BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Prostodontik - Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik Pada Praktik Dokter Gigi Umum Di Kota Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawatan Prostodontik

  2.1.1 Pengertian Prosthodontics atau Prosthetic Dentistry dan disebut juga dengan ilmu

  Prostodonsia adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi, yang berhubungan dengan diagnosis, rencana perawatan, rehabilitasi dan pemeliharaan kesehatan mulut, kenyamanan, penampilan dan kesehatan pasien dengan cara mengganti gigi dan jaringan maksilofasial yang hilang atau tidak sempurna terbentuk dengan alat tiruan

  18

  biokompatibel untuk pemulihan sistem stomatognasi. Hal ini sesuai dengan filosofi perawatan prostodontik yaitu "restore what is missing but also preserve what is

  

remains ", sehingga perawatan prostodontik yang dilakukan oleh dokter gigi tidak

  hanya untuk menggantikan struktur yang hilang tetapi memelihara struktur rongga

  2,3 mulut yang masih ada.

  2.1.2 Tujuan Perawatan Prostodontik

  Perawatan prostodontik bertujuan untuk memperbaiki dan memelihara kesehatan umum pasien, memperbaiki fungsi, meliputi fungsi pengunyahan dan fungsi bicara, memperbaiki estetik sehingga menambah kepercayaan diri pasien dalam penampilan, merestorasi dan memelihara kesehatan gigi dan jaringan yang masih ada serta mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut dari struktur rongga

  2,3

  mulut. Hasil penelitian Roessler (2003) menyebutkan terdapat dua alasan utama pasien melakukan perawatan prostodontik yaitu untuk memperbaiki estetik terutama pada kasus pembuatan gigitiruan sebagian lepasan maupun gigitiruan cekat dan untuk

  8 meningkatkan fungsi pengunyahan.

2.1.3 Jenis Perawatan Prostodontik

2.1.3.1 Gigitiruan Lepasan

  Gigitiruan lepasan merupakan jenis perawatan prostodontik yang menggantikan gigi serta jaringan pendukung pada kehilangan sebagian maupun seluruh gigi dengan gigitiruan yang dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh pasien dari rongga mulut. Berdasarkan jumlah gigi yang digantikannya, gigitiruan lepasan terdiri atas gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) dan gigitiruan penuh (GTP).

  Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan pembuatan GTC 2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak bergigi 3. Resorpsi tulang alveolar berlebih 4. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat atau belum erupsi sempurna.

  3,5

  Perawatan gigitiruan cekat berfokus untuk mengembalikan fungsi,

  6,18,19

  Gigitiruan cekat (GTC) didefinisikan sebagai gigitiruan yang memperbaiki mahkota gigi yang rusak atau menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dengan bahan tiruan dan dipasangkan ke pasien secara permanen serta tidak dapat dibuka-buka oleh pasien, terdiri dari gigitiruan cekat mahkota (crown) dan jembatan (bridge).

  3,5,18,19 1.

  18,19

  Gigitiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah gigitiruan yang menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang dan jaringan pendukungnya pada rahang atas atau rahang bawah serta dapat dibuka pasang oleh pasien, terdiri atas GTSL akrilik dan GTSL kerangka logam. Indikasi pemakaian GTSL, yaitu:

  2.1.3.1.2 Gigitiruan Sebagian Lepasan

  1

  Tujuan pembuatan GTP adalah untuk memenuhi kebutuhan estetik, fonetik, dukungan oklusal, pengunyahan, kenyamanan dan kesehatan jaringan pendukung.

  18,19

  Gigitiruan penuh (GTP) adalah gigitiruan yang menggantikan seluruh gigi- geligi yang hilang dan jaringan pendukungnya baik di rahang atas dan rahang bawah.

  2.1.3.1.1 Gigitiruan Penuh

2.1.3.2 Gigitiruan Cekat

  1. Menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang 2.

  Daerah tidak bergigi masih dibatasi oleh gigi asli pada kedua sisinya 3. Gigi yang dijadikan sebagai penyangga harus sehat dan jaringan periodontal baik

  4. Pasien berumur 20-55 tahun.

  2.1.3.3 Gigitiruan Implan

  Merupakan gigitiruan yang mempunyai dukungan dari bahan yang ditanamkan ke dalam tulang alveolar untuk mendapatkan retensi dan dukungan yang

  18 cukup terhadap gigitiruan cekat maupun gigitiruan lepasan.

  2.1.3.4 Protesa Maksilofasial

  Protesa maksilofasial merupakan jenis perawatan protodontik yang berhubungan dengan restorasi dan atau penggantian sistem stomatognatik dan struktur wajah yang disebabkan oleh adanya penyakit, tindakan bedah dan kelainan

  18

  bawaan dengan alat tiruan yang dapat atau tidak dapat dilepas oleh pasien. Jenis protesa maksilofasial terdiri atas protesa ekstra oral dan intra oral. Protesa ekstra oral adalah protesa yang merestorasi dan atau menggantikan bagian dari wajah atau struktur kepala yang hilang seperti protesa mata, protesa hidung dan protesa telinga. Protesa intra oral adalah protesa yang merestorasi dan atau menggantikan kelainan struktur di dalam rongga mulut seperti obturator pada celah palatum, speech aids,

  19 palatal lifts dan feeding plate pada bayi.

2.1.4 Keberhasilan Perawatan Prostodontik 2.1.4.1 yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawatan Faktor Prostodontik

  Keberhasilan dalam perawatan prostodontik tergantung pada upaya tiga pihak, yaitu dokter gigi yang membuat diagnosa, persiapan rencana perawatan dan melaksanakan prosedur klinis, tekniker gigi yang melakukan prosedur laboratorium dan pasien dalam hal menyesuaikan diri terhadap gigitiruan dan menerima

  8 yang paling menentukan untuk keberhasilan perawatan prostodontik, hal ini disebabkan perawatan prostodontik bagi pasien melibatkan banyak prosedur terpisah yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya sehingga harus ada komunikasi, kerjasama yang baik serta saling menghargai antara dokter gigi dan

  17 tekniker gigi selama melakukan pembuatan gigitiruan.

