Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Di Kota Medan

(1)

iv

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

DOKTER GIGI TERHADAP PENCEGAHAN

PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK

DOKTER GIGI DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

VISKA YOLANDA PUTRI NIM : 080600121

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

v

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Tahun 2012

Viska Yolanda Putri

Pengetahuan, sikap, dan tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi di kota medan

xi + 78 halaman

Setiap tindakan dokter gigi di praktek menyebabkan dokter gigi berisiko tinggi tertular penyakit menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kategori pengetahuan, sikap, dan tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular.

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan populasi penelitian adalah semua dokter gigi praktek di kota Medan, diperoleh sampel 150 responden dan dengan cara purposive sampling didapat 92 sampel untuk lingkar dalam dan 58 sampel untuk lingkar luar. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner secara langsung kepada responden dan mengobservasi tindakan responden di lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan dokter gigi praktek di kota Medan memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang baik terhadap pencegahan penyakit menular di praktek. Hal ini terlihat dari 95,34% dokter gigi tergolong dalam kategori penilaian pengetahuan baik dan cukup, kategori penilaian sikap baik 92%, dan 78,7% tergolong dalam kategori penilaian tindakan baik. Namun, masih ada dokter gigi yang tergolong


(3)

vi

dalam kategori pengetahuan, sikap, dan tindakan yang cukup maupun kurang. Hal ini terlihat dari segi pengetahuan sebanyak 46% dokter gigi tidak mengetahui tentang langkah pemrosesan instrumen, dari segi sikap sebanyak 15,33% tidak setuju mengganti jas praktek yang terkontaminasi ketika praktek, serta dari segi tindakan hanya 21,3% yang menggunakan kacamata pelindung dan 8% yang menggunakan

rubber dam ketika merawat pasien. Pada umumnya, dokter gigi muda dan baru beberapa tahun praktek memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang lebih baik dibandingkan dengan yang tua dan telah lama praktek. Berdasarkan hasil observasi, hampir semua dokter gigi menggunakan masker dan sarung tangan ketika memberi perawatan (94,67% dan 92%), tetapi hanya 20% yang menggunakan kacamata pelindung terutama dokter gigi yang berusia muda.


(4)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 4 Mei 2012

Pembimbing : Tanda tangan

Simson Damanik, drg., M. Kes ... NIP : 19501013 198203 1 001


(5)

viii

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 4 Mei 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM ANGGOTA : 1. Gema Nazri Yanti, drg


(6)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Nurdin Kamal dan Ibunda Elfa Yani yang telah begitu banyak memberikan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, cinta, bimbingan dan semangat kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik tercinta Riyandhika Putra. N dan Luthfi Aulia. N yang selalu memberikan dorongan dan semangat pada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(7)

x

3. Simson Damanik, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan serta saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Gema Nazri Yanti, drg selaku penasehat akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Rio, Alifina, Aqwam, Imel, Namira, Rissa, Rizka, Rora, Hilman, dan seluruh teman-teman angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 4 Mei 2012 Penulis,

( Viska Yolanda Putri) NIM: 080600121


(8)

xi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ... 7

2.2 Sikap... 9

2.3 Tindakan... 10

2.4 Prosedur Pencegahan Penyakit Menular ... 11

2.4.1 Evaluasi Pasien... 11

2.4.2 Perlindungan Diri ... 11

2.4.3 Sterilisasi Instrumen ... 14

2.4.4 Disinfeksi Permukaan ... 17

2.4.5 Penggunaan Alat Sekali Pakai/Disposable... 19

2.4.6 Penanganan Sampah Medis... 20

2.5 Penyakit Menular ... 20

2.5.1 Hepatitis ... 21

2.3.2 Herpes Simpleks... 22

2.5.3 HIV/AIDS ... 22


(9)

xii

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.2 Populasi Penelitian ... 25

3.3 Besar Sampel... 25

3.4 Cara Sampling ... 26

3.5 Variabel Penelitian ... 26

3.6 Definisi Operasional... 27

3.7 Cara Pengumpulan Data... 29

3.8 Pengolahan dan Analisis Data... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 32

4.2 Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek... 34

4.3 Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 41

4.4 Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek... 42

4.5 Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 48

4.6 Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek... 50

4.7 Observasi Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 59

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 61

5.2 Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek... 62

5.3 Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 64

5.4 Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek... 65

5.5 Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 67

5.6 Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek... 69


(10)

xiii

5.7 Observasi Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit

Menular Di Praktek Dokter Gigi ... 72 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 73 6.2 Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN


(11)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Komposisi jumlah ukuran sampel penelitian ... 26

2 Kategori pengetahuan ... 30

3 Kategori sikap ... 30

4 Kategori tindakan ... 31

5 Distribusi frekuensi pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi (n=150) ... 33

6 Kategori pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi (n=150) ... 33

7 Distribusi frekuensi pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia (n=150) ... 35

8 Distribusi frekuensi pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan lama praktek (n=150)... 38

9 Kategori pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia dan lama praktek (n=150)... 41

10 Distribusi frekuensi sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi (n=150) ... 42

11 Kategori sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi (n=150) ... 42

12 Distribusi frekuensi sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia (n=150) ... 44

13 Distribusi frekuensi sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan lama praktek (n=150) ... 46

14 Kategori sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia dan lama praktek (n=150)... 48


(12)

xv

15 Distribusi frekuensi tindakan dokter gigi terhadap pencegahan

penyakit menular di praktek dokter gigi (n= 150) ... 49 16 Kategori tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit

menular di praktek dokter gigi (n=150) ... 50 17 Distribusi frekuensi tindakan dokter gigi terhadap pencegahan

penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia (n= 150) ... 51 18 Distribusi frekuensi tindakan dokter gigi terhadap pencegahan

penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan lama praktek

(n= 150)... 55 19 Kategori tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit

menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia dan lama praktek

(n=150)... 59 20 Observasi tindakan dokter gigi terhadap pencegah penyakit menular di


(13)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kerangka konsep

2. Surat keterangan izin penelitian di praktek dokter gigi di kota Medan.

3. Kuesioner pengetahuan, sikap, dan tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi.

4. Lembaran observasi terhadap kenyataan tindakan pencegahan yang dilakukan dokter gigi di praktek.


(14)

xvii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petugas di bidang pelayanan kesehatan umum maupun gigi, baik dokter gigi, perawat gigi maupun pembantu rawat gigi, telah lama disadari merupakan kelompok yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya yang setiap kali berhubungan bahkan berkontak langsung dengan lesi penderita. Penularan yang mungkin terjadi di ruang praktek dokter gigi tidak hanya antar sesama penderita, dokter gigi mungkin tanpa disadarinya suatu saat mendapatkan penularan dari penderita pembawa penyakit menular dan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip dasar antisepsis akan menularkannya kepada penderita yang lain di ruang praktek.1

Dokter gigi mempunyai risiko yang sangat tinggi untuk tertular penyakit ketika melakukan perawatan pasien. Terbentuknya penyakit dapat terjadi dari sumber infeksi di praktek dokter gigi meliputi tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, instrumen, dan perlengkapan praktek lainnya. Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air, debu, aerosol, percikan atau droplet, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi, dan debris. Hal ini menyebabkan tindakan dalam praktek dokter gigi menempatkan dokter gigi berisiko tinggi terutama terhadap penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti bakteri dan virus.2-5


(15)

xviii

Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan virus hepatitis B (HBV) menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit semakin meningkat selama 10 tahun terakhir. Banyak pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi yang beresiko untuk tertular mikroorganisme patogen termasukcytomegalovirus(CMV), hepatitis B virus (HBV),hepatitis C virus(HCV),

herpes simplex virus tipe 1 dan 2, human immunodeficiency virus (HIV),

Mycobacterium tuberculosis, staphylococci, streptococci, serta berbagai macam virus, bakteri yang berkolonisasi serta menginfeksi rongga mulut dan saluran pernafasan.1,4,6

Di Amerika dilaporkan terjadinya penularan HIV dari seorang dokter gigi kepada lima pasiennya. Apabila di negara maju masih terdapat hal semacam itu, maka dapat diasumsikan bahwa di negara berkembang seperti Indonesia tindakan pencegahan masih belum memadai. Dalam penelitian lain disebutkan seorangdental hygienis yang tidak memakai sarung tangan terbukti telah menyebarkan 20 kasus herpes simplek pada pasien, yang berasal dari lesi herpetik pada jarinya.5,7,8

Penelitian lain menyebutkan bahwa sampai saat ini sudah ada 8 dokter gigi yang tertular penyakit hepatitis B. Risiko penularan dari pasien ke pekerja kesehatan gigi jauh lebih besar dibandingkan risiko penyebaran dari dokter gigi ke pasien. Berbagai survei dan penelitian menunjukkan bahwa 20% kejadian hepatitis B berkembang setelah terjadinya luka akibat tusukan jarum dari pasien hepatitis B, dibandingkan dengan perkiraan 0,4% paparan terhadap HIV.5,8

Setiap tahun di seluruh dunia, sekitar 66.000 infeksi HBV, 16.000 infeksi HCV, dan 1.000 infeksi HIV diperkirakan terjadi di antara petugas kesehatan


