BUDIDAYA KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT
NOTE BOOK
BUDIDAYA KELAPA
SAWIT
DI LAHAN GAMBUT
Oleh :
Ageng Sayfullah, H.
PENDAHULUAN
Perkebunan kelapa sawit belakangan ini sudah
meluas, sedangkan keberadaan lahan – lahan subur
semakin terbatas. Untuk itu penggunaan lahan - lahan
marjinal dengan beberapa faktor pembatas sudah mulai
diperhitungkan, salah satu adalah lahan gambut.
Dengan demikian diperlukan cara pengolahan lahan
gambut yang benar untuk kebun kelapa sawit, sehingga
mendapatkan hasil yang optimal.
Tehnik pengolahan lahan gambut yang benar
mempengaruhi keberhasilan pembangunan perkebunan
kelapa sawit, mengingat lahan gambut merupakan lahan
yang memerlukan penanganan khusus.
Pedoman bergambar cara pengolahan lahan gambut
untuk perkebunan kelapa sawit ini diharapkan dapat
menjadi pegangan sehingga dapat memberikan produksi
yang optimal, serta meningkatkan potensi lahan gambut
untuk perkebunan kelapa sawit.
1.
Pengertian Tanah Gambut
Histosol atau Tanah gambut adalah tanah – tanah
yang sebagian besar tersusun dari bahan organik,
dengan kandungan C-organik > 25 % atau tanah
yang memiliki lapisan bahan organik > 40 cm.
Gambut terbentuk dari serasah organik yang
terdekomposisi secara anaerobik dimana laju
pertambahan bahan organik lebih tinggi dibanding
laju dekomposisinya.
Di dataran rendah dan daerah pantai mula – mula
terbentuk
gambut
anaerobik
yang
permukaan
air
topogen
karena
dipertahankan
sungai,
tetapi
kondisi
oleh
tinggi
kemudian
penumpukan serasah tanaman yang semakin
bertambah menghasilkan pembentukan hamparan
gambut ombrogen yang terbentuk kubah (dome).
2.
Jenis Lahan Gambut.
Gambut pada dasarnya terbagi kedalam 2 (dua)
jenis yaitu :
Gambut
topogen yaitu gambut yang terbentuk
karena pengaruh topografi. Gambut ini terbentuk
dalam depresi topografi rawa, baik dataran rendah
maupun pegunungan tinggi. Gambut topogen
relatif kaya akan unsur hara, karena adannya
sirkulasi hara mineral dari bagian bawahnya oleh
kegiatan akar – akar tanaman maupun pengaruh
pasang surut sungai disekitarnya.
Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk
karena
pengaruh
curah
hujan
yang
airnya
tergenang. Gambut ombrogen terjadi setelah
terbentuknya gambut topogen, dimana sirkulasi
hara mineral hampir tidak terjadi, mengingat akar
tanaman tidak lagi mencapai tanah mineral
dibawahnya.
BENTANG LAHAN JENIS
GAMBUT MENURUT LOKASI
PEMBENTUKANNYA
Gambut Ombrogen
DOME
3.
Ketebalan / Kedalaman Gambut
Gambut di lapangan terdiri dari beberapa
ketebalan yaitu :
- Dangkal / tipis
0.5 – 1.0 m
- Agak dalam
1.2 – 2.0 m
- Dalam
2.0 – 3.0 m
- Sangat Dalam
> 3.0 m
Pengukuran ketebalan / kedalaman gambut di
lapangan dapat dilakukan dengan cara
menusukkan kayu kedalam gambut sampai ujung
kayu menyentuh tanah mineral.
4.
Kematangan Gambut
Berdasarkan tingkat kematangannya gambut
dapat dibedakan sebagai berikut :
Tingkat
Kematang
an
Ciri
Fibris
Tanah gambut yang tingkat dekomposisinya
masih tahap awal, ditandai dengan
kandungan serat kasar yang masih domain.
Hemis
Tanah gambut dengan tingkat dekomposisi
sedang / menengah yaitu antara fibris dan
sapris. Bahan tanah hemis sebagian besar
terbentuk secara fisik maupun biokimia
Sapris
Tanah gambut yang telah mangalami
dekomposisi paling lanjut. Pada keadaan
jenuh, bahan ini mempunyai kandungan
serat yang rendah. Bahan tanah sapris
biasannya berwarna kelabu sangat gelap
sampai hitam, bahan ini relatif stabil
SIFAT – SIFAT
GAMBUT
1.
Sifat Fisik Gambut.
- Warna tanah pada umumnya coklat tua atau
kelam tergantung tahapan dekomposisinya.
- Kandungan air tinggi dan kapasitas memegang
air juga tinggi (15 – 30 x berat kering).
- Porositas tinggi.
- Bulk density rendah.
- Mudah kering dan dalam keadaan kering sangat
ringan dan mudah lepas.
- Drainase jelek.
- Terletak diatas tanah alluvial, ada juga tanah
pasir di bawahnya.
2.
Sifat Kimia Gambut.
- Bereaksi masam pH ≤ 3,5.
- Kandungan N total tinggi tetapi tersedia bagi
tanaman, karena ratio C/N yang tinggi juga
- Kandungan unsur hara Mg tinggi,
sementara P dan K rendah.
- Kandungan unsur hara mikro terutama Cu,
B, Zn sangat rendah.
