Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dokter Gigi Terhadap Pasien Kegawatdaruratan Medis di Praktek Dokter Gigi Kota Medan

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DOKTER

GIGI TERHADAP PASIEN KEGAWATDARURATAN

MEDIS DI PRAKTEK DOKTER GIGI

KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

CHINTYA PRATIWI PUTRI 100600027

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2014

Chintya Pratiwi Putri

Tingkat pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap pasien

kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan.

xi + 45 halaman

Kegawatdaruratan medis adalah keadaan tiba-tiba yang terjadi dan

membutuhkan perawatan segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah

kecacatan atau rasa sakit pada pasien. Kegawatdaruratan medis merupakan

keadaan yang jarang terjadi di praktek dokter gigi, tetapi bisa saja terjadi pada

setiap waktu atau pada saat yang tidak terduga. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kategori pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap pasien

kegawatdaruratan medis.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh dokter

gigi yang praktek di Kecamatan Medan Johor, Amplas dan Denai, yaitu sebanyak

92 orang. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 92 orang. Data

dikumpul dengan cara penyebaran kuesioner yang diberikan langsung kepada

responden dan diisi langsung oleh responden. Data yang diperoleh dalam

penelitian ini diolah secara komputerisasi dan dihitung dalam bentuk persentase.

Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan tertinggi


(3)

responden masih kurang dalam hal melakukan finger sweep (57,6%), kompresi pijat jantung (48,9%) dan definisi penanganan kegawatdaruratan medis (27,2%).

Dari segi sikap, hanya 34% responden yang melakukan pijat jantung pada pasien

sinkope. Maka dapat disimpulkan pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap

pasien kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan sudah

termasuk baik.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 26 Mei 2014

Pembimbing : Tanda Tangan

1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp. BM ... NIP : 19730422 199802 2 001


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 26 Mei 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Indra Basar Siregar, drg., Sp. BM ANGGOTA : 1. Abdullah, drg

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp. BM 3. Isnandar, drg., Sp. BM


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Yusri Sudarma dan Ibunda Delfi Andriani, Amd atas segala pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih kepada adik-adikku Annida Widya Lestari dan Rashya Bey Sudarma yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagi pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy A.Kataren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokterna Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.

4. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes selaku dosen yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan penjelasan selama proses penyusunan skripsi.

5. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku penasehat akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.


(7)

6. Orang-orang tersayang Dedi Arman, drg, Nanda Fadillah Daulay dan seluruh keluarga atas doa, dukungan, kebaikan dan kasih sayang untuk kebahagiaan penulis.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Nirwana Dewi, Venti Trinanda, Jannah Keman, Mayrida Vita, S.KG, Siti Amaliyah, S.KG, Irma Harfianty, S.KG, Asmaul Husna, S.KG, Novi Dara, S.KG, Fitri Ratna Sari, Fadhillah Amanda, S.K, Febri Pratamar, Surya Darma, Mimi EL dan Ahmadul Khoiri.

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Amalina Razin, Rizki Puspita, Ghina Addina dan seluruh teman-teman angkatan 2010 yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran dan kritik untuk membangun skripsi ini nantinya menjadi lebih baik. Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas dan pengembangan ilmu.

Medan, Mei 2014

Penulis

(Chintya Pratiwi Putri) NIM: 100600027


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ... 5

2.2 Sikap ... 6

2.3 Kegawatdaruratan Medis ... 7

2.3.1 Perdarahan ... 7

2.3.1.1 Etiologi ... 8

2.3.1.2 Patofisiologi ... 8

2.3.1.3 Gambaran Klinis ... 9

2.3.1.4 Penanganan ... 9

2.3.2 Fraktur Dentoalveolar ... 10

2.3.2.1 Etiologi ... 10

2.3.2.2 Gambaran Klinis ... 10

2.3.2.3 Penanganan ... 11

2.3.3 Syok ... 11

2.3.3.1 Syok Neurogenik ... 13

2.3.3.2 Syok Hipovolemik ... 15

2.3.3.3 Syok Anafilaktik ... 15

2.3.3.4 Syok Kardiogenik ... 16

2.4 Upaya Pencegahan Kegawatdaruratan Medis ... 23

2.4.1 Pemeriksaan Tanda Vital ... 24


(9)

2.4.1.2 Denyut Nadi ... 25

2.4.1.3 Pernafasan ... 26

2.4.1.4 Suhu ... 27

2.5 Kerangka Konsep ... 29

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

3.5 Pengumpulan Data ... 34

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 34

3.7 Pengukuran Data ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Responden ... 36

4.2 Pengetahuan Responden Tentang Kegawatdaruratan Medis 36 4.3 Sikap Responden Tentang Kegawatdaruratan Medis ... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi gangguan perdarahan ... 8

2. Klasifikasi syok ... 13

3. Variabel dan definisi operasional ... 31

4. Kategori nilai pengetahuan ... 35

5. Kategori nilai sikap ... 35

6. Gambaran karakteristik responden dokter gigi (n= 92) ... 36

7. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92) ... 37

8. Kategori pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis (n=92) ... 37

9. Distribusi frekuensi sikap responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92) ... 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penjahitan pada soket ... 9

2. Gambaran klinis fraktur dentoalveolar ... 11

3. Penanganan fraktur dentoalveolar ... 12

4. Posisi syok (shock position) dan Posisi Trendelenburg dan Anti- Trendelenburg ... 15

5. A. Simple BLS untuk dewasa. B. BLS berdasarkan pelayanan kesehatan 18 6. Head tilt, chin lift dan jaw thrust ... 19

7. Tindakan finger sweep ... 19

8. Look, listen and feel ... 20

9. Pemberian nafas buatan, (a) mulut ke mulut, (b) mulut ke hidung dan (c) mulut ke stoma ... 20

10. Penggunaan Ambu bag ... 21

11. Pemeriksaan nadi karotis ... 21

12. Kompresi dada pada dewasa, bayi dan anak usia sampai 8 Tahun 22

13. Cara mengukur tekanan darah ... 25

14. Cara memeriksa denyut nadi ... 26

15. Teknik palpasi dan teknik auskultasi ... 27


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar riwayat hidup

2. Kuesioner


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2014

Chintya Pratiwi Putri

Tingkat pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap pasien

kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan.

xi + 45 halaman

Kegawatdaruratan medis adalah keadaan tiba-tiba yang terjadi dan

membutuhkan perawatan segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah

kecacatan atau rasa sakit pada pasien. Kegawatdaruratan medis merupakan

keadaan yang jarang terjadi di praktek dokter gigi, tetapi bisa saja terjadi pada

setiap waktu atau pada saat yang tidak terduga. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kategori pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap pasien

kegawatdaruratan medis.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif dengan populasi seluruh dokter

gigi yang praktek di Kecamatan Medan Johor, Amplas dan Denai, yaitu sebanyak

92 orang. Penentuan sampel penelitian menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu sebanyak 92 orang. Data

dikumpul dengan cara penyebaran kuesioner yang diberikan langsung kepada

responden dan diisi langsung oleh responden. Data yang diperoleh dalam

penelitian ini diolah secara komputerisasi dan dihitung dalam bentuk persentase.

Hasil penelitian menunjukkan persentase kategori pengetahuan tertinggi


(14)

responden masih kurang dalam hal melakukan finger sweep (57,6%), kompresi pijat jantung (48,9%) dan definisi penanganan kegawatdaruratan medis (27,2%).

Dari segi sikap, hanya 34% responden yang melakukan pijat jantung pada pasien

sinkope. Maka dapat disimpulkan pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap

pasien kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan sudah

termasuk baik.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat darurat berasal dari bahasa Latin yaitu “Mergere” yang diartikan sebagai mencelupkan, terjun, membanjiri, menguasai atau mengubur.1 Menurut Miles dari Medical Council New Zealand, kegawatdaruratan medis adalah keadaan tiba-tiba yang terjadi dan membutuhkan perawatan segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan atau rasa sakit pada pasien. Kegawatdaruratan medis merupakan keadaan yang jarang terjadi di praktek dokter gigi, tetapi bisa saja terjadi pada setiap waktu atau pada saat yang tidak terduga. Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi pada pasien dewasa, namun ternyata dapat pula terjadi pada pasien anak-anak.2-5

Penelitian yang dilakukan di Jepang oleh Committe for the Prevention of Systematic Complications During Dental Treatment of The Japanese Dental Society pada tahun 2005, menunjukkan bahwa 19-44% dokter gigi mendapatkan kasus kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90% merupakan kasus ringan yaitu sinkope dan sekitar 8% merupakan kasus yang cukup berat yaitu syok anafilaktik atau alergi obat. Penelitian yang dilakukan di Kanada menunjukkan bahwa sekitar 50% kasus yang sering ditemukan oleh dokter gigi adalah pingsan atau sinkope.6 Selain pingsan, kegawatdaruratan yang juga dapat terjadi adalah syok, fraktur dentoalveolar, cardiac arrest, asma, tertelan benda asing, angina, kejang serta epilepsi. Tindakan perawatan gigi lain yang juga sering menimbulkan kegawatdaruratan adalah perdarahan dan rasa sakit akibat penyuntikan dan pencabutan gigi. Prosedur perawatan gigi sering menyebabkan pasien mengalami stres psikis terutama pada individu yang belum pernah ke dokter gigi atau pasien yang mempunyai pengalaman tidak menyenangkan dengan perawatan gigi sebelumnya.3,6,7

Sekitar 70,2% dokter gigi di Amerika pernah menangani peristiwa kegawatdaruratan medis. Kurangnya pengetahuan dan pelatihan seorang dokter gigi terhadap kegawatdaruratan di praktek mereka dapat menyebabkan risiko yang


(16)

berbahaya dan terkadang dapat berlanjut ke arah hukum, karena keadaan kedaruratan yang terjadi di praktek dokter gigi merupakan tanggung jawab seorang dokter gigi, maka seorang dokter gigi perlu untuk mengetahui pengelolaan kasus kegawatdaruratan medis dan prinsip-prinsip dasar kegawatdaruratan.8

