ASPEK HUKUM DALAM INFORMASI. pdf

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

ASPEK HUKUM DALAM INFORMASI

Oleh: Widayat Prihartanta
[email protected]
Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Fakultas Adab dan Humaniora

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hak cipta adalah hak eksklusif atau hak yang hanya dimiliki oleh sipencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau
hasil oleh gagasan atau informasi tertentu. Definisi yang di berikan oleh pasal 1
Ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta menyebutkan sebagai berikut
“Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku”. Hak cipta bersifat deklaratif yakni pencipta atau
penerima hak mendapatkan perlindungan hukum seketika setelah suatu ciptaan di
lahirkan, dengan hal ini hak cipta tidak perlu di daftarkan ke Direktorat Jendral
Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI), namun ciptaan dapat di daftarkan dan di
catat dalam daftar umum ciptaan di Ditjen HaKI guna memperkuat status

hukumnya.
Dalam memahami hak cipta dan Haki terdapat perbedaan karena dalam
hak cipta memang terbatas dalam kegiatan penggandaan suatu karya agar dapat di
nikmati lebih banyak orang. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup
ciptaan yang merupakan perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup
gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 1

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

terwakili dalam suatu ciptaan tersebut. Menurut UU Nomor 19 Tahun 2002
tentang hak cipta, ciptaan yang di lindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni dan juga sastra berupa buku- buku, program komputer, pamflet,
tata letak karya tulis yang di terbitkan dan semua hasil karya tulis lain seperti
ceramah, kuliah, pidato, dan lain sebagainya.1
Penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta sangat penting,
mengingat perkembangan perlindungan Hak Cipta dan perlindungan hukum
terhadap Hak Cipta bagi pencipta masih kurang, dimana masih banyak terdapat

hambatan-hambatan yang timbul dalam penegakan hukum ini, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya hukum oleh para pihak, serta dengan menerapkan sanksisanksi hukum terhadap pelanggar Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang Hak
Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Demikianlah diperlukan peran serta semua pihak
bukan hanya pemerintah dan pencipta atau pemegang Hak Cipta saja tetapi juga
masyarakat pada umumnya dalam penegakan hukum ini.

2. Rumusan Masalah
a. Apa itu pelanggaran Hak Cipta dan apa saja contoh kasus pelanggaran
Hak Cipta di Indonesia?
b. Bagaimana upaya penegakkan hukum Hak Cipta di Indonesia?

1

https://meilabalwell.wordpress.com/pelanggaran-hukum-terhadap-hak-cipta/, (diakses
04 November 2016, pukul 00:26 WIB)

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 2

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016


B. PEMBAHASAN
1. Pelanggaran Hak Cipta
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya.
Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya berhak cipta yang
melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta, seperti hak untuk mereproduksi,
mendistribusikan, menampilkan atau memamerkan karya berhak cipta, atau
membuat karya turunan, tanpa izin dari pemegang hak cipta, yang biasanya
penerbit atau usaha lain yang mewakili atau ditugaskan oleh pencipta karya
tersebut.2
Undang-undang mengatur mengenai pelanggaran atas Hak Cipta. Di
dalam UU No. 19 Tahun 2002 ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap
pelanggaran hak cipta jika melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang
merupakan hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya.
Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang ini, maka pihak yang melanggar

dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga. Hal ini sebagaimana
dibunyikan pada ketentuan Pasal 56 ayat (1), (2), dan (3) sebagai berikut:

1. Secara Perdata
a. Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada
Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta
penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan
Ciptaan itu.

2

Hasan Basri dan Lukman Maulana, Tatanan Hukum Indonesia , (Jogjakarta: Andioffset),
2010, hal. 23

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 3

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

b. Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga
agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan

yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah,
pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran
Hak Cipta.
c. Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian
yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat
memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman
dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil
pelanggaran Hak Cipta.

2. Secara Pidana
a. Sementara itu dari sisi pidana pihak yang melakukan pelanggaran hak
cipta dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau
pidana denda. Maksimal pidana penjara selama 7 tahun dan minimal 2
tahun, sedangkan pidana dendanya maksimal Rp. 5 miliar dan
minimal Rp. 150 juta.