- Daya sangga (buffering capacity) air tinggi
3.
Sifat Lainnya
Gambut memiliki sifat kering tidak balik,
dimana gambut mudah kering dan dalam
keadaan kering gambut sangat ringan dan
mudah lepas. Dengan demikian gambut
memiliki potensi mudah terbakar apabila
tidak dikelola dengan baik
KELEMAHAN DAN
KEUNGGULAN LAHAN
GAMBUT
1.
Kelemahan Lahan Gambut.
- Reaksi masam pH < 3,5.
- Miskin unsur hara terutama unsur mikro.
Jenuh air sepanjang tahun mengakibatkan
berlangsungnya suasana reduksi.
- Bahan organik yang mentah di atas tanah mineral
mengakibatkan perakaran tanaman sukar
menembus bagian bawah karena kekurangan
oksigen.
- Tempat bersarangnya hama dan penyakit tanaman.
- Drainasenya jelek.
- Kering tidak balik (irreversible drying).
- Kesuburan rendah.
2.
Keunggulan lahan Gambut
- Topografi datar. Setelah dipadatkan, penggunaan
untuk pertanian lebih mudah dibandingkan areal
berbukit
- Struktur tanah spons.
- Kaya akan bahan organik.
- Dengan pengelolaan yang tepat lahan gambut
memiliki potensi produksi yang tinggi untuk tanaman
kelapa sawit.
KEGIATAN PENGUSAHA
KELAPA SAWIT PADA
LAHAN GAMBUT
1.
Pengukuran Awal.
Membuka lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit
diperlukan tahap – tahap indentifikasi terhadap :
-
Jenis gambut
Ketebalan gambut
Muka air tanah
Arah aliran tanah
Topografi
Vegetasi
Jenis Gambut.
Identifikasi jenis gambut di lapangan meliputi
kematangan gambut dan jenis gambut tersebut (
Topogen dan Ombrogen ). Identifikasi kematangan
gambut di lapangan pada umumnya dilakukan
dengan meremas gambut dengan tangan.
Ketebalan Gambut.
identifikasi ketebalan gambut di lapangan biasannya
dilakukan dengan menusukkan kayu (± 5m) kedalam
gambut hingga ujung kayu menyentuh tanah mineral.
Muka Air Tanah (Ground Water Table).
Pengelolaan tata air (Water management) merupakan
salah satu hal yang sangat penting dalam pengusahaan
lahan gambut. Pengelolaan tata air pada lahan gambut
sebaiknya dengan mempertahankan muka air tanah 50 –
70 cm dari permukaan tanah. Hal ini dimaksudkan
untuk mempertahankan gambut agar tidak kering dan
mudah terbakar. Untuk mempertahankan muka air tanah
50 – 70 cm dari permukaan tanah antara lain dapat
dilakukan dengan membuat pintu – pintu air darurat
Arah Aliran Air
Pengelolaan air pada lahan gambut dapat dilakukan
dengan pembuatan parit – parit drainase dengan arah
yang tepat.
Topografi
Pada umumnya pada lahan gambut memiliki topografi
datar atau merupakan cekungan.
Vegetasi
Lahan gambut memiliki vegetasi yang beragam, namun
pada umumnya lahan gambut didominasi oleh vegetasi
hutan sekunder.
2.
Rencana Kerja
Desain kebun meliputi :
-
Blok kebun
Parit primer, sekunder dan tersier
Jalan produksi
Jalur tanam
Jalan pikul
Desain kebun yang baik akan mempermudah kegiatan
tahapan berikutnya.
Gambut memiliki sifat penyusutan dan kering tidak balik
(irreversible drying), sehingga sebelum mereklamasi
lahan gambut perlu diketahui sifat spesifik gambut.
Drainase yang baik untuk lahan gambut adalah drainase
yang tetap mempertahankan batas air kritis gambut.
Usaha perbaikan drainase dilakukan dengan pembuatan
saluran primer, skunder dan tersier.
3.
Blok Kebun Dan Parit (Primer, Sekundr Dan Tersier)
1.000 M
Parit Sekunder
Parit Sekunder
300 M
Parit Primer
Parit Primer
30 ha
4.
Spesifikasi Parit
Pembuatan parit atau sistem drainase pada lahan gambut pada
prinsipnya adalah pengelolaan muka air tanah dengan
mempertahankan permukaan air 50 – 70 cm dari permukaan
tanah.
Lebar ( meter )
Jenis
Atas
Bawah
Kedalaman
Parit Primer
4.8
2.4
1.8
Parit Skunder
2.4
1.8
1.2
Parit Tersier
1.2
0.9
0.6
5.
Jaringan Jalan
Jembatan
JEMBATAN
Jalan Produksi
Jembatan
Parit Sekunder
1.000 M
Parit Sekunder
300 M
Parit Primer
Parit Primer
JEMBATAN
30 ha
Jalan merupakan sarana penting dalam perkebunan
kelapa sawit. Pembangunan jalan pada lahan
gambut sering sekali menemui banyak kendala.
Kendala utama pembangunan jalan pada lahan
gambut adalah kondisi tanah yang terlalu gembur
(lepas) sehingga sulit untuk menahan beban yang
cukup berat.
6.
Sistem Pemadatan Jalan Pikul Dan jalur
Tanam.