Melakukan basic life support (BLS) merupakan tindakan paling penting dari dokter gigi karena dapat menentukan prognosa perawatan yang akan diberikan untuk keadaan kedaruratan medis. Tujuan BLS adalah mencegah sirkulasi yang tidak adekuat atau masalah pada pernafasan (airway) dan juga membantu sirkulasi dan respirasi pasien melalui CPR (cardiopulmonary resuscitation). Pelatihan BLS sudah diajarkan di tingkat sarjana kedokteran gigi. Pelatihan dalam menangani kedaruratan medis dianggap sebagai bagian dasar pada kurikulum pendidikan kedokteran gigi, dengan mengajukan CPR sebagai pelatihan pertolongan pertama. Walaupun kegawatdaruratan medis telah diajarkan di sebagian besar pendidikan kedokteran gigi Eropa dan Amerika, hanya sedikit yang yakin bahwa mereka dapat menangani kedaruratan medis dengan menggunakan BLS atau CPR.8,9

Pada saat pendidikan, hanya 30% dari dokter gigi di Inggris dapat menangani kegawatdaruratan dengan baik. Lebih dari setengah dokter gigi di New Zealand merasa tidak puas dalam pelatihan kedaruratan medis yang mereka terima pada saat masih pendidikan. Sejumlah studi telah menemukan bahwa sekitar setengah dokter gigi dari seluruh dunia tidak mampu melakukan CPR dengan benar, sehingga pengelolaan kegawatdaruratan medis lebih ditingkatkan lagi bagi mahasiswa kedokteran gigi untuk dapat menerima pelatihan lebih awal.8

Menurut hasil penelitian Nasution pada tahun 2012 sebanyak 92,8% tingkat pengetahuan mahasiswa tentang penatalaksanaan awal kegawatdaruratan tergolong kedalam katagori baik. Menurut Felayati pada tahun 2011 sebanyak 56,3% pengetahuan mahasiswa tentang bantuan hidup dasar tergolong kedalam tingkat pengetahuan yang sedang. Menurut Calvalho dkk pada tahun 2008, pengetahuan mahasiswa kedokteran gigi tentang kegawatdaruratan masih dianggap buruk sehingga masih perlu diberikan pembelajaran mengenai kegawatdaruratan.8,10,11


(17)

Berdasarkan penelitian Jonathan dan Thomson pada tahun 2001, dari 314 dokter gigi di New Zealand yang dikirimkan angket hanya 63,4% yang menjawab pertanyaan mereka tentang kesiapan dokter gigi dalam menangani kasus kegawatdaruratan. Lebih dari setengah dokter gigi mengatakan tidak puas dengan pelatihan yang mereka terima pada saat pendidikan kedokteran gigi dan 14,1% merasa tidak siap menangani pasien kedaruratan medis di praktek mereka. Namun dari tingkat respon dokter gigi, dikatakan seluruh dokter gigi akan memberikan obat penenang atau sedasi untuk pasien mereka.12

Menurut hasil penelitian Atherton dkk pada tahun 2000 berdasarkan pengalaman staff yang bekerja di rumah sakit gigi dan mulut, dikatakan bahwa peristiwa kegawatdaruratan medis yang paling sering terjadi adalah pingsan atau sinkope, yang dilaporkan sebanyak 296 kasus selama 12 bulan. Selain itu, ada 2 survei yang dilakukan di Amerika, dilaporkan 15.407 kasus pasien yang mengalami sinkope telah dialami oleh 4.309 dokter gigi selama 10 tahun. Rata-rata hampir 0,4 % kasus pasien sinkope yang pernah dialami per dokter gigi selama 1 tahun.13

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap pasien kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi kota Medan. Alasan peneliti memilih praktek dokter gigi adalah karena belum pernah dilakukan penelitian terkait kegawatdaruratan medis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan dokter gigi terhadap keadaan pasien kedaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan.

2. Bagaimana sikap dokter gigi terhadap keadaan pasien kedaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan.


(18)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengetahuan dokter gigi terhadap keadaan pasien kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi kota Medan.

2. Mengetahui sikap dokter gigi terhadap keadaan pasien kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat :

1. Meningkatkan pengetahuan dokter gigi terhadap kegawatdaruratan medis yang terjadi di praktek dokter gigi.

2. Memperbaiki sikap dokter gigi terhadap kegawatdaruratan medis yang terjadi di praktek dokter gigi.

3. Sebagai tambahan referensi dan masukan di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

4. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti dan sebagai bahan perbandingan antara praktek dan teori.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan bisa diperoleh secara alamiah maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Dan dari pengetahuan dapat terbentuk suatu tindakan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.14-16

Ada enam tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu :14,15

a. Tahu (Know), merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Dapat diartikan sebagai mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension), merupakan suatu kemampuan yang dapat menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application), merupakan kemampuan untuk dapat menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi atau situasi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis), merupakan suatu kemampuan yang dapat menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain.

e. Sintesis (Synthesis), merupakan suatu kemampuan yang dapat menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation), merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan melakukan wawancara atau menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur


(20)

dari responden. Kedalaman pengetahuan dapat kita ketahui atau kita ukur sesuai dengan tingkat-tingkat pengetahuan.14,16

2.2Sikap

Sikap adalah respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek dan bersifat merespon hal positif atau hal negatif dari suatu benda, orang, atau peristiwa. Dan sikap merupakan keyakinan dan perasaan yang dapat mempengaruhi reaksi didalam diri seseorang. Definisi lain menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi kesungguhan tertentu dengan beberapa tingkat menguntungkan atau merugikan. Sikap dibedakan dari konsep lain yang juga mengacu pada kecenderungan tersirat seseorang atau kecenderungan sikap yang disimpulkan hanya pada saat rangsangan yang menunjukkan suatu objek sikap yang diamati untuk memperoleh respon dalam mengekspresikan tingkat yang diberikan dari evaluasi.14-19

Menurut salah seorang ahli yaitu Newcomb, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap akan berlangsung dalam interaksi manusia. Ada empat tingkatan sikap, yaitu :14-16,20

a. Menerima, diartikan bahwa seseorang (subjek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon, kemampuan untuk memberikan jawaban bila ditanya dan mengerjakan tugas yang telah diberikan.

c. Menghargai, merupakan kemampuan untuk mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab, merupakan kemampuan untuk bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala konsekuensi.

Pengukuran sikap secara sistematik dilakukan dengan skala sikap yang telah distandarkan. Dan teknik yang paling umum digunakan adalah skala sikap dari Thurstone yang disebut juga The Equal-Appearing Interval dan dari Likert yang


(21)

disebut Summated Agreement.Ada perbedaan antar skala sikap dari Thurstone dan Likert, yaitu pada skala Thurstone menggunakan katagori yang terdiri dari dua alternatif jawaban, sedangkan Likert dihadapkan atas lima alternatif jawaban, yaitu jawaban dari yang sangat setuju sampai sangat tidak setuju.15

2.3Kegawatdaruratan medis

Menurut Webster, kegawatdaruratan medis (Medical Emergency) adalah keadaan tiba-tiba atau tidak terduga yang membutuhkan bantuan segera. Keadaan yang dimaksud seperti perdarahan, fraktur dentoalveolar dan syok.1,21

2.3.1 Perdarahan

Perdarahan adalah keadaan yang disebabkan oleh dinding vaskular yang pecah atau kelainan mekanisme hemostatik. Perdarahan merupakan komplikasi yang paling ditakuti, karena dianggap dapat mengancam kehidupan oleh dokter dan pasien. Perdarahan dapat terjadi setelah anastesi lokal dilakukan dan setelah pencabutan. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan gangguan pembekuan darah, pasien yang menerima terapi antikoagulan atau yang mengkonsumsi obat seperti golongan NSAID dan warfarin yang dapat memperpanjang waktu perdarahan, pasien yang mempunyai hipertensi yang tidak terkontrol, liver dan defisiensi vitamin K.22,23

Sejumlah prosedur yang dilakukan dalam kedokteran gigi dapat menyebabkan perdarahan. Pada praktek kedokteran gigi di Amerika, bahwa diantara 2000 pasien dewasa ada sekitar 100-150 pasien mengalami gangguan perdarahan. Gangguan perdarahan merupakan keadaan perdarahan yang disebabkan oleh kemampuan pembuluh darah, platelet, dan faktor koagulasi pada sistem hemostatis. Penderita mengalami waktu perdarahan yang panjang bahkan dapat pula mengalami perdarahan yang terus menerus. Gangguan perdarahan merupakan faktor resiko pada tindakan perawatan gigi dan mulut. Pasien dengan penyakit jantung yang menggunakan obat pengencer darah seperti Aspirin juga memiliki potensi untuk terjadinya gangguan perdarahan.23,24


(22)

2.3.1.1 Etiologi

Klasifikasi gangguan perdarahan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah platelet normal (nontrombositopeni purpura), penurunan jumlah platelet (trombositopeni purpura) dan gangguan koagulasi.24

Tabel 1. Klasifikasi gangguan perdarahan

Nontrombositopeni Purpura - Perubahan pada dinding pembuluh darah akibat sumbatan, infeksi dan alergi

- Penyebab lain : gangguan fungsi platelet akibat defek genetik, obat-obatan seperti aspirin dan golongan NSAID, dan penyakit autoimun.

Trombositopeni Purpura - Faktor kimia, fisik (radiasi), penyakit sistemik, obat-obatan (obat diuretik dan alkohol, infeksi virus dan bakteri.

Gangguan koagulasi - Bersifat diturunkan, seperti hemofilia A dan hemofilia B.