2.1.4.2 Syarat Keberhasilan Perawatan Prostodontik

  Suatu perawatan prostodontik dikatakan berhasil apabila memenuhi beberapa persyaratan, antara lain retensi dan stabilisasi gigitiruan yang baik, dukungan yang cukup, oklusi harmonis, estetik serta nyaman dan tidak menimbulkan rasa sakit pada jaringan rongga mulut. Retensi merupakan daya tahan terhadap gaya yang melepaskan gigitiruan dalam arah yang berlawanan dengan arah pemasangan. Retensi disebut juga sebagai usaha mempertahankan posisi gigitiruan didalam rongga mulut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adhesi, kohesi, tegangan permukaan antar fasial, daya tarik-menarik kapiler, tekanan atmosfer dan otot-otot rongga mulut dan wajah. Stabilitas merupakan kemampuan gigitiruan untuk dapat bergerak secara horizontal dengan baik dan konstan posisinya bila tekanan jatuh padanya. Kestabilan gigitiruan didapat dari kontak rapat antara basis gigitiruan dengan mukosa, besar dan bentuk daerah pendukung, kualitas cetakan fisiologis, bentuk permukaan yang dipoles serta lokasi dan susunan anasir gigitiruan. Sedangkan dukungan merupakan daya tahan gigitiruan terhadap komponen vertikal dari pengunyahan atau tekanan-tekanan lain yang dijatuhkan ke arah daerah pendukung. Dukungan terhadap gigitiruan didapat dari tulang rahang atas dan rahang bawah serta jaringan mukosa yang menutupinya. Dukungan akan bertambah dengan pemberian tekanan selektif yang serasi dengan kekenyalan jaringan yang tersedia untuk

  1,2,3 dukungan.

2.2 Aplikasi

  2.2.1 Pengertian

  Menurut Notoatmodjo, aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan

  14,15 mendemonstrasikan.

  2.2.2 Aplikasi Prosedur Perawatan Prostodontik oleh Dokter Gigi

  Hasil penelitian Mendez (1985) dan Singh dkk (2011), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prosedur yang diajarkan di fakultas, dan

  11,12

  prosedur yang benar-benar dipraktikkan. Sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa pendidikan dan lebih mengikuti prosedur singkat dan sesuai kenyamanan mereka sendiri untuk melakukan

  11

  perawatan prostodontik. Clark dkk (2001) melaporkan bahwa dokter gigi di Amerika Serikat dan di negara lain biasanya tidak menggunakan teknik restoratif tertentu yang telah dipelajari di fakultas, terdapat teknik alternatif yang sesuai untuk masing-masing kasus yang mereka rawat. Sementara mahasiswa kedokteran gigi menggunakan teknik yang telah diajarkan, kebanyakan dokter gigi lebih memilih untuk tidak menggunakannya atau memilih teknik yang berbeda yang mereka pelajari

  13

  dari luar universitas. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka sebagian besar dokter gigi tidak mengikuti prosedur yang telah mereka pelajari selama masa

  11-13 pendidikan.

2.3 Prosedur Perawatan Prostodontik

  Perawatan prostodontik melibatkan banyak prosedur terpisah yang saling berkaitan antara satu prosedur dengan prosedur lainnya. Dalam hal ini, prosedur klinis dilaksanakan oleh dokter gigi terhadap pasien di ruang praktik. Setiap prosedur perawatan yang diaplikasikan, telah banyak dijelaskan di dalam berbagai buku dan telah diajarkan di dalam kurikulum oleh seluruh institusi pendidikan kedokteran gigi untuk memandu dokter gigi dalam melakukan perawatan prostodontik secara

  9-13

  optimal. Apabila salah satu prosedur yang dilakukan kurang tepat, maka gigitiruan yang dihasilkan tidak akan memuaskan, baik bagi pemakainya maupun

  1,8 operatornya.

  Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, oleh sebab itu, sebagai bahan acuan prosedur perawatan prostodontik disesuaikan dengan kurikulum yang diajarkan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, yang meliputi:

2.3.1 Prosedur Perawatan Gigitiruan Penuh

  Proses perawatan gigitiruan penuh yang harus dilakukan oleh dokter gigi terdiri dari beberapa tahap, antara lain:

2.3.1.1 Prosedur Diagnostik

  Prosedur diagnostik perlu diaplikasikan pada pasien yang akan membuat gigitiruan penuh untuk membantu dalam menetapkan diagnosa dan rencana

  1,4,5

  perawatan, meliputi: A.

  Informasi Sosial Identitas pasien penting diketahui meliputi nama, usia, alamat, nomor telepon dan pekerjaan pasien. Informasi ini diperlukan bila akan menghubungi pasien lebih

  1,4,5 lanjut dan dapat memberikan petunjuk tentang keadaan sosial-ekonomi pasien.

  B.

  Status Medis Dokter gigi harus mengetahui kesehatan umum pasien khususnya kondisi yang mungkin berpengaruh terhadap perawatan gigitiruan. Kesehatan umum dapat diamati dari postur dan kondisi pasien yang terlihat pada saat kunjungan pertama pasien ke dokter gigi. Namun, harus dipastikan dengan mengadakan pemeriksaan lebih lanjut, baik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih, pemeriksaan objektif maupun berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut.

  Informasi kesehatan umum meliputi penyakit sistemik yang diderita pasien seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, alergi, penyakit kronis lainnya serta obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien harus dapat diketahui dengan jelas karena

  1,4,5 akan mempengaruhi keberhasilan perawatan yang akan dilakukan.

  C.

  Sikap Mental Pasien Dr. Milus House berdasarkan pengalaman klinisnya, mengklasifikasikan sikap mental pasien yang membuat gigitiruan menjadi empat kategori, yaitu philosophic,

  

indifferent , critical dan skeptical. Sikap mental pasien merupakan salah satu faktor

  penting yang harus diperhatikan dalam mendiagnosa pasien. Dokter gigi harus mampu mengerti dan memahami sikap pasien yang akan dilakukan perawatan. Untuk mengatasi sikap mental pasien pada dasarnya dokter gigi harus melakukan perawatan dengan penuh simpati, kesabaran dan bersikap empati terhadap pasien untuk

  1 mencapai keberhasilan perawatan prostodontik yang dilakukan.