Jalur pikul dan jalur tanam
Jalur tumpukan kayu
Dan tidak dipindahkan
Yang dipadatkan
Jalan Produksi
Parit
Tersier
Parit Tersier
GEJALA DEFISIENSI HARA YANG
SERING TERJADI DI LAHAN
GAMBUT
1.
Defisiensi N
Gejala defisiensi N biasanya ditandai dengan daun yang
berwarna pucat kuning. Penyebab terjadinya defisiensi N
antar lain terhambatnya mineralisasi N di dalam tanah, akar
yang tidak berkembang dan tidak efektifnya pemupukan.
Defisiensi
N
akan
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan vegetatif tanaman, karena unsur N berfungsi
sebagai penyusun protein, klorofil dan berperan dalam
proses fotosintetis.
2.
Defisiensi K
Gejala defisiensi K ditandai dengan adannya bercak kuning
/ transparan (orange spoting), white strip, daun tua kering
dan mati. Penyebab terjadinnya defisiensi K antara lain
adalah K-dd(K dapat dipertukarkan) tanah yang rendah,
kurang pemupukan K, kemasaman tanah yang tinggi dan
KTK (kapasitas tukar kation) tanah yang rendah.
Kekurangan unsur K pada tanaman akan menyebabkan
tanaman mudah terserang penyakit dan dapat menurunkan
produksi. Unsur K bagi tanaman kelapa sawit berfungsi
unutk meningkatkan aktivitas stomata, aktivasi enzim,
meningkatkan ketahanan jumlah dan ukuran tandan.
3.
.
5.
Defisiensi Fe
Defisiensi Fe pada tanaman kelapa sawit
ditandai dengan adanya bercak seperti pulau
dengan warna dasar hijau pada daun, ujung
daun nekrosis dan tajuk atas menguning. Unsur
hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit, namun demikian hara mikro mutlak
dibtuhkan oleh tanaman. Gejala defisiensi hara
mikro
pada
tanaman
kelapa
sawit
pada
umumnya ditandai dengan warna daun yang
pucat serta tajuk atau daun muda tidak
berkembang, sehingga kanopi pohon menjadi
kecil (tidak berkembang)
3.
4.
Defisiensi Mg
Gejala defisiensi Mg pada tanaman kelapa sawit
akan menyebabkan daun tua berwarna hijau
kekuningan kecoklatan lalu kering. Gejala yang khas
akibat defisiensi Mg adalah rendahnya Mg-dd tanah,
kurangnya aplikasi Mg, ketidakseimbangan unsur
Mg dengan kation lain, serta curah hujan yang tinggi
(>3.500 mm/thn). Unsur Mg pada tanaman berfungsi
sebagai penyusun klorofil dan berperan dalam
respirasi tanaman maupun pengaktifan enzim
Defisiensi cu
Defisiensi Cu pada tanaman kelapa sawit akan
menyebabkan Mid Crown Chlorosis (MCC) atau
peat yellow. Jaringan klorosis hijau pucat
kekuningan muncul di ujung – ujung daun muda.
Bercak kuning berkembang di antara jaringan
klorosis. Daun pendek, kuning pucat, kemudian mati.
Penyebab terjadinya defisiensi Cu antara lain adalah
rendahnya Cu-dd tanah, aplikasi Mg yang terlalu
tinggi, aplikasi N dan P tanpa K yang berimbang.
Unsur Cu pada tanaman kelapa sawit antara lain
berperan dalam pembentukan klorofil dan katalisator
proses fisiologi tanaman.
5.
Defisiensi Fe
Defisiensi Fe pada tanaman kelapa sawit ditandai
dengan adanya bercak seperti pulau dengan warna
dasar hijau pada daun, ujung daun nekrosis dan
tajuk atas menguning. Unsur hara mikro dibutuhkan
tanaman dalam jumlah sedikit, namun demikian
hara mikro mutlak dibtuhkan oleh tanaman. Gejala
defisiensi hara mikro pada tanaman kelapa sawit
pada umumnya ditandai dengan warna daun yang
pucat serta tajuk atau daun muda tidak berkembang,
sehingga kanopi pohon menjadi kecil (tidak
berkembang)
HAMA PADA LAHAN
GAMBUT
1.
Tikus
Hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit pada
lahan gambut salah satunnya adalah tikus. Tikus menyerang
buah kelapa sawit yang masih muda, akibatnya buah akan
menjadi rusak.
2.
Babi Hutan
Babi hutan biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang
yang masih muda. Babi hutan mamakan pangkal batang,
akibatnya tanaman akan mati. Gejala serangan babi hutan
pada umumnya ditandai dengan rusaknya tanaman, tanaman
akan rubuh / tumbang. Babi hutan menyerang tanaman muda
dengan memakan pangkal batang yang masih muda.
3.
Rayap (Coptotermes curvignathus)
Hama rayap menyerang tanaman dengan cara memakan akar
maupun batang tanaman, akibatnya tanaman akan melapuk
dan kemudian tumbang. Hama rayap sulit dikendalikan
karena sering berada di dalam tanah dan sisa – sisa kayu
yang menjadi makanan, tempat persembunyian dan tempat
perkembang biakan.