2.3.1.2 Patofisiologi

Proses perdarahan terjadi melalui 3 tahap yaitu pembuluh darah (vascular), trombosit (platelet) dan koagulasi (coagulation). Pembuluh darah dan platelet

merupakan fase primary dan koagulasi merupakan fase secondary. Pada fase pembuluh darah terjadi sesaat setelah trauma sehingga melibatkan vasokonstriksi arteri dan vena, serta tekanan ekstravaskuler. Fase platelet dimulai dengan terjadinya kekakuan platelet dan pembuluh darah, kemudian pembuluh darah akan tersumbat. Proses ini terjadi beberapa detik setelah fase pembuluh darah terjadi. Pada fase koagulasi darah akan keluar ke daerah sekitar dan akan membatasi daerah yang terjadi perdarahan dengan adanya bantuan faktor ekstrinsik dan intrinsik. Waktu yang dibutuhkan pada fase ini lebih lambat dibandingkan fase sebelumnya.24


(23)

2.3.1 Pend dan memb merupakan koagulasi trombosito yang mend mukosa, h mukosa.24

2.3.1

Perd pada jarin Prinsip da dengan H2 perdarahan perdarahan pencabuta mengguna melakukan apabila da atau mela mengguna berlanjut s 1.3 Gamba derita denga bran mukos n gambaran genetik openi sering derita leuke hiperplasia 4 1.4 Penang darahan yan gan lunak m asarnya ada

2O2 dari jar n yang ban n yang terj an adalah

akan kain k n penekana arah masih j akukan pe akan gelfoam

segera rujuk

aran klinis

an ganggua a setelah ter n klinis yan dan pasi g mengalam emia akut da gusi, ptec

ganan

ng hebat ha maupun jarin alah membe ringan nekro nyak, harus jadi. Penan dengan pe kasa yang t an perdarah juga keluar njahitan an

m atau spon k ke Rumah

Gamb

an pembeku rjadi traum ng sering t en dengan mi ptechiae

an kronis se

chiae dan

arus segera ngan keras ersihkan dae

otik dan ben s dilakukan nganan awa enekanan. P

telah diber han yang te r, maka dap

ngka 8 pa nge gelatin y h Sakit.22,25

bar 1. Penja

uan darah ak a atau tinda terlihat pad n jumlah dan echymo

ering menun

echymosis

ditangani. P perlu dilaku erah luka a nda asing. A n tindakan al apabila t Penekanan i adrenalin erjadi suda pat dilakuka ada soket. yang dapat ahitan pada

kan jelas te akan invasif da pasien de

platelet

osis. Sedang njukkan gej

pada kulit

Perawatan y ukan dalam tau debride Apabila pas segera untu terjadi perd dapat dila . Biasanya ah bisa dita an kleim de Selain itu diabsorbsi.

soket

erlihat pada f lain. Echym

engan gang abnormal gkan pada p jala ulserasi t dan mem

yang dilaku m keadaan st emen, misal sien mengal tuk mengon darahan set akukan den hanya den angani. Nam engan hemo tu, dapat j Apabila m a kulit mosis gguan atau pasien i pada mbran ukan teril. lnya lami ntrol elah ngan ngan mun ostat juga masih


(24)

Pada pasien yang mengalami fraktur jaringan keras (fraktur rahang), maka jaringan keras yang mengalami fraktur harus difiksasi dahulu kemudian menutup jaringan lunak diluarnya, yaitu dengan menjahit secara bertahap lapis demi lapis dari bagian dalam ke luar. Hal ini dilakukan agar darah tidak lagi keluar. Pada trauma jaringan lunak dengan kehilangan jaringan lunak, dapat dilakukan rekonstruksi primer dengan menggunakan flap.22,25

2.3.2 Fraktur dentoalveolar

Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya yang disebabkan oleh trauma. Trauma pada gigi dapat terjadi pada semua usia.25

2.3.2.1 Etiologi

Penyebab fraktur bermacam-macam seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada olah raga, dan trauma langsung pada gigi akibat benda keras seperti botol. Fraktur tidak hanya pada struktur gigi (email, dentin, dan pulpa gigi) tetapi bisa juga terjadi pada jaringan periodontal dan tulang rahang.25

Fraktur dapat terjadi pada akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis, restorasi, prosesus alveolaris dan mandibula. Fraktur tulang alveolar dapat terjadi karena berhubungan dengan terjepitnya tulang alveolar pada saat melakukan pencabutan. Hal ini dapat terjadi karena bentuk dari tulang alveolar atau adanya perubahan patologis dalam tulang.22

2.3.2.2 Gambaran klinis

Pada pasien yang mengalami fraktur dentoalveolar tidak hanya trauma pada jaringan keras gigi tetapi bisa juga terkena pada jaringan periodontal, yaitu terjadinya dislokasi gigi seperti konkusi, subluksasi, avulsi, intrusi dan ekstrusi. Konkusi adalah trauma pada struktur pendukung gigi tanpa goyangnya gigi atau pergeseran abnormal dari gigi. Subluksasi adalah trauma pada struktur pendukung gigi dengan goyangnya gigi tetapi tanpa pergeseran gigi. Avulsi adalah trauma yang mengakibatkan gigi keluar dari soket. Sedangkan, intrusi adalah trauma yang


(25)

mengakibatkan gigi masuk kedalam soket dan ekstrusi adalah trauma yang mengakibatkan sebagian gigi keluar dari soket.25

Gambar 2. Gambaran Klinis Fraktur Dentoalveolar.

2.3.2.3 Penanganan

Pemeriksaan fraktur dentoalveolar dapat dilakukan dengan radiografi intra-oral dan ekstra-intra-oral seperti panoramik. Biasanya perawatan dasarnya adalah secara konservatif, misalnya dengan splint, immobilisasi gigi geligi yang goyang dan fiksasi. Splint merupakan alat yang ditunjukkan untuk imobilisasi atau membantu imobilisasi segmen-segmen fraktur. Splint biasanya merupakan logam tuang (cor) atau terbuat dari akrilik. Apabila terjadi fraktur yang menyebabkan gigi bergeser maka perlu dilakukan pembedahan. Salah satunya adalah penggunaan arch bar dapat membantu menstabilisasikan segmen yang terjadi fraktur dan memberikan daerah perlekatan untuk fiksasi maksilomandibular. Caranya dengan menggunakan anastesi lokal ataupun anastesi umum, segmen fraktur direduksi sebelum pemasangan alat-alat fiksasi atau stabilisasi, kemudian ikatkan kawat baja anti karat pada tipa-tiap gigi (melalui diatas arch bar pada satu sisi, dan dibawah arch bar pada sisi yang lain), ujung-ujung kawat dipilin searah jarum jam dan ujung kawat yang lebih dibuang agar tidak melukai jaringan mukosa. Jika terjadi pergeseran segmen yang nyata, biasanya diatasi dengan memotong arch bar pada bagian yang mengalami fraktur.22,25


(26)

Gambar 3. Penanganan fraktur dentoalveolar anterior mandibula dengan meng-gunakan arch bar.

2.3.3 Syok

Syok merupakan suatu keadaan patofisiologis yang terjadi bila oxygen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumption (VO2). Sebagai respon terhadap pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Menurut John Collins Warren, syok merupakan berhentinya keadaan sesaat dari kematian. Secara patofisiologis, syok merupakan gangguan sirkulasi akibat kurangnya oksigen kedalam jaringan. Syok dapat terjadi oleh berbagai macam sebab dan melalui berbagai proses. Penurunan volume plasma intravaskular merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya syok. Terjadinya penurunan volume intravaskular menyebabkan darah yang balik ke jantung berkurang sehingga curah jantung menurun. Dan menyebabkan oksigen di paru juga menurun dan asupan oksigen ke jaringan tidak terpenuhi. 26-28

Ada beberapa tingkatan kesadaran pada pasien syok. Tingkat kesadaran merupakan indikator utama adanya perubahan status neurologi pasien, karena berhubungan dengan fungsi hemisfer serebral dan reticular activating system. Tingkatan kesadaran terdiri dari :29

a. Compos mentis, yaitu keadaan pasien yang sadar akan dirinya dan lingkungan serta dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

b. Apatis, yaitu keadaan pasien yang berkurang dengan keadaan sekitar dan sikap acuh tak acuh.


(27)

d. Delirium, yaitu penurunan kesadaran serta pasien terlihat gelisah dan meronta-ronta.

e. Somnolen, yaitu keadaan kesadaran pasien yang selalu ingin tidur dan dapat dibangunkan ketika ada rangsangan.

f. Stupor atau sopor, yaitu keadaan pasien yang seperti koma, seperti tertidur lelap dan tidak dapat dibangunkan kecuali dengan rangsangan nyeri.

g. Koma, yaitu keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dengan rangsangan apapun tidak akan timbul.

Berdasarkan a textbook in cardiovascular medicine pada tahun 1984, klasifikasi syok yaitu : a) syok kardiogenik, b) syok obstruktif, c) syok oligemik atau syok hipovolemik, dan d) syok distributif. Pembagian syok diperkecil lagi menjadi 4 tipe, yaitu syok neurogenik, syok hipovolemik, syok anafilaktik dan syok kardiogenik.30,31

Tabel 2. Klasifikasi Syok28

2.3.3.1 Syok neurogenik

Syok neurogenik disebut juga sinkope. Syok neurogenik terjadi karena penurunan atau kehilangan kesadaran secara tiba-tiba akibat tidak adekuatnya aliran darah ke otak. Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan

SYOK KARDIOGENIK SYOK DISTRIBUTIF

A. Disebabkan oleh Disritmia A. Septikemia

B. Disebabkan oleh Mekanis Jantung B. Metabolik atau toksik

C. Miopati C. Endokrinologik

D. Mikrosirkulasi

SYOK OBSTRUKTIF E. Neurogenik

A. Tamponade perikardium F. Anafilaktik B. Koarktasio aorta

C. Emboli paru

D. Hipertensi pulmonalis primer

SYOK OLIGEMIK A. Perdarahan


(28)

bradikardi secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi. Terjadinya hipotensi akan merangsang refleks simpatis berupa takikardi dan vasokonstriksi perifer yang secara klinis dideteksi sebagai peningkatan denyut nadi dan keringat dingin pada ekstremitas atas. Kemudian terjadi juga penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma yang sering terjadi dari penurunan venous tone, penggumpalan darah di pembuluh darah vena dan kehilangan volume cairan intravaskular karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler yang mengakibatkan berkurangnya cairan dalam sirkulasi sehingga perfusi ke otak berkurang dan menyebabkan pasien mengalami syok.5,26,31-33

Syok neurogenik atau sinkope merupakan gejala umum yang sering dijumpai di praktek dokter gigi. Keadaan ini disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, keadaan takut, terkejut atau rasa nyeri. Kurang lebih 2% pasien mengalami sinkope sebelum, selama bahkan setelah perawatan gigi. Sinkope umumnya, terjadi pada wanita muda, lelaki tua atau dengan riwayat penyakit jantung. Sedangkan syok neurogenik pada pasien trauma terjadi karena hilangnya

sympathetic tone, misalnya pada cedera tulang belakang atau yang sangat jarang yaitu cedera pada batang otak. Denyut nadi pasien menjadi lambat sehingga pasien akan merasa pusing dan pingsan. Umumnya keadaan ini akan membaik setelah pasien dibaringkan, kecuali cedera karena jatuh.5,26,31-33