  D.

  Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut Dokter gigi harus mengetahui riwayat kesehatan gigi pasien dengan mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya mengenai pencabutan terakhir gigi. Waktu dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui. Apakah gigi tesebut sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri mungkin ada sisa akar yang tertinggal. Lama jangka waktu antara pencabutan terakhir dengan saat dimulainya pembuatan gigitiruan akan mempengaruhi hasil perawatan. Informasi lain seperti prosedur kebersihan rongga mulut pasien, kebiasaan pasien misalnya mengunyah di satu sisi dan bruxism. Selain itu perlu diketahui kelainan rongga mulut

  1,4,5 yang pernah diderita serta perawatan yang pernah diterima oleh pasien.

  Pada pasien yang pernah memakai gigitiruan, harus diberi kesempatan untuk menyampaikan keluhan tentang gigitiruannya yang lama. Hal ini penting untuk dijadikan petunjuk bagi dokter gigi agar dapat mengetahui permasalahan utama yang

  1,4 diinginkan oleh pasien sehingga dapat diperbaiki pada gigitiruannya yang baru. E.

  Pemeriksaan Klinis 1. Pemeriksaan ekstra oral dan intra oral

  Pemeriksaan ekstra oral meliputi bentuk muka, profil wajah, postur bibir saat istirahat dan selama berfungsi, sendi temporomandibular dan kemungkinan kebiasaan terkait dengan pemakaian gigitiruan seperti mengangkat gigitiruan rahang bawah

  1,4 dengan lidah.

  (a) (b)

  6 Gambar 1. Pemeriksaan ekstra oral. (a) Bentuk Wajah dan (b) Profil Wajah

  Pemeriksaan intra oral meliputi screening seluruh jaringan rongga mulut terhadap kelainan patologis yang dilakukan secara visual dan palpasi pada mukosa rongga mulut, linggir alveolar, palatum, lidah dan relasi rahang. Pemeriksaan terhadap jumlah serta konsistensi saliva perlu dilakukan karena berpengaruh pada retensi, stabilisasi serta kenyamanan pemakaian gigitiruan. Bila terdapat jaringan

  

flabby , ridge tajam (knife edge), protuberensia tulang seperti torus, eksostosis dan

  jaringan hiperplasia perlu dilakukan pertimbangan tindakan pembedahan atau membuat desain khusus. Dokter gigi memegang peranan penting dalam deteksi dini oral neoplasia, khususnya karsinoma. Prosedur pembuatan gigitiruan harus ditunda bila terdapat kelainan patologis sampai seluruh jaringan rongga mulut dalam keadaan

  1,4,5 sehat.

2. Pemeriksaan gigitiruan

  Tujuan dari pemeriksaan gigitiruan adalah untuk menentukan kualitas gigitiruan yang berhubungan dengan keluhan pasien mengenai gigitiruannya sehingga dapat dilakukan perbaikan pada gigitiruan yang baru. Pemeriksaan yang dilakukan pada saat gigitiruan dikeluarkan dari rongga mulut meliputi kebersihan gigitiruan, bentuk umum, posisi gigi, oklusi, dan keausan gigitiruan. Kemudian dilakukan pemeriksaan gigitiruan di dalam rongga mulut meliputi adaptasi gigitiruan, border

  

extension , freeway space, dimensi vertikal, oklusi sentrik, estetik, serta posisi gigi dan

  hubungannya terhadap lidah, pipi dan bibir, sebelum melakukan penilaian stabilitas

  1,4 dan retensi.

  Keinginan dan harapan pasien terhadap gigitiruan yang akan dibuat sebaiknya harus diketahui pada saat kunjungan pertama. Harus disadari oleh pasien maupun dokter gigi bahwa gigitiruan yang akan dibuat harus dapat menciptakan fungsi rongga mulut dan keharmonisan hubungan dengan struktur rongga mulut lainnya serta

  1 jaringan sekitarnya.

  3. Model diagnostik Pembuatan model diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui beberapa hal. Pada saat melakukan pencetakan model diagnostik, sensitivitas pasien terhadap prosedur yang dilakukan di rongga mulut, koordinasi aktifitas lidah dan faktor-faktor lain yang penting untuk penegakan diagnosa dapat diketahui lebih dini. Apabila masih terdapat gigi asli pada kedua rahang dan masih dapat dioklusikan, maka model diagnostik dapat dipasangkan ke artikulator sehingga hubungan oklusi yang ada dapat dicatat. Selain itu dokter gigi dapat mengevaluasi bentuk lengkung dan hubungan

  1 rahang serta mengevaluasi pemeriksaan intraoral yang telah dilakukan.

  4. Pemeriksaan radiografik Pemeriksaan radiografik pada prinsipnya penting dilakukan untuk mengevaluasi kondisi setiap pasien yang memerlukan perawatan prostodontik sehingga kondisi di bawah membran mukosa yang secara klinis tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan radiografik dapat diketahui adanya sisa akar, gigi terpendam maupun keadaan patologis seperti kista. Pemeriksaan radiografik juga dapat melihat keadaan jaringan periodontal gigi yang masih ada serta vitalitasnya, tebal submukosa yang menutupi tulang, lokasi kanalis

  1,4,5 Pemeriksaan radiografik panoramik dari kedua lengkung rahang ditambah dengan foto periapikal atau oklusal bila diperlukan sangat membantu didalam menegakkan diagnosa, namun perlu dipertimbangkan pemaparan radiasi pada pasien harus seminimal mungkin. Karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan radiografik dengan menggunakan foto panoramik, sedangkan foto periapikal atau

  4 oklusal hanya bila diperlukan untuk pemeriksaan tambahan.

