238207685 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai Bappeda

PENGARUH MOTIVASI KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI PEGAWAI DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KABUPATEN KARANG TUMARITIS SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan

oleh

GANDARA GANDARI NPM. 11111111111111111111

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGIILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP) BENTANG BARANANG KARANG TUMARITIS 2014

ABSTRAK

GANDARA GANDARI (11111111111111111111) Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pegawai Di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis – Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Bentang Baranang – Karang Tumaritis

Pembimbing:

Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kecamatan Mande Kabupaten Karang Tumaritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) komitmen organisasi di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis, (2) pengaruh motivasi kerja di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis, dan (3) Besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan pegawai di Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua variabel Motivasi kerja dan kepuasan nasabah menggunakan instrumen angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala Likert.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Motivasi kerja pegawai pada Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis berada pada tingkat yang sedang atau kualitasnya cukup baik dengan persentasi sebesar 79,44%. (2) Komitmen organisasi pada Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis tergambar dalam keadaan cukup baik yang ditunjukkan dengan tanggapan responden sebesar 77,51%. (3) Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi pada Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan nilai t hitung (3,873) yang lebih besar daripada nilai t tabel (1,671) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 60. (4) Motivasi kerja berpengaruh sebesar 18,70 % terhadap Komitmen organisasi pada Badan Pengembangan dan Pembangunan Daerah (Bappeda). Sedangkan sisanya sebesar 81,30 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berkembangnya demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan ber- negara serta adanya komitmen nasional untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), mendorong pemerintah untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah. Pemerintah memberikan kewenangan melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah dibutuhkan untuk menumbuhkan prakarsa daerah sekaligus memfasilitasi aspirasi daerah sesuai dengan keanekaragaman kondisi masing-masing daerah. Konsekuensi dari pelaksana- an desentralisasi dan otonomi daerah tersebut adalah Pemerintah Daerah harus dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kinerja Pemerintah Daerah adalah melalui kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas dan berkesinambungan. Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan nasional maupun daerah terdiri dari perencanaan pembangunan jangka panjang, perencanaan pembangunan jangka menengah dan perencanaan pembangunan tahunan. Pemahaman penyelenggaraan pemerintahan yang efektif adalah ketika suatu pemerintahan dapat dengan cepat dan tepat mencapai sasaran yang diinginkan.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis merupakan lembaga teknis di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Karang Tumaritis. Sebagai lembaga teknis pemerintah Bappeda dituntut untuk memberikan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah. Untuk mencapai efektivitas dalam melaksanakan tugas, pegawai perlu memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas dan organisasi. Komitmen pegawai terhadap organisasi akan meningkatkan tanggung jawab dan kesungguhan pegawai dalam melaksanakan tugas. Pegawai dengan komitmen kerja yang tinggi akan bekerja sepenuh hati dan akan berjuang demi kemajuan organisasi, karena mereka sadar telah menjadi bagian dari organisasi.

Fungsi dan peran Bappeda sebagai lembaga teknis daerah yang ber- tanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan sebagaimana diamanat- kan dalam pasal 14, ayat (1), Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah urusan perencanaan dan pengendalian

pembangunan. 1 Kewenangan perencanaan pengendalian tersebut kemudian

dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Bappeda sebagai salah satu lembaga teknis daerah yang merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah

1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 14, ayat (1) 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 14, ayat (1)

Untuk dapat mencapai kinerja yang diharapkan Bappeda harus memiliki keunggulan kompetitif yang hanya akan diperoleh dari sumber daya manusia yang produktif, inovatif, kreatif selalu bersemangat dan loyal. Sumber daya manusia organisasi atau pegawai yang memenuhi kriteria seperti itu hanya akan dimiliki melalui peningkatan komitmen pegawai terhadap organisasi. Komitmen organisasi seorang pegawai dengan pegawai lain memiliki tingkat yang berbeda. Membina dan mengembangkan sumber daya manusia serta menjaga komitmen pegawai merupakan kewajiban organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dan penelitian pendahuluan di dapatkan hasil sebagai berikut

Tabel 1.1

Hasil Prasurvey mengenai Komitmen Organisasi

STS TS R ST SS Total

Skor

No. Dimensi

fNfNfNfNfN Skor

f: Frekuensi N: Frekuensi x Skor Jumlah Responden: 15 org Jml pertanyaan = 3 Skor Ideal = Skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden

Sumber: Data yang diolah

Dari Tabel 1.1 diatas menunjukkan hasil kuisioner mengenai variabel komitmen organisasi. Komitmen afektif sebesar 53% dari skor ideal.

Komitmen berkelanjutan sebesar 59% dan keterlibatan komitmen normatif sebesar 65%. Jumlah akumulasi seluruh item pernyataan adalah 133 atau 59% dari skor ideal 225 menunjukkan bahwa komitmen organisasi pegawai Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis berada pada kriteria sedang.