KELAS KESESUAIAN LAHAN
GAMBUT
Contoh unit kesesuaian lahan tanah gambut :
Ordo
: S (sesuai untuk tanaman kelapa sawit)
Kelas
: S3
Mempunyai lebih dari satu faktor pembatas sedang dan /
atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas
Sub-kelas
: S3-d.a.
Faktor pembatas drainase (d) dan kemasaman atau pH
tanah (a)
Unit
: S3-d2.a3
Intensitas faktor pembatas drainase tergolong sedang (d2)
dan pembatas pH tanah tergolong berat (a3)
Perlu pembuatan saluran drainase dan penambahan kapur
pertanian (kaptan) atau dolomit.
BEBERAPA JENIS GAMBUT
YANG TELAH DITANAMI
KELAPA SAWIT
• Beberapa jenis gambut di Indonesia yang telah
ditanami kelapa sawit antara lain adalah :
- Fluvaquentic Troposaprist
- Fluvaquentic Haplohemist
- Hemic Toposaprist
- Hemic Haplosaprist
- Typic Tropohemist
- Typic Troposaprist
Contoh Sifat Kimia Hemic
Haplosaprist
Kedalaman Lapisan (cm)
Uraian
0-20
20-40
40-60
pH
H20
3,7
pH
KCI
2,6
C (%)
36,2
T
44,3
T
47,3
T
N (%)
1,25
T
1,09
T
1,10
T
C/N
23,8
T
40,7
T
43,0
T
KTK
(me/1 109,2
00g)
T
123,3
T
113,6
T
4,0
R
2,0
R
R
3,0
AI-dd
9,85
R
2,6
R = Rendah ; T = Tinggi
KB
3,6
R
602
3,5
R
2,5
9,86
Hemic Haplosaprist memiliki drainase sangat terhambat,
kandungan bahan kasar 15 %, kedalaman gambut 150 –
300 cm, pH 3,5 – 3,7 serta dengan bentuk wilayah yang
datar. Status kesuburan tanah Hemic Haplosarist tergolong
rendah yang dipengaruhi oleh faktor kematangan dan
kedalaman gambut.
Contoh Sifat Kimia Fluvaquentic
Haplosaprist
Kedalaman Lapisan (cm)
Uraian
0-20
20-40
40-60
pH
H20
3,6
pH
KCI
2,7
C (%)
15,4
T
18,3
T
11,3
T
N (%)
0,92
T
0,55
T
0,27
S
C/N
16,7
AT
33,3
T
41,9
T
KTK
(me/1 24,29
00g)
S
73,12
T
57,4
T
R
5,0
R
4,0
R
KB
13,0
AI-dd
6,90
R
3,6
R
2,8
3,7
R
3,0
R = Rendah ; T = Tinggi ; AT = Agak tinggi S = Sedang
12,08
16,88
Fluvaquentic Haplosaprist memiliki drainase sangat
terhambat, kandungan bahan kasar 15 % dengan tingkat
pelapukan gambut saprik, kedalam gambut 150 cm, pH
3,6 – 3,7 bentuk wilayah datar
POTENSI PRODUKSI PADA
LAHAN GAMBUT
Lahan gambut memiliki potensi produksi yang cukup tinggi apabila
dikelola dengan baik. Dengan pengelolaan tata air atau sistem
drainase yang baik, produksi puncak tanaman kelapa sawit pada
lahan gambut dapat mencapai 26 ton TBS/ha/tahun.
Dosis Pemupukan TBM pada Lahan Gambut Secara Umum.
Umur
(Bulan)
Dosis (g/pohon)
Urea
RP
MOP
Dolomit
Borax
CuSo4
Lubang
Tanam
0
500
0
0
0
0
1
50
0
0
0
0
20
2
150
75
200
100
0
0
5
150
75
200
100
0
30
8
150
225
400
275
20
0
12
300
225
400
275
0
40
16
300
225
500
600
30
0
20
300
225
500
600
0
0
24
300
225
750
600
50
0
28
475
375
750
1.000
0
0
32
475
375
1.000
1.000
0
0
Jumlah
2.650
2.525
4.700
4.550
100
90
Ket. : Setelah tanam di lapangan
Potensi produksi kelapa sawit pada
lahan gambut
Ton
Umu
r
RJT/p
TBS
RBT
(th)
hn
Umur
(th) TBS
Ton
RBT
RJT/
phn
3
6.2
3.0
17.9
15
24.5
20.6
9.1
4
12.0
5.3
17.4
16
23.5
21.8
8.3
5
14.5
6.7
16.6
17
22.0
23.0
7.4
6
17.0
8.5
15.4
18
21.0
24.2
6.7
7
22.0 10.0
15.7
19
20.0
25.5
6.0
8
24.5 12.7
14.8
20
19.0
26.6
5.5
9
26.0 15.5
12.9
21
18.0
27.4
5.1
10
26.0 16.0
12.5
22
17.0
28.4
4.6
11
26.0 17.4
11.5
23
16.0
29.4
4.2
12
26.0 18.5
10.8
24
15.0
30.4
3.8
13
26.0 19.5
10.3
25
14.0
31.2
3.6
14
25.0 20.0
9.6
RBT
RJT
= Rerata Berat Tandan
= Rerata Jumlah Tandan
Juml
ah 461.2 442.4 227.7
Rerat 20.0 19.2 9.9
a
BUDIDAYA KELAPA
SAWIT
DI LAHAN GAMBUT
Oleh :
Ageng Sayfullah, H.