2.3.1.2 Pencetakan Anatomis

  Pencetakan anatomis berfungsi untuk mendapatkan batas dukungan gigitiruan dan memperoleh studi model. Sendok cetak yang digunakan untuk melakukan pencetakan anatomis adalah sendok cetak pabrik yang terbuat dari bahan metal atau plastik. Sendok cetak ini ada yang berlubang dan tidak berlubang. Bentuk sendok cetak untuk pasien edentulus membulat pada permukaan yang menutupi linggir alveolar. Sendok cetak harus disesuaikan terlebih dahulu pada rongga mulut pasien. Ukuran sendok cetak edentulus sekitar 5 mm lebih besar dari permukaan linggir

  1,4,20 alveolar agar memberikan tempat yang cukup untuk bahan cetak.

  Gambar 2. Sendok cetak logam dengan desain yang baik dalam berbagai ukuran.Tanda panah menunjukkan bentuk sendok cetak edentulus melengkung pada permuka- an yang menutupi linggir alveolar dan daerah otot masseter dari sendok cetak tidak memiliki sudut

  20

  yang tajam Tepi sendok cetak harus dilapisi dengan soft boxing wax pada tuberositas dan vestibulum bukal untuk membantu adaptasi tepi sendok cetak dengan jaringan, melindungi jaringan perifer dari kekerasan tepi sendok cetak dan sebagai pembatas bagi bahan cetak alginat agar tidak mengalir jauh dari jaringan yang akan dicetak. Sendok cetak tidak boleh menyebabkan distorsi atau perubahan bentuk terhadap jaringan dan struktur yang harus berkontak dengan tepi serta permukaan

  1,20 gigitiruan.

  Gambar 3. Tepi sendok cetak yang telah dilapisi dengan

  soft boxing wax . Tanda panah menunjukkan

  20 soft boxing wax .

  Bahan cetak yang sering digunakan untuk pencetakan anatomis adalah alginat (irreversible hidrocolloid) karena harga yang ekonomis, mudah untuk digunakan dan

  20 mempunyai viskositas yang tinggi.

  Hasil cetakan, harus meluas mencakup seluruh jaringan pendukung gigitiruan dan perifer. Cetakan rahang atas harus meliputi kedalaman fungsional dari sulkus labial, bukal dan tuberositas serta mencakup hamular notch dan vibrating line pada bagian posterior. Pada cetakan rahang bawah harus meliputi kedalaman fungsional dari sulkus labial, bukal dan lingual serta mencakup retromolar pads dan fossa

  1,4,5,20 retromylohyoid di bagian posterior.

  (a) (b)

  Gambar 4. Hasil cetakan anatomis yang mencakup seluruh daerah pendukung, tidak

  20

  poreus dan terisi seluruhnya. (a) Rahang atas (b) Rahang bawah Hasil cetakan harus segera diisi dengan bahan plaster of paris untuk mendapatkan studi model dan sebagai model untuk pembuatan sendok cetak

  1,20 fisiologis.

2.3.1.3 Pencetakan Fisiologis

  Prosedur pencetakan fisiologis bertujuan untuk mendapatkan model kerja untuk pembuatan basis gigitiruan. Pencetakan fisiologis menggunakan sendok cetak

  20 fisiologis yang dibuat dari bahan resin akrilik swapolimerisasi.

  (a) (b)

  20 Gambar 5. Sendok cetak fisiologis untuk (a) Rahang atas dan (b) Rahang bawah

  a.

   Border Molding Border molding atau disebut juga sebagai muscle trimming, merupakan proses

  pembentukan tepi-tepi sendok cetak fisiologis untuk mendapatkan anatomi struktur

  20 pembatas gigitiruan yang lebih akurat.

  Beberapa bahan telah digunakan untuk border molding pada sendok cetak fisiologis, antara lain modeling compound, heavy bodied vinyl polysiloxane dan

  

polyether. Green stick compound merupakan bahan yang paling bagus digunakan

  karena memiliki beberapa keuntungan antara lain setting cepat, dapat digunakan kembali apabila dilakukan pengulangan prosedur border molding, karena kekakuannya dapat digunakan untuk memperpanjang sendok cetak yang terlalu pendek sekitar 3-4 mm, umumnya bahan cukup kental untuk mempertahankan bentuknya bila dalam keadaan lunak sehingga memberikan lebar yang ideal (2-3 mm) pada tepi sendok cetak, tidak menyebabkan perubahan dimensi yang signifikan setelah pengerasan serta menghasilkan detail jaringan secara halus. Bahan ini juga memiliki kelemahan yaitu dapat menyebabkan distorsi ketika dikeluarkan dari daerah

  20 undercut , dapat mengiritasi mukosa palatal serta menimbulkan aspirasi.

  Wax spacer masih berada pada sendok cetak selama prosedur border molding

  berlangsung dan sebelum melakukan prosedur border molding, tepi sendok cetak

  1,4

  dikurangi terlebih dahulu 2 mm dari batas jaringan yang harus dicetak. Apabila menggunakan green stick compound sebagai bahan border molding, secara bertahap

  

compound dipanaskan dengan lampu spiritus dan didinginkan sedikit hingga

o o o o

  mencapai suhu kerja sekitar 49 C (120

  F) sampai 60 C (140

  F), kemudian dimasukkan ke dalam rongga mulut pasien untuk membentuk tepi yang cocok dengan gerakan fisiologis dari struktur anatomi pembatas gigitiruan. Prosedur border

  

molding dilakukan secara berurutan dimulai dari vestibulum bukal, kemudian

  vestibulum labial, daerah posterior palatum pada rahang atas dan bagian lingual dari

  20 rahang bawah.

  (a) (b)

  Gambar 6. Hasil border molding dengan green stick compound pada sendok cetak fisiologis yang dilakukan secara berurutan per regio. (a) Rahang atas

  20

  (b) Rahang bawah Setelah prosedur border molding selesai, wax spacer dibuang dari permukaan dalam sendok cetak fisiologis kemudian dibuat lubang dengan round bur nomor 6 pada daerah median palatine raphe, daerah anterolateral dan posterolateral dari palatum durum untuk sendok cetak rahang atas, serta di tengah-tengah daerah alveolar dan fosa retromolar untuk sendok cetak rahang bawah. Lubang-lubang ini dimaksudkan sebagai jalan keluar bagi bahan cetak yang berlebih, memberikan retensi bagi bahan cetak, mengurangi tekanan secara selektif dan mencegah

  1,4,20 perpindahan jaringan saat pencetakan fisiologis.

