BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dokter Gigi Terhadap Pasien Kegawatdaruratan Medis di Praktek Dokter Gigi Kota Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan bisa diperoleh secara alamiah maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Dan dari pengetahuan dapat terbentuk suatu tindakan. Sebagian besar pengetahuan manusia

  14-16 diperoleh dari mata dan telinga.

  Ada enam tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif,

  14,15

  yaitu :

  a. Tahu (Know), merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Dapat diartikan sebagai mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  b. Memahami (Comprehension), merupakan suatu kemampuan yang dapat menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  c. Aplikasi (Application), merupakan kemampuan untuk dapat menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi atau situasi sebenarnya.

  d. Analisis (Analysis), merupakan suatu kemampuan yang dapat menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain.

  e. Sintesis (Synthesis), merupakan suatu kemampuan yang dapat menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi yang ada.

  f. Evaluasi (Evaluation), merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden. Kedalaman pengetahuan dapat kita ketahui atau kita ukur sesuai

  14,16 dengan tingkat-tingkat pengetahuan.

2.2 Sikap

  Sikap adalah respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek dan bersifat merespon hal positif atau hal negatif dari suatu benda, orang, atau peristiwa. Dan sikap merupakan keyakinan dan perasaan yang dapat mempengaruhi reaksi didalam diri seseorang. Definisi lain menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi kesungguhan tertentu dengan beberapa tingkat menguntungkan atau merugikan. Sikap dibedakan dari konsep lain yang juga mengacu pada kecenderungan tersirat seseorang atau kecenderungan sikap yang disimpulkan hanya pada saat rangsangan yang menunjukkan suatu objek sikap yang diamati untuk memperoleh respon dalam mengekspresikan tingkat yang diberikan dari

  14-19 evaluasi.

  Menurut salah seorang ahli yaitu Newcomb, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap akan berlangsung

  14-16,20

  dalam interaksi manusia. Ada empat tingkatan sikap, yaitu :

  a. Menerima, diartikan bahwa seseorang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  b. Merespon, kemampuan untuk memberikan jawaban bila ditanya dan mengerjakan tugas yang telah diberikan.

  c. Menghargai, merupakan kemampuan untuk mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

  d. Bertanggung jawab, merupakan kemampuan untuk bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala konsekuensi. Pengukuran sikap secara sistematik dilakukan dengan skala sikap yang telah distandarkan. Dan teknik yang paling umum digunakan adalah skala sikap dari

  Thurstone yang disebut juga The Equal-Appearing Interval dan dari Likert yang disebut Summated Agreement. Ada perbedaan antar skala sikap dari Thurstone dan Likert, yaitu pada skala Thurstone menggunakan katagori yang terdiri dari dua alternatif jawaban, sedangkan Likert dihadapkan atas lima alternatif jawaban,

  15 yaitu jawaban dari yang sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

2.3 Kegawatdaruratan medis

  Menurut Webster, kegawatdaruratan medis (Medical Emergency) adalah keadaan tiba-tiba atau tidak terduga yang membutuhkan bantuan segera. Keadaan

  1,21 yang dimaksud seperti perdarahan, fraktur dentoalveolar dan syok.

2.3.1 Perdarahan

  Perdarahan adalah keadaan yang disebabkan oleh dinding vaskular yang pecah atau kelainan mekanisme hemostatik. Perdarahan merupakan komplikasi yang paling ditakuti, karena dianggap dapat mengancam kehidupan oleh dokter dan pasien. Perdarahan dapat terjadi setelah anastesi lokal dilakukan dan setelah pencabutan. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan gangguan pembekuan darah, pasien yang menerima terapi antikoagulan atau yang mengkonsumsi obat seperti golongan NSAID dan warfarin yang dapat memperpanjang waktu perdarahan, pasien yang mempunyai hipertensi yang tidak terkontrol, liver dan defisiensi

  22,23 vitamin K.

  Sejumlah prosedur yang dilakukan dalam kedokteran gigi dapat menyebabkan perdarahan. Pada praktek kedokteran gigi di Amerika, bahwa diantara 2000 pasien dewasa ada sekitar 100-150 pasien mengalami gangguan perdarahan. Gangguan perdarahan merupakan keadaan perdarahan yang disebabkan oleh kemampuan pembuluh darah, platelet, dan faktor koagulasi pada sistem hemostatis. Penderita mengalami waktu perdarahan yang panjang bahkan dapat pula mengalami perdarahan yang terus menerus. Gangguan perdarahan merupakan faktor resiko pada tindakan perawatan gigi dan mulut. Pasien dengan penyakit jantung yang menggunakan obat pengencer darah seperti Aspirin juga

  23,24 memiliki potensi untuk terjadinya gangguan perdarahan.

  2.3.1.1 Etiologi

  Klasifikasi gangguan perdarahan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah platelet normal (nontrombositopeni purpura), penurunan jumlah platelet

  24 (trombositopeni purpura) dan gangguan koagulasi.

