE CRUSHER

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Memecah agregat untuk mendapatkan ukuran material yang kita inginkan.

B. BENDA UJI

Agregat yang ada di Kampus Program Diploma Teknik Sipil.

C. PERALATAN

1. Stone Crusher

2. Ember

D. PELAKSANAAN

Menyiapkan alat yang akan kita pakai dan ditentukan berapa besar ukuran agregat yang kita inginkan serta ukuran besar kecilnya lubang pemecah agregat.

1. Menyiapkan agregat yang akan ditumbuk.

2. Menghidupkan alat dengan menekan tombol “on”.

3. Masukkan agregat ke dalam alat sedikit demi sedikit.

4. Pada saat memasukkan agregat ke dalam alat mengusahakan ukuran agregat tidak melebihi ukuran lubang pemecahnya.

5. Setelah agregat dimasukkan kedalam alat tutup lubang untuk memasukkan agregat dengan penutup untuk menghindari pecahan

agregat yang terlempar keluar alat.

6. Setelah agregat pecah ditampung pada tempat yang telah disediakan.

7. Untuk hasil yang optimal, maka perlu diperhatikan ukuran agregat yang akan dimasukkan dan besar kecilnya lubang untuk pemecah agregat.

1 of 118.

E. DATA PEMERIKSAAN

Data pemeriksaan yang dihasilkan berupa batu dengan ukuran-ukuran ¾ dan ½ yang sesuai dengan ukuran diameter dari mesin pemecah batu tersebut.

F. PEMBAHASAN

Pada percobaan uji pemecah batu dengan menggunakan mesin pemecah batu dapat diketahui cara kerja dari mesin pemecah batu, sehingga kita dapat dengan mudah menentukan ukuran batu yang diinginkan.

Dalam percobaan tersebut perlu diperhatikan kondisi batu pada waktu dimasukkan kedalam mesin pemecah batu . kondisi ini dapat diartikan kondisi batu tersebut maupun cara pemasukan batu kedalam alat pemecah.

G. KESIMPULAN

Dari percobaan ini kita dapat mengetahui cara kerja dari mesin pemecah batu. Sehingga diharapkan kita dapat dengan mudah memcah batu sesuai dengan ukuran yang kita inginkan.

2 of 118.

STONE CRUSHER

3 of 118.

BAB II PEMISAHAN AGREGAT (SAMPLE SPLITER)

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Memisahkan agregat untuk mendapatkan ukuran yang kita inginkan.

B. BENDA UJI

Agregat yang ada di Kampus Program Diploma Teknik Sipil.

C. PERALATAN

1. Sample Spliter

2. Ember

D. PELAKSANAAN

Menyiapkan alat yang akan kita pakai dan menentukan berapa besar ukuran agregat yang akan kita inginkan serta ukuran besar kecilnya lubang pemecah agregat

1. Menyiapkan agregat yang akan dipisahkan.

2. Memasukkan agregat ke dalam alat pemisah agregat sedikit demi sedikit.

3. Pada saat memasukkan agregat di usahakan agregat tidak melebihi kapasitas alat.

4. Setelah agregat masuk kedalam alat maka agregat akan terpisah antara agregat kasar dan halus sesuai ukuran yang kita inginkan.

E. DATA PEMERIKSAAN

Data Pemeriksaan yang dihasilkan berupa agregat dengan ukuran- ukuran yang kita inginkan.

4 of 118.

F. PEMBAHASAN

Pada percobaan uji pemisahan agregat dapat diketahui cara kerja alat pemisah agregat,sehingga kita dapat dengan mudah memisahkan agregat sesuai ukuran yang kita inginkan.

G. KESIMPULAN

Dari percobaan pemisahan agregat dapat diketahui cara kerja atau pengoperasian alat uji pemisah agregat (Sample Spliter)

5 of 118.

SAMPLE SPLITER

6 of 118.

BAB III SKID RESISTANCE TESTER

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Menguji tingkat kekesatan yang diberikan oleh beban terhadap perkerasan.

B. PERALATAN

Skid Resistance Tester.

C. PELAKSANAAN

1. Membersihkan permukaan perkerasan yang akan diuji.

2. Kemudian meletakkan alat diatas permukaan yang akan diuji.

3. Setelah itu mendatarkan alat dengan menggerak–gerakkan ketiga sekrup hingga datar.

4. Setelah datar , skala jarum yang terdapat pada alat di nolkan terlebih dahulu, dengan cara mengangkat lengan ayun sebesar 90° kemudian

dilepaskan secara bebas , dan ditahan setelah melewati skala jarum dan lihat apakah skala pada jarum sudah menunjukkan angka nol atau belum , kalau belum mencapai angka nol maka lengan ayun distel dengan cara menyetel sekrup lengan ayun sampai jarum pada alat menunjukkan angka nol.

5. Jika alat sudah menunjukkan angka nol, menentukan terlebih dahulu beban lalu lintas yang akan melewati perkerasan yang akan diuji.

6. Setelah ditentukan beban lalu lintasnya mengukur panjang jarak kekesatan perkerasan sesuai dengan ketentuan.

7. Melakukan pengujian dan lihat seberapa besar kekesatan permukaan perkerasan tersebut dengan melihat hasil pengujian pada skala ,

berapa besar yang ditunjukkan oleh jarum.

8. Makin besar nilainya berarti jalan itu makin kesat dan apabila nilainya kecil maka kekesatan perkerasan tersebut kurang.

7 of 118.

Tabel jarak kekesatan untuk pengujian kekesatan :

Jarak kekesatan (cm)

Beban lalu lintas

Tidak diperhitungkan

Menentukan jarak kekesatan :

a. Lengan pada alat tegak lurus sumbu horizontal dan berada ditengah–

tengah jarak kekesatan sesuai tabel.

b. Ujung lengan ditarik atau digeser kekanan sejauh ½ l , setelah itu lengan diturunkan sampai menyentuh permukaan perkerasan dengan

mengatur sekrup untuk menaik–turunkan lengan ayun.

c. Mengangkat tinggi–tinggi lengan sampai lengan tersebut terkunci di penjepit , lalu menekan tombol yang ada pada penjepit untuk memulai

pengukian , dengan membiarkan lengan mengayun dan setelah melewati ujung dari jarak kekesatan lengan ditahan agar tidak kembali ke posisi semula sehingga tidak terjadi kesalahan dalam hal pencatatan.

d. Membaca skala yang ditunjukkan pada jarum penunjuk , nilai inilah yang dicatat sebagai nilai kekesatan dari permukaan perkerasan yang

diuji.