(16)

xix

terutama di negara berkembang yang disebabkan oleh luka tusukan jarum yang terkontaminasi. Center for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan hasil penelitian dari 360 orang petugas kesehatan yang terluka di praktek yaitu 36% dokter gigi, 34% ahli bedah mulut, 22% perawat gigi, dan 4% mahasiswa kedokteran gigi.9,10

Tindakan asepsis dan langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja dapat membatasi penyebaran mikroorganisme patogen penyebab penyakit. Tujuannya adalah untuk melindungi pasien dan petugas kesehatan gigi dari berbagai penyakit menular yang mungkin ditemukan di praktek. Dokter gigi biasanya tidak dapat mengetahui status kesehatan umum pasiennya secara pasti, sehingga setiap pasien harus selalu dianggap sebagai pembawa penyakit. Hal tersebut bertujuan agar dokter gigi selalu waspada untuk melindungi diri sendiri dan pasien dari infeksi penyakit.3

Berdasarkan hasil penelitian Terence Wibowo pada 32 dokter gigi yang ada di Puskesmas Surabaya melaporkan hasil yang cukup memuaskan, didapatkan 75% responden mencuci tangan sebelum memeriksa pasien dan 87% mencuci tangan setelah memeriksa pasien. Penggantian sarung tangan dilakukan oleh 56,3% responden setiap pergantian pasien dan sarung tangan yang dipakai oleh 62,5% responden adalah sarung tangan disposable. Kacamata pelindung digunakan oleh 43,8% responden dan masker digunakan 62,5% responden setiap kali melakukan perawatan pasien.4 Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran gigi serta peraturan dan etika yang mengatur tindakan dokter gigi ketika memberi pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Penelitian lain oleh Yuzbasioglu, Sarac, Canbaz, Sarac, dan Cengis pada dokter gigi di Turki


(17)

xx

menunjukkan bahwa pengetahuan dokter gigi di Turki relatif lemah tentang prosedur pencegahan penyakit menular.5

Dengan melakukan prosedur kontrol infeksi dapat dicegah terjadinya penularan penyakit yang berbahaya, bahkan dapat mencegah terjadinya kematian. Prosedur pencegahan antara lain adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi, disinfeksi, pembuangan sampah medis secara aman, dan tindakan asepsis. Di laboratorium tekniker gigi juga harus diterapkan prosedur-prosedur tersebut. Dengan berkembangnya metode sterilisasi dan asepsis pada praktek dokter gigi dan laboratorium gigi, secara nyata telah menurunkan risiko terjadinya penularan penyakit pada pasien, dokter gigi, dan stafnya.3

Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia sangat rawan terhadap penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis, tuberkulosis, herpes, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan oleh letaknya yang strategis karena mempunyai Bandara Internasional Polonia dan Pelabuhan Belawan yang merupakan pintu gerbang masuknya wisatawan asing maupun domestik. Secara geografis, kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Thailand dan Singapura yang mempunyai prevalensi penyakit menular yang tinggi seperti HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya. Disamping itu, kota Medan yang berpenduduk 2 juta orang dengan luas areal 26.510 hektar ini diketahui menduduki peringkat pertama orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Sumatera Utara, dengan jumlah sekitar 2.049 orang sejak tahun 1994-2011.11,12 Oleh sebab itu, sudah sewajarnya para dokter gigi di kota Medan mempunyai kepedulian untuk meningkatkan prosedur pencegahan penyakit menular di praktek.


(18)

xxi

Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis dapat merumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi di kota Medan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengukur kategori pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi.

2. Untuk mengukur kategori pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia.

3. Untuk mengukur kategori pengetahuan dokter gigi tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan lama praktek.

4. Untuk mengukur kategori sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi.

5. Untuk mengukur kategori sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia.

6. Untuk mengukur kategori sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan lama praktek.


(19)

xxii

7. Untuk mengukur kategori tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi.

8. Untuk mengukur kategori tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan usia.

9. Untuk mengukur kategori tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi berdasarkan lama praktek.

10. Untuk melihat sejauh mana tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat menjadi masukan bagi dokter gigi dalam rangka menurunkan angka penularan penyakit di praktek dokter gigi.

2. Dapat menjadi masukan bagi dokter gigi agar dapat mengambil langkah-langkah dan kebijaksanaan dalam meningkatkan tindakan pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi.

3. Dapat menjadi landasan teori bagi penelitian berikutnya. 4. Dapat menambah kepustakaan FKG USU


(20)

xxiii

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku kedalam tiga ranah/kawasan yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga ranah tersebut diukur dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).

2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu:13

a. Tahu (know)

Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami(comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya, dalam hal ini mencakup kemampuan menangkap makna dan arti bahan yang diajarkan, yang ditunjukkan dalam bentuk


(21)

xxiv

kemampuan menguraikan ini pokok dari suatu bacaan misalnya menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya pada kondisi nyata. Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan, dan mendemonstrasikan.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Evaluasi ini dilandaskan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan misalnya mendukung, menentang dan merumuskan.


(22)

xxv

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.13

2.2 Sikap

Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, antara lain:13

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas.

c. Menghargai (valuating)

Menghargai adalah mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap


(23)

xxvi

suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.13

2.3 Tindakan

Tindakan merupakan suatu sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata yang didukung oleh suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu:13

a. Persepsi (perception)

Persepsi adalah suatu proses mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Persepsi merupakan praktek tingkat pertama.

b. Respons terpimpin (guide responce)

Respon terpimpin adalah suatu kebolehan dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Respon terpimpin merupakan indikator praktek tingkat kedua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu sudah merupakan kebiasaan maka ia telah mencapai praktek tingkat ketiga.

d. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.


(24)

xxvii

2.4 Prosedur Pencegahan Penyakit Menular

Pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi pada umumnya mengikuti standard precautions yang dikeluarkan oleh Center of Disease Control and Prevention (CDC) yaitu prosedur yang harus diikuti ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa. Pencegahan bertujuan untuk melindungi dokter gigi, pasien, dan staf dari paparan objek yang infeksius selama prosedur perawatan berlangsung.14 Pencegahan-pencegahan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

2.4.1 Evaluasi Pasien

Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari setiap pasien dan diperbaharui pada setiap kunjungan. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus diperhatikan mengenai adanya penyakit infeksi yang berbahaya.3

2.4.2 Perlindungan Diri

Dalam hal ini termasuk cuci tangan, pemakaian baju praktek, penggunaan sarung tangan, penggunaan kacamata pelindung, penggunaan masker, penggunaan rubber dam, dan imunisasi.


(25)

xxviii

Mencuci tangan dengan sabun perlu dilakukan setiap sebelum dan sesudah merawat pasien. Setiap kali selesai perawatan, sarung tangan harus dibuang dan tangan harus dicuci lagi sebelum mengenakan sarung tangan yang baru.3,12

Prosedur mencuci tangan yang benar adalah seperti berikut:15 a. Tangan dibasahkan dengan air di bawah kran atau air mengalir.

b. Sabun cair yang mengandung zat antiseptik dituang ke tangan dan digosok sampai berbusa.

c. Kedua telapak tangan digosok sampai ke ujung jari. Selanjutnya, kedua bagian punggung tangan digosok. Jari dan kuku serta pergelangan tangan juga dibersihkan. Semua ini dilakukan selama sekitar 10-15 detik.

d. Tangan dibilas bersih dengan air mengalir. e. Tangan dikeringkan dengan menggunakan tisu.

Mengeringkan tangan dengan kertas tisu adalah lebih baik dibandingkan mengeringkan tangan menggunakan mesin pengering tangan, karena mesin pengering tangan umumnya menampung banyak bakteri.15

2. Pemakaian jas praktek

Dokter gigi dan stafnya harus memakai jas praktek yang bersih dan sudah dicuci. Jas tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi kontaminasi. Jas praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin, bahkan jas yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri. Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu.3,14


(26)

xxix

Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil sekali pakai. Hal ini untuk melindungi dokter gigi, staf, dan pasien. Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk mencegah bersentuhan langsung dengan darah, saliva, mukosa, cairan tubuh, atau sekresi tubuh lainnya dari penderita. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap lateks. Sarung tangan harus diganti setiap selesai perawat pada setiap pasien.3,14,16

Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi, diantaranya:8

a. Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan.

b. Sarung tangan steril harus digunakan saat melakukan tindakan bedah atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya perdarahan pada perawatan.

c. Sarung tangan heavy duty harus dipakai saat membersihkan alat, permukaan kerja, atau saat menggunakan bahan kimia.

