PENGEMBANGAN MODEL ANALISIS DISKRIMINAN model

PENGEMBANGAN MODEL ANALISIS DISKRIMINAN DAN ANALISIS LOGIT UNTUK MEMPREDIKSI DISTRESS KEUANGAN PERUSAHAAN PUBLIK SEKTOR NON KEUANGAN INDONESIA TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Derajat Magister Manajemen

oleh :

EDY TASLIM 049910756 M

Universitas Airlangga 2001

Pengembangan Model Analisis Diskriminan dan Analisis Logit Untuk Memprediksi Distress Keuangan Perusahaan Publik Sektor Non Keuangan Indonesia

Diajukan oleh

EDY TASLIM 049910756/M

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama,

Dr. H. Soegeng Soetedjo, SE., Ak.

Tanggal : 16 November 2001

Mengetahui, Direktur Program Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Airlangga

Drs. Ec. H. Suherman Rosyidi, MCom.

Tanggal : NIP. 130 517 220

Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Edy Taslim NIM : 049910756/M

Telah melakukan perbaikan terhadap Tesis yang berjudul :

Pengembangan Model Analisis Diskriminan dan Analisis Logit Untuk Memprediksi Distress Keuangan Perusahaan Publik Sektor Non Keuangan

Indonesia sebagaimana disarankan oleh tim penguji pada tanggal 16 November 2001

Tim Penguji

Ketua, Sekretaris,

Drs. H. Djoko Dewantoro, MSi., Ak. Dr. H. Soegeng Soetedjo, SE., Ak.

Anggota,

Dr. H. Amiruddin Umar, SE.

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji penulis panjatkan kepada Allah Pencipta Alam Semesta, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Manajemen di program pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.

Dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dorongan, dan masukan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Sudah selayaknya kepada pihak-pihak tersebut, penulis mengucapkan terima kasih, terutama kepada :

1. Bapak Dr. H. Soegeng Soetedjo, SE., Ak., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

2. Bapak Drs. H. Djoko Dewantoro, MSi., Ak., dan Dr. H. Amiruddin Umar, SE., selaku ketua dan anggota tim penguji tesis.

3. Bapak Dr. H. Parwoto Wignjohartojo, Ak., dan Drs. H. Tjiptohadi Sawarjuwono, MEc, PhD., selaku dosen evaluator proposal tesis.

4. Bapak Drs. H. Suherman Rosyidi, MCom., sebagai Direktur Program Magister Manajemen Universitas Airlangga, beserta segenap pengajar dan staf yang banyak memberikan bantuan dan bimbingan selama penulis menempuh studi.

5. Istri dan anak-anak penulis tercinta yang dengan sabar dan penuh pengertian merelakan tersitanya waktu penulis untuk keluarga selama menempuh studi dan menyelesaikan tesis.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan perhatian yang diberikan.

Penulis menyadari, bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran untuk perbaikan, sangat penulis harapkan dan hargai. Semoga bermanfaat.

Surabaya, 16 November 2001

Penulis

DAFTAR GAMBAR

Halaman

27

Gambar 2.1 Kerangka Analisis……………………………………..

60

Gambar 3.1. Alur Pikir Analisis Distress Keuangan…………………

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perusahaan Publik Indonesia per sektor tahun 1997

Lampiran 2 Data Keuangan Perusahaan Publik Indonesia tahun 1997

Lampiran 3 Perusahaan Publik sektor non keuangan yang mengalami distress keuangan dan non distress keuangan tahun 1998

Lampiran 4 Sampel Analisis Data Rasio Keuangan Perusahaan Publik sektor non keuangan Indonesia tahun 1997

Lampiran 5 Sampel Validasi Data Rasio Keuangan Perusahaan Publik sektor non keuangan Indonesia tahun 1997

Lampiran 6 Z-Score Sampel Analisis Dan Kebenaran Klasifikasi

Lampiran 7 Z-Score Sampel Validasi Dan Kebenaran Klasifikasi

Lampiran 8 Probabilitas Logit Sampel Analisis Dan Kebenaran Klasifikasi

Lampiran 9 Probabilitas Logit Sampel Validasi Dan Kebenaran Klasifikasi

Lampiran 10 Hasil Print-out Program SPSS : Discriminant

Lampiran 11 Hasil Print-out Program SPSS : Logistic Regression

ABSTRAK

Pada saat krisis ekonomi berlangsung di tahun 1998, banyak perusahaan publik Indonesia mengalami distress keuangan dalam bentuk kesulitan likuiditas sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya dan tidak memiliki dana kas yang cukup untuk beroperasi secara normal. Kesulitan makin berat karena sebagian besar hutangnya dalam denominasi valuta asing dan tidak dilindung nilai (hedging). Ketika terjadi penurunan tajam nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing, jumlah hutang dan kewajiban membayar bunga meningkat dengan sangat besar pula. Peningkatan jumlah hutang yang sangat besar, bahkan pada beberapa perusahaan peningkatan hutangnya melebihi jumlah ekuitas, mengakibatkan perusahaan-perusahaan dan industri tersebut berada pada kondisi insolven (insolvent) dimana total nilai aktivanya lebih rendah dari total nilai kewajibannya.

Kondisi insolven mengakibatkan sebagian perusahaan publik Indonesia tidak mampu memenuhi kewajiban membayar pokok pinjaman dan bunga pinjaman, sehingga digolongkan sebagai perusahaan yang memiliki kredit macet (non performing loan). Kredit macet dalam skala massive dalam perekonomian Indonesia berdampak pada merosotnya tingkat pertumbuhan produksi di sektor riel dan meningkatnya pengangguran.

Distress keuangan yang dialami oleh sebuah perusahaan tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan akibat kebijakan dan kinerja perusahaan yang bersangkutan pada masa-masa sebelumnya. Kenyataan ini menegaskan, bahwa distress keuangan seharusnya dapat diprediksi sebelum terjadi berdasarkan analisis kinerja perusahaan dimasa lalu yang tercermin dalam laporan keuangan. Prediksi distress keuangan dapat dilakukan dengan analisis rasio keuangan yang menggunakan model statistik seperti model diskriminan dan model logit.Disamping itu juga, prediksi distress sangat penting karena banyaknya pihak yang berkepentingan seperti : pemberi kredit (lenders), investor, lembaga pengawasan (regulatory authorities), pemerintah, auditor, dan manajemen.

Oleh karena begitu pentingnya prediksi distress keuangan, maka banyak penelitian tentang distress keuangan yang dilakukan, terutama di luar negeri dengan kasus luar negeri. Akan tetapi, penelitian distress keuangan di Indonesia dengan konteks Indonesia masih relatif sedikit.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian tentang distress keuangan perusahaan publik Indonesia ini dilakukan. Model analisis yang digunakan adalah model analisis diskriminan dan analisis logit yang menggunakan rasio-rasio keuangan sebagai prediktor untuk memprediksi distress keuangan yang dialami oleh perusahaan publik sektor non keuangan Indonesia.

