Teknik, Metode dan Keberterimaan Teks Terjemahan Novel Warrior of The Light

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam kajian pustaka ini bertujuan untuk memberikan gambaran serta
batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan teori, yang menjabarkan
beberapa hal yang menjadi rujukan penelitian antara lain: kajian hasil penelitian
terdahulu, pengertian novel, pengertian penerjemahan, pengertian teknik
penerjemahan, pengertian metode penerjemahan, pengertian terhadap kualitas
terjemahan, dan alasan pemilihan teori penerjemahan.

2.1 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan objek kajian ini adalah:
1. Penelitian yang pertama adalah tesis oleh Sinde yang berjudul Analisis Teknik,
Metode dan Ideologi Penerjemahan Terhadap Buku Cerita Anak Bilingual “ Four
Funny Animal Stories”. Program Studi Linguistik, Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini mengkaji masalah penerjemahan terhadap buku cerita anak yang
berjudul Four Funny Animal Stories. Buku tersebut terdiri dari empat judul yang
berbeda, yang dikarang oleh Maharani dan Johnny Rinaldi dalam bentuk bilingual
yang dicetak tahun 2008 dan diterbitkan oleh percetakan Zikrul Kids. Keempat
cerita ini berjudul 1) Heidi‟s Spines, 2) Harper‟s Furry Tail, 3) Little Lhon Dhok
dan 4) Guri‟s Ink Saved the Day.


17

Universitas Sumatera Utara

18

Peneliti menggunakan toeri Molina dan Albir. Dalam penelitian tersebut
penerjemah hanya menggunakan 6 teknik penerjemahan dari 18 teknik yang ada.
Teknik penerjemahan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah: teknik
harfiah memiliki jumlah terbanyak yaitu 514 data (91.47%), teknik peminjaman
murni sebanyak 21 data (3.73%), teknik Kreasi diskursif sebanyak 12 data
(2.31%), teknik reduksi sebanyak 7 data (1.24%), dan teknik generalisasi hanya
terdapat 1 data (0.17%).
Metode penerjemahan yang digunakan dalam penelitian tersebut
cenderung menerapkan metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa
sumber, hal ini diketahui dari persentase jumlah teknik yang berorientasi pada
bahasa sumber sebanyak 536 (95.20%). Dan ideologi yang digunakan dalam
penerjemah tersebut menerapkan ideologi foreignisasi, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya penggunaan teknik harfiah dan teknik peminjaman murni.

Penelitian tesis di atas sangat membantu peneliti dalam menganalisis
teknik dan metode penerjemahan, khususnya dalam mengimplementasikan teori
tersebut. Selain itu peneliti juga mengambil pelajaran tentang susunan tesis
dengan standar resmi pada Program Studi Linguistik, Universitas Sumatera Utara.
2. Hasil penelitian terdahulu berikutnya adalah penelitian tesis oleh Novalinda
“Analisis Teknik, Metode dan Ideologi dan kualitas Terjemahan Cerita Anak
Serial Erlangga for Kids”. Pada Program Magister Linguistik Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Objek penelitian ini adalah buku cerita anak bilingual. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang teknik, metode, ideologi apakah yang

Universitas Sumatera Utara

19

digunakan oleh penerjemah buku tersebut, dan peneliti juga menganalisa kwalitas
terjemahannya.
Dari tesis tersebut dijelaskan bahwa terdapat sepuluh teknik penerjemahan
yang digunakan oleh penerjemah. Teknik yang paling banyak digunakan adalah
teknik penerjemahan literal, yaitu dengan berusaha mempertahankan bentuk
bahasa sumber. Sepuluh teknik yang digunakan itu adalah: Teknik Literal

sebanyak 253 data atau 63%, Teknik Transposisi sebanyak 58 data atau 15%,
Teknik Reduksi sebanyak 27 data atau 7%, Teknik Amplifikasi sebanyak 21 data
atau 5,4%, Teknik Adaptasi sebanyak 10 data atau 2,6%, Teknik Modulasi
sebanyak 9 data atau 2,3%, Teknik Pure Borrowing sebanyak 4 data atau 1%,
Teknik Padanan Tetap terdapat 3 data atau 0,7%, Teknik Kreasi Diskursif terdapat
hanya 1 data atau 0,25%, , Teknik Generalisasi sebanyak 1 data atau 0,25%.
Data

diatas

menunjukkkan

bahwa

penerjemah

lebih

memilih


menggunakan teknik penerjemahan Harfiah sebanyak 63%, sedangkan ideologi
penerjemahan yang digunakan adalah Foreignisasi.
Penelitian oleh Novalinda tersebut merupakan penelitian yang inspiratif,
dengan menggunakan kata-kata yang sangat sederhana sehingga sangat mudah
dipahami. Penulis juga mendapatkan banyak sekali pelajaran tentang bagaimana
mengolah data yang telah dianalisis menjadi data yang siap untuk dijadikan
rujukan.
3. Penelitian berikutnya yaitu “Analisis Terjemahan Istilah-istilah Budaya pada
Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara”, oleh Sulaiman
Ahmad, Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara. Data yang