  Gambar 7. Sendok cetak fisiologis rahang atas dengan border molding dan

b. Teknik Mencetak Pencetakan fisiologis dilakukan dengan menggunakan teknik mukokompresi.

  Jaringan lunak di rongga mulut harus dalam keadaan sehat diistirahatkan terlebih dahulu sebelum membuat cetakan fisiologis. Untuk itu, pasien harus melepas

  1 gigitiruannya minimal 24 jam sebelum pencetakan fisiologis.

  Dua faktor yang terpenting untuk mendapatkan cetakan yang baik untuk gigitiruan penuh yaitu bentuk dan ketepatan sendok cetak fisiologis serta penempatan yang tepat dari sendok cetak fisiologis pada jaringan pendukung gigitiruan penuh di

  1 rongga mulut.

2.3.1.4 Penentuan Basis Gigitiruan dan Oklusal Rim

  Basis gigitiruan dan oklusal rim berfungsi untuk membangun kontur wajah, membantu dalam pemilihan gigi, membangun dan mempertahankan dimensi vertikal oklusi selama pencatatan hubungan rahang, membuat catatan interoklusal, sebagai panduan pada penyusunan anasir gigitiruan, sebagai panduan untuk penanaman model kerja kembali (remounting) pada artikulator setelah pasang percobaan dan

  20 sebagai cetakan wax-up untuk permukaan eksternal gigitiruan penuh.

a. Basis Gigitiruan

  Basis gigitiruan harus memenuhi syarat, antara lain harus stabil pada model kerja dan pada rongga mulut, harus kaku, adaptasi yang baik pada model, menutupi seluruh jaringan pendukung lengkung rahang, estetik dan nyaman bagi pasien. Resin akrilik swapolimerisasi merupakan bahan yang paling sering digunakan sebagai basis gigitiruan ini karena memiliki kekuatan, kekakuan dan adaptasi yang baik pada model

  1,4,5,17,20 kerja dan di dalam mulut.

  Daerah undercut pada model rahang di blocking out dengan wax agar mudah memisahkan basis tanpa merusak model. Seluruh permukaan basis yang berkontak dengan bibir, pipi dan lidah harus halus dan dipoles untuk memberi kenyamanan bagi pasien saat memakai gigitiruan. Basis gigitiruan pada daerah puncak linggir alveolar, lereng labial dan lereng bukal harus tipis untuk memperoleh ruangan bagi

  1,20 penyusunan anasir gigitiruan.

b. Oklusal Rim

  Bahan oklusal rim dari baseplate wax sering digunakan karena mudah dimanipulasi di laboratorium, mudah dibentuk untuk memperoleh kontur rongga mulut yang tepat, estetik, dapat dibentuk sesuai ukuran dan bentuk gigi serta nyaman

  20 bagi pasien.

  Oklusal rim diletakkan di atas linggir yang sebelumnya dibuat basis gigitiruan dan dengan lembut ditekan sampai oklusal rim sejajar dengan basis pada model. Rim direkatkan dengan basis dan seluruh daerah yang kosong pada labial dan lingual

  20 ditambahkan dengan wax, kemudian oklusal rim dihaluskan.

  Ukuran dan bentuk eksternal dari oklusal rim sangat penting, harus sama dengan gigi asli yang akan digantikan. Tinggi oklusal rim rahang atas pada daerah anterior sekitar 22 mm yang diukur dari dasar perlekatan frenulum labial dan sekitar 12 mm dari basis di daerah tuberositas. Lebar labio-lingual sekitar 8-10 mm di posterior, dan 6-8 mm pada regio anterior. Tinggi oklusal rim pada rahang bawah sekitar 18 mm, sedangkan tinggi bagian posterior tidak melebihi setengah tinggi

  

retromolar pad , lebar 3 mm ke arah bukal sedangkan ke arah lingual lebar tidak

  melebihi perluasan medial dari tepi sayap lingual. Inklinasi oklusal rim pada labial

  o

  dari kaninus ke kaninus sekitar 15 untuk memberikan dukungan bibir yang

  20 memadai.

  (a)

(b)

  20 Oklusal rim yang dipasang dalam mulut pasien harus tampak normal, dengan persyaratan yaitu: Ekstra Oral: 1)

  Sulcus nasolabial, sulcus mentolabial, commisura bibir dan filtrum pasien harus mendapat dukungan yang baik dari oklusal rim. Jika tidak ada dukungan, maka sulcus nasolabial, sulcus mento labial dan filtrum menjadi rata serta commisura kendor, namun jika dukungan berlebihan sulcus berubah bentuk dan dangkal, filtrum akan

  nasolabial, sulcus mentolabial hilang alurnya dan commisura berubah ke arah lateral.

  2) Bibir dan pipi tidak boleh tampak cembung atau cekung bila oklusal rim berada dalam mulut. Oklusal rim yang baik harus mendukung bibir dan pipi

  1,4,5,17,20 serta otot-otot ekspresi wajah secara normal.

  Intra Oral: 1)

  Bidang oklusal dari oklusal rim rahang atas sejajar garis interpupil mata jika dilihat dari depan dan sejajar garis alanasi-tragus (Camper’s line) apabila dilihat dari arah lateral yang diukur dengan occlusal guide plane. 2)

  Pada posisi istirahat fisiologis dan bibir pasien dalam keadaan rileks, bidang oklusal dari oklusal rim rahang atas terlihat kira-kira 2 mm dibawah bibir atas.

  Gambar 9. Hubungan antara garis interpupil mata, Camper’s line dan

  17

  bidang oklusal

  3) Bidang oklusal dari oklusal rim rahang atas dan rahang bawah harus berkontak rapat jika dioklusikan

4) Garis median pada oklusal rim harus sesuai dengan garis median pasien.

  5) Garis kaninus akan membuat garis lurus jika ditarik dari pupil mata ke

  1,4,5,17,20 sudut mulut.

  Setelah oklusal rim memenuhi persyaratan, selanjutnya dapat dilakukan

  1,4,5,17,20 pengukuran dimensi vertikal dan relasi sentrik.