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu pelanggaran hak cipta
apabila perbuatan tersebut melanggar hak eksklusif dari pencipta atau pemegang
hak cipta. Perbuatan yang “tidak” dianggap sebagai pelanggaran hak cipta hal-hal
sebagai berikut:

1. Pengumuman dan/atau perbanyakan

Lambang Negara dan Lagu

Kebangsaan menurut sifatnya yang asli,
2. Pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan
dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali jika hak
cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundangundangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika
ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak, atau

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 4

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

3. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap,
4. Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan:
1) Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik, atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari pencipta,
2) Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian,
guna keperluan:
a. pembelaan di dalam atau di luar pengadilan,
b. ceramah yang semata2 untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan,
c. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran
dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar
dari pencipta.
5. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
perbanyakan tersebut bersifat komersial,
6. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi
yang bersifat non komersial semata-mata untuk keperluan aktifitasnya,
7. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis
atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan,
8. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik

program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.3

3

Nasution Djoni dan Haikal Simaguntung, Hukum-hukum Dalam Pandangan Kehidupan,
(Jakarta: Bumi Aksara), 2004, hal. 54-56

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 5

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

2. Contoh Kasus Hak Cipta di Indonesia
1. Kasus Lukisan Sultan Mahmud Badaruddin II pada Mata Uang
Pecahan Rp. 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah)
Eden Nur Arifin, pelukis pahlawan nasional Sultan Mahmud Badaruddin
II resmi melaporkan BI ke Mabes Polri soal pelanggaran hak cipta. Demikian
disampaikan Suyud Margono, kuasa hukum Eden, dalam jumpa pers di Jakarta
(14/12). Lima pihak yang diajukan sebagai terlapor adalah Gubernur Bank
Indonesia, Deputi Gubernur BI, Dirjen Pengedaran Uang BI, PERURI dan Kepala
Museum Artha Suaka Bank Indonesia.

Merdeka.com mengungkapkan, gugatan atas pelanggaran hak cipta itu

didaftarkan oleh kuasa hukum Eden, Suyud Margono ke Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat, Selasa, dan diterima oleh Panitera Muda Perdata Jakarta Pusat Qoriana J.
Saragih. Selain menggugat BI, Eden juga menggugat Perum Peruri dan Kepala
Museum Artha Suaka BI sebagai pihak yang memproduksi, memperbanyak dan
mengedarkan uang pecahan Rp10 ribu yang diterbitkan BI pada 20 Oktober 2005
yang memuat karya cipta yang dibuat dengan kreasi dan imajinasi Eden.
Pengajuan gugatan itu didasarkan pada undang-undang nomor 19 tahun
2002 tentang hak cipta yang menyebutkan bahwa sebagai pencipta dan pemegang
hak cipta lukisan maka Eden memiliki hak eksklusif terhadap karyanya. Suyud
sebagai kuasa hukum Eden Nur Arifin mengatakan, bahwa tindak pidana
pelanggaran hak cipta yang menjadi dasar laporan ke kepolisian ini adalah
penggunaan lukisan Sultan Mahmud Badaruddin II yang diterbitkan (publication)
dan diperbanyak (reproduction) sebagai gambar utama bagian depan mata uang
pecahan Rp10.000,Pasal 1 butir 6 UU No.19/2002 tentang Hak Cipta menyebutkan bahwa
perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan
maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang
sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau
temporer. Adapun pasal yang dipakai untuk menjerat lima terlapor tersebut adalah

Pasal 72 ayat (1) dan (2) UU No.19/2002.

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 6

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

“Kita minta pengakuan di media cetak dan elektronik. Lagi pula seniman
itu kan mendapatkan uang dari hasil karya ciptanya, seperti pencipta lagu yang

mendapatkan royalti dari tiap perbanyakan karyanya”, tukas Suyud.
Ditambahkannya, meskipun hasil karya Eden telah diserahkan pada
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, namun Suyud menilai Eden tetap memiliki
hak cipta atas lukisan tersebut. Oleh karena itu, nama Eden berhak dilekatkan
dalam tiap pecahan mata uang Rp10ribu. Hal ini sesuai dengan Pasal 55, Pasal 56,
Pasal 65 dan Pasal 66 UU No.19/2002.

