ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLI
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN Ny. ”P” DENGAN OPERASI
STRUMECTOMY INDIKASI STRUMA NODUSA DI RUANG IBS RSUD KABUPATEN
KEBUMEN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN Ny. ”P” DENGAN OPERASI
STRUMECTOMY INDIKASI STRUMA
NODUSA DI RUANG IBS RSUD KABUPATEN
KEBUMEN
Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Praktik Peminatan Bedah
Disusun oleh:
Aris Wibowo
(A11000615)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi
bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut
dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka
pembesaran ini disebut struma nodosa.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh
penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan
tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang
terjadi. Suatu penelitian di Boston, pada 8% dari 2585 autopsi rutin, ditemukan
nodul tiroid. Di RS. Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya
yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di RS. Hasan Sadikin Bandung didapatkan
dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1 : 4,2
sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan
penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1 : 5,6.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka penulis menulis karya ilmiah ini dengan
judul ” Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Klien Ny. ”P” Dengan Operasi
Strumectomy Indikasi Struma Nodusa Di Ruang IBS RSUD Kabupaten Kebumen”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada pembahasan
makalah ini adalah “bagaimana pengelolaan pasien dengan operasi strumectomy
indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif”.
C.
Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama
preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.
D.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan operasi strumectomy indikasi struma noduler
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
2.
Tujuan Khusus
a.
Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian analisis data dan
perumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma
nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
b.
Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan
keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari
asuhan keperawatan perioperatif.
c.
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan rencana keperawatan
pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan
keperawatan perioperatif.
d.
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
e.
Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
E.
1.
Manfaat
Manfaat bagi Institusi
Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
2.
Manfaat bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah
sakit dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan mastectomy segmental
indikasi tumor mamae.
3.
Manfaat Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan
selama pendidikan ke dalam praktek keperawatan secara nyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong
berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram.
Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab
atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran
darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada
setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang
tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofsis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.4 Gambar
anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan
pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh
dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah
produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan
somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak
adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik
timbul pada saat lahir dan bayi.
B.
Defnisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar
maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal.
461, FKUI, 2006).
C.
Tanda dan gejala
Secara klinis pemeriksaan klinis struma dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1.
Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah difusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma difusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika
tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan
yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma difusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan
tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi
darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai
hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat
dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik
adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara
dan menelan, koma dan dapat meninggal.
2.
Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
difusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,
struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba
suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non
toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi
D.
Patofsiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuter oleh
tiroid stimulating hormone kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi tiroid stimulating hormone dan bekerja
langsung pada tirotropihypofsis, sedangkan T3 merupakan hormone metabolic
tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan
dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofsis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
E.
1.
Pemeriksaan Penunjang
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif
dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien
hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal
penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
2.
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).
3.
Ultrasonograf (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di
layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainankelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma.
4.
Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam
kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa
menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
5.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli
sitologi.
F.
Terapi
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain
sebagai berikut :
1.
Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada
wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil
KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak
tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4
sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat
sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan
sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin
karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan
struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2.
Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka
pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium
radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil
penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk
kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya
diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.5
3.
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan
kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
G.
Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara
keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk
menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fsik meliputi :
1.
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat, atrof otot.
2.
Eliminasi : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
3.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fsik,
emosi labil, depresi.
4.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid, goiter.
5.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
6.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tirotoksikosis).
7.
Keamanan : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas
37,4 C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan
lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi
eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
8.
Seksualitas : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,
impotensi
BAB III
TINJAUN KASUS
1.
Pengkajian
Hari/tanggal
: Sabtu, 4 Januari 2014
Tempat
: Ruang IBS RSUD Kebumen
Jam
: 09.00 WIB
Metode
: Observasi dan anamnesa
Sumber
: Pasien dan Rekam medik
A.
Identitas pasien
1.
