Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Iklim Organisasi terhadap Motivasi dan Sikap Kerja Karyawan CV. Fajar Kurnia TI 132007038 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi kerja

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Siagian (2002) mengemukaan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan.

Selanjutnya, Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan.Chung dan Megginson mendefinisikan motivasi sebagai perilaku yang dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam mengejar suatu tujuan, motivasi juga berkaitan dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan.Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi merupakan respon pegawai terhadap sejumlah pernyataan mengenai keseluruhan usaha yang timbul


(2)

dari dalam diri pegawai agar tumbuh dorongan untuk bekerja dan tujuan yang dikehendaki oleh pegawai tercapai.

Secara garis besar, teori motivasi dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu teori motivasi dengan pendekatan isi/kepuasan (content theory), teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory) dan teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcement theory). Dalam penelitian ini yang dibahas hanya teori kepuasan, dimana teori ini diikuti antara lain oleh A.H. Maslow, yang dikenal dengan teori Hirarki Kebutuhan.

a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi amak pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puasnya.

Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya.Abraham Maslow (Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar

2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidp

3. Kebutuhan untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai


(3)

4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain

5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, gagasan dan kritik terhadap sesuatu

Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih mendasar sebelum mengarahkan perilakunya untuk memenuhi kebutuhan setelah kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi, maka orang tersebut akan bergerak memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.

Novitasari (2005) mengembangkan faktor-faktor dominan sumber motivasi yang meliputi:

a. Harapan untuk berprestasi

Semakin tinggi motivasi seseorang untuk berprestasi, maka hasil kerja yang dicapai semakin tinggi berdasarkan kemampuan, pengalaman, dan kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaannya.

b. Kesempatan berkembang

Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja mempunyai kesempatan mengembangkan karirnya untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

c. Upah / gaji

Bagi karyawan, gaji memberi arti yang mendalam, yaitu sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkat kehidupan karyawan bersangkutan bersama keluarganya. Oleh karena itu, gaji dapat mendorong seseorang untuk bekerja. kenaikan gaji dilakukan jika seseorang berhasil dalam pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Sehingga dalam hal ini, gaji merupakan penegasan keberhasilannya dalam bekerja. Oleh karena itulah, ketika seseorang digaji tinggi, maka orang tersebut merasa bangsa dengan prestasi yang diraihnya sehingga dapat digaji tinggi.

d. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan SDM, terutama dalam hal pengetahuan, kemampuan, keahlian dan sikap. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diberikan. Keahlian adalah beberapa keterampilan yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, sedangkan sikap yang dimaksud adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar suatu pekerjaan berhasil dengan


(4)

sukses. Jadi pelatihan dilakukan untuk mengatasi kekurangmampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

e. Komunikasi

Komunikasi yang lancar adalah komunikasi terbuka di mana informasi mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam seluruh organisasi, umpan balik dapat diutarakan dalam suasana saling percaya, orang saling tertarik, saling memperhatikan dan saling menghormati.

Faktor-faktor di atas dikembangkan oleh Novitasari (2005) dalam skala psikologi yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi kerja karyawan. Skala tersebut akan digunakan pada penelitian ini tanpa mengubah item-item yang telah ditentukan.

2.2. SikapKaryawan

Gibson (1997), menjelaskan sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.Sada(2000), menjelaskan sikap adalah tindakan yang akan diambil karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan tersebut yang hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Misalnya, jika membagi tanggung jawab antara manajemen puncak dengan karyawan dari sudut pandang pekerjaan. Keduanya jelas berbeda. Manajemen harus menanggung tanggung jawab atas produk atau jasa tetapi karyawan hanya menanggung proses bagaimana membuat produk atau jasa tersebut. Jika prosesnya benar maka hasilnya tentu akan baik.