D. PEMBAHASAN

Pada saat melakukan percobaan perlu dilakukan penyetelan alat. Karena hasil akan optimal jika kondisi alat dalam keadaan seimbang (Sebelum dilakukan percobaan kondisi jarum dalam keadaan 0). Nilai kekesatan dapat diatur sesuai dengan yang dilakukan

E. KESIMPULAN

Dari percobaan uji kekesatan permukaan perkerasan didapat hasil yaitu cara kerja atau pengoperasian alat uji kekesatan.

8 of 118.

SKID RESISTENCE TESTER

9 of 118.

BAB IV MINI TEXTURE METER

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Untuk menguji tingkat kerataan permukaan perkerasan jalan.

B. PERALATAN

Mini Texture Meter

C. PELAKSANAAN :

1. Memasang dan stel alat dengan baik dan benar.

2. Setelah dipasang dengan baik dan benar, alat tersebut di stel terlebih dahulu dengan menyetel kalibrasi pada papan kalibrasi dengan posisi

(000) untuk mendekati posisi riil.

3. Menekan tombol nomor 2 untuk mengetahui kerataan permukaan jalan yang akan diuji.

4. Setelah itu memulai pengujian dengan membuka kunci sinar radio aktif dengan posisi “terbuka (on)”.

5. Setelah sinar radio aktif di nyalakan, mengaktifkan tombol yang terletak pada alat pegangan (hand grip) kemudian alat mulai dijalankan.

6. Secara otomatis alat akan merekam tekstur permukaan jalan etiap jarak 10 m , begitu seterusnya sampai dengan jarak maximum pembacaan adalah 50 m.

7. Setelah jarak 50 m , alat akan secara otomatis mengeluarkan hasil uji kerataan jalan dalam bentuk print out , hasil pengujian inilah yang

diambil nilai tekstur permukaan jalan yang di uji tiap 10 m.

10 of 118.

Pada alat ini terdapat 5 tombol dengan angka 0, 1 , 2 , 3 dan 4.

a. Angka 0 menunjukkan kalibrasi

b. Angka 1 menunjukkan texture HRA (Hot Rolling Asphalt)

c. Angka 2 menunjukkan texture

d. Angka 3 menunjukkan sensor check

e. Angka 4 menunjukkan check match

D. DATA PEMERIKSAAN

Dari hasil pengujian didapatkan nilai kekesatan dari suatu perkerasan

E. PEMBAHASAN

Pada waktu melakukan percobaan perlu diperhatikan langkah penyetelan alat. Karena hasil akan optimal jika kondisi alat dalam keadaan seimbang (sebelum dilakukan percobaan kondisi jarum pada keadaan nol).

Nilai kekesatan dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan.

F. KESIMPULAN

Dari percobaan uji kekesatan permukaan perkerasan dapat diketahui cara kerja atau pengoperasian alat uji kekesatan.

11 of 118.

MINI TEXTUREMETER

12 of 118.

BAB V CORE DRILL

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Untuk Menentukan/mengambil sample perkerasan di lapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran perkerasan.

B. LOKASI

Lokasi Pengujian di sebelah selatan bengkel perkerasan Program Diploma Teknik sipil Universitas Gadjah Mada.

C. PERALATAN

1. Mesin Core Drill

2. Alat untuk menutup lubang bekas pengeboran.

D. PELAKSANAAN

1. Alat diletakkan pada lapisan perkerasan beton/aspal yang akan diuji dengan posisi datar.

2. Setelah itu kita sediakan air dengan alat yang ada sistem pompa.

3. Kemudian air dimasukkan ke alat core drill dengan selang kecil pada tempat yang sudah disediakan pada alat tersebut, sehingga alat tidak mengalami kerusakan terutama mata bor yang berbentuk silinder selama proses pengujian.

4. Setelah semua siap kemudian alat dihidupkan dengan menggunakan tali yang dililitkan pada starter alat dan ditarik.

5. Setelah alat hidup mata bor diturunkan secara perlahan-lahan pada titik yang telah kita tentukan sampai kedalaman tertentu, kemudian setelah kedalaman tertentu alat dimatikan dan mata bor dinaikkan.

13 of 118.

6. Kemudian hasil dari pengeboran tersebut diambil dengan menggunakan penjapit, setelah itu diukur tebal dan dimensinya dan diamati sampel tersebut apakah perkerasan tersebut layak pakai atau tidak.

E. PEMBAHASAN

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan struktur dari suatu konstruksi jalan, jenis perkerasan, persentase susunan dan untuk memeriksa perubahan dari struktur jalan, serta cara kerja dari alat “Core Drill”.

F. KESIMPULAN

Dalam pelaksanaan uji alat core drill perlu diperhatikan kontinuitas pemakaian air karena jika ada keterlambatan dalam pemberian air pada ujung mata bor akan menyebabkan terjadinya kerusakan dari alat tersebut. Dari hasil pengeboran biar diketahui komposisi dari lapisan perkerasan.

14 of 118.

CORE DRILL SAMPEL PERKERASAN

15 of 118.

BAB VI PEMERIKSAAN LENDUTAN JALAN (BENKELMAN BEAM)

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Metode ini digunakan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam yaitu dengan cara mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan melalui pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban tertentu. Tujuan dari pemeriksaan Benkelman Beam ini adalah untuk memperoleh data lapangan yang akan bermanfaat pada :

1. Penilaian struktur perkerasan

2. Perbandingan sifat-sifat struktural sistem perkerasan yang berlainan.

B. BENDA UJI

Permukaan aspal di jalan raya

C. PERALATAN

1. Truk dengan spesifikasi standar sebagai berikut : - Berat kosong truk (5 ± 01) Ton - Jumlah as 2 buah, dengan roda belakang ganda - Beban masing-masing roda belakang ban ganda yaitu (4,08 ±

0,045) Ton atau (9000 ± 100) Lbs - Ban dalam kondisi baik dan dari jenis kembang halus (zig-zag) dengan ukuran 25,4 x 50,8 cm atau 10 x 20 inchi - Tekanan angin ban (5,5 ± 0,0) kg/cm2 atau (80 ± 1) Psi - Jarak sisi kedua bidang kontak ban dengan permukaaan jalan

antara 10-15 cm atau 4-6 inchi

2. Alat timbang muatan praktis yang dapat dibawa kemana-mana (Portable

Weight Bridge) kapasitas 10 Ton.

16 of 118.

3. Alat Benkelman Beam terdiri dari dua batang yang mempunyai panjang total standar (366 ± 0,16) cm yang terbagi menjadi 3 bagian dengan perbandingan 1 : 2 sumbu 0 dengan perlengkapan sebagai berikut : - Arloji pengukur (dial Bouge) berskala mm dengan ketelitian 0,01

mm - Alat penggetar (Buzzar) - Alat pendatar (Waterpass)

4. Pengukur tekanan yang dapat mengukur tekanan angin ban minimum

5 kg/cm 2 atau 80 Psi.