  Tabel 1. Klasifikasi gangguan perdarahan Nontrombositopeni Purpura - Perubahan pada dinding pembuluh darah akibat sumbatan, infeksi dan alergi

  • Penyebab lain : gangguan fungsi platelet akibat defek genetik, obat-obatan seperti aspirin dan golongan NSAID, dan penyakit autoimun.

  Trombositopeni Purpura - Faktor kimia, fisik (radiasi), penyakit sistemik, obat-obatan (obat diuretik dan alkohol, infeksi virus dan bakteri. Gangguan koagulasi - Bersifat diturunkan, seperti hemofilia A dan hemofilia B.

  2.3.1.2 Patofisiologi

  Proses perdarahan terjadi melalui 3 tahap yaitu pembuluh darah (vascular), trombosit (platelet) dan koagulasi (coagulation). Pembuluh darah dan platelet merupakan fase primary dan koagulasi merupakan fase secondary. Pada fase pembuluh darah terjadi sesaat setelah trauma sehingga melibatkan vasokonstriksi arteri dan vena, serta tekanan ekstravaskuler. Fase platelet dimulai dengan terjadinya kekakuan platelet dan pembuluh darah, kemudian pembuluh darah akan tersumbat. Proses ini terjadi beberapa detik setelah fase pembuluh darah terjadi. Pada fase koagulasi darah akan keluar ke daerah sekitar dan akan membatasi daerah yang terjadi perdarahan dengan adanya bantuan faktor ekstrinsik dan intrinsik. Waktu yang dibutuhkan pada fase ini lebih lambat dibandingkan fase

  24 sebelumnya.

  2.3.1

  1.3 Gamba aran klinis

  Pend derita denga an ganggua an pembeku uan darah ak kan jelas te erlihat pada a kulit dan memb bran mukos a setelah ter rjadi traum a atau tinda akan invasif f lain. Echym mosis merupakan n gambaran n klinis yan ng sering t terlihat pad da pasien de engan gang gguan koagulasi genetik dan pasi en dengan n jumlah platelet abnormal atau trombosito openi sering g mengalam mi ptechiae dan echymo osis . Sedang gkan pada p pasien yang mend derita leuke emia akut da an kronis se ering menun njukkan gej jala ulserasi i pada mukosa, h hiperplasia gusi, ptec chiae dan echymosis pada kulit t dan mem mbran

  24

  4 mukosa.

  2.3.1

  1.4 Penang ganan

  Perd darahan yan ng hebat ha arus segera ditangani. P Perawatan y yang dilaku ukan pada jarin gan lunak m maupun jarin ngan keras perlu dilaku ukan dalam m keadaan st teril. Prinsip da asarnya ada alah membe ersihkan dae erah luka a tau debride emen, misal lnya dengan H

  2 O 2 dari jar ringan nekro otik dan ben nda asing. A Apabila pas sien mengal lami

  2

  perdarahan n yang ban nyak, harus s dilakukan n tindakan segera untu tuk mengon ntrol perdarahan n yang terj jadi. Penan nganan awa al apabila t terjadi perd darahan set elah pencabuta an adalah dengan pe enekanan. P Penekanan dapat dila akukan den ngan mengguna akan kain k kasa yang t telah diber i adrenalin . Biasanya hanya den ngan melakukan n penekana an perdarah han yang te erjadi suda ah bisa dita angani. Nam mun apabila da arah masih j juga keluar r, maka dap pat dilakuka an kleim de engan hemo ostat atau mela akukan pe njahitan an ngka 8 pa ada soket. Selain itu tu, dapat j juga mengguna akan gelfoam m atau spon nge gelatin y yang dapat diabsorbsi. Apabila m masih

  22,25 berlanjut s segera rujuk k ke Rumah h Sakit.

  Gamb bar 1. Penja ahitan pada soket Pada pasien yang mengalami fraktur jaringan keras (fraktur rahang), maka jaringan keras yang mengalami fraktur harus difiksasi dahulu kemudian menutup jaringan lunak diluarnya, yaitu dengan menjahit secara bertahap lapis demi lapis dari bagian dalam ke luar. Hal ini dilakukan agar darah tidak lagi keluar. Pada trauma jaringan lunak dengan kehilangan jaringan lunak, dapat dilakukan

  22,25 rekonstruksi primer dengan menggunakan flap.

2.3.2 Fraktur dentoalveolar

  Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya yang disebabkan oleh trauma. Trauma

  25 pada gigi dapat terjadi pada semua usia.

2.3.2.1 Etiologi

  Penyebab fraktur bermacam-macam seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada olah raga, dan trauma langsung pada gigi akibat benda keras seperti botol. Fraktur tidak hanya pada struktur gigi (email, dentin, dan pulpa gigi)

  25 tetapi bisa juga terjadi pada jaringan periodontal dan tulang rahang.

