BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN PINRANG 7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Kabupaten Pinrang - DOCRPIJM 1480649728BAB 7 Keterpaduan Strategis

  Penataan ruang Kabupaten Pinrang bertujuan untuk mewujudkan tata ruang yang aman, nyaman, efisien dan produktif secara berkelanjutan dalam tatanan kawasan ekonomi terpadu nasional dan daerah yang didukung oleh kawasan agropolitan, minapolitan dan kawasan wisata dengan memadukan agribisnis, agroindustri dan agrowisata, serta peningkatan kualitas lingkungan dataran, pesisir pantai, perbukitan dan daerah irigasi secara sinergis antar sektor dan wilayah.

  Kebijakan penataan ruang Kabupaten Pinrang, terdiri atas :

  a. peningkatan akses pelayanan perkotaan, dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirearki; b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air secara terpadu dan merata pada semua wilayah;

  c. pengendalian, pemulihan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup; d. pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan dan pelestarian lingkungan dalam tatanan kondisi spasial geografis wilayah, termasuk wilayah kelautan dan pulau-pulau kecil;

  RPI2-JM 2015-2019 Kabupaten Pinrang

BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN PINRANG

7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Kabupaten Pinrang

  e. peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif terhadap kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan; dan f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

  Startegi penataan ruang Kabupaten Pinrang, terdiri atas :

  

(1) Strategi peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan

  ekonomi wilayah yang merata dan berhirearki terdiri atas :

  a. meningkatkan interkoneksi antara kawasan perkotaan yang meliputi Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), maupun Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), antara kawasan perkotaan dengan pusat-pusat kegiatan kawasan perdesaan; b. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang potensil dan belum terlayani oleh pusat pertumbuhan eksisting; c. mendorong kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam mendorong pengembangan wilayah sekitarnya; dan

  d. mengendalikan pengembangan kawasan perkotaan, khususnya daerah pantai dan daerah irigasi teknis.

  

(2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana

  transportasi, telekomunikasi, energi dan sumber daya air secara terpadu dan merata pada semua wilayah, terdiri atas : a. meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat; b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan yang masih terisolir; c. meningkatkan jaringan energi dengan lebih menumbuhkembangkan pemanfaatan sumber daya terbarukan yang ramah lingkungan dalam sistem kemandirian energi area mikro, dibanding pemanfaatan sumber daya yang tak terbarukan, serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; d. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan e. meningkatkan kualitas jaringan prasarana pengelolaan lingkungan dan penyediaan air bersih.

  

(3) Strategi pengendalian, pemulihan dan perwujudan kelestarian fungsi

  lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas : a. mewujudkan kawasan berfungsi lindung, dalam wilayah kabupaten dengan luas paling sedikit 30% dari luas wilayah Kabupaten sesuai dengan kondisi ekosistemnya;

  b. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar kawasan; c. menyelesaikan kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan serta pemindahan kegiatan pemukiman penduduk atau kegiatan budidaya terbangun yang mengganggu, secara bertahap ke luar kawasan lindung;

  d. mengembalikan fungsi areal penggunaan lain untuk ditetapkan menjadi hutan rakyat dengan fungsi kawasan konservasi, kawasan lindung dan kawasan produksi;

  e. mengembangkan ruang terbuka hijau, dengan luas paling sedikit 30 % dari luas kawasan perkotaan; dan f. menyediakan informasi yang bersifat terbuka kepada masyarakat mengenai batas-batas kawasan lindung, kawasan budidaya, serta syarat-syarat pelaksanaan kegiatan budidaya dalam kawasan lindung.

  

(4) pengembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan dan pelestarian

  lingkungan dalam tatanan kondisi spasial geografis wilayah, termasuk wilayah kelautan dan pulau-pulau kecil, terdiri atas : a. menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten; b. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan;

  c. mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek sosial budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi; d. mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan Daerah; e. membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana; dan f. mengembangkan kegiatan budidaya laut secara lestari demi mempertahankan keberadaan ekosistem wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.