Penelitian ini membuktikan, bahwa untuk memprediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan Indonesia dapat menggunakan beberapa rasio keuangan satu tahun sebelumnya berdasarkan model analisis diskriminan dan analisis logit yang tingkat akurasi prediksinya cukup tinggi dan memenuhi kriteria layak sebagai model prediksi. Meskipun demikian, model analisis hasil penelitian ini terbatas hanya sebagai prediksi, bukan kepastian mutlak, dan berfungsi sebagai salah satu unsur sistem peringatan dini (early warning system)

Gambar 3.1.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

Pada saat krisis ekonomi tahun 1997, banyak perusahaan dan industri di Indonesia, termasuk perusahaan publik, yang mengalami distress atau kesulitan keuangan (financial distress). Distress keuangan yang dialami adalah dalam bentuk kesulitan likuiditas yaitu ketidak mampuan memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo dan tidak memiliki dana kas yang cukup untuk beroperasi secara normal.

Menurut Hill 1 , distress keuangan yang dialami perusahaan dan industri Indonesia makin berat karena sebagian besar pembiayaan perusahaan dan industri

tersebut bersumber pada hutang valuta asing. Rendahnya suku bunga dan nilai tukar yang relatif stabil selama hampir satu dasawarsa membuat perusahaan- perusahaan dan industri tersebut mengabaikan lindung nilai (hedging) terhadap hutang valuta asingnya. Ketika terjadi penurunan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing yang sedemikian besar, maka jumlah hutang dan kewajiban membayar bunga meningkat dengan sangat besar pula.

Peningkatan jumlah hutang yang sedemikian besar, bahkan pada beberapa perusahaan peningkatan hutangnya melebihi jumlah ekuitas, mengakibatkan perusahaan-perusahaan dan industri tersebut berada pada kondisi insolven

1 C.W.L. Hill, International Business : Competing In The Global Marketplace” ( Boston : Irwin/McGraw-Hill, 1999), p. 9

(insolvent). Insolvent adalah kondisi keuangan di mana total nilai aktiva perusahaan lebih rendah dari total nilai kewajibannya.

Menurut Weston dan Copeland 2 , kondisi keuangan yang insolven biasanya akan mengakibatkan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban

membayar pokok pinjaman dan bunga pinjaman. Akibat selanjutnya, pinjaman perusahaan tersebut oleh krediturnya digolongkan sebagai kredit macet (non performing loan). Kondisi ini disebut sebagai bangkrut atau pailit (bankrupt sense) sesuai pengukuran akuntansi sederhana yaitu negative net worth yang dicerminkan dalam neraca.

Pada saat krisis tersebut, distress keuangan dalam skala massive yang dialami perusahaaan dan industri termasuk perusahaan publik dalam perekonomian Indonesia berdampak pada merosotnya tingkat pertumbuhan produksi di sektor riel dan meningkatnya pengangguran. Menurut laporan tahunan Bank Indonesia, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun

1998 menurun drastis menjadi negatif sebesar -13,2 % 3 . Menghadapi kondisi tersebut di atas dan untuk menghindari hancurnya

perekonomian Indonesia secara keseluruhan, Pemerintah Indonesia telah membentuk beberapa lembaga yang bertujuan menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan dan industri yaitu Badan Penyehatan Perbankan Nasional

2 J.F.Weston and T.E. Copeland, Managerial Finance (Orlando: The Dryden Press., 1992), p.

3 -------. Bank Indonesia. 2001. Laporan Khusus (Januari 2001)

(BPPN), Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA), Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative), dan Pengadilan Niaga. 4

Distress keuangan yang dialami oleh sebuah perusahaan tidaklah terjadi secara tiba-tiba, melainkan akibat kebijakan dan kinerja perusahaan yang bersangkutan pada masa-masa sebelumnya. Kenyataan ini menegaskan, bahwa distress keuangan seharusnya dapat diprediksi sebelum terjadi berdasarkan analisis kinerja perusahaan dimasa lalu yang tercermin dalam laporan keuangan.

Astebro and Winter 5 menyatakan, bahwa inefisiensi manajemen dan berbagai kebijakan manajemen akan berpengaruh dan tercermin dalam kinerja

operasional dan laporan keuangan perusahaan yang akhirnya dapat menuju kepada distress keuangan atau kebangkrutan. Kinerja operasional manajemen dan kondisi keuangan perusahaan tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari Neraca (Balance Sheet), Laporan Rugi-Laba (Profit and Loss Statament), Laporan Arus Kas (Cash Flows Statement), dan catatan atas laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan tersebut, kinerja operasional manajemen dan kondisi keuangan perusahaan dinilai dan diukur dengan berbagai pendekatan analisis antara lain : analisis trend, analisis komparatif, dan analisis rasio keuangan.

Pendekatan analisis rasio, terutama dalam analisis distress keuangan, adalah pendekatan yang paling banyak digunakan. Menurut Astebro and Winter 6 ,

4 -------. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Rencana Strategis 1999 – 2004, p.6.

5 T. Åstebro and J.K. Winter, “More than a Dummy: The Probability of Failure, Survival and

Acquisition of Firms in Financial Distress”, Paper presented at the EFA Annual Meeting, (London : Augst, 2000),

6 Ibid.

prediksi distress keuangan yang menggunakan analisis rasio keuangan memang merupakan analisis standar yang banyak digunakan oleh peneliti distress

keuangan. Demikian pula menurut Back et al. 7 , bahwa prediksi distress keuangan dengan menggunakan rasio keuangan telah menjadi salah satu bidang

yang sangat menarik dalam ilmu keuangan dan akuntansi sejak Fitzparick melakukan studi pada tahun 1932. Sejak saat itu, selama 60 tahun terakhir telah banyak dikembangkan landasan teroritikal dan penelitian empiris tentang topik distress keuangan.

Selanjutnya Back et al. mengemukakan, bahwa dalam prediksi distress keuangan ada 2 pendekatan utama. Pertama , yang sangat sering digunakan, adalah pendekatan empiris yang mencari prediktor-prediktor berupa rasio keuangan (financial ratio) yang dapat menghasilkan tingkat kesalahan klasifikasi terrendah. Pendekatan kedua berkonsentrasi pada pencarian model statistikal yang dapat meningkatkan akurasi prediksi.

Penelitian dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut di atas telah dilakukan dan dipelopori oleh Beaver 8 dengan penelitiannya yang menggunakan

analisis univariat dan Altman 9 dengan karya monumentalnya yang disebut Z- score berdasarkan analisis diskriminan multivariat. Model analisis dari kedua

penelitian tersebut dapat digunakan untuk memprediksi distress keuangan.