Nama
: Ny. P
2.
Umur
: 45 tahun
3.
Jenis kelamin
: Perempuan
4.
Alamat
5.
Pekerjaan
: IRT
6.
Status
: Menikah
7.
No. RM
: 249744
8.
Tgl. Masuk
: 3 Januari 2014
B.
Penanggung Jawab
1.
Nama
: Tn. S
2.
Umur
: 50 tahun
3.
Alamat
4.
Hubungan dengan pasien
C.
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan utama
: Sadang wetan 4/1, Kebumen
: Sadang Wetan 4/1, Kebumen
: Suami
Pasien mengeluh nyeri pada benjolan dilehernya
2.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri dirasakan 2 bulan yang lalu,nyeri dirasakan hilang timbul,
dan teraba benjolan dileher.
3.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menjalani operasi pada daerah leher
4.
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada satupun keluarganya yang mengalami penyakit yang
diderita pasien.
D.
1.
Fokus pengkajian fungsional menurut Virnia Handersoon
Kebutuhan bernafas dengan normal
Baik sebelum dan selama di rumah sakit pasien dapat bernafas spontan, sesak
nafas (-).
2.
Kebutuhan nutrisi
Pasien mengatakan sebelum dan selama di rumah sakit nafsu makannya baik, dan
tidak ada anoreksia maupun vomitus, frekuensi makan teratur.
3.
Kebutuhan eliminasi
Pasien mengatakan baik BAB/BAK selama dirumah maupun dirumah sakit tidak ada
keluhan
4.
Kebutuhan istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sering terbangun tidurnya apabila merasakan nyeri pada
lehernya
5.
Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan dan perubahan pada lehernya membuat
cemas terhadap kondisi fsik tubuhnya.
E.
Keadaan umum
1.
Suhu
: 36,5 C
2.
Nadi
: 105 kali/menit
3.
Tekanan darah
4.
RR
5.
Berat badan
: 170/100 mmHg
: 20 kali/menit
: 65 kg
F.
Pemeriksaan fsik
1.
KU
2.
Kesadaran
: Compos mentis (E4,V5,M6)
3.
Cepalo – caudal
:
a.
: cukup
Kepala
: mesochepal, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
b.
Leher
: tidak terdapat pembesaaran kelenjar getah bening, tidak
terdapat peningkatan JVP, terdapat benjolan diameter ± 7 cm, benjolan teraba
lunak dan mobile.
c.
Thoraks:
Auskultasi
: vesicular semua lapang paru. BJ 1-2 murni.
d.
Abdomen:
1)
Inspeksi
: tak tampak kelainan
2)
Auskultasi
: peristaltic (+) 15 x/m
3)
Palpasi
: tidak terdapat pembesaran hepar maupun limpa
4)
Perkusi
: timpani (+).
e.
Inguinalis: tidak ada pembesaran inguinalis.
f.
Ekstremitas (kulit dan kekuatan)
g.
Turgor kulit baik, acral hangat, pengisian kapiler < 3 detik, terpasang IV line di
lengan sebelah kiri, tidak ada edema maupun varises, kekuatan keempat
ekstremitas baik.
F.
Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorim tanggal 17 Desember 2013
Jenis
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Normal
11,5
g/dl
11,7-15,5
/ul
3,6-11
Darah
-
Hb
-
Leukosit
8,7
-
HT
35
-
Eritrosit
-
Trombosit
-
BT
-
CT
35-47
4,6
260
3
3
/ul
3,3-5,2
/ul
150-400
Menit
1-3
Menit
3-6
Kimia klinik
G.
1.