  

(5) Strategi peningkatan pengelolaan kawasan yang berpengaruh positif

  terhadap kegiatan ekonomi, sosial, budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan ilmu pengetahuan, terdiri atas : a. mengembangkan kawasan agropolitan yang memadukan agrobisnis, agroindustri, agroedukasi, agrowisata pada sentra-sentra produksi komoditas pertanian unggulan;

  b. menumbuhkembangkan kawasan minapolitan sebagai sentra produksi, pengolahan, pelayanan jasa, serta pemasaran komoditas perikanan pada klaster yang memiliki komoditas perikanan unggulan;

  c. mencegah atau membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis yang berpotensi mengurangi daya lindung kawasan; d. mengendalikan pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis yang dapat memicu perkembangan kegiatan budidaya; e. mengembangkan kegiatan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budidaya terbangun;

  f. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis;

  g. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan energi secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan

  h. mendorong kegiatan pengelolaan kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk koleksi jenis tumbuhan dan satwa untuk pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan pariwisata.

  

(6) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan

  negara, terdiri atas :

  a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan; c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara.

7.1.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Pinrang

7.1.1.1 Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Pinrang 1. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan

  Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pinrang meliputi :

a. Pusat-pusat kegiatan terdiri atas : 1.

   Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu Kawasan Perkotaan Pinrang

  meliputi sebagian Kecamatan Watang Sawito, Paleteang dan Tiroang 2.

   Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) terdiri atas : Kawasan Perkotaan

  Watang Suppa di Kecamatan Suppa, Kawasan Perkotaan Teppo di Kecamatan Patampanua, Kawasan Perkotaan Alitta di Kecamatan Mattiro Bulu, Kawasan Perkotaan Lampa Pekkabata di Kecamatan Duampanua, Kawasan Perkotaan Kassa di Kecamatan Batulappapa, dan Kawasan Perkotaan Taddokkong di Kecamatan Lembang

3. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi : pusat-pusat

  permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa terdiri atas : Lero di kecamatan Suppa, Langnga di Kecamatan Mattiro Sompe, Waetuoe di Kecamatan Lanrisang, Tadang Palie di Kecamatan Cempa, Bungi di Kecamatan Duampanua, Bilajeng di Kecamatan Batulappa, Lembang Mesakada di Kecamatan Lembang, Sali-Sali di Kecamatan Lembang, Basseang di Kecamatan Lembang b.

   Sistem Jaringan Prasarana Utama terdiri atas : 1.

   Sistem Jaringan Transportasi Darat meliputi Jaringan Jalan,

  Jaringan Prasarana Lalu Lintas dan Jaringan Layanan Lalu Lintas 2.

   Sistem Jaringan Transportasi Laut meliputi tatanan kepelabuhan

  dan alur pelayaran 3.

   Sistem Jaringan Transportasi Udara meliputi Tatanan

  kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan 4.

   Sistem Jaringan Perkeretaapian meliputi Jalur Kereta Api dan Stasiun Kereta Api.

c. Sistem Jaringan Prasarana Lainnya terdiri atas : 1.

   Sistem Jaringan Energi meliputi Pembangkit tenaga listrik dan Jaringan transmisi tenaga listrik.

2. Sistem Jaringan Telekomunikasi meliputi Sistem Jaringan Kabel,

  sistem jaringan nirkabel dan sistem jaringan satelit 3.

   Sistem Jaringan Sumber Daya Air meliputi Sumber Air dan

  Prasarana Sumber Daya Air 4.

   Sistem Pengelolaan Lingkungan meliputi Sistem jaringan

  persampahan, Sistem jaringan air minum, sistem jaringan drainase, jalur evakuasi bencana, dan sistem prasarana sanitasi.

7.1.1.2 Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Pinrang

  Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Pinrang, terdiri atas :

  a. Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang terkait dengan wilayah Kabupaten Kawasan Strategis Nasional yang terkait dengan wilayah Kabupaten Pinrang, adalah KSN dari sudut kepentingan ekonomi berupa Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare.

  b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP)

  1. KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi :  Kawasan lahan pangan berkelanjutan dengan luas kurang lebih

  90.000 Ha di Kecamatan Watang Sawitto, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Paleteang, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Cempa, Kecamatan Mattiro Sompe dan Kecamatan Suppa;

   Kawasan pengembangan budidaya alternative komoditas perkebunan kakao, sawit, robusta, mete dan jarak dengan luas kurang lebih 74.807 Ha di Kecamatan Lembang, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Batulappa, Kecamatan Patampanua, Kecamatan Tiroang, Kecamatan Mattiro Bulu, Kecamatan Suppa ; dan

   Kawasan pegembangan budidaya udang dengan luas kurang lebih 13.559 Ha di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, dan Kecamatan Duampanua

  2. KSP dari sudut pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi meliputi :  Kawasan Migas Blok Enrekang di Kecamatan Patampanua,

  Kecamatan Duampanua, Kecamatan Lembang dan Kecamatan Batulappa; dan

   Kawasan Pusat Pembangkit Listrik PLTA Bakaru di Kecamatan Lembang;

  3. KSP dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup terdiri atas Hutan Lindung Pinrang di Kecamatan Lembang, Kecamatan Duampanua, Kecamatan Batulappa dan Kecamatan Patampanua.

c. Kawasan Strategis Kabupaten 1.

   Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi terdiri atas :

   Kawasan Strategis Kota Pinrang sebagai pusat pemerintahan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan perdagangan/jasa;  Kawasan Strategis Agropolitan Dataran Tinggi, meliputi kawasan

  Bakaru dan sekitarnya yang berbasis agrobisnis kopi robusta, kakao, jagung dan holtikulutura serta diintegrasikan dengan konservasi tangkapan air di daerah hulu DAS.  Kawasan Agropolitan Dataran Rendah, meliputi :

   Kawasan SIPUNDANG (Sipatuo, Malimpung, Padang Loang) di Kecamatan Patampanua yang berbasis agrobisnis kelapa, kakao, dengan penunjang holtikultura dan palawija, ikan air tawar, sapi dan unggas;

   Kawasan WALIMA (Watang Pulu, Alitta, Makkawaru) di Kecamatan Suppa dan Mattiro Bulu yang berbasis agrobisnis peternakan sapi dan unggas dengan penunjang holtikultura dan buah-buahan;  Kawasan Batulappa di Kecamatan Batulappa yang berbasis agrobisnis kakao, jagung dan sapi;  Kawasan Tiroang Paleteang yang berbasis agrobisnis padi dan holtikultura;  Kawasan Cempa Sawitto yang berbasis agrobisnis padi sawah dan sapi.

   Kawasan Strategis Minapolitan meliputi : Kawasan PADABIMA (Paria, Data, Bittoeng, Maroneng ) di Kecamatan Duampanua berbasis agrobisnis budidaya udang dan bandeng, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Kajuangin; Kawasan Wiring Tasi di Kecamatan Suppa berbasis agrobisnis budidaya udang dan bandeng, rumput laut tambak, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Pelabuhan Ujung Lero; dan Kawasan MALACE (Mattiro Sompe, Lanrisang, dan Cempa) berbasis agrobisnis udang, bandeng, rumput laut, ditunjang Tempat Pendaratan Ikan Pelabuhan Langnga.  Kawasan Strategis peruntukan industri besar dan menengah di Kecamatan Suppa dan Kecamatan Mattiro Bulu.

   Kawasan Strategis Parawisata, meliputi : Kawasan Pariwisata di Kecamatan Lembang meliputi pariwisata Pantai Kanipang, Gua Panniki, sungai-sungai, Air Terjun Karawa, Kali Jodoh, Lamero, Air Panas Lemosusu, Lembah Tirasa, gunung dan wanawisata, Agrowisata Benteng Paremba dan budaya; dan Kawasan Strategis Pariwisata Alam air panas Sulili di Kecamatan Paleteang.

   Kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM), meliputi Desa Buttu Sawe dan sekitarnya.

  2. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya terdiri atas :

  a. Istana Addatuang Sawitto di Kecamatan Watang Sawitto, yang merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya, dan perlindungan peninggalan budaya; dan

  b. Monumen dan Makam Raja Lasinrang, yang merupakan aset nasional yang harus dilindungi dan dilestarikan.

  3. Kawasan Strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi yaitu : Kawasan

  Bendungan Benteng Kecamatan Patampanua 4.

   Kawasan strategis dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup terdiri atas :

  a. kawasan jalur hijau hutan mangrove pesisir pantai di Kecamatan Suppa, Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Cempa, Kecamatan Duampanua dan Kecamatan Lembang;

  b. kawasan DAS Saddang;

  c. kawasan Hutan Kota Bulu Paleteang di Kecamatan Paleteang; dan d. kawasan rawan banjir di Kecamatan Suppa, Mattiro Sompe, Cempa, Duampanua dan Lembang.

