PENGARUH PENERBITAN SUKUK NEGARA SEBAGAI (1)

PENGARUH PENERBITAN SUKUK NEGARA SEBAGAI PEMBIAYAAN DEFISIT FISKAL DAN KONDISI EKONOMI MAKRO TERHADAP

  PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Azwar

  Balai Diklat Keuangan Makassar, Email : azwar.iskandargmail.com The purpose of this research was to analyze the effect of sovereign sukuk issuance as state fiscal funding and

  macroeconomics on the Islamic banking growth in Indonesia. This research used multiple linear regression analysis. This research processed data on a monthly basis with the time sequence or time series from January 2011 until May 2014 from statistic publication of Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPU). The results showed that the existence of sovereign sukuk on Islamic banking that measured by ratio of the value of ownership of sovereign sukuk domestic by Islamic banking to GDP

  (SUKUK a ) as part of the providing a safe asset for the Islamic banking (risk free asset) has positive and significant impact on the Islamic banking growth in Indonesia that measured by the ratio of the total value of financing of Islamic banking to GDP (GROWTH). Meanwhile, the existence of sovereign sukuk on Islamic banking that measured by ratio of the value of ownership of sovereign sukuk domestic by Islamic banking to total value of financing of Islamic banking (SUKUK l ) as portfolio asset to liquidity has negative and significant impact on the Islamic banking growth in Indonesia that measured by the ratio of the total value of financing of Islamic banking to GDP (GROWTH). This research also showed that the other factors such as exchange rate and inflation have negative and positif impact significantly on Islamic banking growth in Indonesia.

  Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis pengaruh penerbitan sukuk negara sebagai pembiayaan defisit fiskal dan kondisi ekonomi makro terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia Data-data yang digunakan merupakan data time series bulanan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2014. Jenis data yang dikumpulkan bersifat data sekunder yang diperoleh dari publikasi data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJPU). Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil empiris menunjukkan bahwa keberadaan sukuk negara pada perbankan syariah yang diukur dengan rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan

  syariah terhadap GDP (SUKUK a ) sebagai bagian penyediaan asset yang aman bagi perbankan syariah (risk free asset )

  berpengaruh positif dan signifikan terhadap rasio nilai total pembiayaan perbankan syariah terhadap GDP yang mengukur perkembangan perbankan syariah Indonesia. Sementara itu, keberadaan sukuk negara pada perbankan syariah yang diukur dengan rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan syariah terhadap total pembiayaan (SUKUK l ) sebagai portofolio asset perbankan untuk likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio nilai total pembiayaan perbankan syariah terhadap GDP yang mengukur perkembangan perbankan syariah Indonesia. Penelitian ini juga membuktikan bahwa faktor lain berupa indikator makro ekonomi berupa nilai tukar rupiah terhadap USD dan inflasi masing-masing berpengaruh negatif signifikan dan positif signifikan terhadap perkembangan perbankan syariah Indonesia .

  Kata kunci : sukuk, GDP, fiskal

  1.PENDAHULUAN

  syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan berbasis syariah. Beberapa prinsip

  1.1. Latar Belakang

  pokok dalam transaksi keuangan sesuai syariah antara lain berupa penekanan pada perjanjian

  Konsep keuangan berbasis syariah Islam

  yang adil, anjuran atas sistem bagi hasil atau

  (Islamic Finance) dewasa ini telah tumbuh

  profit sharing, serta larangan terhadap riba,

  secara pesat, diterima secara universal dan

  gharar (keraguan), dan maysir (judi) 1 .

  diadopsi tidak hanya oleh negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah saja, melainkan juga oleh berbagai negara di kawasan Asia, Eropa, dan Amerika. Hal tersebut ditandai dengan

  1 Lihat dalam Dewan Syariah Nasional. Himpunan Fatwa Dewan

  didirikannya berbagai lembaga keuangan

  Syariah Nasional. Jakarta : Bank Indonesia-Dewan Syariah Nasional, 2003, halaman 274

  Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah

  pembangunan

  proyek

  (seperti proyek

  yang telah banyak diterbitkan baik oleh negara

  infrastruktur

  dalam

  sektor energi,

  maupun korporasi adalah sukuk. Di beberapa

  telekomunikasi,

  perhubungan, pertanian,

  negara, sukuk telah menjadi instrumen

  industri manufaktur, dan perumahan rakyat),

  pembiayaan anggaran negara yang penting. Pada

  penerbitan sukuk negara di sisi lain juga

  saat ini, beberapa negara telah menjadi regular

  bertujuan

  untuk

  pengembangan dan

  issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain,

  pertumbuhan instrumen keuangan syariah,

  Brunei Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar,

  khususnya pada industri perbankan syariah.

  Pakistan, dan State of Saxony Anhalt – Jerman.

  Penerbitan sukuk negara yang cukup besar di

  Penerbitan sovereign sukuk (sukuk negara)

  satu sisi akan menambah likuiditas di pasar

  biasanya ditujukan untuk keperluan pembiayaan

  keuangan yang berperan penting dalam

  negara secara umum (general funding) atau

  pembentukan benchmark yield curve dan

  untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu

  pengembangan pasar obligasi dalam negeri.

  (Wibowo, dkk, 2012).

  sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

  Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

  Syariah Negara (SBSN), sukuk negara sebagai 4000 salah satu Surat Berharga Negara (SBN) 3000

  Sukuk

  merupakan sumber pembiayaan fiskal dalam 2000

  negeri yaitu berupa surat berharga negara yang

  diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai l

  bukti atas bagian penyertaan terhadap aset to

  SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing . Grafik 1.1. Outstanding Sukuk Negara Perbankan Syariah

  Sumber : DJPU

  Sampai akhir Mei 2014, penerbitan sukuk

  Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

  negara domestik (tradeable) mencapai total

  (APBN-P) 2014, peningkatan defisit anggaran

  emisi Rp 100,254 triliun dengan outstanding

  (kepemilikan) yang didominasi oleh sektor

  direncanakan akan dibiayai dari peningkatan

  perbankan yaitu sekitar 41 dari total

  pembiayaan dalam negeri sebesar Rp69.154,1

  outstanding di samping entitas lainnya seperti

  asuransi, dana pensiun, reksadana, dan

  Rp196.258,0 miliar dalam APBN tahun 2014

  perorangan atau rumah tangga, dengan nilai

  menjadi sebesar Rp265.412,2 miliar. Perubahan

  outstanding oleh perbankan syariah Indonesia

  rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun

  mencapai Rp 7,057 triliun (DJPU, 2014).