4. Penggunaan masker

Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas dan bawah. Efektifitas penyaringan dari masker tergantung dari bahan yang dipakai (masker polipropilen lebih baik daripada masker kertas) dan lama pemakaian (efektif 30-60 menit). Sebaiknya menggunakan satu masker untuk satu pasien.3,14,16


(27)

xxx

Kacamata pelindung harus dipakai dokter gigi dan stafnya untuk melindungi mata dari debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik. Perlindungan mata dari saliva, mikroorganisme, aerosol, dan debris sangat diperlukan untuk dokter gigi maupun staf.3,8,14

6. Penggunaanrubber dam

Rubber dam harus digunakan pada operasi untuk menghindari terjadinya aerosol karena tidak terjadi pengumpulan saliva diatas rubber dam. Selain untuk mengurangi kontak instrumen dengan mukosa, rubber dam juga berguna untuk mengurangi terjadinya luka dan pendarahan.3

7. Imunisasi

Pelindung yang paling mudah digunakan dan yang paling jarang digunakan sebagai sumber perlindungan untuk dokter gigi dan staf adalah imunisasi, misalnya

heptavax-Buntuk perlindungan terhadap hepatitis B. Imunisasi hepatitis B terdiri atas tiga tahap yaitu tahap pertama pada hari yang ditentukan, tahap kedua pada satu bulan kemudian, dan tahap ketiga pada enam bulan kemudian. CDC sangat menganjurkan agar personil gigi diimunisasi hepatitis B. Imunisasi lain yang juga dianjurkan antara lain adalah imunisasi terhadap penyakit mumps, measles dan rubella (MMR), difteri, pertusis, dan tetanus (DPT), influenza, poliomyelitis, TBC (BCG).3,8,14,16


(28)

xxxi

2.4.3 Sterilisasi Instrumen

Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri. Sterilisasi dilakukan dalam 4 tahap, yaitu:3,6,8

1. Pembersihan sebelum sterilisasi

Sebelum disterilkan, alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik, darah, saliva. Dalam kedokteran gigi, pembersihan dapat dilakukan dengan cara pembersihan manual atau pembersihan dengan ultrasonik. Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan deterjen lebih aman, efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan alat ultrasonik yang ditutup selama 10 menit. Setelah dibersihkan, instrumen tersebut dicuci dibawah aliran air dan dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat.3,6

2. Pembungkusan

Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur klinik yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus dibungkus untuk sterilisasi dengan menggunakan nampan terbuka yang ditutup dengan kantung sterilisasi yang tembus pandang, nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas sterilisasi, atau dibungkus secara individu dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat dibeli.3,6

3. Proses sterilisasi

Sterilisasi dapat dicapai melalui metoda berikut: a. Pemanasan basah dengan tekanan tinggi(autoclave)


(29)

xxxii

Siklus sterilisasi dari 134oC selama 3 menit pada 207 kPa untuk instrumen yang dibungkus maupun yang tidak dibungkus. Cara kerja dari autoclave sama dengan pressure cooker. Uap jenuh lebih efisien membunuh mikroorganisme dibandingkan dengan perebusan maupun pemanasan kering. Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain muslin, kertas, nilon, aluminium foil, atau plastik yang dapat menyalurkan uap.3

b. Pemanasan kering (oven)

Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif dibandingkan dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160oC atau 170oC dan waktu yang lebih lama (2 jam atau 1 jam) untuk proses sterilisasi. Menurut Nisengard dan Newman suhu yang dipakai adalah 170oC selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalurkan panas adalah 190oC, sedang untuk instrumen yang tidak dibungkus 6 menit.3

c. Uap bahan kimia (chemiclave)

Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138 kPa merupakan cara sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme diperoleh dari bahan yang toksik dan suhu tinggi. Sterilisasi dengan uap bahan kimia bekerja lebih lambat dari autoclave yaitu 138-176 kPa selama 30 menit setelah tercapai suhu yang dikehendaki. Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan karena kelembaban yang rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Keuntungan dari sterilisasi dengan uap bahan kimia adalah lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak


(30)

xxxiii

menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan setelah sterilisasi diperoleh instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk mengeluarkan uap sisa bahan kimia.3

4. Penyimpanan yang aseptik

Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai. Penyimpanan yang baik sama penting dengan proses sterilisasi itu sendiri, karena penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan instrumen tersebut tidak steril lagi. Lamanya sterilitas tergantung dari tempat dimana instrumen itu disimpan dan bahan yang dipakai untuk membungkus. Daerah yang tertutup dan terlindung dengan aliran udara yang minimal seperti lemari atau laci merupakan tempat penyimpanan yang baik. Pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu satu bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.3

2.4.4 Disinfeksi Permukaan

Disinfeksi adalah membunuh organisme-organisme patogen (kecuali spora kuman) dengan cara fisik atau kimia yang dilakukan terhadap benda mati. Disinfeksi dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi. Disinfeksi permukaan dilakukan pada

dental unit, kabinet, tuba dan pipa, sertahandpiecedan instrumen tangan.14,17

Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik. Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedangkan disinfeksi digunakan pada benda mati. Disinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya. Sebelum dilakukan disinfeksi, penting untuk


(31)

xxxiv

membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi. Macam-macam disinfektan yang digunakan di kedokteran gigi, antara lain adalah:3

1. Alkohol

Larutan etil alkohol atau propil alkohol digunakan untuk mendisinfeksi kulit. Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk mendisinfeksi permukaan, tetapi ADA tidak menganjurkan pemakaian alkohol untuk mendisinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.

2. Aldehid

Aldehid merupakan salah satu disinfektan yang populer dan kuat, baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendisinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan. Alat yang selesai didisinfeksi, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit atau mukosa. Operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tanganheavy duty.

3. Biguanid

Klorheksidin termasuk biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak. Misalnya, 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi


(32)

xxxv

lebih tinggi yaitu 2% digunakan sebagai disinfeksi gigi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri gram (+) maupun gram (-).

4. Senyawa halogen

Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halida seperti chloros, domestos, dan betadine. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik.

5. Fenol

Fenol merupakan larutan jernih, tidak mengiritasi kulit, dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang terkontaminasi karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun, karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.

6. Klorsilenol

Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik, seperti dettol. Aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai disinfektan.

2.4.5 Penggunaan Alat Sekali Pakai/Disposable

Sterilitas bisa dengan mudah dipastikan dengan menggunakan alat-alat sekali pakai/disposable. Yang paling penting adalah penggunaan jarum suntik yang


(33)

xxxvi

digunakan untuk anastesi lokal atau bahan lain. Jarum tersebut terbungkus sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya.8

Selain jarum suntik, benang dan jarum jahit juga tersedia dalam bentuk sekali pakai. Bilah skalpel dan kombinasi bilah-tangkai juga tersedia dalam bentuk steril untuk sekali pemakaian. Disamping itu, cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit antar pasien adalah menggunakan alat sekali pakai/disposable

seperti sarung tangan, masker, kain alas dada, ujung saliva ejektor, dan lain-lain.8,17

2.4.6 Penanganan Sampah Medis

Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tisu bekas, dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh harus ditangani secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang kuat dan tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda tersebut. Benda-benda tajam seperti jarum atau pisau skalpel harus dimasukkan dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan dalam kantung plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan benda tajam.3

2.5 Penyakit Menular

Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen dan bersifat sangat dinamis mikroorganisme sebagai makhluk hidup tentunya ingin bertahan hidup dengan cara berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok yang mampu mencari reservoir baru dengan cara berpindah atau menyebar. Secara umum, proses terjadinya penyakit melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu faktor penyebab penyakit (agen); faktor manusia (pejamu/host); dan faktor


(34)

xxxvii

lingkungan. Mikroorganisme (agen) penyebab penyakit diantaranya adalah virus, bakteri, jamur, dan parasit. Penularan penyakit infeksi dari seseorang kepada orang lain umumnya melalui suatu alat atau media perantara yang terkontaminasi mikroorganisme.18,19

Insidens terjadinya penularan penyakit infeksi lebih tinggi ditemukan pada dokter gigi karena seringnya berkontak dengan mikroorganisme yang terdapat di dalam cairan mulut dan darah. Di klinik gigi ataupun di tempat praktek dokter gigi, rute penularan infeksi dapat terjadi melalui:3,6,19

a. Kontak langsung dengan darah, cairan mulut (termasuk saliva), dan cairan tubuh lainnya.

b. Kontak tidak langsung dengan objek yang terkontaminasi.

c. Kontak mata, hidung, mulut atau membran mukosa dengan droplet yang mengandung mikroorganisme patogen dari pasien yang terinfeksi.

d. Terhirup mikroorganisme yang mengendap di udara dalam waktu yang lama.

Beberapa penyakit yang dapat ditularkan selama perawatan gigi antara lain hepatitis, herpes simpleks, HIV/AIDS, tuberkulosis, dan sebagainya.