2.3.1.5 Penentuan Hubungan Rahang

  Hubungan rahang didefinisikan sebagai suatu keadaan hubungan rahang bawah terhadap rahang atas dan dinyatakan dengan hubungan rahang dalam arah vertikal dan hubungan rahang dalam arah horizontal. Kedua hubungan rahang ini

  17 saling mempengaruhi satu sama lain.

  Hubungan rahang dalam arah vertikal disebut juga dengan dimensi vertikal. Dimensi vertikal sering diartikan sebagai tinggi wajah vertikal yang ditentukan oleh besarnya ruang antar rahang. Terdapat dua keadaan dimensi vertikal yaitu dimensi vertikal oklusi dan dimensi vertikal istirahat fisiologis, sehingga dalam mulut terdapat selisih ruang dari kedua dimensi vertikal tersebut yang dikenal sebagai jarak interoklusal (free way space) yang dalam keadaan normal berkisar antara 2-4 mm. Sedangkan hubungan rahang dalam arah horizontal yang sering dikenal dengan relasi sentrik, merupakan hubungan horizontal maksilomandibular ketika rahang bawah

  17 dalam posisi paling posterior.

  Banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan dimensi vertikal dan relasi sentrik pada pasien edentulus, namun pengukuran sering dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode sehingga mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat. Ketidaktepatan dalam menentukan hubungan rahang baik dimensi vertikal maupun relasi sentrik akan menyebabkan berbagai keluhan dari pasien diantaranya gangguan fungsi pengunyahan, bicara, estetik dan mempertahankan kesehatan jaringan pendukung gigitiruan penuh serta akan mempengaruhi sendi

  17,20

a. Pengukuran Dimensi Vertikal

  Pada pengukuran dimensi vertikal gigitiruan penuh, dimensi vertikal istirahat ditentukan terlebih dahulu kemudian pengukuran dimensi vertikal oklusi. Dimensi vertikal istirahat fisiologis diartikan sebagai posisi netral dari rahang bawah pada saat otot-otot membuka dan menutup mulut berada dalam keadaan seimbang. Dimensi vertikal istirahat fisiologis diukur pada saat rahang bawah dalam keadaan istirahat fisiologis dengan cara pasien didudukkan dalam keadaan rileks dengan posisi kepala sedemikian rupa dimana alanasi-tragus sejajar lantai, buat tanda berupa dua titik pada wajah, satu diatas puncak hidung dan satu lagi pada bagian paling menonjol dari dagu pasien. Pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan menelan dan rahang bawah dibiarkan dalam keadaan posisi istrirahat fisiologis, ukur jarak kedua titik tersebut. Kemudian pasien diinstruksikan untuk mengucapkan huruf “mmm” berdengung dan secara bersamaan dilakukan pengukuran jarak kedua titik kembali. Apabila hasil pada kedua pengukuran sama, maka posisi tadi dapat diterima sebagai dimensi vertikal istirahat. Pengukuran ini harus dilakukan beberapa kali, pasien diajak berbicara dan

  

17,20

rileks diantara kedua pengukuran tersebut.

  Setelah ukuran dimensi vertikal istirahat diperoleh, kemudian dikurangi dengan jarak free way space sekitar 2-3 mm sehingga didapatkan hasil akhir yang merupakan dimensi vertikal oklusal pendahuluan. Masukkan oklusal rim ke dalam mulut dan pasien diinstruksikan menutup mulut hingga mencapai kontak minimal antara oklusal rim rahang atas dan oklusal rim rahang bawah. Oklusal rim disesuaikan hingga mencapai dimensi vertikal oklusal pendahuluan. Untuk mengetahui ketepatan dari dimensi vertikal, dilakukan dengan tes fonetik. Pasien diintruksikan untuk mengucapkan kata-kata yang mengandung huruf desis yaitu huruf “S”, contohnya mengucapkan angka dari “sebelas” sampai “sembilanbelas”. Pada saat pasien mengucapkan kata-kata ini, harus terdapat celah diantara kedua oklusal rim di daerah gigi premolar yang besarnya skitar 2-4 mm. Jarak ini disebut ruang bicara terkecil (closest speaking space). Secara estetik, ketika oklusal rim berkontak, bibir harus bersentuhan secara minimal dan dagu tidak terlihat terlalu

  17,20,21

b. Pengukuran Relasi Sentrik

  Apabila dimensi vertikal yang benar telah ditetapkan, selanjutnya dilakukan penetapan hubungan rahang pada dataran horizontal yaitu relasi sentrik. Pengukuran relasi sentrik dapat dilakukan dengan metode statis, fungsional dan grafik. Metode statis lebih sering digunakan karena praktis dan dapat dilakukan berulang-ulang.

  4 Penetapan relasi sentrik dengan metode statis dilakukan dengan cara:

  1) Persiapkan groove berbentuk V dengan kedalaman 3-4 mm pada oklusal rim rahang atas yang ditempatkan secara bilateral di regio molar satu-premolar dua.

  Oleskan gel petroleum pada daerah yang bersentuhan dengan lawan wax rim dan masukkan oklusal rim rahang atas ke dalam mulut pasien. 2)

  Persiapkan daerah berbentuk kotak dengan kedalaman 2-3 mm pada oklusal rim rahang bawah yang ditempatkan secara bilateral di regio molar satu-premolar dua.

  Isi daerah tersebut dengan bahan beeswax lunak dan masukkan oklusal rim rahang bawah ke dalam mulut pasien. 3)

  Pasien didudukkan dengan rileks dan posisi kepala didukung oleh sandaran kepala. Oklusal rim berada di dalam mulut pasien. Stabilkan oklusal rim rahang atas dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian ibu jari dan jari tangan lainnya ditempatkan pada permukaan labial oklusal rim rahang bawah untuk menstabilkan basis gigitiruan pada posisi linggir serta memandu rahang bawah pasien ke posisi relasi sentrik. Pasien diinstruksikan membuka dan menutup mulut pelan-pelan. Pada saat pasien membuka mulut, rahang bawah didorong ke belakang perlahan-lahan tanpa paksaan dan berhenti pada saat oklusal rim mencapai dimensi vertikal yang telah ditentukan sebelumnya. Gerakan ini dicobakan beberapa kali hingga pasien melakukannya dengan benar dan terbiasa dengan posisi tersebut.