  2014 tersebut terutama berasal dari: (1)

  Berbagai keuntungan investasi melalui sukuk

  pemanfaatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL)

  negara, antara lain ; (1) memberikan imbalan

  sebesar Rp1.000,0 miliar dari semula tidak

  tetap (fixed return) secara periodik, (2) investasi

  direncanakan; (2) penambahan penerbitan SBN

  yang aman karena pembayaran imbalan dan

  (termasuk sukuk negara) sebesar Rp69.691,7

  nilai nominal dijamin oleh undang-undang, (3)

  miliar, dari sebesar Rp205.068,8 miliar menjadi

  dapat diperdagangkan di pasar sekunder pada

  Rp274.760,6 miliar; (3) Penambahan penarikan

  harga pasar (4) berpotensi mendapat capital

  pinjaman program sebesar Rp13.119,6 miliar

  gain di pasar sekunder (5) pajak imbalan (15)

  dari sebesar Rp3.900,0 miliar menjadi

  lebih kecil daripada pajak terhadap bagi hasil

  Rp17.019,6 miliar (DJA, 2014). Dari sini

  deposito (20) dan (6) sesuai prinsip syariah

  keberadaan SBN menjadi penting untuk

  (Amirullah, 2011), menjadi daya tarik yang

  menunjang defisit fiskal khususnya sebagai

  menjanjikan bagi sektor perbankan khususnya

  sumber pembiayaan dalam negeri.

  oleh perbankan syariah untuk menanamkan dananya.

  Selain sebagai sumber pembiayaan negara,

  termasuk

  di

  dalamnya

  pembiayaan pembiayaan

  dipertimbangkan konsekuensi ekonomis atau

  intermediasi

  antara

  masyarakat dengan

  dampak dari penerbitan sukuk negara ini bagi

  pemerintah melalui konsep jual beli seperti

  perekonomian nasional. Dominasi kepemilikan

  salam, istisna’, leasing dan konsep kerjasama

  sukuk negara dengan segala keuntungannya

  seperti

  mudharabah

  dan musyarakah.

  oleh sektor perbankan, berpotensi menimbulkan

  Diharapkan instrumen pembiayaan fiskal ini

  keengganan bagi perbankan untuk menyalurkan

  mampu

  membantu

  pemerintah dalam

  kebutuhan pembiayaan

  (syariah) bagi masyarakat karena dana

  pembangunan (Hendry, 2010).

  perbankan banyak ditanamkan pada sukuk negara. Hal ini tentu akan menghambat

  perkembangan dan pertumbuhan perbankan. 200000

  Sebagaimana dikemukakan oleh Hauner (2006), 160000

  tingginya kepemilikan perbankan pada surat 120000

  berharga pemerintah berpotensi menghambat 80000

  perkembangan sektor keuangan dalam jangka 40000

  Pembiayaan

  panjang. Di satu sisi profitabilitas bank akan 0

  meningkat namun di sisi lain juga dapat ri

  menurunkan efisiensi. Secara empiris hasil Jan penelitian Shirai (2002) menyatakan bahwa

  kecenderungan perbankan di India untuk menanamkan dananya pada surat berharga Grafik 1.2. Pembiayaan Perbankan Syariah

  Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

  pemerintah mengurangi share asset beresiko

  dalam portofolio bank yang kemudian

  Mengingat tren kepemilikan sukuk negara oleh

  meningkatkan Capital Adequacy Ratio (CAR), di

  perbankan syariah yang terus meningkat dan

  mana jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut

  beberapa kelebihan sistem perbankan syariah

  mampu membiayai kegiatan operasional dan

  dibandingkan perbankan konvensional serta

  memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

  terdapatnya potensi perlambatan pertumbuhan

  profitabilitas. Sementara itu Degirmen (2007)

  perbankan karena kepemilikan sukuk negara

  menemukan bahwa peningkatan pinjaman

  oleh perbankan sebagaimana dikemukakan di

  sektor publik di Turki meningkatkan modal

  atas, maka menarik untuk melihat bagaimana

  bank dan mengurangi porsi lending yang

  pengaruh dari penerbitan sukuk negara sebagai

  dilakukan di bank pemerintah.

  pembiayaan

  defisit

  fiskal terhadap

  perkembangan sektor perbankan syariah di

  Pada perbankan syariah, bila ditinjau dari pada

  Indonesia. Di samping itu, pengaruh dari kondisi

  aspek teori mekanisme perbankan syariah,

  indikator makroekonomi Indonesia di samping

  kekhawatiran akan

  dampak

  ini justru

  keberadaan sukuk juga menarik untuk dicermati

  seyogyanya tidak akan terjadi. Dengan sistem

  mengingat dampaknya yang besar bagi

  bagi hasil (profit sharing), institusi keuangan

  perekonomian dan perbankan nasional secara

  syari’ah terbebas dari pengaruh bunga. Selain

  umum.

  itu, dengan biaya modal (pembiayaan) yang

  nihil dan penerapan konsep equity dan share

  1.2. Tujuan Penelitian

  mengintegrasikan tingkat tabungan (dominan

  Berdasarkan uraian di atas, tujuan penelitian ini

  dari demand dan saving deposits dan terbatas

  adalah untuk menganalisis pengaruh penerbitan

  dari investment deposit) dengan investasi,

  sukuk negara sebagai pembiayaan defisit fiskal

  institusi keuangan syariah diharapkan dapat

  dan

  kondisi ekonomi makro terhadap

  memicu pertumbuhan investasi sektor swasta,

  perkembangan perbankan syariah di Indonesia.

  sehingga maka skema pembiayaan dengan surat

  berharga negara ini akan menjadi sangat

  2. KERANGKA

  TEORITIS DAN

  menguntungkan karena anti-inflasi dan lebih

  PENGEMBANGAN HIPOTESIS

  stabil. Dalam hal ini, institusi perbankan syari’ah yang terbangun dengan baik juga dapat

2.1. Surat Berharga Untuk Pembiayaan Defisit Fiskal dan Pengaruhnya Bagi Sektor Perbankan

  Kebijakan defisit APBN menunjukkan bahwa pemerintah masih sangat membutuhkan dana untuk pembangunan ekonomi yaitu sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan-kelembagaan ekonomi modern. Untuk itu pemerintah sudah seharusnya menyediakan dana dalam APBN dalam porsi yang besar untuk pembangunan ekonomi. Semakin banyak pengeluaran tentunya akan semakin menambah defisit APBN. Kebijakan defisit APBN diambil oleh pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro- growth) yang membawa konsekuensi untuk mencari sumber pembiayaan. Potensi yang besar dalam pembiayaan dalam negeri sudah selayaknya dimanfaatkan oleh pemerintah, salah satunya dengan menerbitkan SBN sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan defisit APBN.