7 B. Back, T. Laitinen, K. Sere, M. van Wezel, ” Choosing Bankruptcy Predictors Using Discriminant Analysis, Logit Analysis, and Genetic Algorithms”, (Turku Centre for Computer

Science. Finland. TUCS Technical Report, No 40 : September 1996.)

8 W.H. Beaver, Financial Ratio as Predictor of Failure : Empirical Research in Accounting (

Supplement to Journal of Accounting Research, 1966), pp. 71-111 dikutip dari G. Foster, Financial Statement Analysis,(New Jersey: Prentice-Hall Inc., 1986), p. 542.

9 E.I. Altman, Financial Ratio, Discriminant Analysis and the Prediction of Corporate Bankruptcy, (The Journal of Finance: September 1968), pp 589-609, dikutip dari Foster, Ibid, p.

Sejak diperkenalkannya model analisis distress keuangan oleh kedua pionir tersebut, model prediksi distress keuangan yang menggunakan rasio keuangan menjadi topik yang makin banyak menarik perhatian dan makin banyak penelitian yang dilakukan. Bahkan, penelitian-penelitian distress keuangan mutakhir makin memperluas kajiannya, terutama dalam 3 hal yaitu : penggunaan teknik statistik, pendefinisian distress keuangan, dan berbagai kajian mendalam yang menjelaskan aspek-aspek yang melingkupi topik distress keuangan.

Penelitian mutakhir dilakukan antara lain oleh Tirapat and

10 Nittayagasetwat 11 dan Persons yang menggunakan model analisis logit untuk mengestimasi probabilitas kebangkrutan perusahaan-perusahaan publik di

Thailand. Kajian lainnya adalah berkembangnya penelitian distress keuangan atau kebangkrutan yang dilakukan oleh Astebro and Winter 12 yang membedakan

antara perusahaan distress tetapi tetap survive dan perusahaan yang mengalami distress keuangan yang berakhir dengan kebangkrutan disertai dengan penjelasan variaberl-variabel keuangan yang berbeda. Sampel perusahaan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori (failure, survive, dan aquisition) dan probabilitas tiap klasifikasi ditaksir dengan model analisis multinomial logit.

10 S. Tirapat and A. Nittayagasetwat, “An Investigation of Thai Listed Firms’ Financial Distress Using Macro and Micro Variables”. Multinational Finance Journal. (Vol. 3, no. 2, 1999), pp.

103–125. 11 O.S. Persons, “Using Financial Information to Differentiate Failed vs. Surviving Finance

Companies in Thailand: An Implication for Emerging Economies”. Multinational Finance Journal (Vol. 3, no. 2, 1999), pp. 127–145.

12 T. Åstebro and J.K. Winter, loc. cit.

13 Penelitian Kaiser membedakan perusahaan ke dalam tiga kelompok sesuai kondisi keuangan tiap perusahaan yaitu : no problem, medium problem,

dan severe problem. Kaiser membuktikan, bahwa efek pembatasan hutang tergantung kepada tahap pertumbuhan perusahaan, eksistensi pemegang saham perusahaan akan meningkatkan kinerja keuangan, hubungan dengan berbagai sumber penyedia kredit akan memberikan efek negatif, dan diversifikasi produk serta kondisi ekonomi makro akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

Bidang kajian ketiga adalah penelitian yang melakukan beberapa penyesuaian terhadap variabel-variabel penjelas dengan menambahkan beberapa

variabel lainnya seperti yang dilakukan oleh Shirata 14 dan Kahya and Theodossiou 15 .

Menurut Foster 16 , banyaknya kajian tentang prediksi distress keuangan sebagaimana dikemukakan di atas tidak terlepas dari banyaknya pihak yang

berkepentingan untuk mengetahui distress keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan. Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut antara lain : pemberi kredit (lenders), investor, lembaga pengawasan (regulatory authorities), pemerintah, auditor, dan manajemen.

Meskipun telah banyak penelitian tentang distress keuangan dengan berbagai model analisis seperti analisis diskriminan dan analisis logit probit

13 U. Kaiser, “Moving in and out of Financial Distress: Evidence for Newly Founded Service

Sector Firms”, Centre for European Economic Research (February, 2001)

14 C.Y. Shirata, “Financial Ratios as Predictors of Bankruptcy in Japan : An Empirical Research”. Tsukuba College of Technology Japan (APIRA98 : The Zengin Foundation for Studies on

Economics and Finance, 1998).

15 E. Kahya and P. Theodossiou, “Predicting Corporate Financial Distress : A Time-Series CUSUM Methodology” Review of Quantitative Finance and Accounting (Vol. 13:4, December,

1999), pp. 323-345. 16 Foster, loc.cit., p. 534.

sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, akan tetapi penelitian untuk memprediksi distress keuangan yang dialami perusahaan Indonesia masih sangat sedikit dibandingkan dengan penelitian yang sama diluar negeri. Penelitian yang dikembangkan selama ini sebagian besar dilakukan oleh peneliti luar negeri dengan objek penelitian dan kondisi di luar negeri.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang model analisis diskriminan dan analisis logit yang menggunakan rasio-rasio keuangan untuk memprediksi distress keuangan yang dialami oleh perusahaan-perusahaan Indonesia khususnya perusahaan-perusahaan sektor non keuangan yang sudah go public. Ada 2 pertimbangan menggunakan objek penelitian perusahaan-perusahaan go publik sektor non keuangan. Pertama, perusahaan publik memberikan informasi keuangan terutama laporan keuangan yang cukup lengkap dan dipublikasikan secara teratur. Kedua, tidak diikut sertakannya perusahaan publik sektor keuangan (bank, asuransi, multifinance, dan lembaga keuangan non perbankan lainnya) karena perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai karakteristik usaha dan rasio keuangan tersendiri yang berbeda dengan perusahaan non sektor keuangan.

1.2. Perumusan Masalah

Distress keuangan yang dialami oleh banyak perusahaan-perusahaan publik dalam skala massive sebagaimana yang terjadi pasca krisis moneter 1997 mempunyai dampak yang luas terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan perekonomian secara keseluruhan. Dunia usaha adalah sektor riel yang bila Distress keuangan yang dialami oleh banyak perusahaan-perusahaan publik dalam skala massive sebagaimana yang terjadi pasca krisis moneter 1997 mempunyai dampak yang luas terhadap kelangsungan hidup perusahaan dan perekonomian secara keseluruhan. Dunia usaha adalah sektor riel yang bila

Mengingat sedemikian pentingnya mendeteksi distress keuangan yang dialami suatu perusahaan dan berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1.2.1. Apakah variabel-variabel rasio keuangan dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan di Indonesia berdasarkan model analisis diskriminan dan analisis logit.