  Fraktur dapat terjadi pada akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis, restorasi, prosesus alveolaris dan mandibula. Fraktur tulang alveolar dapat terjadi karena berhubungan dengan terjepitnya tulang alveolar pada saat melakukan pencabutan. Hal ini dapat terjadi karena bentuk dari tulang alveolar atau adanya

  22 perubahan patologis dalam tulang.

  2.3.2.2 Gambaran klinis

  Pada pasien yang mengalami fraktur dentoalveolar tidak hanya trauma pada jaringan keras gigi tetapi bisa juga terkena pada jaringan periodontal, yaitu terjadinya dislokasi gigi seperti konkusi, subluksasi, avulsi, intrusi dan ekstrusi. Konkusi adalah trauma pada struktur pendukung gigi tanpa goyangnya gigi atau pergeseran abnormal dari gigi. Subluksasi adalah trauma pada struktur pendukung gigi dengan goyangnya gigi tetapi tanpa pergeseran gigi. Avulsi adalah trauma yang mengakibatkan gigi keluar dari soket. Sedangkan, intrusi adalah trauma yang mengakibatkan gigi masuk kedalam soket dan ekstrusi adalah trauma yang

  25 mengakibatkan sebagian gigi keluar dari soket.

  Gambar 2. Gambaran Klinis Fraktur Dentoalveolar.

2.3.2.3 Penanganan

  Pemeriksaan fraktur dentoalveolar dapat dilakukan dengan radiografi intra- oral dan ekstra-oral seperti panoramik. Biasanya perawatan dasarnya adalah secara konservatif, misalnya dengan splint, immobilisasi gigi geligi yang goyang dan fiksasi. Splint merupakan alat yang ditunjukkan untuk imobilisasi atau membantu imobilisasi segmen-segmen fraktur. Splint biasanya merupakan logam tuang (cor) atau terbuat dari akrilik. Apabila terjadi fraktur yang menyebabkan gigi bergeser maka perlu dilakukan pembedahan. Salah satunya adalah penggunaan arch bar dapat membantu menstabilisasikan segmen yang terjadi fraktur dan memberikan daerah perlekatan untuk fiksasi maksilomandibular. Caranya dengan menggunakan anastesi lokal ataupun anastesi umum, segmen fraktur direduksi sebelum pemasangan alat-alat fiksasi atau stabilisasi, kemudian ikatkan kawat baja anti karat pada tipa-tiap gigi (melalui diatas arch bar pada satu sisi, dan dibawah arch bar pada sisi yang lain), ujung-ujung kawat dipilin searah jarum jam dan ujung kawat yang lebih dibuang agar tidak melukai jaringan mukosa. Jika terjadi pergeseran segmen yang nyata, biasanya diatasi dengan

  22,25 memotong arch bar pada bagian yang mengalami fraktur. Gambar 3. Penanganan fraktur dentoalveolar anterior mandibula dengan meng-gunakan arch bar.

2.3.3 Syok

  Syok merupakan suatu keadaan patofisiologis yang terjadi bila oxygen

  delivery (DO 2 ) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu

  memenuhi kebutuhan oxygen consumption (VO ). Sebagai respon terhadap

  2 pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik.

  Menurut John Collins Warren, syok merupakan berhentinya keadaan sesaat dari kematian. Secara patofisiologis, syok merupakan gangguan sirkulasi akibat kurangnya oksigen kedalam jaringan. Syok dapat terjadi oleh berbagai macam sebab dan melalui berbagai proses. Penurunan volume plasma intravaskular merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya syok. Terjadinya penurunan volume intravaskular menyebabkan darah yang balik ke jantung berkurang sehingga curah jantung menurun. Dan menyebabkan oksigen di paru

  26-28 juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan tidak terpenuhi.

  Ada beberapa tingkatan kesadaran pada pasien syok. Tingkat kesadaran merupakan indikator utama adanya perubahan status neurologi pasien, karena berhubungan dengan fungsi hemisfer serebral dan reticular activating system.

29 Tingkatan kesadaran terdiri dari :

  a. Compos mentis, yaitu keadaan pasien yang sadar akan dirinya dan lingkungan serta dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

  b. Apatis, yaitu keadaan pasien yang berkurang dengan keadaan sekitar dan sikap acuh tak acuh.

  c. Latargi, yaitu keadaan kesadaran pasien yang terlihat lesu dan mengantuk. d. Delirium, yaitu penurunan kesadaran serta pasien terlihat gelisah dan meronta-ronta.

  e. Somnolen, yaitu keadaan kesadaran pasien yang selalu ingin tidur dan dapat dibangunkan ketika ada rangsangan.