-
GDS
104
mg/dl
70-120
-
Ureum
25
mg/dl
15-50
-
Kreatinin
0,49
mg/dl
0,4-0,9
-
SGOT
17
u/l
0-35
-
SGPT
18
u/l
0-35
Asuhan Keperawatan Pre Operasi
Analisa Data
No
Hari/ tgl/jam
Data
Masalah
Et
1
Sabtu, 4 januari
2014
Ds :
Nyeri akut
Ag
P: pasien mengatakan nyeri pada
payudara kirinya
-
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: regio mamae sinistra pars
superior
-
S: skala nyeri 5
-
T: hilang timbul
Do:
Pasien tampak sesekali
mengerutkan dahi ketika menahan
nyerinya
Pasien tampak sesekali memegangi
benjolan pada lehernya
-
2.
HR : 105 kali/menit
Rumusan Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
3.
Dx
Rencana Pre Operasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1x 5 menit
diharapkan cemas berkurang
dengan criteria hasil :
a.
Tentukan pengalaman klien
sebelumnya terhadap penyakit yang
dideritanya.
a.
Data-data men
klien sebelumnya ak
untuk penyuluhan da
adanya duplikasi.
Klien dapat mengurangi
rasa cemasnya
Rileks dan dapat melihat
dirinya secara obyektif.
Menunjukkan koping
yang efektif serta mampu
berpartisipasi dalam
pengobatan.
b.
Berikan informasi tentang
prognosis secara akurat.
c.
Beri kesempatan pada klien
untuk mengekspresikan rasa marah,
takut, konfrontasi. Beri informasi
dengan emosi wajar dan ekspresi
yang sesuai.
d.
Jelaskan pengobatan, tujuan
dan efek samping. Bantu klien
mempersiapkan diri dalam
pengobatan.
e.
Catat koping yang tidak efektif
seperti kurang interaksi sosial,
ketidak berdayaan dll.
f.
Anjurkan untuk
mengembangkan interaksi dengan
support system.
b.
Pemberian info
membantu klien dala
penyakitnya.
c.
Dapat menuru
klien.
d.
Membantu klie
kebutuhan untuk pen
sampingnya.
e.
Mengetahui da
koping klien serta
mengatasinya/memb
upaya meningkatkan
mengatasi kecemasa
f.
Agar klien mem
dari orang yang terd
g.
Pertahankan kontak dengan
klien, bicara dan sentuhlah dengan
wajar.
4.
Dx
H.
1.
g.
Klien mendapa
dan keyakinan bahw
ditolong
Pelaksanaan Dan Evaluasi Preoperasi
Tanggal/jam
Implementasi
Evaluasi
04/01/2014, jam
09.00
a.
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi
dan intensitas
a.
Nyeri masih dirasak
daerah benjolan
b.
Berikan pengalihan seperti reposisi dan
aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan
musik atau berkomunikasi
b.
Pasien mampu mere
berkomunikasi terbuka m
kesakitanya
c.
Menganjurkan tehnik penanganan stress
(tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan),
gembira, dan berikan sentuhan therapeutik
c.
Pasien mampu mel
relaksasi secara mandiri,
timbul
Asuhan Keperawatan Intra Bedah
Analisa data intra operasi
No
Hari/ tgl/jam
Data
1
Selasa, 17
Desember 2013
Ds :
Et
Resiko kekurangan
volume cairan
Ke
-
Do:
-
Masalah
Input :
Makan : puasa
Minum :puasa
Infuse : 400 cc
AM
: 5 ml/Kgbb/hari, jadi 325 cc/hari =
14 ml/jam, 2 jam = 28 ml/jam.
-
Output
Urin
: 0,5-1ml/Kgbb/jam, jadi 32,5-65
cc/jam, 2 jam = 110 cc
Perdarahan : ± 100 cc
Iwl
: 15ml/kgbb/hari, jadi 975 ml/hari
= 40,5 ml/jam, 2 jam 90 cc.
-
Bc : intake – output
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari =
1950-2600 ml/hari = 162 – 216 cc/2jam
2.
Rumusan Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kenilangan cairan aktif
3.