1.2.2. Variabel rasio keuangan manakah yang mempunyai pengaruh signifikan dalam memprediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan di Indonesia berdasarkan model analisis diskriminan dan analisis logit.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian dan pertanyaan penelitian yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1.3.1. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel rasio keuangan dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi distress keuangan perusahaan perusahaan publik sektor non keuangan di Indonesia berdasarkan model analisis diskriminan dan analisis logit.

1.3.2. Untuk mengetahui variabel rasio keuangan manakah yang sangat berpengaruh secara signifikan dalam prediksi distress keuangan 1.3.2. Untuk mengetahui variabel rasio keuangan manakah yang sangat berpengaruh secara signifikan dalam prediksi distress keuangan

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi dunia usaha : penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan prediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan di Indonesia

1.4.2. Bagi dunia akademis : penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran tentang model analisis diskriminan dan analisis logit untuk memprediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan yang sesuai dengan kondisi Indonesia khususnya dan manajemen keuangan umumnya.

1.4.3. Bagi Program Pasca Sarjana, Program Magister Manajemen, Universitas Airlangga, Surabaya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan sebagai kajian awal pengembangan model analisis untuk memprediksi distress keuangan.

1.4.4. Bagi penulis : penelitian ini diharapkan memperluas wawasan tentang distress keuangan dan segala aspek yang melingkupinya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat luasnya bidang kajian model analisis distress keuangan, maka penelitian ini dibatasi pada

1.5.1. Pengembangan model analisis diskriminan dan analisis logit dengan menggunakan rasio keuangan tahun 1997 untuk memprediksi distress keuangan perusahaan publik sektor non keuangan di Indonesia tahun 1998.

1.5.2. Variabel-variabel independen yang digunakan sebagai prediktor dalam model analisis adalah variabel-variabel rasio keuangan tahun 1997.

1.5.3. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kondisi keuangan perusahaan publik sektor non keuangan Indonesia pada tahun 1998 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1997 dan dokumentasi laporan keuangan dan informasi lain yang tercantum dalam laporan tahunan 1997

1.6. Sistematika Pembahasan

Pembahasan penelitian disusun dalam 6 bab yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka dan hipotesis, metodologi penelitian, gambaran umum objek penelitian, analisis dan pembahasan hasil penilitian, dan terakhir simpulan dan saran.

Pada bab I diuraikan latar belakang masalah perlunya prediksi distress keuangan yang menggunakan rasio keuangan yang sesuai dengan konteks permasalahan Indonesia dengan menggunakan model analisis diskriminan dan Pada bab I diuraikan latar belakang masalah perlunya prediksi distress keuangan yang menggunakan rasio keuangan yang sesuai dengan konteks permasalahan Indonesia dengan menggunakan model analisis diskriminan dan

Dalam bab II diuraikan penelitian-penelitian terdahulu khususnya model diskriminan dan model logit. Dalam bab ini diuraikan pula kerangka analisis yang dimulai dari penelitian terdahulu dan kajian pustaka sampai dengan tahap pengujian model analisis. Landasan teoritis model diskriminan dan model logit diuraikan lebih detail, sedangkan model lainnya tidak diuraikan karena diluar lingkup penelitian. Berikutnya dibahas tentang pengertian distress keuangan dan rasio keuangan secara ringkas. Bahasan tentang jumlah sampel diuraikan pada sub bab tersendiri mengingat pengaruhnya cukup signifikan berdasarkan penelitian terakhir.

Bab III menguraikan metodologi penelitian yang meliputi identifikasi variabel, definisi operasional variabel, proses pengumpulan data, dan teknik analisis. Varibel dependen, baik untuk model diskriminan maupun model logit, adalah bersifat kategorikal yaitu distress atau non distress, sedangkan variabel independen berupa rasio yaitu rasio-rasio keuangan. Variabel yang dimasukkan berjumlah 15 variabel rasio keuangan yang akan diseleksi melalui prosedur stepwise.

Objek penelitian yaitu perusahaan-perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta per akhir tahun 1997 akan diuraikan secara ringkas pada bab

IV yang meliputi perkembangan jumlah perusahaan publik periode 1996-2000, daftar perusahaan yang mengalami distress keuangan dan yang non distress. Di IV yang meliputi perkembangan jumlah perusahaan publik periode 1996-2000, daftar perusahaan yang mengalami distress keuangan dan yang non distress. Di

Bab V menguraikan hasil penelitian yang berupa analisis dan pembahasan hasil penelitian. Pada bab ini akan disajikan deskripsi statistik data penelitian, proses pembentukan model sampai dengan pengujian/ validitas model, dan akhirnya interpretasi.

Pada bab VI yaitu bab terakhir akan ditarik simpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Penelitian Terdahulu

2.1.1. Penelitian dengan model analisis diskriminan

Altman 17 melakukan penelitian dengan menggunakan model analisis diskriminan multivariat yang dikenal dengan Z-score model yang menghasilkan

model prediksi sebagai berikut :

Z = 1.2X 1 + 1.4 X 2 + 3.3 X 3 + 0.6 X 4 + 1.0 X 5 Di mana : Z

= Indeks skor total

X 1 = Modal Kerja/Total Aktiva

17 Altman, loc.cit.

X 2 = Laba ditahan/Total Aktiva

X 3 = Laba sebelum bunga dan pajak/Total Aktiva

X 4 = Nilai Pasar Ekuitas/Nilai Buku Total Kewajiban

X 5 = Penjualan/Total Aktiva

Penelitian tersebut dilakukan terhadap perusahaan yang sudah go public, padahal tidak semua perusahaan mendaftarkan saham di bursa, sehingga pada tahun 1983, Altman melakukan revisi model analisisnya yang dapat digunakan untuk perusahaan publik maupun privat dengan hasil model analisis sebagai berikut :

Z = 0.717X 1 + 0.847 X 2 + 3.107 X 3 + 0.420X 4 + 0.998X 5

Model prediksi hasil penelitian Altman tersebut diuji terhadap sampel analisis/estimasi menghasilkan kebenaran klasifikasi sebesar 95% untuk model 12 pertama (1968) dan 94% untuk model kedua (1983). Variabel prediktor yang

paling signifikan adalah X 3 yang dicerminkan oleh koefisiennya.

18 Jasman Silalahi , melakukan analisis diskriminan terhadap distress keuangan (kesulitan keuangan) bank-bank swasta di Indonesia yang

menghasilkan model prediksi sebagai berikut :

Z = 0,952X 11 + 0,469 X 24

X 11 = Operating Expenses/Operating Incomes

X 24 = Retained Earning/Total Assets

18 Jasman Silalahi, “Kelayakan Analisis Diskriminan Untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank- bank Swasta Nasional Di Indonesia” (Tesis tidak diterbitkan, Magister Manajemen, Universitas

Airlangga Surabaya, 1999)

Model Jasman Silalahi menghasilkan tingkat akurasi model prediksi sebesar 100% untuk sampel analisis dan sebesar 80,77% untuk sampel validasi/hold out.