Kondisi sebagian pegawai di Bappeda yang tidak mentaati jam kerja, baik jam masuk maupun jam pulang kerja dalam rutinitas kerja, diindikasikan menjadi masalah indikator keterlibatan pegawai terhadap organisasi. Hal tersebut menyebabkan komunikasi dan penanganan pekerjaan tidak bisa berjalan dengan baik dan berpengaruh terhadap jalannya proses kerja organisasi. Komitmen terhadap organisasi tidak ditunjukan oleh pegawai bappeda dengan mengabdikan diri pada organisasi karena secara rasional Pegawai Bappeda merasa organisasi hanya bermanfaat bagi kebutuhan ekonomi. Fenomena ini mengindikasikan kurangnya rasa memiliki pegawai secara emosional terhadap organisasi sebagai bagian dari hidupnya. Pegawai cenderung akan meninggalkan pekerjaan saat ini apabila diberikan pilihan pekerjaan yang lebih baik di luar organisasi. Hal ini mengindikasikan kesetiaan pegawai terhadap organisasi belum optimal.

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh suatu kekuasaan dalam diri orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Bila seseorang termotivasi, ia akan berusaha berbuat sekuat tenaga untuk mewujudkan apa yang diinginkannya.

Tabel 1.2

Hasil Prasurvey mengenai Motivasi

STS TS R ST SS

No. Dimensi

Total Skor

fNfNfNfNfN Skor

2 Keinginan memiliki

3 Keinginan menjalin

f: Frekuensi N: Frekuensi x Skor Jumlah Responden: 15 org Jml pertanyaan = 3 Skor Ideal = Skor tertinggi x jumlah pertanyaan x jumlah responden

Sumber: Data yang diolah

Dari tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa tingkat motivasi pegawai untuk berprestasi adalah 61%. Motivasi pegawai untuk memiliki kekuaaan dalam hal ini wewenang untuk memerintah dan mempengaruhi pegawai lain sebesar 60% dan dorongan untuk menjalin hubungan dengan pegawai lain dalam bentuk kerja sama maupun persahabatan senilai 57%. Jumlah akumulasi dari total skor senilai 134 dari skor ideal 225 atau sebesar 59,6%. Hasil tersebut menunjukkan tingkat motivasi pegawai Bappeda Kabupaten Karang Tumaritis masuk pada kriteria sedang.

Pegawai Bappeda tidak termotivasi untuk memberikan kinerja optimal karena kebutuhan pengakuan akan prestasi kerja tidak terpenuhi. Pegawai menunjukkan sikap terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan tidak antusias. Pekerjaan yang tidak menantang dan cenderung Pegawai Bappeda tidak termotivasi untuk memberikan kinerja optimal karena kebutuhan pengakuan akan prestasi kerja tidak terpenuhi. Pegawai menunjukkan sikap terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan tidak antusias. Pekerjaan yang tidak menantang dan cenderung

Pilihan lain bagi pegawai untuk dapat menunjukkan prestasi kerjanya di Bappeda adalah dengan menjadi pejabat fungsional. Jabatan fungsional merupakan pilihan karir bagi karyawan untuk memenuhi kebutuhan akan pengakuan prestasi dan kekuasaan. Seorang pegawai dengan jabatan fungsional memiliki kesempatan naik pangkat lebih cepat dibandingkan dengan jabatan struktural. Kenaikan pangkat dalam jabatan fungsional didasarkan pada pemenuhan angka kredit. Angka kredit merupakan suatu penilaian kinerja berdasarkan pada kegiatan yang dilakukan pejabat fungsional. Dalam organisasi Bappeda tidak terlalu banyak pegawai yang memilih jabatan fungsional sebagai pilihan karir. Berbeda dengan jabatan fungsional guru yang dapat memenuhi angka kredit dengan mengajar, pegawai Bappeda perlu melaksanakan kegiatan dalam bidang perencanaan dan memerlukan waktu yang lama. Jika pegawai jabatan fungsional tidak dapat memenuhi angka kredit dalam jangka waktu yang ditentukan, pegawai tersebut akan dikembali-kan kepada jabatan strukturalnya.

Pegawai lebih mencari jalan aman dalam bekerja karena menurut pandangannya jabatan struktural maupun fungsional itu sama saja. Pada umumnya dalam diri seorang pegawai ada hal penting dan dapat memberikan motivasi atau dorongan, yaitu kepuasan kerja. Kepuasan kerja dibentuk oleh imbal jasa yang diberikan pada anggota organisasi atau pegawai yang telah

memberikan kontribusi pada organisasi. 2 Besar kecilnya imbal jasa yang diberikan seharusnya didasarkan pada kontribusi pemikiran dan kekuatan anggota organisasi.

Selain permasalahan motivasi yang telah dijelaskan sebelumnya, indikator lain yang terindikasikan terdapat masalah adalah kebutuhan akan kekuasaan. Kenaikan pangkat PNS bersifat reguler. Setiap empat tahun sekali PNS secara otomatis akan mengalami kenaikan pangkat terlepas dari yang bersangkutan mampu menunjukkan kinerja yang istimewa atau tidak sama sekali. Pola kenaikan pangkat yang diterapkan sesungguhnya telah menyalahi aturan pasal 12 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “… pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja”. Kenaikan pangkat yang tidak didasarkan pada kinerja menekan pegawai untuk tidak berusaha lebih dari standar kerja. Tinggi atau rendahnya kinerja tidak akan mempengaruhi kenaikan pangkat dimana dengan naiknya pangkat mendorong naiknya penghasilan yang diterima pegawai.