PENDAHULUAN
Perkebunan kelapa sawit belakangan ini sudah
meluas, sedangkan keberadaan lahan – lahan subur
semakin terbatas. Untuk itu penggunaan lahan - lahan
marjinal dengan beberapa faktor pembatas sudah mulai
diperhitungkan, salah satu adalah lahan gambut.
Dengan demikian diperlukan cara pengolahan lahan
gambut yang benar untuk kebun kelapa sawit, sehingga
mendapatkan hasil yang optimal.
Tehnik pengolahan lahan gambut yang benar
mempengaruhi keberhasilan pembangunan perkebunan
kelapa sawit, mengingat lahan gambut merupakan lahan
yang memerlukan penanganan khusus.
Pedoman bergambar cara pengolahan lahan gambut
untuk perkebunan kelapa sawit ini diharapkan dapat
menjadi pegangan sehingga dapat memberikan produksi
yang optimal, serta meningkatkan potensi lahan gambut
untuk perkebunan kelapa sawit.
1.
Pengertian Tanah Gambut
Histosol atau Tanah gambut adalah tanah – tanah
yang sebagian besar tersusun dari bahan organik,
dengan kandungan C-organik > 25 % atau tanah
yang memiliki lapisan bahan organik > 40 cm.
Gambut terbentuk dari serasah organik yang
terdekomposisi secara anaerobik dimana laju
pertambahan bahan organik lebih tinggi dibanding
laju dekomposisinya.
Di dataran rendah dan daerah pantai mula – mula
terbentuk
gambut
anaerobik
yang
permukaan
air
topogen
karena
dipertahankan
sungai,
tetapi
kondisi
oleh
tinggi
kemudian
penumpukan serasah tanaman yang semakin
bertambah menghasilkan pembentukan hamparan
gambut ombrogen yang terbentuk kubah (dome).
2.
Jenis Lahan Gambut.
Gambut pada dasarnya terbagi kedalam 2 (dua)
jenis yaitu :
Gambut
topogen yaitu gambut yang terbentuk
karena pengaruh topografi. Gambut ini terbentuk
dalam depresi topografi rawa, baik dataran rendah
maupun pegunungan tinggi. Gambut topogen
relatif kaya akan unsur hara, karena adannya
sirkulasi hara mineral dari bagian bawahnya oleh
kegiatan akar – akar tanaman maupun pengaruh
pasang surut sungai disekitarnya.
Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk
karena
pengaruh
curah
hujan
yang
airnya
tergenang. Gambut ombrogen terjadi setelah
terbentuknya gambut topogen, dimana sirkulasi
hara mineral hampir tidak terjadi, mengingat akar
tanaman tidak lagi mencapai tanah mineral
dibawahnya.
BENTANG LAHAN JENIS
GAMBUT MENURUT LOKASI
PEMBENTUKANNYA
Gambut Ombrogen
DOME
3.
Ketebalan / Kedalaman Gambut
Gambut di lapangan terdiri dari beberapa
ketebalan yaitu :
- Dangkal / tipis
0.5 – 1.0 m
- Agak dalam
1.2 – 2.0 m
- Dalam
2.0 – 3.0 m
- Sangat Dalam
> 3.0 m
Pengukuran ketebalan / kedalaman gambut di
lapangan dapat dilakukan dengan cara
menusukkan kayu kedalam gambut sampai ujung
kayu menyentuh tanah mineral.
4.
Kematangan Gambut
Berdasarkan tingkat kematangannya gambut
dapat dibedakan sebagai berikut :
Tingkat
Kematang
an
Ciri
Fibris
Tanah gambut yang tingkat dekomposisinya
masih tahap awal, ditandai dengan
kandungan serat kasar yang masih domain.
Hemis
Tanah gambut dengan tingkat dekomposisi
sedang / menengah yaitu antara fibris dan
sapris. Bahan tanah hemis sebagian besar
terbentuk secara fisik maupun biokimia
Sapris
Tanah gambut yang telah mangalami
dekomposisi paling lanjut. Pada keadaan
jenuh, bahan ini mempunyai kandungan
serat yang rendah. Bahan tanah sapris
biasannya berwarna kelabu sangat gelap
sampai hitam, bahan ini relatif stabil
SIFAT – SIFAT
GAMBUT
1.
Sifat Fisik Gambut.
- Warna tanah pada umumnya coklat tua atau
kelam tergantung tahapan dekomposisinya.
- Kandungan air tinggi dan kapasitas memegang
air juga tinggi (15 – 30 x berat kering).
- Porositas tinggi.
- Bulk density rendah.
- Mudah kering dan dalam keadaan kering sangat
ringan dan mudah lepas.
- Drainase jelek.
- Terletak diatas tanah alluvial, ada juga tanah
pasir di bawahnya.
2.
Sifat Kimia Gambut.
- Bereaksi masam pH ≤ 3,5.
- Kandungan N total tinggi tetapi tersedia bagi
tanaman, karena ratio C/N yang tinggi juga
- Kandungan unsur hara Mg tinggi,
sementara P dan K rendah.
- Kandungan unsur hara mikro terutama Cu,
B, Zn sangat rendah.
- Daya sangga (buffering capacity) air tinggi
3.