  C. Miopati

  B. Kekurangan cairan

  A. Perdarahan

  D. Hipertensi pulmonalis primer SYOK OLIGEMIK

  C. Emboli paru

  B. Koarktasio aorta

  F. Anafilaktik

  A. Tamponade perikardium

  D. Mikrosirkulasi SYOK OBSTRUKTIF E. Neurogenik

  C. Endokrinologik

  B. Metabolik atau toksik

  f. Stupor atau sopor, yaitu keadaan pasien yang seperti koma, seperti tertidur lelap dan tidak dapat dibangunkan kecuali dengan rangsangan nyeri.

  B. Disebabkan oleh Mekanis Jantung

  A. Septikemia

  A. Disebabkan oleh Disritmia

  SYOK KARDIOGENIK SYOK DISTRIBUTIF

  Syok neurogenik disebut juga sinkope. Syok neurogenik terjadi karena penurunan atau kehilangan kesadaran secara tiba-tiba akibat tidak adekuatnya aliran darah ke otak. Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan

  28

  Tabel 2. Klasifikasi Syok

  30,31

  g. Koma, yaitu keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dengan rangsangan apapun tidak akan timbul. Berdasarkan a textbook in cardiovascular medicine pada tahun 1984, klasifikasi syok yaitu : a) syok kardiogenik, b) syok obstruktif, c) syok oligemik atau syok hipovolemik, dan d) syok distributif. Pembagian syok diperkecil lagi menjadi 4 tipe, yaitu syok neurogenik, syok hipovolemik, syok anafilaktik dan syok kardiogenik.

2.3.3.1 Syok neurogenik

  bradikardi secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi. Terjadinya hipotensi akan merangsang refleks simpatis berupa takikardi dan vasokonstriksi perifer yang secara klinis dideteksi sebagai peningkatan denyut nadi dan keringat dingin pada ekstremitas atas. Kemudian terjadi juga penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma yang sering terjadi dari penurunan venous tone, penggumpalan darah di pembuluh darah vena dan kehilangan volume cairan intravaskular karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler yang mengakibatkan berkurangnya cairan dalam sirkulasi sehingga perfusi ke otak berkurang dan

  

5,26,31-33

menyebabkan pasien mengalami syok.

  Syok neurogenik atau sinkope merupakan gejala umum yang sering dijumpai di praktek dokter gigi. Keadaan ini disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, keadaan takut, terkejut atau rasa nyeri. Kurang lebih 2% pasien mengalami sinkope sebelum, selama bahkan setelah perawatan gigi. Sinkope umumnya, terjadi pada wanita muda, lelaki tua atau dengan riwayat penyakit jantung. Sedangkan syok neurogenik pada pasien trauma terjadi karena hilangnya

  

sympathetic tone , misalnya pada cedera tulang belakang atau yang sangat jarang

  yaitu cedera pada batang otak. Denyut nadi pasien menjadi lambat sehingga pasien akan merasa pusing dan pingsan. Umumnya keadaan ini akan membaik

  5,26,31-33 setelah pasien dibaringkan, kecuali cedera karena jatuh.

  Penanganan untuk pasien syok yaitu dengan memposisikan kedua kaki pasien lebih tinggi dari dada (shock position) atau posisi trendelenburg agar aliran darah ke otak maksimal. Kemudian periksa tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan pasien. Lalu memberikan oksigen 6-8 liter per menit atau berikan bau yang merangsang seperti alkohol selama masa pemulihan. Pemberian kompresi pijat jantung tidak dapat dilakukan apabila denyut nadi karotis masih teraba, karena melakukan kompresi pijat jantung hanya dilakukan pada pasien yang

  32,33 mengalami tanda utama henti jantung atau cardiac arrest. A B Gambar 4. A. Posisi syok (shock position) dan B. Posisi Trendelenburg

  8 dan Anti-Trendelenburg.

  2.3.3.2 Syok hipovolemik

  Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma di intravaskular atau kehilangan cairan tubuh. Syok hipovolemik dapat terjadi akibat perdarahan (hemoragik) dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar yang luas dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang sering terjadi adalah akibat perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga

  26-28 dengan syok hemoragik.

  Penanganan syok hipovolemik, hal utama yang dilakukan yaitu mengganti cairan tubuh atau darah yang hilang, kemudian berikan oksigen sebanyak 5-10 L/menit untuk jalan nafas dan respirasi pasien. Lalu berikan infus dengan cairan koloid. Tujuan utama terapi adalah memulihkan curah jantung dan perfusi

  27 jaringan secepat mungkin.