2 Haryanto, Budi. 2008. Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi di Kalangan Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Jurnal Emisi Vol. 1 No. 1.

Kesesuaian pegawai dengan pekerjaannya merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Pekerjaan yang monoton dan rutin menimbulkan kejenuhan pada pegawai. Kejenuhan ini akan berakibat pada semakin besarnya kemungkinan pegawai untuk mengundurkan diri. Walaupun komitmen yang diberikan kepada organisasi baik, namun hal itu di akibatkan oleh ikatan kerja pegawai. Kenaikan pangkat yang lama juga diindikasikan berdampak terhadap kepuasan kerja pegawai di Bappeda. Kenaikan pangkat yang tidak berdasarkan pada kinerja diindikasikan menimbulkan perasaan tidak puas pada diri pegawai Bappeda karena ketidaksesuaian pengorbanan yang diberikan pegawai dengan balas jasa yang diberikan organisasi.

Komitmen yang belum optimal diindikasikan disebabkan oleh ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja rendah. Hal tersebut terjadi karena tiap individu dalam organisasi tidak menyadari akan pentingnya hal-hal tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen Organisasi Pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemasalahan yang di atas, dapat diidentifikasi sejumlah permasalahan yang di antaranya dapat dirumuskan dalam kalimat pertanyaan berikut ini.

1. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis?

2. Seberapa besar motivasi kerja dapat memberikan pengaruh terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, penelitian bertujuan ingin mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1. Pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

2. Besarnya pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diajukan guna menjelaskan mengenai manfaat dan kontribusi yang dapat diberikan dari penelitian baik menurut kegunaan teoritis maupun praktis. Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

1. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam mengkaji penerapan manajemen sumber daya manusia, terutama memberikan gambaran yang berkaitan dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja serta pengaruhnya terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kota Bandung.

2. Kegunaan Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan teori mengenai motivasi kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan kajian bagi perkembangan teori dan ilmu pengetahuan di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai motivasi kerja dan kepuasan kerja untuk memelihara komitmen organisasi pegawai. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian sejenis selanjutnya.

E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1. Kerangka Pemikiran

Setiap organisasi pasti menginginkan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya suatu organisasi harus dijalankan dengan baik. Berjalannya suatu Setiap organisasi pasti menginginkan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya suatu organisasi harus dijalankan dengan baik. Berjalannya suatu

Pengelolaan dan pengalokasian tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan, inovasi dan peningkatan kualitas organisasi.Untuk mendorong pegawai mengerahkan kemampuan optimalnya dalam kinerja. Kunci dalam motivasi kerja ialah intensitas, arah dan ketekunan hasil dari proses motivasi kerja yang difokuskan. Intensitas menyangkut pada seberapa kerasnya seorang pegawai berusaha. Intensitas yang tinggi tidak akan membawa hasil yang diinginkan kecuali jika upaya tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Upaya yang diarahkan dengan konsisten menuju pencapaian tujuan organisasi akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan merupakan ukuran seberapa lama pegawai dapat mempertahankan usahanya.

Kebutuhan pegawai yang terpenuhi akan menciptakan suatu ke- puasan kerja pegawai. Kepuasan yang baik akan berpengaruh terhadap komitmen organisasi pegawai. Komitmen organisasi terbangun akibat dari kepuasan kerja yang dirasakan pegawai. Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh harapan kerja pegawai yang terpenuhi. Dengan komitmen terhadap organisasi, pegawai akan merasa penting untuk ikut terlibat dalam kegiatan organisasi. Keterlibatan pegawai yang me- Kebutuhan pegawai yang terpenuhi akan menciptakan suatu ke- puasan kerja pegawai. Kepuasan yang baik akan berpengaruh terhadap komitmen organisasi pegawai. Komitmen organisasi terbangun akibat dari kepuasan kerja yang dirasakan pegawai. Kepuasan kerja pegawai dipengaruhi oleh harapan kerja pegawai yang terpenuhi. Dengan komitmen terhadap organisasi, pegawai akan merasa penting untuk ikut terlibat dalam kegiatan organisasi. Keterlibatan pegawai yang me-

Schein (dalam As’ad, 1986) mengartikan organisasi sebagai koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab. Mulai dari orang yang paling sederhana hingga yang paling kompleks seperti misalnya organisasi-organisasi, masyarakat dan negara sekalipun. Masing-masing individu dalam organisasi akan mengadakan interaksi, saling bergantung dan membutuhkan satu sama

lain. 3 Scott mengartikan organisasi sebagai suatu mekanisme yang mempunyai tujuan akhir yang hendak dicapai serta memiliki kemampuan

untuk memaksimalkan semangat kerja para anggotanya. 4 Jadi, organisasi adalah sistem saling mempengaruhi antara orang dalam kelompok yang

bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Allen dan Meyer 5 mengemukakan tiga komponen model komitmen

organisasi.

