PENTINGNYA BAHASA DALAM DESAIN PEMBELAJA
PENTINGNYA BAHASA DALAM DESAIN PEMBELAJARAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Dr. Eko Purwanti, M.Pd
Oleh:
Nama
: Farchatin Ulya
NIM
: 0104516004
Kelas
: Reguler
PROGRAM STUDI MAGISTER PENGEMBANGAN KURIKULUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
i
DAFTAR ISI
Halaman judul ............................................................................................ i
Daftar isi ..................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah ............................................................. 1
B. Rumusan masalah...................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
1. Hakikat bahasa dalam pendidikan
a. Pengertian bahasa ................................................................ 3
b. Variasi bahasa ..................................................................... 5
c. Karakteristik bahasa ........................................................... 6
d. Dimensi bahasa .................................................................. 7
e. Manfaat bahasa desain ........................................................ 9
f. Sistem notasi ....................................................................... 9
g. Penyalahgunaan bahasa ....................................................... 10
2. Desain pembelajaran
a. Hakikat desain pembelajaran ............................................. 12
b. Model desain pembelajaran ―ADDIE‖................................ 13
3. Pentingnya bahasa dalam desain instruksional .........................
a. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ............................... 16
b. Bahasa sangat lembut .......................................................... 18
c. Bahasa sebagai jantung desain ............................................ 19
d. Bahasa dan inovasi .............................................................. 19
BAB III Penutup
Rangkuman ...................................................................................... 21
Daftar pustaka ............................................................................................. 22
Lampiran-lampiran
Pertanyaan Diskusi ..................................................................................... 24
Bukti Foto Revisi ....................................................................................... 26
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui
belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi
tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol. Kemampuan manusia yang
dikembangkan melalui belajar yaitu: keterampilan intelektual, informasi
verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap (Gagne, dalam
Gredler, 2013).
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik
untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh
subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam desain instruksional
sangat penting, karena desain pesan desain instruksional menunjuk pada
proses merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat
digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Manusia pada umumnya menganggap bahasa biasa-biasa saja. Coba
bayangkan bila bahasa menghilang dari kehidupan manusia! Dengan bahasa
seorang bayi menangis untuk mengekspresikan haus, atau perlunya ganti
popok. Dengan bahasa seorang filsuf mengekspresikan sebuah istilah untuk
merujuk pada sebuah konsep. Sebut saja istilah-istilah definisi, proposisi,
aksioma. Penamaan terhadap konsep-konsep itu merupakan langkah pertama
untuk membangun pengetahuan. Kata adalah simbol lisan atau tulis bagi
sebuah benda. Bahasa tulis menjadi penting sebagai perekam peradaban
manusia.
Bahasa desain merupakan jantung dari semua desain dan pngembangan
proses dan alat. Desainer pembelajaran cenderung tidak menyadari
keberagaman bahasa desain yang mereka gunakan. Hal ini tidak
mengherankan karena penggunaan bahasa desain untuk meningkatkan presisi
dan produktivitas masih termasuk baru. Bahasa desain memiliki efek yang
halus namun kuat (Water dan Gibbons, 2004).
2
Hampir semua dalam buku desain instruksional unsur bahasa tidak
disentuh. Yang disebutkan strategi, metode, media, bahan ajar, evaluasi.
Padahal bahasa itu merupakan jantung dari segala desain karena untuk
mengkomunikasikan segala ide, tujuan, kita menggunakan bahasa. Nah,
bahasa yang seperti apa yang digunakan dalam desain pembelajaran? dari
fakta tersebut saya mengangkat judul Pentingnya Bahasa Dalam Desain
Instruksional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat bahasa dalam pembelajaran?
2. Apa hakikat desain pembelajaran?
3. Seberapa penting peran bahasa dalam desain instruksional?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat bahasa dalam pembelajaran.
2. Untuk mengetahui hakikat desain pembelajaran.
3. Untuk mengetahui seberapa penting peran bahasa dalam desain
instruksional.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.
HAKIKAT BAHASA DALAM PEMBELAJARAN
a. Pengertian bahasa
Kridalaksana (1983) ― Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa digunakan
sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Komunikasi menurut John
Dewey yaitu suatu proses berbagi pengalaman sampai pengalaman
tersebut menjadi milik publik. Di dalam komunikasi itu mempunyai tujuan
yaitu menyampaikan pesan.
Pesan yaitu informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain:
dapat berupa ide, fakta, makna dan data. Pesan bentuknya bisa berupa
kalimat pembicaraan lisan, tulisan, gambar, peta, dan tanda (AECT, 1986).
Anda berbicara – isi pembicaraan adalah pesan.
Anda menulis – hasil tulisan adalah pesan.
Anda melukis – hasil lukisan adalah pesan.
Dalam pandangan psikologi kognitifpesan disebutkan sebagai suatu
tanda kata, gambar, isyarat, yang timbul atau dihasilkan dengan tujuan
dapat mengubah psikomotor, kesadaran, atau tingkah laku efektif dari
seseorang.
Pesan adalah suatu yang dikirimkan dan atau diterima sewaktu
tindakan komunikasi berlangsung. Pesan dapat dikirimkan baik melalui
bahasa verbal dan non verbal. Pesan juga merupakan suatu wujud
informasi yang mempunyai makna. Apabila pesan tidak bisa dipahami
oleh penerima maka pesan yang dikirimkan tersebut tidak menjadi
informasi. Akan tetapi perlu disadari bahwa pesan bisa mempunyai makna
yang berbeda bagi satu individu dengan individu yang lain karena pesan
berkaitan erat dengan masalah penafsiran (Uno, 2009).
4
Riset
(Calero, 2005) menunjukkan bahwa pesan antar individu
disampaikan melalui tubuh (55%), suara termasuk intonasi dan volume
(38%), dan melalui ucapan (7%). Oleh karena itu ketika berkomunikasi
dengan siswa secara verbal, guru juga harus memperhatikan kial-kial
dalam komunikasi nonverbal seperti: sentuhan, postur dan gerak tubuh,
ekspresi wajah, kontak mata, intonasi suara dan gaya bicara, cara
berpakaian.
Untuk menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan
hubungan antarkonsep, guru perlu menjelaskan secara runtut dan runut.
Hasil belajar yang diperoleh dalam pembelajaran yaitu pemahaman, bukan
ingatan. Melalui penjelasan siswa dapat memahami hubungan sebab
akibat, mamahami prosedur, memahami prinsip. Penjelasan yang diberikan
oleh guru kepada murid dapat dikatan berhasil bila menimbulkan
pengertian dalam diri siswa. Penjelasan yang tidak dimengerti siswa
berarti gagal sebagai penjelasan. Oleh karena itu, umpak balik begitu
penting untuk mengecek apakan penjelasannya betul-betul dimengerti
siswa. Oleh karena itu dalam merencanakan sesuatu harus dilihat dulu
kepada siapa penjelasan itu disampaikan. Komponen keterampilan
menjelaskan yaitu: bahasa yang sederhana, contoh yang baik dan sesuai,
variasi dalam penyajian.
Kejelasan suatu penjelasan sangat didukung dengan penggunaan
bahasa yang baik. Hal ini antara lain menyangkut segi-segi sebagai
berikut: bahasa yang diucapkan hendaknya jelas kata-katanya, juga
ungkapan maupun volume suaranya. Bicara hendaknya lancar tapi tidak
terlalu cepat. Kalimat hendaknya sederhana dan pendek. Hindari istilah
yang kabur (Marno dan Idris, 2014).
Dalam bukunya M. Pawit Yusuf, komunikasi instruksional, bidang
pendidikan adalah dibentuk, tunduk pada dan dikerangkeng bahasa. Betapa
bahasa memiliki kuasa. Berpikir adalah bahasa. Bila anda menguasai tiga
bahasa (etnis, Indonesia, Inggris) maka coba jawab pertanyaan berikut:
5
Memikirkan isu nasionalisme lebih mudah dengan medium bahasa
Indonesia.
Saat berpikir anda sadar bahwa anda sedang menggunakan bahasa.
Yang menentukan kualitas berpikir seseorang bukan bahasanya tetapi
kualitas berpikirnya.
Pertanyaan di atas adalah persoalan relativitas bahasa dan pertama kali
diajukan oleh Benjamin Lee Whorf dalam tesisnya sebagai berikut:
Semua proses berpikir dilakukan dengan bahasa.
Semua bahasa membentuk pandangan atas realita dari penuturnya.
Pandangan ihwal realita yang dibentuk oleh bahasa itu berbeda-beda.
Winograd (1996) menggambarkan bahwa bahasa desain sebagai
bahasa visual dan fungsional dari komunikasi diantara desainer. Jika
bahasa adalah apa yang orang gunakan untuk mengkomunikasikan
informasi dan ide-ide kepada orang lain, maka bahasa desain yang
desainer gunakan untuk mengkomunikasikan desain, rencana, dan niat
untuk satu sama lain. Mereka cenderung tidak menyadari bahwa mereka
telah menggunakan bahasa desain.
Bahasa desain berbeda dari bahasa alami/bahasa sehari-hari. Bahasa
alami digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide. Sedangkan bahasa
desain digunakan untuk merancang objek yang mengekspresikan objek
apa, apa yang mereka lakukan, dan bagaimana harus digunakan dan
bagaimana kontribusinya terhadap pengalaman. Sebagai seorang penulis
kita menggunakan bahasa alami untuk mengkomunikasikan ide lebih
efektif. Dan sebagai desainer kita harus lebih sadar untuk menggunakan
bahasa desain untuk lebih mengekspresikan dan berbagi ide-ide desain.
Bahasa sehari-hari berbeda dengan bahasa desain yang digunakan untuk
mendesain (McDonald, 2008).
b. Variasi bahasa desain
Bahasa desain seperti dalam bahasa pemrograman komputer bersifat
formal, kita menggunakannya secara sadar dan disengaja. Kebanyakan
bahasa desain itu halus, hingga kita tidak mengenali dan menyadarinya
6
bahwa kita menggunakannya untuk struktur desain. Rheinfrank dan
Evenson (1996) mengatakan bahwa kita tidak hanya menggunakan bahasa
kita tapi kita hidup deagan itu.
Bahasa desain digunakan untuk mengekspresikan desain, niat, dan
rencana. Bahasa desain biasanya digunakan dalam arsitektur, komposisi
musik, menulis, koreografi, matematika, dan pemrograman komputer.
Gaya pribadi kita membuat esensi bahasa desain yang mendasari
bagaimana kita merancang dan membuat interaksi kita dengan orang lain.
Bahasa desain mengambil banyak bentuk dan belum dapat dilihat sebagai
pentingnya bahasa desain sebagai jantung dari banyaknya teknologi.
Di dunia instruksional, dimana komunikasi sudah dipola untuk tujuantujuan mengubah perilaku sasaran, fungsi komunikasi berubah dari yang
asalnya sebagai proses menjadi sebagai alat.
Alat yaitu sesuatu yang
berfungsi untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuan adalah target.
Komunikasi sebagai alat yaitu ia berproses dengan tujuan mengubah
perilaku sasaran. Dengan kata lain ia berfungsi sebagai alat sekaligus
proses untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu tujuan yang telah ditetapkan
dalam desain instruksional. Contoh: tujuan bertani adalah panen. Alat
bertani adalah cangkul, bajak, traktor. Alat tersebut digunakan sepanjang
waktu
untuk mengolah sawah. Sebagaimana bahasa sebagai sarana
komunikasi dalam desain instruksional.
c. Karakteristik bahasa (Severin dan Tankard, 2008):
Bahasa bersifat statis, realita bersifat dinamis.