Universitas Sumatera Utara

20

dianalisis merupakan istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata
Provinsi Sumatera Utara, yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif – kualitatif. Dalam hal ini peneliti bertujuan untuk melihat
teknik apa saja yang digunakan dalam menerjemahkan istilah-istilah budaya dari

bahasa sumber kedalam bahasa sasaran, dan mengidentifikasi pergeseran (shift)
yang terjadi dalam penerjemahan istilah-istilah budaya.
Dari data riset tersebut menjelaskan bahwa penerjemah menggunakan
menggunakn beberapa teknik yaitu: Teknik Deskripsi sebanyak 25 data atau
37,31%, Teknik Peminjaman sebanyak 21 data atau 31,34%, Teknik Calque
sebanyak 12 data atau 17,91%, Teknik Generalisasi sebanyak 6 data atau 8,96%,
Teknik Literal sebanyak 2 data atau 2,99%, Teknik Couplet sebanyak 1 atau
1,49%. Data tersebut juga menunjukkkan bahwa terdapat 44 pergeseran (Shift),
yaitu pergeseran unit sebanyak 28 data atau 63,63%, pergeseran struktur sebanyak
13 data atau 29,55%, pergeseran dalam sebanyak 3 data atau 6,82%. Peneliti juga
meneliti beberapa istilah-istilah budaya yang ada, seperti: istilah seni sebanyak 12
data atau 17,91%, istilah agama sebanyak 3 data atau 4,48%, istilah sosial budaya
sebanyak 13 data atau 19,40%, istilah bahasa sebanyak 4 data atau 5,97%, istilah
transportasi sebanyak 1 data atau 1,49%, istilah bangunan sebanyak 6 data atau
8,96%, istilah pakaian sebanyak 4 data atau 5,97%, istilah benda budaya/artefak
sebanyak 2 data atau 2,98%, istilah makanan sebanyak 13 data atau 19,40%.
Penelitian diatas merupakan penelitian istilah-istilah budaya yang terdapat
pada brosur pariwisata. Penelitian ini menginspirasi penulis untuk lebih hati-hati

Universitas Sumatera Utara


21

dalam menerjemahkan sebuah istilah budaya, karena belum tentu sumber yang
kita peroleh merupakan sumber yang resmi, sehingga penulis harus lebih teliti
dalam penyusunan tesis ini.
4. Penelitian berikutnya adalah “Dampak Teknik, Metode dan Ideologi
Penerjemahan pada Kuwalitas Teks Medical/Surgical Nursering dalam Bahasa
Indonesia” sebuah Desertasi yang lakukan Roswita Silalahi pada Program Studi
Linguistik, Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
Disrtasi ini mengkaji tentang dampak teknik dan ideology penerjemahan
pada kwalitas teks medical/surgical nursering dalam bahasa Indonesia. Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskriptif-kwalitatif dengan desain studi kasus
terpancang. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menerapkan teknik
penerjamahan yang diterapkan dalam teks medical/surgical nursering kedalam
bahasa Indonessia, (2) mendeskripsi metode penerjemahan yang ditetapkan, (3)
mengekspresikan ideologi yang dianut oleh penerjemah, dan (4) menilai dampak,
teknik, metode dan ideology penerjemahan tersebut pada kwalitas terjemahan.
Dalam penelitian tersebut ditemukan delapan teknik penerjemahan yang
diterapkan yaitu: teknik harfiah, peminjaman murni, peminjaman alamiah, calque,

transposisi, modulasi, penghilangan dan penambahan. Berdasarkan frekuensi
pengggunaanya teknik harfiah menempati urutan pertama (489) yang diikuti
peminjaman murni sebanyak (224), peminjaman alamiah (222), transposisi (68),
calque (67), modulasi (25), penghilangan (16), dan teknik penambahan (9). Secara
teori teknik harfiah, peminjaman murni, peminjaman alamiah dan calque
berorientasi pada bahasa sumber. Sedangkan teknik transposisi, modulasi,

Universitas Sumatera Utara

22

penghilangan dan teknik penambahan berorientasi pada bahasa sasaran. Dengan
demikian metode yang digunakan penerjemah adalah metode penerjemahan
literal, setia dan semantik
Penggunaan teknik penerjemahan dan pemilihan metode penerjemahan
lebih dilandasi oleh ideology foreignisasi dalam menerjemahkan teks sember.
Dalam hal kwalitas terjemahan ditemukan 338 (64,75%) diterjemahan secara
akurat, 136 (26,05%) kurang akurat dan 48 (9,20 %) tidak akurat. Dari aspek
keberterimaannya 396 (75,86 %) berterima, 91 (17,44 %) kurang berterima dan 35
(6,70 %) tidak berterima. Sementara itu 493 (96,29 %) data sasaran mempunyai

tingkat keterbacaan tinggi dan 19 (3,71 %) mempunyai tingkat keterbacaan
sedang.
Dari penelitian tersebut penulis mengambil banyak sekali masukan untuk
menyusun tesis ini. Beberapa masukan yang penting yaitu cara untuk menarik
kesimpulan dari data yang telah diuraikan dengan teori yang ada.
2.2 Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu bentuk dari sebuah karya sastra populer.
Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan yang mempunyai unsur
instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya bercerita tentang fenomena
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Hal
senada juga sesuai dengan pernyataan team Depdikbud “novel adalah karangan
panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
setiap pelaku” (Depdikbud, 1989:618).

Universitas Sumatera Utara

23

Novel memiliki sifat menghibur dan terkadang juga mendidik, serta bentuk

karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak
beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan
bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya
hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni
bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya
sastra. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar indah, menarik namun lebih
dari itu dapat memberikan hiburan pada kita. Syarat utama novel adalah menarik,
menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang membacanya.