5. Termometer (5 o C-70

C) dengan perbandingan skala 10C atau (40F-

140F) dengan pembagian skala 1 o F.

6. Rol meter 30 m dan 3 m (100ft dan 10ft).

7. Formulir lapangan dan hardboard).

8. Minyak arloji pengukur dan alkohol murni untuk membersihkan batang arloji pengukur.

9. Perlengkapan keamanan bagi petugas dan tempat pengujian : - Tanda batas kecepatan lalu lintas pada saat melewati tempat

pengujian pada ditempatkan ±50 m didepan dan dibelakang truk. - Tanda penunjuk lalu lintas yang dapat dilewati. - Tanda lampu peringatan terutama bila pengujian malam hari. - Tanda pengenal kain yang dipasang pada truk dibagian depan dan

belakang. - Tanda pengaman lalu lintas yang dipegang oleh petugas. - Pakaian khusus petugas yang warnanya dapat dilihat jelas oleh

pengendara.

D. PELAKSANAAN

1. Memasang batang pengukur Benkelman Beam sehingga menjadi sambungan kaku.

2. Dalam keadaan batang pengukur terkunci, menempatkan Benkelman Beam pada bidang datar, kokoh dan rata misalnya pada lantai.

17 of 118.

3. Mengatur kaki sehingga Benkelman Beam dalam keadaan datar.

4. Menempatkan alat penyetel pada alat yang sama dan mengatur sehingga alat berada dibawah tumit batang (TB) dari batang pengukur, kemudian mengatur landasan sehingga batang menjadi datar dan mantap.

5. Melepaskan pengunci (P) atau batang pengukur atau menurunkan ujung batang perlahan-lahan hingga TB terletak pada penyetel.

6. Mengatur arloji pengukur (AP 2 ) Benkelman Beam pada kedudukannya hingga ujung arloji pengukur bersinggungan dengan batang pengukur, kemudian dikunci dengan kuat.

7. Mengatur arloji pengukur alat penyetel (AP 1 ) pada dudukannya hingga ujung batang arloji bersinggungan dengan batang pengukur tepat diatas TB kemudian dikunci dengan erat.

8. Mengatur kedudukan batang arloji pengukur Benkelman Beam dan batang arloji alat penyetel, sehingga batang arloji dapat bergerak ± 5 mm

9. Dalam kedudukan seperti h diatur kedua jarum arloji pengukur pada angka nol.

10. Menghidupkan alat penggetar, kemudian menurunkan plat penyetel dengan memutar skrup pengatur, sehingga arloji pengukur pada formulir yang sudah tersedia dapat dibaca.

11. Melakukan seperti j berturut-turut pada setiap penurunan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai penurunan, mencatat pembacaan arloji pada setiap penurunan tersebut.

12. Dalam keadaan kedudukan seperti k, menaikkan penyetel berturut- turut pada setiap kenaikan batang arloji pengukur 0,25 mm sampai mencapai kenaikan 2,5 mm (tumit batang kembali pada kedudukan normal).

13. Hasil pembacaan arloji Benkelman Beam dikalikan dengan faktor skala batang Benkelman Beam (perbandingan jarak antara tumit batang sampai sumbu nol terhadap jarak antar sumbu nol sampai belakang

18 of 118.

ujung belakang batang pengukur) untuk alat Benkelman Beam yang umum digunakan dengan faktor perbandingan 1 : 2 maka pembacaan arloji tersebut dikalikan dengan 2.

14. Jika pembacaan arloji Benkelman Beam berbeda dengan hasil pembacaan pada arloji alat penyetel berarti ada kemungkinan kesalahan pada alat seperti gesekan pada sumbu yang terlalu besar atau peluru-peluru sumbu yang terlalu longgar.

E. PERHITUNGAN

1. Faktor koreksi truk yang digunakan (FL)

2. Faktor pengali panjang dan perbandingan batang Benkelman Beam (Fm)

3. Faktor koreksi pengaruh musim dan lingkungan (Fe) Fe = 1,0

pemeriksaan diakhir musim penghujan

Fe = 1,15

pemeriksaan diakhir musim kemarau

Fe = 1,0

pemeriksaan diakhir musim kemarau dan muka air tanah tinggi

Fe = 1,0-1,5 pemeriksaan diakhir musim kemarau dan penghujan. Fe = 0,9-1,0 pemeriksaan dilakukan dilokasi dengan drainasi.

- Pembacaan yang dilakukan

a. Pembacaan awal Pembacaan dial Benkelman Beam pada saat posisi beban tepat berada pada tumit belakang (sering kali di nolkan)

b. Pembacaan kedua (d 2) Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada jarak 12 kali dari titk awal. X12 = 30 cm (jenis permukaan penetrasi) X12 = 40 cm (jenis permukaan aspal beton)

c. Pembacaan ketiga (d 3) – jarang dilaksanakan Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada jarak “C” dari titik awal.

d. Pembacaan keempat (d 4)

19 of 118.

Pembacaan dial Benkelman Beam pada posisi beban berada pada jarak 6 m dari titik awal.

- Lendutan Balik (d)

= Fm. Fl. Fe. (d4-d1)

- Kemiringan titik belok =

Fm . Fl . Fe

x 12 - Lendutan max (Dmax) = d1.Fm.Fl.Fe - Niali lendutan balik

3. Menurut Design Parameter and Models for the Road Work Design dari Bina Marga, besarnya lendutan balik segmen ditentukan dengan rumus:

D = d* + 1.s s= n ( Σ d 2 [ 2 ) − ( Σ d ) ] /[ n ( n − 1 ) Dengan, D = Lendutan balik segmen

d = Lendutan balik 1 titk n = Jumlah titik pemeriksaan s = standar deviasi d*= Lendutan balik rata-rata

4. Menurut Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman Beam no. 01/MN/B/1983, lendutan balik segmen: * Jalan arteri/ tol D = d*+2s *Jalan kolektor D = d *+ 1,64s *Jalan lokal

D = d *+ 1,28s

20 of 118.