Kata-kata tidak berubah dalam kurun waktu tertentu, tetapi dunia di
sekitar kita penuh perubahan. Teori evolusi menyebutkan bahwa spesies
itu tidak permanen, tetapi berubah dan berkembang sepanjang waktu.
Tetapi bahasa yang kita gunakan untuk menggambarkannya bersifat
statis dan baku. Contoh: matahari sepanjang hari bergerak, namun katakata yang kita miliki hanya siang dan malam. Seseorang mungkin
menghabiskan waktu selama 20 tahun bermimpi untuk menenangkan
diri di sebuah desa yang masih sangat asri yang pernah ia kunjungi
7
ketika dia masih muda namun mendapati realita bahwa desa yang dulu
asri kini telah menjadi daerah industri yang sibuk. Nama desanya tidak
berubah, kondisinya yang berubah.
Bahasa bersifat terbatas, realita hampir tidak terbatas.
Wendell Johnson (1972) menyebutkan bahwa terdapat 500.000 hingga
600.000 kata dalam bahasa inggris yang orang-orang gunakan untuk
merepresentasikan jutaan fakta dan pengalaman. Namun kosa kata yang
biasa dipakai orang jauh lebih sedikit. Ini menunjukkan bahwa kota
kata sudah memadai untuk percakapan sehari-hari tetapi sering kali kita
jumpai kasus-kasus dimana kosa kata kita rasanya terbatas. Karena
pengetahuan dan bahasa kita yang terbatas, pakar semantik mengatakan
bahwa kita tidak bisa menyebutkan semua hal. Contoh: efek suara gitar
jika dipetik dengan tepat biasanya ditulis dengan jreng-jreng, bahkan
kata-kata inipun hanya akan mendekati suara yang dimaksud.
Bahasa bersifat abstrak, maksudnya yaitu ia tidak memiliki bantuk luar
yang dapat dirasakan sampai kita sendiri yang memberikan ekspresi
dalam bentuk gambar, kata, suara, simbol, atau dalam gesture. Kita
dapat menulis soneta dalam kepala kita, tetapi jika tidak dinyatakan
secara tertulis maka soneta itu akan menjadi milik kita sendiri (Gibbons
dan Brewer, 2005).
d. Dimensi bahasa (Gibbons dan Brewer, 2005)
Bahasa sehari-hari tidak cukup canggih untuk digunakan dalam desain
instruksional karena memperlihatkan kekaburan, makna ganda dan
tergantung konteks. Sebagai seorang desainer instruksional harus lebih
sadar untuk menggunakan bahasa desain untuk lebih mengekspresikan
berbagai ide desain. bahasa yang digunakan dalam desain instruksional
harus mengacu pada dimensi bahasa:
Presisi
Ekspresi matematika dan program komputer tidak bisa mentolerir
ambiguitas. Ekspresi matematika harus jelas: hanya ada satu makna.
Bahkan akspresi mendefinisikan suatu daerah, seperti ―lebih besar dari,
8
kurang dari.‖ Program komputer juga tidak bisa mengeksekusi dengan
benar jika ada ambiguitas, karena komputer tidak diberikan informasi
yang cukup untuk mengatasi ambiguitas. Ketelitian dalam bahasa
desain dibuat melalui terukurnya dan ketetapan persyaratan dan
hubungan. Harus dimungkinkan untuk menentukan arti dari istilah
harus jelas. Pengguna bahasa alami menggunakan berbagai kontekstual
isyarat, seperti intonasi, gerak tubuh, untuk mengilhami kata-kata
mereka saat berbicara dengan menambahkan makna (Cole, 1971).
Formalitas dan standarisasi
Suatu istilah dalam bahasa desain harus mengandung arti yang sama
diantara para desainer. Penggunaan istilah dalam bahasa desain
merupakan suatu kesepakatan diantara para desainer. Bahasa desain
ketika ada kemungkinan untuk menjadi bahsa publik maka bahasa
tersebut dapat diterima oleh sebagian besar kalangan. Konsep inilah
dinamakan formalitas dan standarisasi bahasa desain (Botturi, Derntl,
Boot, Figl, 2006).
Personal vs bersama
Sebuah bahsa desain berasal dari individu dan dipengaruhi oleh
individu juga. Bahasa desain menjadi publik melalui negosiasi dan
interaksi antara individu. Sebagai kesepakatan tentang syarat dan aturan
ekspresi muncul dari latihan interaktif, bahasa menjadi publik dan dapat
digunakan oleh banyak pengguna. Membuat bahasa publik untuk
khalayak luas mengharuskan beberapa bentuk simbolik sistem notasi
(Waters dan Gibbons, 2004). Sistem notasi simbolik tidak sama dengan
desain bahasa personal.
Implisit vs eksplisit
Beberapa dari bahasa pribadi ada di pikiran kita pada tingkat yang tidak
bisa kita verbalisasi tapi itu bisa kita gunakan untuk membuat
keputusan. Kita boleh jadi tidak menyadari banyak bahsa yang kita
miliki. Ini lah yang dinamakan bahasa desain implisit. Bahasa yang
digunakan untuk merancang percakapan, komunikasi tertulis, mengatur
9
strategi untuk sebuah tindakan, rencana pribadi kita, hubungan kita
dengan orang lain dan rutinitas kita sehari-hari. Jika menggunakan
bahasa desain yang syarat dan aturannya benar-benar sudah ditetapkan
maka disebut dengan bahasa desain eksplisit.
Standar vs tidak standar.
Instruksi desain yang berbasis komputer harus sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh organisasinya.
Bahasa desain yang standar telah berkembang terutama di bidang
teknik, manufaktur, elektronik, komputer. Untuk desainer instruksional
tidak terbatas pada perangkat lunak. Learning Technology Standards
Committee/LTSC merupakan bagian dari gerakan besar untuk membuat
standar bahasa desain. Namun, bahkan dengan bahasa yang memiliki
standar yang sangat jelas, dialek bisa muncul dan ini adalah salah satu
cara agar bahasa bisa berkembang.
e. Manfaat bahasa desain (Gibbons, Botturi, dan Nelson, 2008) meliputi:
Peningkatan komunikasi diantara tim desain.
Peningkatan komunikasi diantara desainer dengan klien.
Promosi inovasi desain.
f. Sistem Notasi
Yaitu himpunan simbolik, grafis, gesture, pendengaran, tekstual untuk
mengekspresikan bahasa desain. sejarah sistem notasi yaitu pada awal
periode, musik gereja harus dinyanyikan dari memori karena tidak ada
sistem standar untuk menuliskan melodi, harmoni, dan irama. Kata-kata
untuk dinyanyikan ditulis, tapi konten musik (lagu) harus dihafalkan.
Kemudian lahir paling awal dari notasi yaitu dengan memberi aksen pada
tulisan yang berarti nada naik maupun turun. Sistem notasi membuat
bahasa desain terlihat dan mendokumentasikannya merupakan sebagai
solusi. Fungsi notasi yaitu untuk sebagai alat mengingat desain (Botturi,
Derntl, Boot, Figl, 2006).
10
g. Penyalahgunaan bahasa
Dalam buku Teori Komunikasi: Sejarah, Teori dan Terapan di dalam
Media Massa karya Severin dan Tankard (2008) dipaparkan empat
penyalahgunaan umum dalam bahasa yang bisa diadopsi untuk konteks
pembelajaran, yaitu:
Dead level abstracting
Konsep dead level abstracting (pengabstraksian mandek) yang
dideskripsikan oleh Wendell Johnson (1946, hlm. 270) merujuk pada
kemandekan pada level abstraksi. Kata-kata yang dipakai dalam sebuah
pesan yang tidak menyertakan kata-kata pada level abstraksi yang lebih
rendah, maka sulit untuk mengetahui apa yang disampaikan dalam
pesan tersebut. Kata-kata pada level abstraksi yang tinggi yang tidak
disertai oleh kata-kata yang lebih konkret maka sama saja dengan kata
yang terpenggal dari akarnya (Severin dan Tankard, 2008). Sebagai
contoh dalam pembelajaran di kelas guru SD menerangkan tentang
demokrasi. demokrasi ini merupakan sesuatu yang abstrak bagi anak
SD. Dalam menjelaskan teori demokrasi guru harus menampilkan
contoh yang konkret yang dekat dengan siswa agar siswa memahami
dengan mudah materi yang disampaikan guru.
Undue identification
Undue identification ( pengenalan tidak tepat) adalah kegagalan melihat
perbedaan. Satu jenis umum undue identification yaitu stereotyping
(penggunaan stereotip). Stereotyping ibu mertua sebagai orang yang
suka ikut campur. Padahal nyatanya tidak semua ibu mertua seperti itu
(Severin dan Tankard, 2008). Sebagai contoh dalam kegiatan
pembelajaran guru tidak boleh menyamaratakan semua muridnya.
‗kalian itu kalau diberi PR tidak pernah dikerjakan‘ itu merupakan
sebuah kesalahan karena tidak semua murid kalau diberi PR tidak
mengerjakan.
11
Two valued evaluation
Two valued evaluation (evaluasi bernilai dua) yaitu meliputi pemikiran
bahwa hanya ada dua kemungkinan jika dihadapkan pada banyak
kemungkinan. Penyalahgunaan ini disebut juga dengan either or
thinking (pemikiran ini atau itu) atau thinking with the exclude middle
(pemikiran dengan mengesampingkan faktor ‗tengah-tengah‘). Bahasa
berperan dalam tendensi ini karena sering hanya dua kata yang
berlawanan yang tersedia untuk mendeskripsikan sebuah situasi.
Contoh umum adalah kata-kata malam dan siang, hitam dan putih,
benar dan salah. Padahal diantara hitam dan putih ada warna abu-abu
(Severin dan Tankard, 2008). Contohnya yaitu ketika siswanya di kelas
ada yang ramai lalu guru itu mengatakan kepada siswanya ‗dengarkan
atau keluar‘ maka guru tersebut telah mengabaikan peluang di tengah
dua kondisi tersebut. Seharusnya guru mengintropeksi dirinya terlebih
dahulu kenapa murid saya pas saya terangkan kok pada ramai?
Mungkin ada kesalahan dalam saya membawakan materi? Guru harus
menjadi orang yang sensitif terhadap segala kondisi.
Unconscious projection
Unconscious projection (proyeksi tanpa sadar) adalah secara tidak
sengaja memproyeksikan pengalaman masa lalu, tujuan, prasangka
pada persepsi kita. Ahli psikologi Earl C. Kelley (1947) mengatakan,
―apabila kita melihat sekitar kita, maka kita memilih mereka, bukan
acak, tetapi sesuai dengan pengalaman masa lalu dan tujuan-tujuan
kita‖. Penulis kontemporer , H. Jackson Brown dalam sebuah kompilasi
A Father’s Book of Wisdom (1999), menulis, ―kita tidak melihat sesuatu
sebagaimana adanya dia. Kita melihatnya sebagai keinginan kita‖
(Severin dan Tankard, 2008). Sebagai contoh dalam konteks
pembelajaran guru harus melihat siswanya sebagaimana kemampuan
siswa tersebut. Karena setiap siswa mempunyai bakat dan potensi yang
berbeda. Maka dari itu guru harus bisa mengenali bakat dan potensi
12
siswa supaya guru tidak menjadi ‗dosa tujuh turunan‘ karena telah salah
memberi perlakuan pada siswanya.
2.