  2.3.3.3 Syok anafilaktik

  Syok anafilaktik adalah kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan reaksi alergi yang luar biasa atau berlebihan pada suatu organisme terhadap protein asing. Anafilaktik syok dapat terjadi dalam beberapa menit dan dapat mengancam nyawa. Faktor penyebabnya adalah karena alergi terhadap obat-obatan, terutama yang diberikan secara intravena seperti antibiotik (contoh : penisilin). Selain itu penyebab lainnya adalah karena pelepasan histamin sebagai konsekuensi dari suatu tipe I reaksi alergi. Tanda-tanda klinis pasien yang mengalami syok anafilaktik yaitu pasien susah bernafas, wajah kemerahan, gatal pada mata dan mulut, pusing, lemas, sakit perut, bronkospasme dan edema epiglotis sehingga pasien terasa tercekik. Gejala akan timbul pada 2-11 menit setelah dilakukan

  5,26,31,33 suntikan dan reaksi puncak akan terjadi pada 5-60 menit.

  Penanganan pada pasien syok anafilaktik adalah dengan mempertahankan jalan nafas dan mempertahankan sirkulasi dengan memberikan oksigen 6-8 liter/menit lalu berikan 0,3-0,5 ml epineprine (adrenalin 1:1000) secara intramuscular dengan kecepatan 1 ml/menit dan ulangi setiap 5 atau 10 menit

  5,26,31,33 sampai pasien terlihat membaik.

2.3.3.4 Syok kardiogenik

  Syok kardiogenik adalah syok yang terjadi akibat tidak berfungsinya jantung untuk mengalirkan darah ke jaringan yang mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti. Tanda-tanda klinis dari syok kardiogenik meliputi

  28 hipotensi, takikardia, oliguria dan bagian ekstermitas dingin.

  Dalam menangani pasien syok kardiogenik hal pertama yang dilakukan adalah memberikan bantuan hidup dasar (BLS). Menurut AHA 2010 (American Heart Association) BLS merupakan dasar untuk menyelamatkan pasien tanda utama henti jantung atau cardiac arrest dan mengaktifkan sistem kegawatdaruratan serta melakukan CPR (Cardiopulmonary resuscitation) secara dini. Langkah-langkah BLS terdiri dari penilaian dan tindakan yang dijabarkan dalam bentuk algoritma yang disederhanakan (Gambar 5A). Sedangkan pada gambar (5B), merupakan urutan keterampilan BLS untuk penyediaan layanan

  34 kesehatan.

  A

  Adult B BLS Health hcare Prov viders

  1 High-Qualit ty CPR

  Unrespo onsive

  • Rate at leas st 100/min
  • Compressio on depth at leas st 2

  No breath hing or no normal bre eathing inches (5 cm m)

  (only ga sping)

  • Allow comp mplete chest rec ol after each co ompression
  • Minimize in nterruptions in chest compre ession
  • Avoid exce essive ventilatio on

  Active e emergency response sy ystem

  2 G Get AED/de efibrillator or send se econd rescu uer (if availa able) to do th his

  Puls

  3A

  Check p pulse:

  3  Give 1 breath ev very

  DEFINIT TE pulse

  5 to 6 seconds

  W Within 10 s seconds ?

   Reche eck pulse ev very 2 minu utes

  4 No Begin c cycles of 30 COMPRE ESSIONS an nd 2 BREA ATHS

  5 AED/ /defibrillat tor ARRIV

  

VES

B B

  6 Check rh hythm Shockable rhythm?

  Not Sh hockable Shockabl

  8 Resume C CPR immed diately

  7 for r 2 minutes

  Give 1 shock Check rhyth hm every 2 minute;

  Re esume CPR R immediate ely

  co ontinue until l ALS prov viders take for 2 m minutes over or vic ctim starts to o move

  Gambar 5

  5. A. Simp ple BLS u untuk dewa asa. B. BL LS berdasa arkan pelay yanan

  34 kesehata an. Nam mun, dari be eberapa lite eratur meny atakan bahw wa untuk m memberikan n BLS dikenal de engan tindak kan ABC y yaitu Airway y (jalan nafa as), Breathi ing (pernafa asan),

  3,5,31 Circulatio on (sirkulasi i).

  a. A Airway (jalan n nafas) Airw way merupa akan usaha untuk mem mpertahank an dengan baik jalan nafas pada pasie en yang tid dak sadar. K Ketika pasie en dalam k keadaan tida ak sadarkan n diri, kemungki nan pasien tidak dapat bernafas de engan baik. Hal ini dap pat terjadi k karena ada benda a asing yan g menutupi i jalan nafa as pasien at tau akibat ja atuhnya pa ngkal lidah kebe elakang. Un ntuk memb bebaskan ja alan nafas ( (airway), m maka dokter r gigi

  3,5,31 dapat men nggunakan t teknik head d tilt , chin lif ft dan jaw th hrust .