19 Peneliti lain, yaitu Steve Widjaja , memprediksi distress keuangan (kegagalan) perusahaan-perusahaan kontraktor di Semarang dengan membuat

model prediksi berdasarkan analisis diskriminan yang menghasilkan model sebagai berikut :

Z = -5,988 – 14,563CR – 3,135QR – 0,166CATL + 9,376CLTA +

0,728NPM + 15,484ROI – 0,604ROA – 74,272BEP

Di mana :

CR = Current Ratio (Current Assets/Current Liabilities) QR

= Quick Ratio (Quick Assets/Current Liabilities) CATL = Current Assets/Total Liabilities CLTA = Current Liabilities/Total Assets NPM = Net Profit Margin (EAT/Net Sales) ROI = Return On Investment (Earning After Taxes/Equity) ROA = Return On Assets (Earning AfterTaxes/Total Assets) BEP = Basic Earning Power (EBIT/Total Assets)

Hasil pengujian model prediksi Steve Widjaja terhadap sampel menghasilkan tingkat akurasi prediksi sebesar 100% untuk sampel estimasi dan 95% untuk sampel validasi.

2.1.2. Penelitian dengan model logit

19 Steve Widjaja, “Analisis Model Kebangkrutan pada Perusahaan Kontraktor di Semarang” (Tesis tidak diterbitkan, Magister Manajemen, Universitas Airlangga, Surabaya, 2001)

Agung Nur Fajar 20 mengaplikasikan model analisis logit untuk memprediksi keberhasilan/kegagalan pemberian kredit pada industri tekstil yang

menjadi debitur bank. Model analisis logit yang digunakan adalah sebagai berikut:

Pi

1+e (b1+b2Xi)

Model tersebut kemudian ditransformasi dengan cara membagi dengan (1-P i ) dan kemudian diubah dalam bentuk log natural sehingga diperoleh model logit sebagai berikut :

Dalam model tersebut, L i adalah distribusi logit dari kasus (i), P i adalah probabiltas kegagalan/keberhasilan kasus (i), b 0 adalah konstanta, dan X i adalah varibel yang digunakan sebagai prediktor yang terdiri dari

DR

= Debt Ratio

FATA = Fixed Assets to Total Assets ratio NITL

= Net Income to Total Liabilities ratio NWTA

= Net Worth to Total Assets ratio NITA

= Net Income to Total Assets ratio OAT

= Operating Assets Turnover

LNGINC

= Log Normal Gross Income

20 Agung Nur Fajar, “Aplikasi Motode Logit untuk Memprediksi Keberhasilan/ Kegagalan Pemberian Kredit pada Industri Tekstil”, Grup Konsultan ACG, Management, Consultant, and

Research Service. Jakarta. Paper pada Lokakarya Profil Industri (Hotel Le Meridien, Jakarta : 23 April 1997)

LOPRINC

= Log Operating Income

Hasil analisis logit Agung Nur Fajar menghasilkan beberapa model dengan kombinasi variabel sebagai berikut :

Kombinasi 1 : Li = +6.62 – 2.91(DR) – 6.45(FATA) + 8.50(NITA) Kombinasi 2 : Li = +4.06 – 1.89(DR) – 3.38(FATA) + 4.21(NITL) Kombinasi 3 : Li = +2.23 – 3.50(FATA) + 1.99(NWTA)+ 4.20(NITA) Kombinasi 4 : Li = -1.70 + 1.41(OAT) + 1.99(CLTA) + 2.79(NWTA) Kombinasi 5 : Li = -11.88 + 0.34(SFA) + 2.33(NWTA) + 0.23(LNGINC) Kombinasi 6 : Li = -9.24 + 2.56(CLTA) + 2.73(NWTA) + 0.41(LOPRINC)

Hasil pengujian model logit Agung Nur Fajar menghasilkan tingkat akurasi rata-rata sebesar 87,81%.

Persons 21 melakukan penelitian terhadap perusahaan publik sektor keuangan di Thailand menggunakan model analisis logit untuk memprediksi

distress keuangan. Model analisis logit yang digunakan adalah sebagai berikut :

F = (1 + exp(-D -1

i ))

Di mana :

F = Probabilitas distress keuangan

D i =X i β, adalah indeks linear variabel keuangan

β = koefisien Xi = variabel keuangan (CAMEL) yang terdiri dari :

ROA

= Return On Assets

LOAN/DEP = Total Loan to Total Deposite EXP/TA

= Operating Expenses to Total Assets

SIZE

= Natural Log of Total Assets

21 Persons, op.cit., pp. 127–145.

Hasil penelitian model logit Persons satu tahun sebelum distress adalah sebagai berikut :

D i = -3.116(ROA)-5.822(LOAN/DEP)+2.875(EXP/TA)- 0.942(SIZE)

Tingkat akurasi model prediksi Persons adalah sebesar 82.8% dengan cutoff probability 0.48.

2.1.3. Rasio keuangan sebagai variabel prediktor Astebro and Winter 22 menyatakan, bahwa model prediksi distress

keuangan standar selama ini berfokus pada analisis yang menggunakan rasio keuangan dan akuntansi. Pendekatan ini adalah rasional karena inefisiensi manajemen dan berbagai kebijakan manajemen akan berpengaruh dan tercermin dalam kinerja operasional dan laporan keuangan perusahaan yang akhirnya dapat menuju kepada kebangkrutan. Sedangkan pengaruh ekonomi makro seperti perubahan siklus bisnis atau guncangan ekonomi dan pasar saham dan karakteristik industri memang dapat mempengaruhi perusahaan secara bervariasi yang dapat pula mengakibatkan kebangkrutan. Akan tetapi, memasukkan variabel makro membutuhkan model struktural yang kompleks yang tidak layak jika digunakan pada model prediksi yang ringkas seperti prediksi kebangkrutan. Pertimbangan variabel makro memerlukan pembahasan dan penelitian tersendiri yang berada diluar ruang lingkup model prediksi kebangkrutan standar.

Back et al. 23 mengemukakan, tidak ada dasar teori yang baku dan seragam dalam menentukan jenis dan jumlah rasio keuangan sebagai variabel prediktor.

22 Åstebro and Winter, loc. cit 23 Back, Laitinen, Sere, Wezel., loc. cit

Selama ini, dalam memilih dan menentukan variabel rasio keuangan, para peneliti hanya berdasarkan pada penelitian empiris terdahulu dan kebiasaan yang dilakukan (rule of the thumb).