Menurut Pasal 55 yang berisi:
Pasal 55
Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak
mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa

persetujuannya :
1) Meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu,
2) Mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya,
3) Mengganti atau mengubah judul Ciptaan,
4) Mengubah isi Ciptaan.

Pihak Eden berhak untuk melayangkan gugatan yang didasarkan pada halhal yang tercantum dalam butir-butir pada pasal 55 tersebut. Berdasarkan pasal 56
Ayat (1) , maka pihak Eden dapat meminta ganti rugi kepada Pengadilan niaga
atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan pada ayat (2) dijelaskan bahwa Eden juga
berhak memohon kepada pengadilan niaga agar memerintahkan penyerahan
seluruh atau sebagian yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta tersebut.

Pasal 56
(1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada
Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta
penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan
Ciptaan itu.

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 7

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

(2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga
agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang
diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan
atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.

Pelanggar terjerat UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 Pasal 72 ayat (1) dan
(2) dengan ketentuan pidana sebagai berikut:
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa

dengan

sengaja

menyiarkan,

memamerkan,

mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipidanadengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 2
Ayat (1)
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari kasus tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya pendaftaran Hak Cipta bukanlah sebuah keharusan, karena secara
otomatis menjadi pemilik orang yang membuat atau menciptakan karya tersebut.

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 8

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

Akan tetapi, pendaftaran Hak Cipta akan mempermudah apabila terjadi sengketa
atau pengambil alihan kepemilikan.4

Upaya penegakkan terhadap kasus tersebut:
Pada kasus ini sebenarnya Eden telah menyerahkan hasil karyanya kepada
pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, akan tetapi Eden melayangkan
gugatan atas dasar Pasal 55 Undang-Undang Hak Cipta No.19 tahun 2002, yang
menjelaskan bahwa “Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak
lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang
tanpa persetujuannya: Meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan
itu, mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya, mengganti atau mengubah
judul Ciptaan, atau mengubah isi Ciptaan”.

3. Film Horor "Toilet 105" Comot Lagu GIGI Tanpa Izin
Pelanggaran hak cipta kembali terjadi. Kali ini single lagu “Ya Ya Ya”
milik grup band GIGI digunakan sebagai theme song dalam film horor komedi
Toilet 105 tanpa meminta izin. “Kebetulan saya sudah melihat sendiri kalau di
film itu ada karya GIGI yang dipakai di scene pertama.” ujar pimpinan Pos
Manajemen GIGI, Dani Pete, saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan,
Senin (1/2/2010).
Dani mengaku kecewa begitu mengetahui film garapan rumah produksi
Multivision tersebut yang memakai single “Ya Ya Ya” tanpa izin. “Saya dari
label menyatakan kalau lagu tersebut dipakai tanpa izin.” tegasnya. Tak hanya
Dani yang mengaku kecewa. Grup band yang digawangi Armand (vokal), Dewa
Budjana (gitar), Thomas Ramadhan (bas), dan Hendy (drum) juga ikut
menyayangkan hal tersebut. Mereka menyesalkan saja ini bisa terjadi. “Tadinya
konflik itu ada di kami karena awalnya dikira saya yang mengizinkan. Padahal

4

Hukum, Online. 2005.”Pelukis Sultan Mahmud Badarudin II Laporkan BI ke Mabes

Polri”.Tersedia : http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol14054/pelukis-sultan-mahmud-

badarudin--ii-laporkan-bi-ke-mabs-polri, (diakses 04 November 2016, pukul 11:07 WIB)

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 9

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

setiap penggunaan lagu, saya sangat hati-hati dan saya kembalikan ke mereka
(GIGI)

karena

mereka

yang

punya

karya.”

ujar

Dani.