Sifat Lainnya
Gambut memiliki sifat kering tidak balik,
dimana gambut mudah kering dan dalam
keadaan kering gambut sangat ringan dan
mudah lepas. Dengan demikian gambut
memiliki potensi mudah terbakar apabila
tidak dikelola dengan baik
KELEMAHAN DAN
KEUNGGULAN LAHAN
GAMBUT
1.
Kelemahan Lahan Gambut.
- Reaksi masam pH < 3,5.
- Miskin unsur hara terutama unsur mikro.
Jenuh air sepanjang tahun mengakibatkan
berlangsungnya suasana reduksi.
- Bahan organik yang mentah di atas tanah mineral
mengakibatkan perakaran tanaman sukar
menembus bagian bawah karena kekurangan
oksigen.
- Tempat bersarangnya hama dan penyakit tanaman.
- Drainasenya jelek.
- Kering tidak balik (irreversible drying).
- Kesuburan rendah.
2.
Keunggulan lahan Gambut
- Topografi datar. Setelah dipadatkan, penggunaan
untuk pertanian lebih mudah dibandingkan areal
berbukit
- Struktur tanah spons.
- Kaya akan bahan organik.
- Dengan pengelolaan yang tepat lahan gambut
memiliki potensi produksi yang tinggi untuk tanaman
kelapa sawit.
KEGIATAN PENGUSAHA
KELAPA SAWIT PADA
LAHAN GAMBUT
1.
Pengukuran Awal.
Membuka lahan gambut untuk tanaman kelapa sawit
diperlukan tahap – tahap indentifikasi terhadap :
-
Jenis gambut
Ketebalan gambut
Muka air tanah
Arah aliran tanah
Topografi
Vegetasi
Jenis Gambut.
Identifikasi jenis gambut di lapangan meliputi
kematangan gambut dan jenis gambut tersebut (
Topogen dan Ombrogen ). Identifikasi kematangan
gambut di lapangan pada umumnya dilakukan
dengan meremas gambut dengan tangan.
Ketebalan Gambut.
identifikasi ketebalan gambut di lapangan biasannya
dilakukan dengan menusukkan kayu (± 5m) kedalam
gambut hingga ujung kayu menyentuh tanah mineral.
Muka Air Tanah (Ground Water Table).
Pengelolaan tata air (Water management) merupakan
salah satu hal yang sangat penting dalam pengusahaan
lahan gambut. Pengelolaan tata air pada lahan gambut
sebaiknya dengan mempertahankan muka air tanah 50 –
70 cm dari permukaan tanah. Hal ini dimaksudkan
untuk mempertahankan gambut agar tidak kering dan
mudah terbakar. Untuk mempertahankan muka air tanah
50 – 70 cm dari permukaan tanah antara lain dapat
dilakukan dengan membuat pintu – pintu air darurat
Arah Aliran Air
Pengelolaan air pada lahan gambut dapat dilakukan
dengan pembuatan parit – parit drainase dengan arah
yang tepat.
Topografi
Pada umumnya pada lahan gambut memiliki topografi
datar atau merupakan cekungan.
Vegetasi
Lahan gambut memiliki vegetasi yang beragam, namun
pada umumnya lahan gambut didominasi oleh vegetasi
hutan sekunder.
2.
Rencana Kerja
Desain kebun meliputi :
-
Blok kebun
Parit primer, sekunder dan tersier
Jalan produksi
Jalur tanam
Jalan pikul
Desain kebun yang baik akan mempermudah kegiatan
tahapan berikutnya.
Gambut memiliki sifat penyusutan dan kering tidak balik
(irreversible drying), sehingga sebelum mereklamasi
lahan gambut perlu diketahui sifat spesifik gambut.
Drainase yang baik untuk lahan gambut adalah drainase
yang tetap mempertahankan batas air kritis gambut.
Usaha perbaikan drainase dilakukan dengan pembuatan
saluran primer, skunder dan tersier.
3.
Blok Kebun Dan Parit (Primer, Sekundr Dan Tersier)
1.000 M
Parit Sekunder
Parit Sekunder
300 M
Parit Primer
Parit Primer
30 ha
4.
Spesifikasi Parit
Pembuatan parit atau sistem drainase pada lahan gambut pada
prinsipnya adalah pengelolaan muka air tanah dengan
mempertahankan permukaan air 50 – 70 cm dari permukaan
tanah.
Lebar ( meter )
Jenis
Atas
Bawah
Kedalaman
Parit Primer
4.8
2.4
1.8
Parit Skunder
2.4
1.8
1.2
Parit Tersier
1.2
0.9
0.6
5.
Jaringan Jalan
Jembatan
JEMBATAN
Jalan Produksi
Jembatan
Parit Sekunder
1.000 M
Parit Sekunder
300 M
Parit Primer
Parit Primer
JEMBATAN
30 ha
Jalan merupakan sarana penting dalam perkebunan
kelapa sawit. Pembangunan jalan pada lahan
gambut sering sekali menemui banyak kendala.
Kendala utama pembangunan jalan pada lahan
gambut adalah kondisi tanah yang terlalu gembur
(lepas) sehingga sulit untuk menahan beban yang
cukup berat.
6.
Sistem Pemadatan Jalan Pikul Dan jalur
Tanam.