Dx
Rencana intra operasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan tidak
terjadi perdarahan berlebih
dengan kriteria hasil:
-
Mengetahui t
hipovolemik
Urin output dalam
rentang normal
-
Status hemodinamik
dalam rentang normal
Tidak terdapat tandatanda syok hipovolemik
Monitor status hidrasi
Monitor status hemodinamik
pasien
Monitor balance cairan
Monitor pemberian cairan
melalui intra vena
Monitor perdarahan selama
operasi
Mengetahui r
akibat kehilangan ca
Mempertahan
cairan normal
Memenuhi ke
elektrolit tubuh
Bernanfaat un
cairan
4.
Dx
Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi
Tanggal/jam
Implementasi
Evaluasi
04/01/2014, jam
11.00 WIB
-
Memonitor status hidrasi
-
Memonitor status hemodinamik pasien
Tak tampak tandahipovolenik
-
Memonitor balance cairan
Memonitor pemberian cairan melalui
intra vena
-
Memonitor perdarahan selama operasi
Tekanan darah : 13
x/menit, RR :20 kali/meni
-
Status cairan adek
-
Bc : intake – outpu
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40
2600 ml/hari = 162 – 216
Cairan Rl 400 ml, m
selama operasi
-
Perdarahan aktif s
I.
Asuhan Keperawatan Paska Operasi
1.
Analisa Data Pasca Operasi
No
Hari/ tgl/jam
Data
Masalah
Et
1
Selasa, 18
Desember 2013
Ds : -
Gangguan pertukaran gas
Ef
pe
an
2.
Do:
-
Respirasi rate : 22 kali/menit
-
SpO2 : 95%
-
Pucat
-
Nafas spontan
-
Nadi : 74 x/menit
-
Tekanan darah : 150/90 mmHg
-
Akral hangat
-
RT 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
- HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
- Suhu > 38,3
o
C atau kurang dari 35
o
C.
- Meningkatnya kegelisahan pasien
- Tidak BAK + 8 jam post operasi.
Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
1.
2.
Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
Tanda-tanda vital harus stabil.
3.
4.
Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5.
6.
Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
7.
8.
Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien
9.
tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima
pasien tersebut.
Pengangkutan Pasien keruangan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
- Keadaan penderita serta order dokter.
- Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
- Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka
pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.
vi. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
A. Pengkajin awal
1.
Status Respirasi
Melipuiti :
- Kebersihan jalan nafas
- Kedalaman pernafasaan.
- Kecepatan dan sifat pernafasan.
- Bunyi nafas
1.
Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
1.
Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
1.
Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
1.
Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
1.
Keselamatan
Meliputi :
- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
- Kabel panggil yang mudah dijangkau.
- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
1.
Perawatan
Meliputi :
- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
1.
Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
- Faktor yang memperberat / memperingan
A. Data Subyektif
Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah ditempatkan ditempat tidur
dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana
perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang
spesifik, dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat
pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan
perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut
mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang
cukup banyak.
B. Data Objektif
1.
2.
Sistem Respiratori
Status sirkulatori
3.
4.
Tingkat Kesadaran
Balutan
5.
6.
Posisi tubuh
Status Urinari / eksresi.
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan
pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk
denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik
post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
1.
2.
Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
A. Diagnosa Umum
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik)
dan imobil terlalu lama.
B. Diagnosa Tambahan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.
STRUMECTOMY INDIKASI STRUMA NODUSA DI RUANG IBS RSUD KABUPATEN
KEBUMEN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN Ny. ”P” DENGAN OPERASI
STRUMECTOMY INDIKASI STRUMA
NODUSA DI RUANG IBS RSUD KABUPATEN
KEBUMEN
Disusun Guna Menyelesaikan Tugas Praktik Peminatan Bedah
Disusun oleh:
Aris Wibowo
(A11000615)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi
bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut
dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka
pembesaran ini disebut struma nodosa.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh
penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan
tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang
terjadi. Suatu penelitian di Boston, pada 8% dari 2585 autopsi rutin, ditemukan
nodul tiroid. Di RS. Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya
yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di RS. Hasan Sadikin Bandung didapatkan
dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1 : 4,2
sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan
penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1 : 5,6.