7.2 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

  Ditetapkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu, dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 Ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab VII Pasal 150 bahwa daerah wajib memiliki dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

  (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dengan melihat perkembangan lingkungan strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka issu-issu yang sangat mendasar untuk dijadikan landasan dalam perumusan program untuk mendukung keberadaan agenda utama pembangunan lima tahun yang akan datang adalah :

  • Program pembangunan jalan dan jembatan;
  • Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
  • Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
  • Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
  • Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
  • Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
  • Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
  • Program normalisasi saluran;
  • Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan normalisasi saluran;
  • Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun;
  • Program pemberdayaan petani pemakai air;
  • Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
  • Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
  • Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan distribusi air baku;
  • Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
  • Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
  • Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pengembangan sistem distribusi air minum;
  • Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
  • Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
  • Program pengembangan perumahan;
  • Program lingkungan sehat perumahan;
  • Program pemberdayaan komunitas perumahan;
  • Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang;
  • Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah; - Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH). Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan dengan program-program sebagai berikut :
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang;
  • Program kerjasama pemanfaatan ruang;

  Pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada pembangunan dan peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur jalan dan jembatan, perumahan dan pemukiman serta sumberdaya air. Adapun program yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :

  • Program pembangunan jalan dan jembatan;
  • Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
  • Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
  • Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
  • Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
  • Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
  • Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
  • Program normalisasi saluran;
  • Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan normalisasi saluran;
  • Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun;
  • Program pemberdyaan petani pemakai air;
  • Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
  • Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
  • Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan distribusi air baku;
  • Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
  • Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
  • Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pengembangan sistem distribusi air minum;

  • Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
  • Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
  • Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
  • Program pengembangan perumahan;
  • Program lingkungan sehat perumahan;
  • Program pemberdayaan komunitas perumahan;
  • Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang;
  • Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah; - Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH). Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan dengan program-program sebagai berikut:
  • Program perencanaan tata ruang;
  • Program pemanfaatan ruang;
  • Program pengendalian pemanfaatan ruang; - Program kerjasama pemanfaatan ruang.

7.3 Arahan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  Penyusunan Perda Bangunan Gedung diamanatkan pada Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwa pengaturan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi kabupaten/kota setempat serta penyebarluasan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung dan operasionalisasinya di masyarakat.

  Perda Bangunan Gedung mengatur tentang persyaratan administrasi dan teknis bangunan gedung. Salah satunya mengatur persyaratan keandalan gedung, seperti keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Persyaratan ini wajib dipenuhi untuk memberikan perlindungan rasa aman bagi pengguna bangunan gedung dalam melakukan aktifitas di dalamnya dan sebagai landasan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Utamanya untuk daerah rawan bencana, Perda Bangunan Gedung sangat penting sebagai payung hukum di daerah dalam menjamin keamanan dan keselamatan bagi pengguna.Ketersediaan Perda BG bagi kabupaten/kota merupakan salah satu prasyarat dalam prioritas pembangunan bidangCipta Karya di kabupaten/kota.

  Pada Saat ini kabupaten Pinrang telah memiliki memilki Perda bangunan Gedung Tahun 2013, yang diharapkan dapt menjadi landasan opersional dalam penyelenggaraan bangunan gedung di Kabupaten Pinrang

  

7.4 Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)

Kabupaten Pinrang

  Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era otonomi daerah dan dalam kaitan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor

  7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pemerintah telah menerbitkan produk pengaturan setingkat peraturan pemerintah yang memberikan pedoman, baik kepada pemerintah kabupaten/kota dan pihak lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan air minum maupun kepada masyarakat sebagai pengguna layanan air minum, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Adapun wewenang dan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan SPAM adalah meliputi: (i) menetapkan kebijakan dan strategi nasional; (ii) menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM); (iii) memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku.

  Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang hares dipenuhi oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Ketersediaan air minum merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang masih diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan dapat mendorong peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi salah satu kunci dalam pengembangan ekonomi wilayah. Menilik dari permasalahan tumpang tindihnya program pengembangan sarana dan prasarana air minum yang terjadi di masa lampau, memberi suatu pemikiran untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara sistemik. Di sisi lain, kondisi geografis,topografis dan geologis dan juga aspek sumber daya manusia yang berbeda di setiap wilayah di Indonesia, menyebabkan ketersediaan air baku dan kondisi pelayanan air minum yang berbeda dapat memberikan implikasi penyelenggaraan SPAM yang berbeda untuk masing- masing wilayah. Untuk itu dibutuhkan suatu konsep dasar yang kuat guna menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat sesuai dengan tipologi dan kondisi di daerah tersebut. Rencana Induk Air Minum merupakan jawaban bagi dasar pengembangan air minum suatu wilayah. Diharapkan, dengan adanya Rencana Induk Air Minum, dapat menjadi dasar tersusunnya suatu program pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wilayah yang berkelanjutan

  (sustainable) dan terarah.