DESAIN PEMBELAJARAN
a. Pengertian desain pembelajaran
Herbert Simon (Dick dan Carey, 2006), mengartikan desain sebagai
proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai
solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan
sejumlah informasi yang tersedia. Suatu desain muncul karena kebutuhan
manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang
bisa melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan
suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada
dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari
penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk
merespons
kebutuhan
tersebut,
selanjutnya
rancangan
tersebut
diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan
hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN No.20 Tahun
2003 dalam Sagala, 2005).
Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan
sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran
melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas
yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang
dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan. Sejalan dengan
pengertian di atas, Gagne dalam Gredler (2013) menjelaskan bahwa
desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, di
mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka
panjang.
Maka desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran
yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran
yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil
13
belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk
mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan media yang dapat
dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan
keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan.
Jadi desain pembelajaran adalah rancangan atau kerangka terhadap
sesuatu yang akan dicapai setelah mengajar dalam pokok bahasan atau
subbahasan sehingga proses belajar mengajar atau sistem pembelajaran
terarah dan terprogram sesuai dengan yang diinginkan. Semua program
pendidikan atau pengajaran didasarkan kepada tujuan umum pengajaran.
Perencanaan Pembelajaran (Lesson Plans) berbeda dengan Desain
Pembelajaran (Instructional Design), namun
keduannya memiliki
hubungan yang sangat erat sebagai program pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas
mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan
menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di
dalam kelas (Shambaugh dan Magliaro, 2006). Pertimbangan dalam
menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah
kurikulum yang berlaku di suatu lembaga; sedangkan pertimbangan dalam
menyusun dan mengembangkan suatu desain pembelajaran adalah siswa
itu sendiri sebagai individu yang akan belajar dan mempelajari bahan
pelajaran.
b. Model desain pembelajaran “ADDIE”
Tahapan Pengembangan Model ADDIE
Skema desain pembelajaran model ADDIE membentuk siklus yang
terdiri dari 5 tahapan yang terdiri dari: analisis (Analysis), desain (Design),
pengembangan (Development), implementasi (Implementation) serta
evaluasi (Evaluation).
Analisis (Analysis)
Desain tahap analisis berfokus pada target audiens. Pada tahap analisis,
dilakukan
pendefinisian
permasalahan
instruksional,
tujuan
14
pembelajaran, sasaran pembelajaran serta dilakukan identifikasi
lingkungan pembelajaran dan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
Tahap Analisis umumnya membahas pertanyaan-pertanyaan berikut:
Bagaimana latar belakang keseluruhan dari peserta didik seperti usia,
pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan, minat, latar belakang
budaya?
Apa yang siswa butuhkan untuk menyelesaikan pada akhir program
pembelajaran atau apa kebutuhan siswa?
Apa
yang
diinginkan
siswa
dari
hasil
pembelajaran?
Apakah pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku dll?
Apakah strategi pembelajaran yang digunakan untuk mereka cukup?
aspek apa yang perlu ditambahkan, diklarifikasi dan diperbaiki?
Apa fokus tujuan instruksional?
Apakah lingkungan belajar kondusif
atau tidak?
Apa jenis
lingkungan belajar lebih disukai?
Apakah akan sumber daya baik itu teknis maupun dukungan sudah
mencukupi?
Desain (Design)
Tahap desain terkait dengan penentuan sasaran, instrumen penilaian,
latihan, konten, dan analisis yang terkait materi pembelajaran, rencana
pembelajaran dan pemilihan media. Fase desain dilakukan secara
sistematis dan spesifik. Dalam tahap desain, yang ditanyakan adalah:
Sumber media yang akan digunakan seperti Audio, Video dan
Grafis.
Apakah
sumber
tersebut
dari
pihak
ketiga
atau
siswa membuat sendiri?
Berbagai sumber dibutuhkan untuk menyelesaikan pembelajaran.
Apa sumber cukup tersedia untuk menyelesaikan pembelajaran?
Tingkat
dan
jenis
kegiatan
yang
akan
dihasilkan
selama
pembelajaran. Apakah terjadi kolaboratif, interaktif atau individu?
Apa pendekatan atau cara apa yang akan diterapkan pada
pembelajaran?
15
Berapa banyak waktu yang akan ditugaskan untuk setiap tugas dan
bagaimana pembelajaran yang akan dilaksanakan (per pelajaran, per
bab, modul?)
Apa saja keterampilan kognitif yang harus dimiliki siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran?
Apakah guru memiliki cara untuk menentukan nilai-nilai yang telah
dicapai oleh siswa? Apa metode untuk menentukan kompetensi yang
diinginkan oleh siswa?
Bagaimana
mekanisme
yang
dirancang
oleh
guru
untuk
mendapatkan umpan balik pada bahan ajar?
Bagaimana merancang kegiatan pembelajaran sehingga menarik
minat siswa?
Pengembangan (Development)
Dalam tahan pengembangan dilakukan pembuatan dan penggabungan
konten yang sudah dirancang pada tahapan desain. Pada fase ini dibuat
storyboard,
penulisan
konten
dan perancangan
grafis
yang
diperlukan. Hal ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut:
Apakah membuat bahan ajar sesuai jadwal?
Apakah ada tim kerja di beberapa siswa?
Apakah ada anggota yang bekerja secara efektif dalam sebuah tim?
Apakah siswa berkontribusi sesuai kapasitasnya?
Apakah bahan ajar yang dihasilkan dimaksudkan untuk tugas siswa?
Implementasi (Implementation )
Fase ini dibuat sebagai prosedur pelatihan bagi peserta pelatihan
dan instrukturnya/ fasilitator. Pelatihan bagi fasilitator meliputi materi
kurikulum, hasil pembelajaran yang diharapkan, metode penyampaian
dan prosedur pengujian. Aktivitas lain yang harus dilakukan pada fase
ini meliputi penggandaan dan pendistribusian materi dan bahan
pendukung lainnya, serta persiapan jika terjadi masalah teknis dan
mendiskusikan rencana alternatif dengan siswa.
16
Beberapa contoh implementasi yang dapat ditentukan:
Apa tanggapan emosional yang diberikan oleh guru dan siswa
selama
pebelajaran?
Apakah
mereka
benar-benar
tertarik,
bersemangat, kritis atau bertahan?
Sebagai hasil pembelajaran, apakah guru melihat bahwa siswa dapat
memahami topik dengan segera atau apakah mereka perlu bantuan?
Bagaimana menangani setiap kesalahan yang mungkin terjadi selama
pembelajaran? Apa reaksi guru ketika kegiatan untuk siswa tidak
berjalan seperti yang direncanakan?
Ketika masalah teknis dan lain muncul apakah guru memiliki strategi
‗cadangan‘?
Apakah implementasi untuk skala kecil atau skala besar?
Ketika kelompok siswa mendapat materi, apakah mereka dapat
bekerja secara mandiri atau memerlukan bimbingan?
Evaluasi (Evaluation)
Setiap tahap proses ADDIE melibatkan evaluasi formatif. Ini adalah
multidimensional dan merupakan komponen penting dari proses
ADDIE. Ini mengasumsikan bentuk evaluasi formatif dalam tahap
pengembangan. Evaluasi dilakukan selama tahap implementasi dengan
bantuan instruktur dan siswa. Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai,
evaluasi sumatif dilakukan untuk perbaikan pembelajaran. Perancang
seluruh tahap evaluasi harus memastikan apakah masalah yang relevan
dengan program pelatihan diselesaikan dan apakah tujuan yang
diinginkan terpenuhi (Branch dan Kopcha, 2014).
3.
PENTINGNYA BAHASA DALAM DESAIN INSTRUKSIONAL
a. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
Aldous
Huxley
(dalam A.
Chaedar
Alwasilah, 1993:171).
Menyatakan ―Tanpa bahasa, manusia tak ada bedanya dengan anjing atau
monyet. Ungkapan novelis Inggris Aldous Huxley (1894-1963) tersebut
menyuratkan bahwa bahasa (verbal) teramat signifikan bagi manusia.
17
Bahasa, sebagaimana akal atau pikiran, itulah yang mencirikan manusia
dan membedakannya dari makhluk-makhluk lain.
Berpikir ilmiah, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang lebih luas,
bertujuan memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana
atau alat berpikir ilmiah. Sarana ini bersifat niscaya, maka aktivitas
keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode)
ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan
kebenaran. Dengan perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan
kita melakukan penelaahan ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh
karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja dengan baik, dia mesti menguasai
sarana berpikir ilmiah.
Ada tiga sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, matematika, dan
statistika. Bahasa, dalam konteks ini, memungkinkan manusia berpikir
secara abstrak, sistematis, teratur dan terus-menerus dan menguasai
pengetahuan. Dengan bahasa, manusia—berbeda dari binatang—bisa
memikirkan dan membicarakan objek-objek yang tidak berada di depan
matanya. Kehidupan dunia yang kompleks dibahasakan dalam penyataanpernyataan yang sederhana dan bisa dimengerti. Bahasa pun menjadikan
kita dapat mengomunikasikan pengetahuan kepada orang lain.
Ringkasnya, bahasa membantu ilmuwan berpikir ilmiah, yaitu berpikir
induktif dan deduktif. Dengan perkataan lain, bahasa menjadi alat baginya
untuk menarik kesimpulan-kesimpulan induktif maupun deduktif. Bahasa
memungkinkan ilmuwan melaksanakan silogisme dan menarik kesimpulan
atau pengetahuan ilmiah.
Saking pentingnya struktur atau tata bahasa bagi kegiatan ilmiah,
Suriasumantri (1993:69) mengajukan pertanyaan retoris: bagaimana
mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang cermat tanpa
menguasai struktur bahasa yang tepat? Penguasaan tata bahasa secara pasif
18
dan aktif memungkinkannya menyusun pernyataan-pernyataan atau
premis-premis dengan baik dan juga menarik kesimpulan dengan betul.
Sampai di sini, kiranya sudah dimafhumi bahwa bahasa sangat vital
bagi manusia dalam aktivitas ilmiah (maupun aktivitas non-ilmiah).
Menurut Komaruddin Hidayat (1996:44), bahasa memperjelas cara
berpikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan bahasa yang
baik akan mempunyai cara berpikir yang lebih sistematis. Lebih jauh,
sesungguhnya bahasa menstrukturkan pengalaman manusia dan, begitu
pula sebaliknya, pengalaman manusia ini membentuk bahasa.
b. Bahasa sangat lembut namun mempunyai efek yang kuat.
Bahasa yang digunakan dalam sehari-hari dengan bahasa yang
digunakan untuk akademis berbeda. Karena bahasa sehari-hari terkadang
menimbulkan makna ganda, ambigu dan tergantung konteks. Padahal di
dalam bahasa akademik bahasa harus menimbulkan satu makna. Makna
yang dimaksud disini dapat berupa gagasan, pikiran, perasaan, pendapat,
kemauan, dan keinginan atau pesan dan infomasi. Makna dapat
diungkapkan dengan jelas apabila orang yang mengungkapkan makna,
baik secara lisan maupun tertulis, memilih kosakata dan tata bahasa yang
benar dan tepat seperti halnya para pemakaian bahasa aslinya. Konteks
berbahasa sangat berperan dalam pengungkapan makna.
Namun dalam bidang desain pembelajaran, bahasa belum begitu
diperhatikan oleh desainer pembelajaran. Padahal sesuai hasil penelitian,
efek bahasa dalam desain pembelajaran sangat signifikan, ia begitu halus
namun memiliki efek yang kuat. Bahasa masuk ke dalam semua lingkup
desain pembelajaran. Oleh karena bahasa yang begitu halus sampai kita
tidak sadar bahwa kita telah menggunakan bahasa.