Penanganan untuk pasien syok yaitu dengan memposisikan kedua kaki pasien lebih tinggi dari dada (shock position) atau posisi trendelenburg agar aliran darah ke otak maksimal. Kemudian periksa tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan pasien. Lalu memberikan oksigen 6-8 liter per menit atau berikan bau yang merangsang seperti alkohol selama masa pemulihan. Pemberian kompresi pijat jantung tidak dapat dilakukan apabila denyut nadi karotis masih teraba, karena melakukan kompresi pijat jantung hanya dilakukan pada pasien yang mengalami tanda utama henti jantung atau cardiac arrest.32,33


(29)

Gambar 4. A. Posisi syok (shock position) dan B. Posisi Trendelenburg dan Anti-Trendelenburg.8

2.3.3.2 Syok hipovolemik

Syok hipovolemik adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya volume plasma di intravaskular atau kehilangan cairan tubuh. Syok hipovolemik dapat terjadi akibat perdarahan (hemoragik) dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar yang luas dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang sering terjadi adalah akibat perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. 26-28

Penanganan syok hipovolemik, hal utama yang dilakukan yaitu mengganti cairan tubuh atau darah yang hilang, kemudian berikan oksigen sebanyak 5-10 L/menit untuk jalan nafas dan respirasi pasien. Lalu berikan infus dengan cairan koloid. Tujuan utama terapi adalah memulihkan curah jantung dan perfusi jaringan secepat mungkin.27

2.3.3.3 Syok anafilaktik

Syok anafilaktik adalah kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan reaksi alergi yang luar biasa atau berlebihan pada suatu organisme terhadap protein asing. Anafilaktik syok dapat terjadi dalam beberapa menit dan dapat mengancam nyawa. Faktor penyebabnya adalah karena alergi terhadap obat-obatan, terutama yang diberikan secara intravena seperti antibiotik (contoh : penisilin). Selain itu penyebab lainnya adalah karena pelepasan histamin sebagai konsekuensi dari suatu tipe I reaksi alergi. Tanda-tanda klinis pasien yang mengalami syok anafilaktik yaitu pasien susah bernafas, wajah kemerahan, gatal pada mata dan mulut, pusing, lemas, sakit perut, bronkospasme dan edema epiglotis sehingga


(30)

pasien terasa tercekik. Gejala akan timbul pada 2-11 menit setelah dilakukan suntikan dan reaksi puncak akan terjadi pada 5-60 menit. 5,26,31,33

Penanganan pada pasien syok anafilaktik adalah dengan mempertahankan jalan nafas dan mempertahankan sirkulasi dengan memberikan oksigen 6-8 liter/menit lalu berikan 0,3-0,5 ml epineprine (adrenalin 1:1000) secara intramuscular dengan kecepatan 1 ml/menit dan ulangi setiap 5 atau 10 menit sampai pasien terlihat membaik.5,26,31,33

2.3.3.4 Syok kardiogenik

Syok kardiogenik adalah syok yang terjadi akibat tidak berfungsinya jantung untuk mengalirkan darah ke jaringan yang mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti. Tanda-tanda klinis dari syok kardiogenik meliputi hipotensi, takikardia, oliguria dan bagian ekstermitas dingin.28

Dalam menangani pasien syok kardiogenik hal pertama yang dilakukan

adalah memberikan bantuan hidup dasar (BLS). Menurut AHA 2010 (American Heart Association) BLS merupakan dasar untuk menyelamatkan

pasien tanda utama henti jantung atau cardiac arrest dan mengaktifkan sistem kegawatdaruratan serta melakukan CPR (Cardiopulmonary resuscitation) secara dini. Langkah-langkah BLS terdiri dari penilaian dan tindakan yang dijabarkan dalam bentuk algoritma yang disederhanakan (Gambar 5A). Sedangkan pada gambar (5B), merupakan urutan keterampilan BLS untuk penyediaan layanan kesehatan.34


(31)

(32)

Gambar 5 Adult B 1 2 4 Begin c 7 Re

5. A. Simp kesehata

BLS Health

No breath

Active e G

or send se

W

3

cycles of 30

5 AED/ 6 Shockabl Give 1 esume CPR

for 2 m

ple BLS u an.34

hcare Prov Unrespo hing or no

(only ga emergency Get AED/de econd rescu do th Check p DEFINIT Within 10 s

COMPRE /defibrillat Check rh Shockable shock R immediate minutes untuk dewa viders onsive normal bre sping) response sy efibrillator

uer (if availa his

pulse: TE pulse

seconds ? No

ESSIONS an

tor ARRIV hythm rhythm? 8 co ely

asa. B. BL

eathing

ystem

able) to

Puls

nd 2 BREA

VES Not Sh Resume C for Check rhyth ontinue until

over or vic

LS berdasa

High-Qualit

- Rate at leas - Compressio inches (5 cm - Allow comp after each co - Minimize in chest compre - Avoid exce

3A  Give

5 to 6  Reche 2 minu ATHS

B

hockable CPR immed

r 2 minutes hm every 2 l ALS prov ctim starts to

arkan pelay

ty CPR

st 100/min on depth at leas m)

mplete chest rec ompression

nterruptions in ession essive ventilatio

1 breath ev seconds eck pulse ev

utes

B

diately minute; viders take o move yanan st 2

ol

on

very


(33)

Nam dikenal de Circulatio a. A Airw pada pasie kemungki ada benda lidah kebe dapat men Hea dahi kebel

thrust dap masih ob mandibula nafas dari teknik fing

untuk men

mun, dari be engan tindak

on (sirkulasi Airway (jalan

way merupa en yang tid

nan pasien a asing yan elakang. Un nggunakan t

ad tilt yaitu lakang serta pat digunaka struksi. Ca a lebih maj sumbatan b

ger sweep

nyapukan ca

Gambar 6

eberapa lite kan ABC y i).3,5,31 n nafas) akan usaha dak sadar. K tidak dapat g menutupi ntuk memb teknik head

u dengan m a dibantu de an jika pada aranya, den ju daripada benda asing yaitu meng airan yang a

6. Head tilt,

Gambar

eratur meny yaitu Airway

untuk mem Ketika pasie

bernafas de i jalan nafa bebaskan ja

d tilt, chin lif

meletakkan engan chin

a saat melak ngan meng a maksila. g seperti dar ggunakan 2

ada didalam

chin lift da

7. Tindaka

atakan bahw

y (jalan nafa

mpertahank en dalam k engan baik. as pasien at alan nafas (

ft dan jaw th

tangan did

lift yaitu me kukan head

gangkat dag Sedangkan rah dan cair jari tangan m rongga mu

an jaw thrus

an finger sw

wa untuk m as), Breathi

an dengan keadaan tida

Hal ini dap tau akibat ja (airway), m

hrust.3,5,31 ahi pasien engangkat d

d tilt dan chi

gu pasien untuk mem ran muntah n yang diba ulut pasien.3

st.31

eep.31

memberikan

ing (pernafa

baik jalan ak sadarkan pat terjadi k

atuhnya pa maka dokter

dan mendo dagu pasien

in lift jalan sehingga p mbebaskan dapat digun alut dengan 3,5,31 n BLS asan), nafas n diri, karena ngkal r gigi orong n. Jaw

nafas posisi jalan nakan n kain


(34)

b. Breathing (pernafasan)

Breathing merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien sadar atau pasien yang tidak sadar. Seorang dokter yang menangani pasien kegawatdaruratan dental harus mendekatkan pipi 1 inci ke mulut dan hidung pasien untuk melihat (look), mendengar (listen) dan merasakan (feel) tanda-tanda yang ada pada pernafasan pasien. Melihat yaitu melihat apakah ada pergerakan di dada atau abdomen pasien, mendengar yaitu mendengar apakah ada atau tidaknya suara nafas tambahan yang dikeluarkan oleh pasien, dan merasakan yaitu merasakan apakah ada hembusan nafas atau aliran udara yang keluar dari mulut atau hidung pasien. Dan bila pernafasan pasien tidak terasa diperlukan nafas buatan. Untuk pemberian nafas buatan dapat dilakukan dari mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma. Dan juga dapat dilakukan dengan menggunakan

Ambu bag untuk memberikan suplai oksigen 90%.5,31

Gambar 8. Look, listen and feel.31

Gambar 9. Pemberian nafas buatan, (a) mulut ke mulut, (b) mulut ke hidung dan (c) mulut ke stoma.31

A

C B


(35)

Gambar 10. Penggunaan Ambubag.32

c. Circulation (sirkulasi)

Circulation merupakan monitoring dua tanda vital yang sangat penting, yaitu tekanan darah dan denyut jantung yang memberikan informasi tentang fungsi sistem cardiovascular. Tidak terabanya nadi karotis pada dewasa merupakan tanda utama terjadinya cardiac arrest atau henti jantung. Pemberian ventilasi buatan dan kompresi pijat jantung diperlukan pada keadaan kegawatdaruratan ini.5,31

Gambar 11. Pemeriksaan nadi karotis.29,31

Untuk melakukan pijat jantung dilakukan 30 kali dengan selingan 2 kali nafas buatan dalam 2 menit. Pertama-tama tentukan titik penekanan yaitu di bagian tengah sternum. Kemudian lakukan penekanan tulang dada kira-kira 4-5 cm (1,5-2 inchi) untuk dewasa, anak balita 4 cm (1,5 inchi), dan anak-anak 5 cm (2 inchi) . Dan dilakukan 80-100 kali per menit. Kompresi pijat jantung dapat dihentikan apabila pasien sudah dalam keadaan membaik atau sadar, pasien telah meninggal, operator sudah letih dan pelayanan kesehatan lain sudah datang.5,32,33


(36)

Gambar 12. Kompresi dada pada dewasa, bayi dan anak usia sampai 8 tahun.31,32

Menurut American Heart Association 2010, ada perubahan kunci terhadap panduan Basic Life Support (BLS) pada tahun 2005 untuk pasien cardiac arrest, yaitu :34

a. Pengenalan segera terhadap SCA (Sudden Cardiac Arrest) berdasarkan penilaian tidak adanya respon dan tidak adanya pernafasan normal (misalnya, pasien tidak bernafas atau hanya hembusan nafas).