2.3 Pengertian Terjemahan

Penerjemahan merupakan kegiatan penggantian teks bahasa sumber
dengan teks yang sepadan kedalam bahasa sasaran dengan mempertimbangkan
aspek-aspek non bahasa seperti kearifan sosial yang berlaku pada masyarakat
serta kebiasaan kebiasan lain yang mungkin akan sangat berbeda. Hal senada juga
disampaikan oleh Catford, (1969:20) seperti berikut: Translation is the
replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual
material in another language (TL).. “Terjemahan adalah penggantian materi
tekstual dalam suatu bahasa (bahasa sumber) dengan padanan materi tekstual
dalam bahasa lain (bahasa sasaran)”.

Terjemahan dan penerjemahan memiliki beberapa persamaan dan perbedaan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia penerjemahan dan terjemahan keduanya

Universitas Sumatera Utara

24

merupakan kata benda. Namun secara definisi keduanya memiliki makna yang
berbeda.

Penerjemahan merupakan proses, perbuatan menerjemahkan atau

pengalihbahasaan. Sedangkan terjemahan merupakan salinan bahasa, alih bahasa
dari satu bahasa ke bahasa lain atau hasil menerjemahkan.

2.4 Tahapan Penerjemahan

Proses

penerjemahan


merupakan

kegiatan

penerjemah

dengan

menggunakan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk mengalihkan teks dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Nida and Taber (1969; 33) membagi
proses penerjemahan ke dalam tiga tahap:

1. Menganalisa pesan bahasa sumber
2. Pengalihan
3. Merekonstruksi ulang pesan dalam bahasa sasaran

2.4.1 Tahap Analisa

Tahap analisa merupakan tahapan awal dalam proses penerjemahan, dalam
hal ini seorang penerjemah harus memahami bahasa sumber dengan benar dan
mampu menganalisa kalimat dari berbagai sisi seperti struktur kalimat, serta
ragam makna yang harus juga disesuaikan dengan konvensi sosial masyarakat
pembaca dalam bahasa sasaran. Selain hal tersebut diatas seorang penerjemah
juga harus mengetahui alur pikir seorang penulis dalam bahasa sumber, guna

Universitas Sumatera Utara

25

menghasilkan pemahaman yang tepat serta menghindari penerjemahan secara
sepotong-potong yang justru akan membingungkan pembaca. Oleh karena itu
proses pemahaman konteks dalam bahasa sumber merupakan factor yang sangat
penting dalam proses menghasilkan produk terjemahan yang tepat.

2.4.2 Tahap Pengalihan

Proses pengalihan bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran
merupakan tahapan kedua dalam sebuah proses penerjemahan yang harus
dilakukan. Dalam proses pengalihan bahasa tersebut seorang penerjemah harus
mengunakan wawasan dan keterampilan mereka untuk membuat kesepadanan
pada setiap informasi yang ada.

2.4.3 Tahap Rekonstruksi Ulang

Tahap rekonstruksi ulang merupakan tahap penerjemahan dengan
menuliskan ulang materi yang sudah terolah pada tahap pertama dan tahap kedua,
sehingga akan menghasilkan terjemahan yang memiliki kesepadanan, dan kaidah
yang wajar dan dapat diterima dalam BSa. Weber (1984 dikutip Abdullah, 1996)
dan Suryawinata (1989) menambahkan satu langkah lebih lanjut, yakni tahap
evaluasi dan revisi terhadap kelemahan dan kejanggalan agar dapat diperbaiki dan
diluruskan dengan menyesuaikan pesan dan kesan BSa terhadap BSu-nya.

Universitas Sumatera Utara

26

2.5 Teknik Penerjemahan

Seorang penerjemah harus memandang terjemahan ke dalam dua
pendekatan yaitu proses dan produk. Selain itu penerjemah perlu dibekali
kemampuan lainnya seperti memahami kedua bahasa yaitu bahasa sumber dan
bahasa sasaran serta pengetahuan tentang topik penerjemahan. Kemudian, analisis
terhadap teknik penerjemahan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Oleh
karena itu untuk melakukan analisis terhadap teknik perlu untuk merujuk kepada
beberapa teori tentang analisis terhadap teknik penerjemahan.

Molina Albir mendefinisikan teknik penerjemahan merupakan sebagai
prosedur untuk menganalisa dan mengklarifikasikan bagaimana kesepadanan
terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada berbagai satuan lingual.
Terdapat 18 teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina Albir yaitu:
Teknik Adaptasi, Teknik Amplifikasi, Teknik Peminjaman, Teknik Kalke, Teknik
Kompensasi, Teknik Deskripsi, Teknik Diskursif, Teknik Padanan Lazim, Teknik
Generalisasi, Teknik Amplifikasi Linguistik, Teknik Kompresi Linguistik, Teknik
Penerjemahan Harfiah, Teknik Modulasi, Teknik Partikulasi, Teknik Reduksi,
Teknik Subsitusi, Teknik Transposisi, Teknik Variasi. Teori Molina Albir tersebut
banyak dijadikan standard dalam penelitian-penelitian ilmu terjemahan.