Bertitik tolak dari masalah diatas, maka penulis menulis karya ilmiah ini dengan
judul ” Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Klien Ny. ”P” Dengan Operasi
Strumectomy Indikasi Struma Nodusa Di Ruang IBS RSUD Kabupaten Kebumen”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada pembahasan
makalah ini adalah “bagaimana pengelolaan pasien dengan operasi strumectomy
indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif”.
C.
Ruang lingkup
Ruang lingkup pada pembahasan makalah ini adalah pengelolaan pasien selama
preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.
D.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan operasi strumectomy indikasi struma noduler
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
2.
Tujuan Khusus
a.
Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian analisis data dan
perumusan diagnosa keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma
nodusa ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
b.
Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan
keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari
asuhan keperawatan perioperatif.
c.
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan rencana keperawatan
pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa ditinjau dari asuhan
keperawatan perioperatif.
d.
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
e.
Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan strumectomy indikasi struma nodusa
ditinjau dari asuhan keperawatan perioperatif.
E.
1.
Manfaat
Manfaat bagi Institusi
Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
2.
Manfaat bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada dirumah
sakit dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam rangka
meningkatkan pelayanan keperawatan pada klien dengan mastectomy segmental
indikasi tumor mamae.
3.
Manfaat Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penetapan konsep perawatan yang didapatkan
selama pendidikan ke dalam praktek keperawatan secara nyata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Anatomi dan Fisiologi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki dua
bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong
berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram.
Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab
atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin
(T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran
darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada
setiap molekul T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang
tiroid TSH (thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior
kelenjar hipofsis. Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4
yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung yodium.4 Gambar
anatomi tiroid dapat dilihat di bawah ini.
Hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan dan
metabolisme energi. Selain itu hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan
pematangan jaringan tubuh dan energi, mengatur kecepatan metabolisme tubuh
dan reaksi metabolik, menambah sintesis asam ribonukleat (RNA), menambah
produksi panas, absorpsi intestinal terhadap glukosa,merangsang pertumbuhan
somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Tidak
adanya hormon-hormon ini, membuat retardasi mental dan kematangan neurologik
timbul pada saat lahir dan bayi.
B.
Defnisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar
maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia (Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal.
461, FKUI, 2006).
C.
Tanda dan gejala
Secara klinis pemeriksaan klinis struma dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1.
Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah difusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma difusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika
tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan
yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma difusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan
tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi
darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan
pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai
hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan
mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat
dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik
adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara
dan menelan, koma dan dapat meninggal.
2.
Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
difusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan
oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,
struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air
minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat
sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba
suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non
toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi
D.
Patofsiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormone tiroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuter oleh
tiroid stimulating hormone kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin
membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi tiroid stimulating hormone dan bekerja
langsung pada tirotropihypofsis, sedangkan T3 merupakan hormone metabolic
tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan
dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofsis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
E.
1.
Pemeriksaan Penunjang
Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif
dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien
hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien
peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal
penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
2.
Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).
3.
Ultrasonograf (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di
layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainankelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma.
4.
Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam
kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa
menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
5.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli
sitologi.
F.
Terapi
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara lain
sebagai berikut :
1.
Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada
wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil
KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak
tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4
sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat
sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan
sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin
karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan
struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan.
2.
Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka
pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium
radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil
penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk
kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya
diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.5
3.
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan
kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
G.
Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan secara
keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk
menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fsik meliputi :
1.
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
berat, atrof otot.
2.
Eliminasi : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
3.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fsik,
emosi labil, depresi.
4.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid, goiter.
5.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
6.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru
(pada krisis tirotoksikosis).
7.
Keamanan : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas
37,4 C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan
lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi
eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
8.