(37)

b. Menghilangkan Look, Listen dan Feel dari algoritma BLS.

c. Melakukan CPR menggunakan tangan (hanya kompresi pijat jantung) untuk penolong/petugas yang tidak mengikuti pelatihan khusus.

d. Urutan perubahan dalam melakukan kompresi pijat jantung sebelum membebaskan jalan nafas (melakukan CAB dari pada ABC).

e. Penyediaan perawatan kesehatan yang efektif dalam melakukan kompresi pijat jantung atau CPR sampai kembalinya sirkulasi secara spontan.

f. Meningkatkan metode untuk melakukan CPR dengan kualitas tinggi (misalnya, kedalaman pada saat melakukan penekanan kompresi pijat jantung harus adekuat). g. Selanjutnya melakukan pemeriksaan nadi bagi pelayanan kesehatan.

h. Algoritma BLS untuk dewasa yang sederhana diperkenalkan dengan memperbaiki algoritma tradisional.

2.4 Upaya pencegahan kegawatdaruratan medis

Setiap dokter gigi berkewajiban untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghindari komplikasi dan untuk mencegah timbulnya kegawatdaruratan medis. Anamnesa merupakan salah satu bagian terpenting dalam pemeriksaan pasien karena mendapatkan keterangan mengenai kondisi pasien. Walaupun keadaan kedaruratan tidak dapat dihindari dalam praktek dokter gigi, namun sebaiknya keadaan kedaruratan dapat dikurangi atau dihindari dengan melakukan perawatan dengan cermat, terampil dan trauma minimal.31

Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran mengamanatkan agar setiap dokter ataupun dokter gigi yang berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi kedokteran ataupun kedokteran gigi. Hal ini berguna agar dokter ataupun dokter gigi dapat meningkatkan, mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan prilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.35


(38)

Keadaan pingsan yang sering terjadi di praktek dokter gigi, mungkin dikarenakan ruang praktek memiliki temperatur dan kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya ruang praktek haruslah berhawa dingin dan mempunyai ventilasi yang baik. Ruang tunggu harus terang dan sejuk serta untuk mencegah pasien lama menunggu sebaiknya dilakukan penjadwalan kunjungan yang efisien. Dokter gigi harus menggunakan dental unit yang desainnya memungkinkan pasien segera dibaringkan lurus dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala (posisi Trendelenburg 100) pada saat terjadi kondisi kegawatdaruratan.36

Selain memperhatikan kondisi ruang praktek, sebaiknya juga dapat dilakukan pemeriksaan awal. Walaupun tidak semua perawatan dental memerlukan pemeriksaan awal, tetapi dalam menangani pasien yang ingin melakukan bedah minor seperti pencabutan dan odontektomi, pemeriksaan awal perlu dilakukan. Adapun pemeriksaan awal yang dimaksud adalah pemeriksaan tanda-tanda vital.

2.4.1 Pemeriksaan tanda vital

Tanda vital termasuk penilaian dalam pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh tenaga medis. Tanda-tanda vital dapat menghasilkan perubahan yang bertahap dari waktu ke waktu. Yang termasuk tanda-tanda vital adalah tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu.37-39

2.4.1.1 Tekanan darah

Untuk mengukur tekanan darah pasien sebelum melakukan perawatan seperti pencabutan, sebaiknya dilakukan dengan teliti dan dicatat dengan baik pada saat dilakukan pengukuran, karena keadaan pasien dapat mempengaruhi hasil dan penilaian. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan tekanan darah adalah sphygmomanometer. Tekanan darah diukur pada lengan tangan (gambar 12). Lebar manset harus mencakup 1/2-2/3 panjang lengan atas. Manset yang dipakai terlalu sempit akan memberikan hasil pemeriksaan tekanan darah menjadi tinggi, sedangkan manset yang terlalu lebar akan memberikan hasil pemeriksaan terlalu rendah.37-39


(39)

Cara untuk mengukur tekanan darah yaitu dengan memasangkan manset melingkari lengan atas pasien, dengan batas bawah lebih kurang 3 cm dari siku. Lakukan pemompaan sampai denyut nadi arteri radialis tidak teraba dan gunakan stetoskop untuk mendengarkan arteri brakialis (di fosa kubiti). Kemudian kosongkan manometer perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mm tiap detik.39

Tekanan sistolik adalah saat terdengar bunyi pada saat Korotkoof I yaitu bunyi pertama yang didengar berupa bunyi detak yang perlahan. Sedangkan tekanan diastolik adalah saat terdengar bunyi Korotkoof IV yaitu bunyi yang tiba-tiba melemah. Dan nilai normal tekanan sistolik adalah <120mmHg dan untuk tekanan diastolik adalah <80mmHg.38,39

Gambar 13. Cara mengukur tekanan darah.39

2.4.1.2 Denyut nadi

Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari proksimal (pangkal aorta) ke distal. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah tetapi menjalar lebih cepat. Nadi dapat dirasakan selama midsistole, saat konstraksi jantung dan saat ejeksi darah intrakardia sedang berlangsung. Kecepatan penjalaran nadi dapat menurun pada beberapa penyakit jantung, darah atau pembuluh darah, tetapi dapat meningkat pada kondisi lain.

Intensitas nadi dapat berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100 denyut/menit dan anak berusia dibawah 10 tahun berkisar 60-90 denyut/menit.38,39

Cara mengukur denyut nadi yaitu dengan menggunakan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) untuk meraba arteri radialis. Untuk menyingkirkan


(40)

kemungki nadi), hen jantung. D 2.4.1 Kec kemosenso karbondio ventilasi. K Dengan a pernafasan menyadari kecepatan kali/menit Pem cara yaitu 1. C menghitun pemeriksa 2. C meletakka kemudian 3. C stetoskop

nan terdapa ndaknya se Dan semua p

1.3 Pernafa

epatan pern or dan o oksida dan

Kecepatan adanya rasa n. Untuk p

i bahwa pe n pernafasan t pada orang meriksaan re :39 Cara inspeks ng frekuens aan dilakuka Cara palpasi

an tangan p dihitung ge Cara auskult yaitu mend atnya pulsu etiap perhit penghitunga Gambar asan nafasan dan otak. Untu ion hidrog pernafasan a cemas p emeriksaan ernafasanny n involunte g dewasa.38

espirasi ata

si, merupaka sinya. Cara an dengan m

, merupakan pemeriksa p

erakan pern tasi, pemeri dengarkan da

us defisit (l tungan nad an harus dil

r 14. Car denyu

n pola pern tuk orang gen dalam normal tida pada pasien n pernafasan ya sedang er. Kecepa au pernafas an pemeriks a ini tidak melihat gera an cara yang pada dindin nafasan pasi iksaan yang an menghitu laju jantung i dilakukan akukan satu ra memerik ut nadi.40

afasan dike normal, darah dapa ak berarti b n dapat m n harus hat

diamati da atan pernafa

san dapat d

saan dengan praktis da akan nafas d g dianjurkan ng abdomen

en sambil m g dilakukan

ung bunyi p

g lebih bes n juga perh u menit penu

ksa endalikan ol peningkat at merangsa bahwa oksig menyebabkan ti-hati, kare pat terjadin asan norma

dilakukan d

n melihat ge an tidak dia dan detak ja

n yaitu pem n atau dindi melihat detak n dengan m

pernafasan.

sar daripada hitungan d uh.36 leh kemose tan konse ang pening genisasi ade n meningk ena pasien nya pening al adalah dengan beb erakan nafa anjurkan k am sekaligu meriksaan de

ing dada pa ak jarum jam menggunakan a laju enyut ensor-ntrasi gkatan ekuat. katnya yang gkatan 12-18 berapa as dan karena s. engan asien, m. n alat


(41)

Gambar 15. Teknik palpasi dan Teknik auskultasi.37

2.4.1.4 Suhu

Suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang karena lingkungan luar. Cara pengukuran suhu adalah dengan menggunakan thermometer. Sebelum menggunakan thermometer, pada permukaan air raksa harus diturunkan sampai dibawah 350C dengan mengibas-ngibaskan thermometer.37,39

Pada bayi dibawah 2 tahun, pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan pada lipatan paha atau rektum dengan suhu normal 360C-370C. Sedangkan pada anak diatas umur 6 tahun, pengukuran dapat dilakukan di mulut (suhu oral) yaitu dengan meletakkan thermometer di bawah lidah (sublingual) dan suhu oral normal adalah 370C. Semua pengukuran suhu dilakukan selama 3 menit. Dalam keadaan normal suhu aksila sama seperti suhu pada rektum yaitu 360C-370C.37,39


(42)

(43)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan

1. Definisi Kegawatdaruratan medis 2. Prinsip Dasar Kegawatdaruratan Medis

3. Penanganan Kegawatdaruratan Medis

4. Pencegahan Kegawatdaruratan Medis

Pengetahuan dan Sikap Dokter Gigi Terhadap Kegawatdaruratan Medis

Sikap

1. Prinsip Dasar Kegawatdaruratan Medis

2. Penanganan Kegawatdaruratan Medis

3. Pencegahan Kegawatdaruratan Medis


(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan dan sikap dokter gigi terhadap pasien kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi Kota Medan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Praktek Dokter Gigi Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, dan Kecamatan Medan Denai.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh dokter gigi yang praktek di Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, dan Kecamatan Medan Denai sebanyak 92 orang. Dokter gigi di Kecamatan Medan Johor sebanyak 42 orang, dokter gigi di Kecamatan Medan Amplas sebanyak 26 orang dan dokter gigi di Kecamatan Medan Denai sebanyak 24 orang. Seluruh populasi dijadikan sampel (total sampling), sehingga jumlah sampel keseluruhan sebanyak 92 orang.


(45)

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3. Variabel dan Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional

1. Pengetahuan

a. Definisi

Kegawatdaruratan Medis

b. Prinsip Dasar Kegawatdaruratan Medis

c. Penanganan Kegawatdaruratan Medis

- Pasien Sinkope

- Pasien Syok Anafilaktik

Pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis meliputi definisi kegawatdaruratan medis, prinsip dasar kegawatdaruratan medis, penanganan kegawatdaruratan medis dan pencegahan terjadinya kegawatdaruratan medis.

Keadaan tiba-tiba yang terjadi dan membutuhkan perawatan segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan atau rasa sakit pada pasien.

Dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami penurunan kesadaran, dikenal dengan tindakan ABC atau Airway,

Breathing, dan Circulation.

Tindakan dari dokter gigi untuk menentukan prognosa perawatan yang diberikan untuk keadaan kegawatdaruratan medis.

Melakukan perawatan dengan memposisikan pasien dalam posisi kepala sejajar atau sedikit dibawah jantung (posisi trendelenburg), berikan oksigen 6-8 liter per menit.

Melakukan perawatan dengan memberikan 0,3-0,5 ml epineprine (adrenalin 1:1000) secara intramuscular dengan kecepatan 1


(46)

- Pasien Perdarahan

- Pasien Kompresi

- Teknik Finger Sweep

d. Pencegahan Kegawatdaruratan Medis

- Pemeriksaan Tanda Vital

ml/menit dan diulangi setiap 5 menit sampai pasien terlihat membaik.

Melakukan perawatan dengan mengontrol perdarahan yang terjadi pada pasien dan membersihkan daerah luka dengan H2O2 dari jaringan nekrotik. Pada pasien fraktur jaringan keras (fraktur rahang), maka harus difiksasi kemudian menutup jaringan lunak dengan menjahit secara bertahap lapis demi lapis dari bagian dalam ke luar.

Perawatan terhadap pasien kegawatdaruratan medis dengan melakukan pijat jantung yang dilakukan 30 kali dengan selingan 2 kali nafas buatan dalam 2 menit.

Teknik yang dilakukan terhadap pasien yang mengalami sumbatan jalan nafas dikarenakan cairan didalam rongga mulut seperti darah dan muntahan pasien.

Upaya untuk melakukan perawatan dengan melakukan anamnesa sebelum perawatan dan melakukan perawatan dengan cermat, terampil, dan trauma minimal.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat perubahan tanda vital yang terjadi pada pasien yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu.


(47)

2. Sikap

a. Penanganan Kegawatdaruratan Medis

- Pasien Sinkope

- Pasien Perdarahan

- Pasien Kompresi

- Perawatan Cermat dan Trampil

- Teknik Finger Sweep

b.Pencegahan Kegawatdaruratan

Respon dokter gigi yang ditentukan dari pendapat dokter gigi tentang kegawatdaruratan medis meliputi prinsip dasar kegawatdaruratan medis, penanganan kegawatdaruratan medis dan pencegahan terjadinya kegawatdaruratan medis.

Sikap dokter gigi untuk memberikan perawatan terhadap pasien kegawatdaruratan medis.

Tindakan yang dilakukan kepada pasien dengan memberikan oksigen 6-8 liter per menit.

Tindakan utama yang dilakukan kepada pasien dengan mengontrol perdarahan pasien.

Tindakan yang dilakukan kepada pasien yang mengalami henti jantung.

Tindakan dari seorang dokter gigi dalam melakukan perawatan kepada pasien.

Tindakan yang dilakukan kepada pasien yang mengalami sumbatan jalan nafas, seperti darah dan muntahan dengan cara membalut jari tangan dengan kain kasa kemudian menyapu cairan tersebut.

Tindakan kepada pasien dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital.


(48)

Medis

- Pasien Pencabutan Upaya yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien dengan melakukan pemeriksaan tanda vital dan melakukan perawatan yang trampil untuk mengurangi risiko terjadinya kegawat-daruratan medis.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpul dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner diberikan secara langsung kepada dokter gigi dan diisi langsung oleh dokter gigi. Kuesioner yang diberikan terdiri dari dua bagian yaitu pertanyaan berhubungan dengan pengetahuan dokter gigi terhadap pasien kegawatdaruratan medis dan pertanyaan berhubungan dengan sikap dokter gigi terhadap pasien kegawatdaruratan medis.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah secara komputerisasi dan dihitung dalam bentuk persentase.

3.7 Pengukuran Data

a. Tingkat pengetahuan

Untuk mengetahui pengetahuan dokter gigi mengenai kegawatdaruratan medis diukur melalui 10 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban yang benar, nilainya 1 dan pertanyaan dengan jawaban yang salah, nilainya 0. Sehingga nilai tertinggi dari 10 pertanyaan yang diberikan adalah 10. Kemudian nilai selanjutnya dikategorikan dengan pengetahuan baik, cukup dan kurang. Katagori baik apabila mendapatkan nilai benar 76%-100%, kategori cukup apabila mendapatkan nilai benar 56%-75% dan kategori kurang apabila mendapatkan nilai benar 40%-55%.41


(49)

Tabel 4. Kategori Nilai Pengetahuan

Alat Ukur Hasil Ukur Katagori Penilaian Skor Kuesioner

(10 pertanyaan)

Jawaban tidak tepat = 0

Jawaban yang tepat = 1

Baik : jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan.

8-10

Cukup : jawaban benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan.

5-7

Kurang : jawaban benar 0%-55% dari seluruh pertanyaan.

<5

b. Sikap dokter gigi

Untuk mengetahui sikap dokter gigi terhadap pasien kegawatdaruratan medis diukur melalui 8 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban setuju, nilainya 3; pertanyaan dengan jawaban kurang setuju, nilainya 2; dan pertanyaan dengan jawaban tidak setuju, nilainya 1. Sehingga nilai tertinggi dari 8 pertanyaan adalah 24.41

Tabel 5. Kategori Nilai Sikap

Alat Ukur Hasil Ukur Katagori penilaian Skor Kuesioner

(8 pertanyaan)

Setuju = 3 Kurang setuju = 2

Tidak setuju = 1

Baik : jawaban benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan.

19-24

Cukup : jawaban benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan.

13-18

Kurang : jawaban benar 0%-55% dari seluruh pertanyaan.


(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran responden

Dari 92 dokter gigi pada penelitian ini, sejumlah besar responden adalah perempuan yaitu sebanyak 82,6% dan laki-laki sebanyak 17,4%, sedangkan berdasarkan usia responden lebih banyak pada usia 30-39 tahun yaitu 33,7% (Tabel 6).

Tabel 6. Gambaran karakteristik responden dokter gigi (n= 92)

Karakteristik responden Jumlah Persentase Jenis kelamin

Perempuan Laki-laki

76 16

82,6 17,4 Umur

20-29 Tahun 30-39 Tahun 40-49 Tahun 50-59 Tahun 60-69 Tahun

27 31 20 13 1

29,3 33,7 21, 8

14,1 1,1

4.2 Pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis

Pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis termasuk kategori baik (76-100%) dalam hal prinsip dasar kegawatdaruratan medis, penanganan pasien syok anafilaktik, upaya pencegahan kegawatdaruratan medis, pemeriksaan tanda vital, penanganan pasien sinkope, penanganan pasien perdarahan dan definisi kegawatdaruratan medis. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (56-75%) dalam hal melakukan teknik finger sweep untuk sumbatan jalan nafas. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (0-55%) dalam hal melakukan kompresi pijat jantung dan definisi penanganan terhadap kegawatdaruratan medis (Tabel 7)


(51)

Tabel 7. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92)

Pengetahuan responden Tahu Tidak Tahu

Jumlah % Jumlah % Prinsip dasar kegawatdaruratan medis

Penanganan pasien syok anafilaktik Upaya pencegahan kegawatdaruratan medis

Pemeriksaan tanda vital Penanganan pasien sinkope Penanganan pasien perdarahan Definisi kegawatdaruratan

Teknik finger sweep untuk sumbatan jalan nafas

Kompresi pijat jantung

Definisi penanganan kegawatdaruratan medis 88 85 82 82 79 74 71 53 45 25 95,7 92,4 89,1 89,1 85,9 80,4 77,2 57,6 48,9 27,2 4 7 10 10 13 18 21 39 47 67 4,3 7,6 10,9 10,9 14,1 19,6 22,8 42,4 51,1 72,8

Hasil penelitian tentang pengetahuan kegawatdaruratan medis didapat persentase tertinggi pada kategori berpengetahuan baik yaitu 55,4%, sedangkan 38,1% responden termasuk kategori berpengetahuan cukup dan 6,5% responden termasuk kategori berpengetahuan kurang (Tabel 8).

Tabel 8. Kategori pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis (n=92)

Kategori Jumlah Persentase Baik Cukup Kurang 51 35 6 55,4 38,1 6,5


(52)

4.3 Sikap responden tentang kegawatdaruratan medis

Sikap responden tentang kegawatdaruratan medis termasuk kategori baik (76-100%) dalam hal memberikan perawatan dengan cermat dan terampil, melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan, melakukan anamnesa untuk mengurangi kegawatdaruratan medis, penanganan kegawatdaruratan medis, mengontrol perdarahan dan pemberian oksigen pada pasien sinkope. Sikap responden termasuk kategori cukup (56-75%) dalam hal melakukan teknik finger sweep. Sedangkan sikap responden termasuk kategori kurang (0-55%) dalam hal melakukan pijat jantung pada pasien sinkope (Tabel 9).

Tabel 9. Distribusi frekuensi sikap responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92) Sikap responden Setuju Kurang setuju Tidak setuju Jlh % Jlh % Jlh % Memberikan perawatan dengan cermat

dan trampil

Melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan

Melakukan anamnesa untuk mengurangi kegawatdaruratan

Penanganan kegawatdaruratan medis Hal utama pada pasien perdarahan adalah mengontrol perdarahan

Pemberian oksigen pada pasien sinkope Melakukan finger sweep dengan membalut jari tangan menggunakan kain kasa

Melakukan pijat jantung pada pasien sinkope 92 92 91 90 88 83 69 34 100 100 98,9 97,8 95,7 90,2 75 37 0 0 1 2 4 9 15 33 0 0 1,1 2,2 4,3 9,8 16,3 35,9 0 0 0 0 0 0 8 25 0 0 0 0 0 0 8,7 27,2

Hasil penelitian tentang sikap terhadap kegawatdaruratan medis didapat persentase keseluruhan dalam kategori baik yaitu 100% (Tabel 10).