2.5.1 Teknik Adaptasi

Teknik ini digunakan ketika unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan
dalam BSa, atau tidak akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sering digunakan

Universitas Sumatera Utara

27

oleh seorang penerjemah ketika mereka tidak dapat mencari padanan budaya,
contoh: frasa as white as snow dapat dipadankan dengan seputih kapas, karena
kapas lebih dikenal dari pada salju maka padanan salju dengan kapas adalah yang
paling tepat dalam konteks budaya Indonesia. atau what is your name? dapat
dipadankan dengan siapa nama anda, karena nama dalam konteks barat adalah
benda (noun) sedangkan dalam konteks budaya Indonesia merupakan pelaku atau
orang.

2.5.2 Teknik Amplifikasi

Teknik penerjemahan ini merupakan penambahan informasi terhadap
suatu konteks budaya. Teknik ini sama dengan eksplisitasi atau parafrasa
eksklifatif. Sebagai contoh: Idul Fitri dapat diparafrasakan menjadi hari raya umat
Islam. Catatan kaki juga merupakan bagian dari amplifikasi.

2.5.3 Teknik Peminjaman

Teknik ini dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu.
Peminjaman ini dibagi menjadi dua yaitu peminjaman bersifat murni (pure
borrowing) tanpa penyesuaian, contoh: mixer yang diterjemahkan menjadi mixer.
Peminjaman

yang

sudah

dinaturalisasi

(naturalized

borrowing)

dengan

penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan, contoh: mixer yang diterjemahkan

Universitas Sumatera Utara

28

menjadi mikser. Kamus resmi pada bahasa sumber merupakan tolak ukur
penggunaan terhadap peminjaman kata.

2.5.4 Teknik Kalke

Teknik penerjemahan ini sering juga dikenal dengan istilah penerjemahan
literal. Penerjemah ini dilakukan ketika suatu kata atau frasa asing telah diadopsi
kedalam BSa dan sudah menjadi baku didalam kamus resmi, contoh: Directorate
General diterjemahkan menjadi Direktorat Jendral.

2.5.5 Teknik Kompensasi

Teknik penerjemahan ini dilakukan untuk memberikan keterangan yang
akrab ditelinga pembaca BSa dengan cara menyampaikan pesan pada bagian lain
dari teks terjemahan. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi. Hal ini dilakukan
karena adanya perbedaan gaya pada BSu yang tidak bisa diterapkan pada BSa,
contoh: A pair of scissors diterjemahkan menjadi sebuah gunting.

2.5.6 Teknik Deskripsi

Universitas Sumatera Utara

29

Teknik ini dilakukan dengan mengganti sebuah istilah dengan deskripsi
fungsi dan bentuknya, contoh: hot dog diterjemahkan menjadi roti panggang
dengan isi daging dan sayur yang merupakan makanan sehari hari bagi
masyarakat Amerika.

2.5.7 Teknik Kreasi Diskursif

Teknik penerjemahan ini bertujuan untuk menarik perhatian para pembaca.
Teknik ini sering digunakan dalam penerjemahan judul buku dan film. Teknik ini
dilakukan dengan membuat padanan yang keluar dari konteks, contoh: the
alchemist diterjemahkan menjadi sang Alchemist.

2.5.8 Teknik Padanan Lazim

Teknik ini menggunakan istilah atau ungkapan yang paling lazim atau
paling akrab ditelinga pembaca BSa. Hal ini dilakukan agar pesan dari BSu dapat
lebih mudah dimengerti didalam BSa, contoh: angkot lebih dikenal dari pada
transportasi umum, handphone lebih dikenal daripada telepon genggam.

Universitas Sumatera Utara

30

2.5.9 Teknik Generalisasi

Teknik ini dilakukan ketika suatu kata atau frasa dalam BSa tidak
memiliki padanan yang spesifik, sehingga harus menggunakan istilah yang lebih
umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik, contoh: Mansion diterjemhakan
menjadi tempat tinggal.

2.5.10 Teknik Amplifikasi Linguistik

Teknik ini dilakukan dengan menambahkan unsur linguistik dalam BSa,
contoh: no way diterjemahkan menjadi De ninguna de las maneras dalam bahasa
Spanyol, dari cara apaun jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Teknik ini
digunakan dalam penerjemahan konsekutif.

2.5.11 Teknik Kompresi Linguistik

Teknik ini digunakan dalam penerjemahan simultan dan penerjemahan
teks film, yaitu dengan mensintesa unsur linguistic pada BSa, contoh: yes so
what? Diterjemahkan menjadi y? dalam bahasa Spanyol.

2.5.12 Teknik Penerjemahan Harfiah

Teknik ini dilakukan dengan menerjemahkan teks secara kata demi kata
dan tidak mengaitkannnya dengan konteks sosial budaya, contoh: and on it is a

Universitas Sumatera Utara

31

vast temple with many bells,’said the woman, diterjemahkan dan diatasnya ada
kuil yang luas dengan banyak lonceng,” kata perempuan itu.

2.5.13 Teknik Modulasi

Teknik penerjemahan ini bertujuan untuk mengubah fokus atau kategori
kognitif, contoh: Nobody doesn’t love his mother diterjemahkan menjadi semua
orang sayang kepada ibunya. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat
leksikal ataupun structural.

2.5.14 Teknik Partikularisasi

Teknik ini merupakan kebalikan dari teknik generalisasi. Teknik ini
menggunakan istilah yang lebih konkrit, presisi atau spesifik, contoh: land
transportation diterjemahkan menjadi mobil.