24 Back et al. 25 dan Back, Sere, and Wezel melakukan studi tentang variabel- variabel yang digunakan dalam memprediksi distress keuangan dan menemukan

sebanyak 31 rasio keuangan yang banyak digunakan dan sangat berguna untuk pembentukan model prediksi. Daftar rasio keuangan tersebut disajikan dalam tabel II.1.

Tabel II.1. Rasio-rasio keuangan yang sering digunakan

Rasio-rasio keuangan Tipe Studi

R1 Kas/Kewajiban Lancar

E,D R2 Aliran Kas/Kewajiban Lancar

E R3 Aliran Kas/Total Aktiva

E-M R4 Aliran Kas/Total Kewajiban

Bl, B, D R5 Kas/Penjualan Bersih

D R6 Kas/Totak Aktiva

D R7 Aktiva Lancar/Kewajiban Lancar

M, B, D, A-H-N R8 Aktiva Lancar/Penjualan Bersih

D R9 Aktiva Lancar/Total Aktiva

D, E-M R10 Kewajiban Lancar/Ekuitas

E R11 Ekuitas/Aktiva Tetap

F R12 Ekuitas/Penjualan Bersih

R-F, E R13 Persediaan/Penjualan Bersih

E R14 Nilai Pasar Ekuitas/Nilai Buku Kewajiban

E-M R15 Kewajiban Jangka Panjang/Ekuitas

A, A-H-N R16 Total Kewajiban/Ekuitas

M R17 Laba Bersih/Total Aktiva

B, D R18 Aktiva Cepat Cair Bersih/Persediaan

Bl R19 Penjualan Bersih/Total Aktiva

R-F, A R20 Laba Usaha/Total Aktiva

A, T, A-H-N R21 EBIT/Total Pembayaran Bunga

A-H-N R22 Aktiva Cepat Cair/Kewajiban Lancar

D, E-M R23 Aktiva Cepat Cair/Penjualan Bersih

D R24 Aktiva Cepat Cair/Total Aktiva

D, T, E-M

24 Ibid.

25 B. Back, K. Sere, and M.C. van Wezel, Choosing the Best Set of Bankruptcy Predictors (Finland: Turku Centre for Computer Science, 1996)

R25 Imbal Hasil terhadap Modal Saham

Bl R26 Laba Ditahan/Total Aktiva

A, A-H-N R27 Return on Stock

F, T R28 Total Kewajiban/Total Aktiva

B, D R29 Modal Kerja/Penjualan Bersih

E, D R30 Modal Kerja/Ekuitas

T R31 Modal Kerja/Total Aktiva

W-S, M, B, A, D Tipe : L = Likuiditas, P = Profitabilitas, S = Soliditas

Keterangan : A Altman 1968 A-H-N Altman, Haldeman, and Nayaranan 1977 B Beaver 1966 Bl Blum 1974 D Deakin 1972 E Edminster 1972

E-M El Hennawy and Morris 1983 F Fitzparick 1932 M Merwin 1942 R-F Ramser and Foster 1931 R-F Ramser and Foster 1931 W-S Winakor and Smith 1935

Catatan : T tidak tercantum (pen.)

Sumber : Back, B., T. Laitinen, K. Sere, and M. van Wezel, “Choosing Bankruptcy Predictors Using Discriminant Analysis, Logit Analysis, and Genetic Algorithms” Finland: Turku Centre for Computer Science. (TUCS Technical Report,No 40: September 1996.)

Dari 31 rasio keuangan tersebut, setelah diseleksi melalui prosedur stepwise, Back et al. menyimpulkan bahwa untuk prediksi satu tahun sebelum distress terjadi, hanya beberapa rasio keuangan saja yang berguna dan signifikan untuk dimasukkan ke dalam model prediksi. Rasio-rasio keuangan terpilih untuk digunakan dalam model yaitu analisis diskriminan, analisis logit, dan analisis genetic algorithm disajikan dalam tabel II.2.

Tabel II.2. Rasio keuangan yang terpilih untuk analisis

Analisis Diskriminan

Genetic Algorithm R4

Analisis Logit

Sumber : Back, Laitinen, Sere, and Wezel, Ibid.

Ada beberapa peneliti yang tidak melakukan seleksi variabel prediktor melalui prosedur stepwise, akan tetapi langsung menentukan sejumlah variabel rasio keuangan untuk dimasukkan dalam model analisis. Tirapat and

26 Nittayagasetwat 27 dan Persons menggunakan CAMEL (Capital = BV of equity/Total assets, Assets = Retained earnings/Total assets, Management and

Earnings = Operating Income/Net sales, Liquidity = Net Working Capital/Total assets). Sedangkan Doumpos and Zopounidis 28 menggunakan 8 variabel secara

arbitrage.

2.1.4. Perbedaan dan Persamaan Penelitian Perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat

disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel II.3. Perbedaan dan Persamaan dengan penelitian terdahulu

Penelitian Model

Metode Objek oleh

Jumlah Jumlah

Analisis sampel variabel penentuan penelitian (terpilih) variabel

Altman Analisis Perusahaan (1968),

Industri Diskriminan (1984)

66 5 Direct

Amerika Jasman S

Stepwise Bank Swasta (1999)

Analisis

Diskriminan Indonesia Agung NF

Analisis Industri

Stepwise (1997)

Tekstil Persons

Logit

Analisis 4 Bank Publik (1999)

di Thailand Steve

Perusahaan Analisis Widjaja

Stepwise Kontraktor (2001)

Diskriminan di Semarang Perusahaan

Penulis Diskriminan

Stepwise Publik (2001)

dan Logit Indonesia

26 Tirapat and Nittayagasetwat, loc.cit 27 Persons, loc.cit 28 Doumpos and Zopounidis, loc.cit

2.2. Pengertian distress keuangan

Pengertian distress keuangan (financial distress) sangat luas dan sering digunakan dalam istilah yang berbeda-beda dengan pengertian yang sama seperti kesulitan keuangan/distress keuangan (financial distress), kegagalan (failure), kebangkrutan/pailit (bankruptcy), dan insolvent/ insolvency.

Menurut pengertian yang dijelaskan dalam kamus yang disusun oleh Hornby 29 , istilah-istilah tersebut sesungguhnya dapat digunakan untuk

pengertian yang sama sebagaimana yang diuraikan dalam kamus tersebut sebagai berikut :

“distress” : 1. (cause of) great pain, discomfort or sorrow; (suffering cause by) want of money or other necessary things; 2. serious danger of difficulty. (p. 252)

“bankrupt” : (legal) person judged by a law court to be unable to pay his debts in full, his property being distributed for the benefit of his creditors. Bankruptcy : 1. unable to pay one’s debts; 2. insolvent. (p. 64)

“insolvent/insolvency” : (person) unable to pay debt; bankrupt. (p.442).