  Struktur outline penyusunan RISPAM Kabupaten Pinrang tidak sesuai dengan outine kaidah teknis sesuai hasil evaluasi RI SPAM sehingga perlu dilakukan kajian yang lebih dalam untuk menghasilkan struktur outline dalam kaidah teknis penyusunan RISPAM yang baku sehingga sistem penyediaan air minum di di Kabupaten Pinrang dapat lebih terarah dan berkelanjutan.

7.5 Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Pinrang

  Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup sehat, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan “sekunder”, sehingga sering terpinggirkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan. Di sisi lain, masih terdapat pelaksanaan pembangunan sanitasi yang berjalan secara parsial dan belum terint egrasi dalam suatu “grand design” yang sifatnya integratif dan memiliki sasaran secara menyeluruh serta jangka waktu yang lebih panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek jenis kegiatannya maupun dari aspek kewilayahan. Untuk itu perlu disusun suatu perencanaan sanitasi secara lebih integratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan real masyarakat.

  Selanjutnya program dan kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan, meningkatkan produktifitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Dalam pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), kabupaten/kota wajib menyiapkan dokumen Buku Putih Sanitasi (BPS). Buku Putih Sanitasi merupakan dokumen yang berisi kondisi (existing) sanitasi saat ini. Dokumen Buku Putih Sanitasi berfungsi sebagai data dasar (baseline data) kondisi sanitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK), monitoring dan evaluasi sanitasi.

  Kegiatan Buku Putih Sanitasi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari semangat kegiatan nasional seiring saat sekarang bangsa Indonesia sedang berpacu dengan waktu untuk mencapai target yang disepakati bersama yaitu meratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Ruang lingkup sanitasi dapat dilihat dalam beberapa tinjauan sebagai berikut :  Air limbah domestik, dibagi dalam 2 jenis :

  • Black water : air buangan jamban (urin, tinja, dan air gelontoran) Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan tinja (kotoran) manusia yang tediri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (jamban cemplung) yang dilengkapi dengan unti penompang kotoran dan air untuk membersihkannya. Kementerian kesehatan telah menetapkan syarat dalam bentuk jamban sehat, yaitu : Tidak mencemari air, tidak mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak menimbulkan baud an nyaman digunakan, aman digunakan oleh pemakainya, mudah dibersihkan dan menimbulkan pandangan kurang sopan. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Sebenarnya masyarakat sadar dan mengerti arti pentingnya mempunyai jamban, namun nilai kesadaran masih rendah dalam hal penerapan pola hidup sehat (PHBS).
  • Grey Water : air buangan mandi dan cuci Jadi, cakupan air limbah domestik (rumah tangga) juga mencakup pembuangan air mandi dan cuci. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah menurut tingkat perlakuan dan karakteristik limbah.

   Pengelolaan persampahan yaitu kegiatan sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Termasuk dalam sanitasi berupa sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga. Layanan persampahan. Layanan ini diawali dengan pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga harus dilengkapi dengan(TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya.

   Drainase lingkungan/tersier merupakan sistem saluran awal yang melayani kawasan kota tertentu, seperti kompleks perumahan, area pasar, areal industry, dan perkantoran. Layanan drainase lingkungan adalah penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke badan air penerima.

   PHBS adalah aspek non-teknis dari sanitasi yang meliputi promosi kesehatan, perubahan, perilaku, dan sanitasi rumah tangga. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui Pendampingan (Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Sektor sanitasi merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kemiskinan. Pembangunan sektor sanitasi di beberapa daerah di Indonesia, seringkali kurang menjadi prioritas dibanding sektor lainnya. Tidak memadainya pembangunan sektor sanitasi akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan pada umumnya.

  Sanitasi di Indonesia didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan (TTPS, 2010). Pengertian yang lebih teknis dari sanitasi adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah (Bappenas, 2003).

  Wilayah kajian penyusunan buku putih (BPS) dan penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) mencakup wilayah yang termasuk kategori kawasan perkotaan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah (RTRW). Kebijakan ini telah dicermati dan diskusikan dengan mensejajarkan sejumlah kebijakan daerah RPJPD, RP4D, RPJMD, dan RPIJM Bidang Keciptakaryaan Kabupaten Pinrang yang memberi referensi kawasan resiko sanitasi sangat tinggi di kabupaten Pinrang yaitu : Kecamatan Lanrisang, Kecamatan Mattiro Sompe, Kecamatan Watang Sawitto dan Kec Cempa, sedangkan untuk area tinggi yaitu : Kecamatan Paleteang, Kecamatan Tiroang, dan Kecamatan Suppa.