Seksualitas : libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,
impotensi
BAB III
TINJAUN KASUS
1.
Pengkajian
Hari/tanggal
: Sabtu, 4 Januari 2014
Tempat
: Ruang IBS RSUD Kebumen
Jam
: 09.00 WIB
Metode
: Observasi dan anamnesa
Sumber
: Pasien dan Rekam medik
A.
Identitas pasien
1.
Nama
: Ny. P
2.
Umur
: 45 tahun
3.
Jenis kelamin
: Perempuan
4.
Alamat
5.
Pekerjaan
: IRT
6.
Status
: Menikah
7.
No. RM
: 249744
8.
Tgl. Masuk
: 3 Januari 2014
B.
Penanggung Jawab
1.
Nama
: Tn. S
2.
Umur
: 50 tahun
3.
Alamat
4.
Hubungan dengan pasien
C.
Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan utama
: Sadang wetan 4/1, Kebumen
: Sadang Wetan 4/1, Kebumen
: Suami
Pasien mengeluh nyeri pada benjolan dilehernya
2.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri dirasakan 2 bulan yang lalu,nyeri dirasakan hilang timbul,
dan teraba benjolan dileher.
3.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menjalani operasi pada daerah leher
4.
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada satupun keluarganya yang mengalami penyakit yang
diderita pasien.
D.
1.
Fokus pengkajian fungsional menurut Virnia Handersoon
Kebutuhan bernafas dengan normal
Baik sebelum dan selama di rumah sakit pasien dapat bernafas spontan, sesak
nafas (-).
2.
Kebutuhan nutrisi
Pasien mengatakan sebelum dan selama di rumah sakit nafsu makannya baik, dan
tidak ada anoreksia maupun vomitus, frekuensi makan teratur.
3.
Kebutuhan eliminasi
Pasien mengatakan baik BAB/BAK selama dirumah maupun dirumah sakit tidak ada
keluhan
4.
Kebutuhan istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sering terbangun tidurnya apabila merasakan nyeri pada
lehernya
5.
Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan dan perubahan pada lehernya membuat
cemas terhadap kondisi fsik tubuhnya.
E.
Keadaan umum
1.
Suhu
: 36,5 C
2.
Nadi
: 105 kali/menit
3.
Tekanan darah
4.
RR
5.
Berat badan
: 170/100 mmHg
: 20 kali/menit
: 65 kg
F.
Pemeriksaan fsik
1.
KU
2.
Kesadaran
: Compos mentis (E4,V5,M6)
3.
Cepalo – caudal
:
a.
: cukup
Kepala
: mesochepal, konjungtiva ananemis, skelera anikterik,
b.
Leher
: tidak terdapat pembesaaran kelenjar getah bening, tidak
terdapat peningkatan JVP, terdapat benjolan diameter ± 7 cm, benjolan teraba
lunak dan mobile.
c.
Thoraks:
Auskultasi
: vesicular semua lapang paru. BJ 1-2 murni.
d.
Abdomen:
1)
Inspeksi
: tak tampak kelainan
2)
Auskultasi
: peristaltic (+) 15 x/m
3)
Palpasi
: tidak terdapat pembesaran hepar maupun limpa
4)
Perkusi
: timpani (+).
e.
Inguinalis: tidak ada pembesaran inguinalis.
f.
Ekstremitas (kulit dan kekuatan)
g.
Turgor kulit baik, acral hangat, pengisian kapiler < 3 detik, terpasang IV line di
lengan sebelah kiri, tidak ada edema maupun varises, kekuatan keempat
ekstremitas baik.
F.
Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorim tanggal 17 Desember 2013
Jenis
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Normal
11,5
g/dl
11,7-15,5
/ul
3,6-11
Darah
-
Hb
-
Leukosit
8,7
-
HT
35
-
Eritrosit
-
Trombosit
-
BT
-
CT
35-47
4,6
260
3
3
/ul
3,3-5,2
/ul
150-400
Menit
1-3
Menit
3-6
Kimia klinik
G.