  Hea ad tilt yaitu u dengan m meletakkan tangan did ahi pasien dan mendo orong

  dahi kebel lakang serta a dibantu de engan chin lift yaitu me engangkat d dagu pasien n. Jaw

  thrust dap pat digunaka an jika pada a saat melak kukan head d tilt dan chi in lift jalan nafas

  masih ob struksi. Ca aranya, den ngan meng gangkat dag gu pasien sehingga p posisi mandibula a lebih maj ju daripada a maksila. Sedangkan untuk mem mbebaskan jalan nafas dari sumbatan b benda asing g seperti dar rah dan cair ran muntah dapat digun nakan teknik fing ger sweep yaitu meng ggunakan 2 jari tangan n yang diba alut dengan n kain

  3 3,5,31 untuk men nyapukan ca airan yang a ada didalam m rongga mu ulut pasien.

  31 Gambar 6 6. Head tilt, chin lift da an jaw thrus st .

  31 Gambar 7. Tindaka an finger sw eep . b. Breathing (pernafasan) Breathing merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien sadar atau pasien yang tidak sadar. Seorang dokter yang menangani pasien kegawatdaruratan dental harus mendekatkan pipi 1 inci ke mulut dan hidung pasien untuk melihat (look), mendengar (listen) dan merasakan (feel) tanda-tanda yang ada pada pernafasan pasien. Melihat yaitu melihat apakah ada pergerakan di dada atau abdomen pasien, mendengar yaitu mendengar apakah ada atau tidaknya suara nafas tambahan yang dikeluarkan oleh pasien, dan merasakan yaitu merasakan apakah ada hembusan nafas atau aliran udara yang keluar dari mulut atau hidung pasien. Dan bila pernafasan pasien tidak terasa diperlukan nafas buatan. Untuk pemberian nafas buatan dapat dilakukan dari mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma. Dan juga dapat dilakukan dengan menggunakan

  5,31 Ambu bag untuk memberikan suplai oksigen 90%.

  31 Gambar 8. Look, listen and feel.

  B C A Gambar 9. Pemberian nafas buatan, (a) mulut ke mulut, (b) mulut ke

  31 hidung dan (c) mulut ke stoma.

  32 Gambar 10. Penggunaan Ambubag.

  c. Circulation (sirkulasi) Circulation merupakan monitoring dua tanda vital yang sangat penting, yaitu tekanan darah dan denyut jantung yang memberikan informasi tentang fungsi sistem cardiovascular. Tidak terabanya nadi karotis pada dewasa merupakan tanda utama terjadinya cardiac arrest atau henti jantung. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi pijat jantung diperlukan pada keadaan

  5,31 kegawatdaruratan ini.

  29,31 Gambar 11. Pemeriksaan nadi karotis.

  Untuk melakukan pijat jantung dilakukan 30 kali dengan selingan 2 kali nafas buatan dalam 2 menit. Pertama-tama tentukan titik penekanan yaitu di bagian tengah sternum. Kemudian lakukan penekanan tulang dada kira-kira 4-5 cm (1,5-2 inchi) untuk dewasa, anak balita 4 cm (1,5 inchi), dan anak-anak 5 cm (2 inchi) . Dan dilakukan 80-100 kali per menit. Kompresi pijat jantung dapat dihentikan apabila pasien sudah dalam keadaan membaik atau sadar, pasien telah

  5,32,33 meninggal, operator sudah letih dan pelayanan kesehatan lain sudah datang. Gambar 12. Kompresi dada pada dewasa, bayi dan anak

  31,32 usia sampai 8 tahun.

  Menurut American Heart Association 2010, ada perubahan kunci terhadap panduan Basic Life Support (BLS) pada tahun 2005 untuk pasien cardiac arrest,

  34

  yaitu :

  a. Pengenalan segera terhadap SCA (Sudden Cardiac Arrest) berdasarkan penilaian tidak adanya respon dan tidak adanya pernafasan normal (misalnya, pasien tidak bernafas atau hanya hembusan nafas). b. Menghilangkan Look, Listen dan Feel dari algoritma BLS.

  c. Melakukan CPR menggunakan tangan (hanya kompresi pijat jantung) untuk penolong/petugas yang tidak mengikuti pelatihan khusus.

  d. Urutan perubahan dalam melakukan kompresi pijat jantung sebelum membebaskan jalan nafas (melakukan CAB dari pada ABC).

  e. Penyediaan perawatan kesehatan yang efektif dalam melakukan kompresi pijat jantung atau CPR sampai kembalinya sirkulasi secara spontan.

  f. Meningkatkan metode untuk melakukan CPR dengan kualitas tinggi (misalnya, kedalaman pada saat melakukan penekanan kompresi pijat jantung harus adekuat).

  g. Selanjutnya melakukan pemeriksaan nadi bagi pelayanan kesehatan.

  h. Algoritma BLS untuk dewasa yang sederhana diperkenalkan dengan memperbaiki algoritma tradisional.