Dalam bukunya M. Pawit Yusuf, komunikasi instruksional, bidang
pendidikan adalah dibentuk, tunduk pada dan dikerangkeng bahasa. Betapa
bahasa memiliki kuasa. Berpikir adalah bahasa.
Bahasa desain sering digunakan secara tidak sadar, namun ketika
sadar dipahami, dikembangkan dan diterapkan bahasa desain dapat
19
meningkatkan aktivitas dan interaksi yang dinamis yang lebih baik
(Gibbons dan Brewer, 2005). Sebagai desainer kita harus memperhatikan
penggunaan bahasa karena walaupun tidak banyak buku yang megulas
pentingnya bahasa dalam desain instruksional tetapi bahasa sangat penting.
Segala ide, konsep dituangkan dalam bahasa.
c. Bahasa sebagai jantung dari segala desain
Yaitu bahasa untuk mengkomunikasikan ide-ide dan konsep dalam
segala bidang desain agar pesan yang ingin disampaikan dapat
tersampaikan (Gibbons; Botturi; Boot; Nelson, 2008). Bahasa sebagai alat
komunikasi penyampai pesan. Kita harus mempertimbangkan segala unsur
yang terkandung dalam bahasa jika akan diaplikasikan ke dalam desain
pembelajaran. Seperti karakteristik bahasa, dengan karakteristik yang
sudah kita ketahui tersebut, harapannya desainer akan lebih sadar dalam
menggunakan bahasa agar dapat merepresentasikan ide-idenya dan
meminimalisir dampak yang tidak diharapkan.
d. Bahasa desain dan inovasi
Polanyi (1958) menggambarkan peran bahasa dalam pemikiran
inovatif, yaitu operasi simbolik berlari lebih cepat dari pemahaman kita.
Dia menyarankan untuk menggunakan aturan linguistik untuk membuat
kombinasi yang tampaknya tidak masuk akal pada awalnya, tetapi hal itu
merupakan sebuah pemikiran inovatif. Prinsipnya mmenggunakan bahasa
desain sebagai jenis formal untuk berpikir tentang desain instruksional.
Contoh: untuk Olimpiade Musim Dingin 2002, Salt Lake City. Pada
pertunjukan air mancur tersebut air mancur tersebut desainer merancang
pipa sedemikian rupa agar bisa merepresentasikan alunan lagu yang
sedang diperdengarkan. Air mancur didesain secara indah dan dinamis, air
muncul dan menghilang selaras dengan pasang surut aliran musik seakanakan air mancur bisa berbicara menceritakan tentang lagu tersebut,
sehingga memberikan dampak emosional pada penonton menciptakan efek
yang menyenangkan. Disinilah peran bahasa desain. Segala sesuatu harus
direncanakan. Sebuah pola acak mungkin akan kurang menghasilkan efek
20
yang menyenangkan walaupun beberapa pola acak mungkin bisa
menghasilkan efek yang menyenangkan (Gibbons dan Brewer, 2005).
Rheinfrank dan Evenson (1996) dijelaskan bagaimana pengaruh
bahasa: bahasa desain telah digunakan untuk merancang hal-hal yang
beragam seperti produk, bangunan, kota, layanan, dan organisasi. Mereka
sering digunakan secara tidak sadar, yang timbul dari aktivitas alam
ciptaan dan interaksi dengan hal-hal yang dibuat. Namun, ketika sadar
dipahami,
dikembangkan,
dan
diterapkan,
bahasa
desain
dapat
membangun dan meningkatkan aktivitas alami ini dan dapat menghasilkan
interaksi dramatis lebih baik, lingkungan, dan segala macam hal.
Kekuatan menggunakan bahasa desain sadar telah diakui dan
dijelaskan oleh teori desain lainnya, seperti Christopher Alexander (1979)
untuk arsitektur dan desain perkotaan, William J. Mitchell (1992) untuk
arsitektur dan media, Edward Tufte (1990) untuk visualisasi, dan Terry
Winograd (Alder & Winograd, 1992) untuk desain perangkat lunak.
Selama dekade terakhir telah ada penelitian dan pengembangan yang
cukup besar kerja mengeksplorasi bagaimana guru universitas dapat
mendokumentasikan praktek mengajar mereka sedemikian rupa untuk
memungkinkan berbagi ide. Premis pekerjaan penelitian ini, disebut dalam
literatur sebagai desain pembelajaran, adalah jika praktek pedagogis dapat
didokumentasikan dalam beberapa bentuk yang mudah dipahami, maka ia
dapat dengan mudah berbagi dan dengan demikian ada potensial untuk
penyerapan yang lebih besar dari praktek pengajaran yang inovatif
(Gibbons dan Brewer, 2005).
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para
anggota
kelompok
sosial
untuk
bekerjasama,
berkomunikasi,
dan
mengidentifikasi diri. Hubungannya dengan pembelajaran yaitu bahasa
digunakan untuk menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan
hubungan antarkonsep, guru perlu menjelaskan secara runtut dan runut.
Penjelasan yang diberikan oleh guru kepada murid dapat dikatakan berhasil
bila menimbulkan pengertian dalam diri siswa. Penjelasan yang tidak
dimengerti siswa berarti gagal sebagai penjelasan.
2. Desain pembelajaran yaitu berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat
dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya
mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang
diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan
termasuk metode, teknik, dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik
evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan evaluasi untuk
mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Model yang bisa
digunakan untuk mendesain pembelajaran yaitu model ADDIE: Analisisdesain-developmen-implementasi-evaluasi.
3. Pentingnya bahasa dalam desain instruksional yaitu bahasa sebagai sarana
berpikir ilmiah untuk memperjelas cara berpikir manusia, bahasa mempunyai
sifat yang lembut sehingga kita tidak menyadari penggunaan bahasa untuk
mendesain, walaupun halus namun memiliki efek yang kuat; bahasa
hubungannya dengan inovasi yaitu berdasarkan karakteristik bahasa yang statis
dan dunia yang dinamis sebagai desainer harus berpikir kreatif untuk
merepresentasikan desain instruksional; bahasa merupakan jantung dari segala
desain yaitu bahasa untuk mengkomunikasikan ide-ide dan konsep dalam
segala bidang desain agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan.
22
DAFTAR PUSTAKA
AECT. (1986). Definisi Teknologi Pendidikan; Satuan Tugas dan Terminologi ,
(Terjemahan), Jakarta: PAU-UT dan Rajawali Press
Alwasilah, A. Chaedar. (2010). Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Branch, RM, & Kopcha, TJ. (2014). Model Desain Pembelajaran . Dalam
Handbook penelitian tentang komunikasi pendidikan dan teknologi.
Botturi, L., Derntl, M., Boot, Eddy., Figl, K. (2006). A Classification Framework
for Eduvational Modelling Languages in Instructional Design. IEEE, 12161220.
Calero, Henry H. (2005). The Power of Nonverbal Communication How You Act
Is More Than What You Say. Los angeles: Silver Lake.
Cole, M. (1971). The cultural context of learning and thinking . New York: Basic
Books.
Dick, Walter dan Lou Carey. (2005). The Systematic Design of Instruction .
Glenview: Scott Foresman.
Gibbons, A. S. and Brewer, E. K. (2005). Elementary principles of design
languages and notation systems for instructional design. In Innovations in
Instructional Technology: Essays in Honor of M. David Merrill , edited by J.
M. Spector, C. Ohrazda, A. Van Schaack, and D. Wiley, pp. 111–129.
Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates.
Gibbons, A. S., Luca Botturi, Eddy Boot,
& Jon Nelson. (2008). Design
languages, pp. 634-645.
Gredler, Margaret E. (2013). Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hidayat, Komaruddin. (1996). Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Hermeneutik, Jakarta: Paramadina.
Kelley, E. C. (1947). Education for what is real (Vol. 1). Harper & Row.
Kridalaksana, Harimurti. (1983). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Marno dan Idris. (2014). Strategi, Metode dan Teknik Mengajar . Yogyakarta: Arruz Media.
23
McDonald, Jason K. (2008). Translate to communicate: facilitating client
understanding of design language. In Handbook of Visual Languages For
Instructional Design: Theories and Practice, Edited by Luca Battori, Stubbs
S. Todd, pp. 18-32 New York: : Information Science Reference.
Polanyi, M. (1958). Personal Knowledge: Towards a Post-Critical Philosophy.
New York: Harper Torchbooks.
Rheinfrank, J. and Evenson, S. (1996). Design Languages. In Bringing Design to
Software, edited by T. Winograd, pp. 63–79. New York: ACM
Press/Addison-Wesley.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Severin, Werner dan James W. Tankard Jr. 2008. Teori Komunikasi: Sejarah,
Metode dan Terapan di Dalam Media Massa . Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Shambaugh, N., & Magliaro, G.S. (2006).
Instructional design a systematic
approach for reflective practice. Boston: Pearson Education Inc.
Suriasumantri, Jujun S. (1993). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Uno, Hamzah B. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Waters, S. and Gibbons, A. S. (2004). Design languages, notation systems, and
instructional Technology: a case study. Educational Technology (2), pp.
57–69.
Winograd, T. (1996). Bringing design to software
24
PERTANYAAN DISKUSI
Penanya: Sri Hanipah
Dimana letak bahasa dalam pengembangan desain instruksional ADDIE?
Jawab
Bahasa adalah alat penyampai pesan; alat untuk mengkomunikasikan ide,
desain, rencana agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan; dan
jantung dari semua desain. Desainer pembelajaran cenderung tidak menyadari
keberagaman bahasa desain yang mereka gunakan. Padahal bidang pendidikan
adalah bidang yang dibentuk, tunduk dan dikerangkeng bahasa. Betapa bahasa itu
memiliki pengaruh dalam dunia pendidikan. Dalam mengembangkan suatu desain
pembelajaran, model ADDIE atau apapun itu posisi bahasa tetap sama yaitu
sebagai sarana untuk berpikir ilmiah, menuangkan ide-ide, alat komunikasi,
jantung segala desain. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik
dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang
tersedia. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang
bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan
rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut
diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil
tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Dalam mengembang sebuah desain pembelajaran, seorang guru dituntut
untuk berpikir ilmiah. Dalam kegiatan berpikir ilmiah ini tentu saja menggunakan
bahasa. Seperti untuk menganalisis kebutuhan belajar menggunakan bahasa,
merancang desain menggunakan bahasa, mengembangkan desain menggunakan
bahasa, penerapan desain menggunakan bahasa dan evaluasi juga menggunakan
bahasa. Bahasa ada dalam setiap proses pembelajaran bahkan setiap kehidupan
manusia, namun karena bahasa yang sifatnya halus, dan abstrak maka keberadaan
bahasa belum banyak diperhatikan. Maka ketika guru mengembangkan desain
pembelajara maka harus memperhatikan karakteristik bahasa, dan menghindari
penyalahgunaan bahasa. Bahasa sering digunakan secara tidak sadar, namun
25
ketika dipahami, dikembangkan dan diterapkan maka bahasa dapat meningkatkan
aktivitas dan interaksi yang dinamis dan lebih baik, seperti yang tertulis di
artikelnya Gibbons dan Brewer.
26
BUKTI FOTO REVISI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Inovasi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Dr. Eko Purwanti, M.Pd
Oleh:
Nama
: Farchatin Ulya
NIM
: 0104516004
Kelas
: Reguler
PROGRAM STUDI MAGISTER PENGEMBANGAN KURIKULUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
i
DAFTAR ISI
Halaman judul ............................................................................................ i
Daftar isi ..................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah ............................................................. 1
B. Rumusan masalah...................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
1. Hakikat bahasa dalam pendidikan
a. Pengertian bahasa ................................................................ 3
b. Variasi bahasa ..................................................................... 5
c. Karakteristik bahasa ........................................................... 6
d. Dimensi bahasa .................................................................. 7
e. Manfaat bahasa desain ........................................................ 9
f. Sistem notasi ....................................................................... 9
g. Penyalahgunaan bahasa ....................................................... 10
2. Desain pembelajaran
a. Hakikat desain pembelajaran ............................................. 12
b. Model desain pembelajaran ―ADDIE‖................................ 13
3. Pentingnya bahasa dalam desain instruksional .........................
a. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah ............................... 16
b. Bahasa sangat lembut .......................................................... 18
c. Bahasa sebagai jantung desain ............................................ 19
d. Bahasa dan inovasi .............................................................. 19
BAB III Penutup
Rangkuman ...................................................................................... 21
Daftar pustaka ............................................................................................. 22
Lampiran-lampiran
Pertanyaan Diskusi ..................................................................................... 24
Bukti Foto Revisi ....................................................................................... 26
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui
belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi
tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol. Kemampuan manusia yang
dikembangkan melalui belajar yaitu: keterampilan intelektual, informasi
verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap (Gagne, dalam
Gredler, 2013).
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik
untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh
subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam desain instruksional
sangat penting, karena desain pesan desain instruksional menunjuk pada
proses merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat
digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Manusia pada umumnya menganggap bahasa biasa-biasa saja. Coba
bayangkan bila bahasa menghilang dari kehidupan manusia! Dengan bahasa
seorang bayi menangis untuk mengekspresikan haus, atau perlunya ganti
popok. Dengan bahasa seorang filsuf mengekspresikan sebuah istilah untuk
merujuk pada sebuah konsep. Sebut saja istilah-istilah definisi, proposisi,
aksioma. Penamaan terhadap konsep-konsep itu merupakan langkah pertama
untuk membangun pengetahuan. Kata adalah simbol lisan atau tulis bagi
sebuah benda. Bahasa tulis menjadi penting sebagai perekam peradaban
manusia.
Bahasa desain merupakan jantung dari semua desain dan pngembangan
proses dan alat. Desainer pembelajaran cenderung tidak menyadari
keberagaman bahasa desain yang mereka gunakan. Hal ini tidak
mengherankan karena penggunaan bahasa desain untuk meningkatkan presisi
dan produktivitas masih termasuk baru. Bahasa desain memiliki efek yang
halus namun kuat (Water dan Gibbons, 2004).
2
Hampir semua dalam buku desain instruksional unsur bahasa tidak
disentuh. Yang disebutkan strategi, metode, media, bahan ajar, evaluasi.
Padahal bahasa itu merupakan jantung dari segala desain karena untuk
mengkomunikasikan segala ide, tujuan, kita menggunakan bahasa. Nah,
bahasa yang seperti apa yang digunakan dalam desain pembelajaran? dari
fakta tersebut saya mengangkat judul Pentingnya Bahasa Dalam Desain
Instruksional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa hakikat bahasa dalam pembelajaran?
2. Apa hakikat desain pembelajaran?
3. Seberapa penting peran bahasa dalam desain instruksional?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat bahasa dalam pembelajaran.
2. Untuk mengetahui hakikat desain pembelajaran.
3. Untuk mengetahui seberapa penting peran bahasa dalam desain
instruksional.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1.
HAKIKAT BAHASA DALAM PEMBELAJARAN
a. Pengertian bahasa
Kridalaksana (1983) ― Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa digunakan
sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Komunikasi menurut John
Dewey yaitu suatu proses berbagi pengalaman sampai pengalaman
tersebut menjadi milik publik. Di dalam komunikasi itu mempunyai tujuan
yaitu menyampaikan pesan.
Pesan yaitu informasi yang akan disampaikan oleh komponen lain:
dapat berupa ide, fakta, makna dan data. Pesan bentuknya bisa berupa
kalimat pembicaraan lisan, tulisan, gambar, peta, dan tanda (AECT, 1986).
Anda berbicara – isi pembicaraan adalah pesan.
Anda menulis – hasil tulisan adalah pesan.
Anda melukis – hasil lukisan adalah pesan.
Dalam pandangan psikologi kognitifpesan disebutkan sebagai suatu
tanda kata, gambar, isyarat, yang timbul atau dihasilkan dengan tujuan
dapat mengubah psikomotor, kesadaran, atau tingkah laku efektif dari
seseorang.
Pesan adalah suatu yang dikirimkan dan atau diterima sewaktu
tindakan komunikasi berlangsung. Pesan dapat dikirimkan baik melalui
bahasa verbal dan non verbal. Pesan juga merupakan suatu wujud
informasi yang mempunyai makna. Apabila pesan tidak bisa dipahami
oleh penerima maka pesan yang dikirimkan tersebut tidak menjadi
informasi. Akan tetapi perlu disadari bahwa pesan bisa mempunyai makna
yang berbeda bagi satu individu dengan individu yang lain karena pesan
berkaitan erat dengan masalah penafsiran (Uno, 2009).
4
Riset
(Calero, 2005) menunjukkan bahwa pesan antar individu
disampaikan melalui tubuh (55%), suara termasuk intonasi dan volume
(38%), dan melalui ucapan (7%). Oleh karena itu ketika berkomunikasi
dengan siswa secara verbal, guru juga harus memperhatikan kial-kial
dalam komunikasi nonverbal seperti: sentuhan, postur dan gerak tubuh,
ekspresi wajah, kontak mata, intonasi suara dan gaya bicara, cara
berpakaian.
Untuk menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan
hubungan antarkonsep, guru perlu menjelaskan secara runtut dan runut.
Hasil belajar yang diperoleh dalam pembelajaran yaitu pemahaman, bukan
ingatan. Melalui penjelasan siswa dapat memahami hubungan sebab
akibat, mamahami prosedur, memahami prinsip. Penjelasan yang diberikan
oleh guru kepada murid dapat dikatan berhasil bila menimbulkan
pengertian dalam diri siswa. Penjelasan yang tidak dimengerti siswa
berarti gagal sebagai penjelasan. Oleh karena itu, umpak balik begitu
penting untuk mengecek apakan penjelasannya betul-betul dimengerti
siswa. Oleh karena itu dalam merencanakan sesuatu harus dilihat dulu
kepada siapa penjelasan itu disampaikan. Komponen keterampilan
menjelaskan yaitu: bahasa yang sederhana, contoh yang baik dan sesuai,
variasi dalam penyajian.
Kejelasan suatu penjelasan sangat didukung dengan penggunaan
bahasa yang baik. Hal ini antara lain menyangkut segi-segi sebagai
berikut: bahasa yang diucapkan hendaknya jelas kata-katanya, juga
ungkapan maupun volume suaranya. Bicara hendaknya lancar tapi tidak
terlalu cepat. Kalimat hendaknya sederhana dan pendek. Hindari istilah
yang kabur (Marno dan Idris, 2014).
Dalam bukunya M. Pawit Yusuf, komunikasi instruksional, bidang
pendidikan adalah dibentuk, tunduk pada dan dikerangkeng bahasa. Betapa
bahasa memiliki kuasa. Berpikir adalah bahasa. Bila anda menguasai tiga
bahasa (etnis, Indonesia, Inggris) maka coba jawab pertanyaan berikut:
5
Memikirkan isu nasionalisme lebih mudah dengan medium bahasa
Indonesia.
Saat berpikir anda sadar bahwa anda sedang menggunakan bahasa.
Yang menentukan kualitas berpikir seseorang bukan bahasanya tetapi
kualitas berpikirnya.
Pertanyaan di atas adalah persoalan relativitas bahasa dan pertama kali
diajukan oleh Benjamin Lee Whorf dalam tesisnya sebagai berikut:
Semua proses berpikir dilakukan dengan bahasa.
Semua bahasa membentuk pandangan atas realita dari penuturnya.
Pandangan ihwal realita yang dibentuk oleh bahasa itu berbeda-beda.
Winograd (1996) menggambarkan bahwa bahasa desain sebagai
bahasa visual dan fungsional dari komunikasi diantara desainer. Jika
bahasa adalah apa yang orang gunakan untuk mengkomunikasikan
informasi dan ide-ide kepada orang lain, maka bahasa desain yang
desainer gunakan untuk mengkomunikasikan desain, rencana, dan niat
untuk satu sama lain. Mereka cenderung tidak menyadari bahwa mereka
telah menggunakan bahasa desain.
Bahasa desain berbeda dari bahasa alami/bahasa sehari-hari. Bahasa
alami digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide. Sedangkan bahasa
desain digunakan untuk merancang objek yang mengekspresikan objek
apa, apa yang mereka lakukan, dan bagaimana harus digunakan dan
bagaimana kontribusinya terhadap pengalaman. Sebagai seorang penulis
kita menggunakan bahasa alami untuk mengkomunikasikan ide lebih
efektif. Dan sebagai desainer kita harus lebih sadar untuk menggunakan
bahasa desain untuk lebih mengekspresikan dan berbagi ide-ide desain.
Bahasa sehari-hari berbeda dengan bahasa desain yang digunakan untuk
mendesain (McDonald, 2008).
b. Variasi bahasa desain
Bahasa desain seperti dalam bahasa pemrograman komputer bersifat
formal, kita menggunakannya secara sadar dan disengaja. Kebanyakan
bahasa desain itu halus, hingga kita tidak mengenali dan menyadarinya
6
bahwa kita menggunakannya untuk struktur desain. Rheinfrank dan
Evenson (1996) mengatakan bahwa kita tidak hanya menggunakan bahasa
kita tapi kita hidup deagan itu.
Bahasa desain digunakan untuk mengekspresikan desain, niat, dan
rencana. Bahasa desain biasanya digunakan dalam arsitektur, komposisi
musik, menulis, koreografi, matematika, dan pemrograman komputer.
Gaya pribadi kita membuat esensi bahasa desain yang mendasari
bagaimana kita merancang dan membuat interaksi kita dengan orang lain.
Bahasa desain mengambil banyak bentuk dan belum dapat dilihat sebagai
pentingnya bahasa desain sebagai jantung dari banyaknya teknologi.
Di dunia instruksional, dimana komunikasi sudah dipola untuk tujuantujuan mengubah perilaku sasaran, fungsi komunikasi berubah dari yang
asalnya sebagai proses menjadi sebagai alat.
Alat yaitu sesuatu yang
berfungsi untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuan adalah target.
Komunikasi sebagai alat yaitu ia berproses dengan tujuan mengubah
perilaku sasaran. Dengan kata lain ia berfungsi sebagai alat sekaligus
proses untuk mencapai sebuah tujuan, yaitu tujuan yang telah ditetapkan
dalam desain instruksional. Contoh: tujuan bertani adalah panen. Alat
bertani adalah cangkul, bajak, traktor. Alat tersebut digunakan sepanjang
waktu
untuk mengolah sawah. Sebagaimana bahasa sebagai sarana
komunikasi dalam desain instruksional.
c. Karakteristik bahasa (Severin dan Tankard, 2008):
Bahasa bersifat statis, realita bersifat dinamis.
Kata-kata tidak berubah dalam kurun waktu tertentu, tetapi dunia di
sekitar kita penuh perubahan. Teori evolusi menyebutkan bahwa spesies
itu tidak permanen, tetapi berubah dan berkembang sepanjang waktu.
Tetapi bahasa yang kita gunakan untuk menggambarkannya bersifat
statis dan baku. Contoh: matahari sepanjang hari bergerak, namun katakata yang kita miliki hanya siang dan malam. Seseorang mungkin
menghabiskan waktu selama 20 tahun bermimpi untuk menenangkan
diri di sebuah desa yang masih sangat asri yang pernah ia kunjungi
7
ketika dia masih muda namun mendapati realita bahwa desa yang dulu
asri kini telah menjadi daerah industri yang sibuk. Nama desanya tidak
berubah, kondisinya yang berubah.