Jalur pikul dan jalur tanam
Jalur tumpukan kayu
Dan tidak dipindahkan
Yang dipadatkan
Jalan Produksi
Parit
Tersier
Parit Tersier
GEJALA DEFISIENSI HARA YANG
SERING TERJADI DI LAHAN
GAMBUT
1.
Defisiensi N
Gejala defisiensi N biasanya ditandai dengan daun yang
berwarna pucat kuning. Penyebab terjadinya defisiensi N
antar lain terhambatnya mineralisasi N di dalam tanah, akar
yang tidak berkembang dan tidak efektifnya pemupukan.
Defisiensi
N
akan
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan vegetatif tanaman, karena unsur N berfungsi
sebagai penyusun protein, klorofil dan berperan dalam
proses fotosintetis.
2.
Defisiensi K
Gejala defisiensi K ditandai dengan adannya bercak kuning
/ transparan (orange spoting), white strip, daun tua kering
dan mati. Penyebab terjadinnya defisiensi K antara lain
adalah K-dd(K dapat dipertukarkan) tanah yang rendah,
kurang pemupukan K, kemasaman tanah yang tinggi dan
KTK (kapasitas tukar kation) tanah yang rendah.
Kekurangan unsur K pada tanaman akan menyebabkan
tanaman mudah terserang penyakit dan dapat menurunkan
produksi. Unsur K bagi tanaman kelapa sawit berfungsi
unutk meningkatkan aktivitas stomata, aktivasi enzim,
meningkatkan ketahanan jumlah dan ukuran tandan.
3.
.
5.
Defisiensi Fe
Defisiensi Fe pada tanaman kelapa sawit
ditandai dengan adanya bercak seperti pulau
dengan warna dasar hijau pada daun, ujung
daun nekrosis dan tajuk atas menguning. Unsur
hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah
sedikit, namun demikian hara mikro mutlak
dibtuhkan oleh tanaman. Gejala defisiensi hara
mikro
pada
tanaman
kelapa
sawit
pada
umumnya ditandai dengan warna daun yang
pucat serta tajuk atau daun muda tidak
berkembang, sehingga kanopi pohon menjadi
kecil (tidak berkembang)
3.
4.
Defisiensi Mg
Gejala defisiensi Mg pada tanaman kelapa sawit
akan menyebabkan daun tua berwarna hijau
kekuningan kecoklatan lalu kering. Gejala yang khas
akibat defisiensi Mg adalah rendahnya Mg-dd tanah,
kurangnya aplikasi Mg, ketidakseimbangan unsur
Mg dengan kation lain, serta curah hujan yang tinggi
(>3.500 mm/thn). Unsur Mg pada tanaman berfungsi
sebagai penyusun klorofil dan berperan dalam
respirasi tanaman maupun pengaktifan enzim
Defisiensi cu
Defisiensi Cu pada tanaman kelapa sawit akan
menyebabkan Mid Crown Chlorosis (MCC) atau
peat yellow. Jaringan klorosis hijau pucat
kekuningan muncul di ujung – ujung daun muda.
Bercak kuning berkembang di antara jaringan
klorosis. Daun pendek, kuning pucat, kemudian mati.
Penyebab terjadinya defisiensi Cu antara lain adalah
rendahnya Cu-dd tanah, aplikasi Mg yang terlalu
tinggi, aplikasi N dan P tanpa K yang berimbang.
Unsur Cu pada tanaman kelapa sawit antara lain
berperan dalam pembentukan klorofil dan katalisator
proses fisiologi tanaman.
5.
Defisiensi Fe
Defisiensi Fe pada tanaman kelapa sawit ditandai
dengan adanya bercak seperti pulau dengan warna
dasar hijau pada daun, ujung daun nekrosis dan
tajuk atas menguning. Unsur hara mikro dibutuhkan
tanaman dalam jumlah sedikit, namun demikian
hara mikro mutlak dibtuhkan oleh tanaman. Gejala
defisiensi hara mikro pada tanaman kelapa sawit
pada umumnya ditandai dengan warna daun yang
pucat serta tajuk atau daun muda tidak berkembang,
sehingga kanopi pohon menjadi kecil (tidak
berkembang)
HAMA PADA LAHAN
GAMBUT
1.
Tikus
Hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit pada
lahan gambut salah satunnya adalah tikus. Tikus menyerang
buah kelapa sawit yang masih muda, akibatnya buah akan
menjadi rusak.
2.
Babi Hutan
Babi hutan biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang
yang masih muda. Babi hutan mamakan pangkal batang,
akibatnya tanaman akan mati. Gejala serangan babi hutan
pada umumnya ditandai dengan rusaknya tanaman, tanaman
akan rubuh / tumbang. Babi hutan menyerang tanaman muda
dengan memakan pangkal batang yang masih muda.
3.
Rayap (Coptotermes curvignathus)
Hama rayap menyerang tanaman dengan cara memakan akar
maupun batang tanaman, akibatnya tanaman akan melapuk
dan kemudian tumbang. Hama rayap sulit dikendalikan
karena sering berada di dalam tanah dan sisa – sisa kayu
yang menjadi makanan, tempat persembunyian dan tempat
perkembang biakan.