2.5.1 Hepatitis

Hepatitis adalah penyakit yang ditularkan oleh virus. Dalam bidang kedokteran gigi dikenal hepatitis B dan C yang mempunyai risiko penularan yang tinggi. Risiko penularan hepatitis dari dokter gigi ke pasien adalah sangat kecil


(35)

xxxviii

apabila dibandingkan risiko penularan dari pasien ke pekerja kesehatan gigi yang jauh lebih besar.8,20

Hepatitis B disebabkan oleh Hepatitis B Virus (HBV). Terdapat dua macam pola penularan hepatitis B yaitu pola penularan horizontal (penularan melalui kulit, penularan melalui mukosa seperti mulut, mata, hidung, saluran makan bagian bawah dan alat kelamin) dan pola penularan vertikal (dari ibu hamil yang mengidap hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan). Dalam bidang kedokteran gigi, penyakit hepatitis B dapat ditularkam melalui darah, saliva, dan sekret nasofaringeal. Di dalam mulut konsentrasi HBV tertinggi terdapat di sulkus gingiva. Penyakit hepatitis B dapat di cegah dengan imunisasi.21

Hepatitis C disebabkan oleh Hepatitis C Virus (HCV). Penularan penyakit hepatitis C ini sama seperti hepatitis B. Akan tetapi, belum ada imunisasi yang dapat mencegah terjadinya penyakit ini.21

2.5.2 Herpes simpleks

Virus penyebab herpes simpleks dapat diklasifikasikan menjadi virus herpes simpleks tipe-1 (HSV-1) dan virus herpes simpleks tipe-2 (HSV-2). Antibodi untuk

HSV-1 terdapat hampir universal pada populasi dewasa.HSV-1 memiliki manifestasi primer di rongga mulut. Meskipun kebanyakan HSV-2 melibatkan daerah genital, kurang lebih 10% lesi oral adalah tipe 2. Lesi yang disebabkan oleh HSV-1 secara klinis tidak bisa dibedakan dengan HSV-2. Ada beberapa indikasi bahwa 5% pasien herpes rongga mulut yang asimtomatik mempunyai virus pada salivanya. Karena


(36)

xxxix

hampir semua pasien dewasa secara potensial dapat menularkan virus melalui saliva, semua lesi di dalam mulut harus dirawat dengan hati-hati.8

2.5.3 HIV/AIDS

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yang artinya menurunkan system kekebalan tubuh. Penyebab penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno Deviciency Virus) yaitu sejenis virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. Cara penularan HIV sampai saat ini diketahui adalah melalui hubungan seksual (homoseksual maupun heteroseksual) dan secara non seksual (darah atau produk darah dan transplasental/perinatal). Yang perlu di perhatikan bahwa seorang pengidap HIV dapat tampak sehat tetapi potensial sebagai sumber penularan seumur hidup.22

Ketakutan terkena infeksi HIV/AIDS melanda semua orang termasuk dokter gigi sebagai seorang tenaga kesehatan yang selalu berkontak dengan saliva dan darah. Cara penularan dapat berupa infeksi silang dari pasien ke pasien melalui alat-alat tercemar. Di bidang kedokteran gigi, tindakan perawatan yang berisiko penularan antara lain berupa pencabutan gigi, pembersihan karang gigi, pengasahan gigi terutama di daerah servikal, insisi, serta tindakan lain yang dapat menimbulkan luka.7

Di bidang kedokteran gigi, masalah HIV/AIDS cukup mendapat perhatian karena adanya manifestasi HIV/AIDS di rongga mulut. Oral Candidiasis dan hairy leukoplakia dapat merupakan awal manifestasi klinis dan dapat juga sebagai tanda perkembangan penyakit dan memperburuk prognosis. Ada laporan yang mengatakan


(37)

xl

bahwa selain terdapat pada darah, virus HIV yang menjadi penyebab AIDS juga ditemukan dalam saliva meskipun dalam kadar kecil.8,23

2.5.4 Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.

Penularan penyakit ini melalui perantara ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu penderita batuk, butir-butir air ludah berterbangan di udara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk ke dalam paru-parunya kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.24

Penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang menular. Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfa, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat dan perut.24

Penderita TB dapat menunjukkan gejala klinis di rongga mulut, walaupun sangat jarang dan pada umumnya merupakan manifestasi sekunder dari TB paru. Manifestasi TB di rongga mulut dapat berbentuk ulserasi di dorsum lidah, gingiva, dasar mulut, mukosa bukal dan labial, palatum lunak, tersering ditemukan di lidah.25


(38)

xli

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif.

3.2 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah dokter gigi praktek di kota Medan yaitu sebanyak 530 orang.

3.3 Besar Sampel

Penentuan besar sampel berdasarkan estimasi proporsi dengan presisi mutlak. Prakiraan proporsi berdasarkan hasil penelitian Terence Wibowo menunjukkan proporsi dokter gigi yang melakukan upaya pencegahan penyakit menular sebesar 87%. Besar sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

N Z21-α/2P (1-P)

n =

(N-1) d2+ Z21-α/2P (1-P)

Berdasarkan perhitungan dengan derajat kepercayaan 95% dan presisi mutlak 5% diperoleh sampel minimal 132 responden. Pada penelitian ini ditentukan besar sampel 150 responden.


(39)

xlii

3.4 Cara Sampling

Cara sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel berdasarkan ciri dan tujuan tertentu. Karena keterbatasan waktu dan biaya, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan penggolongan kecamatan di kota Medan yaitu lingkar dalam dan lingkar luar. Di Lingkar dalam terdapat sebanyak 326 praktek dokter gigi dan di lingkar luar sebanyak 204 praktek dokter gigi. Berdasarkan jumlah tersebut, didapatlah jumlah sampel penelitian di lingkar dalam sebanyak 92 responden dan di lingkar luar sebanyak 58 responden (Tabel 1).

Tabel 1. KOMPOSISI JUMLAH UKURAN SAMPEL PENELITIAN

PEMBAGIAN

DOKTER GIGI JUMLAH UKURAN SAMPEL

(a) (b) = (a) / 530 x 150

LINGKAR DALAM 326 92

LINGKAR LUAR 204 58

TOTAL 530 150

3.5 Variabel Penelitian

a. Usia responden, terdiri atas < 30 tahun, 31 40 tahun, 41 50 tahun, 51 -60 tahun, dan > -60 tahun.

b. Lama praktek responden, terdiri atas < 10 tahun, 11 - 20 tahun, 21 - 30 tahun, dan > 30 tahun

c. Pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi yang meliputi pengetahuan tentang penyakit yang berisiko tinggi menular di praktek, cara penularan penyakit hepatitis B dan C, cara penularan penyakit


(40)

xliii

HIV/AIDS, cara penularan penyakit tuberkulosis, pengertian standard precautions, teknik mencuci tangan yang benar, langkah perlindungan diri, penggunaan masker yang memenuhi syarat, penggunaan sarung tangan, langkah meminimalkan risiko percikan, imunisasi yang penting bagi dokter gigi, langkah pemrosesan instrumen, peralatan yang perlu diberi disinfektan, bahan disinfektan yang digunakan sebagai antiseptik dan antiplak, serta jenis sampah medis yang ditempatkan dalam wadah khusus sebelum dibuang.

d. Sikap responden terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi yang meliputi sikap responden terhadap pasien yang menderita penyakit menular yang datang ke praktek, sikap responden jika jas praktek terkontaminasi ketika memberi perawatan, sikap responden jika sarung tangan robek ketika memberi perawatan, sikap responden jika masker terkontaminasi, sikap responden terhadap penggunaan instrumen, sikap responden terhadap penggunaa spuit dan jarum suntik, dan sikap responden terhadap sampah medis di praktek.

e. Tindakan responden terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi yang meliputi penggunaan jas praktek, sarung tangan, masker, kaca mata pelindung, rubber dam, imunisasi hepatitis B, pensterilan instrumen pemeriksaan, instrumen pencabutan, instrumen penambalan,dan alat skeler, disinfeksi dental unit

danhandpiece, penggunaan jarum suntik, penanganan sampah medis.

3.6 Definisi Operasional

a. Usia responden yaitu usia responden berdasarkan ulang tahun terakhir yang langsung ditanyakan kepada responden.


(41)

xliv

b. Lama praktek responden yaitu sudah berapa tahun responden praktek sejak menjadi dokter gigi.

e. Pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi yang ditanyakan dalam bentuk pertanyaan yang telah dipersiapkan dengan jawaban benar dan salah. Pertanyaan yang diajukan meliputi pengetahuan tentang penyakit yang berisiko tinggi menular di praktek, cara penularan penyakit hepatitis B dan C, cara penularan penyakit HIV/AIDS, cara penularan penyakit tuberkulosis, pengertian standard precautions, teknik mencuci tangan yang benar, langkah perlindungan diri, penggunaan masker yang memenuhi syarat, penggunaan sarung tangan, langkah meminimalkan risiko percikan, imunisasi yang penting bagi dokter gigi, langkah pemrosesan instrumen, peralatan yang perlu diberi disinfektan, bahan disinfektan yang digunakan sebagai antiseptik dan antiplak, serta jenis sampah medis yang ditempatkan dalam wadah khusus sebelum dibuang.

e. Sikap responden terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi yang ditanyakan dalam bentuk pertanyaan yang telah dipersiapkan dengan jawaban benar dan salah. Pertanyaan yang diajukan mengenai sikap responden terhadap pasien yang menderita penyakit menular yang datang ke praktek, sikap responden jika jas praktek terkontaminasi ketika memberi perawatan, sikap responden jika sarung tangan robek ketika memberi perawatan, sikap responden jika masker terkontaminasi, sikap responden terhadap penggunaan instrumen, sikap responden terhadap penggunaa spuit dan jarum suntik, dan sikap responden terhadap sampah medis di praktek.


(42)

xlv

f. Tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek yang ditanyakan dalam bentuk pertanyaan yang telah dipersiapkan dengan jawaban selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah. Pertanyaan yang diajukan meliputi penggunaan jas praktek, sarung tangan, masker, kaca mata pelindung, rubber dam, imunisasi hepatitis B, pensterilan instrumen pemeriksaan, instrumen pencabutan, instrumen penambalan, dan alat skeler, disinfeksi dental unit dan handpiece, penggunaan jarum suntik, penanganan sampah medis.

Selain itu, dilakukan observasi terhadap tindakan dokter gigi di praktek, yang meliputi penggunaan jas praktek, sarung tangan, masker, kacamata pelindung, alat sterilisasi, dan tempat sampah medis.