  Pembiayaan defisit fiskal dengan SBN atau obligasi di antaranya melalui penerbitan sukuk negara menjadi alternatif bagi sebagian besar negara-negara berkembang (emerging markets) saat ini. Peningkatan stok obligasi pemerintah dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, peningkatan stok obligasi domestik bersumber dari meningkatnya outlet untuk instrumen investasi bagi perusahaan dan perbankan.Selain itu relatif lebih rendahnya suku bunga di negara-negara industri dan stabilnya perekonomian emerging market juga semakin meningkatkan demand untuk obligasi pemerintah domestik. Adapun dari sisi penawaran, krisis keuangan dan program rekapitalisasi perbankan memberikan konstribusi yang sangat signifikan pada kenaikan utang domestik pemerintah yang berakibat pada peningkatan penerbitan surat berharga pemerintah.

  Penggunaan utang domestik untuk pembiayaan defisit pemerintah dengan jalan penerbitan surat berharga atau obligasi tidak terlepas dari pertimbangan cost dan benefit-nya terhadap perekonomian. Literatur yang membahas mengenai keterkaitan langsung antara utang domestik pemerintah terhadap perekonomian serta transmisinya ke sektor keuangan dan

  sektor riil khususnya di negara-negara berkembang sebagaimana dikemukakan oleh Hauner (2006) masih terbatas. Hal ini dikarenakan pembiayaan domestik

  baru berkembang khususnya setelah terjadinya krisis Asia pada penghujung 1990-an. Pembiayaan defisit fiskal bagi negara berkembang sebelumya lebih banyak bertumpu pada pinjaman lunak luar negeri. Sejauh ini kritik mengenai penggunaan utang domestik untuk pembiayaan defisit fiskal adalah dampaknya terhadap pinjaman pihak swasta, sustainabilitas utang, sustainabilitas fiskal, melemahnya efisiensi perbankan serta risiko inflasi (Abbas dan Christensen, 2007).

  Pembiayaan defisit fiskal dengan pinjaman domestik dalam jangka menengah-panjang mengarah kepada peningkatan suku bunga riil dan meningkatkan financial market repression yang akhirnya dapat menurunkan kualitas dari perolehan

  fiskal (Easterly dkk, 1994). Detragiache dkk. (2005) yang menggunakan tingkat suku bunga pinjaman domestik pemerintah sebagai proksi utang domestik Pemerintah di 82 Low Income Countries (LIC) menemukan bahwa koefisien tingkat suku bunga memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap loans to GDP dan deposit to GDP. Hal ini

  mengindikasikan adanya crowding out effect 2 .

  Degirmen

  menunjukkan bahwa peningkatan pinjaman sektor publik di Turki meningkatkan modal bank dan mengurangi porsi

  pinjaman

  yang

  dilakukan bank pemerintah. Sementara itu di Colombia, tingginya defisit fiskal pada periode 1983-1986 merupakan faktor utama di balik tingginya tingkat suku bunga riil pada periode tersebut (Easterly dkk, 1994).

  2 Dalam ilmu ekonomi crowding out dimaknai sebagai berkurangnya dampak investasi yang diakibatkan dari naiknya

  suku bunga riil. Peristiwa kenaikan suku bunga ini terjadi melalui proses multiplier yang agak panjang yang dimulai dari kebijakan fiskal ekspansif yakni kebijakan untuk menaikkan pengeluaran pemerintah melalui pembiayaan defisit yang lebih besar. Kebijakan tersebut idealnya membawa dampak positif terhadap investasi, pada tingkat bunga yang sama serta melalui proses multiplier, income masyarakat diasumsikan akan naik menuju titik keseimbangannya seiring dengan membaiknya ekonomi masyarakat. Namun demikian peningkatan income tersebut secara bersama-sama

  juga

  berpengaruh terhadap bergesernya keseimbangan pasar uang karena permintaan uang juga naik. Naiknya permintaan uang ini menjadi penyebab naiknya tingkat bunga dan turunnya investasi sehingga income masyarakat ikut turun (Surjaningsih, 2012).

  Dalam kondisi pasar keuangan yang masih

  dapat mengkompensasi dengan segera imbal

  dangkal, dimana banyak perusahaan memiliki

  hasil yang rendah dari sektor swasta.

  akses yang terbatas untuk pembiayaan luar negeri, peningkatan utang domestik pemerintah

  Sementara itu, penelitian oleh Utari dkk (2010)

  dapat mengarah pada crowding out terhadap

  menunjukkan bahwa keberadaan surat berharga

  pinjaman sektor swasta. Efek crowding out ini

  negara dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN)

  terjadi ketika dana umumnya lebih banyak

  domestik tidak signifikan mempengaruhi

  dirasakan oleh perusahaan-perusahaan skala

  perkembangan sektor keuangan secara agregat

  kecil yang tidak memiliki akses untuk

  melalui peningkatan rasio total kredit dan kredit

  pembiayaan luar negeri. Bagi perusahaan swasta

  kepada sektor swasta terhadap GDP. Namun

  besar dengan reputasi baik dapat mencari

  keberadaan SUN domestik berdampak positif

  pembiayaan di luar negeri atau bersaing untuk

  dan signifikan terhadap perkembangan sektor

  memperoleh dana melalui pasar modal dalam

  keuangan yang diukur dengan rasio kapitalisasi

  negeri.

  pasar sahamGDP. Di sisi lain, kepemilikan SUN domestik mempengaruhi secara signifikan profit

  dan efisiensi perbankan. Hasil ini cukup

  perbankan pada 73 negara berpendapatan

  menjelaskan

  mengenai

  tingginya minat

  menengah selama periode 1990-an, Hauner

  perbankan untuk berinvestasi di SUN terlebih

  (2006) menemukan bahwa bank yang lebih

  apabila tingkat risiko untuk menyalurkan kredit

  banyak menglokasikan dana pada obligasi

  cukup tinggi.

  pemerintah memiliki keuntungan yang lebih besar tetapi kurang efisien. Selain itu tingginya

  Penyaluran dana perbankan yang dominan

  pinjaman pemerintah pada sektor perbankan

  untuk membiayai defisit pemerintah tidak hanya

  akan menganggu kualitas dan kedalaman

  mengurangi kualitas dari perkembangan sektor

  (quality and depth) perkembangan sektor

  keuangan tetapi juga dapat mengganggu

  keuangan dalam jangka panjang. Pengujian pada

  financial deepening 3 dalam jangka panjang

  level agregat, obligasi pemerintah domestik

  karena bank yang tidak efisien cenderung

  dapat mengganggu perkembangan sektor

  menanamkan dananya pada sektor publik

  keuangan apabila sudah mencapai tingkat yang

  dibandingkan dengan mengembangkan pasar

  sangat tinggi.

  perbankan.