  Kabupaten Pinrang telah menyetujui program PPSP. Pemerintah kabupaten Pinrang sebelumnya telah melakukan kegiatan untuk mempromosikan hidup sehat dengan sanitasi yang baik. berikut adalah Tabel tahapan Pengembangan Air Limbah di Kabupaten Pinrang:

Tabel 7.1 Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik

  Gambar di atas memberikan gambaran mengenai target MDG’s yang menetapkan bahwa di tahun 2014 stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan), target yang akan dilakukan yaitu memberikan akses sanitasi untuk 16,57 % penduduk yang belum terlayani akses sanitasi dengan melalui peningkatan pemilikan jamban pribadi dengan sistem cublik dari 40,67% menjadi 57,24% akan ditingkatkan dengan penggunaan sistem sanitasi layak untuk kesehatan yaitu 22% yang terbagi atas 13% peningkatan sistem cubluk menjadi sistem septick tank yang layak dan sisanya ditingkatkan menjadi sistem on site komunal, dan untuk mencapainya harus melalui program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) dan pembanguna MCK++.

Tabel 7.2 Pengembangan persampah Kabupaten Pinrang

  Tabel diatas memberikan gambaran tentang pengelolaan sampah rumah tangga yang menunjukan bahwa persentase perilaku warga yang mengumpulkan sampah kemudian dibuang ke TPA sebesar 21 % lalu perlaku masyarakat yang melakukan pemilahan sampah sebesar 0,1 % kemudian Perilaku warga yang membuang sampah secara tidk langsung sebesar 15% dan yang belum terlayani sistem sebesar 62 % sehingga dari Hasil studi di atas memperlihatkan adanya inisiatif sebagian masyarakat yang tidak memanfaatkan TPS yang ada. Atau kapasitas TPS yang ada tidak mampu secara penuh menerima total sampah hasil rumah tangga. Sehingga program penambahan TPS yang baru terlihat di wilayah kota, juga telah terprogramkan untuk wilayah desa kecamatan, Jadi masyarakat dalam kelompok rumah tangga dengan mudah menjangkau TPS yang ada.

Tabel 7.3 Tahapan pengembangan drainase Kabupaten Pinrang

  Berdasarkan Hasil Anlisis menggunakan instrumen SSK, penanganan drainase lingkungan Kabupaten pinrang difokuskan kedalam penanganan jangka pendek untuk saluran tersier kenaikan sebesar 5 % khususnya didaerah perkotaan. Target pelayanan yang akan di lakasanakan meningkat 45 % dalam jangka panjang sehingga dapat melayani 75 % dari total penduduk Kabupaten pinrang.

7.6 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

  Gagasan ideal ruang perkotaan merupakan satu kesatuan sistem organisasi yang mampu mengakomodasi kegiatan sosial ekonomi, budaya, memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat, keindahan visual serta terencana dan terancang secara terpadu seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan. Untuk meningkatkan pemanfaatan ruang kota disatu sisi dan sekaligus sebagai pengendalian, tata ruang kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Hal tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap persyaratan Tata Bangunan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/N/2007. Dalam peraturan tersebut tercantum pengertian RTBL yaitu panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.

  RTBL diperlukan sebagai kerangka pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota di sah kan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam lingkup kawasan yang lebih terinci Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan merupakan hasil dari proses identifikasi, perencanaan dan perancangan suatu lingkungan/kawasan. Termasuk didalamnya adalah identifikasi dan apresiasi kontek lingkungan, program peran masyarakat dan pengelolaan serta pemanfaatan aset properti kawasan.

  Dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Kota yang berlaku, selanjutnya disusun RTBL yang memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang dan menindaklanjuti Rencana Detil atau Rencana Rinci Tata Ruang, serta sebagai panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas bangunan gedung dan lingkungannya. Dengan demikian RTBL akan memberikan arahan terhadap wujud pemanfaatan lahan, langgam arsitektural pada bangunanbangunan sebagai hasil rencana teknis rancang bangunan (buildingdesign), terutama pada kawasan tertentu yang memiliki karater khas seperti dimaksud di atas.

  Dengan arahan tersebut, perencana kawasan dan bangunan yaitu urban

  

designer dan arsitek akan mempunyai kejelasan menyangkut kebijaksanaan

  pembangunan fisik dari Pemerintah Daerah setempat, termasuk di dalamnya yang menyangkut kepentingan umum, citra, dan jati diri lokasi yang perlu dikemukakan. Pada gilirannya seluruh tatanan bangunan dan lingkungan yang dirancang akan memberikan kontribusi positif terhadap kawasan.

  Di dalam proses penyusunan RTBL harus memperhatikan dan memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Kepentingan umum atau aspirasi masyarakat

  2. Pemanfaatan sumber daya setempat

  3. Kemampuan daya dukung lahan yang optimal Memperhatikan kriteria diatas, maka RTBL harus memuat hal sebagai berikut:

  1. Pedoman Rencana Teknik dalam bentuk arahan desain tiga dimensional

  2. Program Tata Bangunan dan Lingkungan

  3. Pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunan

  (Urban/environmelital building design and development guidelines)

  Sebagai arahan rinci maka RTBL dilengkapi dengan paket investasi yang menunjukkan prioritas pengembangan kawasan, fungsi kawasan serta perkiraan investasi untuk menata kawasan tersebut sesuai dengan arahan pengembangan. Sesuai dengan kandungan materinya maka kedudukan RTBL bisa diwujudkan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

  1. Rencana kegiatan komunitas atau community action plan.

  2. Rencana penataan lingkungan atau neighbourhood development plan.

  3. Panduan rancangan kota atau urban design guidelines. Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan dokumen RTBL harus merujuk pada pranata pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota, maupun wilayah. Kedudukan RTBL dalam pengendalian bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan dalam gambar berikut.

Gambar 7.1. Kedudukan RTBL dalam Pengendalian Bangunan Gedung dan Lingkungan

  Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor

  35 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27 ayat (2), struktur dan sistematika dokumen RTBL sebagaimana dijelaskan dalam bagian berikut ini. Secara umum Dokumen RTBL berisi Program Bangunan dan Lingkungan. Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu. Program tersebut memuat jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun yang baru. Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan. Secara konseptual disajikan dalam gambar berikut ini.

Gambar 7.2. Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL

  Analisis kawasan dan wilayah perencanaan merupakan proses mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasikan konteks lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya. Manfaat analisis kawasan dan wilayah perencanaan adalah:

  1. Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang tengah berlangsung.

  2. Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang memuat rencana pengembangan program bangunan dan lingkungan, serta dapat mengangkat nilai kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan konteks kawasan perencanaan.

  Analisis secara sistematis meninjau aspek sebagai berikut: 1.

  Perkembangan Sosial-Kependudukan. Merupakan gambaran kegiatan sosial

  kependudukan dengan memahami beberapa aspek antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk, Jumlah keluarga, Kegiatan sosial penduduk, Tradisi- budaya lokal, dan perkembangan yang ditentukan secara kultur-tradisional.

  2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi. Merupakan gambaran sektor pendorong perkembangan ekonomi, kegiatan usaha, prospek investasi pembangunan dan perkembangan penggunaan tanah, produktivitas kawasan, dan kemampuan pendanaan pemerintah daerah.

  3. Daya Dukung Fisik dan Lingkungan. Merupakan analisis kemampuan fisik, lingkungan dan lahan potensial bagi pengembangan kawasan selanjutnya. Beberapa aspek yang harus dipahami antara lain: kondisi tata guna lahan, kondisi bentang alam kawasan, lokasi geografis, sumberdaya air, status-nilai tanah, ijin lokasi, dan kerawanan kawasan terhadap bencana alam.

  4. Aspek Legal Konsolidasi Lahan Perencanaan. Menunjukkan kesiapan administrasi dari lahan yang direncanakan dari segi legalitas hukum.

  7. Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan. Menganalisis kemampuan pelayanan infrastruktur, jenis infrastruktur, jangkauan pelayanan, jumlah penduduk yang terlayani, dan kapasitas pelayanan.

  6. Kajian Aspek Signifikansi Historis Kawasan. Berkaitan dengan kedudukan nilai historis kawasan pada konteks yang lebih besar, misalnya sebagai aset pelestarian pada skala regional bahkan skala Nasional.

  Untuk saat ini penyusunan RTBL di Kabuapten pinrang belum teralisasi.

7.7 Arahan Pengembangan Kawasan (RP2KP)

  Mengingat strategi yang telah ditetapkan dalam SPPIP masih bersifat makro, maka perlu dijabarkan ke dalam rencana yang operasional sebagai instrument kebijakan yang akan menjadi salah satu acuan penyelenggaraan pembangunan di bidang permukiman dan infrastruktur di kawasan perkotaan melalui Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RP2KP).

  Berdasarkan lingkup kegatan dan penyusunan RP2KP sebagai dokumen teknis, kawasan permukiman yang perlu mendapat prioritas penanganan adalah sebagai berikut :

  a. Kawasan permukiman yang dikategorisasikan berada dalam lingkungan perumahan kumuh dalam areal perkotaan atau pada kawasan pinggiran, akan tetapi memiliki nilai ekonomis dan atau nilai strategi tinggi, yang apabila ditangani dapat meningkatkan nilai kawasan serta memberi manfaat bagi peningkatan perekonomian wilayah kota secara makro dan mikro.

  b. Kawasan permukiman yang memiliki fungsi-fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah perkotaan. Kawasan permukiman yang termasuk dalam kategori ini adalah; kawasan pariwisata, kawasan konservasi kultural, kawasan agro industri, dan sejenisnya.

  c. Kawasan pinggiran yang masih memiliki ciri-ciri agraris pedesaan dan secara administrasi berada dalam wilayah perkotaan yang berfungsi sebagai hinterland dan atau buffer/penyangga bagi kota dan memiliki keterkaitan dengan wilayah hinterlandnya.

  d. Kawasan permukiman yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial), sehingga memerlukan penyelesaian dengan segera agar program lain dapat diselenggarakan tepat waktu. Terhadap kawasan ini memerlukan pendekatan identifikasi di dalam penetapan lokasi beserta luasannya serta potensi ancaman bencana alam yang akan terjadi.

  Keempat pertimbangan tersebut merupakan dasar dan acuan di dalam menetapkan kawasan permukiman untuk ditetapkan sebagai kawasan prioritas, untuk selanjutnya akan dilakukan tindakan perencanaan, yang tentunya telah dilakukan dan dijadikan sebagai pertimbangan dalam penetapan kawasan permukiman prioritas perkotaan Kota Pinrang. Selanjutnya akan dilakukan perumusan kegiatan dalam program penanganan dan pengendalian yang akan dilakukan sesuai dengan tingkatan prioritasnya. Dengan demikian, Penyusunan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RP2KP) Kota Pinrang akan menjadi landasan dalam pembangunan dimasa yang akan datang. Untuk maksud tersebut dan dengan pertimbangan kompleksitas pembangunan Kota Pinrang saat ini, maka diperlukan mekanisme sistem perencanaan komprehensif yang salah satunya adalah kegiatan penyusunan RP2KP Kota Pinrang yang bertujuan untuk mendapatkan arahan program pembangunan yang komprehensif dan terpadu.

Dokumen yang terkait

7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pacitan 7.1.1 Tujuan, Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang Wilayah - DOCRPIJM 0720287606 BAB VIIBAB 7 KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN

0 0 38

7.1. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nganjuk 7.1.1. Kawasan Strategis Kabupaten Nganjuk A. Kawasan Strategis dari Sudut Pertumbuhan Ekonomi - DOCRPIJM 3a8338cda7 BAB VII007. Bab 7 Keterpaduan Strategi Pengembangan Kabupaten Nganjuk

2 19 32

BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA SUBULUSSALAM 7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Subulussalam - DOCRPIJM 7bf4d0a696 BAB VIIBAB 7

1 5 42

BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGLI V.1 Arah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangli a. Penetapan Kawasan Strategis KabupatenKota (KSK) - DOCRPIJM 26ef7354d9 BAB VREV BAB V 2015 2019

0 1 78

BAB VI KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN 6.1. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pekalongan - DOCRPIJM 993de91122 BAB VIIBab VII Baru

0 0 61

BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN LANDAK 7.1. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Landak - DOCRPIJM 8182a4cde2 BAB VIIBAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN LANDAK (baru)

0 1 208

BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN LUWU TIMUR - DOCRPIJM 1478843758BAB 7 KETERPADUAN STRATEGI

0 0 124

BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN BULUKUMBA - DOCRPIJM 1479106152BAB VII FIX

0 0 30

BAB VII KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN KUTAI TIMUR 7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Timur - DOCRPIJM 1479193479BAB VII

0 1 7

BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN KABUPATEN JEMBRANA 5.1 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana - DOCRPIJM 1502076893BAB 5 RPI2JM

0 0 177