1.
-
GDS
104
mg/dl
70-120
-
Ureum
25
mg/dl
15-50
-
Kreatinin
0,49
mg/dl
0,4-0,9
-
SGOT
17
u/l
0-35
-
SGPT
18
u/l
0-35
Asuhan Keperawatan Pre Operasi
Analisa Data
No
Hari/ tgl/jam
Data
Masalah
Et
1
Sabtu, 4 januari
2014
Ds :
Nyeri akut
Ag
P: pasien mengatakan nyeri pada
payudara kirinya
-
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: regio mamae sinistra pars
superior
-
S: skala nyeri 5
-
T: hilang timbul
Do:
Pasien tampak sesekali
mengerutkan dahi ketika menahan
nyerinya
Pasien tampak sesekali memegangi
benjolan pada lehernya
-
2.
HR : 105 kali/menit
Rumusan Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
3.
Dx
Rencana Pre Operasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama 1x 5 menit
diharapkan cemas berkurang
dengan criteria hasil :
a.
Tentukan pengalaman klien
sebelumnya terhadap penyakit yang
dideritanya.
a.
Data-data men
klien sebelumnya ak
untuk penyuluhan da
adanya duplikasi.
Klien dapat mengurangi
rasa cemasnya
Rileks dan dapat melihat
dirinya secara obyektif.
Menunjukkan koping
yang efektif serta mampu
berpartisipasi dalam
pengobatan.
b.
Berikan informasi tentang
prognosis secara akurat.
c.
Beri kesempatan pada klien
untuk mengekspresikan rasa marah,
takut, konfrontasi. Beri informasi
dengan emosi wajar dan ekspresi
yang sesuai.
d.
Jelaskan pengobatan, tujuan
dan efek samping. Bantu klien
mempersiapkan diri dalam
pengobatan.
e.
Catat koping yang tidak efektif
seperti kurang interaksi sosial,
ketidak berdayaan dll.
f.
Anjurkan untuk
mengembangkan interaksi dengan
support system.
b.
Pemberian info
membantu klien dala
penyakitnya.
c.
Dapat menuru
klien.
d.
Membantu klie
kebutuhan untuk pen
sampingnya.
e.
Mengetahui da
koping klien serta
mengatasinya/memb
upaya meningkatkan
mengatasi kecemasa
f.
Agar klien mem
dari orang yang terd
g.
Pertahankan kontak dengan
klien, bicara dan sentuhlah dengan
wajar.
4.
Dx
H.
1.
g.
Klien mendapa
dan keyakinan bahw
ditolong
Pelaksanaan Dan Evaluasi Preoperasi
Tanggal/jam
Implementasi
Evaluasi
04/01/2014, jam
09.00
a.
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi
dan intensitas
a.
Nyeri masih dirasak
daerah benjolan
b.
Berikan pengalihan seperti reposisi dan
aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan
musik atau berkomunikasi
b.
Pasien mampu mere
berkomunikasi terbuka m
kesakitanya
c.
Menganjurkan tehnik penanganan stress
(tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan),
gembira, dan berikan sentuhan therapeutik
c.
Pasien mampu mel
relaksasi secara mandiri,
timbul
Asuhan Keperawatan Intra Bedah
Analisa data intra operasi
No
Hari/ tgl/jam
Data
1
Selasa, 17
Desember 2013
Ds :
Et
Resiko kekurangan
volume cairan
Ke
-
Do:
-
Masalah
Input :
Makan : puasa
Minum :puasa
Infuse : 400 cc
AM
: 5 ml/Kgbb/hari, jadi 325 cc/hari =
14 ml/jam, 2 jam = 28 ml/jam.
-
Output
Urin
: 0,5-1ml/Kgbb/jam, jadi 32,5-65
cc/jam, 2 jam = 110 cc
Perdarahan : ± 100 cc
Iwl
: 15ml/kgbb/hari, jadi 975 ml/hari
= 40,5 ml/jam, 2 jam 90 cc.
-
Bc : intake – output
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40 ml/kg bb/hari =
1950-2600 ml/hari = 162 – 216 cc/2jam
2.
Rumusan Diagnosa Keperawatan
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kenilangan cairan aktif
3.
Dx
Rencana intra operasi
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan tindakan
keperawatan diharapkan tidak
terjadi perdarahan berlebih
dengan kriteria hasil:
-
Mengetahui t
hipovolemik
Urin output dalam
rentang normal
-
Status hemodinamik
dalam rentang normal
Tidak terdapat tandatanda syok hipovolemik
Monitor status hidrasi
Monitor status hemodinamik
pasien
Monitor balance cairan
Monitor pemberian cairan
melalui intra vena
Monitor perdarahan selama
operasi
Mengetahui r
akibat kehilangan ca
Mempertahan
cairan normal
Memenuhi ke
elektrolit tubuh
Bernanfaat un
cairan
4.
Dx
Pelaksanaan Dan Evaluasi Intra Operasi
Tanggal/jam
Implementasi
Evaluasi
04/01/2014, jam
11.00 WIB
-
Memonitor status hidrasi
-
Memonitor status hemodinamik pasien
Tak tampak tandahipovolenik
-
Memonitor balance cairan
Memonitor pemberian cairan melalui
intra vena
-
Memonitor perdarahan selama operasi
Tekanan darah : 13
x/menit, RR :20 kali/meni
-
Status cairan adek
-
Bc : intake – outpu
: 425- 250
: + 175
Kebutuhan cairan : 30-40
2600 ml/hari = 162 – 216
Cairan Rl 400 ml, m
selama operasi
-
Perdarahan aktif s
I.
Asuhan Keperawatan Paska Operasi
1.
Analisa Data Pasca Operasi
No
Hari/ tgl/jam
Data
Masalah
Et
1
Selasa, 18
Desember 2013
Ds : -
Gangguan pertukaran gas
Ef
pe
an
2.
Do:
-
Respirasi rate : 22 kali/menit
-
SpO2 : 95%
-
Pucat
-
Nafas spontan
-
Nadi : 74 x/menit
-
Tekanan darah : 150/90 mmHg
-
Akral hangat
-
RT 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
- HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
- Suhu > 38,3
o
C atau kurang dari 35
o
C.
- Meningkatnya kegelisahan pasien
- Tidak BAK + 8 jam post operasi.
Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
1.
2.
Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
Tanda-tanda vital harus stabil.
3.
4.
Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5.
6.
Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.
Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.
7.
8.
Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien
9.
tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.
Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima
pasien tersebut.
Pengangkutan Pasien keruangan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :
- Keadaan penderita serta order dokter.
- Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
- Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka
pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.
vi. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
A. Pengkajin awal
1.
Status Respirasi
Melipuiti :
- Kebersihan jalan nafas
- Kedalaman pernafasaan.
- Kecepatan dan sifat pernafasan.
- Bunyi nafas
1.
Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
1.
Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
1.
Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
1.
Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
1.
Keselamatan
Meliputi :
- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
- Kabel panggil yang mudah dijangkau.
- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
1.
Perawatan
Meliputi :
- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.
1.
Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
- Faktor yang memperberat / memperingan
A. Data Subyektif
Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah ditempatkan ditempat tidur
dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana
perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang
spesifik, dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat
pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan
perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut
mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang
cukup banyak.
B. Data Objektif
1.
2.
Sistem Respiratori
Status sirkulatori
3.
4.
Tingkat Kesadaran
Balutan
5.
6.
Posisi tubuh
Status Urinari / eksresi.
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan
pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk
denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik
post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
1.
2.
Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul
A. Diagnosa Umum
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik)
dan imobil terlalu lama.
B. Diagnosa Tambahan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.