3.7 Cara Pengumpulan Data

Peneliti memperoleh data dari Sekretariat PDGI Medan berupa daftar identitas dokter gigi praktek di kota Medan. Penyebaran kuesioner dengan cara memberikan kuesioner secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden, dengan ketentuan untuk setiap praktek, baik praktek pribadi maupun praktek bersama, hanya satu orang dokter gigi saja yang mengisi kuesioner.

Kuesioner yang diajukan terdiri atas tiga bagian pertanyaan, yaitu pertanyaan mengenai pengetahuan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek, sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek, dan tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek.

Pengetahuan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek diukur melalui lima belas pertanyaan. Responden yang menjawab benar diberi skor 1


(43)

xlvi

dan yang menjawab salah diberi skor 0, sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 15. Selanjutnya dikategorikan atas pengetahuan baik, cukup, dan kurang. Kategori baik apabila skor jawaban responden > 80% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila skor jawaban responden 79% - 60% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika skor jawaban responden < 60% dari nilai tertinggi (Tabel 2).

Tabel 2. KATEGORI PENGETAHUAN

Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor

Kuesioner

(15 pertanyaan)

Jawaban salah = 0

Jawaban benar = 1

Baik: > 80% dari nilai tertinggi 12 - 15

Cukup: 60% < skor < 79% dari nilai

tertinggi

10 - 11

Kurang : < 60% dari nilai tertinggi < 10

Sikap dokter gigi terhadap penyakit menular di parktek diukur melalui tujuh pertanyaan. Responden yang menjawab benar diberi skor 1 dan yang menjawab salah diberi skor 0, sehinggan skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 7. Selanjutnya dikategorikan atas sikap baik, cukup, dan kurang. Kategori baik apabila skor jawaban responden > 80% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila skor jawaban responden 60% - 79% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika skor jawaban responden < 60% dari nilai tertinggi (Tabel 3).


(44)

xlvii

Tabel 3. KATEGORI SIKAP

Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor

Kuesioner

(7 pertanyaan)

Jawaban salah = 0

Jawaban benar = 1

Baik: > 80% dari nilai tertinggi 6 - 7

Cukup: 60% < skor < 79% dari nilai

tertinggi

4 - 5

Kurang : < 60% dari nilai tertinggi < 4

Tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek diukur melalui tujuh belas pertanyaan. Responden yang mejawab selalu diberi skor 2, kadang-kadang diberi skor 1, dan tidak pernah diberi skor 0, sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 34. Selanjutnya dikategorikan atas baik, cukup, dan kurang. Kategori baik apabila skor jawaban responden > 80% dari nilai tertinggi, kategori cukup apabila skor jawaban responden 79% - 60% dari nilai tertinggi, dan kategori kurang jika skor jawaban responden < 60% dari nilai tertinggi (Tabel 4).

Tabel 4. KATEGORI TINDAKAN

Alat ukur Hasil ukur Kategori penilaian Skor

Kuesioner

(17 pertanyaan)

Tidak dilakukan = 0

Kadang-kadang = 1

Selalu = 2

Baik: > 80% dari nilai tertinggi 27 - 34

Cukup: 60% < skor < 79% dari nilai

tertinggi

20 - 26


(45)

xlviii

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pada pengolahan data dilakukan proses editing. Data yang terkumpul dikoreksi ketepatan dan dilanjutkan dengan pengkodean. Setelah itu, data diolah menggunakan MS Excel. Selanjutnya, dilakukan analisis data dengan melihat persentase data yang terkumpul dan disajikan dalam tabel-tabel distribusi frekuensi.


(46)

xlix

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi

Hasil penelitian tentang pengetahuan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek menunjukkan sebanyak 99,33% dokter gigi mengetahui bahwa menggunakan sarung tangan, masker, dan kacamata pelindung merupakan langkah perlindungan diri. Sebanyak 98,67% mengetahui bahwa imunisasi hepatitis B penting bagi dokter gigi. Selain itu, sebanyak 98% juga mengetahui bahwa jarum, pisau skalpel, dan gigi yang diekstraksi merupakan sampah medis yang harus dimasukkan ke dalam wadah khusus sebelum dibuang. Sebanyak 96% mengetahui cara penularan penyakit HIV/AIDS melalui darah dan hubungan kelamin, dan 89,33% mengetahui tentang penggunaan masker yang memenuhi syarat. Sebanyak 82% mengetahui tentang definisi standard precautions yaitu langkah-langkah yang perlu diikuti ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa. Hanya 46% yang mengetahui tentang langkah pemrosesan instrumen yang mencakup pembersihan, pengemasan, pensterilan, dan penyimpanan (Tabel 5).


(47)

l

Tabel 5. DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN DOKTER GIGI TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI (n=150)

No

Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Pencegahan

Penyakit Menular di Praktek

Benar Salah

Jumlah % Jumlah %

1 Penyakit yang berisiko tinggi di praktek 73 48,67 77 51,33

2 Cara penularan hepatitis B dan C 123 82,00 27 18,0

3 Cara penularan HIV/AIDS 144 96,00 6 4,0

4 Cara penularan Tuberkulosis 142 94,67 8 5,33

5 Definisistandard precautions 123 82,00 27 18,0

6 Teknik cuci tangan yang benar 122 81,33 28 18,67

7 Langkah perlindungan diri 149 99,33 1 0,67

8 Penggunaan masker yang baik 134 89,33 16 10,67

9 Syarat sarung tangan yang baik 139 92,67 11 7,33

10 Langkah meminimalkan risiko percikan 139 92,67 11 7,33

11 Imunisasi penting bagi dokter gigi 148 98,67 2 1,33

12 Langkah pemrosesan instrumen 69 46,00 81 54,00

13 Alat/peralatan yang dilakukan disinfeksi permukaan 119 79,33 31 20,67

14

Bahan disinfektan yang digunakan sebagai

antiseptik dan kontrol plak 105 70,00 45 30,00

15

Sampah medis yang harus dimasukkan ke dalam


(48)

li

Dari lima belas pertanyaan yang diajukan, diketahui bahwa dari segi pengetahuan sebanyak 95,34% dokter gigi tergolong dalam kategori baik dan cukup, dan hanya 4,67% tergolong dalam kategori kurang (Tabel 6).

Tabel 6. KATEGORI PENGETAHUAN DOKTER GIGI TENTANG

PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI (n=150)

Kategori Pengetahuan Jumlah Persentase

Baik 85 56,67

Cukup 58 38,67

Kurang 7 4,67

Jumlah 150 100

4.2 Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek

Berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi yang berusia muda lebih mengetahui tentang pencegahan penyakit menular di praktek dibandingkan dengan yang lebih tua. Hal ini dapat dilihat dari 46,30% dokter gigi yang mengetahui penggunaan sarung tangan, masker, dan kacamata pelindung sebagai langkah perlindungan diri dan 47,20% yang mengetahui cara penularan penyakit HIV/AIDS melalui darah dan hubungan kelamin adalah yang berusia < 30 tahun. Sebanyak 33,33% yang menjawab salah tentang definisi standard precautions


(49)

lii

pennggunaan masker yang memenuhi syarat adalah yang berusia 31 - 40 tahun (Tabel 7).

Tabel 7. DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN DOKTER GIGI TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI BERDASARKAN USIA (n=150)

No

Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Pencegahan penyakit

Menular Di Praktek Dokter Gigi

Usia

Total < 30 tahun

31 - 40 tahun

41 - 50 tahun

51 - 60 tahun

> 60 tahun

f % f % f % f % f %

1

Penyakit yang berisiko tinggi di

praktek

Benar 36 46,75 17 22,08 11 14,29 7 9,091 2 2,6 77 Salah 34 46,58 17 23,29 14 19,18 8 10,96 4 5,48 73 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

2

Cara penularan hepatitis B dan C

Benar 54 43,9 30 24,39 21 17,07 14 11,38 4 3,25 123 Salah 16 59,26 4 14,81 4 14,81 1 3,704 2 7,41 27 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

3

Cara penularan HIV/AIDS

Benar 68 47,22 32 22,22 24 16,67 14 9,722 6 4,17 144 Salah 2 33,33 2 33,33 1 16,67 1 16,67 0 0 6 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

4

Cara penularan Tuberkulosis

Benar 67 47,18 32 22,54 23 16,2 14 9,859 6 4,23 142

Salah 3 37,5 2 25 2 25 1 12,5 0 0 8

Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

5

Definisistandard precaution

Benar 64 52,03 29 23,58 16 13,01 12 9,756 2 1,63 123 Salah 6 22,22 5 18,52 9 33,33 3 11,11 4 14,8 27 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

6

Teknik cuci tangan yang benar

Benar 58 47,54 30 24,59 20 16,39 10 8,197 4 3,28 122 Salah 12 42,86 4 14,29 5 17,86 5 17,86 2 7,14 28 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

7

Langkah perlindungan diri

Benar 69 46,31 34 22,82 25 16,78 15 10,07 6 4,03 149

Salah 1 100 0 0 0 0 0 0 0 0 1


(50)

liii

8

Penggunaan masker yang baik

Benar 67 50 28 20,9 23 17,16 11 8,209 5 3,73 134 Salah 3 18,75 6 37,5 2 12,5 4 25 1 6,25 16 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