2.5.15 Teknik Reduksi

Teknik

ini

dilakukan

dengan

penghilangan

secara

parsial,

dan

penghilangan tersebut diyakini tidak akan menimbulkan kekacauan makna,
contoh: durian the original fruit of Indonesia diterjemahkan menjadi durian.

Universitas Sumatera Utara

32

2.5.16 Teknik Subsitusi

Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur linguistic dan paralinguistic
(intonasi atau isyarat), contoh: bahasa isyarat dalam budaya Italia, yaitu dengan
menepukkan tangan diperut diterjemahkan menjadi benci, muak terhadap
seseorang.

2.5.17 Teknik Transposisi

Teknik penerjemahan dengan melakukan perubahan terhadap kategori
gramatikal. Teknik ini merupakan teknik pergeseran kategori, struktur dan unit.
Seperti perubahab kata menjadi frasa, contoh: worse diterjemahkan menjadi
sangat buruk.

2.5.18 Teknik Variasi

Teknik ini biasanya digunakan dalam menerjemahkan naskah drama.
Teknik ini dilakukan dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik
(intonasi dan isyarat) yang akan mempengaruhi perubahan tona tekstual, gaya
bahasa, dialek goegrafis dan dialek sosial.

Universitas Sumatera Utara

33

2.6. Metode Penerjemahan

Metode penerjemahan merupakan suatu cara untuk menetukan arah dan
karakteristik penerjemah dalam menerjemahkan kalimat. dalam hal Newmark
pernah mengemukakan beberapa metode penerjemahan yang dapat digunakan
untuk menentukan arah dan karakteristik sebuah penerjemahan, yang di kenal
dengan diagram V. pada diagram V tersebut Newmark membagi metode
penerjemahan kedalam dua kategori besar yaitu penekanan pada bahasa sumber
dan penekanan pada bahasa sasaran.

Metode penekanan pada bahasa sumber merupakan suatu metode
penerjemahan yang yang berorientasi atau lebih menitikberatkan pada bahasa
sumber. Metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber terdiri dari
1) terjemahan kata demi kata 2) penerjemahan harfiah 3) penerjemahan setia 4)
dan penerjemahan semantik. Jika keempat metode penerjemahan di atas lebih
mendominasi dalam suatu penerjemahan maka dapat di ambil suatu kesimpulan
bahwa karakteristik seorang penerjemah tersebut lebih berorientasi pada bahasa
sumber.

Metode penekanan pada bahasa sasaran merupakan suatu metode
penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran. Newmark membagi metode
penerjemahan kedalam 4 bagian yaitu 1) penerjemahan adaptasi, 2) penerjemahan
bebas, 3) penerjemahan idimatik, 4) penerjemahan komunikatif. Jika metode yang
di gunakan oleh seorang penerjemah lebih condong pada bahasa sasaran, maka

Universitas Sumatera Utara

34

metode penerjemahan yang diterapkan adalah metode penekanan pada bahasa
sasaran.

Berbeda dengan teknik penenerjemahan yang berada pada tatanan mikro,
maka metode penerjemahan merupakan suatu tatanan makro dalam sebuah
terjemahan. Peneliti menganalogikan metode penerjemahan seperti sebuah rumah.
Suatu benda dikatakan rumah (tatanan makro) jika telah terdiri atas beberapa
bagian seperti jendela, atap, pintu, pondasi, dinding (tatanan mikro). Sehingga
untuk mengetahui metode penerjemahan lebih dianjurkan untuk meneliti teknik
terlebih dahulu, karena keduanya memiliki sebuah tatanan yang saling berkaitan.

Metode penerjemahan yang digunakan akan sangat mempengaruhi hasil
terjemahan teks itu sendiri, karena metode penerjemahan merupakan sebuah cara
yang digunakan dalam proses penerjemahan dimana maksud dan tujuan dari
seorang penerjemah menjadi factor yang sangat penting. Molina dan Albir
(2002:507-508) menyatakan bahwa, “Translation method refers to the way of a
particular translation process that is carried out in terms of the translator’s
objective,

i’e.,

a

global

option

that

affects

the

whole

texts”.

salah satu metode penerjemahan yang paling banyak digunakan oleh
peneliti bidang ilmu penerjemahan adalah Newmark. Menurut Newmark,
(1998:45) terdapat dua model penekanan yang bersifat teknis, yaitu penekanan
pada bahasa sumber (source language emphasis) dan penekanan pada bahasa
sasaran (target language emphasis).

Universitas Sumatera Utara

35

SL Emphasis

TL Emphasis

Word-for-word translation

Adaptation

Literal translation

Free translation

Faithful translation

Idiomatic translation

Semantik translation

Communicative translation

Diagram 2.1: Diagram V Metode penerjemahan (Newmark, 1998:45)

Diagram diatas menjelaskan bahwa terdapat dua penekanan yang bersifat
teknis yaitu penekanan pada bahasa sumber (SL Emphasis) dan penekanan pada
bahasa sasaran (TL Emphasis), dan masing masing dari keduanya memiliki empat
metode penerjemahan. (SL Emphasis) lebih berorientasi pada bahasa sumber yang
bertujuan untuk mewujudkan dengan sempurna makna kontekstual penulis,
meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantik. (TL Emphasis) lebih
berorientasi pada bahasa sasaran yang bertujuan untuk menghasilkan dampak
yang

relative

sama

dengan

yang

diharapkan

oleh

penulis

asli.