(5)

Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut (Berkowitz, 1972). Secara lebih spesifik, pengukuran sikap difokuskan pada derajat afek (perasaan) positif dan negatif terhadap suatu obyek psikologis (Anzwar, 2003). Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (LaPierre 1943, dalam Azwar, 2003). Sedangkan menurut Secord dan Backman (1964), sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

Definisi-definisi di atas menunjukkan adanya perbedaan diantara para ahli psikologi sosial, namun terdapat ciri khas dari sikap (Sarwono, 1999), yaitu:

a. Mempunyai obyek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya).

b. Mengandung penilaian (setuju – tidak setuju, suka – tidak suka)

Myers (1996, dalam Sarwono, 1999) memberikan istilah affective (perasaan), behavior (perilaku) dan cognitif (kesadaran) yang disingkat ABC. Karena ketiga ranah tersebut saling terkait erat, timbul teori bahwa jika kongisi dan perasaan seseorang terhadap suatu obyek sikap tertentu dapat diketahui, maka kecenderungan perilakunya dapat diramalkan.

Sikap karyawan di tempat kerja bisa dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja karyawan baik pekerjaan


(6)

akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi harus diingat, bukan berarti adanya kesulitan karena karyawan tidak memiliki sikap kerja yang baik, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan. Harus selalu diingat proses akan menentukan hasil akhir.Aniek (2005) menjelaskan sikap kerja sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya. Indikasi karyawan yang merasa puas pada pekerjaannya akan bekerja keras, jujur, tidak malas dan ikut memajukan perusahaana. Sebaliknya karyawan yang tidak puas pada pekerjaannya akan bekerja seenaknya, mau bekerja kalau ada pengawasan, tidak jujur, yang akhirnya dapat merugikan perusahaan.

Blum And Naylor (Aniek, 2005) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi sikap kerja adalah:

a. Kondisi kerja.

Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan sosial yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.

b. Pengawasan atasan

Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.

c. Kerja sama dari teman sekerja.

Adanya teman sekerja yang dapat bekerja sama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

d. Keamanan.

Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam bekerja.

e. Kesempatan untuk maju.

Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.

f. Fasilitas kerja


(7)

g. Gaji

Rasa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Berdasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan adalah kondisi kerja, pengawasan atasan, kerjasama dari teman sekerja, keamanan, kesempatan untuk maju, fasilitas kerja dan upah /gaji

2.3. Iklim Organisasi

Iklim organisasi memiliki banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh Forehand and Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang bertahan dalam jangka waktu lama (Toulson & Smith, 1994). Pada tulisan Litwin dan Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan.

Davis dan Newstrom (2001) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi


(8)

lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Stinger (Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Tagiuri dan Litwin mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku mereka serta dapat dilukiskan dalam satu set karateristik atau sifat organisasi.

Kemudian dikemukakan oleh Luthans (Simamora, 2004) bahwa iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam memanajemen SDM. Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan.Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari


(9)

karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan pengertian iklim organisasi itu bisa dilihat dalam dimensi iklim organisasi. Benjamin Schneider and C.J. Bartlett (1975) mengembangkan 6 dimensi iklim organisasi yang terdiri dari :

1. Dukungan organisasi (Organizational Support)

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik. Selain itu dukungan organisasi juga terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

2. Kualitas anggota (Member Quality)

Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

3. Keterbukaan (Openness)

Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan. 4. Gaya pengawasan (Supervisory Style)

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pengawasan yang dilakukan pada pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

5. Konflik anggota (Member Conflict)

Berkaitan dengan hubungan dan interaksi antar anggota di dalam organisasi serta hubungan antara pimpinan dengan anggota.


(10)