2.4 Upaya pencegahan kegawatdaruratan medis

  Setiap dokter gigi berkewajiban untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghindari komplikasi dan untuk mencegah timbulnya kegawatdaruratan medis. Anamnesa merupakan salah satu bagian terpenting dalam pemeriksaan pasien karena mendapatkan keterangan mengenai kondisi pasien. Walaupun keadaan kedaruratan tidak dapat dihindari dalam praktek dokter gigi, namun sebaiknya keadaan kedaruratan dapat dikurangi atau dihindari dengan melakukan

  31 perawatan dengan cermat, terampil dan trauma minimal.

  Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran mengamanatkan agar setiap dokter ataupun dokter gigi yang berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran ataupun kedokteran gigi. Hal ini berguna agar dokter ataupun dokter gigi dapat meningkatkan, mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan prilaku dalam memberikan pelayanan

  35 kepada masyarakat. Keadaan pingsan yang sering terjadi di praktek dokter gigi, mungkin dikarenakan ruang praktek memiliki temperatur dan kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya ruang praktek haruslah berhawa dingin dan mempunyai ventilasi yang baik. Ruang tunggu harus terang dan sejuk serta untuk mencegah pasien lama menunggu sebaiknya dilakukan penjadwalan kunjungan yang efisien. Dokter gigi harus menggunakan dental unit yang desainnya memungkinkan pasien segera dibaringkan lurus dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala (posisi Trendelenburg 10 ) pada saat terjadi kondisi

  36 kegawatdaruratan.

  Selain memperhatikan kondisi ruang praktek, sebaiknya juga dapat dilakukan pemeriksaan awal. Walaupun tidak semua perawatan dental memerlukan pemeriksaan awal, tetapi dalam menangani pasien yang ingin melakukan bedah minor seperti pencabutan dan odontektomi, pemeriksaan awal perlu dilakukan. Adapun pemeriksaan awal yang dimaksud adalah pemeriksaan tanda-tanda vital.

2.4.1 Pemeriksaan tanda vital

  Tanda vital termasuk penilaian dalam pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh tenaga medis. Tanda-tanda vital dapat menghasilkan perubahan yang bertahap dari waktu ke waktu. Yang termasuk tanda-tanda vital adalah tekanan

  

37-39

darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu.

2.4.1.1 Tekanan darah

  Untuk mengukur tekanan darah pasien sebelum melakukan perawatan seperti pencabutan, sebaiknya dilakukan dengan teliti dan dicatat dengan baik pada saat dilakukan pengukuran, karena keadaan pasien dapat mempengaruhi hasil dan penilaian. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan tekanan darah adalah sphygmomanometer. Tekanan darah diukur pada lengan tangan (gambar 12). Lebar manset harus mencakup 1/2-2/3 panjang lengan atas. Manset yang dipakai terlalu sempit akan memberikan hasil pemeriksaan tekanan darah menjadi tinggi, sedangkan manset yang terlalu lebar akan memberikan hasil pemeriksaan terlalu

  37-39 rendah. Cara untuk mengukur tekanan darah yaitu dengan memasangkan manset melingkari lengan atas pasien, dengan batas bawah lebih kurang 3 cm dari siku. Lakukan pemompaan sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba dan gunakan stetoskop untuk mendengarkan arteri brakialis (di fosa kubiti). Kemudian

  39 kosongkan manometer perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mm tiap detik.

  Tekanan sistolik adalah saat terdengar bunyi pada saat Korotkoof I yaitu bunyi pertama yang didengar berupa bunyi detak yang perlahan. Sedangkan tekanan diastolik adalah saat terdengar bunyi Korotkoof IV yaitu bunyi yang tiba- tiba melemah. Dan nilai normal tekanan sistolik adalah <120mmHg dan untuk

  38,39 tekanan diastolik adalah <80mmHg.

  Gambar 13. Cara mengukur tekanan

  

39

darah.

2.4.1.2 Denyut nadi

  Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah tetapi menjalar lebih cepat. Nadi dapat dirasakan selama midsistole, saat konstraksi jantung dan saat ejeksi darah intrakardia sedang berlangsung. Kecepatan penjalaran nadi dapat menurun pada beberapa penyakit jantung, darah atau pembuluh darah, tetapi dapat meningkat pada kondisi lain.

  

Intensitas nadi dapat berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan

  tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100 denyut/menit dan anak berusia dibawah 10 tahun berkisar 60-90

  38,39 denyut/menit.

  Cara mengukur denyut nadi yaitu dengan menggunakan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) untuk meraba arteri radialis. Untuk menyingkirkan kemungki nan terdapa atnya pulsu us defisit (l laju jantung g lebih bes sar daripada a laju nadi), hen ndaknya se etiap perhit tungan nad i dilakukan n juga perh hitungan d enyut

  36 jantung. D Dan semua p penghitunga an harus dil akukan satu u menit penu uh.

  Gambar r 14. Car ra memerik ksa

  40 denyu ut nadi.