Berikut ini merupakan klasifikasi penerjemahan menurut Newmark:

2.6.1 Penerjemahan Kata-demi-kata
Penerjemahan kata-demi-kata merupakan metode penerjemahan yang
sangat terikat pada susunan kata. Metode penerjemahan ini hanya mencari
padanan kata BSu dalam BSa sehingga susunan kata dalam kalimat akan sama
persis dengan susunan kata dalam kalimat BSu, karena setiap kata diterjemahkan
satu demi satu berdasarkan makna umum dan bukan berdasarkan pada suatu

Universitas Sumatera Utara

36

konteks tertentu. Metode ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan suatu teks
yang sulit dengan tujuan untuk memahami mekanisme teks BSu. Namun
umumnya metode penerjemahan ini akan menghasiskan penerjemahan yang
ambigu:

BSu: John buys an expensive sport car
BSa: John membeli sebuah mahal olahraga mobil
Terjemahan diatas sangat rancu dan janggal karena frase “sebuah mahal
olahraga mobil” tidak berterima dalam tatanan bahasa Indonesia. Pada hakikatnya
model penelitian seperti ini sangat tidak lazim dalam menerjemahkan suatu
kalimat. karena banyak kalimat yang memiliki konteks budaya yang harus
dinterpretasikan dengan cara berbeda dalam rangka untuk memberikan informasi
yang lengkap terhadap pembaca bahasa sasaran.

2.6.2 Penerjemahan Harfiah

Penerjemahan harfiah (Literal Translation) berada di tingkat kedua. Dalam
proses penerjemahannya, metode ini mencari konstruksi grammatical BSu yang
sepadan didalam BSa, namun belum mencerminkan kesepadanan konteks budaya.
Atau kalimat tersebut sama sekali tidak memiliki konteks budaya, contoh:

BSu: His hearth is in the right place.
BSa: Hatinya berada ditempat yang benar.
Jika dilihat penerjemahan diatas sudah sepadan namun belum memiliki
konteks yang sesuai dalam BSu, karena sebaiknya diterjemahkan menjadi

Universitas Sumatera Utara

37

“hatinya tentram”. Sehingga kalimat di atas kurang nyaman dan kurang berterima
pada bahasa sasaran. Hal senada juga dikatakan oleh (Larson, 1984:15) Pilihan
kata yang terlalu setia dengan bahasa sumbernya akan mengakibatkan terjemahan
terdengar asing. Merujuk pada pendapat Larson diatas maka jika penerjemahan
lebih menekankan pada bahasa sumber atau penerjemahan harfiah maka
penerjemahan tersebut akan kurang berterima.

2.6.3 Penerjemahan Setia

Terjemahan setia (faithful translation) merupakan metode penerjemahan
yang menciptakan kembali makna kontekstual dari teks asli dengan tepat dalam
batasan-batasan struktur gramatikal teks sasaran, namun masih terdapat kesalahan
pada tata bahasa dan pemilihan kata. penerjemahan ini menitik beratkan pada
maksuddan tujuan TSu, contoh:

BSu: She has quite a few books.
BSa: Dia mempunyai sama sekali tidak banyak buku.
Penerjemahan diatas masih terdengar kaku, karena hanya menitik
beratkan pada maksud dan tujuan TSu. Seharusnya diterjemahkan dengan “Bukubukunya tidak sedikit. Penerjemahan setia juga penerjemahan yang menitik
beratkan pada bahasa sumber. Sangat jelas terlihat ketidak laziman terjemahan
tersebut karena lebih setia pada konteks dan tatanan bahasa sumber.

Universitas Sumatera Utara

38

2.6.4 Penerjemahan Semantis

Penerjemahan semantis (Semantic translation) berada di tingkatan paling
dasar dari diagram V Metode penerjemahan Newmark. Penerjemahan semantis
biasanya mempertimbangkan unsur keindahan (estetika) teks BSu dan lebih
fleksibel dibandingkan penerjemahan setia, contoh:

BSu: I know computer like the back of my hand.
BSa: bagi saya komputer itu mudah, semudah membalikkan telapak tangan.
“know computer like the back of my hand” diterjemahkan secara sangat
fleksibel dan memiliki konteks budaya yang cukup kental serta memiliki batasan
fungsional yang berterima dalam BSa. Tetapi terjemahan tersebut belum tepat dan
seharusnya diterjemahkan menjadi “ saya sangat mahir dibidang komputer”.
Penerjemahan semantis merupakan metode yang berorientasi pada bahasa sumber,
sehingga bisa kita lihat bahwa hasil dari penggunaan penerjemahan tersebut
kurang berterima atau cenderung mubazir.

2.6.5

Penerjemahan Adaptasi

Penerjemahan

adaptasi

(Adaptation)

biasanya

digunakan

untuk

menerjemahkan puisi dan drama, karena metode penerjemahan ini adalah yang
paling bebas, dan istilah saduran sangat dapat diterima namun tidak
mengorbankan tema, karakter dan alur cerita. Banyak teks lagu dan naskah drama
yang telah diadaptasi dan disadur berdasarkan pembaca BSa namun harus tetap

Universitas Sumatera Utara

39

mempertahankan

semua

karekter

dan

alur

cerita

TSu,

contoh:

(http://anotherfool.wordpress.com) :
BSu: Hey Jude,don’t make it bad take a sad song and make it better remember to
let her into your heart then you can start to make it better (Hey Jude by The
Beatles,196)
BSa: Kasih, dimanakah mengapa kau tinggalkan aku ingatlah-ingatlah kau padaku
janji setiamu tak kan kulupa.
Contoh penerapan metode penerjemahan diatas sangat bebas, namun tidak
mengorbankan makna yang diharapkan dalam bahasa sumber. Metode
penerjemahan ini sangat berorientasi pada bahasa sasaran, sehingga sangat mudah
untuk dipahami oleh pembaca bahasa sasaran.

2.6.6 Penerjemahan Bebas

Penerjemahan bebas (free translation) biasanya lebih panjang dari teks
aslinya dan cenderung bertele-tele, hal ini bertujuan agar pesan BSu dapat mudah
dimengerti dalam BSa. Seperti yang dicontohkan oleh Soemarno dalam Sinde
(2012:40).

1. BSu: The flowers in the garden
BSa: Bunga- bunga yang tumbuh dikebun.
2. BSu: How they live on what he makes?
BSa: Bagaimana mereka dapat hidup dengan penghasilannya?

Universitas Sumatera Utara

40

Contoh penerjemahan kedua kalimat diatas sangat bebas, hal ini bertujuan
agar pembaca bahasa sasaran bisa dengan sangat mudah memahami kalimat
tersebut.

2.6.7 Penerjemahan Idiomatik

Menurut Larson dalam Sinde (2012:41) mengatakan bahwa terjemahan
idiomatic menggunakan bentuk alamiah dalam teks BSa-nya, sesuai dengan
konstruksi grammatikalnya dan pilihan leksikalnya. Terjemahan yang benar-benar
idiomatic tidak tampak seperti hasil terjemahan. Hasil terjemahannya seolah-olah
hasil tulisan langsung dari penutur asli. Maka seorang penerjemah yang baik akan
mencoba

menerjemahkan

teks

secara

idiomatik.

Newmark

(1988:47)

menambahkan bahwa penerjemahan idiomatic memproduksi pesan teks BSa
dengan ungkapan yang lebih alamiah dan akrab daripada teks BSu. Berikut
beberapa contoh penerjemahan idiomatik:

1. BSu : lips service.
BSa : Manis mulut.
2. BSu : let’s get the ball rolling
BSa : Mari kita mulai.

Pola penerjemahan ideomatik cendrung terlihat keluar dari konteks, namun
hal ini sangat tepat dilakukan karena suatu budaya dalam bahasa sumber belum
tentu dapat kita temukan dalam bahasa sasaran. Dalam hal ini penerjemah harus
mampu mencari padanan budaya yang paling mirip atau dekat.

Universitas Sumatera Utara

41

2.6.8 Penerjemahan Komunikatif

Menurut Machali (2009:83) menyatakan bahwa metode ini memperhatikan
prinsip-prinsip komunikasi, yaitu mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan.
Contoh dari metode penerjemahan ini. Machali (2009:83) memberikan contoh
penerjemahan kata spine dalam frase thons spines in old reef sediments. Apabila
kata tersebut diterjemahkan untuk para ahli atau kalangan ilmuan biologi,
padanannya adalah spina (istilah teknis latin), tetapi apabila diterjemahkan untuk
khalayak pembaca yang lebih umum, kata tersebut dapat diterjemahkan menjadi
“duri”.

2.7

Kualitas Terjemahan

Penerjemahan yang berkualitas dapat di nilai dari tiga aspek utama yaitu:
kualitas keakuratan terjemahan, kualitas keberterimaan terjemahan, kualitas
keterbacaan terjemahan. Untuk menilai ketiga kualitas penerjemahan tersebut
tidak dapat dilakukan dengan orang-perorangan, karena 10 orang penerjamah
tidak pernah sama dalam menerjemahkan suatu teks. Oleh karena itu diperlukan
suatu teori yang berkaitan dengan penilaian ketiga aspek utama penerjemahan
tersebut. Berikut ini akan dijelaskan ketiga aspek utama kualitas penerjemahan
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

42

2.7.1 Kualitas Keberterimaan Terjemahan

Keberterimaan merupakan kewajaran terjemahan berdasarkan norma budaya
dan bahasa sasaran. Suatu terjemahan dapat dikatakan berterima jika dalam proses
penerjemahannya mengikuti norma budaya pada BSa. (Munday, 2001)
menyatakan bahwa jika norma yang diikuti merupakan budaya dan bahasa BSu
maka terjemahannya akan menjadi

adequate, sementara jika terjemahannya

mengikuti norma budaya dan Bsa maka terjemahannya akan berterima
(acceptable).

Munday hanya membagi kualitas terjemahan dalam hal keberterimaan
kedalam dua kategori yaitu: adequate dan acceptable. Menurut Munday suatu
terjemahan dikatakan berterima jika penerjemah dalam proses penerjemahannya
berorientasi pada bahasa sasaran dan konteks budaya sasaran. Jika sebaliknya
maka tentu tejemahan tersebut akan kurang berterima.

2.7.2 Kualitas Keakuratan Terjemahan

Keakuratan

termasuk

penting dalam

menilai

kualitas

terjemahan.

Keakuratan terjemahan memang tidak bisa dipisahkan dengan kesepadanan
antara bahasa sumber dengan bahasa tujuan. Kesepadanan yang dimaksud
bukanlah hanya arti secara bentuk namun yang terpenting adalah pesan dan ide
juga harus tersampaikan dengan baik.

Machali (2000:110) menambahkah dari segi ketepatan pemadanan kata
dapat dilihat dari aspek linguistik, semantik dan pragmatik. Keakuratan tidak

Universitas Sumatera Utara

43

hanya dilihat dari ketepatan pemilihan kata tetapi juga ketepatan gramatikal,
kesepadanan makna dan pragmatik. Agar kualitas keakuratan semakin dekat
dengan bahasa sumber, maka seorang penerjemah sangat dituntut untuk
memahami kedua budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik.

2.7.3 Kualitas Keterbacaan Terjemahan

Keterbacaan merupakan suatu tolak ukur mudah atau sulitnya suatu terjemahan
dipahami. Tolak ukur yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
keterbacaan ialah pembaca bahasa sasaran. Suatu teks dapat dikatakan berhasil
dari segi keterbacaannya jika tidak terdapat kebingungan dalam memahami teks
terjemahan tersebut.

Nababan (2003) menambahkan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
tingkat keterbacaan suatu produk terjemahan mencakup: (1)penggunaan
kata/kalimat

asing

dan

daerah,

(2)penggunaan

kata/kalimat

ambigu,

(3)penggunaan kalimat yang tidak lengkap, (4)panjang rata-rata kalimat,
(5)penggunaan kalimat-kalimat kompleks, dan (6)alur pikiran yang tidak runtut
dan tidak logis. Selain faktor yang bersifat kebahasaan di atas, faktor
kemampuan memahami kedua budaya yaitu budaya bahasa sumber dan bahasa
sasaran, serta pengalaman pembaca sangat berpengaruh dalam menentukan
keterbacaan.

Universitas Sumatera Utara

44

2.8 Alasan Pemilihan Teori Terjemahan

Penelitian ini menggunakan teori dari Molina dan Albir, hal ini
dikarenakan teori tersebut memiliki 18 poin dalam menjelaskan uraian
terjemahan. Pada 18 poin tersebut bisa menjelaskan seluruh teks terjemahan
dalam novel warrior of the light dengan sangat jelas dan terperinci. Sehingga
frasa, klausa, dan kalimat dalam novel tersebut dapat dengan sempurna
diklarifikasikan berdasarkan teknik 18 poin yang ada.

Untuk menganalisa metode penerjemahan, peneliti menggunakan diagram
V dari Newmark. Dalam hal ini Newmark membagi metode penerjemahan
kedalam dua kategori, kategori pertama berorientasi pada bahasa sumber.
Ketegori kedua berorientasi pada bahasa sasaran. Kedua metode tersebut memiliki
kelebihan dan kekurangan. Sehingga disinilah perlunya seorang penerjemah teliti
dalam memilih metode penerjemahan. Analisis terhadap metode penerjemahan
perlu dilakukan dalam rangka untuk mengetahui dan memberikan informasi yang
baik, khususnya bagi para penerjemah.

Sedangkan,

dalam

menentukan

kualitas

terjemahan

dalam

hal

keberterimaan pesan, peneliti bersandar pada teori Munday. Munday menilai
bahwa mutu dari suatu keberterimaan terjemahan sangat ditentukan oleh
kecendrungan terhadap budaya dalam BSa bukan BSu. Sehingga peneliti juga
melihat hal yang sama sehingga memilih teori tersebut. Dalam teori tersebut
Munday hanya membagi kualitas keberterimaan kedalam dua kategori yaitu:
adequate dan acceptable. Hal senada juga disampaikan oleh (Larson, 1984:15)

Universitas Sumatera Utara

45

bahwa pilihan kata yang terlalu setia dengan bahasa sumbernya akan
mengakibatkan terjemahan terdengar asing.
Kata “asing” menurut Larson merupakan suatu gambaran terjemahan yang
sulit dipahami atau bahkan mungkin membingungkan. Sehingga Munday
menjelaskan teorinya bahwa jika suatu terjemahan berorientasi pada bahasa
sumber maka penerjemahan tersebut adequate, dan jika suatu terjemahan
berorientasi pada bahasa sasaran maka terjemahan tersebut akan acceptable.

Ketiga teori diatas akan sangat membantu peneliti dalam melaksanakan
penelitiannya, karena ketiga teori tersebut saling berhubungan. Dalam hal ini
peneliti melihat bahwa teknik penerjemahan merupakan suatu tatanan mikro,
sedangkan metode penerjemahan merupakan suatu tatanan makro pada sebuah
terjemahan. Sehingga ketika penelitian terhadap teknik dilakukan maka akan
sangat mudah untuk mengetahui metode penerjemahan yang digunakan.

Begitu juga dengan kualitas terjemahan dari segi keberterimaan
terjemahan juga akan sangat mudah dilakukan karena dalam penelitian terhadap
metode penerjemahan sudah dilakukan, maka peneliti hanya perlu untuk
menentukan terhadap orientasi penerjemahan tersebut. Walaupun ketiga teori
tersebut berbeda namun pada dasarnya teori-teori tersebut menciptakan suatu
tatanan yang sangat sempurna dalam meneliti teknik, metode dan kualitas
keberterimaan terjemahan.

Universitas Sumatera Utara