KELAS KESESUAIAN LAHAN
GAMBUT
Contoh unit kesesuaian lahan tanah gambut :
Ordo
: S (sesuai untuk tanaman kelapa sawit)
Kelas
: S3
Mempunyai lebih dari satu faktor pembatas sedang dan /
atau tidak memiliki lebih dari satu pembatas
Sub-kelas
: S3-d.a.
Faktor pembatas drainase (d) dan kemasaman atau pH
tanah (a)
Unit
: S3-d2.a3
Intensitas faktor pembatas drainase tergolong sedang (d2)
dan pembatas pH tanah tergolong berat (a3)
Perlu pembuatan saluran drainase dan penambahan kapur
pertanian (kaptan) atau dolomit.
BEBERAPA JENIS GAMBUT
YANG TELAH DITANAMI
KELAPA SAWIT
• Beberapa jenis gambut di Indonesia yang telah
ditanami kelapa sawit antara lain adalah :
- Fluvaquentic Troposaprist
- Fluvaquentic Haplohemist
- Hemic Toposaprist
- Hemic Haplosaprist
- Typic Tropohemist
- Typic Troposaprist
Contoh Sifat Kimia Hemic
Haplosaprist
Kedalaman Lapisan (cm)
Uraian
0-20
20-40
40-60
pH
H20
3,7
pH
KCI
2,6
C (%)
36,2
T
44,3
T
47,3
T
N (%)
1,25
T
1,09
T
1,10
T
C/N
23,8
T
40,7
T
43,0
T
KTK
(me/1 109,2
00g)
T
123,3
T
113,6
T
4,0
R
2,0
R
R
3,0
AI-dd
9,85
R
2,6
R = Rendah ; T = Tinggi
KB
3,6
R
602
3,5
R
2,5
9,86
Hemic Haplosaprist memiliki drainase sangat terhambat,
kandungan bahan kasar 15 %, kedalaman gambut 150 –
300 cm, pH 3,5 – 3,7 serta dengan bentuk wilayah yang
datar. Status kesuburan tanah Hemic Haplosarist tergolong
rendah yang dipengaruhi oleh faktor kematangan dan
kedalaman gambut.
Contoh Sifat Kimia Fluvaquentic
Haplosaprist
Kedalaman Lapisan (cm)
Uraian
0-20
20-40
40-60
pH
H20
3,6
pH
KCI
2,7
C (%)
15,4
T
18,3
T
11,3
T
N (%)
0,92
T
0,55
T
0,27
S
C/N
16,7
AT
33,3
T
41,9
T
KTK
(me/1 24,29
00g)
S
73,12
T
57,4
T
R
5,0
R
4,0
R
KB
13,0
AI-dd
6,90
R
3,6
R
2,8
3,7
R
3,0
R = Rendah ; T = Tinggi ; AT = Agak tinggi S = Sedang
12,08
16,88
Fluvaquentic Haplosaprist memiliki drainase sangat
terhambat, kandungan bahan kasar 15 % dengan tingkat
pelapukan gambut saprik, kedalam gambut 150 cm, pH
3,6 – 3,7 bentuk wilayah datar
POTENSI PRODUKSI PADA
LAHAN GAMBUT
Lahan gambut memiliki potensi produksi yang cukup tinggi apabila
dikelola dengan baik. Dengan pengelolaan tata air atau sistem
drainase yang baik, produksi puncak tanaman kelapa sawit pada
lahan gambut dapat mencapai 26 ton TBS/ha/tahun.
Dosis Pemupukan TBM pada Lahan Gambut Secara Umum.
Umur
(Bulan)
Dosis (g/pohon)
Urea
RP
MOP
Dolomit
Borax
CuSo4
Lubang
Tanam
0
500
0
0
0
0
1
50
0
0
0
0
20
2
150
75
200
100
0
0
5
150
75
200
100
0
30
8
150
225
400
275
20
0
12
300
225
400
275
0
40
16
300
225
500
600
30
0
20
300
225
500
600
0
0
24
300
225
750
600
50
0
28
475
375
750
1.000
0
0
32
475
375
1.000
1.000
0
0
Jumlah
2.650
2.525
4.700
4.550
100
90
Ket. : Setelah tanam di lapangan
Potensi produksi kelapa sawit pada
lahan gambut
Ton
Umu
r
RJT/p
TBS
RBT
(th)
hn
Umur
(th) TBS
Ton
RBT
RJT/
phn
3
6.2
3.0
17.9
15
24.5
20.6
9.1
4
12.0
5.3
17.4
16
23.5
21.8
8.3
5
14.5
6.7
16.6
17
22.0
23.0
7.4
6
17.0
8.5
15.4
18
21.0
24.2
6.7
7
22.0 10.0
15.7
19
20.0
25.5
6.0
8
24.5 12.7
14.8
20
19.0
26.6
5.5
9
26.0 15.5
12.9
21
18.0
27.4
5.1
10
26.0 16.0
12.5
22
17.0
28.4
4.6
11
26.0 17.4
11.5
23
16.0
29.4
4.2
12
26.0 18.5
10.8
24
15.0
30.4
3.8
13
26.0 19.5
10.3
25
14.0
31.2
3.6
14
25.0 20.0
9.6
RBT
RJT
= Rerata Berat Tandan
= Rerata Jumlah Tandan
Juml
ah 461.2 442.4 227.7
Rerat 20.0 19.2 9.9
a