9

Syarat sarung tangan yang baik

Benar 69 49,64 32 23,02 21 15,11 11 7,914 6 4,32 139 Salah 1 9,091 2 18,18 4 36,36 4 36,36 0 0 11 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

10

Langkah meminimalkan risiko

percikan

Benar 69 49,64 33 23,74 22 15,83 12 8,633 3 2,16 139 Salah 1 9,091 1 9,091 3 27,27 3 27,27 3 27,3 11 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

11

Imunisasi penting bagi dokter gigi

Benar 70 47,3 34 22,97 23 15,54 15 10,14 6 4,05 148

Salah 0 0 0 0 2 100 0 0 0 0 2

Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

12

Langkah pemrosesan instrumen

Benar 30 43,48 18 26,09 14 20,29 5 7,246 2 2,9 69 Salah 40 49,38 16 19,75 11 13,58 10 12,35 4 4,94 81 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

13

Alat/peralatan yang dilakukan disinfeksi

permukaan

Benar 60 50,42 25 21,01 18 15,13 10 8,403 6 5,04 119 Salah 10 32,26 9 29,03 7 22,58 5 16,13 0 0 31 Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

14

Bahan disinfektan yang digunakan sebagai antiseptik dan

kontrol plak

Benar 52 49,52 27 25,71 16 15,24 6 5,714 4 3,81 105 Salah 18 40 7 15,56 9 20 9 20 2 4,44 45

Total 70 46,67 34 22,67 25 16,67 15 10 6 4 150

15

Sampah medis yang harus dimasukkan ke dalam wadah khusus

Benar 69 46,94 34 23,13 24 16,33 14 9,524 6 4,08 147 Salah 1 33,33 0 0 1 33,33 1 33,33 0 0 3 Total 70 46,67 34 22,7 25 16,7 15 10 6 4 150


(51)

liv

Berdasarkan lama praktek, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi yang baru beberapa tahun praktek lebih mengetahui tentang pencegahan penyakit menular di praktek dibandingkan dengan yang telah lama praktek. Hal ini terlihat dari 64,43% dokter gigi yang mengetahui bahwa penggunaan sarung tangan, masker, dan kacamata pelindung sebagai langkah perlindungan diri dan 66,39% yang mengetahui tentang teknik mencuci tangan yang benar adalah yang telah praktek selama < 10 tahun. Akan tetapi, 44,44% yang menjawab salah tentang definisi standard precautionsadalah yang telah praktek selama 11 - 20 tahun (Tabel 8).


(52)

lv

Tabel 8. DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN DOKTER GIGI TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI BERDASARKAN LAMA PRAKTEK (n=150)

No

Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Pencegahan Penyakit Menular Di

Praktek

Lama Praktek

Total < 10 tahun 11 - 20 tahun 21 - 30 tahun > 30 tahun

f % f % f % f %

1 Penyakit yang berisiko tinggi di praktek

Benar 48 65,75 18 24,66 5 6,85 2 2,74 73 Salah 49 63,64 19 24,68 8 10,39 1 1,30 77 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 2 Cara penularan hepatitis B

dan C

Benar 78 63,41 31 25,20 12 9,76 2 1,63 123 Salah 19 70,37 6 22,22 1 3,71 1 3,70 27 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2 150 3 Cara penularan HIV/AIDS

Benar 93 64,58 37 25,69 11 7,64 3 2,08 144

Salah 4 66,67 0 0 2 33,33 0 0 6

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 4 Cara penularan

Tuberkulosis

Benar 94 66,2 33 23,24 12 8,45 3 2,11 142

Salah 3 37,5 4 50 1 12,50 0 0 8

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 5 Definisistandard

precaution

Benar 86 69,92 25 20,33 11 8,94 1 0,81 123 Salah 11 40,74 12 44,44 2 7,41 2 7,41 27 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2 150 6 Teknik cuci tangan yang

benar

Benar 81 66,39 29 23,77 10 8,20 2 1,64 122 Salah 16 57,14 8 28,57 3 10,71 1 3,57 28 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 7 Langkah perlindungan diri

Benar 96 64,43 37 24,83 13 8,73 3 2,01 149

Salah 1 100 0 0 0 0 0 0 1

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 8 Penggunaan masker yang

baik

Benar 89 66,42 33 24,63 9 6,72 3 2,24 134 Salah 8 50,00 4 25,00 4 25,00 0 0 16 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 9 Syarat sarung tangan yang

baik

Benar 95 68,35 31 22,3 10 7,20 3 2,16 139 Salah 2 18,18 6 54,55 3 27,27 0 0 11 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 10 Langkah meminimalkanrisiko percikan

Benar 95 68,35 33 23,74 10 7,20 1 0,720 139 Salah 2 18,18 4 36,36 3 27,27 2 18,18 11 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 11 Imunisasi penting bagi

dokter gigi

Benar 96 64,86 36 24,32 13 8,78 3 2,03 148

Salah 1 50 1 50 0 0 0 0 2

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 12 Langkah pemrosesan

instrumen

Benar 45 65,22 21 30,43 3 4,348 0 0 69 Salah 52 64,2 16 19,75 10 12,35 3 3,70 81 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 13

Alat/peralatan yang dilakukan disinfeksi

permukaan

Benar 78 65,55 29 24,37 9 7,56 3 2,52 119 Salah 19 61,29 8 25,81 4 12,90 0 0 31 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 14

Bahan disinfektan yang digunakan sebagai antiseptik dan kontrol plak

Benar 73 69,52 24 22,86 6 5,71 2 1,91 105 Salah 24 53,33 13 28,89 7 15,56 1 2,22 45 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150 15

Sampah medis yang harus dimasukkan ke dalam

wadah khusus

Benar 96 65,31 36 24,49 12 8,16 3 2,04 147 Salah 1 33,33 1 33,33 1 33,33 0 0 3 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,67 3 2,00 150


(53)

lvi

Dari lima belas pertanyaan yang diajukan, hasil penelitian menunjukkan semakin muda usia dokter gigi, semakin baik pengetahuannya tentang pencegahan penyakit menular di praktek, dan sebaliknya semakin tua usia dokter gigi semakin kurang pengetahuannya tentang pencegahan penyakit menular di praktek. Hal ini terlihat dari 50,59% dokter gigi yang tergolong dalam kategori pengetahuan baik dan 43,10% yang tergolong dalam kategori pengetahuan cukup adalah yang berusia < 30 tahun, sedangkan 71,43% yang tergolong dalam kategori pengetahuan kurang adalah yang berusia 41 - 50 tahun (Tabel 9).

Selain itu, semakin lama dokter gigi praktek maka semakin kurang pengetahuannya tentang pencegahan penyakit menular di praktek dan sebaliknya. Hal ini terlihat dari 74,12% dokter gigi yang tergolong dalam kategori pengetahuan baik dan 55,17% yang tergolong dalam kategori pengetahuan cukup adalah yang telah praktek selama < 10 tahun, sedangkan 57,14% yang tergolong dalam kategori pengetahuan kurang adalah yang telah praktek selama 11–20 tahun (Tabel 9).


(54)

lvii

Tabel 9. KATEGORI PENGETAHUAN DOKTER GIGI TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK BERDASARKAN USIA DAN LAMA PRAKTEK (n=150)

Karakteristik Dokter Gigi

Kategori Pengetahuan

Total Baik Cukup Kurang

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Usia

< 30 tahun 43 50,59 25 43,10 0 0 68 31 - 40 tahun 25 29,41 9 15,52 0 0 34 41 - 50 tahun 12 14,12 10 17,24 5 71,43 27 51 - 60 tahun 4 4,706 9 15,52 2 28,57 15 > 60 tahun 1 1,176 5 8,621 0 0 6 Jumlah 85 100 58 100 7 100 150

Lama Parktek

< 10 tahun 11 - 20 tahun

63 74,12 32 55,17 1 14,29 96 18 21,18 16 27,59 4 57,14 38 21 - 30 tahun 3 3,529 8 13,79 2 28,57 13 > 30 tahun 1 1,176 2 3,448 0 0 3 Jumlah 85 100 58 100 7 100 150

4.3 Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi

Hasil penelitian mengenai sikap dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dokter gigi menunjukkan semua dokter gigi (100%) tetap memberi perawatan meskipun diketahui pasien menderita penyakit menular. Sebanyak 95,33% setuju untuk mengganti sarung tangan yang robek saat menangani pasien, sedangkan 84,67% memilih mengganti jas praktek yang telah terkontaminasi darah, saliva, dan debris setelah selesai menangani pasien (Tabel 10).


(55)

lviii

PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI (n=150)

No Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular di Praktek

Benar Salah Jumlah % Jumlah % 1 Terhadap pasien pembawa penyakit menular 150 100 0 0

2

Jika jas praktek yang terkontaminasi darah, saliva,

atau debris ketika merawat pasien 127 84,67 23 15,33

3

Jika sarung tangan yang robek ketika merawat

pasien 143 95,33 7 4,67 4 Jika masker terkontaminasi 145 96,67 5 3,33 5 Terhadap instrumen yang digunakan 147 98,0 3 2,00 6 Terhadap penggunaan jarum suntik 137 91,33 13 8,67 7 Terhadap penanganan sampah medis 143 95,33 7 4,67

Dari tujuh pertanyaan yang diajukan, dapat diketahui bahwa dari segi sikap sebanyak 92% dokter gigi tergolong dalam kategori baik, 6,67% tergolong dalam kategori cukup dan hanya 1,33% tergolong dalam kategori kurang (Tabel 11).