(53)

Tabel 10. Kategori sikap responden tentang kegawatdaruratan medis (n= 92)

Kategori Jumlah Persentase

Baik Cukup Kurang

92 0 0

100 0 0


(54)

BAB 5 PEMBAHASAN

Hasil pengetahuan responden yang baik dalam hal prinsip dasar kegawatdaruratan medis, penanganan pasien syok anafilaktik, upaya pencegahan kegawatdaruratan medis, pemeriksaan tanda vital, penanganan pasien sinkope, penanganan pasien perdarahan dan definisi kegawatdaruratan medis (Tabel 7). Pengetahuan tentang kegawatdaruratan medis menunjukkan 95,7% responden mengetahui bahwa prinsip dasar kegawatdaruratan medis merupakan tindakan yang dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami penurunan kesadaran yang dikenal dengan ABC atau Airway, Breathing dan Circulation. Sebanyak 92,4% responden mengetahui penanganan pasien syok anafilaktik. Hal ini mungkin disebabkan, karena responden sudah mengetahui penanganan pasien syok anafilaktik. Penanganan pasien syok anafilaktik yaitu melakukan perawatan dengan memberikan 0,3-0,5 ml epineprine (adrenalin 1:1000) secara intramuskular dengan kecepatan 1 ml/menit dan dapat diulangi setiap 5 menit sampai pasien terlihat membaik.

Pengetahuan responden mengenai upaya pencegahan kegawatdaruratan medis dan pemeriksaan tanda vital, yaitu 89,1%. Hal ini mungkin disebabkan, karena responden mengetahui upaya pencegahan kegawatdaruratan medis dan pemeriksaan tanda vital, dimana upaya pencegahan yang dimaksud adalah melakukan perawatan dengan cermat, terampil dan trauma minimal, sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan tanda vital, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat perubahan tanda vital yang terjadi pada pasien yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu. Hasil penelitian juga menunjukkan 85,9% responden mengetahui penanganan pasien sinkope. Hal ini mungkin disebabkan, karena responden sudah mengetahui tentang penanganan pasien sinkope. Sebanyak 80,4% responden mengetahui penanganan pasien perdarahan. Prinsip dasar terhadap pasien perdarahan adalah membersihkan daerah luka dan penanganan terhadap pasien perdarahan yang diakibatkan fraktur


(55)

rahang adalah dengan melakukan fiksasi dahulu kemudian menutup jaringan luka dengan menjahit lapis demi lapis.

Dari keseluruhan responden, sebanyak 77,2% responden mengetahui definisi kegawatdaruratan medis. Persentase pengetahuan responden mengenai teknik finger sweep untuk sumbatan jalan nafas sudah tergolong cukup, yaitu 57,6%. Hal ini mungkin disebabkan karena responden cukup mengetahui teknik

finger sweep. Finger sweep merupakan teknik untuk membebaskan jalan nafas dari sumbatan benda asing seperti darah dan cairan muntah, yaitu menggunakan 2 jari tangan untuk menyapukan cairan yang ada didalam rongga mulut pasien. Hasil penelitian menunjukkan 48,9% responden mengetahui kompresi pijat jantung terhadap pasien kegawatdaruratan medis dan 27,2% mengetahui definisi penanganan kegawatdaruratan medis. Rendahnya persentase tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan responden mengenai kompresi pijat jantung dan definisi penanganan kegawatdaruratan medis serta tidak adanya pelatihan khusus mengenai hal tersebut.

Persentase kategori pengetahuan menunjukkan bahwa 55,4% responden termasuk kedalam kategori pengetahuan baik, sebanyak 38,1% responden termasuk kategori pengetahuan cukup dan sebanyak 6,5% responden termasuk kategori pengetahuan kurang (Tabel 8). Hasil yang hampir sama juga didapat dari penelitian Choaghmagh dkk, mengenai pengetahuan tentang kegawatdaruratan medis di praktek dokter gigi di Iran, terhadap 48 dokter gigi spesialis didapat hasil 54,2% responden tergolong kategori pengetahuan baik, sebanyak 31,2% responden tergolong kategori pengetahuan cukup dan sebanyak 14,6% responden tergolong kategori pengetahuan kurang.42 Terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai kategori pengetahuan baik, cukup dan kurang. Perbedaan hasil tersebut dimungkinkan karena perbedaan sampel penelitian. Penelitian oleh Chaghmagh dkk, dilakukan pada dokter gigi spesialis, sedangkan penelitian ini dilakukan pada dokter gigi umum.

Dari segi sikap, hasil penelitian menunjukkan sebanyak 100% responden setuju untuk memberikan perawatan dengan cermat dan terampil, sama halnya dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan (Tabel 9). Tingginya persentase tersebut, mungkin disebabkan karena sikap


(56)

responden sudah baik dalam hal memberikan perawatan dengan cermat dan terampil dan juga harus melakukan anamnesa serta pemeriksaan tanda vital sebelum melakukan pencabutan. Sebanyak 98,9% responden setuju bahwa dengan melakukan anamnesa dapat mengurangi kegawatdaruratan medis. Hasil yang tidak jauh berbeda didapat dari sikap responden yang setuju, bahwa seorang dokter gigi harus mengetahui penanganan kegawatdaruratan medis, yaitu 97,8%. Hasil penelitian juga menunjukkan sebanyak 95,7% responden setuju dalam penanganan pasien perdarahan hal utama yang dikontrol adalah perdarahannya. Hal ini mungkin disebabkan, karena sikap dokter gigi yang sudah tergolong kategori baik mengenai hal tersebut.

Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan, sebanyak 90,2% responden setuju untuk memberikan oksigen terhadap pasien sinkope. Sebanyak 75% responden setuju untuk membalut jari tangan dengan kain kasa ketika melakukan teknik finger sweep. Tingginya persentase tersebut, mungkin disebabkan karena sikap responden mengenai pemberian oksigen terhadap pasien sinkope dan finger sweep sudah tergolong kategori baik. Hasil penelitian juga menunjukkan, sebanyak 37% responden setuju untuk melakukan pijat jantung pada pasien sinkope. Hal ini mungkin disebabkan, karena sikap responden tentang kompresi pijat jantung masih kurang.

Persentase kategori sikap menunjukkan bahwa 100% responden termasuk kedalam kategori pengetahuan baik dan tidak ada responden yang termasuk kedalam kategori pengetahuan cukup dan kurang (Tabel 10). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mollashahi dan Honarmand tentang sikap dokter gigi terhadap kegawatdaruratan medis di Iran, terhadap 64 dokter gigi didapat hasil bahwa 61% responden termasuk kategori sikap baik.43

Kegawatdaruratan medis merupakan suatu keadaan yang sangat luas, sehingga keterbatasan penelitian ini adalah hanya membahas 3 jenis kegawatdaruratan medis saja dan hanya dokter gigi yang praktek di 3 Kecamatan Kota Medan. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dapat menambah jenis kegawatdaruratan medis dan melakukan penelitian di praktek dokter gigi lain di Kecamatan Kota Medan atau dokter gigi yang ada di Rumah Sakit.


(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan responden tentang kegawatdaruratan medis termasuk kategori baik (76-100%) dalam hal prinsip dasar kegawatdaruratan medis, penanganan pasien syok anafilaktik, upaya pencegahan kegawatdaruratan medis, pemeriksaan tanda vital dan penanganan pasien sinkope. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup (56-75%) dalam hal penanganan pasien perdarahan dan definisi kegawatdaruratan medis. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (0-55%) dalam hal melakukan teknik finger sweep, kompresi pijat jantung dan definisi penanganan terhadap kegawatdaruratan medis.

2. Sikap responden tentang kegawatdaruratan medis termasuk kategori baik (76-100%) dalam hal memberikan perawatan dengan cermat dan terampil, melakukan anamnesa dan pemeriksaan tanda vital sebelum pencabutan, melakukan anamnesa untuk mengurangi kegawatdaruratan medis, penanganan kegawatdaruratan medis, mengontrol perdarahan dan pemberian oksigen pada pasien sinkope. Sikap responden termasuk kategori cukup (56-75%) dalam hal melakukan teknik finger sweep. Sedangkan sikap responden termasuk kategori kurang (0-55%) dalam hal melakukan pijat jantung pada pasien sinkope.

3. Pengetahuan responden paling banyak terdapat pada kategori baik sebesar 55,4%, diikuti kategori cukup sebesar 38,1% dan kategori kurang sebesar 6,5%.

4. Sikap responden keseluruhan terdapat pada kategori baik yaitu sebesar 100%.

6.2 Saran

1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi dan perlu dilakukan penelitian lanjut untuk melihat tindakan dokter gigi terhadap kegawatdaruratan medis.

2. Diharapkan kepada dokter gigi agar dapat meningkatkan pengetahuan dan mempertahankan sikap terhadap kegawatdaruratan medis.


(58)

3. Diharapkan adanya hubungan kerja sama antara Fakultas Kedokteran Gigi dengan pihak Rumah Sakit Pendidikan tertentu agar mahasiswa Kepaniteraan Klinik mempunyai cukup pengalaman dan keilmuan aplikatif dalam penanganan pasien kegawatdaruratan medis.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

1. Malamed SF. Medical emergencies in the dental office. Ed 6. Missouri: Mosby Elsevier, 2007: 110.

2. Anonymous. A doctor’s duty to help in a medical emergency. <http://www.mcnz.org.nz/assets/News-and-Publications/Statements/A-doctors-duty-to-help-in-a-medical-emergency.pdf >. (19 Oktober 2013)

3. Greenwood M. Medical emergencies in dental practice. Dent Update 2009 Mei: 202-211.

4. Atherton GJ, McCaul JA, Williams SA. Medical emergencies in general dental practice in Great Britian part 1. J British Dent 1999; 186: 72-9.

5. Verawati. Penanggulangan beberapa keadaan gawat darurat di praktik dokter gigi. JITEKGI 2005; 2(2): 33-7.

6. Haas DA. Management of medical emergencies in the dental office. <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1586863/>. (15 September 2013).

7. Kamadjaja DB. Vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi. PDGI J 2010; 59: 8-13.

8. Carvalho RM, Costa LR, Marcelo VC. Brazilian dental student’s perceptions about medical emergencies. J Dent Education 2008: 1343-49.

9. Atherton GJ, McCaul JA, Williams SA. Medical emergencies in general dental practice in Great Britian part 3. J British Dent 1999; 186: 234-7.

10. Nasution C. Tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran USU tahun masuk 2009 mengenai penelaksanaan awal kegawatdaruratan. <http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/37618>. (15 September 2013). 11. Felayati D. Gambaran pengetahuan mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat

angkatan 2008 tentang bantuan hidup dasar di Universitas Sumatera Utara. <http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31633>. (15 September 2013) 12. Broadbent JM, Thomson WM. The readiness of New Zealand general dental


(60)

13. Atherton GJ, Pemberton MN, Thornhill MH. Medical emergencies: the experience of staff of a UK dental teaching hospital. J British Dent 2000; 188: 320-4.