F. ANALISA PERHITUNGAN

1. Nilai Ekivalen

a. Kendaraan ringan =

c. Truk

d. Truk 2 As =

e. Truk 4 As =

a. Kendaraan ringan = (1+0,025) 3 x 2670

b. Bus 3 = (1+0,025) x 1182

c. Truk 3 = (1+0,025) x 929 = 1000,432

d. Truk 2 As 3 = (1+0,025) x 782 = 842,128

e. Truk 4 As 3 = (1+0,025) x 321 = 345,682

3. LEP

a. Kendaraan ringan = 2875,298 x 0,5 x 0,000451

b. Bus

= 1272,885 x 0,5 x 0,31058

c. Truk

= 1000,432 x 0,5 x 0,14458 = 72,3212

d. Truk 2 As

= 842,128 x 0,5 x 1,06482 = 448,3574

e. Truk 4 As

= 345,682 x 0,5 x 1,34676 = 232,7753

21 of 118.

4. Lendutan balik (d)

: Rasio dimensi A / Rasio dimensi B FI : Rasio beban 8,16 ton / Beban truk penguji Fe : Pengaruh musim

Asumsi dimensi : A = 224

B = 122

d = 1,836 x 1,0168 x 1 x ( 1.35 – 0 ) = 2.52

Nilai lendutan balik (d) pada STA 0 + 000 = 2.52

5. Kemiringan titik belok (tg )

tg

=2x

xFmxFIxFe

x 1,836 x 1,0168 x 1 = 0,0132

= arc tg = arc 0,0132 = 0,754

Kemiringan titik belok pada STA 0+000 = 0,754

6. Lendutan maksimum

Dmak = d 1 x Fm x FI x Fe = 0 x 1,836 x 1,0168 x 1 =0

Nilai lendutan maksimum pada STA 0+000 = 0

22 of 118.

7. Perhitungan Lendutan Balik segmen 1 (Sta 0 + 000 – Sta 2 + 500) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 1

23 of 118.

♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000

d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 ) =1,836 . 1.0168.1.(1,35 – 0) = 2.52

2 n 2 ( d )( − d )

D = d + 1,28 S = 3.28 + 1,28 x 2.103 = 5.972

24 of 118.

C Angka

LER LEP

Kendaraan

e (ton)

1 Tak Bermotor

6 Truk 2 As

5+8+5+5 0.5 0.00416 1000,43 448,357 Truk 4 As

0 . 08 − 0 . 013 log 1 , 460 = 68.71 mm

= 6.87 cm

= 0 , 001 ( 9 − RCI 4 , ) 5 + Pd *

Cam

+ T min

25 of 118.

-3 = 2,25. 10 + 3,3125 = 3,3148 cm

Jadi tebal overlay adalah

= T+t = 3,3148 + 6.87 = 10.185 cm

GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 1

26 of 118.

8. Perhitungan Lendutan Balik segmen 2 (Sta 2+ 500 – Sta 5+000) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 2

27 of 118.

Rata – rata

♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000

d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 ) =1,836 . 1,0168.1.(2.35 – 0) = 4.39

D = d + 1,28S = 4.39+ 1,28x 5.949 = 12

28 of 118.

C Angka

LER LEP

Kendaraan

e (ton)

1 Tak Bermotor

6 Truk 2 As

5+8+5+5 0.5 0.00416 1000,43 448,357 Truk 4 As

0 . 08 − 0 . 013 log 1 , 460 = 86.67 mm = 8.67 cm

= 0 , 001 ( 9 − RCI 4 , ) 5 + Pd *

Cam

+ T min

29 of 118.

-3 = 2,25. 10 + 3,3125 = 3,3148 cm

Jadi tebal overlay adalah

= T+t = 3,3148+ 8.667 = 11.982 cm

GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 2

30 of 118.

9. Perhitungan Lendutan Balik segmen 3 (Sta 5+000 – Sta 7+500) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 3

31 of 118.

Rata – rata

♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000

d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 ) =1,836 . 1,0168.1.(2.21 – 0) = 4.13

D = d + 1,28S = 4.13 + 1,28 x 2.711 = 7.6

32 of 118.

C Angka

LER LEP

Kendaraan

e (ton)

1 Tak Bermotor

6 Truk 2 As

5+8+5+5 0.5 0.00416 1000,43 448,357 Truk 4 As

0 . 08 − 0 . 013 log 1 , 460 = 74.918 mm = 7.492 cm

= 0 , 001 ( 9 − RCI ) + Pd *

4 , 5 Cam

+ T min

33 of 118.

-3 = 2,25. 10 + 3,3125 = 3,3148 cm

Jadi tebal overlay adalah

= T+t = 3,3148 + 7.492 = 10.807 cm

GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 3

34 of 118.

10. Perhitungan Lendutan Balik segmen 4 (Sta 7+500 – Sta 10+000) Tabel perhitungan lendutan balik segmen 4

35 of 118.

Rata – rata

♦ Contoh Perhitungan d pada sta 0+000

d = Fm . Fl . Fc ( d4 – d1 ) =1,836 . 1,0168.1.(6.84 – 0) = 12.77

D = d + 1.28 S = 12.77 + 1.28 x 3.107 = 16.747 mm

36 of 118.

C Angka

LER LEP

Kendaraan

e (ton)

1 Tak Bermotor

6 Truk 2 As

5+8+5+5 0.5 0.00416 1000,43 448,357 Truk 4 As

0 , 08 − 0 , 013 log 1 , 460 = 95.251mm = 9.525 cm

= 0 , 001 ( 9 − RCI ) + Pd *

4 , 5 Cam

+ T min

37 of 118.

-3 = 2,25. 10 + 3,3125 = 3,3148 cm

Jadi tebal overlay adalah

= T+t = 3,3148 + 9.525 = 12.840 cm

GRAFIK NILAI LENDUTAN BALIK SEGMEN 4

GRAFIK NILAI RCI

IC

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

JARAK (Km)

38 of 118.

ALAT UJI BENKELMAN BEAM

39 of 118.

BAB VII DYNAMIC CONE PENETROMETER ( DCP )

A. Maksud dan Tujuan

Percobaan ini digunakan untuk menentukan nilai CBR subgrade, subbase/ base course suatu sistem secara cepat dan tepat. Biasa dilakukan sebagai pekerjaan quality control pembuatan jalan.

B. Benda uji

Tanah

C. Peralatan

1. Mistar ukur, panjang 100cm

2. Batang Penetrasi, diameter 16 mm

3. Konus terbuat dari baja yang diperkeras, diameter 20 mm, sudut kemiringan 60 o

D. Pelaksanaan

1. Meletakkan Penetrometer yang telah dirakit diatas permukaan tanah atau sirtu yang akan diperiksa. Letakkan alat ini sedemikian rupa

sehingga alat ini dalam keadaan vertikal, penyimpangan sedikit saja akan mengakibatkan kesalahan pengukuran yang relatif besar.

2. Membaca posisi awal penunjukan (xo) dalam satuan mm terdekat. Penunjukan xo tidak perlu tepat pada angka nol, karena nilai xo ini akan

ditunjukkan pada nilai penetrasi.

3. Mengangkat palu penumbuk sampai menyentuh pemegang palu, melepaskan sehingga menumbuk landasan penumbuknya. Tumbukan ini

menyebabkan konus menembus tanah/ lapisan sirtu dibawahnya.

40 of 118.

4. Membaca penunjukan mistar ukur (x1) setelah terjadi penetrasi masukkan nilai x1 ini pada blangko data kolom kedua (pembacaan

mistar – mm) untuk tumbukan n=1(baris kedua).

5. Mengulangi langkah c dan d sampai kedalaman 1 m, dengan mendapatkan nilai x2, x3, x4, ......xn dan tumbukan n=1, n=2, n=3,

......,n=n.

6. Kita plotkan data x dan n dalam grafik dengan n (jumlah pukulan) untuk

mendatar dan x (kedalaman) untuk menurun.

7. Kita tarik regresi dalam hasil dari data tersebut.

8. Grafik tersebut kita bandingkan dengan grafik ketentuan, maka didapat

nilai CBR untuk satu titik.

9. Mengulangi langkah a-h untuk titik-titik lainnya, setelah didapat CBR

masing-masing titik dicari CBR rata-rata.

E. Data Praktikum dan Perhitungan

(Data Terlampir)

Perhitungan Hasil tes DCP

1. Nilai CBR (%)

2. Menghitung nilai CBR segmen :

1. Cara Analitis CBR max

Jumlah titik n = 9 ; dari grafik diperoleh R = 3.08 CBR rerata = 5.04%

41 of 118.

Rumus

CBRMax CBRMin

CBR segmen = CBR Re rata

Nilai CBR segmen dengan cara analitis = 2.95

2. Cara Grafis Nilai

jumlah yang sama

% yang sama

No

CBR

atau lebih besar

atau lebih besar

CBR Segmen Cara Grafis

r 110,00 a s 100,00 e

ih 80,00

b e 70,00

l u 60,00

ta 50,00 40,00

m 30,00 a 20,00 S 10,00

Dari grafik hubungan antara nilai CBR dan persen yang lebih besar atau sama didapat nilai CBR segmen = 2.7 %

42 of 118.

F. PEMBAHASAN

Penentuan CBR secara cepat dan tepat dilapangan dapat dilakukan dengan menggunakan Dynamic Cone Penetrometer. Untuk mangambil nilai CBR yang mewakili dilakukan dengan mengambil nilai CBR pada titik-titik tertentu secara acak lalu dirata-rata. Perhitungan rata-rata dapat dilakukan dengan cara grafis atau analitis.

Penentuan CBR dengan cara ini sangat efektif, karena data dapat dicari dengan mudah dan hasil yang sangat cepat diperoleh. Namun demikian, kesalahan dapat terjadi pengambil data pada titik tertentu. Kasalahan itu dapat dikarenakan sudut jatuhnya alat tidak tegak lurus pada bidang atau kesalahan pembacaan dan pengolahan data mengingat banyaknya angka-angka yang dijumpai. Hal itu dapat di sebut Human Error, sehingga ketelitian pengerjaan harus deperhatikan.

G. KESIMPULAN

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh nilai CBR sebagai berikut :

• Nilai CBR dari perhitungan secara analitis

= 2.95% • Nilai CBR dari perhitungan secara grafis = 2.7%

43 of 118.

ALAT UJI DCP

44 of 118.

BAB VIII BERAT JENIS AGREGAT KASAR

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat kasar.

1. Berat Jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu

2. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

3. Berat jenis semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

4. Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap

berat agregat kering.

B. BENDA UJI

Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan no 4 diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira 3 kg.

C. PERALATAN

1. Keranjang kawat ukuran 3.35 mm atau 2.36 mm (no 6 atau no 8) dengan

kapasitas kira-kira 5 kg.

2. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap.

3. Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0.1 % dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.

45 of 118.

4. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

(110±5)°C.

5. Alat pemisah contoh.

6. Saringan no 4.

D. PELAKSANAAN

1. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang

melekat pada permukaan.

2. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 105°C sampai berat tetap.

3. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian

timbang dengan ketelitian 0.5 gr (B)

4. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24±4 jam.

5. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran besar pengeringan harus satu persatu.

6. Timbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj).

7. Letakkan benda uji di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya di dalam air (Ba). Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standart (25°C)

46 of 118.

E. DATA PRAKTIKUM DAN PERHITUNGAN

Data Praktikum;

Uraian

Contoh Contoh

Rata- Satuan

I II rata Berat benda uji di dalam air ( Ba 1915.1

1914.8 Gram ) Berat benda uji kering permukaan 3003.8

3003.85 Gram jenuh / SSD ( Bj )

183.4 Gram Berat wadah

2708.8 Gram Berat wadah + benda uji kering 2525.4

2525.4 Gram oven Berat benda uji kering oven ( Bk )

Perhitungan :

1. Contoh I Bk

a. Berat jenis (bulk specivic gravity )

Bj − Ba 2525 . 4

b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)

Bj

Bj − Ba 3003 . 8

c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =

( Bk − Ba ) 2525 . 4

47 of 118.

( Bj − Bk )

d. Penyerapan

x 100 % Bk

x 100 % 2525 . 4

2. Contoh II Bk

a. Berat jenis (bulk specivic gravity )

Bj − Ba 2525 . 4

b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)

Bj

Bj − Ba 3003 . 9

c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =

( Bk − Ba ) 2525 . 4

= 4.13 ( Bj − Bk )

d. Penyerapan

x 100 % Bk

x 100 % 2525 . 4

Dimana : Bk = berat benda uji kering oven, (gram) Bj = berat benda uj kering jenuh (gram) Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air, (gram)

48 of 118.

Contoh II Rata-rata Satuan Berat jenis bulk

Uraian

Contoh I

2.32 2.32 2.32 - Berat jenis kering jenuh

2.76 2.76 2.76 - Berat jenis semu

4.14 4.13 4.135 - Penyerapan

F. PEMBAHASAN

Agregat kasar yang mempunyai pori-pori berguna untuk menyerap aspal sehingga ikatan antara aspal dan agregat baik. Penyerapan agregat maksimum 3 % untuk agregat yang digunakan pada lapisan permukaan dengan pengikat aspal. Penyerapan agregat aspal yang diperoleh adalah 18.945 %

G. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uji Laboratorium yang dilakukan secara duplo maka diperoleh :

1. Berat jenis bulk rata-rata

2. Berat jenis SSD rata-rata

3. Berat jenis semu rata-rata

4. Penyerapan rata-rata

Menurut syarat SNI 1969-1990-F

a. Bj semu minimum: 2.5

2.36 < 2.5 tidak memenuhi

b. Penyerapan terhadap air maksimal: 3% 18.945 % > 3% memenuhi Jadi agregat kasar yang diuji tidak memenuhi syarat, sehingga

bisa digunakan dalam perencanaan campuran beraspal.

49 of 118.

BAB IX BERAT JENIS AGREGAT HALUS

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat halus.

1. Berat Jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu

2. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.

3. Berat jenis semu (apparent specivic gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

4. Penyerapan ialah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap

berat agregat kering.

B. BENDA UJI

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan no 4 diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak 1000 gr.

C. PERALATAN

1. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0.1 gr.

2. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.

3. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3)mm, diameter bagian bawah (90±3)mm dan tinggi (75±3)mm dibuat dari logam tebal minimum 0.8 mm

4. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340±15)gr, diameter permukaan penumbuk (25±3)mm.

50 of 118.

5. Saringan no 4

6. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi sampai

(110±5)°C

7. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1°C

8. Talam

9. Bejana tempat air

10. Pompa hampa udara (vaccum pump) atau tungku.

11. Air suling

12. Desikator.

D. PELAKSANAAN

1. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110±5)°C, sampai berat tetap .Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar dari pada 0.1%. Dinginkan pada suhu ruang kemudian rendam dalam air selama (24±4)jam

2. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat di atas talam, keringkan di udara panas dengan cara membalik-balikan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh.

3. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke dalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.

4. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gr benda uji ke dalam piknometer. Masukkan air suling sampai mencapai 90 % isi piknometer, puter sambil diguncangkan sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa udara tetapi harus diperhatikan

51 of 118.

jangan sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer.

5. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian

perhitungan kepada suhu standart 25°C.

6. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.

7. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0.1 gr

(B t ).

8. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110±5) 0 C sampai berat tetap kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.

9. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah ( B k ).

10. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna

penyesuaian dengan suhu standart 25 0

C (B).

E. DATA PRAKTIKUM DAN PERHITUNGAN

Data Praktikum :

Uraian

Satua

Contoh I

Contoh II

Rata-rata n

Berat piknometer

287.35 Gram Berat piknometer + benda uji 500 gr

787.35 Gram Berat piknometer + benda uji + air

1674.9 Gram (Bt)

1351.7 Gram Berat piknometer + air (B)

146.15 Gram Berat wadah

641.25 Gram Berat wadah + benda uji kering oven

495.1 Gram Berat benda uji kering oven (Bk)

52 of 118.

Perhitungan :

1. Contoh I Bk

a. Berat jenis (bulk specivic gravity )

b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)

c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =

d. Penyerapan =

x 100 %

Bk

x 100 %

2. Contoh II Bk

a. Berat jenis (bulk specivic gravity )

( B + 500 − Bt ) 495 . 1

53 of 118.

b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry)

( B + 500 − Bt ) 500

Bk

c. Berat jenis semu (apparent spesivic gravity) =

( B + Bk − Bt ) 495 . 1

( 500 − Bk )

d. Penyerapan =

x 100 %

Bk

x 100 %

Dimana : Bk = Berat benda uji kering oven, (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram) Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air, (gram) SSD = Berat benda uji dalam keaadan kering permukaan jenuh

(gram)

Contoh II Rata-rata Satuan Berat jenis bulk

Uraian

Contoh I

2.81 2.79 2.8 - Berat jenis kering jenuh

2.84 2.82 2.83 - Berat jenis semu

2.89 2.87 2.88 - Penyerapan

54 of 118.

F. PEMBAHASAN

Agregate yang mempunyai pori-pori berguna untuk menyerap aspal sehingga ikatan antara aspal dan agregate baik. Penyerapan agregate maksimal 3 % yang digunakan untuk lapisan permukaan dengan pengikat aspal. Angka pori agregate halus lebih kecil sehingga penyerapan aspal lebih sedikit. Agregate yang porositas lebih besar tidak baik sebagai campuran dengan aspal karena mudah terjadi stripping.

G. KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan percobaan diperoleh :

1. Berat jenis bulk rata-rata

: 2.8

2. Berat jenis SSD rata-rata

: 2.83

3. Berat jenis semu rata-rata

: 2.88

4. Penyerapan rata-rata

: 0.99 %

Menurut syarat SNI 1969-1990-F

a. Bj semu minimum : 2.5

2.80 > 2.5 memenuhi

b. Penyerapan terhadap air maximal : 3 %

4.185 %>3% tidak

memenuhi. Jadi agregate halus yang diuji tidak memenuhi syarat, sehingga tidak bisa digunakan dalam perencanaan campuran beraspal.

55 of 118.

GELAS TABUNG TIMBANGAN DIGITAL

56 of 118.

PIKNOMETER THERMOMETER AIR DESTILASI

57 of 118.

BAB X ANALISIS SARINGAN AGREGAT KASAR

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Pengujian ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran agregat kasar dalam bentuk grafik yang dapat memperlihatkan pembagian butir (gradasi) suatu agregat dengan menggunakan saringan.

B. BENDA UJI

Agregat Kasar

:Material lolos saringan 25,4 mm sebanyak 3000 gram.

C. PERALATAN

1. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat sampel.

2. Satu set saringan 75,0 mm (3”); 63,0 mm (2 ½”); 50,0 mm (2”), 37,5 mm (1 ½”); 25,0 mm (1,06”); 20,0 mm (¾ ”); 12,5mm (½”), 10 mm

(3/8”);No. 4, No. 6, No. 16, No. 30, No. 50, No. 100, No. 200.

3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110 ± 5 °C.

4. Alat pemisah contoh.

5. Mesin pengguncang saringan

6. Talam-talam

7. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.

58 of 118.

D. PELAKSANAAN

Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) °C, sampai

berat tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar dari pada 0,1 %.

Sampel disaring dengan susunan saringan, dimana ukuran saringan

paling besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang manual atau dengan mesin pengguncang selama

15 menit.

E. DATA PEMERIKSAAN

Data praktikum dapat dilihat pada formulir hasil pemeriksaan.

KUMULATIF PERSENTASE (%) SPESIFIKASI

TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAKS

59 of 118.

F. PEMBAHASAN

Jenis gradasi agregat kasar (F1)

1. Dari grafik 1 didapat :D60 = 13.1 mm D30 = 9.52 mm D10 = 4.36 mm

2. Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran hampir sama (sejenis) atau mengandung agregat halus yang lebih sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Jenis gradasi ini menghasilkan lapis permukaan dengan sifat permebilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil.

3. Karena Cu < 15 dan Cc > 6 maka jenis gradasi termasuk gradasi gap atau terbuka (celah). Agregat dengan gradasi akan menghasilkan lapisan permukaan dengan sifat stabilitas sedang, berat volume sedang, permeabilitas cukup.

G. KESIMPULAN

Dari hasil percobaan : Karena Cu < 15 dan Cc < 6, maka jenis gradasi agregat kasar termasuk gradasi seragam (uniform). Sehingga baik Untuk bahan campuran agregat

60 of 118.

BAB XI ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Pengujian ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran agregat halus dalam bentuk grafik yang dapat memperlihatkan pembagian butir (gradasi) suatu agregat dengan menggunakan saringan.

B. BENDA UJI

Agregat Halus

: Material lolos saringan no.¼ sebanyak 1000 gram.

C. PERALATAN

1. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat sampel.

2. Satu set saringan 75,0 mm (3”); 63,0 mm (2 ½”); 50,0 mm (2”), 37,5 mm (1 ½”); 25,0 mm (1,06”); 20,0 mm (¾ ”); 12,5mm (½”), 10 mm

(3/8”); No. 4, No. 6, No. 16, No. 30, No. 50, No. 100, No. 200.

3. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110 ± 5 °C.

4. Alat pemisah contoh.

5. Mesin pengguncang saringan

6. Talam-talam

7. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.

D. PELAKSANAAN

1. Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) °C, sampai berat tetap.

2. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama

3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar dari pada 0,1 %.

61 of 118.

3. Sampel disaring dengan susunan saringan, dimana ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas.

4. Saringan diguncang manual atau dengan mesin pengguncang selama 15 menit.

E. DATA PEMERIKSAAN

Data praktikum dapat dilihat pada formulir hasil pemeriksaan.

PERSENTASE (%) SPESIFIKASI

TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAKS

62 of 118.

F. PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Jenis gradasi agregat halus ( F2 ) Dari grafik 1 didapat : D60 = 1.17 mm D30 = 0.40 mm D10 = 0.20 mm

Untuk merencanakan mix design pada suatu agregat dibutuhkan campuran yang memenuhi daerah spesifikasi dari suatu grafik analisis saringan. Disamping penggunaan cara grafis, juga dibutuhkan cara analisis untuk mengetahui jenis agregat yang dipakai untuk pembuatan mix design.

G. KESIMPULAN

Karena Cc < 15 dan Cu < 6 maka jenis gradasi termasuk gradasi seragam . Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan permukaan dengan sifat stabilitas kurang, berat volume kecil, permeabilitas tinggi.Sehingga kurang baik dicampur dalam agregat kasar.

63 of 118.

CARA ANALISIS PERCENTE PASSING

No. Saringan

19 12.5 9.5 4.75 2.38 1.19 0.59 0.279 0.15 mm

No. No. No. Sleve

3/8" No. 4 No. 8

100 70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 82.50%

b = persen campuran agregat halus

= Rata-rata nilai tengah spec no 4

A = Persen lolos agregat kasar pada no 4

B = Persen lolos agregat halus pada no 4

a = Persen campuran agregat kasar

Agregat A

= Agregat kasar

Agregat B

= Agregat halus

64 of 118.

FIRST TRIAL COMBINATION

No. Saringan

0.15 mm No.

No. No. Sleve

70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 83.00%

Notes : memenuhi spesifikasi

SECOND TRIAL COMBINATION

No. Saringan

0.15 mm No.

No. No. Sleve

70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 51.00%

Notes : tidak memenuhi spesifikasi

65 of 118.

CARA GRAFIS PERCENTE PASSING

No. Saringan

0.15 mm

No. No. No. Sleve

70-90 50-70 35-50 18-29 13-23 8-16 4-10 82.50%

FIRST TRIAL COMBINATION

No. Saringan

No. No. Sleve

18-29 13-23 8-16 4-10 83,00%

70-90 50-70 35-50

Notes : tidak memenuhi spesifikasi

SECOND TRIAL COMBINATION

No. Saringan

No. No. Sleve

8-16 4-10 51,00%

70-90 50-70 35-50 18-29 13-23

43,69 28,09 12,68 6,83 Notes : memenuhi spesifikasi

66 of 118.

BAB XII KELEKATAN AGREGAT TERHADAP ASPAL

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregate terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal ialah prosentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan luas permukaan.

B. BENDA UJI

1. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9.5 mm ( 3 /

8 “) dan tertahan

pada saringan 6.3 mm ( 1 /

4 “) sebanyak kira-kira 100 gram.

2. Aspal AC 60/70 produksi PERTAMINA.

3. Untuk pelapisan agregate basah perlu ditentukan berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat kasar. PB – 0202-76/

C. PERALATAN

1. Wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml.

2. Timbangan dengan kapasitas 200 gram, ketelitian 0.1 gram

3. Pisau pengaduk baja (spatula) lebar 25 mm, panjang 100 mm.

4. Tabung gelas kimia (beker) kapasitas 600 ml

5. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

(150 ± 1 o C)

1 6. Saringan 6.3 mm ( 3 /

4 “) dan 9.5 mm ( / 8 “)

7. Termometer logam ± 200 o C

8. Air suling dengan pH 6.0 – 7.0

67 of 118.

D. PELAKSANAAN

1. Untuk pelapisan agregate kering dengan aspal dingin (cut back) dan ter.

a. Ambil 100 gram benda uji, masukan kedalam wadah isilah aspal sebanyak 5.5 ± 0.2 gram yang telah dipanaskan sampai pada suhu

yang diperlukan (table 1). Aduklah aspal dan benda uji sampai rata dengan spatula selama 2 menit.

b.

Masukan adukan beserta wadahnya kedalam oven pada suhu 60 o C selama 2 jam, selama proses ini lobang angin pada oven harus

dibuka.

c. Setelah dingin 2 jam keluarkan adukan beserta wadahnya dari oven dan diaduk sampai dingin (suhu ruang)

d. Pindahkan adukan tersebut kedalam tabung gelas kimia, isilah air suling sebanyak 400 ml dan diamkan tabung berisi adukan pada suhu ruang, selama 16 – 18 jam.

e. Ambil selaput aspal yang mengembang dipermukaan air dengan tidak menggangu agregate didalam tabung. Terangi benda uji dengan

lampu (75 watt) yang dipakai kap, atur tempat lampu sehingga tidak menyilaukan akibat pantulan cahaya dari permukaan air.

f. Dengan melihat dari atas menembus air, perkirakan persentase luas permukaan yang masih terselaput aspal. Lebih dari 95% atau kurang,

permukaan yang kecoklatan atau buram dianggap terselaputi penuh

2. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal emulsi (RS,MS,SS).

a. Ambil seratus gram benda uji, masukan kedalam wadah dan isikan 80 ± 0.2 gram aspal emulsi pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian

masukan kedalam oven pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian masukan kedalam oven pada suhu 135 o

C selama 5 menit. Keluarkan dari oven, aduk sampai merata sehingga benda uji terlapis aspal.

b.

Kemudian lakukan seperti pada 4.a.ii tetapi pada suhu 135 o C.

c. Selanjutnya lakukan seperti pada 4.a.iii dan 4.a.iv.

68 of 118.

3. Untuk pelapisan agregate basah dengan aspal dingin dan ter.

a. Ambilkan 100 gram benda uji, masukan kedalam wadah dan isilah 2 ml air suling. Aduk pada suhu ruang sampai benda menjadi basah secara merata. Tambahkan 5.5 ± 0.2 gram aspal yang telah

dipanaskan sampai suhu yang diperlukan (tabel 1). Aduk sampai rata sehingga benda uji terlapis aspal, pengadukan tidak boleh melebihi dari 5 menit.

b. Kemudian lakukan seperti pada 4.a.iii dan 4.a.iv.

4. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas dan ter (RT-10, RT-

11, dan RT-12)

a. Ambil 100 gram benda uji, masukan kedalam wadah, jika digunakan aspal panas, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam dalam

oven pada suhu tetap antara 135 o C – 149

C sementara itu panaskan

aspal secara terpisah pada suhu 135 o C – 149

C, jika digunakan ter, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam dalam oven pada

suhu tetap 79 o C – 107 C dan ter pada suhu 93 C – 121

C secara

terpisah.

b. Masukan aspal yang sudah panas 5.5 ± 0.2 gram pada benda uji yang sudah panas pula. Aduk sampai merata dengan spatula yang sudah

dipanasi selama 2 – 3 menit sampai benda uji terselaput aspal. Adukan didiamkan sampai mencapai suhu ruang.

c. Pindahkan benda uji yang sudah terselaput aspal kedalam tabung gelas kimia 600 ml. Segeera tambahkan air suling sebanyak 400 ml

dan biarkan pada suhu ruang selama 26 – 28 jam. Periksa luas permukaan benda uji yang sudah terselaput aspal seperti pada D.a.iv.

69 of 118.

E. HASIL PENGAMATAN

Dari hasil pengamatan diperoleh nilai kelekatan agregate terhadap aspal 96 %

F. PEMBAHASAN

Kelekatan agregat terhadap aspal dipengaruhi oleh bentuk dari agregat itu sendiri dan sifat agregate itu terhadap air. Kelekatan agregate terhadap aspal dinyatakan dalam persentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap seluruh luas permukaan.

G. KESIMPULAN

Dari pengamatan, diperoleh nilai kelekatan agregat terhadap aspal

96 %, maka nilai tersebut memenuhi syarat untuk bahan campuran (syarat kelekatan agregat minimum 95 %), sehingga bisa digunakan dalam perencanaan campuran beraspal.

70 of 118.

BAB XIII AGREGATE IMPACT TEST

A. MAKSUD DAN TUJUAN

Tujuan pemeriksaan agregate impact test untuk mengetahui kekuatan agregate terhadap beban kejut.

B. BENDA UJI

8 “ dan tertahan no.4 sebanyak 500 gram

Agregat yang lolos saringan no 3 /

C. PERALATAN

1. Agregat Impact Machine. Alat ini masih digerakkan secara manual

dengan tenaga manusia.

2. Berat total mesin tidak lebih dari 60 kg dan tidak kurang dari 40 kg. Dasar mesin terbuat dari baja dengan diameter 300 mm dan memiliki berat antara 22 sampai 30 kg.

3. Cylindrial Steel Cup memiliki diameter dalam 102 mm dan kedalaman 50

mm. Ketebalan cup tidak lebih dari 6 mm.

4. Palu baja yang digunakan memiliki berat antara 13,5 sampai 14,0 kg dengan bagian bawah (bidang kontak) merupakan lingkaran dan berbentuk datar. Diameter kontak sebesar 100 mm dan ketebalan 50 mm, dengan chamfer 1,5 mm. Palu diatur sedemikian rupa hingga dapat naik turun dengan mudah tanpa gesekan berarti. Palu baja bergerak jatuh bebas dengan tinggi jatuh 380 ± 5 mm, diukur dari bidang kontak palu sampai permukaan sample didalam cup.

5. Alat pengunci palu dapat diatur sedemikian rupa untuk dapat memudahkan pergantian sampel dan pemasangan cup.

6. Saringan dengan diameter 14,0 mm ; 10,0 mm ; dan 2,36 mm.

7. Besi penusuk dengan panjang 230 mm serta memiliki potongan

melintang lingkaran berdiameter 10 mm.

71 of 118.

8. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gr.

D. PELAKSANAAN

1. Timbang cup (Cylindrial Steel Cup) dengan ketelitian 0,1 gram (W1).

2. Isilah cup dengan sampel dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan 25 kali tusukan besi penusuk secara merata di seluruh permukaan. Tiap lapis, tongkat dijatuhkan secara bebasdengan ketinggian tidak lebih dari (>) 5 cm dari permukaan lapisan. Pada lapis terakhir, isi cup dengan agregat agar tidak menyembul dan padatkan.

3. Ratakan permukaan sampel dengan besi penusuk dan timbang (W2).

4. Hitunglah berat awal sampel (A’ = W2 – W1).

5. Letakkan mesin Impact Agregat pada lantai datar dan keras, seperti lantai beton.

6. Letakkan cup berisi sampel pada tempatnya dan pastikan letak cup sudah baik dan tidak akan bergeser akibat tumbukan palu.

7. Atur ketinggian palu agar jarak antara bidang kontak palu dengan permukaan sampel 380 ± 5 mm.

8. Lepaskan pengunci palu dan biarkan palu jatuh bebas ke sampel. Angkat palu pada posisi semula dan lepaskan kembali (jatuh bebas). Tumbukan dilakukan sebanyak 15 kali dengan tenggang waktu tumbukan tidak kurang dari satu detik.

9. Setelah selesai saring benda uji dengan saringan 2,36 mm selama satu menit dan timbang berat yang lolos dengan ketelitian 0,1 gram yang dinyatakan sebagai B gr dan yang tertahan sebagai C gr.

10. Ulangi prosedur tersebut untuk sisa sampel berikutnya.

72 of 118.

E. DATA PRAKTIKUM DAN HITUNGAN