Tabel 11. KATEGORI SIKAP DOKTER GIGI TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI (n=150)

Kategori Sikap Jumlah Persentase

Baik 138 92

Cukup 10 6,67

Kurang 2 1,33

Jumlah 150 100

4.4 Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi Berdasarkan Usia dan Lama Praktek

Berdasarkan usia, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi yang berusia muda memiliki sikap yang lebih baik terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dibandingkan dengan yang lebih tua. Hal ini terlihat dari 46,67% dokter gigi yang tetap memberi perawatan meskipun diketahui pasien menderita penyakit menular dan 47,24% yang memilih mengganti jas praktek yang telah terkontaminasi


(56)

lix

adalah yang berusia < 30 tahun. Akan tetapi, 40% yang tidak setuju untuk mengganti mengganti masker yang terkontaminasi adalah yang berusia 31 - 40 tahun (Tabel 12).

Tabel 12. DISTRIBUSI FREKUENSI SIKAP DOKTER GIGI TERHADAP

PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI BERDASARKAN USIA (n=150)

No

Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan penyakit Menular Di Praktek Usia Total < 30 tahun 31 - 40 tahun

41 - 50 tahun

51 - 60

tahun > 60 tahun

f % f % f % f % f %

1

Terhadap pasien pembawa penyakit

menular

Benar 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150

Salah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150 2

Jika jas praktek yang terkontaminasi

Benar 60 47.24 30 23.62 20 15.75 12 9.45 5 3.94 127 Salah 10 43.48 4 17.39 5 21.74 3 13.04 1 4.35 23 Total 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150 3

Jika sarung tangan yang robek ketika

perawatan

Benar 65 45.45 34 23.78 25 17.48 14 9.79 5 3.50 143 Salah 6 85.71 0 0.00 0 0.00 1 14.29 1 14.29 7 Total 71 47.33 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150 4 Jika masker

terkontaminasi

Benar 68 46.90 32 22.07 25 17.24 14 9.66 6 4.14 145 Salah 2 40.00 2 40.00 0 0.00 1 20.00 0 0.00 5 Total 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150 5

Terhadap instrumen yang

digunakan

Benar 68 46.26 34 23.13 25 17.01 15 10.20 5 3.40 147

Salah 2 66.67 0 0 0 0 0 0 1 33.33 3

Total 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150 6

Terhadap penggunaan jarum

suntik

Benar 64 46.72 32 23.36 22 16.06 13 9.49 6 4.38 137 Salah 6 46.15 2 15.38 3 23.08 2 15.38 0 0.00 13 Total 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150 7

Terhadap penanganan sampah medis

Benar 67 46.85 34 23.78 23 16.08 14 9.79 5 3.50 143 Salah 3 42.86 0 0 2 28.57 1 14.29 1 14.29 7 Total 70 46.67 34 22.67 25 16.67 15 10.00 6 4.00 150


(57)

lx

Berdasarkan lama praktek, hasil penelitian menunjukkan dokter gigi yang baru beberapa tahun praktek memiliki sikap yang lebih baik terhadap pencegahan penyakit menular di praktek dibandingkan dengan yang telah lama praktek. Hal ini terlihat dari 64,67% dokter gigi yang tetap memberi perawatan meskipun diketahui pasien menderita penyakit menular dan 64,34% yang setuju untuk mengganti sarung tangan yang robek saat menangani pasien adalah yang telah praktek selama < 10 tahun (Tabel 13).


(58)

lxi

Tabel 13. DISTRIBUSI FREKUENSI SIKAP DOKTER GIGI TERHADAP

PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI BERDASARKAN LAMA PRAKTEK (n=150)

No

Sikap Dokter Gigi Terhadap Pencegahan

Penyakit Menular Di Praktek

Lama Praktek

Total < 10 tahun 11 - 20 tahun 21 - 30 tahun > 30 tahun

f % f % f % f %

1

Sikap dokter terhadap pasien pembawa penyakit menular

Benar 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150

Salah 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150 2

Sikap dokter jika jas praktek yang terkontaminasi

Benar 84 66,14 30 23,62 11 8,661 2 1,575 127 Salah 13 56,52 7 30,43 2 8,696 1 4,348 23 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150 3

Sikap dokter jika sarung tangan yang robek

ketika perawatan

Benar 92 64,34 37 25,87 11 7,692 3 2,098 143

Salah 5 71,43 0 0 2 28,57 0 0 7

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150 4 Sikap dokter jika

masker terkontaminasi

Benar 93 64,14 37 25,52 12 8,276 3 2,069 145

Salah 4 80 0 0 1 20 0 0 5

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150 5

Sikap dokter terhadap instrumen yang

digunakan

Benar 95 64,63 37 25,17 13 8,844 2 1,361 147

Salah 2 66,67 0 0 0 0 1 33,33 3

Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150 6

Sikap dokter terhadap penggunaan jarum

suntik

Benar 89 64,96 33 24,09 12 8,759 3 2,19 137 Salah 8 61,54 4 30,77 1 7,692 0 0 13 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150 7

Sikap dokter terhadap penanganan sampah

medis

Benar 94 65,73 35 24,48 12 8,392 2 1,399 143 Salah 3 42,86 2 28,57 1 14,29 1 14,29 7 Total 97 64,67 37 24,67 13 8,667 3 2 150

Dari tujuh pertanyaan yang diajukan, hasil penelitian menunjukkan semakin muda usia dokter gigi maka semakin baik sikapnya terhadap pencegahan penyakit menular di praktek. Hal ini terlihat dari 46,38% dokter gigi yang tergolong dalam kategori sikap baik dan 40% yang tergolong dalam kategori cukup adalah yang berusia < 30 tahun, sedangkan 100% yang tergolong dalam kategori kurang adalah yang berusia 41 - 50 tahun (Tabel 14).


(59)

lxii

Selain itu, semakin lama dokter gigi praktek maka semakin kurang sikapnya tethadap pencegahan penyakit menular di praktek. Hal ini terlihat dari 65,95% dokter gigi yang tergolong dalam kategori sikap baik dan 40% yang tergolong dalam kategori cukup adalah yang telah praktek selama < 10 tahun, sedangkan 50% yang tergolong dalam kategori cukup adalah yang telah praktek selama 11 - 20 tahun (Tabel 14).

Tabel 14. KATEGORI SIKAP DOKTER GIGI TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI

BERDASARKAN USIA DAN LAMA PRAKTEK (n=150)

Karakteristik Dokter Gigi

Kategori Sikap

Total Baik Cukup Kurang

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Usia

<30 64 46,38 4 40,00 0 0 68

31-40 34 24,64 0 0 0 0 34

41-50 22 15,94 3 30,00 2 100 27 51-60 13 9,42 2 20,00 0 0 15 >60 5 3,623 1 10,00 0 0 6 Jumlah 138 100 10 100 2 100 150

Lama Parktek

< 10 tahun 91 65,94 4 40,00 1 50 96 11 - 20 tahun 34 24,64 3 30,00 1 50 38 21 - 30 tahun 11 7,971 2 20,00 0 0 13 > 30 tahun 2 1,449 1 10,00 0 0 3

Jumlah 138 100 10 100 2 100 150

4.5 Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Di Praktek Dokter Gigi

Hasil penelitian mengenai tindakan dokter gigi terhadap pencegahan penyakit menular di praktek menunjukkan semua dokter gigi (100%) selalu menggunakan


(60)

lxiii

jarum suntik sekali pakai untuk anastesi, 97,33% selalu mensterilkan instrumen pencabutan sebelum digunakan, dan 92% selalu menggunakan sarung tangan ketika merawat pasien. Selain itu, sebanyak 94,67% selalu menggunakan masker ketika merawat pasien tetapi hanya 43,33% yang selalu mengganti masker setelah merawat pasien. Sebanyak 70% pernah mendapat imunisasi hepatitis B. Akan tetapi, hanya 21,33% yang menggunakan kacamata pelindung dan 8% yang menggunakan rubber damketika merawat pasien (Tabel 15).


(61)

lxiv

Tabel 15. DISTRIBUSI FREKUENSI TINDAKAN DOKTER GIGI TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PRAKTEK DOKTER GIGI (n=150)

No

Tindakan Dokter Gigi Terhadap Pencegahan Penyakit Menular di

Praktek

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1

Menggunakan jas praktek yang

bersih dan sudah dicuci 134 89,33 14 9,33 2 1,33

2

Mencuci tangan sebelun dan

sesudah perawatan 142 94,67 5 3,33 3 2,00

3

Menggunakan sarung tangan ketika

merawat pasien 138 92,00 11 7,33 1 0,67

4

Mengganti sarung tangan setelah

merawat pasien 142 94,67 7 4,67 1 1,67

5

Menggunakan masker ketika

merawat pasien 142 94,67 8 5,33 0 0

6

Mengganti masker setelah merawat

pasien 65 43,33 80 53,33 5 3,33

7

Menggunakan kacamata pelindung

ketika merawat pasien 32 21,33 82 54,67 36 24,00

8

Menggunakanrubber damketika

merawat pasien 12 8,00 61 40,67 77 51,33 9 Mendapatkan imunisasi hepatitis B 105 70,00 0 0 45 30,00

10

Mensterilkan instrumen

pemeriksaan sebelum digunakan 142 94,67 8 5,33 0 0

11

Mensterilkan instrumen

pencabutan sebelum digunakan 146 97,33 4 2,67 0 0

12

Mensterilkn instrumen penambalan

sebelum digunakan 131 87,33 17 11,33 2 1,33

13

Mensterilkan alat skeler sebelum

digunakan 136 90,67 14 9,33 0 0

14

Mendisinfeksidental unitsecara

teratur 98 65,33 42 28,00 10 6,67

15

Mendisinfeksihandpiecesecara

teratur 117 78,00 32 21,33 1 0,67

16

Menggunakan jarum suntik sekali

pakai untuk anastesi 150 100 0 0 0 0

17

Membedakan tempat sampah

medis dan non medis 115 76,67 24 16,00 11 7,33

Dari tujuh belas pertanyaan yang diajukan, diketahui bahwa dari segi tindakan sebanyak 78,67% dokter gigi tergolong dalam kategori baik, diikuti 18% tergolong dalam kategori cukup dan hanya 3,33% tergolong dalam kategori kurang (Tabel 16).


