Analisis Tingkat Konsumsi dan Preferensi Konsumen Bawang Merah Segar di Kota Medan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan yang sejak
lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditi sayuran ini termasuk
ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu
penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditi ini juga merupakan
sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup
tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah.
Bawang merah juga makanan padat nutrisi yang berarti rendah kalori dan
tinggi nutrisi serta bermanfaat sebagai vitamin, mineral dan antioksidan
(Balitbang Pertanian, 2006). Masyarakat Indonesia dengan beragam kuliner
nusantara sangat banyak menggunakan racikan bumbu tradisional yang tidak
lepas dari penggunaan bawang merah sebagai penyedap rasa alami.
Bawang merah (Allium ascolonicum L.) merupakan salah satu komoditas
pertanian jenis
hortikultura yang sangat vital selain cabaiyang banyak
dikembangkan di Indonesia dan memiliki peranan penting bagi perekonomian di
Indonesia.Bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sudah banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia.
Permintaan akan bawang merah dari tahun ketahun makin meningkat.
Menurut (Deptan 2005), kebutuhan bawang merah untuk industri berkisar sebesar
40 ton/tahun,untuk kebutuhan benih diperkirakan berkisar 80.000 ton dan untuk
kebutuhan ekspor bawang merah pada tahun 2014 berkisar
ii
4.439 ton,
berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan bawang merah pada
tahun 2014 di dalam negeri
diperkirakan
sebesar 752, 329 ton sedangkan
produksi didalam negeri sendiri pada tahun 2014 yaitu sebesar 1.227, 839 ton,
jauh lebih besar dari jumlah yang dikonsumsi.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia.
Halini dikarenakan perubahan harga bawang merah dapat mempengaruhi inflasi.
Datainflasi bulanan dari BPS menunjukkan selama tahun 2011-2013 inflasi
tertinggiterjadi pada bulan Juli 2013 dengan nilai inflasi sebesar 3.29 persen.
Salah satupenyebab inflasi yang tinggi ini adalah adanya kenaikan harga bawang
merah.
Harga bawang merah pada bulan Juli 2013 naik sebesar 67.04 persen dari
bulanJuni 2013. Bawang merah menyumbang 0,48 persen terhadap inflasi bulan
Juli2013 (BPS 2013). Sementara pada tahun 2016 data inflasi bulanan dari BPS
mencatat kenaikan harga bawang merah dan beberapa jenis cabai-cabaian
memberi dampak terhadap inflasi Maret 2016 yang berada pada angka 0,19%.
Hal ini disebabkan pertama bawang merah mengalami kenaikan harga sebesar
31,99% dengan andil 0,16%. Kenaikan ini terjadi karena curah hujan yang tinggi
sehingga mengakibatkan gagal panen, terjadi kenaikan IHK di 74 kota dan nilai
IHK tertinggi ada di daerah tegal 86% dan Kudus 71%.
Kedua, kenaikan harga cabai merah yakni 20,37% menyumbang inflasi
sebesar 0,13% dan cabe rawit yakni 31,52% menyumbang inflasi sebesar 0,05%,
serta bawang putih dengan kenaikan harga 8,46% dan menyumbang inflasi
sebesar 0,02%. Hal ini juga di sebabkan karna intensitas curah hujan yang tinggi,
pasokan cabai menjadi berkurang karena gagal panen (SindoNews.com, 2016).
ii
Nilai kontribusi bawang merah terhadap inflasi ini merupakanyang tertinggi
diantara kelompok bahan makanan lainnya. Hal tersebut yangmenyebabkan
bawang merah masuk dalam kelompok produk pertanian pentingpengendali
inflasi bersama dengan cabai dan bawang putih (Kementan, 2015).Sebagai salah
satu komoditas pertanian yang dapat menyebabkan inflasi, agribisnisbawang
merah di Indonesia tidak terlepas dari campur tangan pemerintah baik padaaspek
produksi maupun pada aspek perdagangan.