14. Notoatmodjo S. Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2007: 143-9.

15. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC, 2010: 12-23.

16. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2003: 127-132.

17. Myers DG. Exploring social psychology. Ed 5. New York: Mc Graw Hill, 2009: 89-90.

18. Ajzen I. Attitudes, personality, and behavior. Ed 2. New York: Mc Graw Hill, 2005: 3.

19. Eagly AH, Chaiken S. The psychology of attitudes. Amerika: HBJ, 1993: 1. 20. Dayakisni T, Hudaniah. Psikologi sosial. Malang: UMM, 2003: 98.

21. Howe GL. Pencabutan gigi geligi. Ed 2. Jakarta: EGC, 1999: 82-92.

22. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno. Jakarta: EGC, 1996: 83-94.

23. Le BT, Woo I. Management of complications of dental extractions. The academy of dental therapeutic and stomatology: 2-4.

24. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the medically compromised patient. Ed 7. Missouri: Mosby Elsevier, 2008: 396-432.

25. Budihardja AS, Rahmat M. Trauma oral dan maksilofasial. Jakarta: EGC, 2011: 67-9.

26. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Ed 2. Jakarta: EGC, 2004: 118-21.

27. Hardisman. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok hipovolemik. J Kesehatan Andalas 2013; 2(3): 178-182.

28. Cheatham ML, Block EFJ, Smith HG, Promes JT. Shock. Florida: Orlando regional medical center: 1-41.


(61)

29. Tarwoto, Wartonah, Suryati ES. Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: SS, 2007: 23-5.

30. Hartanto H, ed. Patofisiologi. Ed 6. Jakarta: EGC, 2005: 641-6.

31. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R eds. Anestesiologi. Jakarta: FKUI, 2004: 157-185.

32. Coulthard P, Horner K, Sloan P, Theaker ED. Oral and maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. USA: Churchill Livingstone, 2003: 21-9.

33. Scully C, Cawson RA. Medical problems in dentistry. Ed 5. India: Churchill Livingstone, 2005: 563-70.

34. Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF et al. Adult Basic Life Support. AHA J 2010; 122: 685-98.

35. Anonymous. Pendidikan pelatihan profesional kedokteran gigi berkelanjutan. <http://www.pdgi.or.id/p3kgb/info/pedoman>. (28 April 2014).

36. Howe GL, Whitehead FIH. Anastesi lokal. Ahli Bahasa. Yuwono L. Jakarta: Hipokrates, 2012: 120-8.

37. Perry AG, Potter PA. Clinical nursing skills and techniques. Ed 6. Missouri: Elsevier Mosby, 2006: 488-521.

38. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: EGC, 2003: 30-43.

39. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto, 2003: 26-32, 173-7, 205.

40. Anonymous. Pengukuran tanda-tanda vital suhu tubuh.

<http://smkmedikapekalongan.wordpress.com/sarana/agus-firdaus-s-kep-guru-mapel-keperawatan/modul-vital-sign/>. (18 Agustus 2013).

41. Machfoedz I. Metodologi penelitian. Yogyakarta: Fitramaya, 2009: 125-6. 42. Chaghmagh MA, Sarabadani J, Delavarian Z, Ali AM. The evaluation of

knowledge among dental specialists about common medical emergencies in dental offices in Mashhad. J Mash Dent Sch 2011; 34(4): 263-70.

43. Mollashahi LF, Honarmand M. Assessment of knowledge and attitude of general dental practitioners about medical emergencies in Zahedan. J Mash Dent Sch 2009; 32(4): 319-24.


(62)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Chintya Pratiwi Putri

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 23 Juli 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl Dame No.59 SM Raja Km 10 Medan-Amplas

Orang Tua

Ayah : Yusri Sudarma

Ibu : Delfi Andriani, Amd

Riwayat Pendidikan

1. 1996-1998 : TK Panglima Angkasturi, Medan

2. 1998-2004 : SD Negeri 060924, Medan

3. 2004-2007 : SMP Negeri 15, Medan

4. 2007-2010 : SMA Swasta Angkasa 2 Lanud, Medan

5. 2010-2014 : S1-Fakultas Kedokteran Gigi USU, Medan


(63)

LAMPIRAN 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL

Nomor : Tanggal :

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DOKTER GIGI TERHADAP PASIEN KEGAWATDARURATAN

MEDIS DI PRAKTEK DOKTER GIGI KOTA MEDAN

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : P / W *)

Ket : *) Coret yang tidak perlu

PETUNJUK PENGISIAN :

1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh dokter gigi.

2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang dianggap benar.

3. Semua pertanyaan harus dijawab.

4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

5. Bila ada pertanyaan yang kurang mengerti silahkan ditanyakan kepada peneliti.


(64)

LINGKARI JAWABAN PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA A. Pengetahuan

1) Menurut dokter, apakah yang dimaksud dengan kegawatdaru-

ratanmedis? A1 1. Keadaan atau kondisi yang mendadak yang memerlukan

tindakan segera.

2. Keadaan atau kondisi yang terjadi dengan tiba-tiba saat dilakukan perawatan gigi dan membutuhkan pemeriksaan serta tindakan yang cepat.

3. Keadaan tiba-tiba yang terjadi dan membutuhkan perawatan segera untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan atau rasa sakit pada pasien.

2) Menurut dokter, apa yang dimaksud dengan prinsip dasar ke-

Gawat daruratan medis? A2 1. Dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami

penurunan kesadaran, dikenal dengan tindakan ABC atau Airway,

Breathing, dan Circulation.

2. Tindakan yang hanya dilakukan jika pasien membutuhkannya.

3. Tindakan menjaga jalan nafas pasien.

3) Menurut dokter, apa yang dimaksud dengan melakukan pena-

nganan kegawatdaruratan medis? A3 1. Tindakan dari dokter gigi untuk menentukan prognosa

perawatan yang diberikan untuk keadaan kegawatdaruratan medis. 2. Memberikan bantuan hidup terhadap pasien kegawatdaruratan medis.

3. Tindakan dari dokter gigi untuk membantu memberikan bantuan hidup terhadap pasien kegawatdaruratan medis.


(65)

4) Menurut dokter, bagaimana cara melakukan penanganan pada

pasien sinkope ? A4 1. Memposisikan pasien di lantai kemudian memberikan bau

yang merangsang.

2. Melakukan perawatan dengan memposisikan pasien dalam posisi kepala sejajar atau sedikit dibawah jantung (posisi trendelenburg) dan berikan oksigen 6-8 liter per menit.

3. Melakukan pemeriksaan tanda vital.

5) Menurut dokter, bagaimana cara melakukan penanganan pada

pasien syok anafilaktik ? A5 1. Melakukan perawatan dengan memberikan 0,3-0,5 ml

epineprine (adrenalin 1:1000) secara intramuscular dengan kecepatan 1 ml/menit dan diulangi setiap 5 menit sampai pasien terlihat membaik.

2. Melakukan perawatan dengan memposisikan pasien dalam posisi kepala sejajar atau sedikit dibawah jantung (posisi trendelenburg), berikan oksigen 6-8 liter per menit.

3. Melakukan perawatan dengan melakukan pemeriksaan tanda vital dan memberikan bau yang merangsang seperti alkohol.

6) Menurut dokter, bagaimana cara melakukan penanganan pada

pasien perdarahan akibat fraktur rahang ? A6 1. Melakukan penekanan dengan menggunakan tampon pada

daerah luka.

2. Melakukan penjahitan pada jaringan lunak.

3. Melakukan fiksasi dahulu kemudian menutup jaringan lunak dengan menjahit secara bertahap lapis demi lapis dari bagian dalam ke luar.

7) Menurut dokter, upaya apa yang dapat mencegah terjadinya

kegawatdaruratan medis? A7 1. Anamnesa dan melakukan perawatan dengan cermat.


(1)

LAMPIRAN 3 Frequency Table

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 16 17.4 17.4 17.4

Perempuan 76 82.6 82.6 100.0

Total 92 100.0 100.0

P1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 21 22.8 22.8 22.8

Tahu 71 77.2 77.2 100.0

Total 92 100.0 100.0

P2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 4 4.3 4.3 4.3

Tahu 88 95.7 95.7 100.0

Total 92 100.0 100.0

P3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

P4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 13 14.1 14.1 14.1

Tahu 79 85.9 85.9 100.0

Total 92 100.0 100.0

P5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 7 7.6 7.6 7.6

Tahu 85 92.4 92.4 100.0

Total 92 100.0 100.0

P6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 18 19.6 19.6 19.6

tahu 74 80.4 80.4 100.0

Total 92 100.0 100.0

P7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 10 10.9 10.9 10.9

tahu 82 89.1 89.1 100.0


(3)

P8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 10 10.9 10.9 10.9

tahu 82 89.1 89.1 100.0

Total 92 100.0 100.0

P9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 47 51.1 51.1 51.1

tahu 45 48.9 48.9 100.0

Total 92 100.0 100.0

P10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak tahu 39 42.4 42.4 42.4

tahu 53 57.6 57.6 100.0

Total 92 100.0 100.0

PKAT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 51 55.4 55.4 55.4

Sedang 35 38.1 38.0 93.5

Kurang 6 6.5 6.5 100.0


(4)

S1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang setuju 2 2.2 2.2 2.2

setuju 90 97.8 97.8 100.0

Total 92 100.0 100.0

S2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang setuju 9 9.8 9.8 9.8

setuju 83 90.2 90.2 100.0

Total 92 100.0 100.0

S3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang setuju 4 4.3 4.3 4.3

setuju 88 95.7 95.7 100.0

Total 92 100.0 100.0

S4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(5)

S5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak setuju 25 27.2 27.2 27.2

kurang setuju 33 35.9 35.9 63.0

setuju 34 37.0 37.0 100.0

Total 92 100.0 100.0

S6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak setuju 8 8.7 8.7 8.7

kurang setuju 15 16.3 16.3 25.0

setuju 69 75.0 75.0 100.0

Total 92 100.0 100.0

S7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid setuju 92 100.0 100.0 100.0

S8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

SKAT

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent