PENGARUH PENERBITAN SUKUK NEGARA SEBAGAI (1)
PENGARUH PENERBITAN SUKUK NEGARA SEBAGAI PEMBIAYAAN DEFISIT FISKAL DAN KONDISI EKONOMI MAKRO TERHADAP
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Azwar
Balai Diklat Keuangan Makassar, Email : azwar.iskandargmail.com The purpose of this research was to analyze the effect of sovereign sukuk issuance as state fiscal funding and
macroeconomics on the Islamic banking growth in Indonesia. This research used multiple linear regression analysis. This research processed data on a monthly basis with the time sequence or time series from January 2011 until May 2014 from statistic publication of Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPU). The results showed that the existence of sovereign sukuk on Islamic banking that measured by ratio of the value of ownership of sovereign sukuk domestic by Islamic banking to GDP
(SUKUK a ) as part of the providing a safe asset for the Islamic banking (risk free asset) has positive and significant impact on the Islamic banking growth in Indonesia that measured by the ratio of the total value of financing of Islamic banking to GDP (GROWTH). Meanwhile, the existence of sovereign sukuk on Islamic banking that measured by ratio of the value of ownership of sovereign sukuk domestic by Islamic banking to total value of financing of Islamic banking (SUKUK l ) as portfolio asset to liquidity has negative and significant impact on the Islamic banking growth in Indonesia that measured by the ratio of the total value of financing of Islamic banking to GDP (GROWTH). This research also showed that the other factors such as exchange rate and inflation have negative and positif impact significantly on Islamic banking growth in Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis pengaruh penerbitan sukuk negara sebagai pembiayaan defisit fiskal dan kondisi ekonomi makro terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia Data-data yang digunakan merupakan data time series bulanan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2014. Jenis data yang dikumpulkan bersifat data sekunder yang diperoleh dari publikasi data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPU). Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil empiris menunjukkan bahwa keberadaan sukuk negara pada perbankan syariah yang diukur dengan rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan
syariah terhadap GDP (SUKUK a ) sebagai bagian penyediaan asset yang aman bagi perbankan syariah (risk free asset )
berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio nilai total pembiayaan perbankan syariah terhadap GDP yang mengukur perkembangan perbankan syariah Indonesia. Sementara itu, keberadaan sukuk negara pada perbankan syariah yang diukur dengan rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan syariah terhadap total pembiayaan (SUKUK l ) sebagai portofolio asset perbankan untuk likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio nilai total pembiayaan perbankan syariah terhadap GDP yang mengukur perkembangan perbankan syariah Indonesia. Penelitian ini juga membuktikan bahwa faktor lain berupa indikator makro ekonomi berupa nilai tukar rupiah terhadap USD dan inflasi masing-masing berpengaruh negatif signifikan dan positif signifikan terhadap perkembangan perbankan syariah Indonesia .
Kata kunci : sukuk, GDP, fiskal
1.PENDAHULUAN
syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan berbasis syariah. Beberapa prinsip
1.1. Latar Belakang
pokok dalam transaksi keuangan sesuai syariah antara lain berupa penekanan pada perjanjian
Konsep keuangan berbasis syariah Islam
yang adil, anjuran atas sistem bagi hasil atau
(Islamic Finance) dewasa ini telah tumbuh
profit sharing, serta larangan terhadap riba,
secara pesat, diterima secara universal dan
gharar (keraguan), dan maysir (judi) 1 .
diadopsi tidak hanya oleh negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah saja, melainkan juga oleh berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika. Hal tersebut ditandai dengan
1 Lihat dalam Dewan Syariah Nasional. Himpunan Fatwa Dewan
didirikannya berbagai lembaga keuangan
Syariah Nasional. Jakarta : Bank Indonesia-Dewan Syariah Nasional, 2003, halaman 274
Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah
pembangunan
proyek
(seperti proyek
yang telah banyak diterbitkan baik oleh negara
infrastruktur
dalam
sektor energi,
maupun korporasi adalah sukuk. Di beberapa
telekomunikasi,
perhubungan, pertanian,
negara, sukuk telah menjadi instrumen
industri manufaktur, dan perumahan rakyat),
pembiayaan anggaran negara yang penting. Pada
penerbitan sukuk negara di sisi lain juga
saat ini, beberapa negara telah menjadi regular
bertujuan
untuk
pengembangan dan
issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain,
pertumbuhan instrumen keuangan syariah,
Brunei Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar,
khususnya pada industri perbankan syariah.
Pakistan, dan State of Saxony Anhalt – Jerman.
Penerbitan sukuk negara yang cukup besar di
Penerbitan sovereign sukuk (sukuk negara)
satu sisi akan menambah likuiditas di pasar
biasanya ditujukan untuk keperluan pembiayaan
keuangan yang berperan penting dalam
negara secara umum (general funding) atau
pembentukan benchmark yield curve dan
untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu
pengembangan pasar obligasi dalam negeri.
(Wibowo, dkk, 2012).
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN), sukuk negara sebagai 4000 salah satu Surat Berharga Negara (SBN) 3000
Sukuk
merupakan sumber pembiayaan fiskal dalam 2000
negeri yaitu berupa surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai l
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset to
SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing . Grafik 1.1. Outstanding Sukuk Negara Perbankan Syariah
Sumber : DJPU
Sampai akhir Mei 2014, penerbitan sukuk
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
negara domestik (tradeable) mencapai total
(APBN-P) 2014, peningkatan defisit anggaran
emisi Rp 100,254 triliun dengan outstanding
(kepemilikan) yang didominasi oleh sektor
direncanakan akan dibiayai dari peningkatan
perbankan yaitu sekitar 41 dari total
pembiayaan dalam negeri sebesar Rp69.154,1
outstanding di samping entitas lainnya seperti
asuransi, dana pensiun, reksadana, dan
Rp196.258,0 miliar dalam APBN tahun 2014
perorangan atau rumah tangga, dengan nilai
menjadi sebesar Rp265.412,2 miliar. Perubahan
outstanding oleh perbankan syariah Indonesia
rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun
mencapai Rp 7,057 triliun (DJPU, 2014).
2014 tersebut terutama berasal dari: (1)
Berbagai keuntungan investasi melalui sukuk
pemanfaatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL)
negara, antara lain ; (1) memberikan imbalan
sebesar Rp1.000,0 miliar dari semula tidak
tetap (fixed return) secara periodik, (2) investasi
direncanakan; (2) penambahan penerbitan SBN
yang aman karena pembayaran imbalan dan
(termasuk sukuk negara) sebesar Rp69.691,7
nilai nominal dijamin oleh undang-undang, (3)
miliar, dari sebesar Rp205.068,8 miliar menjadi
dapat diperdagangkan di pasar sekunder pada
Rp274.760,6 miliar; (3) Penambahan penarikan
harga pasar (4) berpotensi mendapat capital
pinjaman program sebesar Rp13.119,6 miliar
gain di pasar sekunder (5) pajak imbalan (15)
dari sebesar Rp3.900,0 miliar menjadi
lebih kecil daripada pajak terhadap bagi hasil
Rp17.019,6 miliar (DJA, 2014). Dari sini
deposito (20) dan (6) sesuai prinsip syariah
keberadaan SBN menjadi penting untuk
(Amirullah, 2011), menjadi daya tarik yang
menunjang defisit fiskal khususnya sebagai
menjanjikan bagi sektor perbankan khususnya
sumber pembiayaan dalam negeri.
oleh perbankan syariah untuk menanamkan dananya.
Selain sebagai sumber pembiayaan negara,
termasuk
di
dalamnya
pembiayaan pembiayaan
dipertimbangkan konsekuensi ekonomis atau
intermediasi
antara
masyarakat dengan
dampak dari penerbitan sukuk negara ini bagi
pemerintah melalui konsep jual beli seperti
perekonomian nasional. Dominasi kepemilikan
salam, istisna’, leasing dan konsep kerjasama
sukuk negara dengan segala keuntungannya
seperti
mudharabah
dan musyarakah.
oleh sektor perbankan, berpotensi menimbulkan
Diharapkan instrumen pembiayaan fiskal ini
keengganan bagi perbankan untuk menyalurkan
mampu
membantu
pemerintah dalam
kebutuhan pembiayaan
(syariah) bagi masyarakat karena dana
pembangunan (Hendry, 2010).
perbankan banyak ditanamkan pada sukuk negara. Hal ini tentu akan menghambat
perkembangan dan pertumbuhan perbankan. 200000
Sebagaimana dikemukakan oleh Hauner (2006), 160000
tingginya kepemilikan perbankan pada surat 120000
berharga pemerintah berpotensi menghambat 80000
perkembangan sektor keuangan dalam jangka 40000
Pembiayaan
panjang. Di satu sisi profitabilitas bank akan 0
meningkat namun di sisi lain juga dapat ri
menurunkan efisiensi. Secara empiris hasil Jan penelitian Shirai (2002) menyatakan bahwa
kecenderungan perbankan di India untuk menanamkan dananya pada surat berharga Grafik 1.2. Pembiayaan Perbankan Syariah
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
pemerintah mengurangi share asset beresiko
dalam portofolio bank yang kemudian
Mengingat tren kepemilikan sukuk negara oleh
meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR), di
perbankan syariah yang terus meningkat dan
mana jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut
beberapa kelebihan sistem perbankan syariah
mampu membiayai kegiatan operasional dan
dibandingkan perbankan konvensional serta
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
terdapatnya potensi perlambatan pertumbuhan
profitabilitas. Sementara itu Degirmen (2007)
perbankan karena kepemilikan sukuk negara
menemukan bahwa peningkatan pinjaman
oleh perbankan sebagaimana dikemukakan di
sektor publik di Turki meningkatkan modal
atas, maka menarik untuk melihat bagaimana
bank dan mengurangi porsi lending yang
pengaruh dari penerbitan sukuk negara sebagai
dilakukan di bank pemerintah.
pembiayaan
defisit
fiskal terhadap
perkembangan sektor perbankan syariah di
Pada perbankan syariah, bila ditinjau dari pada
Indonesia. Di samping itu, pengaruh dari kondisi
aspek teori mekanisme perbankan syariah,
indikator makroekonomi Indonesia di samping
kekhawatiran akan
dampak
ini justru
keberadaan sukuk juga menarik untuk dicermati
seyogyanya tidak akan terjadi. Dengan sistem
mengingat dampaknya yang besar bagi
bagi hasil (profit sharing), institusi keuangan
perekonomian dan perbankan nasional secara
syari’ah terbebas dari pengaruh bunga. Selain
umum.
itu, dengan biaya modal (pembiayaan) yang
nihil dan penerapan konsep equity dan share
1.2. Tujuan Penelitian
mengintegrasikan tingkat tabungan (dominan
Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini
dari demand dan saving deposits dan terbatas
adalah untuk menganalisis pengaruh penerbitan
dari investment deposit) dengan investasi,
sukuk negara sebagai pembiayaan defisit fiskal
institusi keuangan syariah diharapkan dapat
dan
kondisi ekonomi makro terhadap
memicu pertumbuhan investasi sektor swasta,
perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
sehingga maka skema pembiayaan dengan surat
berharga negara ini akan menjadi sangat
2. KERANGKA
TEORITIS DAN
menguntungkan karena anti-inflasi dan lebih
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
stabil. Dalam hal ini, institusi perbankan syari’ah yang terbangun dengan baik juga dapat
2.1. Surat Berharga Untuk Pembiayaan Defisit Fiskal dan Pengaruhnya Bagi Sektor Perbankan
Kebijakan defisit APBN menunjukkan bahwa pemerintah masih sangat membutuhkan dana untuk pembangunan ekonomi yaitu sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan-kelembagaan ekonomi modern. Untuk itu pemerintah sudah seharusnya menyediakan dana dalam APBN dalam porsi yang besar untuk pembangunan ekonomi. Semakin banyak pengeluaran tentunya akan semakin menambah defisit APBN. Kebijakan defisit APBN diambil oleh pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro- growth) yang membawa konsekuensi untuk mencari sumber pembiayaan. Potensi yang besar dalam pembiayaan dalam negeri sudah selayaknya dimanfaatkan oleh pemerintah, salah satunya dengan menerbitkan SBN sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan defisit APBN.
Pembiayaan defisit fiskal dengan SBN atau obligasi di antaranya melalui penerbitan sukuk negara menjadi alternatif bagi sebagian besar negara-negara berkembang (emerging markets) saat ini. Peningkatan stok obligasi pemerintah dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, peningkatan stok obligasi domestik bersumber dari meningkatnya outlet untuk instrumen investasi bagi perusahaan dan perbankan.Selain itu relatif lebih rendahnya suku bunga di negara-negara industri dan stabilnya perekonomian emerging market juga semakin meningkatkan demand untuk obligasi pemerintah domestik. Adapun dari sisi penawaran, krisis keuangan dan program rekapitalisasi perbankan memberikan konstribusi yang sangat signifikan pada kenaikan utang domestik pemerintah yang berakibat pada peningkatan penerbitan surat berharga pemerintah.
Penggunaan utang domestik untuk pembiayaan defisit pemerintah dengan jalan penerbitan surat berharga atau obligasi tidak terlepas dari pertimbangan cost dan benefit-nya terhadap perekonomian. Literatur yang membahas mengenai keterkaitan langsung antara utang domestik pemerintah terhadap perekonomian serta transmisinya ke sektor keuangan dan
sektor riil khususnya di negara-negara berkembang sebagaimana dikemukakan oleh Hauner (2006) masih terbatas. Hal ini dikarenakan pembiayaan domestik
baru berkembang khususnya setelah terjadinya krisis Asia pada penghujung 1990-an. Pembiayaan defisit fiskal bagi negara berkembang sebelumya lebih banyak bertumpu pada pinjaman lunak luar negeri. Sejauh ini kritik mengenai penggunaan utang domestik untuk pembiayaan defisit fiskal adalah dampaknya terhadap pinjaman pihak swasta, sustainabilitas utang, sustainabilitas fiskal, melemahnya efisiensi perbankan serta risiko inflasi (Abbas dan Christensen, 2007).
Pembiayaan defisit fiskal dengan pinjaman domestik dalam jangka menengah-panjang mengarah kepada peningkatan suku bunga riil dan meningkatkan financial market repression yang akhirnya dapat menurunkan kualitas dari perolehan
fiskal (Easterly dkk, 1994). Detragiache dkk. (2005) yang menggunakan tingkat suku bunga pinjaman domestik pemerintah sebagai proksi utang domestik Pemerintah di 82 Low Income Countries (LIC) menemukan bahwa koefisien tingkat suku bunga memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap loans to GDP dan deposit to GDP. Hal ini
mengindikasikan adanya crowding out effect 2 .
Degirmen
menunjukkan bahwa peningkatan pinjaman sektor publik di Turki meningkatkan modal bank dan mengurangi porsi
pinjaman
yang
dilakukan bank pemerintah. Sementara itu di Colombia, tingginya defisit fiskal pada periode 1983-1986 merupakan faktor utama di balik tingginya tingkat suku bunga riil pada periode tersebut (Easterly dkk, 1994).
2 Dalam ilmu ekonomi crowding out dimaknai sebagai berkurangnya dampak investasi yang diakibatkan dari naiknya
suku bunga riil. Peristiwa kenaikan suku bunga ini terjadi melalui proses multiplier yang agak panjang yang dimulai dari kebijakan fiskal ekspansif yakni kebijakan untuk menaikkan pengeluaran pemerintah melalui pembiayaan defisit yang lebih besar. Kebijakan tersebut idealnya membawa dampak positif terhadap investasi, pada tingkat bunga yang sama serta melalui proses multiplier, income masyarakat diasumsikan akan naik menuju titik keseimbangannya seiring dengan membaiknya ekonomi masyarakat. Namun demikian peningkatan income tersebut secara bersama-sama
juga
berpengaruh terhadap bergesernya keseimbangan pasar uang karena permintaan uang juga naik. Naiknya permintaan uang ini menjadi penyebab naiknya tingkat bunga dan turunnya investasi sehingga income masyarakat ikut turun (Surjaningsih, 2012).
Dalam kondisi pasar keuangan yang masih
dapat mengkompensasi dengan segera imbal
dangkal, dimana banyak perusahaan memiliki
hasil yang rendah dari sektor swasta.
akses yang terbatas untuk pembiayaan luar negeri, peningkatan utang domestik pemerintah
Sementara itu, penelitian oleh Utari dkk (2010)
dapat mengarah pada crowding out terhadap
menunjukkan bahwa keberadaan surat berharga
pinjaman sektor swasta. Efek crowding out ini
negara dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN)
terjadi ketika dana umumnya lebih banyak
domestik tidak signifikan mempengaruhi
dirasakan oleh perusahaan-perusahaan skala
perkembangan sektor keuangan secara agregat
kecil yang tidak memiliki akses untuk
melalui peningkatan rasio total kredit dan kredit
pembiayaan luar negeri. Bagi perusahaan swasta
kepada sektor swasta terhadap GDP. Namun
besar dengan reputasi baik dapat mencari
keberadaan SUN domestik berdampak positif
pembiayaan di luar negeri atau bersaing untuk
dan signifikan terhadap perkembangan sektor
memperoleh dana melalui pasar modal dalam
keuangan yang diukur dengan rasio kapitalisasi
negeri.
pasar sahamGDP. Di sisi lain, kepemilikan SUN domestik mempengaruhi secara signifikan profit
dan efisiensi perbankan. Hasil ini cukup
perbankan pada 73 negara berpendapatan
menjelaskan
mengenai
tingginya minat
menengah selama periode 1990-an, Hauner
perbankan untuk berinvestasi di SUN terlebih
(2006) menemukan bahwa bank yang lebih
apabila tingkat risiko untuk menyalurkan kredit
banyak menglokasikan dana pada obligasi
cukup tinggi.
pemerintah memiliki keuntungan yang lebih besar tetapi kurang efisien. Selain itu tingginya
Penyaluran dana perbankan yang dominan
pinjaman pemerintah pada sektor perbankan
untuk membiayai defisit pemerintah tidak hanya
akan menganggu kualitas dan kedalaman
mengurangi kualitas dari perkembangan sektor
(quality and depth) perkembangan sektor
keuangan tetapi juga dapat mengganggu
keuangan dalam jangka panjang. Pengujian pada
financial deepening 3 dalam jangka panjang
level agregat, obligasi pemerintah domestik
karena bank yang tidak efisien cenderung
dapat mengganggu perkembangan sektor
menanamkan dananya pada sektor publik
keuangan apabila sudah mencapai tingkat yang
dibandingkan dengan mengembangkan pasar
sangat tinggi.
perbankan.
Abbas dan Christensen (2007) menyatakan
Di samping berbagai dampak tersebut di atas,
bahwa keputusan bank untuk menanamkan
obligasi pemerintah memiliki peran yang sangat
dananya pada obligasi pemerintah domestik
penting. Dengan berkembangnya pasar obligasi
dapat dipandang efisien secara ekonomis
domestik, pemerintah dapat menghilangkan
ditinjau dari perspektif diversifikasi risiko. Jika
ketergantungan baik secara langsung maupun
dalam jangka panjang tingkat pengembalian
tidak langsung terhadap pembiayaan dari bank
perbankan dari pinjaman oleh sektor swasta
sentral yang berupa money financing serta
berkorelasi negatif dengan pendapatan bank
pembiayaan luar negeri. Selain itu, yield yang
dari obligasi pemerintah domestik maka risiko
terbentuk dari perdagangan surat berharga
keseluruhan dari portofolio bank akan menurun.
pemerintah yang likuid berperan sebagai pricing benchmark untuk pinjaman jangka panjang yang diterbitkan oleh bank dan perusahaan lainnya.
Abbas dan Christensen (2007) juga menyatakan
Selanjutnya obligasi pemerintah bersama
bahwa dalam kondisi ekonomi yang melemah
dengan instrumen pasar uang dan saham
dan imbal hasil dari sektor swasta menurun
merupakan instrumen yang vital dalam
maka pendapatan pajak domestik juga menurun
pelaksanaan operasi kebijakan moneter dan
yang dapat mengakibatkan semakin melebarnya
collateralized lending untuk pasar uang antar
fiscal gap. Dalam kondisi fiscal gap ini dibiayai
bank. Perkembangan pasar obligasi pemerintah
oleh sumber domestik maka yield dari obligasi pemerintah domestik akan meningkat demikian
3 Financial deepening adalah proses pengembangan sektor kuangan
pula halnya dengan profit bank. Oleh karenanya yang ditandai dengan antara lain meningkatnya jumlah dan
volume institusi keuangan, jumlah instrument di pasar serta kualitas pelayanan yang diberikan (Wikipedia) volume institusi keuangan, jumlah instrument di pasar serta kualitas pelayanan yang diberikan (Wikipedia)
2.3. Makro Ekonomi dan Perkembangan
kebijakan moneter termasuk pencapaian target
Sektor KeuanganPerbankan
kebijakan moneter (Utari dkk, 2010).
Secara teoritis dan berdasarkan studi empiris
2.2 Perkembangan Pembiayaan Defisit APBN
yang telah ada sebelumnya, perkembangan
Melalui SBN
sektor keuanganperbankan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan
Sejak tahun 2005, SBN menjadi instrumen
menjadi aspek geografis dan endowment, kondisi
utama pembiayaan APBN (BSPUN DJPU).
politik, kondisi ekonomi makro, struktur pasar
Kenaikan SBN periode 2009-2014, antara lain
perbankan, iklim investasi dan kualitas supervisi
untuk refinancing utang lama yang jatuh tempo,
sektor keuangan (Detragiache dkk, 2005). Dari
dan refinancing dilakukan dengan utang baru
beberapa
literatur,
beberapa variabel
yang mempunyai terms dan kondisi yang lebih
perkembangan sektor keuanganperbankan diantaranya adalah :
1) Income (+) ; semakin tingginya pendapatan yang mencerminkan wealth suatu negara maka diperkirakan tingkat perkembangan sektor keuanganperbankan juga tinggi. Boyd dkk (2001) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara variabel initial real percapita
Diagram 2.1 Perkembangan Pembiayaan Instrumen SBN
Gross Domestic Product (GDP) yang merupakan
Sumber : DJPU
proksi dari income dengan rasio liquid liabilities perbankan GDP dan rasio kredit kepada sektor
Sebagai langkah pengelolaan utang sehubungan
swasta GDP.
menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan
2) Inflasi (+-) ; inflasi yang tinggi biasanya akan
Republik Indonesia Nomor 37 KMK.082013
menghambat perkembangan sektor perbankan.
tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara
Hubungan yang negatif dan signifikan antara
Tahun 2013-2016. Peraturan ini disusun sebagai
inflasi dengan perkembangan sektor keuangan
panduan bagi pengelolaan utang Negara dalam
dan perbankan diantaranya dibuktikan dalam
jangka menengah dan penyusunan strategi
Boyd, Levine dan Smith (2001), Hauner (2006)
pembiayaan tahunan melalui utang. Hal ini
dan Detragiatche, Gupta, Tressel (2005) dan
terkait dengan kesinambungan pengelolaan
Tohari (2010). Namun pada penelitian lainnya,
utang
yang pada
periode tahun-tahun
tingkat inflasi yang meningkat justru dapat
sebelumnya berhasil menurunkan rasio utang
mendorong perkembangan sektor perbankan
terhadap GDP yang signifikan.
khususnya dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada masyarakat. Pengaruh yang positif inflasi terhadap pembiayaan perbankan diantaranya dibuktikan dalam penelitian Ayu (2013), Levina (2013), Zakki (2009), dan Chorida (2010).
3) Indikator fiskal (+-); variabel fiskal ditengarai mempengaruhi perkembangan sektor keuanganperbankan melalui pemberian kredit kepada sektor publik (pemerintah) oleh Diagram 2 Perkembangan Ratio Utang Terhadap GDP Indonesia perbankan dan melalui peningkatan instrumen
Sumber : DJPU
yang tersedia di pasar keuangan. Boyd dkk (2001) yang menggunakan variabel central
government expenditure to GDP dan Cuadro, Saez dkk (2003) yang menggunakan variabel defisit
GDP tidak menemukan adanya hubungan yang
(2010) dalam penelitiannya juga menemukan
positif dan signifikan terhadap perkembangan
bahwa nilai tukar rupiah terhadap USD memiliki
sektor keuangan yang menggunakan total kredit
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap
kepada sektor swastaGDP. Hauner (2006)
dana penghimpunan dana perbankan syariah
menggunakan variabel rasio pinjaman publik
yang berimplikasi pada pencapaian jumlah
GDP dan rasio pinjaman publiktotal kredit yang
pembiayaan perbankan. Sementara itu, Yoda
diberikan. Hasil empiris menujukkan bahwa
(2008) justru membuktikan bahwa variabel nilai
tukar berpengaruh positif signifikan terhadap
meningkatkan perkembangan sektor keuangan
nilai kredit bank dalam periode pengamatan
yang tercermin dari rasio total kreditGDP dan
sepanjang kwartal I-2002 hingga kwartal III-
liquid liabilitiesGDP. Di lain pihak semakin
tinggi rasio pinjaman publiktotal kredit perbankan berdampak negatif dan signifikan
swastaGDP. Menurut Hauner, peningkatan
Berdasarkan kerangka teoritis dan beberapa
rasio pinjaman publikGDP meningkatkan
penelitian terdahulu di atas, hipotesis penelitian
perkembangan
sektor
keuangan dengan
yang akan dibuktikan dalam penelitian ini
menyediakan asset yang aman bagi perbankan.
adalah :
Namun demikian dari sisi portofolio asset
1. Dari sisi asset perbankan, semakin tinggi
perbankan, pinjaman terhadap pemerintah yang
rasio nilai kepemilikan sukuk negara
domestik oleh perbankan syariah terhadap
deepening.
GDP,
dapat meningkatkan perkembangan sektor perbankan syariah
diduga
4) Indikator risiko (-) : semakin baik indikator
dengan penyediaan asset yang aman bagi
risiko maka semakin baik perkembangan sektor
perbankan syariah (risk free asset );
keuangan, demikian pula sebaliknya. Dalam
2. Dari sisi portofolio asset perbankan untuk
beberapa literatur, penggunaan indikator yang
likuiditas, semakin tinggi rasio nilai
mencerminkan tingkat risiko bervariasi. Boyd,
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
Levine dan Smith (2001) menggunakan tiingkat
perbankan
syariah
terhadap total
kestabilan politik sebagai indikator risiko dan
pembiayaan perbankan syariah, diduga akan
menemukan hubungan yang negatif dan
semakin
menghambat perkembangan
signifikan antara variabel jumlah revolusi yang
perbankan syariah yang diwakili dengan
terjadi dengan liquid liabilities dari perbankan.
rasio total pembiayaan perbankan syariah
Sementara itu (Koubi, 2008) yang menggunakan
terhadap GDP. Hal ini terjadi karena
tingkat kepastian hukum juga menemukan
terdapatnya
dugaan
banyaknya dana
hubungan yang signifikan antara faktor tingkat
perbankan yang ditanamkan pada sukuk
kepastian hukum dengan volatilitas return di
negara sehingga dikhawatirkan dapat
pasar saham.
mempengaruhi fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi
5) Volatilitas atau nilai tukar (-) : volatilitas
3. Kondisi ekonomi makro yang diwakili oleh
dalam pasar keuangan dianggap sebagai suatu
nilai tukar dan inflasi turut mempengaruhi
instrumen yang menjadi filtering dari shock yang
perkembangan sektor perbankan. Nilai tukar
terjadi di luar. Volatilitas yang rendah
rupiah terhadap USD diduga berpengaruh
mencerminkan ketahanan perekomian yang
negatif terhadap perkembangan sektor
perbankan syariah.
perkembangan sektor keuangan. Koubi (2008)
4. Sedangkan inflasi justru diduga berpengaruh
menemukan bahwa volatilitas secara signifikan
positif terhadap perkembangan sektor
mempengaruhi volatilitas return saham. Adapun
perbankan syariah yang memiliki sistem
indikator nilai tukar, Muhayatsyah (2013)
berbeda dengan perbankan non syariah
menemukan
bahwa nilai
tukar (kurs)
(konvensional).
berpengaruh negatif dan tidak signifikan
5. Rasio nilai kepemilikan sukuk negara
terhadap pembiayaan bank syariah yang diukur
domestik oleh perbankan syariah terhadap
melalui Financing Deposit Ratio (FDR). Tohari
GDP, rasio nilai kepemilikan sukuk negara GDP, rasio nilai kepemilikan sukuk negara
bisa dikategorikan dalam produk-produk kredit
total pembiayaan perbankan syariah dan
(loans) atau pembiayaan (Yulianita, 2010). Rasio
kondisi ekonomi makro (nilai tukar dan
ini menjadi indikator yang kuat mengingat
inflasi) secara simultan (bersama-sama)
dampaknya yang besar terhadap pertumbuhan
perbankan syariah.
Sedangkan determinan dari perkembangan
4. METODE RISET
perbankan syariah sebagai variabel independen adalah rasio nilai kepemilikan sukuk negara
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini
domestik oleh perbankan syariah terhadap GDP
merupakan data time series bulanan mulai bulan
tahun sebelumnya dan total pembiayaan
Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2014.
(SUKUK a-l ) dan nilai unsur makroekonomi yang
Jenis data yang dikumpulkan bersifat data
terdiri dari nilai tukar rupiah terhadap USD
sekunder yang diperoleh dari publikasi data
(KURS) dan inflasi (INF).
statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal
Teknik analisis data penelitian menggunakan
Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan
teknik Regresi Linier Berganda. Nachrowi (2006)
Republik Indonesia (DJPU).
menjelaskan bahwa salah satu teknik analisis kuantitatif yang dapat memberikan informasi
Model yang digunakan untuk melihat dampak
mengenai hubungan dua variabel adalah teknik
penerbitan sukuk negara sebagai pembiayaan
permodelan regresi linier. Pemodelan regresi
defisit fiskal dan kondisi ekonomi makro
liner yang cukup populer adalah regresi linier
terhadap perkembangan sektor perbankan
sederhana (simple regression) dan regresi linier
syariah di Indonesia mengacu kepada penelitian
majemuk (multiple regression). Analisis ini juga
Hauner (2006) dan Utari dkk (2010).
disebut dengan metode simpangan kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square = OLS)
Indikator perkembangan perbankan syariah
yang merupakan metode pendugaan dengan
yang digunakan sebagai variabel dependen
meminimumkan jumlah kuadrat simpangan dari
adalah nilai pembiayaan perbankan syariah yang
hasil pendugaan atau estimasi variabel tak
diukur dari rasio total pembiayaan perbankan
bebas.
syariah terhadap GDP. Rasio ini mengukur kemampuan
Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Variabel Dependen
Deskripsi Variabel
GROWTH t Rasio nilai total pembiayaan perbankan syariah terhadap GDP
Rasio ini mengukur kemampuan bank untuk
tahun sebelumnya
menyalurkan pembiayaan sebagai indikator perkembangan atau pertumbuhan perbankan
Variabel Independen
Deskripsi Variabel
Ekspektasi
INF
Nilai Inflasi, yaitu kenaikan harga barang dan jasa secara umum
dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya jual mata uang suatu negara
KURS
Nilai tukar rupiah terhadap USD
SUKUK a Rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan
Kepemilikan sukuk untuk +
syariah terhadap GDP tahun sebelumnya
penyediaan asset yang aman bagi perbankan syariah
SUKUK l Rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan
Kepemilikan SUN dalam -
syariah terhadap total pembiayaan perbankan syariah
portofolio asset perbankan untuk likuiditas
pembiayaan sebagai indikator perkembangan
hasil pendugaan parameter yang memiliki sifat
atau pertumbuhan perbankan. Sebagaimana
tak bias linier terbaik (Bias Linier Unbiased
Estimator = BLUE). Secara singkat BLUE
perusahaan, proxy yang sangat umum digunakan
mengandung arti bahwa pendugaan parameter
yang dihasilkan akan memiliki varian yang
pertumbuhan penjualan. Menurut Bamford
minimum dan tidak berarti pendugaan dari
(2004), untuk sebuah bank semua penjualan
masing-masing sampel akan sama populasinya.
4.2. Uji Multikolinieritas
Untuk memperoleh kesimpulan apakah model yang digunakan memiliki kelayakan untuk
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar
dependen dan variabel indpenden, maka model
variabel bebas (independen). Model regresi yang
akan melalui beberapa pengujian. Pengujian
baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
tersebut meliputi pengujian atas asumsi yang
variabel independen. Jika variabel independen
digunakan dan pengujian statistik terhadap
saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini
model atau fungsi regresi yang dihasilkan
tidak ortogonal (Ghozali, 2006).
(Nachrowi, 2006).
Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas,
Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis
dapat dilihat dari nilai tolerance atau uji Value
regresi ganda. Dalam uji asumsi klasik ini
Inflation Factor (VIF). Apabila nilai tolerance
meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas,
value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih
uji autokorelasi, dan uji multikolinieritas.
kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak
Apabila data tidak berdistribusi normal dan
terjadi multikolinearitas (Santoso dkk, 2002).
mengandung heteroskedastisitas maka perlu adanya perbaikan model regresi salah satunya
4.3. Uji Heteroskedastisitas
dengan cara mentransformasi data dalam bentuk
Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah
transformasi tersebut selanjutnya dianalis
variabel pengganggu mempunyai varian yang
kembali menggunakan analisis regresi. Apabila
data masih mengandung multikolinieritas atau
mempunyai suatu keadaan bahwa varian dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan yang
lain berbeda. Salah satu metode yang digunakan
menghilangkan salah satu variabel bebas
untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas
( Nachrowi, 2006) .
akan mengakibatkan penaksiran koefisien- koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil
4.1. Uji Normalitas
penaksiran
akan
menjadi kurang dari
semestinya (Gujarati dkk, 2010).
Uji normalitas adalah pengujian tentang
kenormalan distribusi data. Penggunaan uji
Heterokedastisitas bertentangan dengan salah
normalitas karena pada analisis statistik
satu asumsi dasar regresi linear, yaitu bahwa
parametik, asumsi yang harus dimiliki oleh data
variasi residual sama untuk semua pengamatan
adalah bahwa data tersebut harus terdistribusi
atau disebut homokedastisitas (Gujarati dkk,
secara normal. Maksud data terdistribusi secara
normal adalah bahwa data akan mengikuti
bentuk distribusi normal (Santosa dkk, 2005).
Untuk
ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik
mendeteksi
Uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara,
Plot antara nilai prediksi variabel terikat
yaitu dengan “Normal P-P Plot” dan “Tabel
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya
Kolmogorov Smirnov”. Pada penelitian ini
atau tidaknya
penulis melakukan uji normalitas dengan Tabel
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
Kolmogorov Smirnov, melalui cara tersebut data
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
dianalisis tidak menggunakan gambar namun
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana
dengan angka, kelebihan hasil data olahan
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan
menjadi lebih akurat. Dengan melihat nilai
sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y
Asymp. Sig. (2-tailed), bila nilai tiap variabel
sesuungguhnya) yang telah di-studentized.
lebih dari 0.05 (>0.05) maka uji normalitas
terpenuhi atau data telah terdistribusi normal
Dasar analisisnya adalah sebagai berikut :
(Santoso dkk, 2002).
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang,
melebar kemudian melebar kemudian
Pengujian dilakukan dengan menggunakan
terjadi heteroskedastisitas.
signifikan level 0,05 (α=5). Penerimaan atau
b. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik
penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
a. Jika nilai signifikan (Sig.) > 0,05 atau t hitung <
t tabel (nilai minus diabaikan) maka hipotesis
heteroskedastisitas (Gujarati dkk, 2010).
ditolak atau koefisien regresi tidak signifikan. Ini berarti secara parsial variabel
4.4. Uji Autokorelasi
independen tidak mempunyai pengaruh secara
signifikan
terhadap variabel
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi
dependen.
dalam regresi di mana variabel dependen tidak
b. Jika nilai signifikan (Sig.) ≤ 0,05 atau t hitung >
berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud
t tabel (nilai minus diabaikan) maka hipotesis
korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai
diterima atau koefisien regresi signifikan.
dari variabel dependen tidak berhubungan
Ini berarti secara parsial variabel
dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai
independen tersebut mempunyai pengaruh
variabel sebelumnya atau nilai periode
yang
signifikan
terhadap variabel
sesudahnya (Santoso dkk, 2002).
dependen.
Uji Durbin Watson (DW) adalah sebuah test yang
2. Uji Statistik F (Secara Simultan).
autokorelasi pada nilai residual (prediction
Menurut Imam Ghozali (2006) Uji statistik F
errors) dari sebuah analisis regresi. Pada saat
pada dasarnya menunjukkan apakah semua
melakukan uji autokorelasi, kita menggunakan
variabel bebas yang dimasukkan dalam model
tabel Durbin Watson. Tabel tersebut menjadi
mempunyai
pengaruh
signifikan secara
alat pembanding terhadap nilai Durbin Watson
bersama-sama (simultan) terhadap variabel
hitung. Hasil perbandingan akan menghasilkan
terikat. Kriteria pengujian dimana hipotesis
kesimpulan sebagai berikut :
diterima apabila nilai ANOVA F hitung > F tabel atau
1. Jika DW < dL, berarti terdapat autokorelasi
nilai Sig. < α. Dalam hal ini α = 0,05.
positif;
2. Jika DW > (4 – dL), berarti terdapat
Model umum persamaan diformulasikan sebagai
autokorelasi negatif;
berikut :
3. Jika dU < DW < (4 – dL), berarti tidak terdapat autokorelasi;
GROWTH t = α 0 + α 1 SUKUK a + α 2 SUKUK l +
4. Jika dL < DW< dU atau (4 – du), berarti tidak
α 4 KURS + α 3 INF + ε
dapat disimpulkan; di mana : dL adalah batas bawah Durbin Watson
Dari model di atas dapat dinyatakan bahwa
dan dU adalah batas atas Durbin Watson. Nilai
perkembangan perbankan syariah Indonesia
dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin
dipengaruhi oleh interceptic systematic risk (α 0 ),
Watson (Wahid, 2002).
paremeter
regresi variabel rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh
4.5. Pengujian Hipotesis
perbankan syariah terhadap GDP (SUKUK a ),
paremeter
regresi variabel rasio nilai
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
dilakukan uji sebagai berikut :
perbankan syariah terhadap total pembiayaan (SUKUK l ), paremeter regresi variabel nilai tukar
1. Uji statistik t (Secara Parsial).
(KURS) dan paremeter regresi variabel inflasi (INF) serta error (variabel lainnya di luar dari
Menurut Imam Ghozali (2006) uji statistik t pada
SUKUK, INF dan KURS).
dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual
5. HASIL EMPIRIS DAN PEMBAHASAN
dalam menerangkan variabel dependen.
5.1 Hasil Uji Normalitas
Tabel 5.1 Tabel Kolmogorov Smirnov
INF GROWTH
N
Normal Parameters a,b Mean
Std. Deviation
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan grafik dari hasil uji normalitas dengan Tabel Kolmogorov Smirnov terhadap seluruh variabel diperoleh hasil sebagai berikut :
5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan tabel tersebut, nilai Asymp. Sig. (2-
Dengan menggunakan data penelitian ini, untuk
tailed) untuk seluruh variabel lebih besar dari
menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
0.05. Sehingga dapat dinyatakan bahwa seluruh
dilihat hasil olahan data tersebut pada gambar
variabel terdistribusi secara normal dan uji
scatterplot output data di bawah ini :
normalitas terpenuhi.
5.2 Hasil Uji Multikolinieritas
Hasil uji multikolinieritas pada model regresi untuk menemukan adanya korelasi antar variabel independen dengan indikator nilai VIF diperoleh sebagai berikut :
Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinieritas (VIF)
Coefficients a
Model
Collinearity Statistics Tolerance
Gambar 5.1 Scatterplot Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar scatterplot tersebut,
terlihat bahwa terdapat titik-titik yang
a. Dependent Variable: GROWTH
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu,
Dari tabel tersebut diketahui bahwa dalam
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
penelitian ini tidak terdapat multikolineritas
terdapat heteroskedastisitas.
yang ditandai dengan nilai VIF pada seluruh variabel yang lebih kecil dari 10 (VIF < 10).
5.4 Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 5.5. Hasil Uji Statistik
Model Summary b
Melalui program SPSS, nilai DW yang dihasilkan
Model
R
R Square
Adj R Std. Error of
adalah sebagai berikut :
the Estimate
Square
Tabel 5.3 Hasil Uji Autokorelasi (Durbin Watson)
Model Summary b 1 ,996
Error of
ANOVA b
df Mean F Sig.
a. Predictors: (Constant), INF, SUKUKl, KURS, SUKUKa
b. Dependent Variable: GROWTH
Pada tabel Durbin Watson dengan n (jumlah observasi) = 41, k (jumlah variabel) = 5 dengan
t Sig.
alpha 5, diperoleh nilai dL dan dU yaitu nilai
Coefficients
dL = 1.230 dan dU = 1.786.
B Std.
Melihat bahwa angka DW pada hasil pengolahan
Error
di atas menunjukkan nilai 1.394 atau berada
1 C 51,896
pada interval dL < DW < (4 – dL) maka dapat
dinyatakan bahwa pada data penelitian tidak ,000
SUKUK a 29,124
terdapat autokorelasi. l SUKUK -1,149
5.5 Hasil Empiris
Setelah melakukan serangkaian uji asumsi klasik
Dari tabel di atas dapat dinyatakan hal-hal
analisis regresi berganda, analisis data
sebagai berikut :
penelitian kemudian dilanjutkan dengan uji
statistik yang meliputi pengamatan nilai R-
1. Nilai R-square yang dihasilkan sebesar 0,993
Square dan pengujian hipotesis penelitian
atau sebesar 99.3 . Hal ini berarti bahwa
dengan uji t-statistik (parsial) dan uji F
perubahan rasio nilai kepemilikan sukuk
(simultan).
negara domestik oleh perbankan syariah terhadap GDP (SUKUK a ), rasio nilai
kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan
terhadap total pembiayaan (SUKUK l ), nilai tukar (KURS) dan inflasi (INF) dapat mempengaruhi perubahan
syariah
perkembangan perbankan syariah Indonesia (GROWTH) sebesar
99.3. Adapun sisanya sebesar 0.7 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Tingkat prediksi model yang sangat tinggi ini menunjukkan 99.3. Adapun sisanya sebesar 0.7 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Tingkat prediksi model yang sangat tinggi ini menunjukkan
hubungan negatif, yang berarti jika rasio
(goodness of fit).
nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan syariah terhadap total
2. Pada tabel F dengan derajat bebasdegree of
pembiayaan (SUKUK l ) naik sebesar 1
freedom (df) untuk pembilang (df1) = k – 1 =
persen,
maka
rasio nilai total
5 – 1 = 4 ; di mana k adalah jumlah variabel
pembiayaan perbankan syariah terhadap
GDP yang mengukur perkembangan
bebasdegree of freedom (df) untuk
perbankan syariah Indonesia akan turun
penyebut (df2) = n – k = 41 – 5 = 36 ; di
sebesar 1.149 persen.
mana n adalah jumlah observasisampel
c. Nilai koefisien nilai tukar (KURS)
pembentuk regresi (n= 41) dengan alpha 5
sebesar –1.397 dengan tanda negatif (-)
(α=0.05), diperoleh nilai F tabel sebesar 2.63.
menandakan adanya hubungan negatif,
Nilai F statistik (simultan) yang dihasilkan
yang berarti jika nilai tukar rupiah
berdasarkan tabel di atas adalah sebesar
terhadap USD turun sebesar 1 persen,
1221.48 dan Sig. sebesar 0.000. Hal ini
maka rasio nilai total pembiayaan
berarti bahwa rasio nilai kepemilikan sukuk
perbankan syariah terhadap GDP yang
negara domestik oleh perbankan syariah
mengukur perkembangan perbankan
terhadap GDP (SUKUK a ), rasio nilai
syariah Indonesia akan naik sebesar
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
d. Nilai koefisien inflasi (INF) sebesar 0.948
pembiayaan perbankan syariah (SUKUK l ),
dengan tanda positif (+) menandakan
dan kondisi ekonomi makro (inflasi dan
adanya hubungan positif, yang berarti
jika nilai inflasi naik sebesar 1 persen,
signifikan mempengaruhi perkembangan
maka rasio nilai total pembiayaan
sektor perbankan syariah (F hitung >F tabel atau
perbankan syariah terhadap GDP yang
nilai Sig. < α).
mengukur perkembangan perbankan syariah Indonesia akan naik sebesar
3. Estimasi persamaan regresi data penelitian
0.948 persen.
yang diperoleh adalah sebagai berikut :
4. Dengan menggunakan tabel t dengan derajat
GROWTH t = 51,896 + 29,124SUKUK a –
bebasdegree of freedom (df) = n – k = 41 – 5
1,149SUKUK l – 1,397KURS + 0,948INF + ε
= 36 ; di mana n adalah jumlah observasisampel pembentuk regresi (n=
41) dan k adalah jumlah variabel (bebas dan
dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
terikat), dengan alpha 5 (α=0.05),
a. Nilai koefisien rasio nilai kepemilikan
diperoleh nilai t tabel sebesar 2.028. Nilai t hitung
sukuk negara domestik oleh perbankan
(parsial) masing – masing variabel
syariah terhadap GDP (SUKUK a ) sebesar
independen yang dihasilkan adalah sebagai
29.124 dengan tanda positif (+)
berikut :
menandakan adanya hubungan positif,
a. Nilai t hitung untuk variabel rasio nilai
yang berarti jika rasio nilai kepemilikan
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
sukuk negara domestik oleh perbankan
perbankan syariah terhadap GDP
syariah terhadap GDP (SUKUK a ) naik
(SUKUK a ) sebesar 40.374 dengan nilai
sebesar 1 persen, maka rasio nilai total
Sig. sebesar 0.000. Hal ini berarti bahwa
pembiayaan perbankan syariah terhadap
secara parsial, variabel rasio nilai
GDP yang mengukur perkembangan
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
perbankan syariah Indonesia akan naik
perbankan syariah terhadap GDP
sebesar 29.214 persen.
(SUKUK a ) memiliki pengaruh yang
b. Nilai koefisien rasio nilai kepemilikan
signifikan terhadap rasio nilai total
sukuk negara domestik oleh perbankan
pembiayaan perbankan syariah terhadap
syariah terhadap total pembiayaan
GDP yang mengukur perkembangan
(SUKUK l ) sebesar -1.149 dengan tanda
perbankan syariah Indonesia (Sig. ≤ 0,05
atau t hitung >t tabel ).
b. Nilai t hitung untuk variabel rasio nilai
perkembangan sektor perbankan syariah. Hasil
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
pengujian ini sejalan dengan apa yang
perbankan syariah terhadap total
ditemukan oleh Hauner (2006), Abbas dan
pembiayaan (SUKUK l ) sebesar 19.661
Christensen (2007), Utari dkk (2010).
(tanda minus diabaikan) dengan nilai Sig. sebesar 0.000. Hal ini berarti bahwa
Secara teoritis, dengan tersedianya alternatif
secara parsial, variabel rasio nilai
investasi dalam bentuk sukuk negara domestik
kepemilikan sukuk negara domestik oleh
yang memiliki banyak keuntungan di antaranya
perbankan syariah terhadap total
dengan dengan risk free asset karena dijamin
pembiayaan
(SUKUK l )
memiliki
oleh negara dan peluang capital gain pada pasar
pengaruh yang signifikan terhadap rasio
uang sekunder maka bank dapat mengelola
nilai total pembiayaan perbankan
likuditasnya dengan lebih baik. Pendapatan
syariah terhadap GDP yang mengukur
imbal hasil yang juga terjamin yang akan
diperoleh dari investasi sukuk menjadi acuan
Indonesia (Sig. ≤ 0,05 atau t hitung >t tabel ).
untuk meng-offset risiko yang akan timbul dari