Di sisi lain, permintaan bawang merah di Indonesia terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bawang merah mempunyai tingkat
partisipasi konsumsi yang tinggi. Menurut data dari BPS tahun 2015, konsumsi
per kapita bawang merah di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 2.49
kg/tahun,dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 252.164.800 jiwa pada tahun
2014, maka total jumlah konsumsi bawang merah oleh masyarakat di Indonesia
sebesar 627.890 ton.
Kebutuhan atau konsumsi bawang merah di Sumatera Utara terus
berfluktuasi dan produksi bawang merah masih belum mampu memenuhi
konsumsi bawang merah di Sumatera Utara.
Besarnya tingkat konsumsi bawang merah di Provinsi Sumatera Utara
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
ii
Tabel 1. Konsumsi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2011
Jumlah Penduduk
Tahun
(Jiwa)
2007
12.834.371
2008
13.042.317
2009
13.103.596
2010
12.982.204
2011
13.215.401
Jumlah
65.066.084
Sumber: BPS Sumatera Utara,2011
Konsumsi
(Kg/Kapita
/Tahun)
Total Konsumsi
Produksi
(Ton)
(Ton)
2,97
3,05
2,93
2,6
3,18
14,73
38.118
39.779
38.818
33.754
41.670
192.139
11.005
12.071
12.655
9.413
12.449
57.593
Gambar 1. Perbandingan konsumsi dengan produksi bawang merah
Dari data pada Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi
bawang merah di Sumatera Utara lebih tinggi dari pada jumlah produksi bawang
merah, artinya produksi bawang merah di Sumatera Utara masih belum mampu
memenuhi konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Hal ini menjadi masalah
dan ancaman bagi pemenuhan konsumsi bawang merah khuisusnya di Kota
Medan.
Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan menjadikan
ii
ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan
seringkali kurang dari kebutuhan, belum lagi sering menipisnya pasokan bawang
merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas
tersebut.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang
termasuk dalam golongan sayur-sayuran dengan jumlah konsumsi tertinggi
diantara golongan sayur-sayuran lainnya. Medan sebagai kota administratif
mempunyai jumlah penduduk 2.135.156 jiwa dengan laju pertumbuahan
penduduk 0,60% sangat ketergantungan akan konsumsi pangan, salah satunya
yaitu bawang merah (BKP Medan 2014).Konsumsi bawang merah di Kota
Medan tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Bawang Merah di Kota Medan
No
Pemakaian Bawang
Merah
Total Pemakaian bawang
Merah
Jumlah (Ton)
Persentase
2009
2011
2013
2015
2009
2011
2013
2015
11.051
19.268
8.167
8.434
100
100
100
100
19
0
0
0,17
0
0
0
0
1
Pakan ternak
2
Bibit
0
46
20
20
0
0,24
0,24
0,24
3
Diolah
0
0
0
0
0
0
0
0
4
Tercecer
5
Yang di makan
276
1.611
683
705
2,5
8,36
8,36
8,36
10.756
17.611
7.464
7.709
97,3
91,4
91,4
91,4
(Sumber : BKP Kota Medan, 2016)
Pada Tabel 2 dapat dilihat pemakaian bawang merah tahun 2009
sebagai bahan makanan sebanyak 10.756 ton atau sebesar 97,3% dari total
pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer
sebanyak 276 ton atau 2,50% dari total pemakaian bawang merah di Kota
Medan. Sisanya digunakan untuk pakan ternak sebanyak 19 ton atau 0,17%
dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.
ii
Tahun 2011 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi
sebanyak 17.611 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 1.611 ton atau 8,36%
dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan. Sisanya digunakan
untuk bibit sebanyak 46 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan.
Pada tahun 2013 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi
sebanyak 7.464 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 683 ton atau 8,36%
dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan
untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan.
Sedangkan pada tahun 2015 bawang merah sebagai bahan makanan
dikonsumsi sebanyak 7.709 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian
bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 705
ton atau 8,36% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya
digunakan untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian
bawang merah di Kota Medan.Hal ini menunjukkan adanya kenaikan pada
konsumsi bawang merah setiap tahunnya.
Sedangkan untuk tingkat konsumsi bawang merah per kapita di Kota
Medan disajikan pada Tabel 3 berikut :
ii
Tabel 3. Konsumsi Bawang Merah Per Kapita di Kota Medan
Tahun
Konsumsi bawang merah
Ton/tahun
Jumlah Penduduk
Jiwa
Konsumsi Bawang merah per kapita
ton/tahun
kg/hari
2009
10.756
2.121.053
0,005
0,014
gram/hari
13,893
2011
17.611
2.117.224
0,008
0,023
22,789
2013
7.464
2.135.516
0,003
0,009
9,576
2015
7.709
2.497.183
Sumber: BKP Kota Medan, 2016
0,003
0,008
8.337
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 konsumsi
bawang merah sebanyak 10.756 ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah
per
kapita0,005
ton/kap/tahun
atau
0,014
kg/kap/hari
atau
13,893
sebesar
17.611
gram/kap/hari.
Pada
tahun
2011
konsumsi
bawang
merah
ton/kap/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,005 ton/tahun
atau 0,023 kg/kap/hari dan 22,789 gram/kap/hari.
Selanjutnya pada tahun 2013 konsumsi bawang merah sebesar 7.464
ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun
atau 0,009 kg/kap/hari dan 9,576 gram/kap/hari. Sedangkan pada tahun 2015
konsumsi bawang merah sebesar 7.709 ton/kap/tahun, dengan konsumsi
bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun atau 0,008 kg/kap/hari dan
8,337 gram/kap/hari.
Tingkat konsumsi konsumen terhadap bawang merah segar sebagai salah
satu bahan pangan yang strategis selain Beras dan Cabe Merah memberikan
kontribusi yang cukup tinggi terhadap ketersediaan pangan di Kota Medan.
Keragaman karekteristik yang melekat pada produk bawang merah segar
menimbulkan beragam preferensi dari konsumen sebagai pengambil keputusan
akhir untuk membeli.Perbedaan status sosial, budaya, pengaruh lingkungan, daya
ii
beli, motivasi dan gaya hidup menciptakan prilaku konsumen yang berbeda beda
dalam hal mengkonsumsi bawang merah segar.
Hal ini secara bersamaan menciptakan peluang bagi para produsen untuk
menyediakan produk bawang merah segar dengan berbagai pilihan produk
bawang merah segar seperti harga, kelembaban/kekeringan dan ukuran yang
bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta segmen pasar
yang dituju oleh pedagang.
Bawang merah segar yang tersedia di pasar berbagai macam ragam, baik
dari ukuran umbi, harga, aroma, kelembaban/kekeringan dan sumber produksinya.
Sehingga konsumen bebas memilih berbagai jenis bawang merah yang mereka
sukai. Ada berberapa jenis bawang merah segar yang ditawarkan di pasaran baik
berasal dari lokal maupun impor, diantaranya bawang merah Samosir, Berastagi
dari Medan, bawang merah Solok dari sumatera Barat, bawang merah Bima
Brebes dari Jawa Tengah. Selain bawang merah lokal, pasokan bawang merah
segar di pasar- pasar tradisional juga diimpor dari luar negeri diantaranya dari
negara India, Cina, Thailand dan Vietnam.
Aroma dari berbagai jenis bawang merah segar juga beragam, bawang
merah lokal mempunyai aroma wangi yang tajam dan pekat serta rasa yang gurih
bila ditambahkan pada masakan, sedangkan bawang merah impor aroma
wanginya tidak terlalu tajam dan rasanya kurang gurih. Namun sebagian besar
konsumen
pada
penelitian
ini
masih
memperhatikan
aroma,
hargadan
kembaban/kekeringan sebagai salah satu preferensi mereka dalam memutuskan
membeli bawang merah segar.
ii
Ukuran dan warna kulit bawang merah segar memiliki karekteristik yang
berbeda beda, misalkan ukuran dan warna kulit bawang merah lokal mempunyai
ukuran umbi yang tidak terlalu besar dan warna kulit merah-ungu tua disertai
dengan tingkat kelembaban/kekeringan yang baik,sedangkan ukuran dan warna
kulit bawang merah impor umumnya mempunyai ukuran umbi yang lebih besar
dari bawang lokal dan
kulit berwarna merah ungu muda, dengan tingkat
kelembaban / kekeringan yang kurang baik.
Dari sisi harga bawang merah lokal cenderung lebih mahal dibandingkan
dengan
bawang
merah
impor.
Berdasarkan
data
dari
Kemenperindag
menunjukkan bahwa rata-rata harga eceran bulanan bawang merah segar dalam
negeri pada tahun (2013- 2014) berkisar antara Rp. 18.898 – Rp. 60.768/kg
dengan harga rata-rata sebesar Rp 28.479/kg. Sementara itu, harga bawang merah
impor jauh lebih rendah dari harga bawang merah di dalam negeri. Harga bawang
merah impor berkisar antara Rp 2.433 –Rp. 12.269/kg dengan harga rata-rata
sebesar Rp. 5.139/kg. Meskipun selisih harga bawang merah lokal lebih tinggi
dari bawang merah impor hal ini selalu diikuti dengan permintaan bawang merah
lokal yang lebih tinggi dibandingkan permintaan bawang merah impor.
Keputusan membeli bawang merah segar ada pada diri konsumen. Proses
keputusan konsumen ini terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan terhadap nilai
kegunaanya, pencarian informasi harga barang tersebut, evaluasi alternatif,
pembelian dan kepuasan konsumen terhadap barang tersebut. Konsumen bawang
merah segar pada umumnya adalah ibu rumah tangga sebagai konsumen akhir.
Preferensi konsumen dalam menentukan pilihannya terhadap suatu produk
tertentu tercermin dari sikapnya terhadap produk tersebut. Menurut Kotler dan
ii
Amstrong (2008), sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecendrungan
seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau
gagasan.
Kemampuan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya juga dipengaruhi
oleh karakteristik konsumen itu sendiri salah satunya adalah tingkat pendapatan.
Tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya,
tingkat pendapatan dapat menggambarkan pola tingkat konsumsi dan preferensi
konsumen dalam suatu waktu tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi bawang merah
segar merupakan volume bawang merah yang di konsumsi oleh konsumen dalam
satuan per waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
seseorang yaitu : faktor ekonomi (tingkat pendapatan, kekayaan (warisan) yang
dimiliki, harga, kebijakan fiskal, suku bunga). faktor demografis (komposisi
penduduk,jumlah penduduk dalam suatu wilayah tertentu), dan faktor lainnya
(kebiasaan, adat sosial budaya,dan gaya hidup).
Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap
bawang merah segar baik dari sisi harga, ukuran umbi, kelembaban/kekeringan
maupun aromanya yang menjadi pilihan akhir konsumen untuk memutuskan
mengkonsumsi bawang merah segar sesuai dengan kebutuhannya.
ii
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana tingkat konsumsi
konsumen bawang merah segar di Kota
Medan?
2.
Bagaimanapreferensi konsumen bawang merah segar di Kota Medan?
3.
Bagaimana model kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang
merah segar di Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1.
Untuk menganalisis tingkat konsumsi konsumen bawang merah segar di
Kota Medan.
2.
Untuk menganalisis
preferensi konsumen bawang merah segar di Kota
Medan.
3.
Untuk menganalisis kombinasi
atribut yang paling disukai konsumen
bawang merah segar di Kota Medan.
1.4.Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan untuk memilih jenis, kualitas, dan harga sesuai
dengan kebutuhan konsumen akan bawang merah segar.
ii
2.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan impor bawang merah sebagai
produk subsitusi bawang merah lokal.
3.
Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
untuk penelitian lebih lanjut.
ii
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan yang sejak
lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditi sayuran ini termasuk
ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu
penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Komoditi ini juga merupakan
sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup
tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah.
Bawang merah juga makanan padat nutrisi yang berarti rendah kalori dan
tinggi nutrisi serta bermanfaat sebagai vitamin, mineral dan antioksidan
(Balitbang Pertanian, 2006). Masyarakat Indonesia dengan beragam kuliner
nusantara sangat banyak menggunakan racikan bumbu tradisional yang tidak
lepas dari penggunaan bawang merah sebagai penyedap rasa alami.
Bawang merah (Allium ascolonicum L.) merupakan salah satu komoditas
pertanian jenis
hortikultura yang sangat vital selain cabaiyang banyak
dikembangkan di Indonesia dan memiliki peranan penting bagi perekonomian di
Indonesia.Bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sudah banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia.
Permintaan akan bawang merah dari tahun ketahun makin meningkat.
Menurut (Deptan 2005), kebutuhan bawang merah untuk industri berkisar sebesar
40 ton/tahun,untuk kebutuhan benih diperkirakan berkisar 80.000 ton dan untuk
kebutuhan ekspor bawang merah pada tahun 2014 berkisar
ii
4.439 ton,
berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan bawang merah pada
tahun 2014 di dalam negeri
diperkirakan
sebesar 752, 329 ton sedangkan
produksi didalam negeri sendiri pada tahun 2014 yaitu sebesar 1.227, 839 ton,
jauh lebih besar dari jumlah yang dikonsumsi.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis di Indonesia.
Halini dikarenakan perubahan harga bawang merah dapat mempengaruhi inflasi.
Datainflasi bulanan dari BPS menunjukkan selama tahun 2011-2013 inflasi
tertinggiterjadi pada bulan Juli 2013 dengan nilai inflasi sebesar 3.29 persen.
Salah satupenyebab inflasi yang tinggi ini adalah adanya kenaikan harga bawang
merah.
Harga bawang merah pada bulan Juli 2013 naik sebesar 67.04 persen dari
bulanJuni 2013. Bawang merah menyumbang 0,48 persen terhadap inflasi bulan
Juli2013 (BPS 2013). Sementara pada tahun 2016 data inflasi bulanan dari BPS
mencatat kenaikan harga bawang merah dan beberapa jenis cabai-cabaian
memberi dampak terhadap inflasi Maret 2016 yang berada pada angka 0,19%.
Hal ini disebabkan pertama bawang merah mengalami kenaikan harga sebesar
31,99% dengan andil 0,16%. Kenaikan ini terjadi karena curah hujan yang tinggi
sehingga mengakibatkan gagal panen, terjadi kenaikan IHK di 74 kota dan nilai
IHK tertinggi ada di daerah tegal 86% dan Kudus 71%.
Kedua, kenaikan harga cabai merah yakni 20,37% menyumbang inflasi
sebesar 0,13% dan cabe rawit yakni 31,52% menyumbang inflasi sebesar 0,05%,
serta bawang putih dengan kenaikan harga 8,46% dan menyumbang inflasi
sebesar 0,02%. Hal ini juga di sebabkan karna intensitas curah hujan yang tinggi,
pasokan cabai menjadi berkurang karena gagal panen (SindoNews.com, 2016).
ii
Nilai kontribusi bawang merah terhadap inflasi ini merupakanyang tertinggi
diantara kelompok bahan makanan lainnya. Hal tersebut yangmenyebabkan
bawang merah masuk dalam kelompok produk pertanian pentingpengendali
inflasi bersama dengan cabai dan bawang putih (Kementan, 2015).Sebagai salah
satu komoditas pertanian yang dapat menyebabkan inflasi, agribisnisbawang
merah di Indonesia tidak terlepas dari campur tangan pemerintah baik padaaspek
produksi maupun pada aspek perdagangan.
Di sisi lain, permintaan bawang merah di Indonesia terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Bawang merah mempunyai tingkat
partisipasi konsumsi yang tinggi. Menurut data dari BPS tahun 2015, konsumsi
per kapita bawang merah di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 2.49
kg/tahun,dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 252.164.800 jiwa pada tahun
2014, maka total jumlah konsumsi bawang merah oleh masyarakat di Indonesia
sebesar 627.890 ton.
Kebutuhan atau konsumsi bawang merah di Sumatera Utara terus
berfluktuasi dan produksi bawang merah masih belum mampu memenuhi
konsumsi bawang merah di Sumatera Utara.
Besarnya tingkat konsumsi bawang merah di Provinsi Sumatera Utara
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
ii
Tabel 1. Konsumsi Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun 2007 – 2011
Jumlah Penduduk
Tahun
(Jiwa)
2007
12.834.371
2008
13.042.317
2009
13.103.596
2010
12.982.204
2011
13.215.401
Jumlah
65.066.084
Sumber: BPS Sumatera Utara,2011
Konsumsi
(Kg/Kapita
/Tahun)
Total Konsumsi
Produksi
(Ton)
(Ton)
2,97
3,05
2,93
2,6
3,18
14,73
38.118
39.779
38.818
33.754
41.670
192.139
11.005
12.071
12.655
9.413
12.449
57.593
Gambar 1. Perbandingan konsumsi dengan produksi bawang merah
Dari data pada Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi
bawang merah di Sumatera Utara lebih tinggi dari pada jumlah produksi bawang
merah, artinya produksi bawang merah di Sumatera Utara masih belum mampu
memenuhi konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Hal ini menjadi masalah
dan ancaman bagi pemenuhan konsumsi bawang merah khuisusnya di Kota
Medan.
Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan menjadikan
ii
ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan
seringkali kurang dari kebutuhan, belum lagi sering menipisnya pasokan bawang
merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas
tersebut.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang
termasuk dalam golongan sayur-sayuran dengan jumlah konsumsi tertinggi
diantara golongan sayur-sayuran lainnya. Medan sebagai kota administratif
mempunyai jumlah penduduk 2.135.156 jiwa dengan laju pertumbuahan
penduduk 0,60% sangat ketergantungan akan konsumsi pangan, salah satunya
yaitu bawang merah (BKP Medan 2014).Konsumsi bawang merah di Kota
Medan tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Bawang Merah di Kota Medan
No
Pemakaian Bawang
Merah
Total Pemakaian bawang
Merah
Jumlah (Ton)
Persentase
2009
2011
2013
2015
2009
2011
2013
2015
11.051
19.268
8.167
8.434
100
100
100
100
19
0
0
0,17
0
0
0
0
1
Pakan ternak
2
Bibit
0
46
20
20
0
0,24
0,24
0,24
3
Diolah
0
0
0
0
0
0
0
0
4
Tercecer
5
Yang di makan
276
1.611
683
705
2,5
8,36
8,36
8,36
10.756
17.611
7.464
7.709
97,3
91,4
91,4
91,4
(Sumber : BKP Kota Medan, 2016)
Pada Tabel 2 dapat dilihat pemakaian bawang merah tahun 2009
sebagai bahan makanan sebanyak 10.756 ton atau sebesar 97,3% dari total
pemakaian bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer
sebanyak 276 ton atau 2,50% dari total pemakaian bawang merah di Kota
Medan. Sisanya digunakan untuk pakan ternak sebanyak 19 ton atau 0,17%
dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan.
ii
Tahun 2011 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi
sebanyak 17.611 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 1.611 ton atau 8,36%
dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan. Sisanya digunakan
untuk bibit sebanyak 46 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan.
Pada tahun 2013 bawang merah sebagai bahan makanan dikonsumsi
sebanyak 7.464 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 683 ton atau 8,36%
dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya digunakan
untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian bawang merah
di Kota Medan.
Sedangkan pada tahun 2015 bawang merah sebagai bahan makanan
dikonsumsi sebanyak 7.709 ton atau sebesar 91,4% dari total pemakaian
bawang merah di Kota Medan. Bawang merah yang tercecer sebanyak 705
ton atau 8,36% dari total pemakaian bawang merah di Kota Medan. Sisanya
digunakan untuk bibit sebanyak 20 ton atau 0,24% dari total pemakaian
bawang merah di Kota Medan.Hal ini menunjukkan adanya kenaikan pada
konsumsi bawang merah setiap tahunnya.
Sedangkan untuk tingkat konsumsi bawang merah per kapita di Kota
Medan disajikan pada Tabel 3 berikut :
ii
Tabel 3. Konsumsi Bawang Merah Per Kapita di Kota Medan
Tahun
Konsumsi bawang merah
Ton/tahun
Jumlah Penduduk
Jiwa
Konsumsi Bawang merah per kapita
ton/tahun
kg/hari
2009
10.756
2.121.053
0,005
0,014
gram/hari
13,893
2011
17.611
2.117.224
0,008
0,023
22,789
2013
7.464
2.135.516
0,003
0,009
9,576
2015
7.709
2.497.183
Sumber: BKP Kota Medan, 2016
0,003
0,008
8.337
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 konsumsi
bawang merah sebanyak 10.756 ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah
per
kapita0,005
ton/kap/tahun
atau
0,014
kg/kap/hari
atau
13,893
sebesar
17.611
gram/kap/hari.
Pada
tahun
2011
konsumsi
bawang
merah
ton/kap/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,005 ton/tahun
atau 0,023 kg/kap/hari dan 22,789 gram/kap/hari.
Selanjutnya pada tahun 2013 konsumsi bawang merah sebesar 7.464
ton/tahun, dengan konsumsi bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun
atau 0,009 kg/kap/hari dan 9,576 gram/kap/hari. Sedangkan pada tahun 2015
konsumsi bawang merah sebesar 7.709 ton/kap/tahun, dengan konsumsi
bawang merah per kapita 0,003 ton/kap/tahun atau 0,008 kg/kap/hari dan
8,337 gram/kap/hari.
Tingkat konsumsi konsumen terhadap bawang merah segar sebagai salah
satu bahan pangan yang strategis selain Beras dan Cabe Merah memberikan
kontribusi yang cukup tinggi terhadap ketersediaan pangan di Kota Medan.
Keragaman karekteristik yang melekat pada produk bawang merah segar
menimbulkan beragam preferensi dari konsumen sebagai pengambil keputusan
akhir untuk membeli.Perbedaan status sosial, budaya, pengaruh lingkungan, daya
ii
beli, motivasi dan gaya hidup menciptakan prilaku konsumen yang berbeda beda
dalam hal mengkonsumsi bawang merah segar.
Hal ini secara bersamaan menciptakan peluang bagi para produsen untuk
menyediakan produk bawang merah segar dengan berbagai pilihan produk
bawang merah segar seperti harga, kelembaban/kekeringan dan ukuran yang
bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta segmen pasar
yang dituju oleh pedagang.
Bawang merah segar yang tersedia di pasar berbagai macam ragam, baik
dari ukuran umbi, harga, aroma, kelembaban/kekeringan dan sumber produksinya.
Sehingga konsumen bebas memilih berbagai jenis bawang merah yang mereka
sukai. Ada berberapa jenis bawang merah segar yang ditawarkan di pasaran baik
berasal dari lokal maupun impor, diantaranya bawang merah Samosir, Berastagi
dari Medan, bawang merah Solok dari sumatera Barat, bawang merah Bima
Brebes dari Jawa Tengah. Selain bawang merah lokal, pasokan bawang merah
segar di pasar- pasar tradisional juga diimpor dari luar negeri diantaranya dari
negara India, Cina, Thailand dan Vietnam.
Aroma dari berbagai jenis bawang merah segar juga beragam, bawang
merah lokal mempunyai aroma wangi yang tajam dan pekat serta rasa yang gurih
bila ditambahkan pada masakan, sedangkan bawang merah impor aroma
wanginya tidak terlalu tajam dan rasanya kurang gurih. Namun sebagian besar
konsumen
pada
penelitian
ini
masih
memperhatikan
aroma,
hargadan
kembaban/kekeringan sebagai salah satu preferensi mereka dalam memutuskan
membeli bawang merah segar.
ii
Ukuran dan warna kulit bawang merah segar memiliki karekteristik yang
berbeda beda, misalkan ukuran dan warna kulit bawang merah lokal mempunyai
ukuran umbi yang tidak terlalu besar dan warna kulit merah-ungu tua disertai
dengan tingkat kelembaban/kekeringan yang baik,sedangkan ukuran dan warna
kulit bawang merah impor umumnya mempunyai ukuran umbi yang lebih besar
dari bawang lokal dan
kulit berwarna merah ungu muda, dengan tingkat
kelembaban / kekeringan yang kurang baik.
Dari sisi harga bawang merah lokal cenderung lebih mahal dibandingkan
dengan
bawang
merah
impor.
Berdasarkan
data
dari
Kemenperindag
menunjukkan bahwa rata-rata harga eceran bulanan bawang merah segar dalam
negeri pada tahun (2013- 2014) berkisar antara Rp. 18.898 – Rp. 60.768/kg
dengan harga rata-rata sebesar Rp 28.479/kg. Sementara itu, harga bawang merah
impor jauh lebih rendah dari harga bawang merah di dalam negeri. Harga bawang
merah impor berkisar antara Rp 2.433 –Rp. 12.269/kg dengan harga rata-rata
sebesar Rp. 5.139/kg. Meskipun selisih harga bawang merah lokal lebih tinggi
dari bawang merah impor hal ini selalu diikuti dengan permintaan bawang merah
lokal yang lebih tinggi dibandingkan permintaan bawang merah impor.
Keputusan membeli bawang merah segar ada pada diri konsumen. Proses
keputusan konsumen ini terdiri atas tahap pengenalan kebutuhan terhadap nilai
kegunaanya, pencarian informasi harga barang tersebut, evaluasi alternatif,
pembelian dan kepuasan konsumen terhadap barang tersebut. Konsumen bawang
merah segar pada umumnya adalah ibu rumah tangga sebagai konsumen akhir.
Preferensi konsumen dalam menentukan pilihannya terhadap suatu produk
tertentu tercermin dari sikapnya terhadap produk tersebut. Menurut Kotler dan
ii
Amstrong (2008), sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecendrungan
seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau
gagasan.
Kemampuan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya juga dipengaruhi
oleh karakteristik konsumen itu sendiri salah satunya adalah tingkat pendapatan.
Tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya,
tingkat pendapatan dapat menggambarkan pola tingkat konsumsi dan preferensi
konsumen dalam suatu waktu tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi bawang merah
segar merupakan volume bawang merah yang di konsumsi oleh konsumen dalam
satuan per waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
seseorang yaitu : faktor ekonomi (tingkat pendapatan, kekayaan (warisan) yang
dimiliki, harga, kebijakan fiskal, suku bunga). faktor demografis (komposisi
penduduk,jumlah penduduk dalam suatu wilayah tertentu), dan faktor lainnya
(kebiasaan, adat sosial budaya,dan gaya hidup).
Sehingga perlu dilihat tingkat konsumsi dan preferensi konsumen terhadap
bawang merah segar baik dari sisi harga, ukuran umbi, kelembaban/kekeringan
maupun aromanya yang menjadi pilihan akhir konsumen untuk memutuskan
mengkonsumsi bawang merah segar sesuai dengan kebutuhannya.
ii
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana tingkat konsumsi
konsumen bawang merah segar di Kota
Medan?
2.
Bagaimanapreferensi konsumen bawang merah segar di Kota Medan?
3.
Bagaimana model kombinasi atribut yang paling disukai konsumen bawang
merah segar di Kota Medan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1.
Untuk menganalisis tingkat konsumsi konsumen bawang merah segar di
Kota Medan.
2.
Untuk menganalisis
preferensi konsumen bawang merah segar di Kota
Medan.
3.
Untuk menganalisis kombinasi
atribut yang paling disukai konsumen
bawang merah segar di Kota Medan.
1.4.Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan untuk memilih jenis, kualitas, dan harga sesuai
dengan kebutuhan konsumen akan bawang merah segar.
ii
2.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan impor bawang merah sebagai
produk subsitusi bawang merah lokal.
3.
Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
untuk penelitian lebih lanjut.
ii