“failure” : 1. failing, lack of success; 2. instance of failing; 3. state of not being adequate, non performance of what is normal, expected or required; 4. bankruptcy. (p. 306).

Pengertian distress keuangan dapat dipandang dari dua sudut pandang yaitu pengertian sempit dan pengertian yang luas. Pengertian sempit distress

keuangan menurut Ross, Westerfield, and Jaffe 30 adalah situasi di mana aliran kas operasi sebuah perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban yang

29 A.S. Hornby, Oxford Learner’s Dictionary of Current English (New York : Oxford University Press, 1987)

30 S.A. Ross, R.W. Westerfield, and J. Jaffe, Corporate Finance (New Jersey: Irwin-The McGraw-Hill Companies, Inc., 1996), p. 808.

segera jatuh tempo (seperti membayar hutang dagang atau biaya bunga) dan perusahaan tersebut harus mengambil tindakan korektif. Sedangkan pengertian distress keuangan secara luas berkaitan dengan kondisi insolvency, sebagaimana

yang didefinisikan dalam Black’s Law Dictionary : 31

“Inability to pay one’s debt; lack of means of paying one’s debts. Such a condition of a woman’s (or man’s) assets and liability that the former made immediately available would be insufficient to discharge the latter”

Ross, Westerfield, and Jaffe berpendapat, bahwa definisi tersebut di atas memiliki dua tema umum yaitu : stocks dan flows. Weston and Copeland 32 ,

mengemukakan pendapat yang sama, bahwa insolvency dapat dibedakan berdasarkan flows basis dan stocks basis.

Flows basis terjadi jika aliran kas perusahaan tidak cukup untuk memenuhi suatu pembayaran yang bersifat kontraktual. Menurut Weston and

Copeland 33 , flows basis memiliki dua bentuk; technical default yaitu bila sebuah perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi yang dipersyaratkan

dalam perjanjian hutang seperti rasio keuangan tertentu; dan technical insolvency yaitu bila aliran kas tidak cukup untuk memenuhi kewajiban membayar bunga pinjaman atau pengembalian pokok pinjaman.

Stock basis terjadi jika nilai aktiva perusahaan lebih kecil dari nilai kewajibannya. Dalam pengertian ini, insolvency berarti bangkrut (bankrupt

31 Black’s Law Dictionary. 5 th ed.(St. Paul, Minn : West Publishing Company). p. 716 dikutip dari Ross, Westerfield, and Jaffe, Ibid., p. 808

32 Weston and Copeland, op.cit., p. 1145. 33 Ibid.

sense) sesuai pengukuran akuntansi sederhana yaitu negative net worth yang dicerminkan dalam neraca konvensional.

Brigham and Gapenski 34 memberikan pengertian distress keuangan dipandang dari tipe-tipe distress keuangan yang dialami suatu perusahaan sebagai

berikut :

1. Kegagalan ekonomis (economic failure) yaitu kondisi di mana sebuah perusahaan yang pendapatannya (revenue) tidak cukup untuk menutup total biayanya, termasuk biaya modal.

2. Kegagalan usaha (business failure). Istilah ini digunakan oleh Dun & Bradstreet yang berarti suatu perusahaan telah menghentikan operasinya yang mengakibatkan kerugian bagi kreditornya. Dalam pengertian ini, kebangkrutan (failure) dan tutupnya sebuah perusahaan dapat terjadi meskipun tanpa melalui prosedur kebangkrutan formal melalui putusan pengadilan.

3. Technical insolvency yaitu kondisi di mana sebuah perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban yang segera jatuh tempo. Pengertian ini mengacu pada kelangkaan likuiditas yang bersifat temporer, di mana dengan berjalannya waktu, dapat saja perusahaan tersebut kembali mendapatkan dana untuk membayar kewajibannya dan tetap dapat melangsungkan usahanya (survive).

4. Insolvency in bankruptcy yaitu kondisi perusahaan yang total nilai buku kewajibannya lebih besar dari nilai pasar aktiva sesungguhnya.

34 E.F. Brigham and L.C.Gapenski, Intermediate Financial Management (Orlando : The Dryden Press., 1996), pp. 891- 892.

Kondisi ini lebih serius dibandingkan dengan technical insolvency, karena secara umum hal tersebut mengindikasikan kegagalan ekonomis yang biasanya akan menuju kepada likuidasi usaha. Perusahaan dalam kondisi ini tidak berarti harus memasuki prosedur kebangkrutan formal.

5. Kebangkrutan Legal (Legal Bankruptcy). Meskipun banyak pihak yang menggunakan istilah bangkrut (bankruptcy) untuk sebuah perusahaan yang pailit (failed), tetapi perusahaan tersebut tidak bangkrut secara legal kecuali telah diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan bangkrut menurut hukum kebangkrutan atau pailit.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa distress keuangan memiliki beberapa pengertian dan tipe sebagai berikut :

1. Kegagalan ekonomis atau mengalami kerugian di mana total pendapatan tidak cukup untuk menutup total biaya.

2. Kegagalan usaha yaitu ditutupnya operasi perusahaan karena berbagai alasan yang menimbulkan kerugian pada kreditornya.

3. Kesulitan likuiditas yaitu tidak tersedianya dana perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau membayar hutang yang telah jatuh tempo.

4. Insolven yaitu kondisi keuangan perusahaan yang total nilai buku kewajibannya lebih besar dari nilai aktivanya atau modal sendiri (ekuitas) perusahaan telah menjadi negatif.

5. Pailit yaitu perusahaan yang secara legal diajukan kepengadilan untuk dinyatakan pailit atau bangkrut menurut hukum dan perundang- undangan yang berlaku.

Dalam penelitian ini pengertian financial distress yang digunakan adalah sebagaimana yang disimpulkan dan diuraikan di atas. Adapun istilah yang digunakan adalah distress keuangan.

Pada saat krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun 1997, banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang mengalami distress keuangan dalam bentuk kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas yang dialami sebagian besar perusahaan dan industri Indonesia sudah sampai pada tahap yang cukup serius. Perusahan dan industri tersebut bukan hanya tidak mampu memenuhi kewajiban yang jatuh tempo berupa pembayaran bunga pinjaman dan pokok pinjaman, akan tetapi telah sampai pada tahap ketidak mampuan dalam menyediakan dana kas yang cukup untuk beroperasi secara normal.

Terhentinya pembayaran bunga dan pokok pinjaman yang jatuh waktu dari sebagian besar perusahaan telah menjadi salah satu sebab terjadinya krisis perbankan. Pinjaman perusahaan-perusahaan yang dinyatakan dan digolongkan sebagai kredit macet (non performing loan) meningkat dengan sangat tajam yang mengancam industri perbankan.