Karena itu, tanpa membuang waktu, Pos Manajemen GIGI langsung menunjuk
kuasa hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut. “Kami dari manajemen
menguasakan penuh kepada Mada R Mardanus, SH, untuk masalah itu.” imbuh
Dani. Dani berharap, kuasa hukum mereka bisa menempuh jalur hukum yang
semestinya. “Saya belum mengetahui aturannya, tapi saya bilang ke Mada untuk
menyelesaikannya sesuai dengan aturan yang ada tanpa mengada-ada.”
ungkapnya. “Kalau Mada sih akan sesuai aturan yang ada saja. Kalau enggak ada
suatu kesalahan, ya enggak usah (menuntut) yang aneh-aneh. Yang semestinya
saja.” tandasnya.
Upaya penegakkan terhadap kasus tersebut:
Lagu “ya..ya..ya..” yang diciptakan serta di populerkan oleh band “GIGI”
merupakan sebuah karya seni dalam sebuah lagu yang telah memiliki hak cipta
(Pasal 12 ayat 1, UUHC Tahun 2002). Pemegang hak cipta lagu tersebut pastilah
di pegang oleh “GIGI” beserta managementnya yang telah di beri hak cipta oleh si
pencipta lagu (sesuai dengan UUHC tahun 2002, Pasal 1). Film “Toilet 105” jelas
telah melanggar hak cipta,karena menggunakan lagu “ya..ya..ya..” secara
komersial sebagai theme song tanpa izin penggunaan dari pemegang hak cipta.
(sesuai dengan UUHC tahun 2002, Pasal 2 ,point 2). Oleh Karena hal tersebut
hendaknya selaku pihak multivision harus lah meminta maaf kepada pihak
management “GIGI”,serta mengurus izin penggunaan lagu tersebut kepada
pemegang hak cipta. Jika tidak ada niat baik dari pihak multivision, pastilah pihak
“GIGI” melalui label rekaman nya akan menuntut hukuman pidana,sesuai dengan
undang- undang yang berlaku.5

5

http://lawazco.blogspot.com/2016/02/hak-kekayaan-intelektual-hak-cipta-hak.html,

(diakses pada 06 November 2016 Pukul, 15:29 WIB)

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 10

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

4. Kasus Pembajakan Software (CD) di Jakarta
Jakarta – Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
bersama BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan
Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas Software di 2 tempat di Jakarta yaitu
Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari Kamis (5/4). Penindakan di Mall
Ambasador dan Ratu Plaza dipimpin langsung oleh IR. Johno Supriyanto, M.Hum
dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11 orang PPNS HKI. Penindakan ini
dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA (Business Software Association)
pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang mengetahui adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas di
Mall Ambasador dan Ratu Plaza di Jakarta. Dalam kegiatan ini berhasil di sita CD
Software sebanyak 10.000 keping dari 2 tempat yang berbeda.
CD software ini biasa di jual oleh para penjual yang ada di Mall
Ambasador dan Ratu Plasa seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli
software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya. Selain itu,
Penggrebekan ini akan terus dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk
penindakan dibuat secara acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia.

Upaya penegakkan terhadap kasus tersebut:
Salmon pardede, SH., M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pengaduan,
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan bahwa “Dalam
penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan Pasal 72 ayat
2

yang

berbunyi

“Barang

siapa

dengan

sengaja

menyiarkan,memamerkan,mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama penjara 5 tahun dan denda
paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah ) dan tidak menutup
kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka
diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.
Dengan adanya penindakan ini diharapkan kepada para pemilik mall untuk
memberikan arahan kepada penyewa counter untuk tidak menjual produk-produk

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 11

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

software bajakan karena produk bajakan ini tidak memberikan kontribusi kepada
negara dibidang pajak disamping itu untuk menghindari kecaman dari United
States Trade Representative (USTR) agar Indonesia tidak dicap sebagai negara
pembajak.6
a. Upaya Penegakkan Hukum
1. Pencegahan Pelanggaran Hak Cipta
Jika ada suatu pelanggaran tentang hak cipta, maka pencipta atau
pemegang hak cipta harus:
1) Mengajukan permohonan Penetapan Sementara ke Pengadilan Niaga
dengan menunjukkan bukti-bukti kuat sebagai pemegang hak dan
bukti adanya pelanggaran Penetapan Sementara ditujukan untuk:
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya
mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak
cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk
tindakan importasi,
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak
cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadinya
penghilangan barang bukti.

2) Mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga atas pelanggaran
hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan
atau hasil perbanyakannya. Untuk mencegah kerugian yang lebih
besar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan
kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang
merupakan hasil pelanggaran hak cipta (putusan sela).

3) Melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak penyidik POLRI
dan/atau PPNS DJHKI. Selain penyidik pejabat Polisi Negara RI juga

6

http://ajengyurike.blogspot.co.id/2016/04/contoh-kasus-pelanggaran-hak-cipta.html,
(diakses pada, 06 November 2016, Pukul 15:29 WIB)

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 12

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan hak cipta
(Departemen Kehakiman) diberi wewenang khusus sebagai penyidik,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang hak cipta.

2. Penegakkan Hukum atas Hak Cipta
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak
cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana
secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini
semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum
diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun
yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang
merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU
19/2002 bab XIII).
Tindak pidana bidang hak cipta dikategorikan sebagai tindak kejahatan
dan ancaman pidananya diatur dalam Pasal 72 yang bunyinya:
1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana dengan pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah),
2) Barangsiapa

dengan

sengaja

menyiarkan,

memamerkan,

mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 13

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

pada ayat (1) dipidana dengan pidanan penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah),
3) Barangsiapa

dengan

sengaja

dan

tanpa

hak

memperbanyak

penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
4) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 17
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah),
5) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 19 atau
Pasal 49 ayat (3) dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah),
6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah),
7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah),
8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah),
9) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 28
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 14

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta
rupiah).7

7

Ibid, hal. 89-90

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 15

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya berhak cipta yang
melanggar hak eksklusif pemegang hak cipta, seperti hak untuk mereproduksi,
mendistribusikan, menampilkan atau memamerkan karya berhak cipta, atau
membuat karya turunan, tanpa izin dari pemegang hak cipta, yang biasanya
penerbit atau usaha lain yang mewakili atau ditugaskan oleh pencipta karya
tersebut.
Undang- undang mengatur mengenai pelanggaran atas Hak Cipta. Di
dalam UU No. 19 Tahun 2002 ditegaskan bahwa suatu perbuatan dianggap
pelanggaran hak cipta jika melakukan pelanggaran terhadap hak eksklusif yang
merupakan hak Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak dan untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya ciptanya.
Sehingga berdasarkan ketentuan undang- undang ini, maka pihak yang melanggar
dapat digugat secara keperdataan ke pengadilan niaga.

B. Saran
Sekian pembahasan makalah singkat dari kami, yaitu tentang Pelanggaran
dan Penegakkan Hak Cipta di Indonesia. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi teman-teman semuanya khususnya bagi Mahasiswa jurusan Ilmu
Perpustakaan dan Komunikasi. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih banyak
kepada Dosen Pengasuh dan juga teman-teman semuanya karena sudah
memunculkan minat untuk membaca atau mendengarkan hasil karya kerja keras
kami, walaupun hasilnya belum semaksimal yang kami harapkan. Kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari teman-teman agar
kesalahan yang kami buat bisa kami perbaiki dengan sebaik mungkin.

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 16

Jurnal Adabiya, Edisi 1 No. 23 Tahun 2016

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Basri dan Lukman Maulana, 2010. Tatanan Hukum Indonesia ,
(Jogjakarta: Andioffset)
Nasution Djoni dan Haikal Simaguntung, 2004. Hukum-hukum Dalam
Pandangan Kehidupan, (Jakarta: Bumi Aksara)

Internet:
https://meilabalwell.wordpress.com/pelanggaran-hukum-terhadap-hakcipta/, (diakses 04 November 2016, pukul 00:26 WIB)
Hukum, Online. 2005.”Pelukis Sultan Mahmud Badarudin II Laporkan BI
ke Mabes Polri”.Tersedia:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol14054/pelukis-sultanmahmud-badarudin--ii-laporkan-bi-ke-mabs-polri, (diakses 04
November 2016, pukul 11:07 WIB)
http://lawazco.blogspot.com/2016/02/hak-kekayaan-intelektual-hak-ciptahak.html, (diakses 06 November 2016 Pukul, 15:29 WIB)
http://ajengyurike.blogspot.co.id/2016/04/contoh-kasus-pelanggaran-hakcipta.html, (diakses 06 November 2016, Pukul 15:29 WIB)

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry | 17