  Abbas dan Christensen (2007) menyatakan

  Di samping berbagai dampak tersebut di atas,

  bahwa keputusan bank untuk menanamkan

  obligasi pemerintah memiliki peran yang sangat

  dananya pada obligasi pemerintah domestik

  penting. Dengan berkembangnya pasar obligasi

  dapat dipandang efisien secara ekonomis

  domestik, pemerintah dapat menghilangkan

  ditinjau dari perspektif diversifikasi risiko. Jika

  ketergantungan baik secara langsung maupun

  dalam jangka panjang tingkat pengembalian

  tidak langsung terhadap pembiayaan dari bank

  perbankan dari pinjaman oleh sektor swasta

  sentral yang berupa money financing serta

  berkorelasi negatif dengan pendapatan bank

  pembiayaan luar negeri. Selain itu, yield yang

  dari obligasi pemerintah domestik maka risiko

  terbentuk dari perdagangan surat berharga

  keseluruhan dari portofolio bank akan menurun.

  pemerintah yang likuid berperan sebagai pricing benchmark untuk pinjaman jangka panjang yang diterbitkan oleh bank dan perusahaan lainnya.

  Abbas dan Christensen (2007) juga menyatakan

  Selanjutnya obligasi pemerintah bersama

  bahwa dalam kondisi ekonomi yang melemah

  dengan instrumen pasar uang dan saham

  dan imbal hasil dari sektor swasta menurun

  merupakan instrumen yang vital dalam

  maka pendapatan pajak domestik juga menurun

  pelaksanaan operasi kebijakan moneter dan

  yang dapat mengakibatkan semakin melebarnya

  collateralized lending untuk pasar uang antar

  fiscal gap. Dalam kondisi fiscal gap ini dibiayai

  bank. Perkembangan pasar obligasi pemerintah

  oleh sumber domestik maka yield dari obligasi pemerintah domestik akan meningkat demikian

  3 Financial deepening adalah proses pengembangan sektor kuangan

  pula halnya dengan profit bank. Oleh karenanya yang ditandai dengan antara lain meningkatnya jumlah dan

  volume institusi keuangan, jumlah instrument di pasar serta kualitas pelayanan yang diberikan (Wikipedia) volume institusi keuangan, jumlah instrument di pasar serta kualitas pelayanan yang diberikan (Wikipedia)

  2.3. Makro Ekonomi dan Perkembangan

  kebijakan moneter termasuk pencapaian target

  Sektor KeuanganPerbankan

  kebijakan moneter (Utari dkk, 2010).

  Secara teoritis dan berdasarkan studi empiris

  2.2 Perkembangan Pembiayaan Defisit APBN

  yang telah ada sebelumnya, perkembangan

  Melalui SBN

  sektor keuanganperbankan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan

  Sejak tahun 2005, SBN menjadi instrumen

  menjadi aspek geografis dan endowment, kondisi

  utama pembiayaan APBN (BSPUN DJPU).

  politik, kondisi ekonomi makro, struktur pasar

  Kenaikan SBN periode 2009-2014, antara lain

  perbankan, iklim investasi dan kualitas supervisi

  untuk refinancing utang lama yang jatuh tempo,

  sektor keuangan (Detragiache dkk, 2005). Dari

  dan refinancing dilakukan dengan utang baru

  beberapa

  literatur,

  beberapa variabel

  yang mempunyai terms dan kondisi yang lebih

  perkembangan sektor keuanganperbankan diantaranya adalah :

  1) Income (+) ; semakin tingginya pendapatan yang mencerminkan wealth suatu negara maka diperkirakan tingkat perkembangan sektor keuanganperbankan juga tinggi. Boyd dkk (2001) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara variabel initial real percapita

  Diagram 2.1 Perkembangan Pembiayaan Instrumen SBN

  Gross Domestic Product (GDP) yang merupakan

  Sumber : DJPU

  proksi dari income dengan rasio liquid liabilities perbankan GDP dan rasio kredit kepada sektor

  Sebagai langkah pengelolaan utang sehubungan

  swasta GDP.

  menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan

  2) Inflasi (+-) ; inflasi yang tinggi biasanya akan

  Republik Indonesia Nomor 37 KMK.082013

  menghambat perkembangan sektor perbankan.

  tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara

  Hubungan yang negatif dan signifikan antara

  Tahun 2013-2016. Peraturan ini disusun sebagai

  inflasi dengan perkembangan sektor keuangan

  panduan bagi pengelolaan utang Negara dalam

  dan perbankan diantaranya dibuktikan dalam

  jangka menengah dan penyusunan strategi

  Boyd, Levine dan Smith (2001), Hauner (2006)

  pembiayaan tahunan melalui utang. Hal ini

  dan Detragiatche, Gupta, Tressel (2005) dan

  terkait dengan kesinambungan pengelolaan

  Tohari (2010). Namun pada penelitian lainnya,

  utang

  yang pada

  periode tahun-tahun

  tingkat inflasi yang meningkat justru dapat

  sebelumnya berhasil menurunkan rasio utang

  mendorong perkembangan sektor perbankan

  terhadap GDP yang signifikan.

  khususnya dalam penyaluran kredit atau pembiayaan kepada masyarakat. Pengaruh yang positif inflasi terhadap pembiayaan perbankan diantaranya dibuktikan dalam penelitian Ayu (2013), Levina (2013), Zakki (2009), dan Chorida (2010).