Bahasa bersifat terbatas, realita hampir tidak terbatas.
Wendell Johnson (1972) menyebutkan bahwa terdapat 500.000 hingga
600.000 kata dalam bahasa inggris yang orang-orang gunakan untuk
merepresentasikan jutaan fakta dan pengalaman. Namun kosa kata yang
biasa dipakai orang jauh lebih sedikit. Ini menunjukkan bahwa kota
kata sudah memadai untuk percakapan sehari-hari tetapi sering kali kita
jumpai kasus-kasus dimana kosa kata kita rasanya terbatas. Karena
pengetahuan dan bahasa kita yang terbatas, pakar semantik mengatakan
bahwa kita tidak bisa menyebutkan semua hal. Contoh: efek suara gitar
jika dipetik dengan tepat biasanya ditulis dengan jreng-jreng, bahkan
kata-kata inipun hanya akan mendekati suara yang dimaksud.
Bahasa bersifat abstrak, maksudnya yaitu ia tidak memiliki bantuk luar
yang dapat dirasakan sampai kita sendiri yang memberikan ekspresi
dalam bentuk gambar, kata, suara, simbol, atau dalam gesture. Kita
dapat menulis soneta dalam kepala kita, tetapi jika tidak dinyatakan
secara tertulis maka soneta itu akan menjadi milik kita sendiri (Gibbons
dan Brewer, 2005).
d. Dimensi bahasa (Gibbons dan Brewer, 2005)
Bahasa sehari-hari tidak cukup canggih untuk digunakan dalam desain
instruksional karena memperlihatkan kekaburan, makna ganda dan
tergantung konteks. Sebagai seorang desainer instruksional harus lebih
sadar untuk menggunakan bahasa desain untuk lebih mengekspresikan
berbagai ide desain. bahasa yang digunakan dalam desain instruksional
harus mengacu pada dimensi bahasa:
Presisi
Ekspresi matematika dan program komputer tidak bisa mentolerir
ambiguitas. Ekspresi matematika harus jelas: hanya ada satu makna.
Bahkan akspresi mendefinisikan suatu daerah, seperti ―lebih besar dari,
8
kurang dari.‖ Program komputer juga tidak bisa mengeksekusi dengan
benar jika ada ambiguitas, karena komputer tidak diberikan informasi
yang cukup untuk mengatasi ambiguitas. Ketelitian dalam bahasa
desain dibuat melalui terukurnya dan ketetapan persyaratan dan
hubungan. Harus dimungkinkan untuk menentukan arti dari istilah
harus jelas. Pengguna bahasa alami menggunakan berbagai kontekstual
isyarat, seperti intonasi, gerak tubuh, untuk mengilhami kata-kata
mereka saat berbicara dengan menambahkan makna (Cole, 1971).
Formalitas dan standarisasi
Suatu istilah dalam bahasa desain harus mengandung arti yang sama
diantara para desainer. Penggunaan istilah dalam bahasa desain
merupakan suatu kesepakatan diantara para desainer. Bahasa desain
ketika ada kemungkinan untuk menjadi bahsa publik maka bahasa
tersebut dapat diterima oleh sebagian besar kalangan. Konsep inilah
dinamakan formalitas dan standarisasi bahasa desain (Botturi, Derntl,
Boot, Figl, 2006).
Personal vs bersama
Sebuah bahsa desain berasal dari individu dan dipengaruhi oleh
individu juga. Bahasa desain menjadi publik melalui negosiasi dan
interaksi antara individu. Sebagai kesepakatan tentang syarat dan aturan
ekspresi muncul dari latihan interaktif, bahasa menjadi publik dan dapat
digunakan oleh banyak pengguna. Membuat bahasa publik untuk
khalayak luas mengharuskan beberapa bentuk simbolik sistem notasi
(Waters dan Gibbons, 2004). Sistem notasi simbolik tidak sama dengan
desain bahasa personal.
Implisit vs eksplisit
Beberapa dari bahasa pribadi ada di pikiran kita pada tingkat yang tidak
bisa kita verbalisasi tapi itu bisa kita gunakan untuk membuat
keputusan. Kita boleh jadi tidak menyadari banyak bahsa yang kita
miliki. Ini lah yang dinamakan bahasa desain implisit. Bahasa yang
digunakan untuk merancang percakapan, komunikasi tertulis, mengatur
9
strategi untuk sebuah tindakan, rencana pribadi kita, hubungan kita
dengan orang lain dan rutinitas kita sehari-hari. Jika menggunakan
bahasa desain yang syarat dan aturannya benar-benar sudah ditetapkan
maka disebut dengan bahasa desain eksplisit.
Standar vs tidak standar.
Instruksi desain yang berbasis komputer harus sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh organisasinya.
Bahasa desain yang standar telah berkembang terutama di bidang
teknik, manufaktur, elektronik, komputer. Untuk desainer instruksional
tidak terbatas pada perangkat lunak. Learning Technology Standards
Committee/LTSC merupakan bagian dari gerakan besar untuk membuat
standar bahasa desain. Namun, bahkan dengan bahasa yang memiliki
standar yang sangat jelas, dialek bisa muncul dan ini adalah salah satu
cara agar bahasa bisa berkembang.
e. Manfaat bahasa desain (Gibbons, Botturi, dan Nelson, 2008) meliputi:
Peningkatan komunikasi diantara tim desain.
Peningkatan komunikasi diantara desainer dengan klien.
Promosi inovasi desain.
f. Sistem Notasi
Yaitu himpunan simbolik, grafis, gesture, pendengaran, tekstual untuk
mengekspresikan bahasa desain. sejarah sistem notasi yaitu pada awal
periode, musik gereja harus dinyanyikan dari memori karena tidak ada
sistem standar untuk menuliskan melodi, harmoni, dan irama. Kata-kata
untuk dinyanyikan ditulis, tapi konten musik (lagu) harus dihafalkan.
Kemudian lahir paling awal dari notasi yaitu dengan memberi aksen pada
tulisan yang berarti nada naik maupun turun. Sistem notasi membuat
bahasa desain terlihat dan mendokumentasikannya merupakan sebagai
solusi. Fungsi notasi yaitu untuk sebagai alat mengingat desain (Botturi,
Derntl, Boot, Figl, 2006).
10
g. Penyalahgunaan bahasa
Dalam buku Teori Komunikasi: Sejarah, Teori dan Terapan di dalam
Media Massa karya Severin dan Tankard (2008) dipaparkan empat
penyalahgunaan umum dalam bahasa yang bisa diadopsi untuk konteks
pembelajaran, yaitu:
Dead level abstracting
Konsep dead level abstracting (pengabstraksian mandek) yang
dideskripsikan oleh Wendell Johnson (1946, hlm. 270) merujuk pada
kemandekan pada level abstraksi. Kata-kata yang dipakai dalam sebuah
pesan yang tidak menyertakan kata-kata pada level abstraksi yang lebih
rendah, maka sulit untuk mengetahui apa yang disampaikan dalam
pesan tersebut. Kata-kata pada level abstraksi yang tinggi yang tidak
disertai oleh kata-kata yang lebih konkret maka sama saja dengan kata
yang terpenggal dari akarnya (Severin dan Tankard, 2008). Sebagai
contoh dalam pembelajaran di kelas guru SD menerangkan tentang
demokrasi. demokrasi ini merupakan sesuatu yang abstrak bagi anak
SD. Dalam menjelaskan teori demokrasi guru harus menampilkan
contoh yang konkret yang dekat dengan siswa agar siswa memahami
dengan mudah materi yang disampaikan guru.
Undue identification
Undue identification ( pengenalan tidak tepat) adalah kegagalan melihat
perbedaan. Satu jenis umum undue identification yaitu stereotyping
(penggunaan stereotip). Stereotyping ibu mertua sebagai orang yang
suka ikut campur. Padahal nyatanya tidak semua ibu mertua seperti itu
(Severin dan Tankard, 2008). Sebagai contoh dalam kegiatan
pembelajaran guru tidak boleh menyamaratakan semua muridnya.
‗kalian itu kalau diberi PR tidak pernah dikerjakan‘ itu merupakan
sebuah kesalahan karena tidak semua murid kalau diberi PR tidak
mengerjakan.
11
Two valued evaluation
Two valued evaluation (evaluasi bernilai dua) yaitu meliputi pemikiran
bahwa hanya ada dua kemungkinan jika dihadapkan pada banyak
kemungkinan. Penyalahgunaan ini disebut juga dengan either or
thinking (pemikiran ini atau itu) atau thinking with the exclude middle
(pemikiran dengan mengesampingkan faktor ‗tengah-tengah‘). Bahasa
berperan dalam tendensi ini karena sering hanya dua kata yang
berlawanan yang tersedia untuk mendeskripsikan sebuah situasi.
Contoh umum adalah kata-kata malam dan siang, hitam dan putih,
benar dan salah. Padahal diantara hitam dan putih ada warna abu-abu
(Severin dan Tankard, 2008). Contohnya yaitu ketika siswanya di kelas
ada yang ramai lalu guru itu mengatakan kepada siswanya ‗dengarkan
atau keluar‘ maka guru tersebut telah mengabaikan peluang di tengah
dua kondisi tersebut. Seharusnya guru mengintropeksi dirinya terlebih
dahulu kenapa murid saya pas saya terangkan kok pada ramai?
Mungkin ada kesalahan dalam saya membawakan materi? Guru harus
menjadi orang yang sensitif terhadap segala kondisi.
Unconscious projection
Unconscious projection (proyeksi tanpa sadar) adalah secara tidak
sengaja memproyeksikan pengalaman masa lalu, tujuan, prasangka
pada persepsi kita. Ahli psikologi Earl C. Kelley (1947) mengatakan,
―apabila kita melihat sekitar kita, maka kita memilih mereka, bukan
acak, tetapi sesuai dengan pengalaman masa lalu dan tujuan-tujuan
kita‖. Penulis kontemporer , H. Jackson Brown dalam sebuah kompilasi
A Father’s Book of Wisdom (1999), menulis, ―kita tidak melihat sesuatu
sebagaimana adanya dia. Kita melihatnya sebagai keinginan kita‖
(Severin dan Tankard, 2008). Sebagai contoh dalam konteks
pembelajaran guru harus melihat siswanya sebagaimana kemampuan
siswa tersebut. Karena setiap siswa mempunyai bakat dan potensi yang
berbeda. Maka dari itu guru harus bisa mengenali bakat dan potensi
12
siswa supaya guru tidak menjadi ‗dosa tujuh turunan‘ karena telah salah
memberi perlakuan pada siswanya.
2.
DESAIN PEMBELAJARAN
a. Pengertian desain pembelajaran
Herbert Simon (Dick dan Carey, 2006), mengartikan desain sebagai
proses pemecahan masalah. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai
solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan
sejumlah informasi yang tersedia. Suatu desain muncul karena kebutuhan
manusia untuk memecahkan suatu persoalan. Melalui suatu desain orang
bisa melakukan langkah-langkah yang sistematis untuk memecahkan
suatu persoalan yang dihadapi. Dengan demikian suatu desain pada
dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali dari
penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk
merespons
kebutuhan
tersebut,
selanjutnya
rancangan
tersebut
diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan
hasil tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN No.20 Tahun
2003 dalam Sagala, 2005).
Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan
sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran
melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas
yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang
dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan. Sejalan dengan
pengertian di atas, Gagne dalam Gredler (2013) menjelaskan bahwa
desain pembelajaran disusun untuk membantu proses belajar siswa, di
mana proses belajar itu memiliki tahapan segera dan tahapan jangka
panjang.
Maka desain instruksional berkenaan dengan proses pembelajaran
yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran
yang di dalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil
13
belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk
mencapai tujuan termasuk metode, teknik, dan media yang dapat
dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan
keberhasilan evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan.
Jadi desain pembelajaran adalah rancangan atau kerangka terhadap
sesuatu yang akan dicapai setelah mengajar dalam pokok bahasan atau
subbahasan sehingga proses belajar mengajar atau sistem pembelajaran
terarah dan terprogram sesuai dengan yang diinginkan. Semua program
pendidikan atau pengajaran didasarkan kepada tujuan umum pengajaran.
Perencanaan Pembelajaran (Lesson Plans) berbeda dengan Desain
Pembelajaran (Instructional Design), namun
keduannya memiliki
hubungan yang sangat erat sebagai program pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran disusun untuk kebutuhan guru dalam melaksanakan tugas
mengajarnya. Dengan demikian, perencanaan merupakan kegiatan
menerjemahkan kurikulum sekolah kedalam kegiatan pembelajaran di
dalam kelas (Shambaugh dan Magliaro, 2006). Pertimbangan dalam
menyusun dan mengembangkan sebuah perencanaan pembelajaran adalah
kurikulum yang berlaku di suatu lembaga; sedangkan pertimbangan dalam
menyusun dan mengembangkan suatu desain pembelajaran adalah siswa
itu sendiri sebagai individu yang akan belajar dan mempelajari bahan
pelajaran.
b. Model desain pembelajaran “ADDIE”
Tahapan Pengembangan Model ADDIE
Skema desain pembelajaran model ADDIE membentuk siklus yang
terdiri dari 5 tahapan yang terdiri dari: analisis (Analysis), desain (Design),
pengembangan (Development), implementasi (Implementation) serta
evaluasi (Evaluation).
Analisis (Analysis)
Desain tahap analisis berfokus pada target audiens. Pada tahap analisis,
dilakukan
pendefinisian
permasalahan
instruksional,
tujuan
14
pembelajaran, sasaran pembelajaran serta dilakukan identifikasi
lingkungan pembelajaran dan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa.
Tahap Analisis umumnya membahas pertanyaan-pertanyaan berikut:
Bagaimana latar belakang keseluruhan dari peserta didik seperti usia,
pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan, minat, latar belakang
budaya?
Apa yang siswa butuhkan untuk menyelesaikan pada akhir program
pembelajaran atau apa kebutuhan siswa?
Apa
yang
diinginkan
siswa
dari
hasil
pembelajaran?
Apakah pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku dll?
Apakah strategi pembelajaran yang digunakan untuk mereka cukup?
aspek apa yang perlu ditambahkan, diklarifikasi dan diperbaiki?
Apa fokus tujuan instruksional?
Apakah lingkungan belajar kondusif
atau tidak?
Apa jenis
lingkungan belajar lebih disukai?
Apakah akan sumber daya baik itu teknis maupun dukungan sudah
mencukupi?
Desain (Design)
Tahap desain terkait dengan penentuan sasaran, instrumen penilaian,
latihan, konten, dan analisis yang terkait materi pembelajaran, rencana
pembelajaran dan pemilihan media. Fase desain dilakukan secara
sistematis dan spesifik. Dalam tahap desain, yang ditanyakan adalah:
Sumber media yang akan digunakan seperti Audio, Video dan
Grafis.
Apakah
sumber
tersebut
dari
pihak
ketiga
atau
siswa membuat sendiri?
Berbagai sumber dibutuhkan untuk menyelesaikan pembelajaran.
Apa sumber cukup tersedia untuk menyelesaikan pembelajaran?
Tingkat
dan
jenis
kegiatan
yang
akan
dihasilkan
selama
pembelajaran. Apakah terjadi kolaboratif, interaktif atau individu?
Apa pendekatan atau cara apa yang akan diterapkan pada
pembelajaran?
15
Berapa banyak waktu yang akan ditugaskan untuk setiap tugas dan
bagaimana pembelajaran yang akan dilaksanakan (per pelajaran, per
bab, modul?)
Apa saja keterampilan kognitif yang harus dimiliki siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran?
Apakah guru memiliki cara untuk menentukan nilai-nilai yang telah
dicapai oleh siswa? Apa metode untuk menentukan kompetensi yang
diinginkan oleh siswa?
Bagaimana
mekanisme
yang
dirancang
oleh
guru
untuk
mendapatkan umpan balik pada bahan ajar?
Bagaimana merancang kegiatan pembelajaran sehingga menarik
minat siswa?
Pengembangan (Development)
Dalam tahan pengembangan dilakukan pembuatan dan penggabungan
konten yang sudah dirancang pada tahapan desain. Pada fase ini dibuat
storyboard,
penulisan
konten
dan perancangan
grafis
yang
diperlukan. Hal ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut:
Apakah membuat bahan ajar sesuai jadwal?
Apakah ada tim kerja di beberapa siswa?
Apakah ada anggota yang bekerja secara efektif dalam sebuah tim?
Apakah siswa berkontribusi sesuai kapasitasnya?
Apakah bahan ajar yang dihasilkan dimaksudkan untuk tugas siswa?
Implementasi (Implementation )
Fase ini dibuat sebagai prosedur pelatihan bagi peserta pelatihan
dan instrukturnya/ fasilitator. Pelatihan bagi fasilitator meliputi materi
kurikulum, hasil pembelajaran yang diharapkan, metode penyampaian
dan prosedur pengujian. Aktivitas lain yang harus dilakukan pada fase
ini meliputi penggandaan dan pendistribusian materi dan bahan
pendukung lainnya, serta persiapan jika terjadi masalah teknis dan
mendiskusikan rencana alternatif dengan siswa.
16
Beberapa contoh implementasi yang dapat ditentukan:
Apa tanggapan emosional yang diberikan oleh guru dan siswa
selama
pebelajaran?
Apakah
mereka
benar-benar
tertarik,
bersemangat, kritis atau bertahan?
Sebagai hasil pembelajaran, apakah guru melihat bahwa siswa dapat
memahami topik dengan segera atau apakah mereka perlu bantuan?
Bagaimana menangani setiap kesalahan yang mungkin terjadi selama
pembelajaran? Apa reaksi guru ketika kegiatan untuk siswa tidak
berjalan seperti yang direncanakan?
Ketika masalah teknis dan lain muncul apakah guru memiliki strategi
‗cadangan‘?
Apakah implementasi untuk skala kecil atau skala besar?
Ketika kelompok siswa mendapat materi, apakah mereka dapat
bekerja secara mandiri atau memerlukan bimbingan?
Evaluasi (Evaluation)
Setiap tahap proses ADDIE melibatkan evaluasi formatif. Ini adalah
multidimensional dan merupakan komponen penting dari proses
ADDIE. Ini mengasumsikan bentuk evaluasi formatif dalam tahap
pengembangan. Evaluasi dilakukan selama tahap implementasi dengan
bantuan instruktur dan siswa. Setelah pelaksanaan pembelajaran selesai,
evaluasi sumatif dilakukan untuk perbaikan pembelajaran. Perancang
seluruh tahap evaluasi harus memastikan apakah masalah yang relevan
dengan program pelatihan diselesaikan dan apakah tujuan yang
diinginkan terpenuhi (Branch dan Kopcha, 2014).
3.
PENTINGNYA BAHASA DALAM DESAIN INSTRUKSIONAL
a. Bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah
Aldous
Huxley
(dalam A.
Chaedar
Alwasilah, 1993:171).
Menyatakan ―Tanpa bahasa, manusia tak ada bedanya dengan anjing atau
monyet. Ungkapan novelis Inggris Aldous Huxley (1894-1963) tersebut
menyuratkan bahwa bahasa (verbal) teramat signifikan bagi manusia.
17
Bahasa, sebagaimana akal atau pikiran, itulah yang mencirikan manusia
dan membedakannya dari makhluk-makhluk lain.
Berpikir ilmiah, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang lebih luas,
bertujuan memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana
atau alat berpikir ilmiah. Sarana ini bersifat niscaya, maka aktivitas
keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir ilmiah tersebut.
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode)
ilmiah, atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan
kebenaran. Dengan perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan
kita melakukan penelaahan ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh
karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja dengan baik, dia mesti menguasai
sarana berpikir ilmiah.
Ada tiga sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, matematika, dan
statistika. Bahasa, dalam konteks ini, memungkinkan manusia berpikir
secara abstrak, sistematis, teratur dan terus-menerus dan menguasai
pengetahuan. Dengan bahasa, manusia—berbeda dari binatang—bisa
memikirkan dan membicarakan objek-objek yang tidak berada di depan
matanya. Kehidupan dunia yang kompleks dibahasakan dalam penyataanpernyataan yang sederhana dan bisa dimengerti. Bahasa pun menjadikan
kita dapat mengomunikasikan pengetahuan kepada orang lain.
Ringkasnya, bahasa membantu ilmuwan berpikir ilmiah, yaitu berpikir
induktif dan deduktif. Dengan perkataan lain, bahasa menjadi alat baginya
untuk menarik kesimpulan-kesimpulan induktif maupun deduktif. Bahasa
memungkinkan ilmuwan melaksanakan silogisme dan menarik kesimpulan
atau pengetahuan ilmiah.
Saking pentingnya struktur atau tata bahasa bagi kegiatan ilmiah,
Suriasumantri (1993:69) mengajukan pertanyaan retoris: bagaimana
mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang cermat tanpa
menguasai struktur bahasa yang tepat? Penguasaan tata bahasa secara pasif
18
dan aktif memungkinkannya menyusun pernyataan-pernyataan atau
premis-premis dengan baik dan juga menarik kesimpulan dengan betul.
Sampai di sini, kiranya sudah dimafhumi bahwa bahasa sangat vital
bagi manusia dalam aktivitas ilmiah (maupun aktivitas non-ilmiah).
Menurut Komaruddin Hidayat (1996:44), bahasa memperjelas cara
berpikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan bahasa yang
baik akan mempunyai cara berpikir yang lebih sistematis. Lebih jauh,
sesungguhnya bahasa menstrukturkan pengalaman manusia dan, begitu
pula sebaliknya, pengalaman manusia ini membentuk bahasa.
b. Bahasa sangat lembut namun mempunyai efek yang kuat.
Bahasa yang digunakan dalam sehari-hari dengan bahasa yang
digunakan untuk akademis berbeda. Karena bahasa sehari-hari terkadang
menimbulkan makna ganda, ambigu dan tergantung konteks. Padahal di
dalam bahasa akademik bahasa harus menimbulkan satu makna. Makna
yang dimaksud disini dapat berupa gagasan, pikiran, perasaan, pendapat,
kemauan, dan keinginan atau pesan dan infomasi. Makna dapat
diungkapkan dengan jelas apabila orang yang mengungkapkan makna,
baik secara lisan maupun tertulis, memilih kosakata dan tata bahasa yang
benar dan tepat seperti halnya para pemakaian bahasa aslinya. Konteks
berbahasa sangat berperan dalam pengungkapan makna.
Namun dalam bidang desain pembelajaran, bahasa belum begitu
diperhatikan oleh desainer pembelajaran. Padahal sesuai hasil penelitian,
efek bahasa dalam desain pembelajaran sangat signifikan, ia begitu halus
namun memiliki efek yang kuat. Bahasa masuk ke dalam semua lingkup
desain pembelajaran. Oleh karena bahasa yang begitu halus sampai kita
tidak sadar bahwa kita telah menggunakan bahasa.