  2.4.1

1.3 Pernafa asan

  Kec epatan pern nafasan dan n pola pern afasan dike endalikan ol leh kemose ensor- kemosenso or dan o otak. Untu tuk orang normal, peningkat tan konse ntrasi karbondio oksida dan ion hidrog gen dalam darah dapa at merangsa ang pening gkatan ventilasi. K Kecepatan pernafasan normal tida ak berarti b bahwa oksig genisasi ade ekuat. Dengan a adanya rasa a cemas p pada pasien n dapat m menyebabkan n meningk katnya pernafasan n. Untuk p emeriksaan n pernafasan n harus hat ti-hati, kare ena pasien yang menyadari i bahwa pe ernafasanny ya sedang diamati da pat terjadin nya pening gkatan kecepatan n pernafasan n involunte er. Kecepa atan pernafa asan norma al adalah 12-18

  38 kali/menit t pada orang g dewasa.

  Pem meriksaan re espirasi ata au pernafas san dapat d dilakukan d dengan beb berapa

  39

  cara yaitu :

  1. C Cara inspeks si, merupaka an pemeriks saan dengan n melihat ge erakan nafa as dan menghitun ng frekuens sinya. Cara a ini tidak praktis da an tidak dia anjurkan k karena pemeriksa aan dilakuka an dengan m melihat gera akan nafas d dan detak ja am sekaligu s.

  2. C Cara palpasi , merupakan an cara yang g dianjurkan n yaitu pem meriksaan de engan meletakka an tangan p pemeriksa p pada dindin ng abdomen n atau dindi ing dada pa asien, kemudian dihitung ge erakan pern nafasan pasi en sambil m melihat detak ak jarum jam m.

  3. C Cara auskult tasi, pemeri iksaan yang g dilakukan n dengan m menggunakan n alat stetoskop yaitu mend dengarkan da an menghitu ung bunyi p pernafasan.

  37 Gambar 15. Teknik palpasi dan Teknik auskultasi.

2.4.1.4 Suhu

  Suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang karena lingkungan luar. Cara pengukuran suhu adalah dengan menggunakan thermometer. Sebelum menggunakan thermometer, pada permukaan air raksa harus diturunkan sampai

  37,39 dibawah 35 C dengan mengibas-ngibaskan thermometer.

  Pada bayi dibawah 2 tahun, pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada lipatan paha atau rektum dengan suhu normal 36 C-37 C. Sedangkan pada anak diatas umur 6 tahun, pengukuran dapat dilakukan di mulut (suhu oral) yaitu dengan meletakkan thermometer di bawah lidah (sublingual) dan suhu oral normal adalah 37

  C. Semua pengukuran suhu dilakukan selama 3 menit. Dalam keadaan

  37,39

  normal suhu aksila sama seperti suhu pada rektum yaitu 36 C-37 C.

  Gambar 16. Pemeriksaan suhu rektal, aksial, dan oral.

  40

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

  Pengetahuan

  1. Definisi Kegawatdaruratan medis

  2. Prinsip Dasar Kegawatdaruratan Medis

  3. Penanganan Kegawatdaruratan Medis

  4. Pencegahan Kegawatdaruratan Medis

  Pengetahuan dan Sikap Dokter Gigi Terhadap Kegawatdaruratan Medis

  Sikap 1.

  Prinsip Dasar Kegawatdaruratan Medis 2. Penanganan Kegawatdaruratan

  Medis

  3. Pencegahan Kegawatdaruratan Medis

Dokumen yang terkait

Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien (Studi Kasus Tentang Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi yang Praktek Bersama dalam Menangani Pasien Anak di Kota Medan)

18 167 161

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dokter Gigi Terhadap Pasien Kegawatdaruratan Medis di Praktek Dokter Gigi Kota Medan

8 93 74

Pengetahuan Pasien Yang Berkunjung Ke Praktek Dokter Gigi Di Kotamadya Medan Terhadap Penularan HIV/AIDS Melalui Tindakan Kedokteran Gigi Di Praktek Dokter Gigi

5 62 62

Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Di Kota Medan

8 77 89

Penatalaksanaan Pasien Hipertensi Di Praktek Dokter Gigi

0 21 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan dan Perilaku - Pengetahuan Dan Perilaku Dokter Gigi Terhadap Tindakan Pencabutan Gigi Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Kecamatan Medan Selayang Periode Januari-Februari 2014

0 0 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian - Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien (Studi Kasus Tentang Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi yang Praktek Bersama dalam Menangani Pasien Anak di Kota Medan)

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien (Studi Kasus Tentang Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi yang Praktek Bersama dalam Menangani Pasien Anak di Kota Medan)

0 0 8

Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi Dalam Menangani Pasien (Studi Kasus Tentang Komunikasi Terapeutik Dokter Gigi yang Praktek Bersama dalam Menangani Pasien Anak di Kota Medan)

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Prostodontik - Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik Pada Praktik Dokter Gigi Umum Di Kota Medan

1 2 49