1) Affective commitment, merupakan keikatan emosional, identifikasi dan keterlibatan dalam suatu organisasi. Anggota menetap dalam suatu organisasi berdasarkan kesesuaian dengan pemikiran , tujuan, serta nilai organisasi. Komitmen ini muncul dan berkembang oleh dorongan

3 As’ad, Moh. Produktivitas Kerja Karyawan. ED 4. (Yogyakarta : Liberti. 2003) p. 64 4 Muhyadi. 2007. Analisis pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi dalam

mempengaruhi Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Administrasi UNDIP). Semarang. Tesis. Program Pascasarjana UNDIP.

5 Allen, N. J. & Meyer, J. P. (1993). Organizational commitment: Evidence of career stage effects? Journal of Business Research. 26. 49-61, p. 48 5 Allen, N. J. & Meyer, J. P. (1993). Organizational commitment: Evidence of career stage effects? Journal of Business Research. 26. 49-61, p. 48

2) Continuance commitment, komitmen anggota yang didasarkan pada pertimbangan tentang apa yang yang harus dikorbankan bila akan meninggalkan organisasi. Pertimbangan ini di dasarkan pada biaya yang akan ditanggung bila anggota keluar dari organisasi. Anggota memutuskan untuk menetap pada suatu organisasi karena menganggap sebagai suatu pemenuhan kebutuhan dan juga ada tidaknya peluang pekerjaan di luar organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar organisasi semakin tinggi.

3) Normative commitment, keyakinan individu tentang tanggungjawab moral terhadap organisasi. Individu tetap tinggal pada suatu organisasi karena merasa wajib untuk loyal kepada organisasi tersebut. Sesuatu yang mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatau organisasi, baik itu materi maupun non-materi, adalah adanya kewajiban moral, yang mana seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.

Berdasarkan bebrapa pendapatpara ahli di atas selaku penulis dalam penelitian ini akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer bahwa komitmen organisasi memiliki tiga komponen penting, yaitu: afektif, normatif dan continuance. Ketiga komponen tersebut dapat merefleksikan pengertian komitmen organisasi secara Berdasarkan bebrapa pendapatpara ahli di atas selaku penulis dalam penelitian ini akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer bahwa komitmen organisasi memiliki tiga komponen penting, yaitu: afektif, normatif dan continuance. Ketiga komponen tersebut dapat merefleksikan pengertian komitmen organisasi secara

Ada beberapa pandangan mengenai motivasi. Pandangan pertama menyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan: (1) arah dari perilaku individu; (2) kekuatan tanggapan yaitu usaha pada saat seseorang menentukan arah dari suatu tindakan; dan (3) keteguhan perilaku yaitu berapa lama seseorang akan mempertahankan perilaku tertentu. Pandangan kedua menyarankan agar analisis motivasi fokus pada faktor-faktor yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku. Pandangan ketiga menekankan pada aspek kelangsungan arah tujuan dari motivasi, dan pandangan keempat menyatakan bahwa motivasi berkaitan dengan bagaimana perilaku dimulai, digiatkan, dipertahankan, diarahkan, dan dihentikan. Salah satu kesimpulan dari berbagai pandangan tersebut adalah

bahwa motivasi berhubungan dengan perilaku dan produktivitas kerja. 6

Setiap orang tidak bisa melepaskan dirinya dari berbagai macam kebutuhan. 7 Teori hirarki kebutuhan dari A. Maslow atau Maslow’s need

hierarchy theory menjelaskan bahwa setiap individu di tempat kerjanya dimotivasi oleh adanya suatu keinginan untuk memuaskan sejumlah

kebutuhannya. Teori Maslow berdasarkan pada tiga asumsi pokok yaitu 8 :

6 Gibson, J. L, J. Ivancevich, M. & Donelly, J. H. Organisasi. Edisi Kedelapan. Alih Bahasa Djakarsih. (Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. 2007) p. 183

7 As’ad. Op.Cit. p. 87 8 Maslow, Abraham. Motivation and Personality. Third Edition. (New York: Addison Wesley

Longman, Inc. 1987) p. 116

1) Kebutuhan/needs manusia tersusun dalam suatu hierarchy dimulai dari hiraraki kebutuhan yang paling bawah/dasar sampai ke hirarki kebutuhan yang kompleks/paling tinggi.

2) Keinginan untuk memenuhi kebutuhan/needs dapat mempengaruhi perilaku seseorang, kebutuhan yang belum terpuaskan akan menggerakkan perilakunya. Kebutuhan yang sudah terpuaskan tidak dapat berfungsi sebagai motivator.

3) Kebutuhan yang hierarchynya lebih tinggi berfungsi sebagai motivator jika kebutuhan yang hierarchynya lebih rendah sudah terpuaskan secara minimal.

Berdasarkan pemikiran di atas, disusun kerangka pemikiran sebagai berikut.