  3) Indikator fiskal (+-); variabel fiskal ditengarai mempengaruhi perkembangan sektor keuanganperbankan melalui pemberian kredit kepada sektor publik (pemerintah) oleh Diagram 2 Perkembangan Ratio Utang Terhadap GDP Indonesia perbankan dan melalui peningkatan instrumen

  Sumber : DJPU

  yang tersedia di pasar keuangan. Boyd dkk (2001) yang menggunakan variabel central

  government expenditure to GDP dan Cuadro, Saez dkk (2003) yang menggunakan variabel defisit

  GDP tidak menemukan adanya hubungan yang

  (2010) dalam penelitiannya juga menemukan

  positif dan signifikan terhadap perkembangan

  bahwa nilai tukar rupiah terhadap USD memiliki

  sektor keuangan yang menggunakan total kredit

  pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap

  kepada sektor swastaGDP. Hauner (2006)

  dana penghimpunan dana perbankan syariah

  menggunakan variabel rasio pinjaman publik

  yang berimplikasi pada pencapaian jumlah

  GDP dan rasio pinjaman publiktotal kredit yang

  pembiayaan perbankan. Sementara itu, Yoda

  diberikan. Hasil empiris menujukkan bahwa

  (2008) justru membuktikan bahwa variabel nilai

  tukar berpengaruh positif signifikan terhadap

  meningkatkan perkembangan sektor keuangan

  nilai kredit bank dalam periode pengamatan

  yang tercermin dari rasio total kreditGDP dan

  sepanjang kwartal I-2002 hingga kwartal III-

  liquid liabilitiesGDP. Di lain pihak semakin

  tinggi rasio pinjaman publiktotal kredit perbankan berdampak negatif dan signifikan

  swastaGDP. Menurut Hauner, peningkatan

  Berdasarkan kerangka teoritis dan beberapa

  rasio pinjaman publikGDP meningkatkan

  penelitian terdahulu di atas, hipotesis penelitian

  perkembangan

  sektor

  keuangan dengan

  yang akan dibuktikan dalam penelitian ini

  menyediakan asset yang aman bagi perbankan.

  adalah :

  Namun demikian dari sisi portofolio asset

  1. Dari sisi asset perbankan, semakin tinggi

  perbankan, pinjaman terhadap pemerintah yang

  rasio nilai kepemilikan sukuk negara

  domestik oleh perbankan syariah terhadap

  deepening.

  GDP,

  dapat meningkatkan perkembangan sektor perbankan syariah

  diduga

  4) Indikator risiko (-) : semakin baik indikator

  dengan penyediaan asset yang aman bagi

  risiko maka semakin baik perkembangan sektor

  perbankan syariah (risk free asset );

  keuangan, demikian pula sebaliknya. Dalam

  2. Dari sisi portofolio asset perbankan untuk

  beberapa literatur, penggunaan indikator yang

  likuiditas, semakin tinggi rasio nilai

  mencerminkan tingkat risiko bervariasi. Boyd,

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  Levine dan Smith (2001) menggunakan tiingkat

  perbankan

  syariah

  terhadap total

  kestabilan politik sebagai indikator risiko dan

  pembiayaan perbankan syariah, diduga akan

  menemukan hubungan yang negatif dan

  semakin

  menghambat perkembangan

  signifikan antara variabel jumlah revolusi yang

  perbankan syariah yang diwakili dengan

  terjadi dengan liquid liabilities dari perbankan.

  rasio total pembiayaan perbankan syariah

  Sementara itu (Koubi, 2008) yang menggunakan

  terhadap GDP. Hal ini terjadi karena

  tingkat kepastian hukum juga menemukan

  terdapatnya

  dugaan

  banyaknya dana

  hubungan yang signifikan antara faktor tingkat

  perbankan yang ditanamkan pada sukuk

  kepastian hukum dengan volatilitas return di

  negara sehingga dikhawatirkan dapat

  pasar saham.

  mempengaruhi fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi

  5) Volatilitas atau nilai tukar (-) : volatilitas

  3. Kondisi ekonomi makro yang diwakili oleh

  dalam pasar keuangan dianggap sebagai suatu

  nilai tukar dan inflasi turut mempengaruhi

  instrumen yang menjadi filtering dari shock yang

  perkembangan sektor perbankan. Nilai tukar

  terjadi di luar. Volatilitas yang rendah

  rupiah terhadap USD diduga berpengaruh

  mencerminkan ketahanan perekomian yang

  negatif terhadap perkembangan sektor

  perbankan syariah.

  perkembangan sektor keuangan. Koubi (2008)

  4. Sedangkan inflasi justru diduga berpengaruh

  menemukan bahwa volatilitas secara signifikan

  positif terhadap perkembangan sektor

  mempengaruhi volatilitas return saham. Adapun

  perbankan syariah yang memiliki sistem

  indikator nilai tukar, Muhayatsyah (2013)

  berbeda dengan perbankan non syariah

  menemukan

  bahwa nilai

  tukar (kurs)

  (konvensional).

  berpengaruh negatif dan tidak signifikan

  5. Rasio nilai kepemilikan sukuk negara

  terhadap pembiayaan bank syariah yang diukur

  domestik oleh perbankan syariah terhadap

  melalui Financing Deposit Ratio (FDR). Tohari

  GDP, rasio nilai kepemilikan sukuk negara GDP, rasio nilai kepemilikan sukuk negara

  bisa dikategorikan dalam produk-produk kredit

  total pembiayaan perbankan syariah dan

  (loans) atau pembiayaan (Yulianita, 2010). Rasio

  kondisi ekonomi makro (nilai tukar dan

  ini menjadi indikator yang kuat mengingat

  inflasi) secara simultan (bersama-sama)

  dampaknya yang besar terhadap pertumbuhan

  perbankan syariah.

  Sedangkan determinan dari perkembangan

  4. METODE RISET

  perbankan syariah sebagai variabel independen adalah rasio nilai kepemilikan sukuk negara

  Data-data yang digunakan dalam penelitian ini

  domestik oleh perbankan syariah terhadap GDP

  merupakan data time series bulanan mulai bulan

  tahun sebelumnya dan total pembiayaan

  Januari 2011 sampai dengan bulan Mei 2014.

  (SUKUK a-l ) dan nilai unsur makroekonomi yang

  Jenis data yang dikumpulkan bersifat data

  terdiri dari nilai tukar rupiah terhadap USD

  sekunder yang diperoleh dari publikasi data

  (KURS) dan inflasi (INF).

  statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan

  Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal

  Teknik analisis data penelitian menggunakan

  Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan

  teknik Regresi Linier Berganda. Nachrowi (2006)

  Republik Indonesia (DJPU).

  menjelaskan bahwa salah satu teknik analisis kuantitatif yang dapat memberikan informasi

  Model yang digunakan untuk melihat dampak

  mengenai hubungan dua variabel adalah teknik

  penerbitan sukuk negara sebagai pembiayaan

  permodelan regresi linier. Pemodelan regresi

  defisit fiskal dan kondisi ekonomi makro

  liner yang cukup populer adalah regresi linier

  terhadap perkembangan sektor perbankan

  sederhana (simple regression) dan regresi linier

  syariah di Indonesia mengacu kepada penelitian

  majemuk (multiple regression). Analisis ini juga

  Hauner (2006) dan Utari dkk (2010).

  disebut dengan metode simpangan kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square = OLS)

  Indikator perkembangan perbankan syariah

  yang merupakan metode pendugaan dengan

  yang digunakan sebagai variabel dependen

  meminimumkan jumlah kuadrat simpangan dari

  adalah nilai pembiayaan perbankan syariah yang

  hasil pendugaan atau estimasi variabel tak

  diukur dari rasio total pembiayaan perbankan

  bebas.