Sebagaimana yang dikemukakan dalam rencana strategis Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kesulitan finansial yang dialami sebagian besar perusahaan dan industri Indonesia dapat berakibat pada berhentinya tingkat produksi di sektor riel dan berdampak langsung kepada Sebagaimana yang dikemukakan dalam rencana strategis Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), kesulitan finansial yang dialami sebagian besar perusahaan dan industri Indonesia dapat berakibat pada berhentinya tingkat produksi di sektor riel dan berdampak langsung kepada

sebagai berikut : 35

- Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang berfungsi

melakukan administrasi program penjaminan dan program penyehatan perbankan.

- Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) yang menyediakan fasilitas lindung nilai untuk mendorong restrukturisasi hutang luar

negeri perusahaan swasta (termasuk lembaga keuangan), yang selanjutnya dapat mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran.

- Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative) yang berfungsi sebagai mediator dalam restrukturisasi hutang perusahaan dan membantu menghilangkan hambatan-hambatan yang ada dalam proses restrukturisasi.

Pengadilan Niaga yang merupakan media untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang bersangkutan dan menjalankan undang-undang kepailitan. 

Dengan terbentuknya beberapa lembaga tersebut, khususnya BPPN, maka seluruh porfolio kredit macet disebagian besar bank swasta dan bank pemerintah dialihkan kepada BPPN untuk dilakukan restrukturisasi. Proses restrukturisasi yang harus dilakukan oleh debitur kredit macet mengikuti beberapa pola restrukturisasi yang terdiri dari private workout, rescheduling, reorganisasi, merger, dan proses litigasi untuk diajukan pailit.

Untuk keperluan penelitian ini, indikasi bahwa suatu perusahaan mengalami distress keuangan adalah :

35 ---------. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), op. cit., p. 6.

1. Mempunyai hutang yang digolongkan sebagai kredit macet (non performing loan) di bank pemerintah maupun swasta dan perusahaan tersebut diwajibkan mengikuti program restrukturisasi melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

2. Mengalami kondisi insolven di mana nilai ekuitas perusahaan menunjukkan angka negatif (defisit).

2.3. Model-model analisis prediksi distress keuangan

2.3.1. Kerangka analisis Dalam melakukan analisis yang menggunakan pendekatan analisis

kuantitatif, diperlukan kerangka analisis sebagaimana yang dikemukakan oleh Mudrajad Kuncoro 36 . Kerangka analisis tersebut disesuaikan dengan tujuan

analisis untuk memprediksi distress keuangan dapat dilihat dalam gambar 2.1. Kerangka analisis sebagaimana tampak dalam gambar adalah langkah- langkah sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan analisis prediksi distress keuangan dalam penelitian ini.

Gambar 2.1 Kerangka Analisis

Teori/Studi Empiris Terdahulu Mengkaji teori/penelitian yang relevan

Pernyataan tentang Rumusan Masalah/Research masalah yang jelas

Question disertai tujuan dan alasan Menetapkan model

Menetapkan Model analisis distress dan varibel-variabelnya

36 Mudrajad Kuncoro, Metode Kuantitatif (Jogjakarta : UPP AMP YKPN, 2001), p.2 Mendapatkan data

Jenis & teknik pengumpulan data dalam 2 kelompok

Sumber : Dimodifikasi dari Mudrajad Kuncoro, Metode Kuantitatif. (Jogjakarta: UPP AMP YKPN, 2001), p. 2.

Foster 37 mengemukakan, bahwa dalam operasionalisasi model prediksi distress keuangan timbul masalah kesalahan klasifikasi dalam prediksi

sebagaimana dikenal dalam metode peramalan kuantitatif yang disebut kesalahan tipe I dan II. Dalam prediksi distress keuangan kesalahan tersebut dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel II.4. Kesalahan klasifikasi dalam prediksi

Kondisi Aktual

Distress Prediksi

Non Distress

Non Distress

37 Foster, op.cit., p. 535.

Kesalahan tipe I adalah : A12 Kesalahan tipe II adalah : A21

Foster membagi dua kelompok model analisis distress keuangan berdasarkan jumlah variabel prediktor yang digunakan yaitu model univariat dan model multivariat. Pendekatan model univariat menggunakan variabel prediktor tunggal, sedangkan model multivariat menggunakan kombinasi beberapa variabel prediktor.

2.3.2. Model Univariat

Menurut Foster 38 , ada dua asumsi kunci dalam pendekatan model univariat yaitu :

1. Distribusi variabel untuk perusahaan distress berbeda secara sistematis dengan distribusi variabel perusahaan non distress.

2. Perbedaan distribusi sistematik dapat dimanfaatkan untuk memprediksi.

Dalam model univariat, sesuai kerangka analisis, sampel yang diteliti dibagi dua kelompok yaitu sampel estimasi dan sampel validasi. Dari masing- masing kelompok sampel, dikelompokan lagi menjadi 2 sub kelompok yaitu kelompok perusahaan yang mengalami distress keuangan dan yang non distress. Dalam analisis, pusat perhatian diletakkan pada perbedaan angka rata-rata

38 Ibid. p.537.

variabel pada perusahaan yang distress dan nondistress. Kriteria penilaian perusahaan yang distress dan non distress secara umum adalah membandingkan variabel aktual dengan rata-rata masing-masing kelompok.

Proses selanjutnya adalah menguji kemampuan memprediksi (predictive ability tests). Isu penting dalam pengujian adalah bagaimana kita dapat menentukan perbedaan dalam nilai rata-rata rasio untuk tujuan prediksi. Pendekatan yang digunakan adalah melakukan tes klasifikasi dikotomi (dichotomous classification test) dengan cara meranking nilai rasio masing- masing perusahaan dan kemudian secara visual memeriksa data nilai rata-rata untuk menentukan cutoff point yang optimal untuk memprediksi perusahaan yang distress dan yang non distress. Secara sederhana, diasumsikan bahwa hanya cutoff point yang berada dititik tengah urutan nilai-nilai rasio yang dapat digunakan sebagai pembatas. Dari masing-masing cutoff point tersebut kemudian dihitung kesalahan klasifikasi baik tipe I maupun tipe II. Dari kesalahan total masing-masing cutoff point ditentukan jumlah kesalahan yang paling kecil sebagai cutoff point yang optimal.

2.3.3. Model Multivariat

39 Dalam melakukan analisis multivariat yang ideal, Foster mengemukakan tiga isu yang harus diperhatikan yaitu :

1. Variabel-variabel apa saja yang harus dimasukkan

39 Ibid., p.546.

2. Bentuk model yang akan digunakan (linear atau nonlinear)

3. Bagaimana pembobotan tiap variabel.