Motivasi kerja: Komitmen Organisasi

1. Kebutuhan akan Prestasi

1. Komitmen Afektif

2. Kebutuhan akan

2. Komitmen Berkelanjutan

Kekuasaan

3. Komitmen Normatif.

3. Kebutuhan akan (Allen, N. J. & Meyer, J. P., hubungan.

(Maslow dalam As’ad, 2000)

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

2. Hipotesis Penelitian

Uji hipotesis penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian secara komprehensif, yaitu besarnya ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen Organisasi Pegawai di Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis” ditentukan oleh variabel motivasi kerja yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan akan hubungan, serta variabel komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif.

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.

H O = Tidak terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

H A = Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap komitmen organisasi pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis.

F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Penelitian tentang ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen Organisasi Pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis” ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar penelitian kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungan-nya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya.

Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana. Dalam penelitian tentang ”Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Komitmen Organisasi Pegawai di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis” ini digunakan metode deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei. Singarimbun mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat

pengumpul data yang pokok. 9 Sementara itu, Sugiyono mengemukakan

bahwa menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke dalam

9 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3 9 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3

2. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Nasir, teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan, serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

terutama ada dua macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket. 11

a. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan dengan fokus penelitian.

11 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 11 Nazir, Moh. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2005) p. 328 11 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 11 Nazir, Moh. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2005) p. 328

Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang disebarkan seluruhnya adalah sebanyak sampel yang ditentukan untuk penelitian. Pemilihan dengan model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam waktu yang cepat dan tepat.

Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap, pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu, penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.

Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1.3 Penskoran Skala Likert

Bobot Pernyataan

Sangat setuju Skor : 5

Sangat baik Skor : 5

Setuju Skor : 4

Baik Skor : 4

Netral Skor : 3

Netral Skor : 3

Tidak setuju Skor : 2

Tidak baik Skor : 2

Sangat tidak setuju Skor : 1

Sangat tidak baik Skor : 1

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karang Tumaritis, yang berlokasi di Jl. Raya Bandung No. 65 Sadewata – Karang Tumaritis, Tlp.(0263) 280645. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Febr

Juni Juli

1 Kegiatan Prapenelitian XXX

2 Pengumpulan Data

XXX

3 Analisis Data

XXXXX

4 Penyusunan Laporan XXX X

5 Bimbingan dan

Perbaikan 6 Sidang Skripsi

H. Sistematika Penulisan

Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima bagian sebagai berikut.

1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta sistematika pengembangan skripsi.

2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang pembahasan motivasi kerja pegawai dan komitmen organisasi pegawai.

3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian yang membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.

4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis, serta pem- bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.

5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat dikemukakan berdasarkan temuan-temuan pada saat penelitian.

BAB II KAJIAN TEORETIS

A. Motivasi Kerja

1. Pengertian Motivasi Kerja

Menurut Gibson, Ivancevich dan Donelly (alih bahasa Djakarsih, 2007:103). Motivasi adalah kekuatan dalam diri seseorang yang mampu mendorongnya melakukan sesuatu yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:223) mengemukakan: Motivasi kerja merupakan proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan. Kunci dalam motivasi kerja ialah ketiga unsur hasil dari proses motivasi kerja yang difokuskan.

Intensitas menyangkut pada seberapa kerasnya seorang pegawai berusaha. Intensitas yang tinggi tidak akan membawa hasil yang diinginkan kecuali jika upaya tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Upaya yang diarahkan dengan konsisten menuju pencapaian tujuan organisasi akan menghasilkan ketekunan. Ketekunan merupakan ukuran seberapa lama pegawai dapat mempertahankan usahanya.

Mangkunegara (2005:14) berpendapat bahwa: ”Motivasi kerja diartikan suatu sikap (attiude) pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja

(situation) dilingkungan organisasinya. Faktor motivasi kerja terdiri dari dua indikator yaitu sikap dan situasi”.

Sikap dapat diartikan sebagai status mental seseorang dan sikap dapat diekspresikan dengan berbagai cara, dengan kata-kata dan tingkat intensitas yang berbeda. Situasi dapat diartikan sebagai suasana yang dapat menentukan sikap pegawai tersebut. Perilaku pegawai banyak dipengaruhi definisi situasi, apabila pegawai mendefinisikan sesuatu sebagai hal nyata, maka konsekuensinya menjadi nyata.

Dari beberapa pengertian diatas menunjukkan bahwa motivasi kerja ialah dorongan dalam diri pegawai yang menghasilkan suatu sikap untuk mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mencapai tujuan organisasi dalam upaya memenuhi beberapa kebutuhan individual. Terdapat beberapa teori yang menggambarkan konsep-konsep motivasi kerja.

2. Teori-teori Motivasi kerja

Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:223) menyebutkan bahwa teori motivasi kerja terbagi atas dua kelompok berdasarkan kurun waktu pengembangan konsep motivasi kerja. Dua kelompok teori tersebut adalah teori awal dan teori kontemporer. Beberapa teori motivasi kerja awal yang berkembang adalah: Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:223) menyebutkan bahwa teori motivasi kerja terbagi atas dua kelompok berdasarkan kurun waktu pengembangan konsep motivasi kerja. Dua kelompok teori tersebut adalah teori awal dan teori kontemporer. Beberapa teori motivasi kerja awal yang berkembang adalah:

Abraham Maslow mengemukakan bahwa dalam diri pegawai terdapat lima jenjang kebutuhan, yaitu:

1) Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan tempat tinggal), kebutuhan biologis dan lainnya.

2) Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik maupun emosional.

3) Sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima dengan baik dan persahabatan

4) Penghargaan: mencakup faktor rasa hormat eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian.

5) Aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi apa yang diinginkan mencakup pertumbuhan, mencapai potensi yang dimiliki dan pemenuhan kepuasan diri.

Setiap kebutuhan yang telah dipuaskan, kebutuhan berikutnya akan menjadi lebih dominan. Teori ini menjelaskan bahwa ketika salah satu bagian dari tingkat kebutuhan terpenuhi, maka kebutuhan itu tidak lagi memotivasi kerja pegawai. Maslow memisahkan kelima kebutuhan tersebut menjadi dua bagian.

Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah. Sedangkan kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri termasuk Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah. Sedangkan kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri termasuk

b. Teori X dan Y

Teori X dan Y menjelaskan bahwa pada dasarnya terdapat dua pandangan berbeda mengenai pegawai. Dalam diri pegawai terdapat sisi negatif yang ditandai dengan Teori X dan sisi positif yang ditandai dengan Teori Y. Teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor ini menyimpulkan bahwa pengelompokan sisi negatif dan positif pandangan pegawai didasarkan pada pengandaian-pengandaian perilaku pegawai.

Menurut Teori X, terdapat empat pengandaian yang mewakili perilaku negatif pegawai, yaitu:

1) Dalam diri pegawai tertanam suatu perasaan tidak menyukai kerja dan bila memungkinkan dia akan mencoba untuk menghindari pekerjaan tersebut.

2) Untuk memunculkan rasa suka terhadap pekerjaannya pegawai harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman tertentu.

3) Pegawai akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila memungkinkan.

4) Kebanyakan pegawai menaruh keamanan di atas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit ambisi.

Berbeda dengan pandangan negatif di atas, pengandaian Teori Y atau sisi positif diandaikan dalam empat daftar sebagai berikut:

1) Pegawai dapat memandang kerja sama secara wajar seperti istirahat atau bermain.

2) Pegawai akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komitmen pada sasaran.

3) Rata-rata pegawai dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan dan bertanggung jawab.

4) Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebar luas dalam populasi dan tidak hanya milik dari mereka yang berada dalam posisi manajemen.

McGregor mengusulkan agar dapat lebih valid dalam pengandaian teori pandangan mengenai pegawai, ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab serta menantang dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja seorang pegawai.

Beberapa teori di atas merupakan teori-teori awal dalam munculnya konsep-konsep motivasi kerja. Selain teori awal yang telah disebutkan, terdapat beberapa teori kontemporer. Teori kontemporer tersebut diantaranya ialah sebagai berikut (Suwatno, 2011:176):

a. Teori ERG

Teori yang dikembangkan oleh Clayton Alderfer telah mengerjakan ulang teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow. Teori ini mengelompokan kelima kebutuhan dalam hierarki Maslow kedalam tiga kelompok kebutuhan inti. Kebutuhan inti tersebut adalah Existence (eksistensi), Relatedness (hubungan) dan Growth (pertumbuhan), maka disebut dengan teori ERG.

Kelompok eksistensi berisi kebutuhan dasar dalam teori Maslow seperti kebutuhan psikologis dan keamanan. Kelompok hubungan ialah hasrat yag dimiliki pegawai untuk memelihara hubungan antarpribadi. Hubungan sosial termasuk dalam kelompok ini. Kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri merupakan hasrat intrinsik untuk perkembangan diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan.

Selain menggantikan hierarki lima kebutuhan, teori ERG memiliki beberapa perbedaan dengan teori Maslow. Teori ERG memperlihatkan bahwa teori ini dapat beroperasi sekaligus lebih dari satu kebutuhan dan jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih Selain menggantikan hierarki lima kebutuhan, teori ERG memiliki beberapa perbedaan dengan teori Maslow. Teori ERG memperlihatkan bahwa teori ini dapat beroperasi sekaligus lebih dari satu kebutuhan dan jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih

Teori ERG berargumen bahwa kebutuhan tingkat lebih rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih tinggi, tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus halangan dalam mencoba memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dapat menghasilkan pengaruh terhadap kebutuhan tingkat lebih rendah.

b. Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan ini di kemukakan oleh David McClelland. Fokus dalam terori ini adalah pada tiga kebutuhan, yaitu Achievement (prestasi), Power (kekuasaan) dan Affiliation (pertalian). Kebutuhan akan prestasi mendorong pegawai untuk mampu lebih unggul dan berprestasi lebih dari standar dan dapat bekerja keras untuk sukses. Kebutuhan akan kekuasan berhubungan dengan bagaimana pegawai lain dapat mengikuti kehendak pegawai yang lainnya tanpa paksaaan. Kebutuhan afiliasi merupakan hasrat untuk hubungan antarpibadi yang ramah dan akrab.