6. Otonomi anggota (Member Autonomy)

Otonomi anggota merupakan kondisi organisasi dalam memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2.4. Hubungan Antara Motivasi dan Sikap Kerja dengan Iklim Organisasi Sikap seorang karyawan pada iklim perusahaan akan menentukan tindakan dan perilakunya dalam menjalankan tugas. Selain itu, karakteristikatau dimensi iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu (Wirawan, 2007).Ini berarti bahwa sikap dan iklim organisasi dapat membawa dampak pada motivasi kerja karyawan. Seorang karyawan yang cenderung bersikap negatif terhadap iklim organisasi akan menunjukkan perilaku menentang pada kebijakan perusahaan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Kusnan (2004) menyatakan bahwa kondisi Iklim organisasi di Garnisun Tetap III Surabaya tidak menentukan efektivitas kinerja organisasi. Hal ini disebabkan iklim organisasi yang terjadi di Garnisun Tetap III Surabaya mengalami beberapa faktor yang bisa mempengaruhinya. Dalam hal ini motivasi kerja para anggota adalah rendah karena faktor iklim organisasi yang kurang mendukung. Berbeda dengan penelitian tersebut, hasil yang diperoleh Dwi Hardiningtyas (2004) dalam penelitiannya dengan kesimpulan bahwa sikap pada budaya organisasi yang didalamnya juga mencakup iklim organisasi berpengaruh positif pada perilakunya dalam bekerja. Kinerja karyawan pada PT Pelabuhan Indonesia III mengalami


(11)

peningkatan seiring dengan adanya perbaikan iklim organisasi yang lebih mantap dan kondusif dengan pekerjaan mereka.

Dari hasil kedua penelitian tersebut dapat digambarkan adanya perbedaan di lapangan tentang hubungan antara sikap dan iklim organisasi dengan motivasi kerja karyawan. Hal ini mendorong peneliti mengemukakan hipotesa:

Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan sikap kerja terhadap iklim organisasi. Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian Motivasi kerja

Iklim organisasi Sikap kerja


(1)

akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi harus diingat, bukan berarti adanya kesulitan karena karyawan tidak memiliki sikap kerja yang baik, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan. Harus selalu diingat proses akan menentukan hasil akhir.Aniek (2005) menjelaskan sikap kerja sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya. Indikasi karyawan yang merasa puas pada pekerjaannya akan bekerja keras, jujur, tidak malas dan ikut memajukan perusahaana. Sebaliknya karyawan yang tidak puas pada pekerjaannya akan bekerja seenaknya, mau bekerja kalau ada pengawasan, tidak jujur, yang akhirnya dapat merugikan perusahaan.

Blum And Naylor (Aniek, 2005) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi sikap kerja adalah:

a. Kondisi kerja.

Situasi kerja yang meliputi lingkungan fisik ataupun lingkungan sosial yang menjamin akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja. Adanya rasa nyaman akan mempengaruhi semangat dan kualitas karyawan.

b. Pengawasan atasan

Seorang pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap karyawan dengan baik dan penuh perhatian pada umumnya berpengaruh terhadap sikap dan semangat kerja karyawan.

c. Kerja sama dari teman sekerja.

Adanya teman sekerja yang dapat bekerja sama akan sangat mendukung kualitas dan prestasi dalam menyelesaikan pekerjaan.

d. Keamanan.

Adanya rasa aman yang tercipta serta lingkungan yang terjaga akan menjamin dan menambah ketenangan dalam bekerja.

e. Kesempatan untuk maju.

Adanya jaminan masa depan yang lebih baik dalam hal karier baik promosi jabatan dan jaminan hari tua.

f. Fasilitas kerja


(2)

g. Gaji

Rasa senang terhadap imbalan yang diberikan perusahaan baik yang berupa gaji pokok, tunjangan dan sebagainya yang akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Berdasar uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja karyawan adalah kondisi kerja, pengawasan atasan, kerjasama dari teman sekerja, keamanan, kesempatan untuk maju, fasilitas kerja dan upah /gaji

2.3. Iklim Organisasi

Iklim organisasi memiliki banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh Forehand and Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang bertahan dalam jangka waktu lama (Toulson & Smith, 1994). Pada tulisan Litwin dan Stringer, seperti dikutip Toulson dan Smith (1994) mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada karyawan dan pekerjaannya dimana tempat mereka bekerja dengan asumsi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan.

Davis dan Newstrom (2001) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi


(3)

lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Stinger (Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Tagiuri dan Litwin mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi dan mempengaruhi perilaku mereka serta dapat dilukiskan dalam satu set karateristik atau sifat organisasi.

Kemudian dikemukakan oleh Luthans (Simamora, 2004) bahwa iklim organisasi adalah lingkungan internal atau psikologi organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki strategi dalam memanajemen SDM. Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian. Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai keadilan tindakan.Jadi dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari


(4)

karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi.

Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai oleh organisasi. Batasan pengertian iklim organisasi itu bisa dilihat dalam dimensi iklim organisasi. Benjamin Schneider and C.J. Bartlett (1975) mengembangkan 6 dimensi iklim organisasi yang terdiri dari :

1. Dukungan organisasi (Organizational Support)

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik. Selain itu dukungan organisasi juga terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan dan tujuan organisasi.

2. Kualitas anggota (Member Quality)

Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

3. Keterbukaan (Openness)

Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk berusaha lebih saat dibutuhkan. 4. Gaya pengawasan (Supervisory Style)

Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai pengawasan yang dilakukan pada pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses yang sedang berjalan.

5. Konflik anggota (Member Conflict)

Berkaitan dengan hubungan dan interaksi antar anggota di dalam organisasi serta hubungan antara pimpinan dengan anggota.


(5)

6. Otonomi anggota (Member Autonomy)

Otonomi anggota merupakan kondisi organisasi dalam memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

2.4. Hubungan Antara Motivasi dan Sikap Kerja dengan Iklim Organisasi Sikap seorang karyawan pada iklim perusahaan akan menentukan tindakan dan perilakunya dalam menjalankan tugas. Selain itu, karakteristikatau dimensi iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu (Wirawan, 2007).Ini berarti bahwa sikap dan iklim organisasi dapat membawa dampak pada motivasi kerja karyawan. Seorang karyawan yang cenderung bersikap negatif terhadap iklim organisasi akan menunjukkan perilaku menentang pada kebijakan perusahaan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Kusnan (2004) menyatakan bahwa kondisi Iklim organisasi di Garnisun Tetap III Surabaya tidak menentukan efektivitas kinerja organisasi. Hal ini disebabkan iklim organisasi yang terjadi di Garnisun Tetap III Surabaya mengalami beberapa faktor yang bisa mempengaruhinya. Dalam hal ini motivasi kerja para anggota adalah rendah karena faktor iklim organisasi yang kurang mendukung. Berbeda dengan penelitian tersebut, hasil yang diperoleh Dwi Hardiningtyas (2004) dalam penelitiannya dengan kesimpulan bahwa sikap pada budaya organisasi yang didalamnya juga mencakup iklim organisasi berpengaruh positif pada perilakunya dalam bekerja. Kinerja karyawan pada PT Pelabuhan Indonesia III mengalami


(6)

peningkatan seiring dengan adanya perbaikan iklim organisasi yang lebih mantap dan kondusif dengan pekerjaan mereka.

Dari hasil kedua penelitian tersebut dapat digambarkan adanya perbedaan di lapangan tentang hubungan antara sikap dan iklim organisasi dengan motivasi kerja karyawan. Hal ini mendorong peneliti mengemukakan hipotesa:

Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan sikap kerja terhadap iklim organisasi. Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Penelitian Motivasi kerja

Iklim organisasi Sikap kerja


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Reward dan Iklim Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan Bank BTPN di Daratan Timor

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Reward dan Iklim Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan Bank BTPN di Daratan Timor T2 832010012 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Reward dan Iklim Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan Bank BTPN di Daratan Timor T2 832010012 BAB II

0 4 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Reward dan Iklim Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan Bank BTPN di Daratan Timor T2 832010012 BAB IV

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Reward dan Iklim Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan Bank BTPN di Daratan Timor

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Iklim Organisasi terhadap Motivasi dan Sikap Kerja Karyawan CV. Fajar Kurnia

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Iklim Organisasi terhadap Motivasi dan Sikap Kerja Karyawan CV. Fajar Kurnia TI 132007038 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Iklim Organisasi terhadap Motivasi dan Sikap Kerja Karyawan CV. Fajar Kurnia TI 132007038 BAB IV

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Iklim Organisasi terhadap Motivasi dan Sikap Kerja Karyawan CV. Fajar Kurnia TI 132007038 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Iklim Organisasi terhadap Motivasi dan Sikap Kerja Karyawan CV. Fajar Kurnia

0 0 11