  syariah terhadap GDP. Rasio ini mengukur kemampuan

  Prosedur ini digunakan untuk mendapatkan

  Tabel 3.1 Variabel Penelitian

  Variabel Dependen

  Deskripsi Variabel

  GROWTH t Rasio nilai total pembiayaan perbankan syariah terhadap GDP

  Rasio ini mengukur kemampuan bank untuk

  tahun sebelumnya

  menyalurkan pembiayaan sebagai indikator perkembangan atau pertumbuhan perbankan

  Variabel Independen

  Deskripsi Variabel

  Ekspektasi

  INF

  Nilai Inflasi, yaitu kenaikan harga barang dan jasa secara umum

  dimana barang dan jasa tersebut merupakan kebutuhan pokok masyarakat atau turunnya daya jual mata uang suatu negara

  KURS

  Nilai tukar rupiah terhadap USD

  SUKUK a Rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan

  Kepemilikan sukuk untuk +

  syariah terhadap GDP tahun sebelumnya

  penyediaan asset yang aman bagi perbankan syariah

  SUKUK l Rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan

  Kepemilikan SUN dalam -

  syariah terhadap total pembiayaan perbankan syariah

  portofolio asset perbankan untuk likuiditas

  pembiayaan sebagai indikator perkembangan

  hasil pendugaan parameter yang memiliki sifat

  atau pertumbuhan perbankan. Sebagaimana

  tak bias linier terbaik (Bias Linier Unbiased

  Estimator = BLUE). Secara singkat BLUE

  perusahaan, proxy yang sangat umum digunakan

  mengandung arti bahwa pendugaan parameter

  yang dihasilkan akan memiliki varian yang

  pertumbuhan penjualan. Menurut Bamford

  minimum dan tidak berarti pendugaan dari

  (2004), untuk sebuah bank semua penjualan

  masing-masing sampel akan sama populasinya.

4.2. Uji Multikolinieritas

  Untuk memperoleh kesimpulan apakah model yang digunakan memiliki kelayakan untuk

  Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model

  regresi ditemukan adanya korelasi antar

  dependen dan variabel indpenden, maka model

  variabel bebas (independen). Model regresi yang

  akan melalui beberapa pengujian. Pengujian

  baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara

  tersebut meliputi pengujian atas asumsi yang

  variabel independen. Jika variabel independen

  digunakan dan pengujian statistik terhadap

  saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini

  model atau fungsi regresi yang dihasilkan

  tidak ortogonal (Ghozali, 2006).

  (Nachrowi, 2006).

  Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas,

  Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis

  dapat dilihat dari nilai tolerance atau uji Value

  regresi ganda. Dalam uji asumsi klasik ini

  Inflation Factor (VIF). Apabila nilai tolerance

  meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas,

  value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih

  uji autokorelasi, dan uji multikolinieritas.

  kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak

  Apabila data tidak berdistribusi normal dan

  terjadi multikolinearitas (Santoso dkk, 2002).

  mengandung heteroskedastisitas maka perlu adanya perbaikan model regresi salah satunya

  4.3. Uji Heteroskedastisitas

  dengan cara mentransformasi data dalam bentuk

  Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah

  transformasi tersebut selanjutnya dianalis

  variabel pengganggu mempunyai varian yang

  kembali menggunakan analisis regresi. Apabila

  data masih mengandung multikolinieritas atau

  mempunyai suatu keadaan bahwa varian dari

  residual suatu pengamatan ke pengamatan yang

  lain berbeda. Salah satu metode yang digunakan

  menghilangkan salah satu variabel bebas

  untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas

  ( Nachrowi, 2006) .

  akan mengakibatkan penaksiran koefisien- koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil

  4.1. Uji Normalitas

  penaksiran

  akan

  menjadi kurang dari

  semestinya (Gujarati dkk, 2010).

  Uji normalitas adalah pengujian tentang

  kenormalan distribusi data. Penggunaan uji

  Heterokedastisitas bertentangan dengan salah

  normalitas karena pada analisis statistik

  satu asumsi dasar regresi linear, yaitu bahwa

  parametik, asumsi yang harus dimiliki oleh data

  variasi residual sama untuk semua pengamatan

  adalah bahwa data tersebut harus terdistribusi

  atau disebut homokedastisitas (Gujarati dkk,

  secara normal. Maksud data terdistribusi secara

  normal adalah bahwa data akan mengikuti

  bentuk distribusi normal (Santosa dkk, 2005).

  Untuk

  ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik

  mendeteksi

  Uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara,

  Plot antara nilai prediksi variabel terikat

  yaitu dengan “Normal P-P Plot” dan “Tabel

  (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya

  Kolmogorov Smirnov”. Pada penelitian ini

  atau tidaknya

  penulis melakukan uji normalitas dengan Tabel

  heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan

  Kolmogorov Smirnov, melalui cara tersebut data

  melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

  dianalisis tidak menggunakan gambar namun

  scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana

  dengan angka, kelebihan hasil data olahan

  sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan

  menjadi lebih akurat. Dengan melihat nilai

  sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y

  Asymp. Sig. (2-tailed), bila nilai tiap variabel

  sesuungguhnya) yang telah di-studentized.

  lebih dari 0.05 (>0.05) maka uji normalitas

  terpenuhi atau data telah terdistribusi normal

  Dasar analisisnya adalah sebagai berikut :

  (Santoso dkk, 2002).

  a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur

  (bergelombang,

  melebar kemudian melebar kemudian

  Pengujian dilakukan dengan menggunakan

  terjadi heteroskedastisitas.

  signifikan level 0,05 (α=5). Penerimaan atau

  b. Jika ada pola yang jelas, serta titik-titik

  penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:

  menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada

  a. Jika nilai signifikan (Sig.) > 0,05 atau t hitung <

  t tabel (nilai minus diabaikan) maka hipotesis

  heteroskedastisitas (Gujarati dkk, 2010).

  ditolak atau koefisien regresi tidak signifikan. Ini berarti secara parsial variabel

  4.4. Uji Autokorelasi

  independen tidak mempunyai pengaruh secara

  signifikan

  terhadap variabel

  Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi

  dependen.

  dalam regresi di mana variabel dependen tidak

  b. Jika nilai signifikan (Sig.) ≤ 0,05 atau t hitung >

  berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud

  t tabel (nilai minus diabaikan) maka hipotesis

  korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai

  diterima atau koefisien regresi signifikan.

  dari variabel dependen tidak berhubungan

  Ini berarti secara parsial variabel

  dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai

  independen tersebut mempunyai pengaruh

  variabel sebelumnya atau nilai periode

  yang

  signifikan

  terhadap variabel

  sesudahnya (Santoso dkk, 2002).

  dependen.