Kebutuhan akan prestasi (nAch- need for Achivement) dimiliki oleh individu dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi. Pegawai lebih menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik dan suatu resiko dengan derajat menengah. Kebutuhan

(nPow-need of Power) adalah hasrat untuk mempunyai dampak, berpengaruh dan mengendalikan orang lain. Pegawai denga nPow yang tinggi lebih menikmati beban kerja dan ditempatkan dalam situasi kompetitif serta berorientasi pada jabatan. Kebutuhan ketiga (nAff- need for Affiliation) merupakan hasrat untuk disukai dengan diterima baik oleh orang lain. Pegawai dengan motif afiliasi tinggi lebih menyukai situasi kooperatif dan sangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbal balik yang tinggi.

Perkembangan teori-teori tersebut dipengaruhi oleh kemajuan teknik penelitian. Pada hakikatnya motivasi kerja merupakan suatu proses dalam membuat seseorang berusaha untuk mencapai atau menjadi yang diinginkannya.

3. Penelitian Terdahulu mengenai Motivasi Kerja

Penelitian mengenai motivasi kerja telah banyak dilakukan, baik dalam organisasi perusahaan maupun instansi pemerintah. Secara umum telah banyak penelitian yang menggunakan berbagai indikator dalam mengukur motivasi. Penelitian yang dilakukan Prabu (2005) mengenai motivasi dan kepuasan kerja di BKKBN Muara Enim menggunakan empat indikator untuk mengukur motivasi. Indikator yang digunakan dalam mengukur motivasi adalah lingkungan kerja, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi serta kebutuhan pegawai.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyanto dan Hardaya (2009) mengenai pengaruh motivasi, kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai di Dinas Kertrans Provinsi Daerah Yogyakarta membagi motivasi menjadi dua dimensi yaitu internal dan eksternal. Faktor eksternal (karakteristik organisasi) diukur dengan menggunakan indikator lingkungan kerja yang menyenangkan, tingkat kompensasi, supervisi yang baik, adanya penghargaan atas prestasi, status dan tanggung jawab. Faktor internal (karakteristik pribadi) dapat diukur dengan menggunakan indikator tingkat kematangan pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan pribadi, kebutuhan kelelahan dan kebosanan.

Dalam penelitian Devi (2009) indikator seperti ketertarikan pada tugas, efisiensi, evaluasi, uang atau penghargaan dan menghindari hukuman dari atasan digunakan untuk mengukur motivasi. Penelitian tersebut dilakukan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan dengan komitmen organisasi sebagai variabel intervening. Karyawan outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang menjadi objek penelitian tersebut.

Dalam penelitian Nur’aeni (20110) mengenai pengaruh motivasi, kompetensi dan komimen terhadap kinerja dosen perguruan tinggi swasta di Kopertis Wilayah II Palembang, untuk mengukur motivasi kerja digunakan empat belas indikator yang diambil yang dibagi ke dalam tiga dimensi. Dimensi kebutuhan akan prestasi indikator yang digunakan Dalam penelitian Nur’aeni (20110) mengenai pengaruh motivasi, kompetensi dan komimen terhadap kinerja dosen perguruan tinggi swasta di Kopertis Wilayah II Palembang, untuk mengukur motivasi kerja digunakan empat belas indikator yang diambil yang dibagi ke dalam tiga dimensi. Dimensi kebutuhan akan prestasi indikator yang digunakan

Motivasi berbeda dengan kepuasan kerja terletak pada dimana individu memposisikan tujuan. Memahami kepuasan kerja dapat dimulai dengan mempelajari definisi kepuasan kerja

B. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Pengalokasian sumber daya manusia tidak bisa dipandang mudah. Pegawai yang dimiliki organisasi harus memiliki rasa kepemilikan terhadap organisasi tempatnya bekerja. Selain rasa memiliki, sikap dan loyalitas pegawai terhadap organisasi berpengaruh terhadap dedikasi pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. dedikasi tinggi serta loyalitas yang kuat dari pegawai akan menimbulkan komitmen pegawai terhadap organisasi.

Oei (2010:244) berpendapat:

”Komitmen organisasi (organizational commitment) adalah kekuatan relatif pengenalan pada keterlibatan dari dalam diri seorang individu dalam organisasi tertentu. Komitmen merupakan dedikasi atau pengabdian seseorang terhadap pekerjaannya dan ia memandangnya sebagai kebutuhan dan sangat penting dalam hidupnya. Komitmen mencerminkan keinginan pegawai untuk selalu terlibat dalam kegiatan- kegiatan di organisasinya”.

Pegawai yang memiliki komitmen organisasi tinggi akan dapat terlihat dari prestasi kerjanya. Hal ini dibuktikan dengan keinginan yang kuat dari pegawai untuk terlibat dalam kegiatan organisasi. Keterlibatan pegawai dalam kegiatan organisasi mencerminkan dedikasi pegawai dalam membantu organisasi mencapai tujuannya.

Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:92) mendefinisikan komitmen organiasasi sebagai berikut.

Komitmen organisasi sebagai suatu keadaan di mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Keterlibatan kerja yang tinggi merupakan berarti pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang khusus sedangkan komitmen pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya.