4) Setelah dimensi vertikal dan relasi sentrik diperoleh, lalu oklusal rim difiksasi.

  Pasien dan oklusal rim tidak boleh bergerak selama bahan pencatat mengeras.

  Apabila bahan pencatat telah mengeras, pasien membuka mulut secara hati- hati dan oklusal rim beserta catatan interoklusalnya dikeluarkan dari mulut sebagai oklusal rim tidak boleh berkontak pada daerah distal. Kemudian oklusal rim

  1,4 dikembalikan pada model kerja dan ditanam pada artikulator.

2.3.1.6 Pemilihan Warna Anasir Gigitiruan Penuh

  Warna mempunyai 4 sifat yaitu hue, chroma, value dan translusens yang

  1 seluruhnya terlibat dalam pemilihan gigi.

  a.

  Hue, yaitu warna khas yang dihasilkan oleh gelombang cahaya tertentu yang jatuh pada retina. Merupakan warna itu sendiri, seperti biru, merah, hijau dan kuning.

  b.

  Saturasi (Chroma) ialah jumlah warna per unit area dari suatu obyek.

  Misalnya beberapa gigi tampak lebih kuning dari yang lain. Warna dasarnya mungkin sama, tetapi ada sesuatu yang lain pada beberapa gigi dibandingkan yang lain.

  c.

  Kecemerlangan(Value) ialah terang atau gelapnya sesuatu obyek. Variasi dalam kecemerlangan dihasilkan oleh pengenceran warna (hue) dengan putih atau hitam d. Kebeningan (translusens) ialah sifat suatu obyek yang memungkinkan cahaya menembus melaluinya tetapi tidak memberikan bayangan yang dapat dibedakan. Pemilihan warna anasir gigitiruan akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan perawatan. Pada umumnya pemilihan warna dapat disesuaikan dengan

  1

  umur, warna kulit, rambut atau pupil serta jenis kelamin pasien. Untuk memilih warna gigi yang sesuai bagi pasien biasanya digunakan pedoman warna gigi (shade

  20 guide ).

  Gambar 10. Salah satu contoh shade guide pada pemilihan

  20

  warna anasir GTP Pemilihan warna gigi dilakukan di hari yang cerah, dengan menundukkan pasien dekat dengan cahaya alamiah dan dibawah sinar lampu yang mendekati sinar matahari. Pengamatan dengan pedoman warna dilakukan dalam posisi, yaitu:

  1) Di luar mulut disamping hidung, yang menentukan warna dasar, kecemerlangan dan saturasi.

  2) Di balik bibir dengan hanya tepi insisal yang terlihat, yang akan menunjukkan pengaruh warna gigi ketika mulut pasien relaks.

  3) Di balik bibir dengan hanya bagian servikal yang tertutup dan mulut terbuka,

  1 yang menentukan pencahayaan gigi saat tersenyum.

2.3.1.7 Pasang Percobaan Gigitiruan Penuh

  Pasang percobaan estetik dan fungsional merupakan kesempatan akhir bagi dokter gigi untuk memastikan bahwa gigitiruan wax telah memenuhi syarat estetik, fonetik dan fungsional bagi pasien serta untuk memastikan bahwa oklusal rim berada pada hubungan horizontal dan vertikal yang benar pada artikulator sebelum gigitiruan diproses. Prosedur ini juga akan memberikan kesempatan kepada pasien untuk

  20 memberikan penilaian terhadap gigitiruan yang akan dibuat.

  Pemeriksaan pada artikulator meliputi posisi gigi, bentuk lengkung rahang, perluasan basis wax pada daerah sulkus, retromolar pad dan aspek posterior palatum serta pemeriksaan terhadap oklusi dan konturing wax. Pemeriksaan intraoral mencakup adaptasi dan kecekatan dari basis, retensi dan stabilisasi, dukungan wajah, fonetik, dimensi vertikal, relasi sentrik, estetik dalam hal bentuk, susunan dan warna gigi. Setelah itu pasien dianjurkan untuk melakukan penilaian terhadap penampilan wajah dengan gigitiruan di depan cermin dibantu oleh anggota keluarga yang mendampingi untuk mencapai kesepakatan pada penampilan gigitiruan yang

  1,4,5,17,20 diusulkan.

  Apabila akan dilakukan perubahan terhadap posisi, bentuk, ukuran dan warna gigi serta pemilihan warna basis gigitiruan, hal tersebut perlu dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pasien. Setelah itu pasien menandatangani formulir pernyataan laboratorium untuk proses selanjutnya, jika dokter gigi dan pasien telah puas dan

  1,4,5,17,20 sepakat terhadap penilaian gigitiruan yang telah dilakukan.

2.3.1.8 Remounting dan Selective Grinding

  Prosedur flasking, packing dan processing resin akrilik dapat menghasilkan perubahan dimensi yang menyebabkan hubungan oklusi yang tidak harmonis dan

  1,4,5,20

  peninggian dimensi vertikal oklusal. Hal tersebut dapat disebabkan oleh: 1.

  Perubahan dimensi wax ketika penanaman kuvet (flasking) 2. Anasir gigitiruan yang tertekan ke dalam bahan tanam akibat pengepresan sewaktu pengisian akrilik.

  3. Pemasangan bagian-bagian kuvet yang tidak tepat 4.

  Sisa akrilik yang berlebih karena adonan resin akrilik terlalu elastis atau pengepresan yang kurang pada saat pengisian akrilik

  5. Perubahan thermis pada saat polimerisasi resin akrilik

  Remounting adalah suatu prosedur pemasangan kembali gigitiruan ke

  artikulator yang bertujuan untuk mengkoreksi hubungan oklusi yang tidak harmonis dari gigitiruan yang baru selesai diproses. Biasanya incisal guidance pin dari artikulator tidak berkontak dengan incisal guidance table dan gigitiruan harus

  1,5 digrinding untuk memperbaiki dataran bidang oklusi.