  Uji Durbin Watson (DW) adalah sebuah test yang

  2. Uji Statistik F (Secara Simultan).

  autokorelasi pada nilai residual (prediction

  Menurut Imam Ghozali (2006) Uji statistik F

  errors) dari sebuah analisis regresi. Pada saat

  pada dasarnya menunjukkan apakah semua

  melakukan uji autokorelasi, kita menggunakan

  variabel bebas yang dimasukkan dalam model

  tabel Durbin Watson. Tabel tersebut menjadi

  mempunyai

  pengaruh

  signifikan secara

  alat pembanding terhadap nilai Durbin Watson

  bersama-sama (simultan) terhadap variabel

  hitung. Hasil perbandingan akan menghasilkan

  terikat. Kriteria pengujian dimana hipotesis

  kesimpulan sebagai berikut :

  diterima apabila nilai ANOVA F hitung > F tabel atau

  1. Jika DW < dL, berarti terdapat autokorelasi

  nilai Sig. < α. Dalam hal ini α = 0,05.

  positif;

  2. Jika DW > (4 – dL), berarti terdapat

  Model umum persamaan diformulasikan sebagai

  autokorelasi negatif;

  berikut :

  3. Jika dU < DW < (4 – dL), berarti tidak terdapat autokorelasi;

  GROWTH t = α 0 + α 1 SUKUK a + α 2 SUKUK l +

  4. Jika dL < DW< dU atau (4 – du), berarti tidak

  α 4 KURS + α 3 INF + ε

  dapat disimpulkan; di mana : dL adalah batas bawah Durbin Watson

  Dari model di atas dapat dinyatakan bahwa

  dan dU adalah batas atas Durbin Watson. Nilai

  perkembangan perbankan syariah Indonesia

  dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin

  dipengaruhi oleh interceptic systematic risk (α 0 ),

  Watson (Wahid, 2002).

  paremeter

  regresi variabel rasio nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  4.5. Pengujian Hipotesis

  perbankan syariah terhadap GDP (SUKUK a ),

  paremeter

  regresi variabel rasio nilai

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  dilakukan uji sebagai berikut :

  perbankan syariah terhadap total pembiayaan (SUKUK l ), paremeter regresi variabel nilai tukar

  1. Uji statistik t (Secara Parsial).

  (KURS) dan paremeter regresi variabel inflasi (INF) serta error (variabel lainnya di luar dari

  Menurut Imam Ghozali (2006) uji statistik t pada

  SUKUK, INF dan KURS).

  dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual

  5. HASIL EMPIRIS DAN PEMBAHASAN

  dalam menerangkan variabel dependen.

5.1 Hasil Uji Normalitas

  Tabel 5.1 Tabel Kolmogorov Smirnov

  INF GROWTH

  N

  Normal Parameters a,b Mean

  Std. Deviation

  Most Extreme Differences

  Kolmogorov-Smirnov Z

  Asymp. Sig. (2-tailed)

  a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

  Berdasarkan grafik dari hasil uji normalitas dengan Tabel Kolmogorov Smirnov terhadap seluruh variabel diperoleh hasil sebagai berikut :

  5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas

  Berdasarkan tabel tersebut, nilai Asymp. Sig. (2-

  Dengan menggunakan data penelitian ini, untuk

  tailed) untuk seluruh variabel lebih besar dari

  menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dapat

  0.05. Sehingga dapat dinyatakan bahwa seluruh

  dilihat hasil olahan data tersebut pada gambar

  variabel terdistribusi secara normal dan uji

  scatterplot output data di bawah ini :

  normalitas terpenuhi.

5.2 Hasil Uji Multikolinieritas

  Hasil uji multikolinieritas pada model regresi untuk menemukan adanya korelasi antar variabel independen dengan indikator nilai VIF diperoleh sebagai berikut :

  Tabel 5.2 Hasil Uji Multikolinieritas (VIF)

  Coefficients a

  Model

  Collinearity Statistics Tolerance

  Gambar 5.1 Scatterplot Uji Heteroskedastisitas

  Berdasarkan gambar scatterplot tersebut,

  terlihat bahwa terdapat titik-titik yang

  a. Dependent Variable: GROWTH

  menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu,

  Dari tabel tersebut diketahui bahwa dalam

  sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

  penelitian ini tidak terdapat multikolineritas

  terdapat heteroskedastisitas.

  yang ditandai dengan nilai VIF pada seluruh variabel yang lebih kecil dari 10 (VIF < 10).

  5.4 Hasil Uji Autokorelasi

  Tabel 5.5. Hasil Uji Statistik

  Model Summary b

  Melalui program SPSS, nilai DW yang dihasilkan

  Model

  R

  R Square

  Adj R Std. Error of

  adalah sebagai berikut :

  the Estimate

  Square

  Tabel 5.3 Hasil Uji Autokorelasi (Durbin Watson)

  Model Summary b 1 ,996

  Error of

  ANOVA b

  df Mean F Sig.

  a. Predictors: (Constant), INF, SUKUKl, KURS, SUKUKa

  b. Dependent Variable: GROWTH

  Pada tabel Durbin Watson dengan n (jumlah observasi) = 41, k (jumlah variabel) = 5 dengan

  t Sig.

  alpha 5, diperoleh nilai dL dan dU yaitu nilai

  Coefficients

  dL = 1.230 dan dU = 1.786.

  B Std.

  Melihat bahwa angka DW pada hasil pengolahan

  Error

  di atas menunjukkan nilai 1.394 atau berada

  1 C 51,896

  pada interval dL < DW < (4 – dL) maka dapat

  dinyatakan bahwa pada data penelitian tidak ,000

  SUKUK a 29,124

  terdapat autokorelasi. l SUKUK -1,149

  5.5 Hasil Empiris

  Setelah melakukan serangkaian uji asumsi klasik

  Dari tabel di atas dapat dinyatakan hal-hal

  analisis regresi berganda, analisis data

  sebagai berikut :

  penelitian kemudian dilanjutkan dengan uji

  statistik yang meliputi pengamatan nilai R-

  1. Nilai R-square yang dihasilkan sebesar 0,993

  Square dan pengujian hipotesis penelitian

  atau sebesar 99.3 . Hal ini berarti bahwa

  dengan uji t-statistik (parsial) dan uji F

  perubahan rasio nilai kepemilikan sukuk

  (simultan).

  negara domestik oleh perbankan syariah terhadap GDP (SUKUK a ), rasio nilai

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan

  terhadap total pembiayaan (SUKUK l ), nilai tukar (KURS) dan inflasi (INF) dapat mempengaruhi perubahan

  syariah

  perkembangan perbankan syariah Indonesia (GROWTH) sebesar

  99.3. Adapun sisanya sebesar 0.7 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Tingkat prediksi model yang sangat tinggi ini menunjukkan 99.3. Adapun sisanya sebesar 0.7 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Tingkat prediksi model yang sangat tinggi ini menunjukkan

  hubungan negatif, yang berarti jika rasio

  (goodness of fit).

  nilai kepemilikan sukuk negara domestik oleh perbankan syariah terhadap total

  2. Pada tabel F dengan derajat bebasdegree of

  pembiayaan (SUKUK l ) naik sebesar 1

  freedom (df) untuk pembilang (df1) = k – 1 =

  persen,

  maka

  rasio nilai total

  5 – 1 = 4 ; di mana k adalah jumlah variabel

  pembiayaan perbankan syariah terhadap

  GDP yang mengukur perkembangan

  bebasdegree of freedom (df) untuk

  perbankan syariah Indonesia akan turun

  penyebut (df2) = n – k = 41 – 5 = 36 ; di

  sebesar 1.149 persen.

  mana n adalah jumlah observasisampel

  c. Nilai koefisien nilai tukar (KURS)

  pembentuk regresi (n= 41) dengan alpha 5

  sebesar –1.397 dengan tanda negatif (-)

  (α=0.05), diperoleh nilai F tabel sebesar 2.63.

  menandakan adanya hubungan negatif,

  Nilai F statistik (simultan) yang dihasilkan

  yang berarti jika nilai tukar rupiah

  berdasarkan tabel di atas adalah sebesar

  terhadap USD turun sebesar 1 persen,

  1221.48 dan Sig. sebesar 0.000. Hal ini

  maka rasio nilai total pembiayaan

  berarti bahwa rasio nilai kepemilikan sukuk

  perbankan syariah terhadap GDP yang

  negara domestik oleh perbankan syariah

  mengukur perkembangan perbankan

  terhadap GDP (SUKUK a ), rasio nilai

  syariah Indonesia akan naik sebesar

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  d. Nilai koefisien inflasi (INF) sebesar 0.948

  pembiayaan perbankan syariah (SUKUK l ),

  dengan tanda positif (+) menandakan

  dan kondisi ekonomi makro (inflasi dan

  adanya hubungan positif, yang berarti

  jika nilai inflasi naik sebesar 1 persen,

  signifikan mempengaruhi perkembangan

  maka rasio nilai total pembiayaan

  sektor perbankan syariah (F hitung >F tabel atau

  perbankan syariah terhadap GDP yang

  nilai Sig. < α).

  mengukur perkembangan perbankan syariah Indonesia akan naik sebesar

  3. Estimasi persamaan regresi data penelitian

  0.948 persen.

  yang diperoleh adalah sebagai berikut :

  4. Dengan menggunakan tabel t dengan derajat

  GROWTH t = 51,896 + 29,124SUKUK a –

  bebasdegree of freedom (df) = n – k = 41 – 5

  1,149SUKUK l – 1,397KURS + 0,948INF + ε

  = 36 ; di mana n adalah jumlah observasisampel pembentuk regresi (n=

  41) dan k adalah jumlah variabel (bebas dan

  dinyatakan hal-hal sebagai berikut:

  terikat), dengan alpha 5 (α=0.05),

  a. Nilai koefisien rasio nilai kepemilikan

  diperoleh nilai t tabel sebesar 2.028. Nilai t hitung

  sukuk negara domestik oleh perbankan

  (parsial) masing – masing variabel

  syariah terhadap GDP (SUKUK a ) sebesar

  independen yang dihasilkan adalah sebagai

  29.124 dengan tanda positif (+)

  berikut :

  menandakan adanya hubungan positif,

  a. Nilai t hitung untuk variabel rasio nilai

  yang berarti jika rasio nilai kepemilikan

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  sukuk negara domestik oleh perbankan

  perbankan syariah terhadap GDP

  syariah terhadap GDP (SUKUK a ) naik

  (SUKUK a ) sebesar 40.374 dengan nilai

  sebesar 1 persen, maka rasio nilai total

  Sig. sebesar 0.000. Hal ini berarti bahwa

  pembiayaan perbankan syariah terhadap

  secara parsial, variabel rasio nilai

  GDP yang mengukur perkembangan

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  perbankan syariah Indonesia akan naik

  perbankan syariah terhadap GDP

  sebesar 29.214 persen.

  (SUKUK a ) memiliki pengaruh yang

  b. Nilai koefisien rasio nilai kepemilikan

  signifikan terhadap rasio nilai total

  sukuk negara domestik oleh perbankan

  pembiayaan perbankan syariah terhadap

  syariah terhadap total pembiayaan

  GDP yang mengukur perkembangan

  (SUKUK l ) sebesar -1.149 dengan tanda

  perbankan syariah Indonesia (Sig. ≤ 0,05

  atau t hitung >t tabel ).

  b. Nilai t hitung untuk variabel rasio nilai

  perkembangan sektor perbankan syariah. Hasil

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  pengujian ini sejalan dengan apa yang

  perbankan syariah terhadap total

  ditemukan oleh Hauner (2006), Abbas dan

  pembiayaan (SUKUK l ) sebesar 19.661

  Christensen (2007), Utari dkk (2010).

  (tanda minus diabaikan) dengan nilai Sig. sebesar 0.000. Hal ini berarti bahwa

  Secara teoritis, dengan tersedianya alternatif

  secara parsial, variabel rasio nilai

  investasi dalam bentuk sukuk negara domestik

  kepemilikan sukuk negara domestik oleh

  yang memiliki banyak keuntungan di antaranya

  perbankan syariah terhadap total

  dengan dengan risk free asset karena dijamin

  pembiayaan

  (SUKUK l )

  memiliki

  oleh negara dan peluang capital gain pada pasar

  pengaruh yang signifikan terhadap rasio

  uang sekunder maka bank dapat mengelola

  nilai total pembiayaan perbankan

  likuditasnya dengan lebih baik. Pendapatan

  syariah terhadap GDP yang mengukur

  imbal hasil yang juga terjamin yang akan

  diperoleh dari investasi sukuk menjadi acuan

  Indonesia (Sig. ≤ 0,05 atau t hitung >t tabel ).

  untuk meng-offset risiko yang akan timbul dari