Sementara Noe, Hollenbeck, Gerhart dan Wright (alih bahasa David Wijaya, 2011:20) mengemukakan bahwa ”komitmen organisasi adalah tingkat sampai di mana seorang pegawai mengidentifikasi dirinya sendiri dengan organisasi dan berkemauan melakukan upaya keras demi kepentingan organisasi itu”.

Dari beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik Dari beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik

2. Teori-teori Komitmen Organisasi

Sumber daya manusia dalam organisasi atau yang kita kenal dengan pegawai, perlu memiliki komitmen terhadap organisasi yang kuat. Sejauh mana keterlibatan kerja pegawai dalam organisasi dapat diukur dari seberapa besar komitmen organisasi yang dimiliki pegawai. Terdapat tiga indikator dalam mengukur komitmen organisasi pegawai (Kaswan, 2012:294), sebagai berikut:

a. Rasa memiliki (a sense of belonging)

b. Rasa bergairah terhadap pekerjaannya

c. Kepemilikan terhadap organisasi (ownership)

Pegawai dapat memiliki berbagai sikap, tetapi dalam penelitian ini berfokus pada sikap pegawai sebagai anggota organisasi. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan ini membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang para pegawai mengenai aspek-aspek dari lingkungan kerjanya. Indikator-indikator komitmen organisasi yang dapat dilihat pada pegawai (Mangkuprawira, 2011:247) adalah :

a. Komitmen pegawai untuk membantu mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.

b. Melaksanakan pekerjaan dengan prosedur kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan organisasi.

c. Memiliki komitmen dalam mengembangkan mutu sumber daya pegawai yang bersangkutan dan mutu produk.

d. Berkomitmen dalam mengembangkan kebersamaan tim kerja secara efektif dan efeisien.

e. Komitmen pegawai untuk berdedikasi pada organisasi secara kritis dan rasional.

Dalam mengukur tingkat komitmen pegawai terhadap organisasinya terdapat tiga komponen dasar dalam komitmen organisasi (Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:101), yaitu:

1) Affective Organizational Commitment (AOC)

Affective organizational commitment atau komitmen afektif adalah bagian komitmen organisasi yang lebih menekankan pada sejauh mana pegawai mengenal dan melibatkan diri dalam pencapaian tujuan organisasi. Komitmen afefktif merupakan tingkat dimana individu terkait secara psikologis terhadap organisasi melalui perasaan loyal, kasih sayang dan memiliki perasaan cinta terhadap organisasi.

2) Continuance Organizational Commitment (COC)

Continuance Organizational Commitment atau sering juga disebut komitmen kontinyu/rasional merupakan bagian komitmen organisasi dimana karyawan akan bertahan atau meninggalkan organisasi karena Continuance Organizational Commitment atau sering juga disebut komitmen kontinyu/rasional merupakan bagian komitmen organisasi dimana karyawan akan bertahan atau meninggalkan organisasi karena

3) Normative Organizational Commitment (NOC)

Normative Organizational Commitment atau komitmen normatif adalah satu bagian dari komitmen organisasi dimana karyawan bertahan dalam organisasi karena adanya ikatan emosional terhadap organisasi. Komitmen normatif merupakan refleksi dari perasaan wajib pegawai untuk tetap bertahan di organisasi.

Anggota organisasi yang loyalitas dan kesetiaannya tinggi terhadap organisasi akan mempunyai keinginan yang tinggi terhadap organisasi dan membuat organisasi menjadi sukses. Makin kuat pengenalan dan keterlibatan individu dengan organisasi akan mempunyai komitmen yang tinggi. Seseorang yang tidak puas akan pekerjaannya atau yang kurang berkomitmen pada organisasi akan terlihat menarik diri dari organisasi baik melalui ketidakhadiran atau pengunduran diri.

Keterlibatan pegawai terhadap organisasi didorong oleh rasa puas pegawai terhadap organisasi. Penilaian seorang pegawai terhadap puas atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang berbeda satu sama lainnya. Pegawai yang merasa puas dengan pekerjaannya cenderung bertahan dalam Keterlibatan pegawai terhadap organisasi didorong oleh rasa puas pegawai terhadap organisasi. Penilaian seorang pegawai terhadap puas atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan penjumlahan yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaan yang berbeda satu sama lainnya. Pegawai yang merasa puas dengan pekerjaannya cenderung bertahan dalam

Persepsi pegawai terhadap alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan menciptakan tingkat keluar masuk pegawai karena individu memilih keluar dari organisasi dengan harapan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain (Robbins dan Judge alih bahasa Diana Angelica dkk., 2008:109). Pegawai dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan hal tersebut akan menciptakan komitmen pegawai terhadap organisasi.

Pada prinsipnya seorang pegawai termotivasi untuk melaksanakan tugas-tugasnya tergantung pada kuatnya motif yang mempengaruhinya. Pegawai adalah manusia dan manusia adalah makhluk yang memiliki kebuthan dalam yang sangat banyak. Kebutuhan-kebutuhan ini membangkitkan motif yang mendasari aktivitas individu. Seseorang yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi akan mempunyai keinginan untuk mencapai keberhasilan dalam organisasi.