(1)

lxxxvii

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada umumnya, dokter gigi praktek di kota Medan memiliki pengetahuan yang baik dan cukup tentang pencegahan penyakit menular di praktek (95,34%). Dari lima belas pertanyaan yang diajukan, diketahui bahwa 96% dokter gigi mengetahui cara penularan penyakit HIV/AIDS melalui darah dan hubungan kelamin, 82% mengetahui definisi standard precautions, dan 99,33% mengetahui penggunaan sarung tangan, masker, dan kacamata pelindung sebagai langkah perlindungan diri. Namun, masih ada yang memiliki pengetahuan kurang (4,67%). Hal ini ditunjukkan oleh 46% mengetahui tentang langkah pemrosesan instrumen yang mencakup pembersihan, pembungkusan, pensterilan, dan penyimpanan yang aseptik. Penelitian ini menunjukkan, dokter gigi berusia muda dan baru beberapa tahun praktek memiliki pengetahuan yan lebih baik dibandingkan yang lebih tua dan telah lama praktek.

Pada umumnya dokter gigi praktek di kota Medan tergolong dalam kategori sikap baik terhadap pencegahan penyakit menular di praktek (92%). Dari tujuh pertanyaan yang diajukan, diketahui bahwa semua dokter gigi (100%) tetap memberikan perawatan meskipun diketahui pasien menderita penyakit menular. Namun, masih ada yang tergolong dalam kategori cukup dan kurang (6,67% dan 1,33%). Hal ini ditunjukkan oleh 15,33% memilih untuk tidak mengganti jas praktek yang terkontaminasi dan 4,67% menolak mengganti sarung tangan yang robek ketika merawat pasien. Penelitian ini menunjukkan, dokter gigi berusia muda dan baru


(2)

lxxxviii

beberapa tahun praktek memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan yang lebih tua dan telah lama praktek.

Pada umumnya, dokter gigi praktek di kota Medan tergolong dalam kategori tindakan baik terhadap pencegahan penyakit menular di praktek (78,67% ). Dari tujuh belas pertanyaan yang diajukan, diketahui bahwa 89,33% dokter gigi selalu menggunakan jas praktek yang bersih ketika merawat pasien, 70% mengaku pernah mendapatkan imunisasi hepatitis B, dan 94,67% selalu menggunakan masker ketika merawat pasien. Namun, masih ada yang tergolong dalam kategori cukup dan kurang (18% dan 3,33%). Hal ini ditunjukkan oleh 43,33% yang selalu mengganti masker setelah perawatan selesai. Penelitian ini menunjukkan, dokter gigi berusia muda dan baru beberapa tahun praktek memiliki tindakan yang lebih baik dibandingkan yang lebih tua dan telah lama praktek.

Berdasarkan hasil observasi, hampir semua dokter gigi menggunakan masker dan sarung tangan ketika memberi perawatan (94,67% dan 92%), tetapi hanya 20% yang menggunakan kacamata pelindung. Pada umumnya dokter gigi yang tidak menggunakan masker, sarung tangan, dan kacamata pelindung tersebut adalah yang berusia lebih tua dan sudah lama praktek.

6.2 Saran

Disarankan kepada setiap dokter gigi, sebaiknya menganggap semua pasien itu sama tanpa memandang status penyakitnya. Semua pasien diperlakukan dengan cara yang memenuhi syarat untuk mencegah terjadinya penularan berbagai jenis penyakit yaitu dengan mengikuti prosedur standard precautions. Diharapkan setiap


(3)

lxxxix

dokter gigi mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran gigi khususnya yang berhubungan dengan pencegahan penyakit menular di praktek. Selain itu, disarankan kepada Tim Pengembang Kurikulum di setiap universitas agar memasukkan materi tentang pencegahan penyakit menular seperti prosedur standard precautions dalam perkuliahan Fakultas Kedokteran Gigi untuk dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam pelaksanaan uji kompetensi bagi dokter gigi.


(4)

xc

DAFTAR PUSTAKA

1. Center for Disease Control and Prevention. Guidline for Infection control in Dental Health-Care Settings. MMWR 2003;52(No. RR-17).

2. Dwiastuti SAP, Dharmawati IA, Wirata IN. Hubungan antara ketersediaan alat dan pengetahuan tentang sterilisasi. Jurnal Skala Husada 2008;5(2):174-5. 3. Sutono IR. Tindakan pencegahan dan penularan penyakit infeksi pada praktek

dokter gigi. <http://www.pdgi-online.com> (21 Oktober 2010).

4. Wibowo T, Parisihni K, Haryanto D.Proteksi dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang. Jurnal PDGI 2009;58(2):6-7.

5. Emir Y, Dugyu S, Sevgi C, Sinasi S, Seda C. A survey of cross-infection control procedures: knowledge and attitudes of Turkish dentists. J Appl Oral Sci 2009;17(6):565.

6. DePaola LG. Instrument management part 1: cleaning and processing in the

dental office. The Infection Control Forum.

<http://www.biotrol.com/pdfs/ICF_05Q4_Web.pdf> (11 Desember 2011).

7. Sondang P.AIDS dan pencegahan penularannya pada praktek dokter gigi. 2004. <http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/1147> (15 Desember 2011). 8. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih Bahasa. Purwanto,

Basoeseno MS. Jakarta: EGC, 1996:1-14.

9. Wicker S, Rabenau HF. A review of the control and prevention of needlestick injuries. European Infectious Disease 2011;5(1):59.


(5)

xci

10. Cleveland JL, Barker LK, Cuny EJ, Panlilio AL. Preventing percutaneous injuries among dental health care personnel. J Am Dent Assoc 2007;138(2). Abstrak.

11. Pemerintahan Kota Medan.Profil Kabupaten/Kota. Medan, 2004:1-4.

12. Tobaonline news. 2.049 warga medan terinfensi HIV/AIDS. 5 Januari 2012. <http://news.tobaonline.com/2-049-warga-medan-terinfeksi-hivaids/>. (16 April 2012).

13. Notoatmodjo S.Kesehatan masyarakat: ilmu dan seni. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007:142-50.

14. JE Matthews.ADA guidelines for infection control. Australia, 2008: 9-25.

15. Anonymous. Cara mencuci tangan dengan benar.

<http://kumpulan.info/sehat/artikel-kesehatan/48-artikel-kesehatan/228-mencuci-tangan-anda-dengan-benar.html> (12 Februari 2012).

16. Kiselova A, Ziya D. Cross infection in dentistry and its control. OHDMBSC 2005;1(1):24-5.

17. Sikri V, Sikri P. Community dentistry. New Delhi: CBS Publishers and Distributors, 1999:316-21.

18. Elsevier M. Mosby’s dental dictionary. 2nd Edition. Missoury: Mosby Inc, 2008;134.

19. Darmadi. Infeksi nosokomial: problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika, 2008:5-6.

20. Rasmilah. Hepatitis B. 2001.


(6)

xcii

21. Krasteva A, VI Panov, M Garova, R Velikova, A Kisselova, Z Krastev. Hepatitis B and C in dentistry. In: Journal of IMAB - Annual Proceeding (Scientific Papers) Book 2. 2008:38-40.

22. Siregar FA. AIDS dan penanggulangannya di Indonesia. 2003. <http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3727> (21 Desember 2011)

23. Hasibuan S, Patmawaty. Aktivitas anti HIV dalam saliva manusia. Dentika Dental Journal 2006;11(2):194.

24. Hiswani. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat. 2002.

<http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3718> (15 Desember 2011). 25. Anitasari S. HIV-AIDS dan tuberkulosis rongga mulut. Cermin Dunia

Kedokteran 2011;38(2):106-7.

26. Al-Rabeah A, Mohamed AS. Infection control in the private dental sector in Riyadh. Annals of Saudi Medicine 2002; 11(1-2):13-7.

27. Puttaih R, Shetty S, Bedi R, Verma M.Dental infection in India at the turn of the century. World Jurnal of Dentistry 2010;1:1-6.

28. Shetty D, Verma M, Shetty S, et al.Knowledge, attitudes, and practice of dental infection control Occupational safety in India: 1999 and 2010. World Jurnal of Dentistry 2011;2(1):1-9.