Dalam bukunya M. Pawit Yusuf, komunikasi instruksional, bidang
pendidikan adalah dibentuk, tunduk pada dan dikerangkeng bahasa. Betapa
bahasa memiliki kuasa. Berpikir adalah bahasa.
Bahasa desain sering digunakan secara tidak sadar, namun ketika
sadar dipahami, dikembangkan dan diterapkan bahasa desain dapat
19
meningkatkan aktivitas dan interaksi yang dinamis yang lebih baik
(Gibbons dan Brewer, 2005). Sebagai desainer kita harus memperhatikan
penggunaan bahasa karena walaupun tidak banyak buku yang megulas
pentingnya bahasa dalam desain instruksional tetapi bahasa sangat penting.
Segala ide, konsep dituangkan dalam bahasa.
c. Bahasa sebagai jantung dari segala desain
Yaitu bahasa untuk mengkomunikasikan ide-ide dan konsep dalam
segala bidang desain agar pesan yang ingin disampaikan dapat
tersampaikan (Gibbons; Botturi; Boot; Nelson, 2008). Bahasa sebagai alat
komunikasi penyampai pesan. Kita harus mempertimbangkan segala unsur
yang terkandung dalam bahasa jika akan diaplikasikan ke dalam desain
pembelajaran. Seperti karakteristik bahasa, dengan karakteristik yang
sudah kita ketahui tersebut, harapannya desainer akan lebih sadar dalam
menggunakan bahasa agar dapat merepresentasikan ide-idenya dan
meminimalisir dampak yang tidak diharapkan.
d. Bahasa desain dan inovasi
Polanyi (1958) menggambarkan peran bahasa dalam pemikiran
inovatif, yaitu operasi simbolik berlari lebih cepat dari pemahaman kita.
Dia menyarankan untuk menggunakan aturan linguistik untuk membuat
kombinasi yang tampaknya tidak masuk akal pada awalnya, tetapi hal itu
merupakan sebuah pemikiran inovatif. Prinsipnya mmenggunakan bahasa
desain sebagai jenis formal untuk berpikir tentang desain instruksional.
Contoh: untuk Olimpiade Musim Dingin 2002, Salt Lake City. Pada
pertunjukan air mancur tersebut air mancur tersebut desainer merancang
pipa sedemikian rupa agar bisa merepresentasikan alunan lagu yang
sedang diperdengarkan. Air mancur didesain secara indah dan dinamis, air
muncul dan menghilang selaras dengan pasang surut aliran musik seakanakan air mancur bisa berbicara menceritakan tentang lagu tersebut,
sehingga memberikan dampak emosional pada penonton menciptakan efek
yang menyenangkan. Disinilah peran bahasa desain. Segala sesuatu harus
direncanakan. Sebuah pola acak mungkin akan kurang menghasilkan efek
20
yang menyenangkan walaupun beberapa pola acak mungkin bisa
menghasilkan efek yang menyenangkan (Gibbons dan Brewer, 2005).
Rheinfrank dan Evenson (1996) dijelaskan bagaimana pengaruh
bahasa: bahasa desain telah digunakan untuk merancang hal-hal yang
beragam seperti produk, bangunan, kota, layanan, dan organisasi. Mereka
sering digunakan secara tidak sadar, yang timbul dari aktivitas alam
ciptaan dan interaksi dengan hal-hal yang dibuat. Namun, ketika sadar
dipahami,
dikembangkan,
dan
diterapkan,
bahasa
desain
dapat
membangun dan meningkatkan aktivitas alami ini dan dapat menghasilkan
interaksi dramatis lebih baik, lingkungan, dan segala macam hal.
Kekuatan menggunakan bahasa desain sadar telah diakui dan
dijelaskan oleh teori desain lainnya, seperti Christopher Alexander (1979)
untuk arsitektur dan desain perkotaan, William J. Mitchell (1992) untuk
arsitektur dan media, Edward Tufte (1990) untuk visualisasi, dan Terry
Winograd (Alder & Winograd, 1992) untuk desain perangkat lunak.
Selama dekade terakhir telah ada penelitian dan pengembangan yang
cukup besar kerja mengeksplorasi bagaimana guru universitas dapat
mendokumentasikan praktek mengajar mereka sedemikian rupa untuk
memungkinkan berbagi ide. Premis pekerjaan penelitian ini, disebut dalam
literatur sebagai desain pembelajaran, adalah jika praktek pedagogis dapat
didokumentasikan dalam beberapa bentuk yang mudah dipahami, maka ia
dapat dengan mudah berbagi dan dengan demikian ada potensial untuk
penyerapan yang lebih besar dari praktek pengajaran yang inovatif
(Gibbons dan Brewer, 2005).
21
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para
anggota
kelompok
sosial
untuk
bekerjasama,
berkomunikasi,
dan
mengidentifikasi diri. Hubungannya dengan pembelajaran yaitu bahasa
digunakan untuk menyampaikan bahan pelajaran yang berkaitan dengan
hubungan antarkonsep, guru perlu menjelaskan secara runtut dan runut.
Penjelasan yang diberikan oleh guru kepada murid dapat dikatakan berhasil
bila menimbulkan pengertian dalam diri siswa. Penjelasan yang tidak
dimengerti siswa berarti gagal sebagai penjelasan.
2. Desain pembelajaran yaitu berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat
dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya
mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang
diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan
termasuk metode, teknik, dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik
evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan evaluasi untuk
mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Model yang bisa
digunakan untuk mendesain pembelajaran yaitu model ADDIE: Analisisdesain-developmen-implementasi-evaluasi.
3. Pentingnya bahasa dalam desain instruksional yaitu bahasa sebagai sarana
berpikir ilmiah untuk memperjelas cara berpikir manusia, bahasa mempunyai
sifat yang lembut sehingga kita tidak menyadari penggunaan bahasa untuk
mendesain, walaupun halus namun memiliki efek yang kuat; bahasa
hubungannya dengan inovasi yaitu berdasarkan karakteristik bahasa yang statis
dan dunia yang dinamis sebagai desainer harus berpikir kreatif untuk
merepresentasikan desain instruksional; bahasa merupakan jantung dari segala
desain yaitu bahasa untuk mengkomunikasikan ide-ide dan konsep dalam
segala bidang desain agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan.
22
DAFTAR PUSTAKA
AECT. (1986). Definisi Teknologi Pendidikan; Satuan Tugas dan Terminologi ,
(Terjemahan), Jakarta: PAU-UT dan Rajawali Press
Alwasilah, A. Chaedar. (2010). Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Branch, RM, & Kopcha, TJ. (2014). Model Desain Pembelajaran . Dalam
Handbook penelitian tentang komunikasi pendidikan dan teknologi.
Botturi, L., Derntl, M., Boot, Eddy., Figl, K. (2006). A Classification Framework
for Eduvational Modelling Languages in Instructional Design. IEEE, 12161220.
Calero, Henry H. (2005). The Power of Nonverbal Communication How You Act
Is More Than What You Say. Los angeles: Silver Lake.
Cole, M. (1971). The cultural context of learning and thinking . New York: Basic
Books.
Dick, Walter dan Lou Carey. (2005). The Systematic Design of Instruction .
Glenview: Scott Foresman.
Gibbons, A. S. and Brewer, E. K. (2005). Elementary principles of design
languages and notation systems for instructional design. In Innovations in
Instructional Technology: Essays in Honor of M. David Merrill , edited by J.
M. Spector, C. Ohrazda, A. Van Schaack, and D. Wiley, pp. 111–129.
Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates.
Gibbons, A. S., Luca Botturi, Eddy Boot,
& Jon Nelson. (2008). Design
languages, pp. 634-645.
Gredler, Margaret E. (2013). Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hidayat, Komaruddin. (1996). Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian
Hermeneutik, Jakarta: Paramadina.
Kelley, E. C. (1947). Education for what is real (Vol. 1). Harper & Row.
Kridalaksana, Harimurti. (1983). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Marno dan Idris. (2014). Strategi, Metode dan Teknik Mengajar . Yogyakarta: Arruz Media.
23
McDonald, Jason K. (2008). Translate to communicate: facilitating client
understanding of design language. In Handbook of Visual Languages For
Instructional Design: Theories and Practice, Edited by Luca Battori, Stubbs
S. Todd, pp. 18-32 New York: : Information Science Reference.
Polanyi, M. (1958). Personal Knowledge: Towards a Post-Critical Philosophy.
New York: Harper Torchbooks.
Rheinfrank, J. and Evenson, S. (1996). Design Languages. In Bringing Design to
Software, edited by T. Winograd, pp. 63–79. New York: ACM
Press/Addison-Wesley.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Severin, Werner dan James W. Tankard Jr. 2008. Teori Komunikasi: Sejarah,
Metode dan Terapan di Dalam Media Massa . Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Shambaugh, N., & Magliaro, G.S. (2006).
Instructional design a systematic
approach for reflective practice. Boston: Pearson Education Inc.
Suriasumantri, Jujun S. (1993). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Uno, Hamzah B. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Waters, S. and Gibbons, A. S. (2004). Design languages, notation systems, and
instructional Technology: a case study. Educational Technology (2), pp.
57–69.
Winograd, T. (1996). Bringing design to software
24
PERTANYAAN DISKUSI
Penanya: Sri Hanipah
Dimana letak bahasa dalam pengembangan desain instruksional ADDIE?
Jawab
Bahasa adalah alat penyampai pesan; alat untuk mengkomunikasikan ide,
desain, rencana agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan; dan
jantung dari semua desain. Desainer pembelajaran cenderung tidak menyadari
keberagaman bahasa desain yang mereka gunakan. Padahal bidang pendidikan
adalah bidang yang dibentuk, tunduk dan dikerangkeng bahasa. Betapa bahasa itu
memiliki pengaruh dalam dunia pendidikan. Dalam mengembangkan suatu desain
pembelajaran, model ADDIE atau apapun itu posisi bahasa tetap sama yaitu
sebagai sarana untuk berpikir ilmiah, menuangkan ide-ide, alat komunikasi,
jantung segala desain. Tujuan sebuah desain adalah untuk mencapai solusi terbaik
dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang
tersedia. Dengan demikian suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang
bersifat linear yang diawali dari penentuan kebutuhan, kemudian mengembangkan
rancangan untuk merespons kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut
diujicobakan dan akhirnya dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil
tentang efektivitas rancangan (desain) yang disusun.
Dalam mengembang sebuah desain pembelajaran, seorang guru dituntut
untuk berpikir ilmiah. Dalam kegiatan berpikir ilmiah ini tentu saja menggunakan
bahasa. Seperti untuk menganalisis kebutuhan belajar menggunakan bahasa,
merancang desain menggunakan bahasa, mengembangkan desain menggunakan
bahasa, penerapan desain menggunakan bahasa dan evaluasi juga menggunakan
bahasa. Bahasa ada dalam setiap proses pembelajaran bahkan setiap kehidupan
manusia, namun karena bahasa yang sifatnya halus, dan abstrak maka keberadaan
bahasa belum banyak diperhatikan. Maka ketika guru mengembangkan desain
pembelajara maka harus memperhatikan karakteristik bahasa, dan menghindari
penyalahgunaan bahasa. Bahasa sering digunakan secara tidak sadar, namun
25
ketika dipahami, dikembangkan dan diterapkan maka bahasa dapat meningkatkan
aktivitas dan interaksi yang dinamis dan lebih baik, seperti yang tertulis di
artikelnya Gibbons dan Brewer.
26
BUKTI FOTO REVISI