  Selective grinding merupakan pengasahan permukaan oklusal gigitiruan pada

  tempat-tempat tertentu untuk memastikan bahwa oklusi sentrik gigitiruan tepat dengan hubungan rahang sentrik dan juga gigitiruan harus dalam kontak eksentrik yang seimbang pada semua sisi. Merupakan salah satu tahap terpenting untuk mencapai oklusi seimbang dari gigitiruan. Oklusi yang seimbang memastikan bahwa tekanan akan jatuh merata disetiap bagian lengkung rahang sehingga kestabilitan gigitiruan dapat dipertahankan ketika rahang bawah berada pada posisi sentrik

  1,4,5,17,20 maupun eksentrik.

2.3.1.9 Pemasangan Gigitiruan Penuh

  Prosedur pemasangan gigitiruan harus dijadwalkan karena memerlukan waktu setiap pertanyaan dan kekhawatiran pasien. Pasien diinstruksikan untuk menanggalkan gigitiruan lamanya selama 12-24 jam sebelum gigitiruan baru dipasangkan agar gigitiruan baru dapat duduk pada jaringan yang sehat dan tidak

  1,4,5,20 dalam keadaan distorsi.

  Sebelum pemasangan gigitiruan, lakukan pemeriksaan pada permukaan basis gigitiruan yang menghadap ke jaringan mulut dan permukaan yang dipoles harus bebas dari gelembung serta goresan tajam untuk menghindari trauma pada mukosa

  5 mulut serta tumpukan plak.

  Pemeriksaan gigitiruan dilakukan satu persatu secara terpisah untuk retensi, stabilitas dan kenyamanan di dalam rongga mulut, kemudian oklusi dan fonetik diperiksa setelah gigitiruan atas dan bawah berada pada rongga mulut. Pemeriksaan oklusi dilakukan dengan bantuan articulating paper untuk mengoreksi kontak

  5 prematur. Mulut harus dapat ditutup secara bersamaan tanpa adanya hambatan.

  Pasien dianjurkan untuk memakai gigitiruan selama 24 jam setelah pemasangan untuk menyesuaikan gigitiruan di dalam rongga mulut. Pasien diberikan informasi dan petunjuk secara verbal maupun instruksi tertulis mengenai pemakaian gigitiruan, cara pembersihan dan pemeliharaan gigitiruan yang dipakainya serta

  1 tentang pemeriksaan secara periodik yang diperlukan.

2.3.1.10 Pemeriksaan Pasca Pemasangan Gigitiruan Penuh

  Pemeriksaan pertama dijadwalkan 1 sampai 3 hari pasca pemasangan gigitiruan dan pemeriksaan kedua dijadwalkan satu minggu setelah pemeriksaan pertama. Dokter gigi harus menanyakan keluhan pasien terhadap gigitiruan meliputi fungsi bicara, mastikasi, estetik maupun kenyamanan pemakaian gigitiruan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap oklusi gigitiruan dan mukosa di dalam rongga mulut. Seluruh rongga mulut diperiksa secara visual dan palpasi sehingga dapat ditentukan lokasi apabila terdapat iritasi jaringan lunak. Perawatan yang dilakukan

  1,4,5

  meliputi: 1.

  Pengobatan terhadap iritasi pada jaringan lunak.

2. Koreksi terhadap ketidaksesuaian oklusal.

3. Perbaikan terhadap basis gigitiruan yang terlalu panjang dan tepi gigitiruan yang tajam.

  Kontrol berkala bagi pasien pemakai gigitiruan sebaiknya dilakukan dalam interval waktu 12 bulan, sedangkan bagi pasien dengan problem kesehatan tertentu,

  1,5 dianjurkan untuk melakukan kontrol berkala dengan interval waktu 3-4 bulan.

2.3.2 Prosedur Perawatan Gigitiruan Sebagian Lepasan

2.3.2.1 Prosedur Diagnostik

  Untuk menegakkan diagnosa terlebih dahulu dilakukan anamnesa terhadap keluhan pasien, riwayat kesehatan umum, riwayat kesehatan gigi dan mulut khususnya pengalaman pasien terhadap perawatan prostodontik sebelumnya serta harapan pasien terhadap gigitiruan yang akan dibuat. Dokter gigi juga harus

  2,3,5,6,20,21 mengevaluasi sikap mental pasien terhadap perawatan gigitiruan.

  Prosedur pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan ekstra oral meliputi bentuk wajah, profil, bentuk bibir dan sendi temporomandibular. Pemeriksaan intra oral dilakukan secara visual, palpasi, perkusi, sonde, termis dan rontgen foto terhadap gigi, jaringan lunak rongga mulut, jaringan periodonsium, residual ridge dan saliva. Pemeriksaan terhadap gigi meliputi gigi yang hilang, oklusi, warna gigi, oral hygiene, kondisi gigi yang tinggal apakah terdapat karies, restorasi, mobility, elongasi, malposisi, atrisi dan vitalitas gigi.

  2,3,5,6,20,21

  Pemeriksaan radiografik berfungsi untuk mengevaluasi struktur tulang alveolar gigi penyangga, evaluasi morfologi, panjang dan jumlah akar gigi penyangga, memeriksa adanya lesi karies, sisa akar gigi, gigi terpendam, resorpsi maupun sclerosis tulang alveolar dan kelainan periapikal, serta mengevaluasi perawatan gigi yang telah dilakukan baik tambalan maupun perawatan saluran akar.

  2,3,5,6,20,21

  Pembuatan model diagnostik yang ditanam pada artikulator perlu dilakukan untuk membantu dalam mendiagnosa dan menentukan rencana perawatan. Tujuan

  

3

  1. Digunakan sebagai tambahan pada pemeriksaan rongga mulut dari oklusi bagian lingual, derajat overclosure, dan besar ruang interoklusal.

  2. Digunakan untuk survey lengkung rahang pada pembuatan GTSL.

  3. Digunakan untuk gambaran gigitiruan yang dibutuhkan.

  4. Digunakan sebagai referensi tetap dalam persiapan kerja seperti tipe restorasi, daerah permukaan gigi yang dimodifikasi, lokasi rest dan desain gigitiruan serta menentukan arah memasang dan melepas gigitiruan.